KEARIFAN LOKAL HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI KOTA SEMARANG

Download Semarang ini menjadi daya tarik sendiri bagi para pegiat hubungan lintas agama di Jawa. Tengah pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya...

0 downloads 488 Views 428KB Size
Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

KEARIFAN LOKAL HUBUNGAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI KOTA SEMARANG Ali Imron HS*) Abstract Associations or organizations both in the form of forum or community or whatever name he is cross-religion in the city of Semarang is one effort to provide a venue for dialogue and understanding to know each other adherents of different religions. Results of research took place in Semarang is a phenomenological qualitative research, the empirical approach. Research results presented are descriptive. Socio-economic and political issues also become a hot issue in the dialogue that was held regularly by the Interfaith Forum. The forum also provides input and advice to the Government consideration in particular the Mayor of Semarang city associated with religious life.There is a problematic that is noteworthy for its stakeholders, so that harmony between religious life can be enhanced and sustained across generations.When conflicts occur in the field then the solution involves not only two religious leaders in conflict, but the inter-faith forum in the city of Semarang involve all the existing religious leaders. Keywords : religious, harmony, Semarang

Latar Belakang Kerukunan umat beragama merupakan modal yang sangat berharga bagi kelangsungan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang dinamis yang dapat berubah sesuai dengan perilaku para pendukungnya. Oleh karena itu perilaku para pemimpin agama dan juga tokoh masyarakat memegang peranan penting dalam menjaga iklim kondusif. Di sinilah arti pentingnya hubungan antar umat beragama plus yaitu hubungan komunikatif yang tidak terbatas pada tokoh agama tapi juga pelibatan para tokoh masyarakat dan pejabat birokrasi pemerintahan. Kemajemukan masyarakat merupakan suatu hal yang unik. Masyarakat majemuk dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu : pertama, kemajemukan masyarakat yang didasarkan pada ukuran ekonomi. Kedua, diferensiasi fungsional, yaitu berdasarkan pembagian kerja dalam suatu organisasi yang muncul karena melaksanakan pekerjaan yang berlainan. Ketiga, adalah kemajemukan menurut adat, yaitu aturan-aturan untuk berperilaku yang dianggap tepat bagi suatu masyarakat sesuai dengan waktu dan tempat yang digunakan. Forum lintas agama di Kota Semarang merupakan wadah yang unik dan tidak seperti farum-forum lintas agama yang ada di kota-kota lain di Jawa Tengah. Forum lintas agama di Kota Semarang di dalamnya terdapat unsur pejabat pemerintah kota, unsur tokoh agama, unsur tokoh masyarakat, dan unsur tokoh organisasi keagamaan yang berlatar belakang dari berbagai agama. Pemerintah Kota Semarang memfasilitasi forum lintas agama ini untuk menunjang program kerja yang diarahkan untuk terciptanya harmonisasi dengan sesama ciptaan Tuhan menuju kesejahteraan lahir bathin. *

Aktifitas forum lintas agama di Kota Semarang ini menjadi daya tarik sendiri bagi para pegiat hubungan lintas agama di Jawa Tengah pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Oleh karenanya forum lintas agama ini merupakan kearifan lokal Semarang yang dapat dijadikan sebagai salah satu model hubungan antar umat beragama di Indonesia. Gesekan kepentingan masyarakat terkadang juga bermuatan isu agama. Pemerintah Kota Semarang sangat berkepentingan untuk melokalisir gesekan yang mungkin saja terjadi dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk di dalamnya tokoh atau pemuka agama. Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dituntut untuk ikut serta memecahkan problematika ini. Untuk mewadahi berbagai kepentingan yang terkait dengan hubungan lintas agama dan juga hubungan antar tokoh masyarakat lintas etnik dan lintas agama, di Semarang sudah terdapat berbagai forum dan juga paguyuban di antaranya adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Paguyuban Petamas (Pemerintah Tokoh Agama Tokoh Masyarakat), Interfaith, Forkhagama (Forum Keadilan dan Hak Asasi Umat Beragama), dan yang sejenisnya. Berdasarkan paparan tersebut, maka diperlukan adanya kajian yang lebih komprehensif dan mendalam tentang apa dan bagaimana forum lintas agama di Kota Semarang ini berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat berbalut wawasan kebangsaan sehingga terwujud kerukunan umat beragama. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini berporos pada tiga hal, yaitu: 1) Apa dan bagaimana peranan forum-forum lintas agama dalam ikut serta mewujudkan

) DR.H.Ali Imron HS, Staf Peneliti LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang; dosen Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. E-mail: [email protected]

Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang

2) 3)

kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang? Apa faktor-faktor yang mendorong dan menghambat kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang ? Bagaimana problematika aktifitas forumforum lintas agama di Kota Semarang dalam ikut serta mewujudkan Kota Semarang yang religius sesuai dengan visi misi Kota Semarang?

Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui apa dan bagaimana peranan forum-forum lintas agama dalam ikut serta mewujudkan kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang. 2) Untuk menemukan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang. 3) Untuk menemukan problematika aktifitas forum-forum lintas agama di Kota Semarang dalam ikut serta mewujudkan visi misi Kota Semarang. Adapun sasaran yang dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian ini antara lain: 1) Identifikasi dan pemetaan kehidupan kerukunan umat beragama di Kota Semarang; 2) Analisis peranan forum-forum lintas agama dalam ikut serta mewujudkan kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang; 3) Analisis faktor-faktor yang mendorong dan menghambat kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang; 4) Analisis problematika aktifitas forumforum lintas agama di Kota Semarang dalam ikut serta mewujudkan Kota Semarang yang religius sesuai dengan visi misi Kota Semarang; 5) Rekomendasi strategis atas kehidupan kerukunan umat beragama yang sesuai dengan karakter budaya lintas agama yang khas masyarakat Kota Semarang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah wilayah administratif Kota Semarang. Sedangkan ruang lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada a) Aktifitas forum lintas agama dan ormas keagamaan yang relevan di Kota Semarang dalam membangun komunikasi yang sinergis menuju terwujudnya kerukunan hubungan antar umat beragama; dan b) Aktifitas sosial masyarakat dan kebijakan pemerintah Kota Semarang yang relevan dengan kerukunan antar umat agama.

8

(Ali Imron HS) Tinjauan Pustaka Kerukunan Umat Beragama Kata kerukunan dari kata rukun berasal dari bahasa Arab, ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya rukun Islam, asas Islam atau dasar agama Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rukun (aajektiva) berarti (1) baik dan damai. tidak bertentangan : kita hendaknya hidup rukun dengan tetangga; (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2) menjadikan bersatu hati.1 Kerukunan Hidup Umat Beragama, berarti hidup dalam suasana baik dan damai, tidak bertengkar; bersatu hati dan bersepakat antar umat yang berbeda-beda agamanya; atau antara umat dalam satu agama.

Gambar 1 Tri Kerukunan Umat Beragama Kebijakan Pembinaan Kerukunan Umat Beragama dan Penyiaran Agama Inspirasi dan aspirasi keagamaan tercermin dalam rumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam Pasal 29 UUD 1945 dinyatakan bahwa (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dari segi Pemerintah, upaya pembinaan kerukunan hidup beragama telah dimulai sejak tahun 1965, dengan ditetapkannya Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang kemudian dikukuhkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969. Pada zamam pemerintahan Orde Baru, Pemerintah senantiasa memprakarsai berbagai kegiatan guna 1

Purwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, 234

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18 mengatasi ketegangan dalam kehidupan beragama, agar kerukunan hidup beragama selalu dapat tercipta, demi persatuan dan kesatuan bangsa serta pembangunan. Kebijakan Pembinaan Umat Beragama di Indonesia sejak Indonesia merdeka dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. 2. Penetapan Presiden RI Nomor 4 Tahun 1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum. 3. Instruksi Presiden RI Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. 4. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 01/BER/MdnMag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-pemeluknya. 5. Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1995 tentang Tindak lanjut Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 di Daerah. 6. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama. 7. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. 8. Keputusan Menteri Agama Nomor 35 Tahun 1980 tentang Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama. 9. Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama di Daerah Sehubungan dengan Telah Terbentuknya Wadah Musyawarah antar Umat Beragama. 10. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-108/J.A/5/1984 tentang Pembentukan Team Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat. 11. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor 264/KWT/DITPUM/DV/V/75 perihal Penggunaan Rumah Tempat Tinggal sebagai Gereja. 12. Surat Kawat Menteri Dalam Negeri Nomor 933/KWT/SOSPOL/DV/XI/75 perihal Penjelasan terhadap Surat Kawat Menteri dalam Negeri Nomor 264/KWT/DITPUM/DV/V/75 tanggal 28 Nopember 1975.

13. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 455.2-360 tentang Penataan Klenteng. 14. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijaksanaan Mengenai Aliran-aliran Kepercayaan. 15. Instruksi Direktur Jenderal Bimas Islam Nomor Kep/D/101/78 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla. 16. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 84 Tahun 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerukunan Hidup Umat Beragama. 17. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama. 18. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.2 Ketentuan yang tertuang dalam nomor urut 1 sampai dengan nomor urut 17 tersebut di atas telah disempurnakan isinya dan tertuang dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Dengan lahirnya peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 ini maka segala ketentuan yang mengatur tentang kehidupan umat beragama sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Materi Pokok tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Antar Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Di dalam peraturan bersama menteri ini dituangkan tentang beberapa pedoman pokok yaitu 1) ketentuan umum; 2) tugas-tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama sebagai bagian penting dari kerukunan nasional; 3) pembentukan forum kerukunan umat beragama, 4) pedoman pendirian rumah ibadah; 5)ijin sementara pemanfaatan bangunan gedung untuk rumah ibadah; 6) penyelesaian perselisihan; 7) pengawasan dan pelaporan; 8) belanja; 9)

2

Lihat: Himpunan Peraturan Tentang Ketahanan Bangsa, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008

9

Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang ketentuan peralihan; dan 10) ketentuan penutup. Prinsip yang dianut oleh peraturan bersama ini terkait dengan pemberdayaan forum kerukunan umat beragama adalah bahwa pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan umat beragama. Agar pemberdayaan umat beragama dapat terlaksana dengan baik diperlukan adanya suatu wadah di tingkat lokal dalam hal ini kabupaten/kota dan provinsi untuk menghimpun para pemuka agama baik yang memimpin atau tidak memimpin ormas keagamaan. Wadah ini disebut Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang menjadi tempat musyawarah berbagai masalah keagamaan dan dicarikan jalan keluarnya. Terkait dengan syarat pendirian rumah ibadah telah tertuang secara teknis dalam pasal 13 dan 14. Pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, dan tingkat provinsi secara berjenjang. Pendirian rumah ibadah harus melengkapi dokumen teknis secara tertulis calon pengguna rumah ibadah 90 orang dan didukung oleh masyarakat setempat paling sedikit 60 orang. Berikut ini daftar ragaan tiga isu pokok dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006: Keterangan: 1)Pedoman pendirian rumah ibadah; 2)Pembentukan forum kerukunan umat beragama, 3)Tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama sebagai bagian penting dari kerukunan nasional;

Gambar 2 Tiga Isu Pokok dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 Materi Pokok Tentang Pedoman Penyiaran Agama Pedoman penyiaran agama di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 70 Tahun 1978. Untuk menjaga stabilitas nasional dan demi tegaknya kerukunan antar umat beragama, pengembangan dan penyiaran agama supaya dilaksanakan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, teposeliro, saling

10

(Ali Imron HS) menghargai, hormat menghormati antar umat beragama sesuai jiwa Pancasila. Penyiaran agama tidak dibenarkan untuk: a. Ditujukan terhadap orang dan atau orangorang yang telah memeluk sesuatu agama lain. b. Dilakukan dengan menggunakan bujukan/pemberian materil, uang, pakaian, makanan/minuman, obat-obatan dan lanlain agar supaya orang tertarik untuk memeluk suatu agama. c. Dilakukan dengan cara-cara penyebaran pamlet, buletin, majalah, buku-buku dan sebagainya di daerah-daerah/ di rumahrumah kediaman umat/ orang yang beragama lain. d. Dilakukan dengan cara-cara masuk keluar dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apapun. Berbagai Perspektif Pluralisme Agama Secara sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah berbedabeda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan sosial, kita telah memeluk agama yang berbedabeda. Terdapat beberapa pemikiran diajukan orang untuk mencapai kerukunan dalam kehidupan beragama. Pertama, sinkretisme, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Kedua, reconception, yaitu menyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasi dengan agama-agama lain. Ketiga, sintesis, yaitu menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambilkan dari pelbagai agama, supaya dengan demikian tiaptiap pemeluk agama merasa bahwa sebagian dari ajaran agamanya telah terambil dalam agama sintesis (campuran) itu. Keempat, penggantian, yaitu mengakui bahwa agamanya sendiri itulah yang benar, sedang agama-agama lain adalah salah; dan berusaha supaya orangorang yang lain agama masuk dalam agamanya. Kelima, agree in disagreement (setuju dalam perbedaan), yaitu percaya bahwa agama yang dipeluk itulah agama yang paling baik, dan mempersilahkan orang lain untuk mempercayai bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik.3 Berikut ini daftar ragaan tiga model pluralisme:

3

A. Mukti Ali, “Ilmu Perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Misi”, dalam Burhanuddin Daja dan Herman Leonard Beck (red.), Ilmu Perbandingan agama di Indonesia dan Belanda, Jakarta : INIS, 1992, hlm. 227-229.

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18 Pluralisme masih menyisakan absolutisme agama

Pluralism e antara absolut dan liberal

PLURALISME IDEAL (agree in

Pluralisme liberal

disagreement)

Gambar 3 Tiga Model Pluralisme Dialog dan Tantangan Umat Beragama Sekarang ini umat beragama dihadapkan pada tantangan munculnya benturan-benturan atau konflik di antara mereka. Yang paling aktual adalah konflik antar umat beragama di Poso. Potensi pecahnya konflik sangatlah besar, sebesar pemilahan-pemilahan umat manusia ke dalam batas-batas objektif dan subjektif peradaban. Menurut Samuel P. Huntington, unsur-unsur pembatas objektif adalah bahasa, sejarah, agama, adat istiadat, dan lembagalembaga. Unsur pembatas subjektifnya adalah identifikasi dari manusia. Perbedaan antar pembatas itu adalah nyata dan penting.4 Secara tidak sadar, manusia terkelompok ke dalam identitas-identitas yang membedakan antara satu dengan lainnya. Dari klasifikasi di atas, agama merupakan salah satu pembatas peradaban. Artinya, umat manusia terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Khong Hucu dan sebagainya. Potensi konflik antar mereka tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi pecahnya konflik antar umat beragama perlu dikembangkan upaya-upaya dialog untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan pembatas di atas. Dialog adalah upaya untuk menjembatani bagaimana benturan bisa dieliminir. Dialog memang bukan tanpa persoalan, misalnya berkenaan dengan standar apa yang harus digunakan untuk mencakup beragam peradaban yang ada di dunia. Menurut hemat penulis, perlu adanya standar yang bisa diterima semua pihak. Dengan kata lain, perlu ada standar universal untuk semua. Standar itu hendaknya bermuara pada moralitas internasional atau etika global, yaitu hak asasi manusia, kebebasan, demokrasi, keadilan dan perdamaian. Hal-hal ini bersifat universal dan melampaui kepentingan umat tertentu.5

Di sinilah kemudian diperlukan suatu pendekatan dan metodologi yang proporsional baik secara intra-agama maupun antar agama untuk menghindari lahirnya truth claim yang mungkin justru akan memperuncing benturan. Tawaran-tawaran yang telah dikemukakan oleh para cendekiawan muslim Indonesia merupakan sumbangan pemikiran yang dapat menjadi moralitas yang bersifat universal atau menjadi global etik yang dapat dipakai oleh semua orang. Apa yang telah dikemukakan oleh para cendekiawan tentang pluralisme agama secara sosiologis, toleransi agama dan hak asasi manusia, konsep modus vivendi dan persaudaraan universal yang penuh dengan nuansa hak-hak asasi manusia dan kebebasan beragama, agree in disagreement, dimensi moral dan etis, self-kritik dan pluralisme dalam bertindak dan berpikir, sikap toleransi dan sikap pluralisme serta perlunya memahami pesan Tuhan, merupakan upaya untuk mencari solusi bagaimana umat beragama bisa hidup damai dan harmonis. Metodologi Penelitian Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif fenomenologis, dengan pendekatan empirik mengingat objek penelitiannya adalah aktifitas yang hidup di masyarakat. Hasil penelitiannya disuguhkan secara diskriptif. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah. Berikut ini ragaan sasaran penelitian:

Gambar 4 Sasaran Penelitian

4

Samuel P. Huntington, “Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia?” dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol.IV Tahun 1993, hlm. 12. 5 Lihat Bassam Tibi, “Moralitas Internasional sebagai Landasan Lintas Budaya”, dalam M. Nasir Tamara dan Elza Pelda Taher (ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta

: Yayasan Paramadina, 1996, hlm. 163. Lihat juga Parliament of the World’s Religions, Declaration Toward a Global Ethic, Chicago : t.th., hlm. 5. Lihat juga Zainul Abas, “Dialog Agama, Pluralitas Budaya dan Visi Perdamaian”, dalam Kompas, No. 213 Tahun Ke-32, 31 Januari 1997.

11

Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan penelitian sebagaimana tertuang dalam daftar ragaan sebagai berikut:

Tahap Persiapa n: -proposal legitimasi

Tahap Pelaksanaan: -menggali datadata kualitatif -menyajikannya dalam bentuk diskriptif kualitatif disertai penjelasan dan pemaknaan jawaban atas permasalahan - content analysis

Tahap Akhir: -mereview -evaluasi -final laporan -rekomendasi

Gambar 5 Tahapan penelitian Teknik Pengumpulan Data Peneliti berusaha untuk memotret data dan fenomena yang ada secara utuh dan padu dengan menggunakan metode observasi partisipatif. Data-data yang dihimpun dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data-data primer meliputi: 1) Dokumen-dokumen resmi yang memuat aktifitas forum-rorum lintas agama yang terkait dengan kehidupan kerukunan antar umat beragama di Semarang. 2) Dokumen-dokumen resmi yang memuat peraturan-peraturan atau kesepakatankesepakatan yang terjadi dan bersentuhan langsung dengan aktifitas forum-forum lintas agama. 3) Temuan-temuan yang berupa praktik kegiatan forum-forum lintas agama dalam upaya membangun komunikasi yang sinergis menuju terwujudnya kehidupan hubungan antar umat beragama yang harmonis. Data-data sekunder meliputi 1)Buku-buku yang membahas tentang hubungan antar umat beragama di Indonesia; dan 2)Pendapat para ahli tentang hubungan antar umat beragama. Data-data tersebut bersumber dari informan dan para nara sumber terpercaya yang bersentuhan langsung dengan aktifitas forumforum lintas agama di Kota Semarang. Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik informasi dokumentasi. Penelitian melalui studi dokumenter lebih diarahkan pada penelitian terhadap dokumendokumen pemerintah, forum-forum lintas agama, serta dokumen yang relevan. Teknik berikutnya adalah wawancara yang mendalam terhadap para aktifis hubungan lintas agama di Kota Semarang dan juga para

12

(Ali Imron HS) pengambil kebijakan yang terkait dengan penelitian ini. Jumlah responden ditetapkan dengan menggunakan teknik snow-ball, yakni penggalian data melalui wawancara yang mendalam dari satu responden ke responden lainnya dan seterusnya sampai peneliti tidak menemukan informasi baru lagi, jenuh dan informasi yang tidak berkualitas lagi. Untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti menggunakan metode tri angulasi yaitu memadukan data yang telah diperoleh dengan teknik tertentu diuji silang dengan teknik yang lain. Hal ini penting agar data yang peneliti dapatkan lebih akurat. Metode Analisis Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini, kemudian akan dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan tahapan proses analisis sebagai berikut: 1. Identifikasi dan pemetaan kehidupan kerukunan umat beragama di Kota Semarang, mencakup bentuk kegiatan lintas agama dan peranan stakeholders yang terlibat; 2. Analisis peranan forum-forum lintas agama dalam ikut serta mewujudkan kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang; 3. Analisis faktor-faktor yang mendorong dan menghambat kerukunan hubungan antar umat beragama di Kota Semarang; 4. Analisis problematika aktifitas forum-forum lintas agama di Kota Semarang dalam ikut serta mewujudkan Kota Semarang yang religius sesuai dengan visi misi Kota Semarang; 5. Rekomendasi strategis atas kehidupan kerukunan umat beragama yang sesuai dengan karakter budaya lintas agama yang khas masyarakat Kota Semarang. Forum Lintas Agama Di Kota Semarang Kondisi Geografis Kota Semarang Secara administratif Kota Semarang terdiri dari 117 kelurahan dan 16 kecamatan. Kondisi geografis Kota Semarang secara garis besar terdiri dari dataran rendah di bagian utara (dikenal dengan istilah Kota Bawah) dan dataran tinggi di bagian selatan (dikenal dengan istilah Kota Atas). Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal; di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang; di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan; dan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa.

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18 Keadaan Penduduk Kota Semarang Berdasarkan jumlah pemeluk agama, jumlah penduduk Kota Semarang tercatat sebagai berikut: Tabel 1 Jumlah Penduduk berdasarkan Pemeluk Agama6 No

Agama

1 2

Islam Katolik

3

Kristen

4

Hindu

5

Budha

6

Lainnya Jumlah

Jenis Kelamin LakiPerempuan Laki 569.791 588.299 42.415 39.431 47.639 44.295 974 1.217 6.596 6.523 826 797 662.054 686.749

Jumlah 1.158.090 81.846 91.934 2.191 13.119 1.623 1.348.803

Adapun jumlah tempat ibadah di Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Jumlah Tempat Ibadah di Kota Semarang7 No 1 2 3 4 5 6 7

Nama Rumah Ibadah Masjid Musholla Gereja Kristen Gereja Katolik Kapel Katolik Pura Vihara Jumlah

Jumlah 1.056 1.642 218 21 18 10 39 3004

Permasalahan yang Dihadapi Kota Semarang Kota Metropolitan Semarang menghadapi berbagai permasalahan, baik internal maupun eksternal. Masalah internal meliputi tata guna lahan dan limitasi kondisi alam, sedangkan masalah ekternal umumnya terjadi di wilayah perbatasan. Paguyuban PETAMAS: Kearifan Lokal Forum Lintas Agama Plus Paguyuban PETAMAS (Pemerintah Kota, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat) merupakan organisasi yang didirikan bersamasama oleh Pemerintah Kota, tokoh agama dan juga tokoh masyarakat di Kota Semarang. Awal pendirian Paguyuban PETAMAS ini, Walikota Semarang (Bpk H.Sukawi Sutarip,SH.,SE) sebagai penggagas, mengundang para tokoh agama dan juga tokoh masyarakat 6

Data tahun 2006, sumber dari http://jateng.bps.go.id/2006/web06bab104/web06_1040301. htm 7 Data tahun 2009, sumber dari http://www.jateng.depag.go.id/

Kota Semarang pada suatu acara jamuan makan siang dan diskusi ringan tentang peran serta masyarakat dalam ikut serta mewujudkan visi misi Kota Semarang, tanggal 15 Februari 2006.8 Tokoh agama yang hadir diwakili oleh Ketua Organisasi Keagamaan unsur Islam yaitu MUI (Majelis Ulama Indonesia); unsur Kristen yaitu PGKS (Persekutuan Gereja-Gereja Kristen Kota Semarang); unsur Khatolik yaitu VIKEP (Vikarip Ephiskopalis); unsur Budha yaitu WALUBI (Perwalian Umat Budha Indonesia); unsur Hidhu yaitu PHDI (Parisada Hindu Darma Indonesia); unsur Khonghucu yaitu MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia). Adapun dari unsur tokoh masyarakat yang hadir diwakili dari pengurus Forum LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) Kota dan FIM (Forum Interaktif Masyarakat) se Kota semarang. Dasar Pembentukan dan Kedudukan Paguyuban Sebagai dasar pembentukan Paguyuban PETAMAS (Pemerintah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat) Kota Semarang adalah Keputusan Walikota Semarang Nomor 200.05 / 286 tahun 2006 tentang Pembentukan Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang Periode 2006 – 2010 dan dirubah dengan Keputusan Walikota Semarang Nomor 220 / 127 tahun 2008 tentang Pembentukan Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang tahun 2006 – 2010. Tugas Pokok dan Fungsi Paguyuban Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang mempunyai tugas : a. memberikan bahan – bahan masukan pemikiran yang berkaitan dengan upaya membangun dan memupuk persaudaraan umat beragama di Kota Semarang dan; b. melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan program pembinaan umat beragama demi mantapnya persatuan dan kesatuan bangsa dan tidak mengarah pada kegiatan politik. Visi, Misi dan Motto Paguyuban Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat (PETAMAS) Kota Semarang mempunyai visi, yaitu: ”Terciptanya Kondisi Kebersamaan, Kerukunan dan Ketentraman Dalam Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara Yang Sejahtera Lahir dan Batin di Kota Semarang”.

8

Buku Profil Paguyuban PETAMAS, Desember 2008

13

Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang Sedangkan misi Paguyuban PETAMAS, yaitu : a. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama, warga masyarakat dan Pemerintah Kota Semarang. b. Mewujudkan kerukunan hidup dan memperkokoh persaudaraan sejati umat beragama, warga masyarakat dan Pemerintah Kota Semarang. c. Meningkatkan kualitas kerukunan hidup dan kesejahteraan lahir batin umat beragama, warga masyarakat dan Pemerintah Kota Semarang. FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama): Forum Lintas Agama Forum Kerukunan Umat Beragama atau yang dikenal dengan istilah FKUB merupakan organisasi yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007.9 Tugas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ini adalah: 1) Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; 2) Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; 3) Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalambentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan Walikota; 4) Melakukan sosialisasi peraturan perundangundangan dan kebijakan dibidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan 5) Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.10 Contoh Kasus yang Mengganggu Kerukunan Umat Beragama Terdapat berbagai kasus yang mengganggu kehidupan kerukunan umat beragama di Kota Semarang. Beberapa konflik atau perselisihan yang mengganggu kehidupan kerukunan umat beragama di Kota Semarang (2007 – 2010) yang menonjol dan menjadi perhatian publik dapat digambarkan dalam Tabel 3. Analisis dan Pembahasan

999

Lihat Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007, Kantor Kesbangpollinmas Kota Semarang 10 Lihat Konsideran dan isi Surat Keputusan Walikota Nomor 450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007, Kantor Kesbangpollinmas Kota Semarang

14

(Ali Imron HS) Analisis Peranan Forum Lintas Agama Dalam Mewujudkan Kerukunan di Kota Semarang Kota Semarang sebagai Ibukota Jawa Tengah di era otonomi daerah, mengalami kemajuan yang cukup pesat. Meskipun masyarakat Kota Semarang mayoritas menganut agama Islam (85.84 %), tetapi mereka hidup rukun dengan masyarakat non Muslim (14.16%). Problematika kehidupan umat harus dicarikan solusi pemecahannya sehingga umat merasa sangat diperhatikan dan dibantu keluar dari masalah yang menghimpitnya. Di antara usaha untuk penghindari konflik atau mewujudkan kerukunan umat beragama itu, tentunya ada upaya untuk saling mengenal di antara agama-agama melalui dialog antar umat beragama. Lahirnya berbagai wadah organisasi baik yang berbentuk forum atau paguyuban atau apapun namanya yang bersifat lintas agama merupakan salah satu upaya sebagai wadah dialog untuk saling mengenal dan mengerti terhadap penganut ajaran agama yang berbeda di Kota Semarang. Forum lintas agama di Kota Semarang mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya memupuk tali silaturahim terhadap sesama umat manusia yang kebetulan mempunyai perbedaan keyakinan agama dan kepercayaan. Forum lintas agama di Kota Semarang ini dalam kiprahnya juga memberikan masukan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah kota Semarang khususnya Walikota terkait dengan kehidupan keberagamaan, baik diminta oleh Walikota maupun tidak diminta. Bebagai macam persoalan sosial ekonomi dan politik juga menjadi isu hangat dalam kegiatan dialog yang digelar secara rutin oleh forum-forum lintas agama di Kota Semarang. Ketika terjadi konflik di lapangan antara dua kelompok agama berbeda, maka penyelesaiannya tidak hanya melibatkan dua pemimpin agama yang sedang konflik, tapi forum lintas agama di Kota Semarang melibatkan semua pemimpin agama yang ada. Analisis Faktor Pendorong dan Penghambat Kerukunan Antar Umat Beragama di Kota Semarang Memperhatikan jejak rekam para aktifis lintas agama yang duduk di kepengurusan forum lintas agama Kota Semarang, baik di Paguyuban Petamas, FKUB, Forkagama, maupun interfaith nampaknya mereka mayoritas terdiri dari orang-orang atau tokoh yang mempunyai berbagai macam kesibukan di luar forum lintas agama.

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18

No

Tabel 3 Contoh Kasus yang Mengganggu Kerukunan Umat Beragama Uraian Kasus Permasalahan Penyelesaiannya

1

Di Kecamatan Genuk, berupa pengrusakan bangunan dengan pelemparan bom molotov, oleh warga sekitar, antara komunitas Kristen dengan Muslim.

Aktifitas pembinaan iman yang dilakukan oleh sekelompok orang di sebuah bangunan yang secara lahiriah berbentuk rumah tinggal bukan tempat ibadah. Aktifitas berupa nyanyian rokhani atau puji-pujian terhadap Tuhan, juga berupa semacam kegiatan pendalaman injil atau di dalam komunitas muslim dikenal dengan istilah pengajian rutin bahkan juga ada kegiatan bhakti sosial.

2

Di Sendangmulyo, berupa pelarangan aktifitas pembinaan iman Kristen, oleh warga sekitar, antara komunitas Kristen dengan Muslim

Penggunaan rumah tinggal tokoh agama Kristen untuk pembinaan iman. Warga masyarakat sekitar (komunitas muslim) merasa tidak nyaman. Tidak adanya komunikasi yang baik antara pemilik rumah dengan warga sekitar. Warga sekitar menganggap bahwa aktifitas pembinaan iman ini merupakan kegiatan gereja dan mereka mempunyai pemahaman bahwa rumah tinggal ini akan dijadikan gereja. Kehawatiran yang berlebih dan sangat mengganggu ketenteraman rohani mereka.

3

Perusakan dan upaya paksa pengusiran jama`ah LDII yang sedang melakukan kegiatan ibadah di Kecamatan Ngaliyan, oleh warga (Muslim) sekitar mesjid.

4

Keberatan warga atas pendirian vihara di Kuningan Semarang Utara

LDII dianggap sebagai komunitas menyimpang dari ajaran agama Islam oleh kelompok yang melakukan pengusiran. Anggapan seperti ini terjadi karena di antara mereka tidak pernah terjadi interaksi sosial. Masjid LDII telah dibangun dan sudah ada rekomendasi dari Kementerian Agama Kota Semarang. Dalam aktifitasnya, LDII terkesan tertutup dan kurang beriteraksi dengan masyarakat sekitar masjid. Komunitas LDII yang melaksanakan kegiatan di masjid tersebut berasal dari beberapa wilayah di sekitar Kecamatan Ngaliyan dan sekitarnya. Pengikut LDII yang berasal dari berbagai wilayah inilah yang secara tidak langsung mengundang perhatian dari warga sekitar. Sebuah vihara akan dibangun (baru berupa pengerasan tanah dan pondasi bangunan) dan mendapatkan tentangan dari vihara lain yang jaraknya hanya beberapa meter & warga sekitar vihara yang akan dibangun ini secara administratif sudah mengantongi IMB dari pemerintah kota.

Beberapa faktor pendorong kerukunan antar umat beragama di Kota Semarang, di antaranya adalah sebagai berikut:11 1) Munculnya beberapa wadah atau forum atau paguyuban lintas agama yang dapat memfasilitasi bagi para penganut agama untuk berkomunikasi secara sinergis dan diskusi secara langsung dan berkesinambungan. 2) Pemerintah daerah memfasilitasi berbagai kegiatan yang telah diprogramkan oleh wadah atau forum atau paguyuban lintas agama. 3) Adanya iktikad baik dari para pemimpin atau tokoh agama di Kota Semarang untuk hidup

11

Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak yang terlibat langsung dengan forum lintas agama di Kota Semarang, *

Berhasil diselesaikan dengan baik oleh Muspika Kecamatan Genuk dengan melibatkan beberapa tokoh agama di tingkat kecamatan dan kota. Tokoh agama yang dilibatkan tidak hanya dari komunitas Kristen dan Islam saja, tetapi melibatkan juga semua tokoh agama yang lain. Upaya yang dilakukan melalui musyawarah dengan diawali mediasi. Berhasil diselesaikan di tingkat kelurahan. Diadakan musyawarah melalui pendekatan kekeluargaan. Permasalahan dikembalikan pada aturan yang ada. Disepakati kegiatan pembinaan iman umat tetap berjalan, akan tetapi harus bergilir dari rumah jamaah ke rumah yang lain, tidak terus menerus di rumah tokoh agama tertentu. Berhasil diselesaikan dengan baik di tingkat kecamatan. Peran aktif MUI dan Muspika dalam mengurai permasalahan tersebut. Upaya mediasi dan musyawarah.

Permasalahan vihara di Kuningan ini sedang diupayakan jalan keluarnya oleh Walubi. Forum lintas agama memantau secara pasif karena menyangkut perselisihan intern umat se agama.

4) rukun berdampingan saling menghormati dan menghargai. 5) Kematangan berfikir, keterbukaan sikap para penganut agama dan kebiasaan bersilaturahim atau berkunjung oleh tokoh agama tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah ketika perayaan hari besar keagamaan secara bergantian. 6) Ikut sertanya media massa dalam mendukung kehidupan keberagamaan melalui pemberitaan yang adil dan berimbang dalam setiap liputan berita kegiatan keagamaan tertentu. 7) Pelibatan generasi muda dalam setiap penyelenggaraan kegiatan lintas agama. 8) Adanya semangat gotong royong dan saling hormat menghormati kebebasan menjalankan

) DR.H.Ali Imron HS, Staf Peneliti LP3M Universitas Wahid Hasyim Semarang; dosen Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. E-mail: [email protected]

Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 9) Kerjasama di kalangan intern maupun antar umat beragama. Berikut ini ragaan lima komponen dialog umat beragama yang efektif.

Keterangan: 1. Keterbukaan / transparansi 2. Sadar akan perbedaan 3. Kritis terhadap sikap eksklusif 4. Persamaan harkat martabat 5. Kemauan untuk memahami agama lain

Gambar 9 Lima Komponen Dialog Umat Beragama yang Efektif Beberapa faktor penghambat kerukunan antar umat beragama di Kota Semarang, di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Kurang optimalnya kualitas dialog antar umat beragama. 2) Warisan politik imperialis peninggalan Kolonial. 3) Fanatisme dangkal oleh kelompok sekte-sekte agama tertentu. 4) Kesenjangan sosial ekonomi, terkurung dalam ras, etnis dan golongan tertentu.12 5) Masih adanya kecurigaan dan ketidak percayaan kepada orang lain. Atau dengan kata lain, kerukunan yang ada hanyalah kerukunan semu. 6) Sikap sentimen dan cara-cara agresif penyebaran agama sebagai akibat dari penafsiran tentang misi suci atau dakwah yang konfrontatif. 7) Ketegangan politik yang melibatkan kelompok agama.13 8) Pengaburan nilai-nilai ajaran agama antara satu agama dengan agama lain maupun ketidak matangan dan ketertutupan penganut agama. Analisis Problematika Aktifitas Forum Lintas Agama di Kota Semarang dalam

12

Poin 3 dan 4 lihat A. Ligoy, CP, “Gereja Indonesia”, hlm. 131. Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama, Surabaya : PT. Bina Ilmu, t.th., hlm. 350-351. 13

8

(Ali Imron HS) Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama Berbagai program kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas kerukunan hidup antar umat beragama telah direncanakan dan dilaksanakan oleh forum-forum lintas agama di Kota Semarang, meskipun terkadang juga ditemukan kendala dalam implementasinya. Untuk membangun solidaritas sosial antara masyarakat, diperlukan pendekatan atau perspektif yang dapat digunakan di antaranya adalah melalui sistem sosial, yaitu melalui inter-group relation, yang dimaksudkan sebagai hubungan antara anggotaanggota dari berbagai kelompok. Munculnya berbagai macam aliran garis keras dalam agama tertentu juga menjadi salah satu problematika dalam upaya memupuk kerukunan antar umat beragama. Pemerintah Kota Semarang harus memperhatikan persoalan pembiayaan kegiatan forum lintas agama. Selama ini berbagai organisasi keagamaan di Kota Semarang telah mendapatkan bantuan operasional yang besar kecilnya telah ditetapkan secara proporsional. Terdapat problematika yang patut diperhatikan bagi para pemangku kepentingan, agar kerukunan hidup antar umat beragama dapat terus ditingkatkan dan berkesinambungan antar generasi. Kajian agama merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Perhatian dari Pemerintah Kota Semarang terhadap kegiatan forum-forum lintas agama harus ditingkatkan lagi. Fasilitasi untuk menunjang berbagai kegiatan lintas agama perlu terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Penutup Keimpulan Berdasarkan paparan yang telah peneliti uraikan pada sub bab dan bab terdahulu, peneliti menyimpulkan sebagai beikut: 1. Forum lintas agama di Kota Semarang mempunyai peranan sangat penting dalam membina dan menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. 2. Faktor pendorong kerukunan antar umat beragama di Kota Semarang adalah 1) Munculnya beberapa wadah atau forum lintas agama; 2) Pemerintah Kota mendukung dan memfasilitasi; 3) Itikad baik para pemimpin atau tokoh agama di Kota Semarang; 4) Kematangan berfikir, keterbukaan sikap para penganut agama dan kebiasaan bersilaturahim tokoh agama tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah; 5) Ikut sertanya media massa dalam pemberitaan yang adil; 6) Pelibatan generasi muda; 7) Adanya semangat gotong royong dan saling hormat menghormati; 8) Kerjasama di kalangan intern maupun antar umat beragama. Adapun faktor penghambat

Riptek Vol.5 No.I Tahun 2011, Hal.: 7 - 18 kerukunan antar umat beragama di Kota Semarang adalah 1) Kurang optimalnya kualitas dialog antar umat beragama; 2) Warisan politik imperialis peninggalan Kolonial; 3) Fanatisme dangkal oleh kelompok sekte-sekte agama tertentu; 4) Kesenjangan sosial ekonomi; 5) Masih adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan kepada orang lain; 6) Sikap sentimen dan caracara agresif penyebaran agama; 7) Ketegangan politik yang melibatkan kelompok agama; 8) Pengaburan nilai-nilai ajaran agama dan ketidak matangan dan ketertutupan penganut agama. 3. Terdapat problematika yang patut diperhatikan bagi para pemangku kepentingan, agar kerukunan hidup antar umat beragama dapat terus ditingkatkan dan berkesinambungan antar generasi. Kajian agama merupakan salah satu hal yang penting untuk diperhatikan.

Abdullah, M. Amin. 1993. “Etika dan Dialog Antar Agama: Perspektif Islam”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an. Vol. IV. No. 4.

Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan, peneliti merekomendasikan sebagai berikut: 1. Peranan forum-forum lintas agama di Kota Semarang yang sangat strategis ini diharapkan dapat menjadi ikon percontohan di kabupaten kota yang ada di Indonesia. 2. Pemerintah daerah wajib memfasilitasi kegiatan forum-forum lintas agama dengan cara menyediakan dana bantuan yang cukup berdasarkan peraturan peraturan perundangan yang berlaku. 3. Komunikasi yang sinergis antara tokoh agama tokoh masyarakat dan pemerintah harus terus dilaksanakan tanpa memandang status sosial dan jabatan masing-masing pribadi yang bersangkutan. 4. Pemerintah Kota Semarang harus melibatkan forum lintas agama dalam ikut serta berpartisipasi mewujudkan kota Semarang yang religius berbasis perdagangan dan jasa. 5. Pemerintah Kota Semarang sudah saatnya untuk mendirikan sebuah lokasi pusat kajian strategis lintas agama.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang, Desember 2008.

Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Walikota Semarang dan Kepala Bappeda Kota Semarang yang telah memberikan dana kegiatan penelitian melalui Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappeda Kota Semarang tahun 2010. DAFTAR PUSTAKA Abas, Zainul. “Dialog Agama, Pluralitas Budaya dan Visi Perdamaian”, Kompas, 31 Januari 1997.

Al-Faruqi, Ismail Raji (ed.). 1994. Trialog Tiga Agama Besar: Yahudi, Kristen, Islam, alih bahasa Joko Susilo Kahhar dan Supriyanto Abdullah. Cet. I, Surabaya : Pustaka Progressif Buku Laporan Kegiatan Paguyuban PETAMAS Kota Semarang tahun 2006 – 2008, Kantor Kesbangpollinmas Kota Semarang. Christopher, Daniel L. Smith (editor). 2005. Lebih Tajam Dari Pedang Refleksi Agama-Agama Tentang Paradoks Kekerasan, Yogyakarta: Kanisius.

Dibyorini, MC.Candra Rusmala. 2005. ”Solidaritas Sosial dalam Kemajemukan Masyarakat Indonesia”. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif Volume VI, Nomor 12, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”. Effendi, Djohan. “Dialog Antar Agama: Bisakah Melahirkan Teologi Kerukunan?”. Prisma. 5 Juni 1978. Gardono Sujatmiko, Iwan. ”Makna Satu Abad Budi Utomo”. Kompas, 16 Mei 2008. Habermas, Jurgen. 1979. Communication and the Evolution of Society, trans. Thomas McCarty, London: Heinemann. Hasyim, Umar. tanpa tahun. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya : PT. Bina Ilmu. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 12/HUK/2006 tentang Model Pemberdayaan Pranata Sosial dan Mewujudkan Masyarakat Berketahanan Sosial, Jakarta: Pusat Pengembangan Ketahan Sosial Masyarakat Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI. Kesbanglinmas Prov Jateng. Himpunan Peraturan Tentang Ketahanan Bangsa, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008.

9

Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama Di Kota Semarang Madjid, Nurcholish. 1990. “Hubungan Antar Umat Beragama : Antara Ajaran dan Kenyataan”, dalam W.A.L. Stokhof (red.), Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia (Beberapa Permasalahan). Jilid VII. Jakarta : INIS. Magnis Suseno, Frans. Junjung Tinggi Pluralitas: Pengerasan Identitas Kelompok Akan Membunuh Diri Sendiri, Kompas 12 Mei 2008 Misrawi, Zuhairi. Toleransi Sebagai Kuasa Nilai, dalam Kompas, 24 Mei 2008. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Jakarta 2006 Profil Kota Semarang. Kantor Informasi dan Komunikasi Kota Semarang, 2006 P. Huntington, Samuel. 1993. “Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia?” dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol.IV. Shihab, Alwi.1999. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama.Cet.VII. Bandung : Mizan.

10

(Ali Imron HS) Soekanto, Soerjono.1982. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali. Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor 450/64 tahun 2007 tanggal 28 Februari 2007, Kantor Kesbangpollinmas Kota Semarang. Tamara, M. Nasir dan Taher, Elza Pelda (ed.). 1996. Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta : Yayasan Paramadina. Thaher, Tarmizi. “Kerukunan Hidup Umat Beragama dan Studi Agama-Agama di Indonesia” dalam Mursyid Ali (ed.), Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi, Bingkai Sosio-Kultural Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia, Jakarta : Balitbang Wahid, Abdurrahman. 1998. “Dialog Agama dan Masalah Pendangkalan Agama”, dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed.), Passing Over: Melintasi Batas Agama, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.