KECUKUPAN NUTRIEN MAKRO PADA SAPI PEJANTAN DI

Download kecukupan nutrien makro pakan yang diberikan kepada sapi pejantan terkait dengan kondisi fisiologis dan ... Sapi pejantan yang dipelihara t...

0 downloads 429 Views 792KB Size
KECUKUPAN NUTRIEN MAKRO PADA SAPI PEJANTAN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG JAWA BARAT

SKRIPSI ANA MAWAR IRIANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN ANA MAWAR IRIANI. D240612983. 2011. Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Suryahadi, DEA. Ketersediaan bibit merupakan salah satu faktor paling dominan dalam keberhasilan sebuah usaha peternakan, baik pada usaha peternakan sapi perah ataupun peternakan sapi potong. Selain itu ketersediaan bibit juga merupakan masalah nasional. Bibit yang baik dan berkualitas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan tersebut harus memiliki kualitas baik dan diberikan dengan kuantitas yang mencukupi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kecukupan nutrien makro pakan yang diberikan kepada sapi pejantan terkait dengan kondisi fisiologis dan kualitas semen pada sapi pejantan tersebut. Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari catatan pemberian pakan dan kondisi sapi pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Jawa Barat. Sapi pejantan yang dipelihara terdiri dari bangsa Frisian Holstein (FH), Limousin, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, dan Ongole dengan bobot badan dan umur yang berbeda. Data diperoleh dari 75 ekor sapi pejantan yang diamati pada tahun 2010. Pakan sapi pejantan dievaluasi berdasarkan bobot badan per bangsa sapi. Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput Gajah (Pennisetum purpureum), pucuk tebu serta rumput kering dan konsentrat dan toge. Ransum diberikan berdasarkan bobot badan. Umur tidak dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pemberian ransum. Data menunjukkan bahwa terdapat kelebihan jumlah nutrien makro dalam ransum yang diberikan. Pejantan dapat menghasilkan sperma yang berkualitas walaupun umurnya sudah tua. Kelebihan nutrien makro yang diberikan memastikan bahwa kebutuhan nutrien untuk hidup pokok dan produksi dapat terpenuhi. Kondisi tersebut mampu mempertahankan kualitas sperma yang dibuat menjadi sperma beku. Permasalahan yang timbul diduga dari kurangnya kecukupan dan ketidakseimbangan dari nutrien mikro, diantaranya adalah kandungan Ca dan P dalam ransum. Kata-kata kunci: nutrien, pejantan, inseminasi.

i

ABSTRACT Macro Nutrient Sufficiency in Bulls in the Institute for Artificial Insemination Lembang, West Java A.M. Iriani, T. Toharmat, and Suryahadi The shortage of replacement stock is a limiting factor in development of dairy and beef industry in Indonesia. Availability and performance of the replacement stock is influenced by feed availability and feeding management. The objective of this study was to evaluate the nutrient sufficiency in Bulls reared in the Institute for Artificial Insemination (BIB), Lembang - West Java. Information on feeding management, physiological condition and semen production recorded from 75 bulls was evaluated. The breed of bulls were Frisian Holstein (FH), Limousine, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, and Ongole. They varied in their age and body weight. Feed offered were elephant grass, sugarcane top, hay, tauge and concentrate. Total feed offered was based on the body weight. Result indicated that the makro nutrients in the rations offered to the bulls was inacxess. Bulls produce high quality semen, therefore the bull has obtained the sufficient ammount of nutrient for reproduktif and milk production. Health problem of bulls was assciated with the inbalance nutrient intake. Keywords : nutrient, bull, insemination

ii

KECUKUPAN NUTRIEN MAKRO PADA SAPI PEJANTAN DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG JAWA BARAT

ANA MAWAR IRIANI D24061298

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul

: Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat

Nama

: Ana Mawar Iriani

NIM

: D24061298

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc) NIP : 19590902 198303 1 003

(Dr. Ir. Suryahadi, DEA) NIP :19561124 198103 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr) NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 30 Mei 2011

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1988 di Jakarta Selatan. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suwarto dan Ibu Yariyatun. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Budi Mulia Ciledug, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 11 Jakarta Selatan dan pendidikan lanjutan menegah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 90 Jakarta Selatan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa antara lain Wakil Ketua Ikatan Alumni SMA Sepesanggrahan-Jakarta Selatan dan Sekitarnya (IAS3) periode 2007-2008, Sekertaris Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2007-2008, anggota aktif Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) FAMM Al-An‟aam periode 2007-2008 pada Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (Himasiter) periode 2008-2009. Penulis pernah mengikuti magang perusahaan di peternakan sapi perah Tapos Ciawi Bogor pada tahun 2009 serta aktif mengikuti beberapa kepanitiaan di Fakultas Peternakan IPB dan BEM KM IPB. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi Pakan serta mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis pada tahun 2009 hingga 2010. Penulis juga berkesempatan menjadi penerima beasiswa Supersemar pada tahun 2009 dan beasiswa BBM (Beasiswa Bantuan Mahasiswa) pada tahun 2010.

v

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat.”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil studi lapang pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010 berlokasi di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang yang beralamat di Jalan Kiwi Ayu Ambon 78 Lembang, Bandung, Jawa Barat. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengevaluasi kecukupan nutrien dalam pakan sapi pejantan yang diberikan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Diharapkan skripsi ini dapat memberi gambaran tentang kecukupan nutrien untuk sapi pejantan di daerah tropis. Skripsi ini membahas kecukupan pakan dalam memenuhi kebutuhan nutrien sapi pejantan pada setiap bobot badan yang berbeda. Tahapan penulisan skripsi diawali dengan pembuatan proposal dan dilanjutkan dengan pengambilan data pada bulan Juni 2010. Setelah pengambilan data selesai, Penulis memasuki tahap yang terakhir yaitu mengolah data dan menyusun tulisan. Penulis menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan pembelajaran dimasa yang akan datang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan informasi tambahan kepada yang membacanya.

Bogor, Mei 2011

Penulis

vi

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ......................................................................................................

i

ABSTRAK ...........................................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP .............................................................................................

v

KATA PENGANTAR .........................................................................................

vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

x

PENDAHULUAN ...............................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan ......................................................................................................

1 2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................

3

Sapi Pejantan ............................................................................................ Bahan Pakan ............................................................................................ Kebutuhan Nutrien Sapi Pejantan ............................................................ Kebutuhan Bahan Kering ............................................................. Kebutuhan Energi ........................................................................ Kebutuhan Protein ....................................................................... Kebutuhan Mineral ...................................................................... Kecernaan Nutrien ................................................................................... Gangguan Metabolisme ........................................................................... Kualitas Semen Sapi ................................................................................

3 3 4 5 5 6 6 8 9 9

MATERI DAN METODE ...................................................................................

11

Waktu dan Tempat ................................................................................... Materi ....................................................................................................... Metode ..................................................................................................... Analisis Data ...............................................................................

11 11 11 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................

13

Kondisi Umum BIB Lembang ................................................................. Bahan Pakan Sapi Pejantan ...................................................................... Rumput Komponen Pakan ........................................................... Konsentrat Komponen Ransum ................................................... Kecukupan Nutrien untuk Sapi Pejantan ................................................. Sapi Ongole .................................................................................. Sapi Brahman ...............................................................................

13 17 17 18 19 20 22

vii

Sapi Simmental ............................................................................ Sapi Limousin .............................................................................. Sapi Brangus ................................................................................ Sapi Angus ................................................................................... Sapi Frisien Holstein (FH) ........................................................... Kondisi Fisiologis Sapi Pejantan ............................................................. Ureum dan Kreatinin ................................................................... Mineral Ca dan P ......................................................................... Produksi Semen Sapi Pejantan ................................................................

23 25 26 28 29 30 30 31 32

KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................

34

Kesimpulan .............................................................................................. Saran .........................................................................................................

34 34

UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

36

viii

DAFTAR TABEL Nomor 1.

Halaman

2.

Populasi Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa pada Tahun 2009 dan 2010 …………………………………………………………………... Rataan Bobot Badan Setiap Bangsa Tahun 2009 …………………......

13 14

3.

Data Umur Sapi Berdasarkan Bangsanya Tahun 2009 ……………….

15

4.

Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan Metabolisme, Mati, Diafkir atau Dipotong Paksa pada Tahun 2009 … Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan Metabolisme dan Mati pada Tahun 2010 …………………………….. Kandungan Nutrien Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang Diberikan kepada Sapi Pejantan Berbagai Bangsa di BIB Lembang … Kandungan Nutrien Dua Jenis Konsentrat yang Dipakai Sebagai Komponen Ransum Sapi Pejantan di BIB Lembang ………………… Rataan Bobot Badan Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa di BIB Lembang pada Tahun 2010 …………………………………………... Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Ongole di BIB Lembang pada Tahun 2010 ……………. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Brahman di BIB Lembang pada Tahun 2010 …………... Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Simmental di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………… Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Limousin di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………….. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Brangus di BIB Lembang pada Tahun 2010 …………… Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Angus di BIB Lembang pada Tahun 2010 ……………... Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Friens Holstein (FH) di BIB Lembang pada Tahun 2010 ………………………………………………………………………… Rataan Kandungan Kreatinin, Ureum, Ca, dan P untuk Setiap Bangsa Sapid dan Sapi yang Mati di BIB Lembang Tahun 2010 ……………. Rata-Rata Produksi Semen Setiap Bangsa Sapi Pejantan di BIB Lembang Tahun 2010 ……………………………................................

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

16. 17.

16 16 18 19 20 22 23 25 26 28 29

30 32 33

ix

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1. Sapi Ongole ..........................................................................................

21

2. Sapi Brahman .......................................................................................

23

3. Sapi Simmental.....................................................................................

24

4. Sapi Limousin .......................................................................................

25

5. Sapi Brangus .........................................................................................

27

6. Sapi Angus............................................................................................

28

7. Sapi Frisien Holstein (FH)....................................................................

30

x

PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan bibit merupakan salah satu faktor paling dominan dalam upaya mencapai keberhasilan sebuah usaha peternakan, baik pada usaha peternakan sapi perah ataupun peternakan sapi potong. Ketersediaan bibit hingga saat ini merupakan masalah nasional. Bibit yang baik dan berkualitas dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pakan harus diupayakan tersedia secara berkesinambungan, berkualitas, dan diberikan dengan kuantitas yang memadai. Pakan di daerah tropis umumnya berkualitas kurang baik, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, manajemen pemberian pakan harus mendapat perhatian khusus. Pakan yang diberikan harus memiliki komposisi nutrien yang cukup dan seimbang. Pakan dengan komposisi nutrien yang cukup dan seimbang akan menghasilkan performa ternak yang baik. Sapi pejantan unggul merupakan penghasil sperma yang dibekukan untuk didistribusikan dan digunakan dalam program inseminasi sejumlah besar sapi betina. Sperma dari sapi pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan atau bibit yang baik. Kualitas sperma sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan. Pakan berkualitas buruk dengan kadar nutrien rendah dan tidak seimbang, maka dapat mengganggu metabolisme nutrien. Terganggunya metabolisme nutrien dalam tubuh ternak akan mengakibatkan gangguan pada spermatogenesis, kesehatan ternak bahkan dapat menimbulkan kematian. Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada sapi pejantan dapat terkait dengan kelebihan atau kekurangan nutrien. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu evaluasi kecukupan nutrien yang terkandung dalam pakan sapi pejantan yang diberikan dengan mengacu pada standar kebutuhan NRC (1988) berdasarkan umur, bobot badan, dan jenis sapi. Hasil evaluasi diharapkan dapat membantu dalam melakukan perubahan atau memperbaiki manajemen pemberian pakan dalam sistem pemeliharaan yang telah dilakukan. Sehingga dapat menentukan kuantitas dan kualitas pakan yang tepat dan mampu memenuhi kebutuhan ternak sesuai umur, bobot badan, dan kondisi faal sapi pejantan.

1

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi jenis, jumlah, dan kecukupan nutrien yang diberikan kepada sapi pejantan terkait dengan kondisi fisiologis, kualitas semen, dan bangsa sapi pejantan tersebut.

2

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pejantan Sapi merupakan salah satu hewan ternak yang sering dipergunakan dalam usaha peternakan. Hal ini disebabkan banyaknya manfaat yang dihasilkan dari ternak sapi itu sendiri, antara lain daging dan susu. Menurut Blakely dan Bade (1998) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Kingdom

: Animal

Filum

: Chordata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Artiodaktil

Sub Ordo

: Ruminansia

Familia

: Bovidae

Genus

: Bos Performan produksi dan reproduksi sapi ditentukan oleh induknya baik betina

maupun pejantannya. Namun kualitas bibit sapi saat ini dikontrol melalui upaya memelihara pejantan yang khusus untuk diambil spermanya. Sehingga sapi pejantan merupakan salah satu ternak yang berperan sangat penting dalam usaha pembibitan. Bahan Pakan Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi. Darmono (1999) menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil ikutan tanaman pangan, dan kadang berasal dari ternak serta hewan yang hidup di laut (Tillman et al., 1991). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan pakan berserat. Konsentrat berupa bijian dan butiran sedangkan bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum utama pada ternak ruminansia.

3

Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga (Tillman et al., 1991). Hijauan biasanya diberikan dalam bentuk segar, silase atau hay. Lubis (1992) mengemukakan bahwa pakan sebaiknya diberikan pada ternak dalam keadaan segar. Pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60:40, apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55:45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64:36 (Parakkasi, 1999). Pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung serat kasar rendah dan mudah dicerna. Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau pabrik pengolahan pangan, dan umbi- umbian. Jagung, menir, dedak, katul, bungkil, dan tetes juga termasuk kelompok kosentrat. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Kebutuhan Nutrien Sapi Pejantan Faktor yang menentukan keberhasilan suatu peternakan yaitu pemberian pakan. Sapi akan memiliki kualitas dan kuantitas output yang baik, bila kuantitas maupun kualitas pakan yang diberikan cukup baik. Untuk mencegah kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan secara cermat dan harus dilakukan secara efisien. Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau bobot badan, potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak; 2) faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi nutrien, frekuensi pemberian, keseimbangan nutrien serta kandungan bahan toksik dan anti nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara, curah hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan tempat ransum (Parakkasi, 1999).

Sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh sapi khususnya sapi

pejantan harus mempunyai informasi sebagai berikut : 1) kondisi dan berat badan sapi, 2) jenis dan komposisi makanan misalnya bahan kering, TDN, protein, dan sumber mineral.

4

Kebutuhan Bahan Kering Bahan kering (BK) adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan airnya. Jumlah pemberian ransum dapat diperkirakan dari kebutuhan bahan kering. Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi sapi sangat beragam, sesuai dengan kondisi lingkungan, berkisar 2,2%-3,0% dari bobot badan (Sutardi, 1981). Konsumsi bahan kering menurut Lubis (1992) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya: 1) faktor pakan yang meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi bahan kering pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan merangsang pembentukan enzim. Apabila ternak kekurangan bahan kering menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Kebutuhan Energi Energi adalah sumber kemampuan untuk melakukan kerja dan dibutuhkan oleh semua proses hidup. Menurut Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi. Tinggi rendahnya energi yang diperlukan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi akan meningkat seiring dengan pertambahan bobot badan. Defisiensi energi yang parah dapat mengganggu

reproduksi,

sedangkan

kelebihan

energi

dalam

pakan

akan

mengakibatkan penimbunan jaringan adiposa dalam tubuh. Satuan energi dapat dinyatakan dalam satuan TDN (Total Digestable Nutrient) yaitu jumlah nutrien yang dapat dicerna (Ensminger et al., 1990). Karbohidrat merupakan nutrien yang cepat mensuplai energi sebagai sumber energi tubuh. Karbohidrat diklasifikasikan sebagai monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida utama yang terdapat dalam bentuk bebas dalam pakan ialah glukosa. Pada hewan ruminansia glukosa darah didapatkan dari perubahan propionat. Semua volatile fatty acid (VFA) yang diproduksi dalam rumen yaitu asetat, propionate, dan butirat, dapat menghasilkan energi, tetapi propionat merupakan satu-satunya sumber utama glukosa (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

5

Kebutuhan Protein Selain energi, protein merupakan nutrien yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi. Ruminansia mendapatkan protein dari 3 sumber, yaitu protein mikrobia rumen, protein pakan yang lolos dari perombakan mikrobia rumen, dan sebagian kecil dari protein endogenus (Tillman et al., 1991). Tubuh memerlukan protein untuk membentuk, memperbaiki, dan menggantikan sel tubuh yang rusak. Protein dalam tubuh mengalami perombakan dan asam amino yang terbentuk dapat diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein yang didapat dari pakan berasal dari tumbuhan yang biasa disebut protein nabati dan dari hewan yang disebut protein hewani (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Kondisi tubuh ternak yang normal dapat dipertahankan melalui konsumsi protein dalam jumlah yang cukup. Defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi (Ensminger et al., 1990). Asam amino merupakan komponen protein di dalam tubuh ternak ruminansia, dapat dibedakan menjadi asam amino yang dapat disintesis dan asam amino yang tidak dapat disintesis. Protein yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dinyatakan dalam bentuk protein kasar (PK) atau protein dapat dicerna (Prdd). Protein kasar adalah jumlah nitrogen (N) yang terdapat di dalam pakan dikalikan dengan 6,25; sedangkan Prdd adalah protein pakan yang dapat dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Menurut Anggorodi (1994) kekurangan protein pada sapi dapat menghambat pertumbuhan, sebab fungsi protein adalah untuk memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme, sumber energi, bahan baku pembentukan antibodi, enzim, dan hormon. Kebutuhan Mineral Selain makro nutrien, tubuh hewan juga memerlukan mikro nutrien untuk stabilitas fungsi sel, salah satu mikro nutrien yang diperlukan adalah mineral. Mineral merupakan unsur kimiawi yang diperlukan oleh jaringan hidup untuk fungsi biologis normal. Berdasarkan jumlahnya, unsur-unsur tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu unsur makro dan mikro (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). 6

Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa terdapat 15 unsur mineral yang essensial dalam tubuh, termasuk unsur mineral makro dan mineral mikro. Unsur mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar, mencakup K, Na, Ca, P, Mg, S, dan Cl. Sedangkan mineral mikro yang diperlukan oleh tubuh relatif lebih kecil dibandingkan dengan mineral makro, dan mineral mikro mencakup Zn, Cu, Fe, I, Mn, Se, Mo, Cr, dan Ni. Status nutrisi mineral ternak sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan sering menimbulkan keracunan, demikian pula sebaliknya, bila konsumsi mineral sangat rendah, akan mengakibatkan defisiensi. Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994). Kebutuhan mineral pada ternak, sering dinyatakan dalam bentuk % atau mg/kg ransum. Parakkasi (1985) menyatakan bahwa kebutuhan mineral pada ternak dipengaruhi beberapa faktor, yaitu umur ternak, jenis dan tingkat produksi, jumlah dan bentuk ikatan mineral yang dikonsumsi, dan interaksi dengan nutrien lain. Defisiensi, ketidakserasian atau keracunan mineral dapat menghambat pertumbuhan dan tingkat produksi ternak yang berakibat buruk pada efisensi penggunaan pakan (Sutardi, 1982). Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting dalam metabolisme nutrien dalam tubuh salah satunya adalah Zn. Unsur Zn terlibat terutama dalam metabolisme asam nukleat dan protein dan juga dalam proses penggantian sel dan sangat penting dalam menunjang aktifitas enzim. Enzim yang mengandung Zn sangat banyak jumlahnya, antara lain anhidrase karbonat, urease, dehidrogenase glutamate, dan polimerase RNA dan DNA. Unsur Zn ditemukan terikat dengan kelenjar penghasil insulin dan juga digunakan dalam metabolisme vitamin A (Church dan Pond, 1988). Unsur Zn juga sangat diperlukan dalam menunjang fungsi sistem reproduksi, diantaranya diperlukan dalam produksi sperma, perkembangan embrio, dan tumbuh kembang anak. Kekurangan Zn akan mengganggu proses pembentukan sperma dan perkembangan baik organ seks primer maupun sekunder pada hewan jantan. Kekurangan Zn tersebut pada pejantan menyebabkan menurunnya fungsi testikular

7

(testicular

hypofunction)

yang

berdampak

pada

terganggunya

proses

spermatogenesis dan produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig. Penyerapan Ca bergantung pada bentuk senyawa Ca tersebut yang berada dalam bahan pakan. Bila Magnesium (Mg) atau Phosphat (P) terlalu berlebihan, penyerapan Ca akan tertekan. Kecukupan unsur Ca ditunjukkan dengan kadar Ca darah yang normal. Kadar normal Ca serum darah pada sapi dewasa adalah 9-12 mg% (Thompson, 1978). Kadar Ca serum dapat berubah karena berbagai faktor diantaranya adalah tingkat konsumsi Ca dalam pakan. Kadar P dan Mg dalam ransum yang tinggi apat menekan penyerapan Ca, sehingga kadar Ca dalam darah dapat menurun (Danzier, 1984; Thompson, 1978). Kadar P serum darah berkisar 4-6 mg% untuk sapi dewasa dan 6-8 mg% untuk sapi muda (Conrad, 1984). Kadar P darah sangat sensitif terhadap kekurangan P dalam bahan pakan. Kadar P di bawah normal dapat menunjukkan gejala defisiensi pada hewan. Kadar P dalam serum dapat bervariasi, karena adanya perubahan dalam jumlah konsumsinya (Thompson, 1978). Kecernaan Nutrien Kebutuhan ternak akan nutrien terdiri atas kebutuhan untuk hidup pokok, produksi, dan reproduksinya. Nutrien dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab keseimbangan nutrien dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya cerna (Tillman et al., 1991). Semakin tinggi kecernaan suatu bahan makanan maka menunjukkan bahwa bahan makanan tersebut berkualitas baik untuk dikonsumsi ternak dan dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuhnya. Hal ini disebabkan pada umumnya pakan dengan kandungan nutrien yang dapat dicerna tinggi, maka tinggi pula nilai gizinya (Suarti, 2001). Menurut Anggorodi (1994), nilai gizi pakan antara lain diukur dari jumlah nutrien yang dicerna dan dicerminkan juga oleh konsumsi bahan keringnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan, termasuk suhu, laju perjalanan pakan pada organ pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan pengaruh perbandingan dari nutrien lainnya.

8

Gangguan Metabolis Hasil metabolisme yang dibuang oleh ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Dua macam hasil metabolisme protein tersebut berfungsi sebagai indikator derajat kesehatan ginjal. Apabila keduanya meningkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal tidak baik. Pada manusia jika tekanan darah meningkat, maka filtrasi meningkat, sehinga jumlah urin meningkat (poliuria). Jika tekanan darah menurun, maka filtrasi menurun sehingga jumlah urin sedikit (poliuria sampai anuria) (Listiaji, 2010). Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk mengetahui adanya gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari (Listiaji, 2010). Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah mengalami deaminasi di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20-40 mg, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dikonsumsi dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Listiaji, 2010). Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi di dalam otot. Kreatinin adalah metabolit dalam darah yang bersifat racun bagi sel, dan diproduksi jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan normal. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg berat badan (BB). Kadar kreatinin darah yang normal adalah 0,5-1,5 mg. Ekskresi kreatinin akan meningkat jika terjadi gangguan pada otot (Listiaji, 2010) Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut dibedakan menjadi GGA prarenal, GGA renal, dan GGA pasca renal. Kualitas Semen Sapi Semen adalah cairan yang dikeluarkan organ reproduksi jantan sewaktu berejakulasi, berisi spermatozoa dan plasma (Hafez, 1980; Salisbury et al., 1981). Campuran sekresi dari epididimis, vas defferens, kelenjar prostat dan kelenjar Cowper membentuk plasma semen. Plasma semen berisi senyawa organik yang 9

spesifik yaitu fruktosa, asam sitrat, inositol, sorbitol, glyserilphosphorylcholin, ergothionin, dan prostaglandin serta berisi senyawa inorganik antara lain K, Ca, dan bikarbonat (Hafez, 1980). Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari semen sapi yaitu makanan, konstituen makanan, suhu dan musim, frekuensi ejakulasi, libido, dan faktor-faktor fisik serta berbagai faktor lainnya (seperti penyakit, pengangkutan, umur, herediter, dan gerak badan). Kualitas semen sapi dapat dilihat dari warna semen yang dihasilkan, konsistensi semen, nilai motilitas dari spermatozoa, gerakan massa, gerakan individual, konsentrasi spermatozoa, dan jarak antar kepala sperma (DeJarnette et al., 1992). Suplementasi vitamin A asetat diperlukan untuk meningkatkan konsentrasi sperma dan konsentrasi sperma hidup, pada sapi yang mendapat rumput gajah yang disubtitusi dengan jerami padi 50%. Kombinasi suplementasi vitamin A asetat dengan cytozyme (+) pada pakan jerami padi dapat meningkatkan konsentrasi sperma hidup normal, meningkatkan keefisienan penggunaan energi tercerna dan meningkatkan keefisienan penggunaan TDN (Muhammad, 1986).

10

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2010 di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang yang berlokasi di Jalan Kiwi Ayu Ambon 78 Lembang, Bandung, Jawa Barat. Materi Ternak yang merupakan objek evaluasi pada penelitian ini adalah sapi pejantan yang terdapat pada Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung. Sapi pejantan yang dievaluasi kecukupan pakannya terdiri atas beberapa bangsa, seperti: Frisian Holstein, Limousin, Simmental, Angus, Brangus, Brahman, dan Ongole. Jumlah sapi yang diamati sebanyak 85 ekor pada tahun 2009 dan 75 ekor pada tahun 2010 dengan bobot badan dan umur yang berbeda. Sapi pejantan yang dievaluasi kecukupan pakannya adalah populasi sapi pejantan pada tahun 2010. Evaluasi pakan sapi pejantan tersebut dibedakan berdasarkan bangsa sapinya. Metode Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non eksperimental. Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode studi kasus dengan obyek sapi pejantan yang berada di BIB Lembang. Tujuan dari studi kasus ini adalah mendapatkan gambaran secara mendetail tentang status nutrisi sapi pejantan tersebut. Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pengambilan data dan pengolahan data. Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder dari tahun 2009 dan 2010. Data sekunder dikumpulkan dari laporan bulanan yang dimiliki BIB Lembang, termasuk bangsa, bobot badan dan umur sapi, jenis dan jumlah pakan yang diberikan, komposisi kimia pakan yang diberikan, jumlah semen yang dihasilkan, dan kondisi kesehatan sapi. Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan disederhanakan dalam bentuk tabulasi lalu dianalisis secara deskriptif. Pengelompokkan sapi dilakukan berdasarkan bobot badan dan bangsanya, bertujuan untuk membedakan jumlah pemberian pakan, dengan pertimbangan bahwa jumlah kebutuhan nutrien berbeda sesuai dengan bobot badan dan bangsanya. Pakan

11

yang diberikan berupa hijauan rumput Gajah (Pennisetum purpureum), pucuk tebu, hay, toge, dan konsentrat. Analisa Data Data yang diperoleh selanjutnya ditabulasikan dan diolah menggunakan program Microsoft Excel. Hasil dari pengolahan data yang berupa kecukupan nutrien dari setiap bangsa yang telah dihitung per ekor selanjutnya dibandingkan dengan nilai kecukupan nutrien dari NRC (1988) untuk sapi potong dan NRC (2000) untuk sapi perah. Nilai kecukupan nutrien dari NRC dihitung berdasarkan data dari ratarata bobot badan dari setiap bangsa sapi.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum BIB Lembang Balai Inseminasi Buatan Lembang atau yang biasa dikenal dengan sebutan BIB Lembang terletak di daerah Lembang, Bandung, Jawa Barat. BIB Lembang memiliki total populasi sapi pejantan sebanyak 85 ekor pada tahun 2009 sedangkan pada tahun 2010 memiliki 75 ekor sapi pejantan. Total populasi sapi pejantan pada tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa pada Tahun 2009 dan 2010 Jumlah Sapi pada Tahun Bangsa Sapi 2009

2010

Limousin

29

25

Simmental

31

22

Angus

2

1

Brahman

4

3

Frisian Holstein (FH)

8

3

Ongole

2

2

Brangus

2

2

Pedet (FH, Simmental, Brahman)

7

10

FH uji progeni

-

7

85

75

Total

Sapi pejantan yang terdapat di BIB Lembang terdiri atas sapi perah dengan bangsa FH dan sapi potong yang berasal dari berbagai bangsa sapi yaitu bangsa Limousin, Simmental, Angus, Brahman, Ongole, dan Brangus. Populasi terbesar terdiri atas bangsa Limousin dan Simmental. Hal ini disebabkan oleh pada umumnya para peternak lebih menyukai semen beku yang dihasilkan dari kedua bangsa sapi tersebut. Sapi pejantan dengan bangsa Limousin dan Simmental memiliki keunggulan yaitu pertumbuhan cepat dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang tinggi, sehingga para peternak lebih cepat dalam mendapatkan hasilnya (Parakkasi, 1999). Rataan bobot badan terkecil dari sapi pejantan di BIB Lembang ditunjukkan oleh bangsa Angus yaitu 368 kg dan terbesar ditunjukkan oleh bangsa Simmental

13

yaitu 979,4 kg. Rataan bobot badan untuk semua bangsa sapi pada tahun 2009 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Bobot Badan Setiap Bangsa Tahun 2009 Bangsa Sapi

Rataan Bobot Badan (kg)

Ongole

786,8 ± 11,1

Frisian Holstein

925,3 ± 24,5

Brahman

726,3 ± 32,6

Simmental

979,4 ± 36,4

Limousin

855,2 ± 41,9

Brangus

949,7 ± 53,5

Angus

368,0 ± 71,5

Data umur sapi berdasarkan bangsanya dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah populasi terbanyak terdapat pada umur tiga tahun dengan jumlah 28 ekor pada tahun 2009. Sapi pejantan umur 3 tahun tersebut didominasi oleh bangsa sapi FH uji progeni, sapi jantan muda yang sedang mengalami tes zuriat untuk mengetahui baik atau tidaknya saat dijadikan bibit pengganti untuk pejantan aktif. Sedangkan pada tahun 2010 sudah dapat dipastikan bahwa populasi terbesar berada pada umur 4 tahun dengan jumlah 30 ekor. Pada tahun 2010, sapi pejantan di BIB Lembang mengalami penambahan populasi pada sapi umur 3 tahun dan didominasi oleh bangsa Limousin dan Simmental. Umur 3 tahun pada sapi pejantan merupakan umur yang baik untuk menghasilkan sperma yang berkualitas (Lunstra dan Coulter, 1997). Pada umumnya sapi pejantan sudah bisa dikawinkan pada umur 2 tahun. Populasi sapi pejantan dengan bangsa Simmental dan Limousin yang bertambah pada tahun 2010 dapat menggambarkan jumlah permintaan konsumen terhadap semen beku yang dihasilkan oleh pihak BIB Lembang. Terdapat penurunan yang cukup besar pada populasi sapi pejantan di tahun 2010 yaitu sebesar 11,36%. Penurunan tersebut disebabkan oleh kematian yang terjadi pada tahun 2009. Angka kematian yang tercatat cukup tinggi, sehingga walaupun terdapat penambahan sapi pada tahun 2010 jumlah populasi pada tahun 2010 mengalami penurunan.

14

Tabel 3. Data Umur Sapi Berdasarkan Bangsanya Tahun 2009 dan 2010 Umur (tahun)

Jumlah total (ekor)

Bangsa Sapi (ekor) FH

Ongole

Brahman

Simmental

Limousin

Brangus

Angus

Tahun 2009 3

28

12

-

2

6

6

1

1

4

6

-

-

-

4

2

-

-

6

2

-

1

-

-

-

1

-

7

2

1

1

-

-

-

-

-

8

1

1

-

-

-

-

-

-

9

11

1

-

-

8

2

-

-

10

15

1

-

-

8

6

-

-

12

5

1

-

1

1

1

-

1

13

2

1

-

1

-

-

-

-

3

20

-

-

3

5

12

-

-

4

30

14

-

2

6

6

1

1

6

6

-

-

-

-

4

2

-

7

2

-

1

-

-

-

1

-

9

1

1

-

-

-

-

-

-

10

4

-

1

-

3

-

-

-

11

10

1

-

-

5

4

-

-

13

1

-

-

-

-

1

-

-

14

1

-

-

1

-

-

-

-

Tahun 2010

Kematian yang terjadi pada sapi di BIB Lembang disebabkan oleh beberapa hal yaitu karena diafkir, sakit, dan dipotong paksa. Kematian yang paling besar diakibatkan oleh pengafkiran yang terjadi pada pertengahan tahun 2009. Sapi pejantan yang mati karena dipotong paksa atau mati dengan sendirinya awalnya disebabkan oleh gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang terjadi menurut data diantaranya karena gangguan cidera kaki, bloat serta batu ginjal. Bangsa sapi yang paling banyak mengalami kematian, afkir atau dipotong paksa pada pertengahan tahun 2009 yaitu bangsa Simmental. Data kematian yang terjadi pada tahun 2009 di BIB Lembang dapat dilihat pada Tabel 4.

15

Tabel 4. Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan Metabolisme, Mati, Diafkir atau Dipotong Paksa pada Tahun 2009 Bulan Kematian/Afkir/ Potong Paksa -

Keterangan

Kemang

14 Juli

PP

Marine

12 Pebruari

M

Brahman

Bondan

21 Agustus

A

Simmental

Putra Sago

12 Agustus

PP

Ulanda

21 Agustus

A

Ubhaya

30 Oktober

PP

Vernan

21 Agustus

A

W. Vasco

03 Agustus

PP

MV. Trent

31 Juli

M

Ulysess

13 Agustus

A

Nike

13 Agustus

A

R. Choice

13 Agustus

A

Bangsa Sapi

Nama Sapi

Ongole

-

FH

Limousin

-

Keterangan : PP = Potong Paksa; M= Mati; A= Afkir.

Pada tahun 2010, kondisi kesehatan ternak sudah mengalami perubahan yang cukup baik walaupun masih ada beberapa ekor sapi yang sakit. Namun, pihak BIB Lembang telah membuat perubahan dalam menejemen pemberian pakan yang merupakan salah satu faktor untuk memperbaiki kesehatan ternak. Data kesehatan ternak pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5. Perbaikan kondisi kesehatan menunjukkan bahwa pakan merupakan faktor utama yang menimbulkan gangguan kesehatan pada sapi pejantan di BIB Lembang. Tabel 5. Bangsa dan Nama Sapi Pejantan yang Mengalami Gangguan Metabolisme dan Mati pada Tahun 2010 Bangsa Sapi

Nama Sapi

Keterangan

Ongole

-

-

FH

Felicia

Sakit

Brahman

-

-

Simmental

-

-

Limousin

Leader

Sakit

Madoc

Sakit

C. Victor

Sakit

Bhadra

Pasca Operasi

Brangus

16

Bahan Pakan Sapi Pejantan Rumput Komponen Pakan Bahan pakan komponen ransum yang dipakai oleh BIB Lembang salah satunya adalah rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Rumput yang diberikan kepada sapi pejantan berasal dari kebun rumput yang ditanam di kebun rumput BIB Lembang. Kondisi rumput tumbuh dengan baik karena diterapkan sistem manajemen pemeliharan rumput dengan potong gilir. Rumput di tanam di lahan yang tersebar di beberapa tempat yang memiliki kondisi tanah yang berbeda-beda, sehingga kualitas dari rumput yang dihasilkan juga berbeda. Namun rumput tersebut memiliki kualitas yang cukup baik, dilihat dari kandungan nutrien yang terkandung di dalamnya. Komposisi hijauan pakan yang digunakan sebagai komponen ransum sapi pejantan di BIB Lembang ditunjukkan pada Tabel 6. Rumput gajah yang digunakan memiliki kadar air (KA) saat pemberian yang berkisar antara 46,31%-62,34%. Rumput di BIB lembang biasanya diberikan terpisah dengan konsentrat, hal ini berarti bahwa kadar air rumput tersebut cukup baik. Namun jika diberikan tercampur dengan konsentrat dapat dinyatakan kurang baik karena hanya dapat menghasilkan ransum dengan kadar air 30%-40%. Kadar protein kasar (PK) rumput yang digunakan berkisar antara 11,97%15,91%. Rumput gajah yang dipotong sekitar umur 40 hari memiliki PK sebesar 9,1% (Hartadi et al., 1990). Nilai PK rumput dari kebun rumput BIB Lembang dapat dikatagorikan berkadar PK tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa PK yang harus disediakan dari konsentrat bisa lebih rendah. Kandungan PK yang baik dari rumput yang digunakan sebagai komponen ransum sapi pejantan disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang baik. Menurut Akoso (1996), dalam musim tanam yang baik, rumput memiliki nutrisi yang seimbang, karena mempunyai kandungan nutrien yang lengkap dan proporsional. Kadar PK minimum untuk ruminansia adalah 14% (Hartadi et al., 1990). Pemberian PK yang berlebihan dapat mengakibatkan gangguan dalam proses metabolisme protein. Gangguan yang dapat ditimbulkan terkait dengan kelebihan konsumsi protein diantaranya adalah pembentukan kristal batu ginjal di dalam kandung kemih sapi tersebut (Listiaji, 2010).

17

Tabel 6. Kandungan Nutrien Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang Diberikan kepada Sapi Pejantan Berbagai Bangsa di BIB Lembang Rumput Gajah yang Digunakan di BIB** Rumput Gajah* (Pennisetum purpureum)

Nutrien

Cikareumbi (sungai)

Cikareumbi (55hari)

Buka Nagara

BIB Lembang

82,00

62,34

46,31

52,68

48,35

BK (%)

18

37,66

53,69

47,32

51,65

Abu (%)

15,40

14,90

12,00

15,60

15,70

PK (%)

9,10

14,88

12,54

11,97

15,91

LK (%)

2,30

2,75

2,75

2,51

2,88

SK (%)

33,10

32,51

35,40

36,28

32,87

Ca (%)

0,51

0,60

0,71

0,75

1,03

P (%)

0,51

0,27

0,42

0,52

0,32

TDN(%)

51

52,76

52,42

50,8

51,75

BETN(%)

40

34,93

37,33

33,67

32,68

Kadar Air (%)

Keterangan: *(Hartadi et al., 1990); ** Hasil analisa kimia di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT); ***BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK : Lemak Kasar; SK : Serat Kasar; TDN : Total Digestible Nutrient; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.

Konsentrat Komponen Ransum Akso (1996) menyatakan bahwa pemberian satu jenis pakan akan cenderung memberikan ransum yang imbangan nutrisinya tidak serasi sehingga tidak dapat diperoleh manfaat yang optimal untuk proses metabolisme di dalam tubuh. Oleh sebab itu, pemberian campuran rumput dan konsentrat ransum memiliki kandungan nutrien yang seimbang. Konsentrat yang diberikan kepada pejantan di BIB lembang diproduksi oleh PT Charoen Pokphan. Konsentrat dibuat dalam bentuk pelet dengan kadar nutrien disesuaikan dengan kebutuhan pejantan. Kandungan nutrien hasil kajian di dua laboratorium berbeda dari dua konsentrat yang digunakan di BIB Lembang dapat dilihat pada Tabel 7. Konsentrat yang digunakan sebagai komponen ransum sapi pejantan di BIB Lembang menunjukkan kandungan nutrien yang sangat baik. Kandungan PK dikategorikan tinggi untuk konsentrat pakan ruminansia yang umum digunakan peternak. Kadar lemak kasar berada pada kadar kisaran optimum. Kadar serat kasar sangat rendah dan sangat baik jika dikombinasikan dengan rumput yang mengandung serat kasar tinggi. Kadar serat kasar yang sangat rendah memungkinkan kandungan TDN konsentrat yang tinggi. Namun kandungan serat yang rendah dapat

18

mendorong pada kemungkinan terjadinya acidosis, jika manajemen pemberian pakan kurang diperhatikan khususnya jika pemberian konsentrat yang berlebih atau pemberian konsentrat yang jauh lebih dulu dari pemberian rumput. Pemberian dalam bentuk ransum jadi dapat mengurangi resiko terjadinya gangguan metabolis. Tabel 7. Kandungan Nutrien Dua Jenis Konsentrat yang Dipakai Sebagai Komponen Ransum Sapi Pejantan di BIB Lembang Nutrien

Hasil Analisis BPMPT* Konsentrat 2009

Konsentrat 2010

Air (%)

10,10

BK (%)

89,90

Abu (%)

Hasil Analisis UNPAD** Konsentrat 2009

Konsentrat 2010

10,16

9,47

10,02

89,84

90,53

89,98

6,90

8,20

5,51

11,01

PK (%)

17,94

18,33

17,11

18,25

LK (%)

6,42

6,83

4,09

7,62

SK (%)

7,80

8,82

11,34

8,08

Ca (%)

0,99

1,64

0,79

3,01

P (%)

0,68

0,68

0,54

0,66

TDN(%) 91,03 90,18 90,13 88,50 Keterangan: *Hasil analisa Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT); **Hasil analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran; *** BK : Bahan Kering; PK : Protein Kasar; LK : Lemak Kasar; SK : Serat Kasar; TDN : Total Digestible Nutrient; BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.

Kecukupan Nutrien untuk Sapi Pejantan Nutrien dari pakan yang diberikan kepada sapi pejantan akan digunakan untuk hidup pokok, aktivitas harian, pertumbuhan, dan menghasilkan sperma. Sapi pejantan yang terdapat di BIB Lembang dikhususkan untuk diambil semennya. Produk utama tersebut ditargetkan memiliki kualitas yang bagus sehingga tingkat fertilitasnya tinggi dan mempunyai hereditas yang tinggi pula sehingga anak sapi mampu mewarisi kualitas genetik yang baik. Tingkat aktivitas sapi pejantan termasuk dalam tingkat ringan. Sapi pejantan dikeluarkan dua jam secara rutin di padang penggembalaan dengan tujuan utama untuk melatih otot (exercise) dan kerangka agar tetap kuat. Selain itu exercise yang dilakukan juga bertujuan agar sapi tidak mengalami kegemukan. Selain waktu tersebut, sepanjang hari sapi berada di dalam kandang individu. Ransum yang diberikan memiliki ratio hijauan yang lebih banyak dari konsentratnya. Pemberian ransum sapi pejantan di BIB Lembang memiliki ratio pemberian rumput dan konsentrat sebesar 90:10. Hal ini dapat menjamin kecukupan 19

serat terpenuhi dan bobot badannya tidak mengalami penambahan yang terlalu tinggi. Hijauan pada ransum sapi pejantan yang diberikan adalah rumput Gajah (P. purpureum), pucuk tebu, dan hay. Rumput Gajah yang diberikan sebanyak 61-77 kg rumput segar per ekor per hari. Pemberian rumput untuk setiap ekor berdasarkan bobot badan dan bangsanya, begitu pula dalam pemberian pucuk tebu. Pucuk tebu diberikan dengan tujuan untuk menambahkan serat pakan. Hay diberikan dalam jumlah yang sama untuk setiap ekornya. Sapi pejantan di BIB Lembang diberi makan sesuai dengan bangsa dan kisaran bobot badan tiap bangsanya. Semakin besar bobot badannya maka semakin tinggi tingkat konsumsinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Roy (1990) dan Parakkasi (1999) bahwa peningkatan konsumsi dipengaruhi oleh ukuran bobot badan dan umur ternak, semakin bertambah bobot badan dan umur ternak maka konsumsinya akan semakin meningkat. Rataan bobot badan pada tahun 2010 untuk setiap bangsa secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. Selain umur dan bobot badan tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh ternak itu sendiri (jenis kelamin, tipe, dan genetik), makanan yang diberikan, dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara. Tabel 8. Rataan Bobot Badan Sapi Pejantan Berdasarkan Bangsa di BIB Lembang pada Tahun 2010 Bangsa Sapi

Jumlah sapi

Rataan Bobot Badan (kg)

Ongole

2

754±59

Brahman

6

756±106

Simmental

23

998±102

Limousin

25

918±80

Brangus

2

832±77

Angus

1

966±0

FH

16

841±70

Sapi Ongole Sapi ini memiliki ciri-ciri warna kulit putih kelabu, berpunuk kecil, tinggi dan ramping, bercincin hitam di sekitar mata, moncong, rambut ekor dan kuku berwarna hitam, gelambir dari bawah mandibula sampai dada, pada kaki sering tampak lingkaran warna gelap, pita yang mengelilingi bagian di atas kuku, kepala terangkat,

20

dahi cembung, tanduk pendek dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah (Sanuri, 2010).

Gambar 1. Sapi Ongole Sumber : BIB Lembang, 2009

Keunggulan dari sapi pejantan bangsa Ongole adalah tahan terhadap panas, karena permukaan kulit luas dengan adanya gelambir yang besar, berkaki kuat dan lurus, daya tahan untuk kerja sangat baik, mampu adaptasi terhadap kualitas pakan yang jelek (Sanuri, 2010). Sapi pejantan bangsa Ongole berjumlah dua ekor dengan umur 7 dan 10 tahun. Pemberian hijauan sebanyak 55 kg untuk sapi yang berumur 7 tahun dengan bobot badan 712,3 kg dan 61 kg untuk sapi yang berumur 10 tahun dengan bobot badan 795,5 kg. Rataan jumlah pemberian ransum pada sapi pejantan bangsa Ongole dapat dilihat pada Tabel 9. Ransum yang diberikan memiliki kandungan nutrien yang berlebih, baik dari segi energi maupun protein. Hal ini dapat menjamin kebutuhan nutrien dalam jumlah yang cukup untuk hidup pokok, pertumbuhan, dan produksi spermanya. Kelebihan energi dapat menyebabkan penumpukan perlemakan, namun kelebihan protein diperkirakan akan menyebabkan perombakan asam amino menjadi urea yang dieskresikan melalui ginjal. Kelebihan protein dapat menyebabkan gangguan pada ginjal (Listiaji, 2010).

21

Tabel 9. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Ongole di BIB Lembang pada Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum No

Nama Bahan

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

58

10440

1440

23,84

2

Pucuk tebu

1

900

50

0,00

3

Hay

1,5

1090

80

2,37

4

Konsentrat

6,5

5780

1030

20,78

5

Toge

0,6

60

20

0,21

18270

2620

47,20

11190,80

1183,62

23,04

Total pemberian Kebutuhan Nutrien

Sapi Brahman Bangsa sapi Brahman merupakan Bos Indicus yang berasal dari India. Bangsa sapi brahman yang dikembangkan di Amerika Serikat disebut dengan American brahman. Warna tubuh sapi bervariasi, mulai dari abu-abu sangat muda sampai hampir hitam. Warna tubuh pada sapi jantan dewasa umumnya lebih gelap daripada sapi betina, terutama pada area leher, bahu dan paha bawah. Sapi ini merupakan breed besar, berpunuk, bergelambir dan telinga menggantung. Sifat-sifat yang menonjol dari bangsa sapi ini yaitu mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, tahan parasit, cocok terhadap daerah yang beriklim panas dan bercurah hujan tinggi. Sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun (Sanuri, 2010).

Gambar 2. Sapi Brahman Sumber : BIB Lembang, 2009

22

Pemberian ransum pada sapi pejantan bangsa Brahman didasarkan pada bobot badannya tanpa memperhitungkan umur. Ransum sapi pejantan dari bangsa Brahman dengan kisaran bobot badan 691-963 kg memiliki susunan ransum yang dapat dilihat pada Tabel 10. Ransum yang diberikan tidak berbeda jauh dengan ransum yang diberikan pada sapi pejantan dari bangsa Ongole, hanya pada pemberian rumput saja yang jauh berbeda jumlah pemberiannya. Jumlah rumput gajah yang diberikan sebanyak 61 kg per hari per ekor kepada sapi yang berumur 3 dan 4 tahun dengan bobot badan 691775 kg. Hijauan yang diberikan kepada seekor sapi pejantan dari bangsa Brahman yang berumur 14 tahun dengan bobot badan 962,8 kg berjumlah 72 kg. Tabel 10. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Brahman di BIB Lembang pada Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum No

Nama Bahan

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

63,2

11380

1570

21,65

2

Pucuk tebu

1,17

1050

50

0,00

3

Hay

1,5

1090

80

2,37

4

Konsentrat

6,5

5860

1050

21,08

5

Toge

0,6

60

20

0,21

19440

2770

45,31

11137,60

1175,64

22,96

Total pemberian Kebutuhan Nutrien

Sapi Simmental Jenis sapi ini terkenal di Switzerland dan Perancis, merupakan salah satu breed yang tertua di dunia. Sapi Simmental (juga termasuk Bos Taurus), berasal dari daerah Simme di negara Switzerland (Swiss), namun sekarang berkembang lebih cepat di benua Amerika, serta di Australia dan Selandia Baru (New Zealand). Sapi ini merupakan tipe sapi perah dan pedaging. Tubuh sapi Simmental berwarna kuning sampai merah, sedangkan bagian muka, dada, dan rambut ekor berwarna putih. Sapi Simmental tidak memiliki tanduk. Kemampuan menyusui anaknya sangat baik dengan berat lahir pedet yang relatif tinggi. Mempunyai sifat jinak, tenang dan mudah dikendalikan (Sanuri, 2010).

23

Keunggulan dari sapi dengan bangsa Simmental adalah pertumbuhan cepat dengan pertambahan berat badan harian 0,9-1,2 kg; berat badan jantan (2 tahun) 800900 kg; berat jantan dewasa 1.000-1.200 kg, berat badan sapi betina 700-800 kg, karkas tinggi dengan sedikit lemak; dual porpose (daging dan susu), ada di daerah Indonesia, berkembang baik hampir di seluruh daerah di Indonesia (Sanuri, 2010).

Gambar 3. Sapi Simmental Sumber : BIB Lembang, 2009

Pemberian pakan untuk sapi pejantan dari bangsa Simmental secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11. Jumlah pemberian ransum sapi pejantan bangsa Simmental berbeda dari kedua ransum bangsa sapi Ongole dan Brahman. Ransum pada sapi pejantan Simmental ini memiliki porsi hijauan yang lebih besar dari pada kedua bangsa sapi tersebut. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan hidup pokok sapi pejantan bangsa Simmental lebih besar dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain. Ransum yang diberikan pada sapi pejantan bangsa Simmental disusun berdasarkan bobot badan. Sapi Simmental memiliki kisaran bobot badan 757-1176 kg. Sapi pejantan tersebut memiliki susunan ransum dengan pemberian hijauan sebanyak 61-77 kg. Pemberian rumput gajah semakin tinggi apabila bobot badan semakin besar. Pemberian ransum tersebut tidak memperhatikan umur sapi tersebut.

24

Tabel 11. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Simmental di BIB Lembang pada Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum No

Nama Bahan

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

71,00

12780

1760

29,18

2

Pucuk tebu

1,74

1,57

80

0,00

3

Hay

1,5

1090

80

2,37

4

Konsentrat

7,78

7110

1270

25,55

5

Toge

0,5

50

20

0,17

21031,57

3210

57,27

11484

1148,4

23,57

Total pemberian Kebutuhan Nutrien

Sapi Limousin Sapi Limousin termasuk Bos Taurus berasal dari Perancis, merupakan sapi potong yang berkualitas baik. Secara genetik Sapi Limousin adalah sapi potong yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata laksana pemeliharaan lebih teratur. Saat lahir, ukuran pedet relatif kecil sehingga proses kelahiran relatif lancar. Tubuh berwarna merah keemasan dengan bagian perut berwarna seperti jerami. Ukuran tubuhnya sedang, tidak bertanduk. Tingkat efisiensi pakan terbilang bagus. Persentase daging dalam karkas cukup tinggi (Sanuri, 2010).

Gambar 4. Sapi Limousin Sumber : BIB Lembang, 2009

25

Sapi dengan bangsa Limousin ini memiliki keunggulan antaralain pertumbuhan cepat dengan pertambahan berat badan harian (PBBH) 1,0-1,4 kg; umur 2 tahun 800-900 kg; dewasa 1.000-1.100 kg, kualitas daging baik; dikenal dan disukai peternak. Sapi pejantan bangsa Limousin diberi ransum dengan hijauan yang cukup besar walau tidak sebesar pemberian pada sapi pejantan bangsa Simmental. Bobot badan rata-rata sapi ini sebesar 918±80 kg. Jumlah pemberian ransum sapi pejantan bangsa Limousin dapat dilihat pada Tabel 12. Hijauan ransum yang diberikan kepada sapi pejantan bangsa Limousin dengan kisaran bobot badan 798-1054 kg berkisar 61-72 kg. Dalam kelompok sapi pejantan bangsa Limousin ini terdapat lima ekor pejantan yang sudah cukup tua, empat diantaranya berumur 11 tahun dan satu ekor lainnya berumur 13 tahun. Pejantan yang sudah cukup tua tersebut masih dapat berproduksi dengan baik dan untuk mempertahankan hasil produksinya maka pemberian pakannya pun dipisahkan dari penjantan muda di kelompok bangsa sapi tersebut. Tabel 12. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Limousin di BIB Lembang pada Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum No

Nama Bahan

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

66,36

11940

1650

27,28

2

Pucuk tebu

1,48

1330

70

0,00

3

Hay

1,5

1090

80

2,37

4

Konsentrat

7,12

6400

1150

23,02

5

Toge

0

0

0

0,00

Total pemberian

20760

2950

52,67

Kebutuhan Nutrien

10844

1084,4

22,29

Hijauan yang diberikan kepada pejantan tua didasarkan pada bobot badan yang berkisar antara 971-1057 kg berkisar antara 67-77 kg. Pemberian pakan yang lebih banyak disebabkan oleh adanya penurunan bobot badan pada sapi tua tersebut, sehingga untuk menanggulanginya diberikan pakan lebih banyak. Terdapat dua sapi yang kondisi fisiologisnya tidak stabil. Salah satu sapi yang bermasalah berumur 13

26

tahun dan hijauan yang dberikan hanya 49 kg. Kedua sapi mengalami perubahan bobot badan yang tidak stabil dan penyakit yang dideritanya tidak diketahui. Pemberian konsentrat kepada kedua sapi pejantan yang sedang sakit tersebut dibatasi. Sapi pejantan bangsa Limousin tidak diberi toge. Sapi Brangus Sapi Brangus ini adalah persilangan betina Brahman dan pejantan Aberden Angus. Sapi Brangus ini juga merupakan salah satu dari jenis BX (Brahman cross). Warna kulit hitam seluruhnya, berpunuk ukuran kecil, dan biasanya tidak bertanduk. Keunggulan dari sapi ini adalah toleransi terhadap lingkungan tropis, pakan sederhana, tahan terhadap parasit luar dan dalam tubuh, mampu adaptasi terhadap kualitas pakan yang jelek, pertambahan berat badan berkisar 0,7-0,9 kg, persentase daging 2%-4% lebih dari pada karkas bangsa sapi lain (Sanuri, 2010).

Gambar 5. Sapi Brangus Sumber : BIB Lembang, 2009

Pemberian ransum kepada sapi pejantan bangsa Brangus didasarkan kepada bobot badannya. Sapi pejantan tersebut berjumlah dua ekor dengan umur 4 dan 7 tahun. Pemberian hijauan sebanyak 61-67 kg. Sapi pejantan yang berumur 7 tahun mengalami gangguan kesehatan sehingga pemberian konsentrat dalam ransum sapi tersebut dibatasi. Rataan jumlah pemberian ransum kepada sapi pejantan bangsa Brangus dapat dilihat pada Tabel 13.

27

Tabel 13. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Brangus di BIB Lembang pada Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum No

Nama Bahan

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

64

11520

1590

26,31

2

Pucuk tebu

1,5

1350

70

0,00

3

Hay

1,5

1090

80

2,37

4

Konsentrat

5,5

5000

890

17,97

5

Toge

0,3

30

10

0,11

18990

2640

46,76

10158,40

1015,84

20,92

Total pemberian Kebutuhan Nutrien

Sapi Angus Menurut Sanuri (2010), sapi Angus berasal dari Aberdeenshire dan Angushire, Scotlandia. Bangsa sapi ini banyak digunakan pada crossbreeding dan grading up untuk menghasilkan sapi potong yang baik. Jika sesama bangsa sapi angus dikawinkan dengan seperempat dari keturunannya, warna tubuhnya akan berubah menjadi merah dan tidak bertanduk (red angus).

Gambar 6. Sapi Angus Sumber : BIB Lembang, 2009

Seluruh tubuh sapi angus berwarna hitam dengan bulu halus. Bangsa sapi ini tidak bertanduk. Sifat ini dominan sehingga sapi angus banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan keturunan yang bertanduk. Bentuk tubuh panjang dan kompak. Sifat keibuannya tinggi dan tidak ada kesulitan saat beranak. Masa pubertas dicapai dalam

28

umur relatif dini. Mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-anaknya (Sanuri, 2010). Sapi pejantan dari bangsa Angus yang berada di BIB Lembang hanya ada satu ekor. Ransum sapi pejantan bangsa Angus tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Sapi pejantan tersebut berumur 4 tahun dengan bobot badan 966 kg. Sapi tersebut diberi hijauan sebanyak 67 kg. Jumlah pemberian ransum tersebut diperkirakan telah memenuhi kebutuhan nutrien sapi tersebut. Tabel 14. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Angus di BIB Lembang pada Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum Nama Bahan

No

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

67,00

12060

1660

27,54

2

Pucuk tebu

2,00

1800

90

0,00

3

Hay

1,50

1090

80

2,37

4

Konsentrat

8,00

7110

1270

25,56

5

Toge

0,60

60

20

0,21

Total pemberian

22120

3120

55,68

Kebutuhan Nutrien

11228

1122,8

23,056

Sapi Frisien Holstein (FH) Sapi ini berasal dari provinsi Belanda Utara dan provinsi Friesland Barat. Sapi Frisien (Fries) ini merupakan sapi penghasil susu paling utama di dunia. Sapi ini mempunyai produktivitas yang sangat baik. Warna kulitnya hitam putih dengan batas jelas, ujung ekornya putih. Ciri-ciri lain dari sapi FH ini adalah berat betina 682 kg dan jantan 1.000 kg, berat lahir 43 kg, dan persentase lemak susu 3,65% (Sanuri, 2010). Pemberian ransum kepada sapi pejantan bangsa FH dilakukan berdasarkan bobot badannya tanpa mempertimbangkan umur. Jumlah pemberian ransum kepada sapi pejantan dari bangsa FH dengan rata-rata bobot badan 841,1 kg dapat dilihat pada Tabel 15. Ransum sapi pejantan bangsa FH dengan kisaran bobot badan 7411067 kg sebanyak 61-77 kg.

29

Gambar 7. Sapi Frisien Holstein (FH) Sumber : BIB Lembang, 2009

Dalam kelompok sapi pejantan bangsa FH ini terdapat dua ekor pejantan yang sudah cukup tua yaitu pejantan dengan umur 9 dan 11 tahun. Pejantan yang sudah cukup tua tersebut masih dapat memproduksi semen dengan baik sehingga diberikan pakan berdasarkan bobot badan di kelompok sapi FH tersebut. Jumlah pemberian ini dapat dinyatakan telah memenuhi kebutuhan nutrien berdasarkan NRC (1988) untuk sapi potong dan NRC (2000) untuk sapi perah. Tabel 15. Komponen Ransum dan Jumlah Pemberian Bahan Pakan kepada Bangsa Sapi Frisien Holstein (FH) di BIB Lembang Tahun 2010 Nutrien dalam Ransum No

Nama Bahan

Jumlah dalam Segar (kg)

Jumlah dalam BK (g)

(g)

Energi dapat dicerna (Mkal)

Protein Kasar

1

Rumput

68,44

12320

1700

28,13

2

Pucuk tebu

1,50

1350

70

0,00

3

Hay

1,50

1090

80

2,37

4

Konsentrat

7,19

6660

1190

23,95

5

Toge

0,77

70

30

0,27

Total pemberian

21490

3070

54,72

Kebutuhan Nutrien

12710

1271

24,15

Kondisi Fisiologis Sapi Pejantan Ureum dan Kreatinin Kandungan kreatinin, ureum, Ca dan P untuk setiap bangsa sapi dan sapi yang mati di BIB Lembang tahun 2010 ditunjukkan dalam Tabel 16. Kandungan

30

ureum dan kreatinin berada pada batasan normal. Namun, ada beberapa ekor sapi yang memiliki kandungan nilai ureum dan kreatinin yang tinggi dalam darahnya. Sapi-sapi tersebut pada pertengahan tahun 2009 mati dan didiagnosa pada awalnya terserang penyakit yang diakibatkan karena terdapat batu kristal di dalam kandung kemihnya. Kandungan ureum dan kreatinin yang tinggi merupakan salah satu indikator proses metabolisme protein yang tidak sempurna. Kreatinin yang dikenal sebagai hasil sampingan dari metabolisme protein merupakan salah satu racun yang harus dikeluarkan oleh tubuh bersama urine. Kedua zat tersebut jika terlalu tinggi dapat membahayakan kesehatan dari ternak tersebut. Hal ini disebabkan, kedua zat tersebut merupakan zat racun hasil sampingan dari metabolisme protein (Listiaji, 2010). Jika keduanya memiliki kadar yang tinggi di atas kadar normal dalam darah, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi gangguan fungsi ginjal pada ternak tersebut bahkan dapat mengakibatkan kematian. Kondisi ini menunjukan bahwa kadar protein ransum yang diberikan cukup tinggi. Sapi-sapi yang mengalami gangguan tersebut diperkirakan peka terhadap kadar protein yang tinggi. Hal ini kemungkinan bahwa sapi tersebut mempunyai gangguan metabolisme khususnya protein atau gangguan pada eskresi dalam ginjal. Mineral Ca dan P Kadar kalsium (Ca) di dalam darah sapi pejantan tersebut, sebagian besar berada di bawah rata-rata batas normal. Namun ada beberapa pula yang berada di atas rata-rata batas normal. Kadar Ca normal pada sapi adalah 10,41-11,75 mg/dl. Kadar Ca serum yang rendah dapat terjadi akibat kandungan Ca dalam ransum sangat minimal atau dalam kondisi kadar P dan Mg dalam ransum yang tinggi sehingga dapat menekan penyerapan Ca dan mengakibatkan kadar Ca dalam darah menurun (Danzier, 1984; Thompson, 1978). Lain halnya dengan kadar Phosphor (P) di dalam darah, Phosphor yang terkandung justru sebagian besar berada di atas rata-rata batasan normal dan ada beberapa yang berada di bawah rata-rata batas normal. Kadar Phosphor dalam darah yang normal berada dalam kisaran 5,6-6,8 mg/dl. Kandungan Ca yang lebih rendah dari P diduga terjadi karena adanya kelebihan P yang terkandung dalam bahan pakan sehingga menghambat penyerapan Ca usus halus (Danzier 1984; Thompson 1978). 31

Tabel 16. Rataan Kandungan Kreatinin, Ureum, Ca dan P untuk Setiap Bangsa Sapi dan Sapi yang Mati di BIB Lembang Tahun 2009 Bangsa/ nama sapi

Bulan Kematian

Total Protein (mg/dl)

Kreatinin (mg/dl)

Ureum (mg/dl)

Ca (mg/dl)

P (mg/dl)

Limousin

6,0

2,2

46,4

9,8

7,4

Simmental

5,3

2,1

47,2

8,8

7,9

FH

5,5

1,5

38,9

9,8

7,3

Angus

5,1

1,5

30,5

9,0

7,4

Brahman

5,1

1,7

41,5

11,6

8,3

Ongole

5,4

2,1

40,5

11,3

7,3

Brangus

5,0

2,0

48,0

7,95

7,5

5,3

1,9

41,9

9,8

7,6

Bangsa Sapi:

Nilai Rata-rata: Nama Sapi Mati: - MV. Trent

Juli

4,6

1,7

69,0

12,0

7,7

- Kemang

Juli

4,9

1,0

29,0

7,3

5,5

- Nike

Agustus

5,0

1,7

39,0

6,8

5,8

- Choice

Agustus

5,8

2,7

58,0

9,1

5,8

- Ulysess

Agustus

4,8

2,0

41,0

12,3

8,1

- Putra Sago

Agustus

4,6

2,2

54,0

8,3

6,2

- Ulanda

Agustus

4,9

1,9

43,0

6,4

6,6

- Vernan

Agustus

4,9

2,1

71,0

7,3

8,9

- Vasco

Agustus

5,0

1,8

48,0

11,6

8,0

- Bondan

Agustus

5,1

1,8

45,0

7,3

6,0

- Ubhaya

Oktober

4,8

2,0

61,0

16,9

5,4

5,0

1,7

44,4

8,6

6,3

Nilai Rata-rata:

Poduksi Semen Sapi Pejantan Sapi pejantan yang berada di BIB Lembang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan semen beku unggul yang menghasilkan calon bibit yang unggul. Produksi semen beku dari setiap bangsa sapi di BIB Lembang termasuk cukup tinggi. Data produksi semen yang dihasilkan oleh BIB Lembang dapat dilihat pada Tabel 17.

32

Tabel 17. Rata-rata Produksi Semen Setiap Ekor Sapi Pejantan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang tahun 2010 Bangsa

Produksi Semen (ml/tahun/ekor)

FH

2485,6 ± 1205,32

Ongole

3672,5 ± 1188,65

Brahman

1986,5 ± 805,316

Simmental

2721,96 ± 1489,13

Limousin

3063,3 ± 1321,93

Brangus

797 ± 0

Angus

4014 ± 0

Rearing

0

FH uji progeny

0

Produksi semen yang tinggi merupakan salah satu indikator bahwa pakan yang diberikan sudah baik dan memiliki kandungan nutrient yang seimbang. Produksi semen yang paling tinggi dihasilkan oleh sapi pejantan dari bangsa Ongole.

33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kecukupan nutrien makro dalam pakan sapi pejantan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang sudah terpenuhi dengan baik bahkan lebih dari cukup. Permasalahan yang timbul diduga terkait dengan kecukupan dan ketidakseimbangan nutrien mikro, diantaranya adalah kandungan Ca dan P dalam ransum. Saran Kajian lanjutan yang menganalisa lebih detail kandungan nutrien mikro yang terdapat di dalam pakan dan hubungannya dengan darah sapi pejantan. Hal ini diperlukan untuk menjelaskan gangguan metabolis yang terkait dengan pemberian pakan. Oleh karena itu kecukupan dan keseimbangan nutrien mikro di dalam pakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan sapi pejantan yang ada di BIB Lembang .

34

UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya hingga saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA. sebagai dosen pembimbing anggota sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan moral maupun materiil, pengarahan, dan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Dr. Ir. Despal Tanjung, MSc. sebagai dosen penguji seminar, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Agr.Sc., dan Dr. Irma Isnafiah Arief, S.Pt. M.Si. sebagai dosen penguji tugas akhir atas kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Ayahanda Suwarto dan Ibunda Yariyatun, S.Pd. yang senantiasa tulus memanjatkan do‟a dan kesabaran, serta kepada adik tersayang Arifin Musthafa atas segala perhatian, dukungan dan semangat yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drh. Maidaswar, M.Si., pimpinan BIB Lembang dan seluruh staff yang telah membantu selama penelitian berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ummul „Izzah Sholihah, Ainissya Fitri, Mustika Setyaningrum, dan Ninda Nurfatillah yang selalu memberi semangat tiada henti kepada penulis untuk menyelesaikan skripsinya. Serta kepada teman-teman seperjuangan (Suqe, Aldo, Ayix, Adi, Legis, Paijo, Rendy, dan Yudis) dan Warga Nabila Anggrek (Tante Tilla, Mba Eni, Mba Ida, Mba Niku, Mba Dila, Mba Weni, Idha, Maha, Didi, Kiki, Cintya dan Windy) terimakasih untuk semangat dan kebersamaannya serta seluruh rekan HIMASITER periode 2008-2009 dan INTP 43 yang selalu menemani perjalanan panjang dalam menjalani masa-masa kampus baik dalam duka maupun suka di Fakultas Peternakan IPB. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Mei 2011

Penulis 35

DAFTAR PUSTAKA Akso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta. Balai

Inseminasi Buatan Lembang. 2009. http://www.banksperma.com/. [23 Juni 2011].

Katalog

Pejantan.

Blakely, J. & D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan. B. Srigandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Church, D. C. & Pond W. G. 1988. Basic Animal Nutrition of Feeding. 3th Ed. John Wiley and Son. New York. Conrad, R. 1984. Valeur Nutritive Des Aliments. ENSA – Monpellier – France. Danzier, L. 1984. Les Minereaux et Les Vitamins dans l‟alimentation des Animaux Donestiques. ENSA – Montpellier - France. Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta. DeJarnette, J. M., R. G. Saacke, J. Bame, & C. J. Vogler . 1992. Accessory sperm: their importance to fertility and embryo quality, and attempts to alter their numbers in artificially inseminated cattle. J. Anim. Sci. 70: 484-491. Ensminger, M. E. & J. E. Oldfield & W. W. Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition. 2ndEd. The Ensminger Publishing Company. Illinois. Hafez, E. S. E. 1980. Reproduction in Farm Animal. 4th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia. Listiaji, B. 2010. Gagal ginjal. http://listiaji.wordpress.com/2010/04/28/gagal-ginjal/. [28 April 2011]. Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta. Lunstra, D. D., & G. H. Coulter. 1997. Relationship between scrotal infrared temperature patterns and natural-mating fertility in beef bulls. J. Anim. Sci. 75: 767-774. Muhammad, Z. 1986. Efek suplementasi vitamin A, asetat dan cytozyme (+) terhadap mutu semen dan penggunaan makanan pada sapi madura. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. NRC. 1988. Nutrient Requirements of Beef Cattle. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington. NRC. 2000. Nutrient Requirements of Dairy Cattle. 7th Revised Edition. National Academy Press, Washington. Parakkasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press. Jakarta. Piliang, W. G. & S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. IPB Press. Bogor.

36

Roy, J. H. B. 1990. The Calf. Illesse. Books Ltd, London. Salisbury, G. W., N. L. Van Demark & J. K. Lodge. 1981. Physiologi of Reproduction and Artificial Insemination of Cattle. W. H. Freeman and Coy. San Fransisco. Sanuri, S. 2010. Jenis-jenis Sapi. http://ohsapi.blogspot.com/2010/05/jenis-jenissapi/. [26 Juni 2011]. Suarti, M. 2001. Pengaruh amoniasi, penambahan tepung bulu ayam, tepung daun singkong, lisin-Zn-PUFA dalam ransum terhadap kecernaan zat-zat makanan kambing Peranakan Ettawa. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Sutardi, T. 1982. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thompson, D. J. 1978. Calcium, phosphorus and fluorine in animal nutrition. Dalam : Latin American Symposium on Mineral Nutrition Research with Grazing Ruminant. Federal University of Minas Gerais – Federal University of Vicosa. University of Florida, Florida - USA. Tillman, A. D.,S, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

37