KEKERASAN TERHADAP ANAK, BUKAN BUDAYA KITA

Download menindih sebagian dari anak-anak kita --yang sampai saat ini nasib mereka ..... Hasil penelitian Martha F. Erickson, yang dimuat dalam Jurn...

0 downloads 446 Views 606KB Size
17 KEKERASAN TERHADAP ANAK, BUKAN BUDAYA KITA

Sidang Jum’at rahimakumullah! Marilah kita selalu memperbanyak tahmid, ucapan alhamdulillah, sebagai bentuk pujian kita kepada Allah SWT. atas semua nikmat yang Dia anugerahkan kepada kita, baik nikmat yang terkait dengan fisik kita, seperti kesehatan, kebugaran, makanan, minuman, peluang dan kesempatan maupun nikmat yang terkait dengan psikis kita, seperti kebutuhan spiritual, yaitu kita menjadi seorang mu’min. Allah SWT. berfirman dalam surat Ibrahim (14) ayat 34:

Artinya:”Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS. Ibrahim (14): 34).

157

Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah SWT. dengan berupaya menjabarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya dalam perilaku kehidupan; dengan ungkapan lain, bagaimana jiwa taqwallah menjadi pendorong bagi kita untuk melaksanakan ajaran Allah dan jiwa taqwa itu pula menjadi penghambat diri kita untuk terjebak dalam pelanggaran terhadap ketentuan Allah. Dan marilah kita istiqamah dengan taqwallah ini sampai akhir hayat kita. Allah SWT. berfirman dalam surat Ali Imran 93) ayat 102:

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekalikali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali-Imran [3]: 102). Jama’ah Jum’at rahimakumullah! Dalam kesempatan Jum’at saat ini, saya mengajak kita semua untuk menjadikan taqwallah sebagai penyatu pandangan dan perilaku kita dalam melihat persoalan yang menimpa dan menindih sebagian dari anak-anak kita --yang sampai saat ini nasib mereka masih sangat memprihatinkan. Marilah kita sadari bahwa perkembangan Islam dan umat Islam, bahkan perkembangan bangsa ke depan tergantung juga kepada kualitas anak-anak kita saat ini. Di sinilah kita tidak hanya berpikir dan berbicara soal anak kandung kita sendiri yang mungkin sudah terpenuhi hak dan kebutuhannnya. Akan tetapi, kita berbicara soal anak umat yang sebagian mereka (sekali lagi) masih bernasib sangat memprihatinkan; kekerasan demi kekerasan secara fisik maupun psikis masih menimpa dan menindih mereka.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah! Marilah kita memandang anak-anak kita sesuai dengan bimbingan dan pandangan Islam. 1. Anak sebagai buah hati Allah Yang Maha Suci memiliki rasa kasih sayang yang begitu besar dan agung dan Ia limpahkan rasa kasih sayang di hati semua makhluknya.Seekor gajah dan binatang lainnya akan mengangkat kakinya di kala kakinya akan menginjak anaknya. Hal itu bagian dari tetesan rahmat kasih sayang Allah. Seorang ibu tidak akan mengenal jera dalam hamil, bahkan hamil itu begitu berat sampai-sampai al-Qur’an mengistilahkan “wahnan ‘ala wahnin” (susah di atas susah). Setelah seorang anak lahir, seorang ibu rela mengorbankan segala-galanya untuk si anak. Itu pun bagian dari tetesan rahmat Allah. Dengan demikian, kasih sayang kepada anak adalah sesuatu yang fitrah. Sangat tepat apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW,

Artinya:”Anak adalah buah hati (bagi orangtua), ia selalu membuat orangtua khawatir, membikin orangtua jadi kikir, membikin orangtua jadi susah.” (HR. Abu Ya’la). Dalam riwayat Thabrani dikatakan:

Artinya: “Bau anak itu dari bau sorga.” (HR. at-Thabrani). 2. Anak sebagai harapan masa depan Sudah menjadi sunnatullah bahwa manusia memiliki keterbatasan, baik keterbatasan dalam kekuatan fisik yang bisa mengalami penurunan bersamaan dengan menuanya

159

usia, maupun keterbatasan umur yang berakhirnya tidak ada seorang pun yang tahu selain Allah SWT. Keterbatasanketerbatasan tersebut menjadi penyebab manusia tidak mungkin akan bisa menata kehidupan untuk kehidupan abadi di dunia ini. Hal itu berarti manusia tidak akan pernah sampai kepada puncak/akhir cita-cita dalam kehidupan, sementara kehidupan terus dinamis. Di sinilah manusia berkewajiban mempersiapkan generasi penerus sebagai pemilik masa depan bangsa. Rasulullah SAW. dengan tegas mengatakan ;

Artinya:”Didiklah anak-anak kalian, sebab sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman mereka, bukan zaman kalian.” Ada dua isyarat singkat dari hadits tersebut, yakni: (1) Kewajiban memenuhi hak anak, yaitu pendidikan, (2) Anak adalah pemilik masa depan. Jama’ah Jum’at rahimakumullah! Bimbingan serta pandangan Islam yang sudah dipaparkan di atas itulah yang menjadi dasar budaya kita umat Islam dalam memperlakukan anak. Saat ini hal tersebut penting menjadi renungan kita kembali dalam melihat apa yang menimpa anak-anak kita saat ini. Anak-anak kita saat ini sebagian masih terlihat di beberapa pusat keramaian/perdagangan. Mereka keluyuran berkeliaran pada saat anak-anak sebaya sedang belajar di sekolah. Di antara mereka ada yang menjadi korban dari kehancuran rumah tangga orangtuanya. Ada juga sebagian dari anakanak tersebut yang keluyuran di tempat-tempat kerja, di pasar, atau di SAWah. Mereka terpaksa harus bekerja, ikut berusaha

160

meringankan beban kehidupan keluarga. Mereka menjadi pekerja berat di usia sekolah. Bisakah kita berharap lahirnya generasi ke depan yang tangguh dan berkualitas, baik ilmu, keimanan, maupun amal saleh? Padahal melahirkan generasi saleh yang memiliki ketangguhan dan kekuatan iman adalah amanah dari Allah SWT. Dalam surat an-Nisa’ (4) ayat 9 dijelaskan:

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. an-Nisa’ [4]: 9). Jama’ah Jum’at rahimakumullah! Dewasa ini, ada fenomena mengerikan; kita sering melihat tindak kekerasan fisik menimpa anak-anak dalam berbagai bentuk. Dari pembuangan bayi sampai pembunuhan dengan cara mencekik atau menanam hidup-hidup. Hampir setiap hari menjadi lembaran berita koran maupun televisi. Budaya Jahiliyah mulai hidup di tengah-tengah kehidupan modern, dengan latar belakang yang berbeda. Pantaslah Allah berfirman dalam surat at-Takwir (81) ayat 8-9:

Artinya:”Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hiduphidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. atTakwir [81]: 8-9).

161

Tidak jarang terjadi anak-anak menjadi sasaran pelampiasan kemarahan, bahkan sudah mulai sering terjadi pemerkosaan terhadap anak-anak. Lebih bejat lagi kekerasan sampai kepada pemerkosaan justru sering dilakukan oleh orangtua kandung sendiri. Sungguh kekerasan terhadap anak sangat tidak sesuai dengan budaya kita yang berlandaskan Islam yang menyebarkan kasih sayang. Rasulullah SAW. bersabda,

Artinya:”Barangsiapa yang tidak memberikan kasih sayang pada orang lain, ia tidak akan dikasihsayangi (oleh Allah).”

162

18 URGENSI PENCATATAN KELAHIRAN

Sidang Jum’at rahimakumullah! Allah SWT. menurunkan syari’at Islam dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan manusia, yakni kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Anbiya’ ayat 107:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Qs. [21]: 107). Kemaslahatan terealisasi dengan terpenuhinya hak-hak manusia yang merupakan hak asasinya. Dalam Islam, hak-hak tersebut mengacu pada pemeliharaan dan perlindungan 5 (lima) hal pokok (al-kulliyat al-khams) yang meliputi pertama, pemeliharaan dan perlindungan agama (keyakinan) (hifzh al-din); kedua, pemeliharaan dan perlindungan jiwa (hidup) (hifzh al-nafs); ketiga, pemeliharaan dan perlindungan akal (hifzh al-aql); keempat, pemeliharaan dan perlindungan keturunan (hifzh al-nasl); dan kelima, pemeliharaan dan perlindungan harta (hifz al-mal).

165

Sidang Jum’at rahimakumullah! Hak-hak itu tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa, tetapi anak pun memiliki hak-hak tersebut. Dalam hal pemeliharaan dan perlindungan agama, anak berhak untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Dia berhak untuk mendapatkan pembinaan dan pembimbingan ajaran agama serta pengamalannya. Hak-hak anak dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan perlindungan jiwa (hidup) berupa hak keselamatan, hak pelayanan kesehatan, hak bebas dari kekerasan dan ancaman. Berkenaan dengan pemeliharaan dan perlindungan akal, anak berhak untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan dalam pengembangan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dia berhak untuk berpendapat, berhak untuk menerima dan menyampaikan informasi, dan berhak untuk berkumpul dan berserikat. Terkait dengan pemeliharaan dan perlindungan keturunan, anak berhak untuk mengetahui orang tuanya. Dia berhak untuk dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal pemeliharaan dan perlindungan harta, anak berhak atas jaminan sosial. Hak-hak yang dimiliki anak diperoleh dari orangtua (keluarga), masyarakat, dan negara. Orangtua (keluarga), masyarakat, dan negara bertanggung jawab atas hak-hak anak. Mereka berkewajiban memenuhi dan melindungi hak-hak anak. Meskipun demikian, hak-hak anak hanya akan diperoleh dan dilindungi dengan sempurna kalau identitas eksistensi anak jelas dan diakui. Anak yang tidak jelas asal-usulnya akan sulit mendapatkan hak-hak yang sebenarnya dimilikinya. Pengakuan eksistensi manusia dilakukan sejak kemunculannya di dunia. Islam mengajarkan bahwa seorang anak yang baru lahir secepatnya diberikan nama dengan disertai acara perayaan aqiqah (menyembelih kambing pada

166

hari ketujuh dari kelahiran anak), sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. sebagai berikut:

Dari Samurah, bahwasanya Nabi SAW. bersabda, “Setiap anak digadaikan dengan aqiqah-nya, dia disembelihkan kambing pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama”. (H.R. Ahmad). Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa seorang manusia yang lahir harus dilakukan pengakuan akan eksistensinya di dunia dengan cara memberikan nama (identitas) dan memberitahukan kepada masyarakat akan keberadaannya dan asal-usulnya (melalui perayaan aqiqah). Dengan demikian, anak yang baru lahir diakui di masyarakat sehingga hak-hak yang dimilikinya dapat ditegakkan dan dilindungi. Sidang Jum’at yang mulia! Apakah pengakuan atas identitas keberadaan anak harus dilakukan dengan pencatatan kelahiran yang berupa akta kelahiran? Berkenaan dengan catat-mencatat, dalam al-Qur’an terdapat ayat yang berisi perintah untuk mencatat. Perintah mencatat itu hanya berkenaan dengan mu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan. Perintah tersebut tertuang dalam surat al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut:

167

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis…” (Qs. alBaqarah [2]: 282). Perintah mencatat dalam “mu’amalah tidak secara tunai”, utang piutang misalnya, dalam ayat tersebut dimaksudkan untuk merealisasikan kemaslahatan, yakni mengambil manfa’at (jalb al-manafi’) dan menolak kerusakan (dar almafasid). Melalui catatan (bukti tertulis), seseorang yang telah memberi utang dan seseorang yang berutang dapat dilindungi hak-haknya dan keduanya dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan keduanya, seperti salah satunya melakukan pelanggaran atau pengingkaran di kemudian hari. Seseorang tidak bisa mengelak apa yang sebenarnya telah terjadi dan apa yang menjadi tanggungannya sehingga dia tidak akan melalaikan hak-hak orang lain. Kalau dia melalaikannya, dia dapat dituntut berdasarkan bukti tertulis tersebut. Dengan demikian, bukti tertulis yang dapat menunjukkan dan melindungi hak-hak sangat penting keberadaannya. Walaupun perintah mencatat hanya ditujukan untuk “mu’amalah tidak secara tunai”, perintah mencatat dalam surat al-Baqarah ayat 282 dapat juga diberlakukan dalam hal kelahiran. Tujuan perintah mencatat dalam “mu’amalah tidak secara tunai” adalah untuk kemaslahatan, yakni melindungi hak seseorang; demikian halnya dalam pencatatan kelahiran, tujuannya adalah kemaslahatan juga, yaitu perlindungan hak anak manusia. Oleh karena itu, pencatatan kelahiran diperintahkan dalam Islam.

168

Pencatatan kelahiran yang berbentuk akta kelahiran merupakan alat (sarana) untuk mengetahui hal-hal yang menyangkut warga negara. Akta kelahiran sebagai data warga negara diperlukan berkenaan dengan tanggung jawab negara (pemerintah) terhadap warganya. Dengan adanya data tersebut, negara dapat menjamin seberapa jauh hak-hak warganya dapat dipenuhi. Tanpa adanya pencatatan (akta) kelahiran sebagai alat untuk mencapai tujuan utama, maka perlindungan hak-hak warga yang menjadi tujuan utamanya sulit, bahkan tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, pencatatan kelahiran harus dilakukan dan hukumnya wajib. Dalam kaidah fiqh disebutkan:

“Sesuatu yang menjadi mutlak adanya bagi terlaksananya suatu kewajiban, maka sesuatu itu wajib hukumnya”. Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah! Pencatatan kelahiran merupakan manifestasi dari hak asasi manusia. Dengan adanya pencatatan kelahiran, identitas eksistensi anak (seseorang) diakui, baik dari keabsahan legalitas (status legal) maupun kewarganegaraan seseorang. Adanya keabsahan legalitas dan kewarganegaraan, dengan akta kelahiran, menjadikan seseorang berhak mendapatkan perlindungan dan jaminan hak-haknya dari negara. Sebaliknya, seseorang yang tidak diakui keberadaannya secara legal tidak akan memperoleh hak-hak dasarnya sebagai warga negara. Negara hanya akan memberikan dan menjamin hak-hak warganya kalau dapat dibuktikan keberadaannya secara legal. Bukti autentik tentang asal-usul seseorang sebagai prasyarat kewarganegaraan tidak lain adalah akta kelahiran.

169

Pencatatan kelahiran (akta kelahiran) sangat diperlukan dalam hal keperdataan anak. Seperti dalam kasus sengketa waris, bukti autentik kelahiran (akte kelahiran) pasti dibutuhkan untuk menentukan status anak di depan hukum. Kalau status anak tidak bisa dibuktikan, sudah bisa dipastikan bahwa seorang anak tidak akan mendapatkan hak-haknya yang seharusnya ia terima dalam persoalan waris. Selain itu, pencatatan kelahiran (akta kelahiran) dapat digunakan untuk menghindari pengingkaran keabsahan anak. Kalau terjadi pengingkaran keabsahan anak dan tidak ada bukti autentik (akta kelahiran), maka anak akan dirugikan dan hak-hak anak tidak akan diperolehnya. Jadi, seorang anak yang memiliki identitas keberadaannya, melalui akta kelahiran, berarti ia memiliki nilai hukum, sosial, ekonomi, dan politik. Pencatatan kelahiran (akta kelahiran) bisa dimanfaatkan untuk membantu upaya-upaya negara dalam menyelenggarakan kebijakan-kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan anak. Di samping itu, akta kelahiran juga dibutuhkan sebagai salah satu prasyarat pada waktu seseorang mau melamar pekerjaan, masuk sekolah, studi ke luar negeri, atau mau melangsungkan perkawinan. Demikianlah khotbah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Semoga kita semua yang hadir di sini dapat menjadi orangtua yang baik yang menunaikan hak-hak anak terutama hak untuk mendapatkan pencatatan kelahiran. Amin ya rabb al-alamin.•

170

19 PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI MENGANCAM MORALITAS ANAK

Kaum muslimin rahimakumullah! Sebagai hamba Allah, marilah kita senantiasa meningkatkan rasa syukur dan terima kasih kepada-Nya. Atas izin dan taqdirNya lah kita dapat menikmati kehidupan pada zaman ini, yaitu zaman ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami peningkatan (kemajuan) yang luar biasa dibandingkan dengan zaman sebelumnya. Salah satu kemajuan luar biasa itu adalah kemampuan manusia dalam bidang informasi dan komunikasi sehingga zaman ini pun disebut dengan era globalisasi informasi dan komunikasi. Era globalisasi informasi dan komunikasi ditandai oleh kemampuan manusia untuk mengirim dan menerima informasi dalam rentang waktu yang begitu cepat dan langsung, melampaui batas-batas negara dan sekat-sekat nilai budaya dan nilai-nilai agama. Sebagai contoh, peristiwa pembunuhan sadis yang terjadi di ujung dunia paling Barat, dalam waktu singkat dapat diketahui oleh manusia-manusia yang hidup di ujung dunia paling timur. Lebih dari itu, pertandingan tinju Tyson dan Lenox levis yang terjadi di Amerika dan olimpiade Athena dapat kita saksikan secara langsung, pada waktu yang

173

bersamaan. Sekali lagi kita bersyukur kepada Allah SWT., karena kita telah diantar oleh-Nya untuk hidup di zaman yang sangat luar biasa ini. Kaum muslimin rahimakumullah! Media informasi dan komunikasi sudah sangat berjasa kepada kita, umat manusia, yang hidup saat ini, karena telah terbukti mampu memberikan kemudahan-kemudahan bagi kita untuk mengakses informasi, data, dan berita dengan mudah dan cepat. Namun, satu hal yang perlu kita perhatikan dan kita waspadai bahwa informasi, data, dan berita yang dimuat oleh berbagai media informasi dan komunikasi dewasa ini, baik itu televisi, radio, internet, koran, majalah, dan lain-lain, tidak semuanya bernilai positif bagi kita, lebih-lebih bagi perkembangan mental dan moralitas anak-anak kita. Tidak semua isi dan muatan berita dan informasi tersebut sesuai dengan nilai budaya, nilai-nilai agama, dan keyakinan kita. Tidak sedikit anak-anak kita, bahkan orangtua di kalangan kita ini terjerumus dalam perilaku dan kebiasaan buruk. Kebanyakan hal itu terjadi setelah mereka menikmati suguhan media informasi berupa film porno, gambar porno, dan berita porno dari berbagai media informasi yang ada. Di daerah kita, koran-koran lokal sudah puluhan kali memuat berita tentang peristiwa pemerkosaan dan pencabulan yang dilakukan oleh anak-anak karena mereka tergiur dan terangsang akibat media porno. Yang lebih memprihatinkan bahwa anak-anak yang menjadi pelaku tersebut tidak hanya anak yang berusia SMA, tetapi juga anak-anak berusia sekolah dasar. Kaum muslimin rahimakumullah! Kasus-kasus yang menimpa anak-anak tersebut merupakan peringatan kepada kita sebagai orangtua. Anak-anak kita

174

hari ini dan ke depan akan menghadapi aneka permasalahan moral yang sangat luar biasa, apabila kita sebagai orangtua mengabaikan mereka, yakni membiarkan mereka tumbuh dan berkembang alamiah tanpa bimbingan dan pendidikan yang baik. Mereka akan mengalami nasib yang sangat menyedihkan. Anak adalah amanah Allah yang dititipkan kepada setiap orangtua. Dalam diri setiap anak terdapat dua potensi yang saling bertarung untuk mendapatkan posisi dominan, yaitu potensi baik dan potensi buruk. Potensi mana yang akan unggul sepenuhnya tergantung pada rangsangan yang diterima anak dalam interaksi kehidupannya. Apabila anak banyak mendapatkan rangsangan yang positif, maka potensi positif lah yang akan unggul. Bila ini yang terjadi, maka anak, insya Allah, akan menjadi anak yang baik. Sebaliknya, apabila anak terus menerus mendapatkan rangsangan negatif, maka potensi negatif lah yang akan dominan dalam dirinya. Bila hal itu terjadi, maka anak akan cenderung berkembang menjadi anak yang berperilaku menyimpang. Anak yang berperilaku menyimpang dapat menimbulkan bahaya bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orangtua, keluarga dan masyarakatnya. Sesungguhnya dalam diri anak terdapat citra diri orangtua, keluarga, dan masyarakat. Kita yakin dan percaya bahwa tidak seorang pun dari orangtua yang menginginkan anak-anaknya berperilaku menyimpang, sama halnya tidak seorang anakpun yang ingin disebut atau dicap dengan anak nakal. Namun, realitas membuktikan bahwa tidak sedikit di antara kita, orangtua, memiliki anak yang berperilaku menyimpang. Perilaku menyimpang dari anak-anak kita tidak hanya membuat kita sebagai orangtua dan kita yang memiliki keluarga pusing

175

tujuh keliling, tetapi juga meresahkan masyarakat di sekitar kita. Kaum muslimin rahimakumullah! Anak-anak dilahirkan oleh setiap orangtua dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Dia baru mengetahui apa-apa justru setelah dia besar, setelah tumbuh dan berkembang, dan mampu berinteraksi dengan manusia lain. Anak-anak kita yang pada hari ini berperilaku amoral, asusila, dan asosial, dahulunya adalah anak-anak yang tidak mengetahui dan tidak mampu melakukan apa-apa. Rasulullah SAW. mengingatkan kita bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan (suci, bersih, Islam, berperilaku positif), kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal itu dituangkan dalam sabdanya berikut ini:

Artinya:“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Hadits di atas merupakan isyarat bagi kita, orangtua, bahwa di balik penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak kita hari ini, terdapat citra diri kita sebagai orangtua. Kita sebagai orangtua terlalu lemah dan tidak berdaya untuk mempertahankan kemurnian dan kesucian anak kita, sebagaimana keadaannya pada saat dilahirkan. Mengapa semua ini terjadi? Ini terjadi karena adanya kelalaian dan kesalahan dari kita sebagai orangtua. Kita sebagai orangtua tidak mampu memberikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh anak-anak kita. Selama ini kita hanya memberi makan dan minum jasmani mereka, tetapi kita lupa memberi makan

176

dan minum terhadap jiwa dan rohani mereka. Akibatnya, jadilah mereka generasi yang sehat badanya, tetapi rapuh jiwanya dan tumpul pikirannya. Oleh karena itu, marilah kita membangun kembali moralitas anak-anak kita dengan senantiasa memberikan pengawasan dan bimbingan yang utuh selama mereka berada bersama kita. Kita selamatkan jiwa dan pikirannya dengan senantiasa mendidik dan memperkenalkan nilai-nilai moral budaya dan nilai-nilai moral agama yang sangat agung yang kita miliki. Kita sebagai masyarakat yang beradab, berbudaya, dan beragama, seyogyanya mengarahkan perkembangan anakanak kita agar pikiran, hati nurani, perilaku, dan tutur kata mereka sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut. Kita jangan melarang anak-anak kita untuk nonton televisi, Video, atau bermain internet, karena tontonan tersebut merupakan hiburan dan sumber pengetahuan bagi mereka. Akan tetapi, marilah kita senantiasa melakukan pendampingan dan menyeleksi akses informasi yang diterima anak-anak kita karena tidak semua informasi yang disuguhkan radio, televisi, surat kabar, dan majalah diperuntukkan bagi anak-anak. Ada informasi-informasi penting dari media tersebut yang perlu diketahui oleh kita, orang dewasa, tetapi belum perlu diketahui oleh anak-anak kita. Bahkan tidak sedikit informasi yang disuguhkan oleh media dewasa ini yang sangat membahayakan moralitas kita semua, baik sebagai orangtua lebih-lebih anak-anak. Sikap hati-hati dan selektif ini penting kita miliki dengan harapan agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang kuat dan tangguh, tidak hanya secara fisik jasmaniah, tetapi juga secara psikis rohaniah. Allah SWT. mengamanatkan dalam Al-Qur’an:

177

Artinya:“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (QS. al-Nisa’ [4]: 9).

178

20 ANAK : SELAMATKAN AKU DARI BAHAYA MIRAS

Sidang Jum’at rahimakumullah! Marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya, dengan jalan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghindarkan diri dan keluarga kita dari segala larangan-Nya. Shalawat dan salam kita persembahkan kepada Rasulullah, Muhammad SAW. Shalawat dan salam kita persembahkan pula kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Mereka merupakan contoh teladan yang sangat baik bagi kita. Semoga arwah mereka mendapat tempat yang terhormat di sisi Allah SWT., sebagaimana yang dijanjikan oleh-Nya kepada mereka. Amin. Sidang Jum’at rahimakumullah! Minuman keras, dalam bahasa al-Qur’an, disebut dengan istilah khamr, yaitu sejenis minuman yang memabukkan. Minuman ini sangat membahayakan kesehatan, dapat merusak jaringan otak, dan jaringan kesadaran manusia. Karena membahayakan, manusia dilarang oleh Allah SWT. untuk meminum minuman yang dikategorikan khamr, sebagaimana firman-Nya:

181

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.alMaidah [5]: 90). Dalam ayat di atas, Allah SWT. menyamakan khamr (minuman yang memabukkan) setara dengan berjudi, berhala, dan undian sebagai sesuatu yang najis yang termasuk dalam kategori perbuatan dilarang (perbuatan syetan). Dalam syari’at Islam, suatu perbuatan apabila dinisbatkan kepada perbuatan syetan, maka perbuatan tersebut hukumnya jelas, yaitu haram. Perbuatan haram adalah perbuatan yang apabila dilaksanakan akan menimbulkan dosa dan malapetaka, sedangkan apabila ditinggalkan akan menghasilkan pahala. Malapetaka yang ditimbulkan akibat seseorang meminum minuman keras bukan hanya menimpa dirinya secara fisik dan kejiwaan, tetapi juga dapat merusak orang lain. Dari segi kesehatan fisik, setiap cairan alkohol yang baru saja diteguk oleh si peminum, secepatnya akan bereaksi dan efeknya langsung menyerang akal dan perasaan. Yakni, setelah alkohol itu dituangkan ke bibir, masuk ke dalam aliran darah melalui perut, usus halus, dan lambung, lalu menerobos ke jaringan otak yang segera mendatangkan efek linglung, teler, dan mabuk. Apalagi kalau alkoholnya berkadar tinggi, seperti jenever, whiski, dan brandi, akan lebih ganas dan lebih cepat gerakannya ke semua organ vital dalam tubuh, untuk memberikan bahaya keracunan terutama meracuni otak, liver, jantung, dan paru-paru. Dapat diduga bahwa untuk kelas

182

peminum berat, biasanya sehabis minum ia akan mengalami koma dan tidak jarang langsung meninggal. Dari segi kejiwaan, para ahli jiwa menyatakan bahwa orang yang mabuk pada prinsipnya sama dengan orang yang terkena gangguan jiwa. Pada saat ia mabuk, jiwanya menjadi labil, mudah tersinggung, dan jalan pikirannya kacau disebabkan oleh rusaknya sistem kerja syaraf otak. Gejala-gejalanya tampak dari cara bicaranya yang tidak karuan, agresivitanya yang tinggi, dan lupa diri. Tidak perlu heran, dalam kondisi seperti itu, pemabuk tidak bisa lagi mengendalikan emosinya. Kaum muslimin rahimakumullah! Fenomena meminum minuman keras, sekarang ini, merupakan fenomena yang tidak hanya dapat kita lihat di kota-kota, tetapi di desa-desa dan pelosok-pelosok pun sering kali kita saksikan. Dia bukan lagi menjadi kebiasaan yang hanya dilakukan orang dewasa di bar-bar, diskotek, dan night club, tetapi sudah menjadi kebiasaan anak-anak muda di warung-warung kaki lima, pinggir-pinggir jalan, dan perempatan-perempatan jalan. Sekarang ini terasa sulit ditemukan kelompok-kelompok anak muda yang berkumpul malam hari, yang tidak mengkonsumsi minuman haram tersebut. Dampak yang ditimbulkannya pun sangat terasa, yaitu banyaknya kelompok anak muda yang teler dan mabuk. Ketika teler dan mabuk itulah, maka mereka sering kali berulah dengan mengganggu dan mengancam orang-orang yang lewat di jalan, sehingga pengguna jalan merasa tidak aman. Tidak hanya itu, bahkan kita juga menyaksikan banyak sekali peristiwa pemerkosaan, perkelahian, dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak muda dewasa ini yang dilatarbelakangi dan dipicu oleh minuman keras. Perkelahian antarpersonal, kadang-kadang menjadi perkelahian

183

antarkelompok, antarkampung, bahkan antaretnis. Kalau sudah seperti itu, maka keluarga, masyarakat, dan bangsa kita akan segera mengalami kerugian fisik material dan mental spiritual yang tidak sedikit. Inilah yang dikhawatirkan Rasullullah SAW. dengan sabdanya sebagai berikut:

Artinya: “Janganlah kamu minum khamr karena ia kunci dari segala keburukan.” (HR.Ibnu Majah). Lebih jauh Rasulullah SAW. memberikan peringatan bahwa pecandu minum khamr tidak akan masuk surga, sebagaimana sabdanya berikut ini:

Artinya:“Tidaklah akan masuk surga pecandu minuman keras.” (HR.Ibnu Majah). Kaum muslimin rahimakumullah! Seseorang, terutama kalangan remaja, mengenal dan merasakan minuman keras biasanya karena ajakan teman, demi gengsi, atau karena hanyut dalam pergaulan bebas, atau juga disebabkan kondisi pribadi yang sedang labil; bisa juga karena orangtua kurang perhatian terhadap perkembangan jiwa anak-anaknya, kurangnya pembinaan agama, dan pembinaan akhlak dalam keluarga. Ada pula sebagian remaja yang ikut-ikutan minum sekedar untuk mendapatkan citra idola masa kini. Seakan-akan brandi, whiski, dan sejenisnya itu adalah lambang kemodernan dan dianggapnya sebagai simbol pergaulan anak muda yang tidak ketinggalan zaman. Padahal anggapan itu jelas salah dan menyesatkan.

184

Banyak dalih yang dicari-cari oleh para peminum, baik yang tergolong peminum berat maupun kategori pemula. Misalnya, orang meminum khamr, sejenis whiski, brandi, atau lainnya, dengan alasan menghangatkan badan. Ada lagi yang beralasan bahwa rasa percaya dirinya baru timbul setelah ia minum dan mabuk. Selain itu, ada sebagian pemabuk yang beranggapan bahwa minuman keras bisa mengendorkan tekanan batin atau menghilangkan stress. Dengan kata lain, orang yang menenggak minuman beralkohol itu dengan dalih untuk menghilangkan rasa kecewa, frustrasi, atau kesumpekan yang dialami dalam hidupnya. Sebagian orang yang sedang mengalami kegelisahan atau kehilangan kepercayaan diri sering kali menjadikan minuman keras sebagai pelarian untuk memasuki dunia khayal dan kehidupan semu. Ia minum hanya sekedar untuk mabuk, agar kepahitan hidup yang melilitnya hilang seketika, padahal itu hanya bersifat sementara dan problem pun tidak hilang dengan sendirinya. Mungkin dari sekian banyak alasan yang diada-adakan oleh para penggemar khamr itu, meski sedikit, bisa jadi ada yang benar. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa efek-efek buruk kecanduan minuman beralkohol jauh lebih besar dari pada semua alasan yang dianggap bermanfaat dan menguntungkan itu. Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai berikut:

Artinya:“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. al-Baqarah [2]: 219).

185

Kaum muslimin rahimakumullah! Menyadari efek negatif minuman keras, sudah menjadi keharusan kita untuk selalu berusaha membentengi diri dan keluarga kita, terutama anak-anak kita, agar tidak terjerumus dalam kebiasaan yang sangat berbahaya tersebut. Sebagai orangtua, kita harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap pergaulan anak-anak kita, agar mereka tidak dipengaruhi pergaulan yang mengakibatkan mereka mengenal minuman keras apalagi menjadi pecandu minuman keras. Bagi orangtua yang memiliki anak yang sudah terlanjur terjerumus dalam minuman keras, marilah kita segera mencarikan jalan keluar dengan berkonsultasi dengan ahli agama, ahli kesehatan, dan ahli jiwa agar anak tersebut dapat segera kita selamatkan. Semoga dengan cara itu, kita dapat menyelamatkan diri dan keluarga kita dari siksaan api neraka, sebagaimana firman Allah SWT. Berikut ini:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. al-Tahrim [66]: 6).

186

21 KEKERASAN PADA ANAK DAN DAMPAK PADA PERILAKUNYA

Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia! Diceritakan dalam suatu riwayat, “Suatu hari Rasulullah didatangi oleh seorang ibu (Sa’idah binti Jahzi) yang membawa serta anaknya yang baru berumur kurang lebih satu setengah tahun. Kemudian anak tersebut diminta oleh Rasulullah dan dipangkunya. Tatkala berada di pangkuan Rasululah, anak kecil tersebut kencing/ngompol. Karena mungkin segan anaknya telah mengotori pakaian Nabi, ibu tersebut dengan agak kasar menarik anaknya dari pangkuan Nabi. Nabi menasehati ibu tersebut, “Dengan air satu gayung, bajuku yang najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan, tetapi luka hati anakmu karena teriakan kasarmu dari pangkuanku tidak bisa kamu obati dengan bergayung-gayung air.” Dalam riwayat yang lain dikemukakan, “Suatu hari Rasulullah sedang memimpin shalat jama’ah dengan para sahabatnya, salah satu sujud dalam shalat yang dia lakukan cukup lama waktunya, sehingga mengundang keheranan sahabatsahabatnya. Setelah shalat jama’ah selesai, salah seorang sahabatnya bertanya, “Mengapa begitu lama Rasulullah

189

bersujud?” Jawab Rasulullah, “Di atas punggungku sedang bermain cucuku, Hasan dan Husein, kalau aku tegakkan punggungku, maka mereka akan terjatuh. Oleh karena itu, aku tunggu mereka turun dari punggungku, baru aku cukupkan sujudku.” Cerita populer di atas memberi pelajaran pada kita sebagai berikut: 1. Perlakuan kasar pada anak, baik dalam bentuk tindakan maupun ucapan, berdampak buruk pada perkembangan kepribadian anak di kemudian hari. 2. Rasulullah mengajarkan berperilaku lemah-lembut dan sayang kepada anak-anak karena Rasulullah sangat mengetahui bahwa tindakan kasar kepada anak berakibat buruk pada perilaku anak tersebut di kemudian hari. Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia! Beberapa tahun lalu kita dikejutkan oleh berita surat kabar ibu kota tentang penemuan mayat anak-anak yang mati karena tindakan kekerasan. Mayat anak-anak tersebut memiliki ciri-ciri: Rusak duburnya dan ada bekas sayatan di beberapa bagian tubuhnya. Berkat tindakan polisi yang cukup sigap, beberapa bulan kemudian tertangkap pembunuh anak-anak tersebut, yaitu Robot Gedek. Setelah yang bersangkutan menjalani pemeriksaan polisi dan psikiater kepolisian terungkap tentang latar belakang kehidupan Robot Gedek di waktu kecil yang penuh dengan kekerasan dan ketidakbahagiaan. Kehidupan masa kecil Robot Gedek penuh dengan pengalaman pahit. Cacian, penghinaan, pukulan, dan tendangan dari orang tuanya dan orang dewasa lain yang ada di sekitarnya. Akibatnya, pertumbuhan kepribadian Robot Gedek menjadi tidak normal. Pada satu sisi perilakunya

190

kelihatan cuek namun, pada sisi yang lain perilakunya sadis, terutama kepada orang yang secara fisik dan kedudukan lebih rendah dari dirinya. Fenomena Robot Gedek tersebut bisa terjadi pada anak siapa saja, termasuk anak kita, apabila anak-anak tersebut sejak masa kanak-kanak telah mendapatkan perlakuan buruk dari orang tuanya, orang dewasa lain, maupun masyarakat yang ada di sekitarnya. Akibatnya, setelah mereka dewasa, anakanak memiliki perilaku menyimpang (split personality) dengan gradasi yang berbeda-beda. Hasil penelitian Martha F. Erickson, yang dimuat dalam Jurnal Psikologi “Maltreatment” yang diterbitkan oleh Cambridge University, menemukan bahwa; 50 % ibu-ibu yang sadis pada anak-anaknya pada masa kecilnya diperlakukan secara sadis oleh orang tuanya. John Kaufman, dalam penelitiannya menemukan bahwa 30 % ayah yang berperilaku sadis pada anak-anaknya, pada masa kecilnya, diperlakukan sadis oleh orang tuanya. Judith Herman dalam penelitiannya menemukan bahwa 15 % pembunuh berdarah dingin yang ada di penjara Amerika, pada masa kecilnya, sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tuanya. Hasil penelitian di atas menunjukkan pada kita bahwa perlakuan buruk pada anak bisa berakibat buruk pada kehidupan dewasa anak-anak tersebut nantinya. Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia! Islam mengajarkan kepada kita bahwa anak adalah amanat Tuhan yang wajib dipelihara dan dididik dengan cara yang baik dan benar. Kehadiran seorang anak, yang digambarkan dalam sebuah hadits dalam keadaan suci dan bersih, akan dilukisi dan dicoreti oleh orang tuanya dengan gambar dan warna tinta yang beraneka ragam. Semuanya tergantung

191

kepada orangtua karena orangtua adalah pendidik yang utama dan pertama pada anak-anaknya. Orangtua yang beriman dan berilmu akan mengajari anaknya dengan cara memberi contoh dan teladan yang mulia, baik dalam ucapan dan tingkah laku. Mereka menyadari bahwa mengajar anak tidak cukup hanya memerintah dan melarang, tetapi yang lebih tepat adalah memberi contoh, sebagaimana Rasulullah mendidik umatnya. Rasulullah lebih banyak memberi contoh daripada memberi nasehat; dia lebih banyak melakukan daripada menganjurkan, sehingga umatnya dapat menirunya dengan tepat. Namun, sayang, keutamaan perilaku Rasulullah yang demikian tidak banyak dicontoh dan diteladani oleh umat Islam saat ini. Fenomena orangtua saat ini, dalam mendidik anak, tidak banyak mencontoh Nabi yang memperlakukan anak-anak dengan kasih dan perhatian, melindungi mereka, mendidiknya dengan cara memberi contoh yang baik dan benar, sehingga anak-anak tumbuh menjadi individu yang berakhlak mulia, terampil, dan berkepribadian mandiri. Orangtua saat ini banyak yang memperlakukan anaknya seperti bawahannya di kantor, anak buahnya di barak, ataupun buruhnya di pabrik atau sawah. Kata-kata yang diucapkannya hanya perintah dan larangan, sulit memberikan kata-kata pujian, penghargaan apalagi sanjungan. Komunikasi timbal-balik jarang dilakukan: dialog tidak pernah dibangun dalam interaksi dengan anggota keluarganya. Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia! Akibat dari cara mendidik anak sebagaimana dikemukakan di atas adalah munculnya anak-anak muda yang menyukai kekerasan dalam menyelesaikan masalah, mengedapankan pukulan daripada dialog, mengedepankan cacian daripada

192

pujian dalam menghadapi masalah. Akhirnya, saat ini, dapat disaksikan orang saling membunuh gara-gara uang Rp. 1000,-, bahkan gara-gara rebutan tempat ibadah pun orang saling serang dan saling bacok. Berlaku kasar dan emosional sebagaimana digambarkan di atas, di antaranya diakibatkan oleh cara mendidik mereka yang salah di waktu kecil. Mereka hanya dijejali doktrin dan dalil, tanpa diberi kesempatan untuk merenungkan, memikirkan dan mendialogkan tentang kebenaran dokrin dan dalil tersebut. Selain itu, mereka juga sudah mulai banyak memilih tokoh, pemimpin yang dapat dicontoh dan diteladani. Setiap hari anak-anak disodori oleh contoh-contoh pribadi yang hipokrit: pejabat yang mengkorup fasilitas dinas, wakil rakyat yang menerima suap, ilmuwan yang melacurkan idealisme akademiknya demi uang, kiai atau tuan guru yang menjadi makelar Kredit Usaha Tani (KUT) dan berbagai contoh lain yang menunjukkan ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan. Semua itu membuat pikiran anak-anak menjadi pusing, bingung, dan ruwet. Akhirnya, anak-anak menjadi anak-anak yang cuek, masa bodoh, dan tidak peduli, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya. Akhirnya, anak-anak lari pada dunia maya yang menjanjikan keenakan sesaat, seperti narkotika, minuman keras, dan obat-obatan psikotropika yang lain. Hal itu adalah salah satu contoh cara anak-anak tersebut tidak mempedulikan diri dan lingkungannya sebagai akibat dari perlakuan orangtua yang hipokrit dan mau menang sendiri. Kalau sudah seperti itu semua lepas tanggung jawab, saling tuding dan menyalahkan, tidak mau merenungkan diri bahwa orangorang tualah yang ikut andil berbuat salah dalam mendidik anak-anak.

193

Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia! Piaget mengemukakan bahwa cara berpikir anak-anak konkret. Anak akan mudah belajar tentang sesuatu apabila ada modelnya/contohnya. Contoh konkret bagi mereka adalah orang tuanya, yaitu individu yang setiap waktu dan hari berdekatan dengan mereka, baru setelah itu guru dan masyarakat sekitarnya. Mengingat cara berpikir anak itu konkret, sebagaimana dikemukakan di atas, maka cara mengajar mereka yang paling tepat adalah memberikan contoh. Apabila kita menginginkan ucapan anak kita lebih lembut, maka bicaralah dengan mereka secara lembut, apabila kita menginginkan mereka sopan tingkah lakunya, maka layanilah mereka dengan sopan santun; apabila kita menginginkan mereka berpikir rasional, maka tampilkan di hadapan mereka cara berpikir dan berperilaku rasional, begitu pula pada tingkah laku positif lain. Mendidik tidak sama dengan mengajar. Mendidik memerlukan ketulusan, keseriusan, dan wawasan luas tentang bidang yang akan dididikkan, sementara mengajar cukup hanya memerlukan penguasaan materi yang akan diajarkan dan metodologi mengajarkannya. Maka dari itu, sebagai orangtua, kita harus berupaya menyempurnakan peran kita sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak kita. Belajar dan belajar lagi merupakan cara tepat untuk menyempurnakan cara dan pengetahuan kita. Adapun belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja, tidak harus duduk di bangku sekolah. Hadirin, sidang Jum’at yang berbahagia!

194

Melalui forum yang mulia ini, marilah kita semua, termasuk diri saya, mulai mengoreksi diri. Betulkah cara-cara kita mendidik anak selama ini? Kalau ada yang salah, mari kita koreksi dan betulkan, kalau sudah benar menurut ajaran Islam dan pengetahuan, mari kita lanjutkan. Berikut ini dikutipkan beberapa hadits yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak: 1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Didiklah putraputrimu dan upayakanlah sebaik-baik pendidikan untuk mereka.” 2. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir ibnu Samurah, Rasulullah bersabda, “Sebenarnya seorang ayah mendidik anaknya adalah lebih baik daripada dia bersedekah dengan beras (4 liter).” 3. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Umar Ibnu Ash, Rasulullah bersabda, “ Cukup besar dosa seseorang, jika ia menyia-nyiakan pendidikan orang yang menjadi tanggungannya.” 4. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hajar dan Baihaqi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sebagian dari hak anak atas orang tuanya ialah memberinya nama yang baik, mengajarkannya baca-tulis dan menikahkannya jika sudah dewasa.” 5. Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Harits dan Baihaqi, “Mengajarlah dan janganlah bersikap bengis, sesungguhnya pengajar lebih baik daripada pembengis.” Semoga kita semua menjadi orang-orang yang bertanggung jawab kepada anak-anak kita. Apabila kita mati nanti dan menghadap kepada Allah di akhirat dengan bangga melaporkan diri bahwa kita telah menjalankan tugas memenuhi amanatnya, mendidik anak-anak titipan Allah, dengan cara-cara yang baik dan benar sesuai dengan ajaranNya dan teladan Rasul-Nya.

195

196

22 ANAK : AKU INGIN MENJADI HAMBA ALLAH YANG BAIK

Kaum muslimin rahimakumullah! Anak dalam rumah tangga, yang merupakan hasil dari sebuah pernikahan, sangat didambakan oleh sang suami maupun istri. Sebuah pernikahan yang sering kali banyak menghabiskan biaya terasa sangatlah gersang jika dalam perjalanannya tidak membuahkan anak, si buah hati. Hal itu wajar sekali karena memang pada dasarnya anak, di samping harta benda, adalah perhiasan hidup manusia di dunia ini. Sebagaimana firman Allah SWT. Sebagai berikut: Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. al-Kahfi [18]: 46). Anak yang menjadi perhiasan hidup keluarga tentulah anak yang membawa keberkatan, ketenangan, dan ketenteraman kehidupan keluarganya. Anak yang demikian inilah yang disebut anak saleh, yang selalu taat dan patuh kepada Tuhannya serta berguna bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat pada umumnya.

199

Namun, untuk menjadi anak yang saleh tidak segampang membalikkan telapak tangan. Artinya, menjadikan anak saleh itu melalui proses yang panjang, berliku-liku, dan harus melalui tindakan dan perbuatan nyata dari orangtua, yaitu yang disebut dengan proses pendidikan. Oleh karena itu, mendidik anak adalah suatu pekerjaan yang sangat mulia dan wajib dilakukan oleh orang tuanya, baik ibu maupun bapaknya. Allah SWT. berfirman:

Artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim [66]: 6). Dan sabda Rasulullah SAW.

Artinya: “Sesungguhnya orangtua yang mendidik anaknya itu lebih baik daripada ia bersedekah dengan satu sha’.” (HR. atTirmidzi). Kaum muslimin rahimakumullah! Anak membutuhkan makanan dan minuman jasmani (materi) yang bergizi dan berprotein cukup untuk memperkuat tubuh dan mengembangkannya. Selain itu, ia sangat membutuhkan makanan dan minuman rohani yang memperkuat mental dan jiwanya, terutama jika ia sudah menginjak remaja dan dewasa kelak. Makanan dan minuman yang diperoleh orangtua dengan cara yang halal banyak mempengaruhi sikap mental dan akhlak anak. Oleh karena itu, orangtua wajib menjaga makanan dan minuman anak-anaknya dan menjauhkannya dari yang haram dan bathil. Dalam hal makanan dan minuman rohani, pendidikan agama yang bertumpu pada pendidikan budi pekerti yang mulia

200

(akhlaq karimah) adalah sangat penting untuk dikonsumsi terlebih dahulu. Mengapa pendidikan itu sangat penting? Karena agama merupakan sumber moral. Agama adalah penolong dalam kesusahan. Orang yang menjalankan agama dengan benar akan tenang hidupnya karena ia selalu menyandarkannya kepada Allah SWT., baik dalam kondisi susah maupun senang. Ketika menghadapi kesulitan hidup ia bersabar, tahan banting, tidak putus asa, dan berkeluh kesah. Ketika mendapat nikmat ia bersyukur dan selalu menjaga nikmat itu agar tidak hilang dari tangannya. Kaum muslimin rahimakumullah! Pendidikan agama yang bertumpu pada pendidikan akhlaq karimah harus ditanamkan sedini mungkin oleh orangtua si anak, agar si anak kelak di kemudian hari menjadi anak yang baik (saleh). Pertama-tama orangtua harus menjadi suri tauladan yang baik bagi anak-anaknya dalam pergaulan sehari-hari, dalam beribadah kepada Allah, dalam berlaku jujur dan adil, dalam bersikap lemah lembut, berkata benar, dan sebagainya, terutama ketika anak itu masih balita. Pada fase ini anak belum banyak memahami kata-kata dan simbol yang abstrak. Anak harus dibiasakan dididik dengan perkataan dan perbuatan terpuji dan jangan sekali-kali berbuat atau berkata sebaliknya. Anak akan selalu mengikuti orang tuanya, kakaknya, atau orang lain yang lebih tua. Anak pada masa ini suci (bersih dari dosa). Oleh karena itu, orang tuanya harus tetap menjaga kesucian anak. Dalam rumah harus diciptakan suasana agamis yang baik bagi pertumbuhan akhlak anak. Perlu juga dipahami bahwa anak sangat membutuhkan rasa kasih sayang dari orang tuanya, tanpa harus dimanjamanjakan, tidak harus ditakut-takuti. Anak butuh harga diri, tanpa dicaci maki, dan butuh kebebasan, tanpa dikekang, dan lain-lain.

201

Kaum muslimin rahimakumullah! Pendidikan agama juga penting diselenggarakan di sekolah (pendidikan formal). Sekolah harus diupayakan menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak, di samping sebagai tempat pemberian ilmu pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Apabila pendidikan agama anak diabaian di sekolah, maka pendidikan agama yang telah diterima di rumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang, apalagi jika rumah tangga mengabaikan pendidikan agama anak itu. Sekolah harus mampu menciptakan suasana keagamaan yang kondusif bagi pertumbuhan jiwa dan akhlak anak. Peran guru di sekolah begitu strategis dan tidak boleh dianggap enteng. Kerja sama antara rumah, tempat anak itu berasal, dengan sekolah harus terus diperkuat. Di samping rumah dan sekolah sebagai pusat pendidikan agama anak, maka yang tak kalah pentingnya adalah lingkungan atau masyarakat, tempat anak itu bergaul. Lingkungan masyarakat yang rusak moralnya (budi pekertinya) sangat tidak membantu menciptakan anak menjadi orang yang baik di kemudian hari. Apa yang dilihat, didengar, dan diketahui di sekitar anak, baik di rumah, di sekolah, dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh dalam pertumbuhan mental dan akhlak anak. Demikianlah, khotbah yang sederhana ini kami sampaikan, mudah-mudahan ada manfaatnya. •

202

23 MENDIDIK ANAK MENGHORMATI ORANGTUA

Kaum muslimin rahimakumullah! Setiap anak manusia yang lahir ke dunia ini, mereka lahir dari perantaraan kedua orang tuanya (ibu-bapaknya). Ibu ialah wanita yang melahirkan seseorang. Al-Qur’an telah mengisahkan derita sengsara ibu dalam mengandung, melahirkan, menyusui, dan memelihara anaknya. Begitu pula betapa berat dan susahnya seorang bapak berusaha memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Semua pengorbanan ini mengharuskan seseorang untuk memikirkan dan merasakan betapa perlunya membalas budi kebaikan ibu dan bapak, sebagaimana firman-Nya dalam surat Luqman (31) ayat 14:

Artinya:”Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14).

205

Bagaiman cara anak berbuat baik dan bertindak beradab kepada ibu bapaknya? Islam memberikan tuntunan berbuat baik dan beradab kepada ibu bapak, antara lain sebagai berikut: 1. Berbicara dengan lemah lembut, dengan muka manis, dan tutur kata yang baik 2. Mendengarkan nasehat dengan baik dan tidak membuang muka ketika dinasehati. 3. Segera datang bila dipanggil dan menyahut dengan suara yang lebih rendah dari suara panggilan ibu bapaknya. 4. Menjalankan perintah ibu dan bapak selama tidak berlawanan dengan ajaran agama Islam. 5. Minta izin bila hendak bepergian. 6. Menjauhkan segala yang tidak menyenangkan hati atau larangan ibu bapak selama larangan itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. 7. Dengan sabar memelihara ibu bapak dan menjamin nafkahnya bilamana mereka telah tua atau tidak mampu. 8. Membantu meringankan pekerjaan ibu bapak menurut kemampuan. 9. Mendoakan kebaikan ibu bapak dan memintakan ampunan dari segala dosanya kepada Allah. 10. Berlaku baik dan sopan kepada sahabat dan teman-teman ibu bapak. 11. Meneruskan usaha yang telah dirintis oleh ibu bapak bilamana ada kemampuan untuk menggantikannya. 12. Bila berhadapan dengan ibu dan bapak tidak berlaku angkuh, tetapi wajib merendahkan diri. 13. Tidak mengucapkan kata “cih” atau “ah” atau kata lain yang sinonim kepada ibu bapak, sebab kata-kata seperti itu berarti menyatakan kebencian. 14. Memperlakukan ibu bapak dengan penuh kesopanan dan hormat, sekalipun ibu bapak tidak beragama Islam.

206

Kaum muslimin rahimakumullah! Anak-anak kita adalah manusia yang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Agar mereka mengetahui hak-hak orangtua dan mampu menunaikannya, maka orang tualah yang berperan dalam memberikan pendidikan dan pengajaran. Para orangtua harus mendidik dan mengajarkan perilaku hormat kepada orangtua seperti tersebut di atas secara bertahap dan konsisten. Pengajaran dan pendidikan tersebut bukan hanya bersifat transfer informasi, tetapi sangat memerlukan contoh-contoh dan ketaladanan dari orangtua. Sikap dan perilaku orangtua terhadap nenek dan kakeknya anak-anak, akan menjadi cerminan bagi anak-anak untuk bersikap terhadap orang tuanya masing-masing. Ada kemungkinan bahwa anak-anak, karena berbagai pengaruh yang diperolehnya dari lingkungan, menyebabkan mereka tidak memenuhi ketentuan berbuat baik kepada ibu bapak. Untuk menyikapi hal tersebut, maka pertama kali orangtua harus dengan sabar memberi nasehat dan peringatan kepada mereka akibat-akibat negatif yang ditimbulkan bila seorang anak tidak patuh kepada ibu bapak. Jika tidak mempan, maka demi kebaikan anak, kita perlu mengajaknya anak-anak kita duduk satu meja, berdialog lebih dalam, kita mengkomunikasikan kepada mereka bahwa perilaku mereka sudah di luar kewajaran dan tidak bisa ditoleransi lagi. Pada kesempatan tersebut, orangtua dapat menawarkan pilihan-pilihan kepada anak, jika mereka melakukan pelanggaran lagi, maka mereka akan dikenakan sanksi. Sebaiknya sanksi tersebut ditentukan oleh anakanak sendiri. Dengan demikian, ketika mereka melanggar berarti mereka menghukum dirinya sendiri. Orangtua harus menjalankan pendidikan semacam ini agar kelak anakanaknya benar-benar bisa menjadi anak yang saleh seperti digariskan oleh agama.

207

Mendidik anak memang tidak bisa hanya dengan nasehat semata-mata. Oleh karena itu, berbagai metode pendidikan dan pengajaran harus dicoba diterapkan oleh orangtua sampai memperoleh hasil yang diinginkan sejalan dengan ketentuan syari’ah. Tujuan kita mendidik anak agar berlaku beradab kepada orangtua adalah supaya mereka tidak durhaka terhadap ibu bapaknya karena perbuatan itu termasuk dosa besar. Rasulullah SAW. bersabda:

Artinya: ”Inginkah kuberitahukan kepadamu tentang dosadosa besar yang paling besar?” Nabi mengucapkan tiga kali, Mereka menjawab, “Benar ya Rasulallah”, Nabi bersabda, “Mempersekutukan Allah, durhaka terhadap ibu bapak,dan kesaksian palsu.” Dalam sabdanya yang lain, Nabi bersabda:

Artinya: ”Dua masalah yang disegerakan azabnya di dunia ini adalah menyekutukan Allah dan durhaka terhadap ibu bapak.” Kaum muslimin rahimakumullah! Pada masa hayat Nabi SAW. pernah terjadi seorang sahabat bernama Alqamah mengalami penderitaan maut yang hebat. Beberapa hari lamanya ia mengalami koma (tidak sadarkan diri, tetapi belum mati). Kemudian sahabat-sahabat datang kepada Nabi dan memberitakan hal tersebut dan Nabi pun datang menjenguknya. Kemudian Rasulullah menyatakan bahwa Alqamah sedang mengalami azab karena pernah menyakiti hati ibunya, sedangkan ibunya belum mau

208

memaafkannya. Kemudian Rasulullah mengundang ibunya, ketika ibunya datang, Rasulullah bertanya apakah ia mau memberi maaf kepada anaknya supaya ia dapat segera melalui sakaratul maut-nya dengan baik. Sang ibu hanya diam. Kemudian Nabi menyuruh para sahabat mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Alqamah. Ketika sang ibu mendengar Rasulullah bersabda seperti itu, ia dengan cepat mengatakan kepada Rasulullah kesediaannya memaafkan putranya. Setelah sang ibu memberikan maaf kepada Alqamah, tak lama kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya. Inilah bukti kebenaran sabda Rasulullah itu. Agar anak dapat menghayati dengan baik dan menjalankan ketentuan menghormati orangtua, diperlukan contoh dari orang tuanya sendiri dalam berperilaku kepada ibu bapak kandungnya atau nenek kakek dari anak-anak itu. Dengan menyaksikan secara riil praktek orangtua dalam menghormati nenek kakek mereka, maka anak-anak akan mudah melakukan ketentuan menghormati orang tuanya yang telah ditetapkan oleh Islam itu. Sebaliknya, bila orang tuanya ternyata tidak menghormati nenek kakek mereka, maka sulit bagi anak-anak untuk mematuhi perintah yang telah ditetapkan oleh agama dalam menghormati orang tuanya. Tegasnya, teladan orangtua dalam menghormati nenek kakek mereka jauh lebih penting daripada sekedar menyampaikan petuah-petuah kepada mereka. Bila orangtua mengharapkan anak-anaknya hidup sebagai anak yang saleh, terutama sekali semasa orang tuanya masih hidup dapat menikmati penghormatan dari ank-anaknya sebagai pelaksanaan pelajaran agama, maka diharapkan orangtua selalu memberikan segala didikan dan ajaran berdasarkan pada ketentuan agama. Dengan berpijak pada aturan agama ini, insya Allah anak-anak akan mudah diajak untuk menghormati nya. Orangtua yang menyaksikan ketaatan dan kesetiaan anak-anak kepada diri mereka, niscaya akan merasakan

209

kebahagiaan hidup yang sangat tinggi di dunia. Setiap hari matanya selalu disejukkan oleh hiasan kehidupan yang indah di dalam keluarganya. Semoga khotbah singkat ini bermanfaat bagi kita dalam menyiapkan anak-anak kita yang taat dan patuh kepada kedua orangtua yang melahirkanya. Amin. •

210

24 MENDIDIK ANAK MENGHARGAI SESAMA MANUSIA

.

Kaum muslimin rahimakumullah! Allah menciptakan manusia agar saling berinteraksi dan bergaul dengan baik, sekalipun berbeda suku dan bangsanya. Adanya berbagai macam suku dan bangsa sama sekali tidak berarti bahwa derajat dan harkat manusia itu berbeda. Semua manusia, yang berkulit hitam maupun putih, kaya ataupun miskin, bodoh ataupun pandai, semuanya dari asal yang sama, yaitu berasal dari Nabi Adam AS. Jadi, tidak ada alasan manusia membanggakan bangsa dan sukunya. Justru dengan adanya bermacam-macam suku dan bangsa, Allah menghendaki agar tercipta kompetisi saling mengisi kelemahan yang satu dengan yang lain, sehingga tercipta kehidupan dunia yang utuh, bukan untuk saling berperang atau saling merendahkan. Allah berfirman dalam QS. alHujurat (49) ayat 13:

213

Artinya: ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat [49]: 13). Karena tugas kita adalah saling menciptakan hubungan yang harmonis dalam masyarakat, maka sikap-sikap yang harus ditumbuhkan adalah sikap-sikap yang baik, sedangkan sikap-sikap yang tercela harus dihindarkan. Pokok terciptanya keharmonisan dalam masyarakat adalah akhlak yang baik, sedangkan akhlak yang buruk akan menyebabkan permusuhan, kebencian, dendam, dan bahkan saling membunuh. Hal tersebut tidak dibenarkan oleh Alllah dan Rasul-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah:

Artinya: ”Seorang hamba dengan akhlak baiknya dapat mencapai derajat tertinggi di akhirat, kedudukan yang terhormat, sekalipun dia kurang ibadahnya. Sesungguhnya dia akan mencapai tempat yang paling bawah di neraka Jahannam karena akhlaknya yang buruk.” Berperilaku dan berkata buruk terhadap sesama manusia merupakan akhlak yang tercela yang tidak dibenarkan oleh agama Islam. Oleh karena itu, setiap orangtua muslim mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk menanamkan kepada anak-anaknya sikap hormat kepada sesama manusia tanpa memandang agama, warna kulit, dan suku bangsa. Agar para orangtua mampu melaksanakan

214

kewajibannya tersebut, maka mereka sendiri harus mengetahui secara praktis hal-hal yang menjadi garis ajaran Islam tentang akhlak yang baik kepada sesama manusia. Kaum muslimin rahimakumullah! Islam sangat menghargai adanya perbedaan keyakinan manusia. Penghargaan terhadap keyakinan yang berbeda tersebut tampak dalam ajaran-ajaran Islam yang terkait dengan akhlak kepada sesama manusia. Dalam hubungan dengan akhlak terhadap sesama manusia, Islam membedakan dua jenis akhlak, yaitu akhlak terhadap saudara sesama muslim (satu agama) dan akhlak terhadap saudara nonmuslim. Akhlak terhadap sesama muslim, antara lain (a) memberi salam bila bertemu dan menjawabnya bila diberi salam, (b) berjabat tangan, tetapi antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram tidak boleh berjabat tangan walaupun tanpa disertai nafsu, (c) murah senyum dan berkata dengan lemah lembut, (d) membantunya bila dalam kesulitan, (e) tidak menggunjingnya dan mencegah orang lain menggunjingnya, (f) tidak memakinya atau menjelek-jelekkan keturunannya. Sesama muslim harus diciptakan adanya kesetiakawanan atau yang disebut ukhuwah Islamyiyah, yaitu persaudaran sesama muslim, caranya ialah menjaga ikatan persaudaraan, saling membantu dan tolong-menolong, menasehati yang berbuat keliru, tidak menghina, memberikan bantuan pada saat mereka kesusahan. Dalam kehidupan seharihari, orangtua hendaknya menunjukkan perhatian kepada sesama muslim sehingga anak-anak merasakan bahwa pergaulan orang tuanya dengan sesama muslim baik. Anak juga dijelaskan bahwa antara sesama muslim ada hak dan kewajiban.

215

Semua orang Islam bertuhan satu, yaitu Allah. Kitab sucinya satu, yaitu Al-Quran. Rasulnya satu, yaitu Muhammad Rasulullah. Kiblatnya satu, yaitu Ka’bah di Mekkah. Puasa wajibnya sama, yaitu pada bulan ramadhan. Shalat wajibnya sama, yaitu lima waktu. Ibadah hajinya sama-sama di Mekkah. Oleh karena itu, umat Islam ibarat saudara sekandung. Allah Berfirman dalam QS.Al-Hujurat (49) ayat 10:

Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat [49]: 10). Nabi SAW. mengatakan bahwa orang Islam satu dengan yang lain laksana gigi sisir. Nabi pun mengatakan bahwa orang beriman satu dengan yang lain ibarat anggota badan. Kalau salah satu anggota badan sakit, maka seluruh badan ikut merasakan sakit sehingga tidak bisa tidur pada malam harinya. Orang Islam di dunia ini berkebangsaan bermacam-macam, mempunyai warna kulit yang bermacammacam, tetapi mereka ini bersaudara dalam persaudaraan Islam. Kewajiban orang yang bersaudara adalah menjaga kehormatannya, tidak saling bermusuhan, tidak mencela, tidak menyakiti hati, dan tidak saling merugikan. Sikap umat Islam wajib menjaga hubungan persaudaran dengan baik, dan tidak boleh sekali-kali memutuskan hubungan persaudaraan Islam ini. Kaum muslimin rahimakumullah! Terhadap saudara kita yang nonmuslim, Islam mengajarkan akhlak-akhlak sebagai berikut: (a) tidak menjelek-jelekkan agamanya, (b) tidak mengganggu ketenangannya beribadah,

216

(c) tidak boleh melontarkan kata-kata permusuhan, (d) membantu keperluannya sejauh tidak bertentangan dengan syari’at Islam, (e) menghormati upacara agamanya dengan cara-cara yang baik sesuai syari’at Islam, (f) menyampaikan ajaran Islam dengan baik kepada mereka atau berdiskusi mengenai kebenaran jalan hidup dengan mereka secara arif dan bijak. Orangtua seharusnya memberikan contoh bahwa dalam menghadapi siapa saja selalu menggunakan tutur kata yang baik dan sikap yang penuh sopan santun. Anak pun dididik agar tidak membeda-bedakan orang dalam menghadapi mereka. Sekalipun yang datang seorang miskin berpakaian compang-camping, janganlah mereka dibentak, apalagi diusir. Sebaliknya, bila yang datang orang yang kaya, janganlah menyambutnya dengan sikap merendah, seperti budak kepada tuannya. Semuanya dihadapi dengan akhlak Islam. Dalam menghormati sesama manusia, kita tidak boleh melakukan hal-hal yang berlebih-lebihan, misalnya karena dia berpangkat, ketika menghadapnya, kita tunduk seperti orang sedang ruku’ atau sujud. Sikap semacam ini bertentangan dengan martabat manusia yang dinyatakan oleh Allah bahwa manusia itu dijadikan mulia. Karena itu, tidak ada orang yang boleh kita perlakukan secara berlebih-lebihan walaupun dia raja atau presiden sekalipun. Cara yang layak ialah menghadapi setiap orang dengan wajah berseri, senyum,dan kata-kata yang baik. Kaum muslimin rahimakumullah! Anak-anak kita harus diberi pengertian bahwa tanggung jawab umum terhadap sesama manusia adalah saling memelihara keselamatan dan kesejahteraan, untuk menciptakan kehidupan dunia yang damai. Dengan demikian, kita tidak

217

boleh mengorbankan aqidah dan ibadah agama kita hanya sekedar untuk menjaga kerukunan dengan orang lain. Kalau hal itu dilakukan, maka kita termasuk dalam kategori mencampur kebenaran dengan kebatilan. Hal semacam itu dilarang keras oleh Allah, sebagaimana yang tercantum dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 42:

Artinya: ”Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 42). Pengertian mencampur aduk yang hak dengan yang batil pada ayat ini bisa dilihat dari contoh kasus berikut: bila kita diundang prosesi ritual agama lain, maka kita tidak boleh mendatanginya. Kita pun harus melarang anak kita mendatanginya. Insya Allah, dengan mempraktekkan petunjuk Islam tentang bagaimana menghormati sesama, baik yang seaqidah maupun yang tidak seaqidah, akan terbentuk pribadi yang saleh dalam diri anak-anak kita.•

218

25 ETIKA KOMUNIKASI, TUJUAN, DAN MATERI PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah. Salah satu hak dasar yang dimiliki anak, menurut Undangundang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Hal ini ditegaskan dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang tersebut, yang menyatakan sebagai berikut: “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Sekilas tampak bahwa pernyataan dalam pasal tersebut cukup sederhana dan jelas, sehingga para penyusun UU tersebut tidak memandang perlu menyertakan penjelasan lebih lanjut. Namun, jika ditelaah lebih jauh, sesungguhnya pernyataan tersebut mengandung spektrum persoalan yang kompleks. Kompleksitas persoalan itu terutama terletak pada kata pendidikan. Dari segi jalurnya, pendidikan itu ada yang formal, yaitu yang ditempuh melalui sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar (Sekolah Dasar) hingga perguruan tinggi; jalur non formal, yaitu pendidikan tambahan di luar sekolah untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu;

221

dan jalur informal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara alamiah dalam rumah tangga dan masyarakat. Kompleksitas itu bertambah jika dikaitkan lagi dengan tujuan, materi, metode, subyek, dan lingkungan pendidikan. Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah. Pada kesempatan khotbah ini saya tidak bermaksud mengajak jamaah untuk merambah belantara kompleksitas masalah pendidikan itu secara keseluruhan. Saya hanya ingin mengajak jamaah untuk merenungkan dan menghayati pemenuhan hak pendidikan dan pengajaran anak yang dapat dilaksanakan sendiri oleh setiap orangtua dalam setiap rumah tangga sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Masalah ini termasuk dalam lingkup pendidikan informal. Sehubungan dengan hal ini ada untaian firman Allah dalam AlQur’an yang sangat perlu kita renungkan dan hayati dengan seksama, yaitu Surat Luqman ayat 13-19.

222

Artinya: 13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. 14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian

223

hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji SAWi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. 17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. Untaian firman Allah di atas mengandung pelajaran tertentu tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan pemenuhan hak pendidikan anak dalam rumah tangga. 1. Komunikasi pendidikan orangtua – anak. Firman Allah di atas mengandung pelajaran bahwa komunikasi yang harus dikembangkan oleh orangtua dalam atau ketika mendidik anaknya adalah komunikasi yang disertai dengan rasa kasih sayang dan cinta. Hal ini tersirat dalam ungkapan sapaan ayah terhadap anaknya dalam ayat 13, 16, dan 17 dengan mengunakan kata wahai anakku (yâ bunayya). Ungkapan wahai anakku tidak mungkin dapat keluar dari mulut sang ayah jika jiwanya tidak diliputi rasa kasih sayang dan cinta yang dalam pada anaknya. Oleh karena itu, dapat kita tarik pelajaran bahwa pendidikan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya haruslah dilakukan

224

dengan disertai rasa sayang dan cinta. Hal ini merupakan penolakan terhadap pola kekerasan dalam proses pendidikan dan penegakkan disiplin pada diri anak. Sayangnya hingga saat ini masih banyak orangtua yang tega melakukan berbagai kekerasan terhadap anak (child abuse), seperti bentakan, pemukulan, dan penyiksaaan. 2. Tujuan pendidikan orangtua terhadap anaknya Pendidikan yang dilakukan orangtua terhadap anaknya, khususnya pada tahap-tahap awal perkembangan sang anak, hendaknya lebih ditujukan kepada penanaman tauhid (keimanan kepada Allah), ketaatan beribadah, dan keluhuran budi pekerti (akhlâq al-karîmah). Penanaman tauhid itu diarahkan pada pengenalan akan prinsip keesaan Allah (ayat 13) dan ke-Maha Hadiran-Nya (ayat 16) sedemikian rupa sehingga sang anak senantiasa merasakan diawasi oleh Allah di segala waktu dan tempat. Rasa diawasi oleh Allah ini pada gilirannya akan membentengi setiap anak dari kehendak untuk melakukan perbuatan yang terlarang. Penekanan tujuan pendidikan masa kanak-kanak pada tauhid, ibadah dan akhlak ini sangat sesuai dengan kedaan diri anak yang belum jauh beranjak dari kondisi fitrah kelahirannya. Hal ini tidak berarti bahwa tujuan yang lain tidak penting, seperti pengetahuan umum dan keterampilan. Islam pun sangat memandang penting kepada dua hal terakhir ini sebagaimana tersirat dari sanjungan Al-Qur’an terhadap orang-orang yang kuat dan berilmu sebagai orang-orang yang derajatnya tinggi di sisi Allah. Namun demikian, dua hal terakhir ini dapat diperoleh melalui dan disediakan oleh berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal secara lebih professional disertai dengan fasilitas yang memadai dan metode yang efektif.

225

3. Materi pendidikan orangtua terhadap anak. Sesuai dengan tujuan pendidikan seperti tersebut di atas, maka materi pendidikan orang terhadap anaknya haruslah tentang ketauhidan, ibadah dan akhlak. Sumber belajar dapat berupa wahyu, dapat pula berupa fenomena alam semesta yang dalam ayat-ayat di atas disimbolkan dengan langit dan bumi beserta material yang ada di dalamnya, juga berupa kehidupan manusia itu sendiri, baik dalam lingkup kecil keluarga maupun masyarakat. Pergaulan kehidupan manusia itu sendiri, baik dalam lingkup kecil keluarga maupun masyarakat merupakan laboratorium bagi anak untuk mempelajari, menghayati, dan mempraktekkan budi pekerti luhur, yang dalam ayat-ayat di atas disimbolkan dengan berbakti kepada kedua orangtua dan larangan berlaku sombong terhadap sesame manusia. Demikianlah khotbah singkat yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Semoga kita semua yang hadir di sini dapat menjadi orangtua yang baik yang menunaikan hak pendidikan anak dalam rumah tangga. Amin ya rabb alalamin.

226

CONTOH KHOTBAH II

227

228

229

230

231