Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
KEJADIAN FRAKTUR FEMUR DI RUANG SERUNI (B2) RSUD Dr M YUNUS BENGKULU Zulkarnain Mr Health Community Education Program, STIKes Bhakti Husada Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422 email :
[email protected] ABSTRACT
Disorder that often occurs in fractures muskuloskletal is so disturbing activity. The research problem is the high incidence of femur fractures in Hospital Dr M Yunus Bengkulu. The study aims to determine the relationship of age and sex with the incidence of fracture of the femur. This type of research is descriptive analytic cross-sectional design. The population is fracture patients in hospitals Dr M Yunus Bengkulu totaling 221 patients. The sample is the total sampling. Univariate and bivariate analysis with the chi-square statistic test. Results of univariate analysis of more than most (54.3%) patients with fractures of the femur at age ≥ 25 years, more than a majority (59.3%) patients with femur fractures sex male, and most (76.0%) patients did not fracture of the femur. The results of bivariate analysis p value = 0.015 with OR 2.368 for age with femur fracture, p value = 0.001 with OR 3.389 for sex with a femur fracture. Conclusions there is a relationship between age and the incidence of fracture of the femur and respondents with ≥ 25 years have the opportunity to experience 2.3 times the incidence of fracture of the femur compared with <25 years, and there is a relationship between the sexes with fracture of the femur with the male sex has a chance 3 , 38 times experienced femur fracture compared with respondents being female. It is suggested to improve the quality of service, with the extension of the fracture of the femur, as well as increasing the therapeutic nursing care to patients fractures.
Keywords: Genesis Femur Fracture, Age and Sex
diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untu dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2001). Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah menyelenggarakan
PENDAHULUAN Pembangunan nasional jangka panjang menitik beratkan pada kualitas hidup sumber daya manusia prima. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional 1
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
pemeliharaan (promotif), pencegahan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan secara berkesinambungan dalam berbagai tingkat penyakit yang diderita. Saai ini penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan diseluruh dunia bahkan WHO telah menetapkan dekade 2000-2010 menjadi dekade tulang dan persendian. Negara Indonesia merupakan Negara berkembang yang berada dalam taraf menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat. Otomatis terjadi peningkatan penggunaaan alat-alat transportasi atau kendaraan bermotor. Kondisi ini yang menyebabkan peningkatan jumlah angka kematian dan jumlah angka kecelakaan. Kecelakaan tersebut seringkali menyebabkan cidera tulang disebut fraktur. Salah satu jenis gangguan yang sering terjadi pada sistem muskuloskletal adalah fraktur yang dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari (Brunner dan Suddart, 2002). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kuntuinitas jaringan dan atau tulang rawan, biasanya disertai cedera jaringan sekitarnya. Fraktur bisa bersifat patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang disebabkan pukulan langsung atau plintiran. Fraktur bisa mengkhwatirkan jika terjadi kerusakan pada lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena jika terjadi kerusakan pada area ini bisa
menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan pada tulang. Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh saraf sekitarnya (Prihardadi, 2007). Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cidera, seperti kecelakaan mobil, olahraga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan dan kekuatan yang melawan tulang, usia penderita, kelenturan tulang dan jenis tulang. Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor bisa mengalami patah tulang (Prihardadi, 2007). Menurut data kepolisian Republik Indonesia tahun 2010, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan angka kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan 8.694 mengalami luka ringan. Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Dengan data itu ratarata setiap hari terjadi 40 kejadian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan 30 orang meninggal dunia, sedangkan kecelakaan dialami oleh kaum laki-laki dari kelompok usia produktif, yakni antara usia dewasa. Hal ini mengakibatkan penurunan aktivitas secara produktivitas secara massal. Penyebab terbanyak dari fraktur femur ini adalah kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas merupakan salah satu prioritas penanggulangan penyakit tidak 2
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
menular berdasarkan Kepmenkes 116/Menkes/SK/VIII/2003. Kecelakaan lalulintas menempati urutan yang ke Sembilan di Indonesia. Yang akan dipertkirakan akan menjadi urutan ke tiga di tahun 2020, sedangkan di Negara berkembang menempati urutan kedua. Fraktur femur merupakan sosok trauma yang sangat menakutkan. Bahkan sekarang di Indonesia fraktur menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian yang di akibatkan kecelakaan lalu lintas. Fraktur yang sering terjadi di kota-kota besar sebagai akibat dari faktor luar seperti kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, kecelakaan akibat olahraga, kecelakaan akibat peperangan dan juga sebagai akibat dari tindakan kekerasan (Brunner dan Suddarth, 2002). Tanda dan gejala fraktur femur adalah nyeri terus menerus, bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa ) terjadinya pemendekan tulang karena kontraksi otot, saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dan pembengkakan yang disertai perubahan warna lokal pada kulit yang disebabkan oleh trauma (Brunner dan suddarth, 2002). Berdasarkan data yang di ambil di ruangan rekam medik RSUD Dr. M Yunus Bengkulu pada tahun 2010, jumlah penderita fraktur yang di rawat mencapai 221 pasien, dari jumlah tersebut fraktur femur berjumlah 53 (24%) yang dirawat di Ruang Seruni (B2). Dari jumlah 53 pasien fraktur femur terdapat 44 orang dirawat di Ruang Seruni (B2), 5 orang di Ruang VIP dan 4 orang di Ruang Flamboyan. Selain itu juga terdapat kejadian
fraktur lainnya yang berjumlah 168 orang, seperti fraktur tengkorak dan tulang muka 30 orang (13,6%) orang, fraktur leher torak panggul 18 orang (8,1%), fraktur tulang anggota lainnya 115 orang (52%) dan fraktur badan multiple 5 orang (2,3%). Pada usia dewasa sangat rentan terjadinya fraktur, terutama fraktur femur ini di karenakan pada usia ini mempunyai aktifitas lebih di banding dengan usia lain. Usia dewasa ini merupakan masa berjayanya untuk melakukan aktivitas yang berat, dan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang, sehingga dapat menyebabkan fraktur (Depkes RI, 2009). Sedangkan untuk jenis kelamin merupakan yang paling rentan terjadinya fraktur femur yaitu pada laki-laki di bandingkan perempuan, hal ini di sebabkan karena laki-laki mempunyai aktivitas (kegiatan) di luar rumah yang lebih banyak dibandingkan perempuan. Laki-laki dalam kehidupan seharinya biasanya terbiasa dengan aktivitas berat yang merupakan suatu kewajiban dalam kodratnya (Hutapae, 2003). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui Hubungan Usia Dan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Fraktur Femur Di Ruang Seruni (B2) RSUD Dr M Yunus Bengkulu . METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif yang bersifat analitik dengan desain cros-sectional. Variabel independen adalah usia dan jenis kelamin, dan variabel dependen adalah 3
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
kejadian fraktur femur. Definisi Operasional usia adalah umur yang tercatat di register pasien dengan hasil ukur adalah 0 = (≥ 25 tahun) dan 1 = (< 25 tahun); Jenis kelamin adalah suatu yang memberikan dua ciri-ciri dari mahluk hidup dengan hasil ukur 0 = Laki-laki 1 = Perempuan; Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas femur di mana fragmen fraktur menembus atau tidak menembus jaringan kulit atau jaringan lemak. Hasil ukur 0=Fraktur femur1=Tidak Fraktur femur. Pelaksanaan penelitian dilakukan di ruangan Seruni (B2) RSUD Dr M Yunus Bengkulu pada tanggal 17 Juli 2011 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien fraktur yang tercatat pada register pasien di ruang seruni (B2) RSUD Dr M Yunus Bengkulu Tahun 2010 berjumlah 221 pasien. Sampel adalah sebagian atau mewakili dari populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2002). Sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik total sampling, yaitu seluruh populasi yang berjumlah 221 orang.
Analisis Data dilakukan secara Univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi variabel usia, jenis kelamin dan kejadian fraktur femur Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel usia, jenis kelamin dengan kejadian fraktur femur menggunakan analisis uji statistik chisquare. Untuk mengetahui seberapa besar resiko ke dua variabel digunakan Odds Ratio HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil distribusi responden berdasarkan usia pasien fraktur diperoleh bahwa dari 221 pasien fraktur, lebih dari sebagian (54,3%) berusia ≥ 25 tahun, sebagian besar (76,0%) dengan jenis kelamin lakilaki, dan sebagian besar (76%) tidak fraktur femur. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik Chi-square diperoleh seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Tabel Silang Hubungan Usia Dengan Kejadian Fraktur Femur Di Ruang Seruni (B2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010 Usia
≥ 25 tahun < 25 tahun Total
Kejadian fraktur femur Fraktur Tidak fraktur femur femur N % N % 37 30,8 83 69,2 16 15,8 85 84,2 53 24,0 168 76,0
4
Total
n 120 101 221
% 100,0 100,0 100,0
OR
p value
2,368
0,015
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 221 pasien fraktur terdapat 120 orang pada ≥ 25 tahun, yang terdiri dari 37 orang (30,8%) mengalami fraktur femur dan 83 orang (69,2%) tidak mengalami fraktur femur. Hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai p value = 0,015 (p value < 0,05) dapat diartikan bahwa
ada hubungan bermakna antara usia dengan kejadian fraktur femur. Nilai Odds Ratio = 2,368 dengan Confidence Interval : 1,224-4,581, dapat diinterpretasikan bahwa responden dengan ≥ 25 tahun mempunyai peluang 2,3 kali mengalami kejadian fraktur femur dibandingkan dengan < 25 tahun.
Tabel 2. Tabel Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Fraktur Femur Di Ruang Seruni (B2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010 Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Kejadian fraktur femur Fraktur femur Tidak Fraktur femur n n N % 42 32,1 89 67,9 11 12,2 79 87,8 53 24,0 168 76,0
Tabel 2. menunjukkan bahwa dari 221 pasien fraktur terdapat 131 orang pada jenis kelamin laki-laki, yang terdiri dari 42 orang (32,1%) mengalami fraktur femur dan 89 orang (67,9%) tidak mengalami fraktur femur. Hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai p value = 0,001 (p value < 0,05) dapat diartikan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian fraktur femur. Nilai Odds Ratio = 3,389 dengan Confidence Interval : 1,6347,031, dapat diinterpretasikan bahwa responden dengan jenis kelamin lakilaki mempunyai peluang 3,38 kali mengalami kejadian fraktur femur dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin perempuan.
Total
N 131 90 221
% 100,0 100,0 100,0
OR
p value
3,389
0,001
PEMBAHASAN Gambaran usia pasien fraktur menunjukkan bahwa dari 221 pasien fraktur, sebagian besar (54,3%) berusia ≥ 25 tahun. Pada usia dewasa merupakan usia produktif seseorang dalam bekerja dan beraktivitas. Selain daripada itu, jika dilihat dari fungsi tulang pada usia dewasa (≥ 25 tahun), dimana tulang mulai mengalami degenerasi dalam fungsinya atau dengan kata lain berkurangnya kepadatan tulang (densitas tulang), sehingga jika terjadi suatu sebab atau trauma pada tulang (femur) akan lebih beresiko terjadi fraktur dibandingkan dengan usia anak yang secara fisiologisnya bahwa tulang pada usia anak masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, sehingga resiko 5
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
fraktur pada tulang (femur) lebih rendah. Sesuai dengan Depkes RI (2004), bahwa Usia anak merupakan usia yang kurang melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga jarang terjadinya fraktur. Sedangkan menurut Profil Kesehatan(2005), usia anak merupakan usia pertumbuhan, dimana usia ini sangat jarang terjadi fraktur. Menurut Depkes RI (2009), bahwa usia dewasa adalah masa yang rentan terjadinya fraktur karena dalam masa ini merupakan usia yang sangat banyak melakukan aktivitas yang lebih dibandingkan dengan usia lain, sedangkan menurut Profil Kesehatan ( 2005), bahwa usia dewasa ≥ 25 tahun merupakan masa berjayanya untuk melakukan aktivitas yang berat, dan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang, sehingga dapat menyebabkan fraktur. Begitupun juga usia lansia adalah masa menurunnya untuk melakukan aktivitas, sehingga di usia ini sangat kecil untuk terjadinya fraktur, sedangkan menurut teori yang lain mengatakan bahwa usia lansia tahun yang dapat mengakibatkan fraktur adalah disebabkan oleh osteoporosis yang jumlahnya sangat kecil (Profil Kesehatan, 2005). Gambaran jenis kelamin pasien fraktur menunjukkan bahwa dari 221 pasien fraktur, sebagian besar (76,0%) dengan jenis kelamin laki-laki. Pada umumnya bahwa kejadian fraktur femur ini banyak dialami oleh lakilaki, hal ini dikarenakan laki-laki lebih banyak beraktivitas berat dibandingkan dengan perempuan. Sesuai dengan Handerson (2007) yang mengatakan bahwa dari
sekian banyak perbedaan antara lakilaki dan perempuan dapat kita lihat terutama dari segi aktivitas. Laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas berat dibandingkan perempuan, sehingga laki-laki sangat besar resiko untuk terjadinya trauma pada tulang. Sejalan dengan laporan Dinkes (2005) dalam profile kesehatan yang menyatakan bahwa laki-laki mempunyai aktivitas yang lebih banyak dibandingkan perempuan, hal ini dikarenakan lakilaki mempunyai peran yang lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga, sehingga lakilaki sangat besar resiko untuk terjadinya trauma pada tulang. Hubungan Usia Dengan Kejadian Fraktur Femur pada tabel 1. menunjukkan bahwa dari 221 pasien fraktur terdapat 120 orang pada ≥ 25 tahun, yang terdiri dari 37 orang (30,8%) mengalami fraktur femur dan 83 orang (69,2%) tidak mengalami fraktur femur. Hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai p value = 0,015 (p value < 0,05) dapat diartikan bahwa ada hubungan bermakna antara usia dengan kejadian fraktur femur. Nilai Odds Ratio = 2,368 dengan Confidence Interval : 1,224-4,581, dapat diinterpretasikan bahwa responden dengan ≥ 25 tahun mempunyai peluang 2,3 kali mengalami kejadian fraktur femur dibandingkan dengan ≤ 25 tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pada umumnya pasien dengan usia di Ruang Seruni (B2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu ≥ 25 tahun tidak mengalami fraktur femur, namun berdasarkan observasi peneliti 6
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
usia ≥ 25 tahun ini masa berjayanya untuk melakukan aktivitas yang lebih. Menurut peneliti bahwa usia ≥ 25 tahun atau usia dewasa sangat beresiko untuk mengalami fraktur femur yang juga disebabkan oleh berbagai penyebab. Dilihat dari fisiologis tulang pada usia ≥ 25 tahun atau usia dewasa, densitas atau kepadatan tulang tulang mulai mengalami degenerasi dalam fungsinya. Jika dibandingkan dengan usia < 25 tahun atau usia anak, dimana pada usia ini aktivitas osteogenesis pada periosteum dan endosteum dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada usia anak yang sangat aktif dan makin berkurang pada saat usia bertambah, selain itu fragmen tulang pada anak mempunyai vaskularisasi yang baik dan memiliki pembuluh darah serta lapisan pelindung yang masih tebal dan kuat yang lebih banyak mengandung sel-sel pembentukan tulang daripada tulang diwaktu usia dewasa. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Fraktur Femur pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari dari 221 pasien fraktur terdapat 131 orang pada jenis kelamin laki-laki, yang terdiri dari 42 orang (32,1%) mengalami fraktur femur dan 89 orang (67,9%) tidak mengalami fraktur femur. Hasil perhitungan statistik uji Chi-square didapatkan nilai p value = 0,001 (p value < 0,05) dapat diartikan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian fraktur femur. Nilai Odds Ratio = 3,389 dengan Confidence Interval : 1,6347,031, dapat diinterpretasikan bahwa
bahwa pada mereka mengalami fraktur tulang jenis lain seperti tulang muka, fraktur leher, fraktur tengkorak dan jenis lainnya. Fraktur femur atau patah tulang ini disebabkan akibat dari cidera, seperti kecelakaan mobil, olahraga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang. Sejalan dengan Prihardadi (2007) yang mengatakan bahwa sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cidera, seperti kecelakaan mobil, olahraga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan dan kekuatan yang melawan tulang, usia penderita, kelenturan tulang dan jenis tulang. Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor bisa mengalami patah tulang. Usia dewasa adalah masa yang rentan terjadinya fraktur karena dalam masa ini merupakan usia yang sangat banyak melakukan aktivitas yang lebih dibandingkan dengan usia lain (DepKes RI, 2009), sedangkan menurut Profil Kesehatan (2005), usia dewasa ≥ 25 tahun merupakan masa berjayanya untuk melakukan aktivitas yang berat, dan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang, sehingga dapat menyebabkan fraktur. Hartoyo (2002), menyatakan bahwa ternyata faktor usia merupakan variabel yang berpengaruh sangat tinggi untuk terjadinya fraktur, factor usia memberikan pengaruh yang sangat tinggi untuk kejadian fraktur di 7
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
responden dengan jenis kelamin lakilaki mempunyai peluang 3,38 kali mengalami kejadian fraktur femur dibandingkan dengan responden dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa jenis kelamin laki-laki lebih beresiko untuk mengalami kejadian fraktur femur dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan observasi peneliti bahwa pada umumnya laki-laki lebih banyak beraktivitas berat seperti kuli, tukang, dan lainnya. Selain daripada itu fraktur femur pada laki-laki ini juga sering disebabkan karena trauma yang diakibatkan kecelakaan bermotor, terjatuh dari pohon dan penyebab atau trauma lainnya. Sesuai dengan Hutapae (2003) yang mengatakan bahwa untuk jenis kelamin merupakan yang paling rentan terjadinya fraktur femur yaitu pada laki-laki di bandingkan perempuan, hal ini di sebabkan karena laki-laki mempunyai aktivitas (kegiatan) di luar rumah yang lebih banyak dibandingkan perempuan sesuai pendapat Handerson (2007), bahwa dari sekian banyak perbedaan antara laki-laki dan perempuan dapat kita lihat terutama dari segi aktivitas. Laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas berat diabndingkan perempuan, sehingga laki-laki sangat besar resiko untuk terjadinya trauma pada tulang. Menurut peneliti bahwa jika dilihat dari sisi resiko pekerjaan atau aktivitasnya laki-laki mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami fraktur femur dibandingkan dengan perempuan. Untuk itu diharapkan pada
seorang individu agar selalu berhatihati dalam melakukan aktivitas sehariharinya untuk mengurangi resiko fraktur tersebut, selain itu juga dapat dilakukan upaya pencegahan dengan menghindari faktor penyebab fraktur seperti trauma dan jatuh serta berupaya untuk selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang tinggi kalsium yang sangat berguna bagi tulang kita. Demikian juga bagi pasien yang mengalami fraktur femur agar menjalani mobilisasi atau perawatan secara baik dan intensif guna mencegah terjadinya komplikasi atau kelainan posisi tulang yang patah dari posisi semula. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Ada hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan kejadian fraktur femur di Ruang Seruni (B2) RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2010, lebih dari sebagian berada pada usia ≥ 25 tahun atau usia dewasa, lebih dari sebagian terjadi pada responden dengan jenis kelamin laki-laki, dan sebagian kecil mengalami fraktur femur. SARAN Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan program peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat yang ditinjau dari promosi kesehatan, salah satunya dengan penyuluhan tentang fraktur terutama fraktur femur, serta peningkatan pelaksanaan pelayanan keperawatan 8
Mitra Raflesia Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2013
terapeutik terhadap pasien fraktur yang berkunjung ke RS
Depkes
RI, 2001. Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat Jakarta;EGC. Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu (2005), Profil Kesehatan Propinsi Bengkulu Tahun 2009, Bengkulu : Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu. Handerson. 2007, Ilmu Bedah Untuk Perawata, Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, 2002, Metodologi Penelitian Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta : EGC.
9