KERACUNAN NITRAT-NITRIT PADA TERNAK RUMINANSIA DAN UPAYA

Download Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007. 153. Nitrat ... maka proses reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit perlu .... enzim nitrat reduktase u...

0 downloads 335 Views 160KB Size
KERACUNAN NITRAT-NITRIT PADA TERNAK RUMINANSIA DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Yuningsih Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Kotak Pos 151, Bogor 16114

ABSTRAK Keracunan nitrat merupakan masalah utama pada ternak ruminansia. Keracunan disebabkan ternak mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat tinggi akibat pemupukan. Di dalam rumen, nitrat akan direduksi menjadi nitrit yang toksik. Jika diabsorpsi darah, nitrit akan mengubah pembentukan Hb (Fe2+) menjadi MetHb (Fe3+) dalam darah sehingga darah tidak mampu membawa oksigen. Akibatnya jaringan kekurangan oksigen (hypoxia). Bila kandungan MetHb dalam darah mencapai 80−90% maka ternak akan mati. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu diketahui proses keracunan nitrat pada ternak dengan menganalisis kandungan nitrat dalam pakan (hijauan) dan air minum. Perlu pula mendiagnosis keracunan nitrat berdasarkan gejala yang timbul dan menganalisis kandungan nitrat dalam pakan. Pengobatan keracunan nitrat pada ternak dilakukan dengan menginjeksikan larutan methylene blue untuk mereduksi MetHb menjadi Hb. Pencegahan yang utama ialah dengan memantau kandungan nitrat dalam hijauan sebelum diberikan pada ternak. Kata kunci: Ruminansia, keracunan, nitrat, nitrit, pakan hijauan, air minum

ABSTRACT Nitrate-nitrite poisoning on livestock and their prevention Nitrate poisoning is a major problem of toxicity in ruminant because of fertilization effect in plant which can lead to nitrate accumulation. In the rumen, nitrate is reduced to toxic nitrite. Nitrite converts haemoglobin (Fe2+) to methaemoglobin (Fe3+), which does not bind or transport oxygen, leading to hypoxia. Death of animal occurs if about 80−90% MetHb concentration found in the blood. To diagnose nitrite poisoning, concentration of nitrate in forage or drinking water will be very important. Diagnosis of nitrate poisoning could be done by analyzing proper clinical signs and nitrate content in feed samples. Injection of methylene blue to reduce MetHb to Hb is important to prevent animal from nitrate poisoning. Management guidelines for reducing poisoning risk as prevention of poisoning is recommended. Keywords: Ruminants, poisoning, nitrate, nitrite, forages, drinking water

N

itrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion nitrat (ion-NO)3, kalium nitrat (KNO3), dan nitrogen nitrat (NO3-N). Ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stoltenow dan Lardy 1998; Cassel dan Barao 2000). Sebenarnya nitrat tidak toksik terhadap hewan. Namun, konsumsi dalam jumlah yang berlebihan dan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan keracunan, karena dengan bantuan bakteri rumen, nitrat akan direduksi menjadi nitrit yang 10 kali lebih toksik dari nitrat. Selanjutnya, ion nitrit diserap dalam darah, dan bila terjadi kontak dengan eritrosit, nitrit akan mengoksidasi Fe+2 dalam haemoglobin Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

(Hb) menjadi Fe3+ membentuk methaemoglobin (MetHb). Kandungan MetHb dalam darah 30−40% dapat menimbulkan gejala klinis, dan bila kandungannya mencapai 80−90% akan menyebabkan kematian pada ternak (Clarke dan Clarke 1976; Osweiler et al. 1976). Menurut Robson (2007), beberapa hewan dapat mentoleransi kandungan MetHb sampai 50% tanpa menimbulkan gejala sakit. Namun, bila kandungan MetHb melebihi 80% akan menyebabkan kematian pada hewan. Mengingat bahaya nitrit bagi ternak maka proses reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit perlu diketahui. Salah satu faktor yang mempercepat reaksi reduksi tersebut adalah kandungan nitrat yang tinggi dalam hijauan pakan yang dikonsumsi ternak. Namun, bila rasio karbohidrat dalam pakan hijauan tersebut tinggi maka

pembentukan nitrit dapat dicegah, karena nitrat diubah menjadi amonia. Di Inggris, selain pada hewan, keracunan nitrat-nitrit juga ditemui pada manusia, dengan gejala methaemoglobinaemia, yaitu MetHb dalam darah meningkat, dan kanker perut. Penyebabnya adalah dalam beberapa tahun mengkonsumsi sayuran yang ditanam pada lahan yang dipupuk nitrogen (N) secara berlebihan, sehingga terjadi akumulasi nitrat pada batang, akar, dan daun. Mengkonsumsi air dari sumber air di sekitar lahan yang tercemar juga akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tubuh dan menaikkan MetHb dalam darah, sehingga menyebabkan terjadinya methaemoglobin-aemia. Dalam tubuh, nitrit juga berpotensi membentuk senyawa nitrosamid, suatu senyawa penyebab kanker terutama 153

kanker perut (Forman et al. 1985). Tulisan ini menginformasikan potensi keracunan nitrit-nitrat pada ruminansia dan upaya pencegahannya.

SUMBER NITRAT-NITRIT Nitrat-nitrit yang menyebabkan keracunan pada ternak berasal dari tanaman atau hijauan pakan serta air minum yang tercemar nitrat. Pemberian pupuk amonium nitrat dan kalium nitrat pada tanaman yang memiliki sifat sebagai akumulator nitrat, akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tanaman tersebut. Kedua jenis pupuk N tersebut mempunyai efek akumulasi nitrat yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk amonium sulfat atau urea (Cassel dan Barao 2000).

Nitrat dalam Tanaman Kandungan nitrat yang tinggi pada tanaman disebabkan oleh akumulasi nitrat dalam jaringan pertumbuhan tanaman, kecuali dalam buah atau biji. Akumulasi nitrat pada bagian batang lebih tinggi daripada dalam daun. Tabel 1 menyajikan kandungan nitrat pada bagian-bagian tanaman jagung; kandungan nitrat dalam batang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daun (Stoltenow dan Lardy 1998). Pada bagian batang, kandungan nitrat paling tinggi terdapat pada sepertiga batang bagian bawah. Hal ini karena posisinya lebih dekat dengan permukaan tanah sehingga akan lebih banyak mengabsorbsi nitrat. Pada musim kemarau, nitrat banyak yang tidak terlarut atau tidak terbuang karena tidak ada hujan. Akibatnya, nitrat banyak yang diserap tanaman. Akumulasi nitrat dalam tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor (Osweiler

et al. 1985; Cassel dan Barao 2000; Hartwig dan Barnhart 2001; Robson 2007), antara lain: 1) Spesies tanaman. Lebih dari 60 jenis tanaman mengandung nitrat yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak. Beberapa spesies di antaranya mempunyai sifat sebagai akumulator atau mengakumulasi nitrat dalam jaringan tanaman, seperti jagung, gandum, dan sorgum. 2) Kandungan dan bentuk nitrogen dalam tanah. Tanah yang mengandung nitrogen dalam bentuk nitrat atau amonia yang tinggi akan mempercepat penyerapan nitrat oleh tanaman. 3) Kondisi tanah. Keadaan tanah yang lembap dan asam akan mempercepat penyerapan nitrat oleh tanaman, karena nitrat lebih mudah larut dalam air. Penyerapan nitrat juga lebih cepat pada tanah yang memiliki kandungan molibdenum rendah, kekurangan sulfur atau fosfor, serta suhu rendah (55oF). Aerasi tanah yang cukup dapat mempercepat proses nitrifikasi sehingga nitrat lebih cepat diserap tanaman. Kondisi tanah yang kekeringan akan menyebabkan berkurangnya nitrat yang terlarut dan konsentrasi nitrat dalam tanah menjadi tinggi dan diserap oleh tanaman. 4) Kurangnya aliran cahaya. Cahaya diperlukan untuk mengatur aktivitas enzim nitrat reduktase untuk mencegah akumulasi nitrat. 5) Penggunaan herbisida. Herbisida phenoxyacetic yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman akan meningkat-

Kandungan nitrat nitrogen (ppm)

Tabel 1. Kandungan nitrogen nitrat dalam 28 sampel tanaman jagung yang mengalami kekeringan.

< 4.400 4.400− 6.600

0 −1.000 1.000−1.500

Kandungan nitrat (ppm NO 3N)

6.600− 8.800

1.500−2.000

8.800−15.400

2.000−3.500

15.400−17.600

3.500−4.000

> 17.600

> 4.000

Daun Pelepah daun 1/3 batang atas 1/3 batang tengah 1/3 batang bawah Keseluruhan bagian tanaman

64 17 153 803 5.524 978

Nitrat dalam Tanah Nitrat dalam tanah diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Lebih dari 90% N diserap tanaman dalam bentuk nitrat (Brown et al. 2004). Sumber N adalah pupuk, baik pupuk organik maupun anorganik (pupuk kimia). Nitrogen dalam kedua jenis pupuk tersebut umumnya dalam bentuk nitrogen amonium (NH4+), yang kemudian dengan cepat diubah menjadi nitrat dalam tanah.

Tabel 2. Gambaran efek nitrat dalam hijauan (berat kering) terhadap ternak. Ion NO 3 (ppm)

Bagian tanaman

kan konsentrasi nitrat mencapai level maksimum dalam 3−5 hari setelah perlakuan herbisida. Agar hijauan aman bagi ternak maka perlu ada nilai ambang batas nitrat dalam bobot kering atau bobot basah. Menurut Houston et al. (1973), ambang batas nitrat dalam rumput segar adalah 2.000 mg/kg. Untuk hijauan dalam bentuk kering, kandungan nitrat lebih dari 1,76% dapat menyebabkan keracunan (Cassel dan Barao 2000). Osweiler et al. (1976) menyatakan, ternak akan keracunan akut bila mengkonsumsi hijauan kering yang mengandung nitrat lebih dari 1%. Di alam, senyawa nitrat ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu ion NO3, Nnitrogen, dan KNO 3 . Masing-masing senyawa tersebut mempunyai efek yang sama terhadap ternak pada konsentrasi yang berbeda, seperti terlihat pada Tabel 2 dan 3. Ketiga bentuk senyawa nitrat tersebut dapat dinyatakan secara bersamaan dengan memperhatikan nilai faktor konversinya (Brown et al. 2004; Kvasnicka dan Krysl 2005; Tabel 4).

Pemberian pada ternak dan efeknya Aman diberikan jika pakan dan air seimbang Tidak ada efeknya pada ternak yang tidak bunting; paling sedikit sampai 50% berat kering untuk ternak bunting; dapat menurunkan nafsu makan dan produksi serta menyebabkan keguguran Paling sedikit sampai 50% untuk semua ternak; mungkin mulai terlihat gejala dan mati Paling sedikit sampai 35−40% berat kering dan tidak diberikan pada ternak bunting Paling sedikit sampai 25% berat kering dan tidak diberikan pada ternak bunting Sangat toksik bagi ternak

Sumber: Cassel dan Barao (2000).

Sumber: Cassel dan Barao (2000).

154

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

serta mencemari sumber air di sekitarnya. Apabila kandungan bakteri pengikat N dalam tanah tinggi maka kandungan nitrat akan makin meningkat pula. Sumber air yang sering tercemar nitrat adalah sumber air yang tidak terpelihara (tidak pernah digunakan) dengan kedalaman yang cukup dangkal, air danau, serta sumber air yang berdekatan dengan lahan pertanian yang dipupuk N dengan takaran tinggi (Stoltenow dan Lardy 1998; Cassel dan Barao 2000). Ambang batas nitrat dalam air minum yang aman dikonsumsi ternak penting diketahui. Untuk ayam, ambang batas nitrat dalam air minum adalah 45 mg/l dan untuk nitrit 1 mg/l (Arkhipov 1989). Menurut Peraturan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KLH/02/1988, ambang batas nitrit yang diperbolehkan adalah 0,06 mg/l, yaitu kriteria untuk air minum golongan C (air untuk perikanan dan peternakan). Rendahnya nilai ambang batas nitrit dalam air menunjukkan bahwa nitrit cukup berbahaya bagi hewan akuatik. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya kasus keracunan nitrit pada ikan dan udang (Gutzmer dan Tomasso 1985; Tomasso dan Carmichael 1986; Daniels et al. 1987; Chen dan Chin 1988; Yuningsih 2007). Keracunan nitrit juga terjadi pada itik (Yuningsih 1998), karena hewan tersebut menyukai tempat yang basah. Menurut Tomasso et al. (1979), efek nitrit pada hewan akuatik tidak hanya ditentukan oleh konsentrasinya, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti keadaan pH, suhu, dan konsentrasi klorida. Sebagai contoh adalah kasus kematian udang pada salah satu tambak

Tabel 3. Kandungan nitrat dalam tanaman dan air serta rekomendasi pemberiannya pada ternak. Kandungan (ppm)

Bahan KNO3 Tanaman

NO3N

0 −10.000

0−1.500

10.000

1.500−4.500

> 30.000 Air

0−6.500 6.500−20.000

> 4.500

> 20.000

0 −100

0−720

Rekomendasi pemberian pada ternak

NO3

0 −400

720−2.100

100−300

400−1.300

> 2.100

> 300

> 1.300

Umumnya aman untuk ternak Terjadi masalah pada level ini sehingga harus dicampur dengan tanaman lain Berbahaya bagi ternak (toksik) Umumnya aman dikonsumsi ternak Terjadi masalah. Perkiraan ada efek tambahan dengan adanya nitrat dalam makanan Berbahaya dan menyebabkan keracunan

Sumber: Stoltenow dan Lardy (1998).

Tabel 4. Formula yang digunakan untuk melaporkan kandungan nitrat dalam pakan dan air. Senyawa asal Nitrat-N (NO 3 N) Nitrat-N (NO 3 N) Nitrat (NO 3-) Nitrat (NO 3-) Potasium nitrat (KNO 3) Potasium nitrat (KNO 3)

Faktor konversi

Senyawa yang dihasilkan

4,43 7 0,23 1,63 0,61 0,14

Nitrat (NO 3-) Potasium nitrat (KNO 3) Nitrat-N (NO 3 N) Potasium nitrat (KNO 3) Nitrat (NO 3-) Nitrat-N (NO 3 N)

Sumber: Brown et al. (2004); Kvasnicka dan Krysl (2005).

Hb

s

s

NO2 masuk dalam darah

MetHb

Dalam tubuh ternak Masuk ke dalam rumen dengan adanya bakteri Pupuk nitrogen Kotoran ternak

Diserap oleh tanaman s

Permukaan tanah t

Bakteri

Bakteri NO2 nitrit

NO 3 nitrat s

Proses nitrifikasi

s

NH3 Amonia

s

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

s

Peningkatan skala usaha peternakan biasanya akan dihadapkan pada permasalahan dalam pembuangan kotoran

NO3 direduksi

t

Nitrat-Nitrit dalam Air

kandang. Pembuangan kotoran kandang ke dalam tanah secara terus-menerus tanpa melalui saluran khusus, akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tanah

t

Oleh karena itu, pemberian pupuk yang berlebihan akan meningkatkan kandungan nitrat dalam tanah dan tanaman. Pembuangan kotoran kandang secara terus-menerus tanpa melalui saluran khusus ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan amonia dalam tanah. Selanjutnya, melalui proses nitrifikasi, terjadi pembentukan nitrat-nitrit dari amonia dalam tanah yang kemudian diserap oleh tanaman. Bila tanaman yang mengandung nitrat tinggi tersebut dimakan oleh ternak maka nilai MetHb dalam darah ternak meningkat yang selanjutnya menyebabkan keracunan. Siklus proses terjadinya keracunan nitrat pada ternak disajikan pada Gambar 1 (Jones 1988).

Gambar 1. Diagram alur penyerapan nitrat oleh tanaman dan masuk ke dalam tubuh ternak. 155

udang di Sukabumi. Pada kasus tersebut, jumlah udang yang mati pada masingmasing kolam berbeda, walaupun air kolam mengandung nitrit yang sama (5 ppm) (Yuningsih 2007). Air kolam tersebut merupakan campuran dari air laut dan air tawar. Ternyata kolam yang mempunyai proporsi air laut lebih tinggi (klorida tinggi) menunjukkan tingkat kematian udang yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Williams dan Eddy (1986), bahwa klorida menghambat pelepasan nitrit. Makin tinggi level klorida makin tinggi letal konsentrasi nitrit.

Konsentrasi nitrat yang tinggi pada hijauan pakan tidak selalu menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya, bergantung pada kandungan nutrisi pada pakan yang diberikan. Pakan campuran dengan rasio karbohidrat yang tinggi akan menghambat pembentukan nitrit sehingga mencegah keracunan pada ternak. Oleh karena itu, pencampuran berbagai jenis hijauan yang mengandung nitrat tinggi dan rendah akan menurunkan konsentrasi nitrat dalam pakan campuran tersebut.

Gejala Klinis

KERACUNAN NITRATNITRIT PADA TERNAK Keracunan nitrat pada ternak disebabkan oleh reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit dengan bantuan bakteri rumen. Oleh karena itu, pembentukan nitrit tidak terjadi pada hewan nonruminansia (Gambar 2) (Robson 2007).

Pengamatan gejala klinis merupakan salah satu tahap awal dalam diagnosis keracunan, di samping pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis keracunan nitrat berkaitan dengan kekurangan oksigen dalam darah (hypoxia), karena darah tidak mampu berperan sebagai pembawa oksigen. Warna darah berubah dari merah normal menjadi

kecoklatan (gelap), yang merupakan ciri spesifik keracunan nitrat-nitrit (Jones 1993). Gejala keracunan nitrat akut akan terlihat dalam waktu 30 menit sampai 4 jam setelah ternak mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat pada level toksiknya. Gejala hypoxia pada ternak bunting akan menyebabkan keguguran karena fetus kekurangan oksigen. Biasanya terjadi 10−14 hari setelah gejala keracunan muncul. Stoltenow dan Lardy (1998) menyatakan, gejala awal keracunan nitrat di antaranya adalah selaput lendir berwarna kebiruan sampai kecoklatan, susah bernafas, denyut nadi cepat (150+/menit, salivasi, kembung, kejang dan tidak bisa berdiri, lemah, koma dan akhirnya mati. Perbandingan efek klinis antara nitrat dan senyawa toksik lainnya pada ternak, termasuk pengobatannya, disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan perubahan warna darah, keracunan nitrat mirip dengan keracunan sodium klorat dan CO2, sedangkan keracunan sianida mirip dengan keracunan CO.

Kasus Keracunan Nitrat-Nitrit

Ruminansia Nitrit dari makanan

t

Nitrat dari makanan

Nitrit

t

t

Amonia t

Mikroba protein Nonruminansia Nitrit dari makanan Nitrit

t

t

t

Nitrat dari makanan

Amonia

Gambar 2. Diagram terjadinya keracunan nitrat pada ternak ruminansia dan nonruminansia.

Kasus keracunan nitrat pada ruminansia dan hewan lainnya umumnya disebabkan ternak mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat tinggi, di samping peternak belum mengetahui saat yang tepat untuk memotong hijauan setelah dipupuk N. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kasus keracunan nitrat-nitrit di beberapa daerah di Indonesia (Tabel 6) (Yuningsih 2000). Penyebab keracunan nitrat pada sapi perah, domba, zebra, dan kuda di beberapa peternakan adalah tingginya kandungan nitrat dalam hijauan pakan. Pada sapi

Tabel 5. Perbandingan efek klinis antara nitrat dan bahan toksik lain pada ternak. Bahan toksik

Warna darah

Mekanisme

Pengobatan

Sifat fisika

Nitrat-nitrit Sodium khlorat Kasus penyimpanan (nitrous dioxide; nitric oxide) Sianida Karbon dioksida Karbon monooksida

Coklat Coklat

MetHb MetHb

Methylene blue Methylene blue

Sama seperti udara −

Sedikit coklat Merah ceri Gelap Merah terang

Sedikit MetHb Antisitokhrom oksidase Mengganti oksigen Karbon monoksida haemoglobin (stabil)

Methylene blue Ca-glukonat Nitrit-tiosulfat Oksigen; udara segar Udara segar; oksigen+ 5% CO2; larutan tionin

− − Lebih berat dari udara Lebih ringan dari udara

Sumber: Osweiler et al. (1976).

156

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

Tabel 6. Kasus keracunan nitrat-nitrit pada ternak dan hewan lain di beberapa daerah di Indonesia. Jenis hewan

Tahun kejadian

Sapi perah Sapi perah Domba Zebra

1992 1995 1997 1992

Bogor Bandung Sukabumi Bogor

Hijauan Hijauan Hijauan Hijauan

Kuda Itik

1997 1995

Jakarta Kupang

Hijauan Air

Lokasi

Jenis spesimen

Kandungan nitrat (mg/kg) 6.250 8.000 2.000 6.250, 4.000, 3.750, 2.500 5.000 −

Kandungan nitrit (mg/kg) − − − − − 10

Sumber: Yuningsih (1996; 1998).

perah di Bogor, kandungan nitrat dalam hijauan pakan mencapai 6.250 mg/kg atau melebihi ambang batasnya. Pada sapi perah di Bandung, kasus kematian 6 ekor ternak dan 7 ekor lainnya dipotong paksa dari total 44 ekor, disebabkan ternak mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat 8.000 mg/kg. Kasus ini terjadi pada musim kemarau yang menyebabkan tingginya akumulasi nitrat dalam hijauan setelah pemupukan N. Pada tahun 2007, terjadi pula kematian sapi perah di Bogor akibat keracunan nitrat. Darah ternak menjadi agak gelap yang merupakan gejala spesifik keracunan nitrat. Dari hasil pemeriksaan, ternyata hijauan pakan yang berupa rumput gajah dengan batang tua (kulit tipis) mengandung nitrat 160 mg/kg dan rumput gajah dengan batang muda dan kulit batang tebal mengandung nitrat 4.000 mg/kg nitrat, atau sudah melewati ambang batas nitrat yang aman untuk ternak (Yuningsih 2007). Tingginya nitrat pada batang muda rumput gajah disebabkan rumput dipanen setelah dipupuk N. Pada rumput gajah dengan batang tua, rumput dipotong beberapa lama setelah dipupuk N, sehingga level nitrat turun ke tingkat normal. Pada kasus keracunan domba di Sukabumi, hijauan mengandung nitrat 2.000 mg/kg, yaitu pada level ambang batas nitrat yang aman bagi ternak. Walaupun kandungan nitrat dalam hijauan masih pada ambang batasnya, hijauan tersebut berasal dari perkebunan di sekitar kandang yang dipupuk buangan kotoran kandang dengan cara dialirkan secara terus-menerus. Akibatnya, level nitrat dalam hijauan yang tumbuh sekitarnya meningkat. Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

Dari berbagai kasus keracunan pada ternak, hijauan pakan yang dikonsumsi ternak berasal dari lokasi yang kondisinya berbeda-beda. Hijauan rumput berasal dari kebun yang belum lama mengalami perlakuan pemupukan N, karena kesulitan memperoleh hijauan pada musim kemarau. Sementara pada interval waktu tertentu, mulai dari pemupukan sampai pemotongan rumput, kandungan nitrat maksimal (tinggi). Yuningsih (1995) menyatakan, kandungan nitrat dalam rumput gajah akan mencapai maksimum dalam 1−2 minggu setelah pemupukan urea, lalu menurun mulai minggu ketiga. Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk pemotongan hijauan agar aman dikonsumsi ternak adalah 5 minggu setelah pemupukan. Hal yang sama dinyatakan Deinum dan Sibma (1980), bahwa pada 5−10 minggu setelah pemupukan, produksi N tertinggi dan penimbunan nitrat terendah. Untuk sampel rumput yang berasal dari kebun yang ternaungi sehingga kurang mendapat cahaya matahari, aktivitas enzim nitrat reduktase terhambat sehingga mencegah akumulasi nitrat. Pada kasus keracunan kuda pacuan di Jakarta, hasil pengamatan patologi anatomi menunjukkan perdarahan bercakbercak pada usus halus dan usus besar, paru-paru dan hati merah kehitaman, serta lambung penuh cairan. Setelah dilakukan pemeriksaan pada sisa hijauan pakannya, kandungan nitrat mencapai 5.000 mg/kg. Kasus keracunan itik di daerah Kupang (NTT) yang menyebabkan kematian 50% (152 dari 300 ekor) juga disebabkan oleh keracunan nitrat. Hasil pemeriksaan sampel sisa air minum ternak menunjukkan kandungan nitrit mencapai

10 mg/l, jauh melewati nilai ambang batas nitrit dalam air untuk peternakan. Tingginya kandungan nitrit disebabkan oleh proses nitrifikasi dari amonia asal sisa pakan yang membusuk dan feses pada tanah. Nitrit merupakan reaksi perantara dalam pembentukan nitrat (proses nitrifikasi) dari amonia (Jones 1988). Kasus keracunan nitrit juga terjadi pada udang dan ikan akibat air kolam atau tambak masing-masing mengandung nitrit 7,50 mg/kg dan 10 mg/kg (Yuningsih 2007), padahal ambang batas nitrit dalam air untuk peternakan atau perikanan adalah 0,06 ppm (Kantor Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup 1991). Untuk mencegah proses nitrifikasi, air kolam atau tambak perlu diganti atau dialirkan untuk membuang kotoran ikan dan sisa pakan. Kasus keracunan nitrat pada sapi juga terjadi akibat mengkonsumsi air yang mengandung amonium nitrat asal pupuk dan whey, yaitu air buangan limbah produksi keju yang mengandung nitrat (Yeruham et al. 1997). Jumlah sapi yang keracunan akibat meminum air yang terkontaminasi pupuk (8.000− 8.800 ppm nitrat) lebih sedikit (87 ekor) dibandingkan yang keracunan whey (360 ekor) dengan level nitrat jauh lebih rendah (2.200−2.800 ppm nitrat). Namun, jumlah yang hampir sama, yaitu masing-masing 20 dan 17 ekor pada level nitrat tersebut. Jumlah sapi yang keguguran akibat mengkonsumsi air yang terkontaminasi 8.000 ppm nitrat sebanyak 2 ekor, sedangkan sapi yang mengkonsumsi air dari whey dengan level 400−800 ppm nitrat atau lebih rendah sebanyak 26 ekor (Tabel 7). Dengan demikian, efek abortus pada kasus ini tidak hanya bergantung pada level nitrat yang tinggi, tetapi juga sumber nitrat. Nitrat asal whey yang merupakan air buangan limbah produksi keju kemungkinan besar mengandung bakteri cukup tinggi sehingga menyebabkan abortus.

Diagnosis Untuk memperoleh hasil diagnosis keracunan nitrat secara cepat dan tepat, pertama kali harus dilakukan pengamatan terhadap pakan hijauan yang dikonsumsi ternak, antara lain keadaan pertumbuhan tanaman, perlakuan pemupukan, umur tanaman, serta proporsi bagian batang dan daun. Selanjutnya dilakukan pengamatan gejala klinis, terutama perubahan warna 157

Tabel 7. Efek keracunan nitrat akut pada sapi akibat mengkonsumsi air terkontaminasi pupuk dan air buangan limbah produksi keju (whey). Kelompok

Sumber racun

1

Air

2

Air

3

Whey

4

Whey

Kandungan nitrat (ppm) Air/whey 8.000 −8.800 (n = 3) 965 −1.005 (n = 4) 2.200 −2.800 (n = 2) 400 −800 (n = 5)

Mati

Aborsi

Keberhasilan pengobatan (ekor)

87

20

2

20

250

11

0

0

360

17

0

75

140

0

26

0

Jumlah ternak (ekor) Keracunan

Sumber: Yeruham et al. (1997).

darah, serta pengamatan postmortem findings pada ternak yang mati. Untuk memperoleh hasil diagnosis yang tepat dilakukan pengujian di laboratorium, baik terhadap darah maupun pakan hijauan. Metode untuk menganalisis nitrat di antaranya adalah dengan menggunakan pereaksi diphenilamine (DPA) dan Gries (kualitatif) (Bartik dan Piskac 1981; Bhikane dan Singh 1990), serta Nitrat Kit (semikuantitatif). Analisis nitrit dalam darah (serum) dapat dilakukan dengan menggunakan khromatografi cair kinerja tinggi (Osterloh dan Goldfield 1984). Untuk mengukur MetHb dalam darah dapat dilakukan dengan metode Hegesh et al. (1970), yaitu dengan menggunakan spektrofotometer.

Pengobatan Pengobatan dimaksudkan untuk mengembalikan MetHb ke Hb sehingga darah

dapat berfungsi dalam transportasi oksigen (perubahan warna darah sebagai indikatornya). Pengobatan dilakukan dengan injeksi larutan 1% methylene blue dalam akuades (secara intravenus) pada dosis 4−15 mg/kg bobot badan (Osweiler et al. 1976). Stoltenow dan Lardy (1998) mengemukakan, keracunan nitrat pada ternak dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain: 1) menganalisis kandungan nitrat terutama pada rumput yang mengalami kekeringan sebelum diberikan sebagai pakan, 2) mencampur rumput (pakan hijauan) yang mengandung nitrat tinggi dengan yang nitratnya rendah, 3) membiarkan ternak beradaptasi dengan mengkonsumsi pakan yang mengandung nitrat lebih tinggi, namun tidak melebihi 9.000 ppm bobot kering, agar ternak mudah beradaptasi dengan kenaikan nitrat dalam hijauan pakan, 4) mengganti air minum setiap saat di samping harus bebas nitrat, 5) mengupas kulit batang pakan

hijauan yang mengandung nitrat tinggi, karena kulit batang mengandung konsentrasi nitrat lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lain, 6) tidak memberikan pakan hijauan yang mengandung nitrat tinggi atau mendekati level ambang batas saat ternak dalam keadaan lapar, yang merangsang ternak mengkonsumsi pakan lebih banyak (sebaiknya ternak mengkonsumsi rumput yang mengandung nitrat rendah sebelum mengkonsumsi rumput yang kandungan nitratnya lebih tinggi), 7) menjaga kesehatan ternak, karena ternak yang tidak sehat akan lebih mudah keracunan nitrat, terutama yang terserang penyakit pernafasan, 8) menghindarkan menyimpan pakan hijauan yang mengandung nitrat tinggi, karena penyimpanan akan mengubah nitrat menjadi nitrit yang lebih toksik, 9) menjauhkan ternak dari tempat penyimpanan pupuk, 10) menghindarkan memberikan rumput segar yang mengandung nitrat tinggi dengan dipotong-potong (chopping) diikuti perlakuan pemanasan, karena akan memudahkan pembentukan nitrit.

KESIMPULAN Keracunan nitrat pada ternak disebabkan mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat tinggi (melebihi ambang batas). Kandungan nitrat yang tinggi dalam hijauan disebabkan terjadinya akumulasi nitrat sebagai efek pemupukan, terutama pupuk nitrogen. Keracunan nitrat umumnya terjadi pada ternak ruminansia, dan keracunan nitrit pada hewan akuatik (hidup di air). Nitrat-Kit merupakan metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi kandungan nitrat dalam hijauan.

DAFTAR PUSTAKA Arkhipov, A. 1989. Nitrates and nitrites in feed. Ptitserostuo, Moscowkil Vetrinaryl Institute Moscow-USSR (7): 31−33. Bartik, M. and A. Piskac. 1981. Detection of some toxicologically important anions from aqueous extract. Veterinary Toxicology. Elsevier Sci. Pub. Co. Amsterdam. 305 pp. Bhikane, A.U. and B. Singh. 1990. Diphenylamine blue test for diagnosis of nitrite poisoning in crossbred calves. Indian Vet. J. 67: 808−812.

158

Brown, J.R., M. Christy, and G.S. Smith. 2004. Nitrate in soils and plants. University of Missouri. http://extension.missouri.edu/ explore/agguides/agchem/g09804.htm. [18 September 2007]. Cassel, K. and S. Barao. 2000. Causes and prevention: Nitrate poisoning of livestock. College of Agriculture and Natural Resources. University of Maryland. http://www. agnr. umd.edu/MCE/Publications/Publication. cfm?ID=7 [4 September 2007].

Chen, J.C. and T.S. Chin. 1988. Acute toxicity of nitrite to tiger prawn, Penaeus monodon, larvae. Aquaculture 69(3−4): 253−262. Clarke, E.G.C. and M.L. Clarke. 1976. Nitrates and nitrites. Veterinary Toxicology. 1 st Ed. Collier Macmillan Publisher. New York. p. 89−93. Daniels, H.V., C.E. Boyd, and R.V. Minton. 1987. Acute toxicity of ammonia and nitrite to spotted seatrout. Progressive Fish-Culturist 49(4): 260−263.

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

Deinum, B. and L. Sibma. 1980. Nitrate content of herbage in relation to nitrogen fertilization and management. Proc. Int. Symp. Eur. Grassland Fed on The Role of Nitrogen Intensive Grassland Production. Wageningen. Forman, D.S., S.A. Dabbagh, and R. Doll. 1985. Nitrates, nitrites and gastric cancer in Great Britain. Natural 313(21): 620−625. Gutzmer, M.P. and J.R. Tomasso. 1985. Nitrite toxicity to the crayfish Procambarus clarkii. Bull. Environ. Contam. Toxicol. 34: 369− 376. Hartwig, N.R. and S.K. Barnhart. 2001. Nitrate toxicity. http://www.iowabeefcenter.org/ content/newsrel/2001/701/nitrate-toxicity. htm. [18 September 2007]. Hegesh, E., N. Gruener, S. Cohen, R. Bochkovsky, and H.I. Shuval. 1970. A sensitive micromethod for the determination of methaemoglobin in blood. Clinica Chimica Acta 30: 679−682. Houston, W.R., L.D. Sabatka, and D.N. Hyder. 1973. Nitrate-nitrogen accumulation in range plants after massive N fertilization on short grass plans. J. Range Manag. 26(1): 54−57. Jones, T.O. 1988. Nitrat/nitrit poisoning in cattle. In Practice. p. 199−203. Jones, T.O. 1993. Poison nitrat/nitrit. In Practice. p. 146−147. Kantor Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup. 1991. Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup. Kantor Kementerian Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta. Kvasnicka, B. and L.J. Krysl. 2005. Nitrate poisoning in livestock. Beef cattle hand-

Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007

book.http://www.iowa beef center.org/pdfs/ bch/03405.pdf [18 Desember 2007]. Osterloh, J. and D. Goldfield. 1984. Determination of nitrate and nitrate ions in human plasma by ion exchange-high performance liquid chromatography. J. Liq. Chromat. 7: 753. Osweiler, G.D., T.L. Carson, W.B. Buck, and G.A.Van Gelder. 1976. Nitrates, nitrites and related problems. Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology. Kendall/Hunt. Pub. Co. Dubuque, Iowa. p. 460−470. Osweiler, G.D., T.L. Carson, W.B. Buck, and G.A.Van Gelder. 1985. Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology. Kendall/Hunt. Pub. Co. Dubuque, Iowa. http://www.iowa beef center.org/pdfs/bch/03405.pdf. [18 September 2007]. Robson, S. 2007. Nitrate and nitrite poisoning in livestock. PRIMEFACT 415. NSW Department of Primary Industries. p. 1−4. www.dpi.nsw.gov.au/primefacts. [4 September 2007]. Stoltenow, C. and G. Lardy. 1998. Nitrate poisoning of livestock. http://www.ag.ndsu. edu/pubs/ansci/livestoc/v839w.htm. [25 Mei 2007]. Tomasso, J.R. and G.J. Carmichael. 1986. Acute toxicity of ammonia, nitrite and nitrate to the Guadalupe Bass, Micropterus treculi. Bull. Environ. Contam. Toxicol. 36: 866−870. Tomasso, J.R., B.A. Simco, and K.B. Davis. 1979. Chloride inhibition of nitrite-induced methaemoglobinemia in channel catfish (Ictalurus punctatus). J. Fish Res. Board Can. 36: 1.141−1.144.

Williams, E.M. and F.B. Eddy. 1986. Chloride uptake in freshwater teleosts and its relationship to nitrite uptake and toxicity. J. Comparative Physiology; Biochemical, Systemic, and Environmental Physiol. 156(6): 867−872. Yeruham, I., A. Shlosberg, V. Hanji, M. Bellaiche, M. Marcus, and M. Liberboim. 1997. Nitrate toxicosis in beef and dairy cattle herds due to contamination of drinking water and whey. Vet. Human Toxicol. 39(5): 296−298. Yuningsih. 1995. Studi keracunan nitrat-nitrit dengan pemberian hijauan yang mengandung nitrat tinggi (akumulator) pada kambing. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Balai Penelitian Veteriner. hlm. 429. Yuningsih. 1996. Kasus keracunan nitrat-nitrit pada sapi perah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. hlm. 276−278. Yuningsih. 1998. Keracunan nitrit akut pada itik dan keracunan nitrat pada domba dan kuda. Seminar Hasil-hasil Penelitian Veteriner Bogor. hlm. 221−226. Yuningsih. 2000. Keracunan nitrat-nitrit pada hewan serta kejadiannya di Indonesia. Wartazoa 10(1): 35−40. Yuningsih. 2007. Kasus keracunan pada hewan di Indonesia dari tahun 1992−2005. Dipresentasikan pada Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 21−22 Agustus 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 115−116.

159