Tesis
EVALUASI PEMANFAATAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) PADA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KONAWE EVALUATION OF UTILIZATION OF HEALTH OPERATIONAL ASSISTANCE (BOK) ON IMPROVING MATERNAL AND CHILD HEALTH (MCH) AT PUSKESMAS WORKING AREA HEALTH OFFICE OF KONAWE REGENCY.
AFRIAN CALVIN TIMBU P1800215009
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
EVALUASI PEMANFAATAN BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) PADA PENINGKATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KONAWE
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
AFRIAN CALVIN TIMBU
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
:
Nama
: AFRIAN CALVIN
Nomor Pokok Mahasiswa
: P1800215009
Program Studi
: Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang telah saya tulis ini benar-benar
merupakan
hasil
karya
sendiri,
bukan
merupakan
pengambilalihan tulisan ataupun pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atau perbuatan tersebut.
Makassar,
November 2017
Yang menyatakan,
AFRIAN CALVIN
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat kasih dan karunia-Nya-lah penulis mampu menempuh dan menyelesaikan tesis Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Tesis ini penulis persembahkan kepada orang tua, Ayahanda tercinta Aris Yan Saroinsong S.Pd, Ibunda Minara Timbu S.Pak, dan Isteri Tercinta dr. Flower Chelsea Fillysya Kumendong terima kasih atas dukungan serta Doa yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ida Leida Maria SKM., MKM., M.Sc. PH selaku pembimbing I, dan Dr. Masni, Apt., MSPH selaku pembimbing II dengan penuh keikhlasan meluangkan waktu memberikan
arahan
dan
bimbingan
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan tesis ini. Rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Muh. Syafar, MS, Dr. dr. Syamsiar S. Russeng, MS, dan Dr. Darmawansyah, SE., MS atas kesediaanya penjadi penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan yang berharga. Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. 2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
3. Ketua Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 4. Seluruh staf pengajar Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. 5. Bapak Bupati Kabupaten Konawe beserta staf dan jajarannya yang banyak membantu penulis dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kabupaten Konawe. 6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe beserta staf dan jajarannya yang banyak membantu penulis dan memberikan izin untuk melakukan penelitian di Dinas kesehatan dan wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten Konawe. 7. Kepada seluruh orang yang terlibat sebagai subjek dalam penelitian ini. 8. Semua teman seperjuangan Mahasiswa Program Pascasarjana, Magister Kesehatan Angkatan 2015 terkhusus pada teman-teman konsentrasi
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat
angkatan
2015
”dr.
Maryono, dr. Nathalie Elisheva Kailola, Anita Sriwaty Pardede SKM,
Wilma Fransisca Mamuly SKM” kenangan dan proses
pembelajaran yang telah diberikan, terima kasih atas hubungan persaudaraannya. Terima kasih atas motivasi dan dukungan yang diberikan selama menempuh pendidikan Pascasarjana.
Akhir
kata,
semoga
Tuhan
Yang
Maha
Esa
senantiasa
melimpahkan kasih dan karunia-Nya dan membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Makassar,
November 2017
Afrian Calvin
ABSTRAK AFRIAN CALVIN. Evaluasi Pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Pada Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe (Dibimbing oleh Ida Leida Maria dan Masni). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan pemanfaatan dana BOK melalui pendekatan sistem dilihat dari input, proses, dan output di Kabupaten Konawe tahun 2016 dengan fokus pada perencanaan program, realisasi program, evaluasi, dan pembiayaan program yang telah dilakukan pada program kesehatan ibu dan anak. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan desain studi kasus. Informan diambil sebanyak 23 orang berdasarkan keterlibatan dalam pemanfaatan dana BOK pada program KIA pada seksi program kesehatan ibu dan anak di Dinas kabupaten konawe dan pada enam Puskesmas yang memiliki angka kematian Ibu tertinggi. Penggalian informasi dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) dengan beberapa alat bantu berupa recorder dan alat tulis. Hasil penelitian ini menggambarkan adanya proses perencanaan yang terstruktur sesuai dengan tahapan prosedur birokrasi, realisasi pelaksanaan program bersifat peningkatan sumber daya manusia dan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang ditemukan berdasarkan survey awal oleh petugas, pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh organisasi seksi program KIA sendiri, kemitraan dengan pihak eksternal (bantuan lapangan) hanya bersifat partisipasi pasif. Proses evaluasi yang dilakukan bersifat sederhana hanya pendekatan administrasi, dan kebijakan pemberian dana BOK dinilai kurang efektif karena dana BOK terserap habis (digunakan maksimal) namun pencapaian kualitas program tidak berjalan sebagaimana mestinya dibuktikan dengan masih ditemukannya angka kematian Ibu dan anak yang cenderung stagnan pada setiap wilayah kerja Puskesmas yang menerima dana BOK, sehingga dana ini dianggap tidak memiliki dampak khusus bagi masyarakat. Disarankan agar Pihak Dinas Kesehatan serta Puskesmas dapat melakukan evaluasi secara berkesinambungan agar Alokasi dana BOK yang sesuai dengan jumlah dan SDM program KIA yang dilaksanakan akan membantu secara positif keberhasilan program yang dilaksanakan. Kata Kunci : Bantuan Operasional Kesehatan, Evaluasi Program, Kesehatan Ibu dan Anak.
ABSTRACT AFRIAN CALVIN. Evaluation of Utilization of Health Operational Assistance (BOK) On Improving Maternal and Child Health (MCH) At Puskesmas Working Area Health Office of Konawe Regency. (Guided By Ida Leida Maria dan Masni) This study aim to know the implementation of BOK fund utilization policy through system approach seen from input, process in Konawe Regency 2016 with focus on program planning, program realization, evaluation and financing of program that have been done on mother and child health program. The method used is qualitative method with case study design. The informants were drawn as many as 23 people based on involvement in the utilization of BOK funds in the MCH program in the maternal and child health program sections in the District of Konawe and at six Puskesmas that have the highest Mother mortality rate. Information digging is done by indepth interview with some tools such as recorder and stationery. The results of this study illustrate the existence of structured planning process in accordance with the stages of bureaucratic procedures, the realization of the program implementation is the improvement of human resources and tailored to the needs of health services found based on initial surveys by the officers, the implementation of activities carried out by the organization MCH own section program, external (field assistance) is only passive participation. The evaluation process is simple, only the administrative approach, and the BOK funding policy is considered ineffective because the BOK funds are absorbed (used maximally) but the achievement of the program quality is not working properly as evidenced by the still incidence of maternal and child mortality that tends to stagnate in every region the work of Puskesmas receiving BOK funds, so that these funds are deemed to have no special impact on the community. It is suggested that the Health Service and Puskesmas can evaluate continuously so that the allocation of BOK funds in accordance with the number and human resources of the MCH program implemented will help positively the success of the implemented program. Keyword : Health Operational Assistance, Program Evaluation, Maternal and Child Health
DAFTAR SINGKATAN AKI
= Angka Kematian Ibu
AKB
= Angka Kematian Bayi
APBD
= Anggaran Pemerintah Belanja Daerah
APBN
= Anggaran Pemerintah Belanja Negara
APN
= Asuhan Persalinan Normal
ASI
= Air Susu Ibu
BOK
= Bantuan Operasional Kesehatan
BPJS
= Badan penyelenggara Jaminan Sosial
JUKNIS
= Petunjuk Teknis
KB
= Keluarga Berencana
K1–4
= Kunjungan kehamilan 1 - 4
KIA
= Kesehatan Ibu dan Anak
KPPN
= Kantor Pelayanan dan Perbahandaraan Negara
MDGS
= Millennium Development Goals
MP-ASI
= Makanan Pendamping Air Susu Ibu
MPS
= Making Pregnancy Safer
NKKBS
= Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
PoA
= Plan of Action
PUS
= Pasangan usia Subur
PUSKESMAS
= Pusat Kesehatan Masyarakat
RPJMN
=Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPN
= Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
RUK
= Rencana Usulan Kegiatan
SDIDTKB
= Stimulasi Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita
SDM
= Sumber Daya Manusia
SPM
= Standar Pelayanan Minimal
TP
= Tugas Pembantuan
UCI
= Universal Child Imunization
WUS
= Wanita Usia Subur
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Penelitian berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. 2. Surat Pengantar Penelitian berasal dari BALITBANGDA Kabupaten Konawe. 3. Surat
Pengantar
Penelitian
berasal
dari
dinas
Kesehatan
Kabupaten Konawe. 4. Surat telah melaksanakan penelitian berasal dari dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. 5. Lembar panduan wawancara informan 6. Hasil pengolahan data penelitian. 7. Dokumentasi.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii ABSTRAK .............................................................................................. iii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................v DAFTAR ISI ........................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 11 D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan Ibu dan Anak .......................... 13 B. Tinjauan Umum tentang Bantuan Operasional Kesehatan.............. 19 C. Tinjauan Umum tentang Puskesmas............................................... 37 D. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan BOK ............. 46 E. Kerangka Teori Penelitian ............................................................... 57 F. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ............................................ 58 G. Kerangka Pikir Penelitian................................................................. 63 H. Definisi Konsep................................................................................ 63 I.
Proposisi Penelitian ......................................................................... 66
vi
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .............................................................................. 67 B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 67 C. Informan Penelitian ......................................................................... 68 D. Sumber Data .................................................................................. 69 E. Instrumen Penelitian........................................................................ 70 F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 71 G. Pengolahan dan Penyajian Data ..................................................... 73 H. Teknik Uji Keabsahan Data ............................................................. 74 I.
Alur Penelitian ................................................................................. 75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................ 76 B. Hasil Penelitian ............................................................................... 79 C. Pembahasan ................................................................................... 94 D. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................... 123 B. Saran............................................................................................. 124 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2015 merupakan tahun terakhir untuk pengukuran pencapaian Millennium Development Goals (MDGs), sekaligus tahun pertama
dalam
pelaksanaan
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dalam rangka mewujudkan VISI
Indonesia
yang
Berdaulat,
Mandiri
dan
Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong. Agenda pembangunan kesehatan tahun 2015 – 2019 adalah mewujudkan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang semakin mantap. Rencana Strategis 2015 – 2019 Kementerian Kesehatan telah menetapkan 2 tujuan utama yaitu 1) Meningkatnya Status Kesehatan Masyarakat dan 2) Meningkatnya Responsiveness dan Perlindungan Masyarakat terhadap Risiko Sosial dan Finansial di Bidang Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2015). Sebagai penanggung jawab pembangunan kesehatan di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu hal yang dilakukan untuk mempercepat pencapaian sasaran-sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah melakukan terobosan melalui berbagai upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Satu di antaranya adalah Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). BOK diharapkan dapat 1
2
berkontribusi
meningkatkan
akses
dan
pemerataan
pelayanan
kesehatan masyarakat, utamanya melalui kegiatan promotif dan preventif, sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dengan fokus pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 (Kemenkes, 2011). Pemberian BOK didasarkan pada pertimbangan bahwa biaya operasional
puskesmas
relatif
kecil,
karena
alokasi
anggaran
pemerintah daerah dibidang kesehatan untuk kegiatan di puskesmas lebih diarahkan pada upaya-upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif serta kurang memperhatikan upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif yang berdampak pada kurang optimalnya kinerja tenaga kesehatan di daerah untuk memberikan pelayanan promotif dan preventif (Pani, 2012). Puskesmas selain merupakan ujung tombak layanan kesehatan di masyarakat, juga sebagai pusat pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat. Secara manajerial diperlukan perubahan pola kepemimpinan di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta Provinsi dari pasif menunggu masalah kesehatan timbul menjadi aktif, merespons dan mengantisipasi permasalahan yang ada; dari yang sifatnya directive menjadi colaborative; dari yang sifatnya individualism menjadi team work dan dari yang sifatnya serve ke care bagi masyarakat di wilayah kerjanya. Pada bagian lain, tata kelola
3
program dan manajemen harus terus menerus ditingkatkan ke arah yang lebih baik, melalui sinergitas pusat dan daerah, satu kesatuan siklus manajemen yakni perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi sampai pada pertanggung jawaban serta pengadministrasiannya (Kementerian Kesehatan, 2015). Realisasi penggunaan dana BOK terbesar adalah untuk program KIA disusul program gizi. Pemanfaatan BOK pada prinsipnya fokus ditujukan untuk akselerasi pencapaian MDGs, terutama Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (AKI) (Cahyadin, 2013). Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas Kementrian Kesehatan. Keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Cakupan kunjungan neonatus pertama (KN1) dan cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Pn) merupakan indikator program kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2010-2014), dengan output peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan
pelayanan
kesehatan
yang
bermutu
bagi
seluruh
masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyani (2011) menunjukkan bahwa kebijakan BOK dikatakan sebagai unsuccesfull implementation karena faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagian besar kurang
4
mendukung. Pemberian dana BOK tidak berdampak pada peningkatan cakupan program puskesmas secara signifikan, karena tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara cakupan program puskesmas sebelum dan sesudah ada dana BOK. Implementasi kebijakan BOK belum berjalan maksimal karena kurangnya dukungan input yang berpengaruh pada tahapan proses. Ketidaksiapan sumber daya manusia merupakan unsur input yang sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan BOK. Pada penelitian Aridewi et al. (2013) bahwa puskesmas angka serapan tinggi berhasil menekan kasus kematian ibu dan anak dengan pemahaman tentang petunjuk teknis (JUKNIS) BOK
yang
cukup
jelas, pelaksanaan kegiatan sesuai dengan laporan, ada keterlibatan pelaksana dalam penyusunan plan of action (POA) serta ada evaluasi pelaksanaan kegiatan. Hasil Penelitian Sihombing (2014) tentang evaluasi pelaksanaan kegiatan bantuan operasional kesehatan di Puskesmas kabupaten dari tahun 2012. masih ditemukannya pemanfaatan tenaga oleh Kepala Puskesmas yang belum maksimal dalam pelaksanaan kegiatan bantuan operasional, belum terintegrasinya sumber dana yang digunakan oleh Puskesmas, sarana penunjang telah memadai guna melaksanakan Standar Pelayanan Minimal, proses masih belum sesuai dengan pedoman petunjuk teknis program yang telah ditetapkan
terutama
dalam
hal
perencanaan
Puskesmas
dan
5
pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan dana BOK untuk program-program
kesehatan
memberikan
pengaruh
terhadap
kesehatan Ibu dan anak. Namun banyak hal lain yang dapat menyebabkan gagalnya pelaksanaan program KIA, seperti pembuatan PoA yang kurang baik, ataupun kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh Puskesmas guna menjalankan program yang telah direncanakan. Dari hasil riset Gobel (2011) pada tahun 2010, dari sekitar 8.500 Puskesmas, setiap Puskesmas mendapat bervariasi antara Rp. 10.000.000,-
hingga
Rp.
20.000.000,-.
Bantuan
Operasional
Kesehatan (BOK) sebesar Rp. 22.000.000,- untuk Puskesmas wilayah timur dan
Rp.
18.000.000,- untuk Puskesmas wilayah
barat.
Pengecualian bagi Puskesmas yang berada sekitar 303 Puskesmas di tujuh kabupaten yang ada di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi,
Maluku,
dan
Papua,
pemerintah
akan
memberikan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Rp.100.000.000,-. Puskesmas-puskesmas di tujuh wilayah tersebut dijadikan uji coba untuk mengetahui berapa banyak dana operasional yang dibutuhkan Puskesmas agar kegiatannya optimal. Semua indikator tersebut diatas menunjukkan bahwa Bantuan dana melalui program BOK memang sangat dibutuhkan
dengan harapan dana BOK tersebut dapat
meningkatkan cakupan pelayanan Kesehatan agar target SPM 2015 dapat tercapai menuju Millennium Development Goals (MDGs).
6
Saat ini BOK cenderung menjadi anggaran utama untuk operasional program kesehatan di Puskesmas. Porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk operasional program kesehatan
di
Puskesmas
semakin
menurun,
sehingga
kinerja
Puskesmas cenderung statis. Seiring dengan terbitnya Undang-Undng Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) dan peraturan turunannya yang mengatur dana kapitasi untuk Puskesmas, diharapkan terjadi sinergisme pembiayaan operasional Puskesmas,
sehingga
akan
semakin
meningkatkan
capaian
pembangunan kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2015). Berdasarkan informasi yang didapat dari staf Sekretariat BOK Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, dilihat dari Plan of action (POA) yang di buat oleh Puskesmas pada tahun 2015 menjelaskan bahwa upaya kesehatan ibu dan anak (KIA), pelayanan gizi, pelayanan kesehatan bayi, kelas ibu hamil dan balita, pelayanan keluarga berencana (KB), pelayanan kesehatan ibu nifas, pengendalian penyebaran dan menurunkan kasus baru malaria dan TB Paru serta meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum dan sanitasi dasar, kegiatan tersebut dilaksanakan melalui sumber dana BOK. Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) telah dimanfaatkan untuk penyelenggaraan upaya promotif dan preventif termasuk
7
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe seringkali mengalami kendala yang mengakibatkan keterlambatan pencairan dana ke puskesmas. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat penyerapan realisasi anggaran BOK di akhir tahun serta pada pencapaian tujuan utama kebijakan BOK. Hal ini merujuk pada angka kasus kematian ibu dan anak di Kabupaten Konawe cenderung masih ada dan senantiasa mengalami fluktuatif dalam tiga tahun terakhir. Dimana menurut Berdasarkan data dari Bidang Upaya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe menunjukkan bahwa Jumlah kematian bayi pada 2014 sebanyak 10 orang per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2015 sebanyak 6 orang per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2016 di Kabupaten Konawe sebanyak 9 orang per 100.000 kelahiran hidup yang tersebar di wilayah Puskesamas Uepai 1 kasus, Wawotobi 1 kasus, Tawanga 1 kasus, Unaaha dengan 1 kasus, Puskesmas Lambuya dengan 1 kasus, dan 1 Kasus di Puskesmas Tongauna. Hal ini yang menjadi tolok ukur masih kurangnya pengawasan dari tenaga bidan yang bertugas di desa serta kurang berperannya kinerja bidan sehinga tidak terkontrolnya sistem pencatatan dan pelaporannya. Menurut data cakupan KIA untuk progra SPM KIA masih di bawah target SPM dengan data yang ada pada wilayah kerja Puskesmas tahun 2016 cakupan Ibu hamil K4 73,2%. Sedangkan
8
standar pelayanan minimal nasional target 85% hal ini dapat mengukur kualitas pelayanan ibu hamil dan deteksi risiko dan penanganannya yang belum memadai. Sampai dengan akhir tahun 2016, realisasi penyerapan dana BOK sebesar Rp. 6.144.000.000 (Realisasi 100%), menunjukan
hal
ini
tingkat realisasi anggaran yang maksimal. Evaluasi
diperlukan untuk mencari informasi, bukti-bukti dan hal apa yang menjadi kendala program BOK dalam suatu puskesmas, sehingga dapat memenuhi maksud dari pemerintah dalam meningkatkan peran puskesmas melalui upaya revitalisasi yaitu menjadikan puskesmas sebagai
pusat
pemberdayaan
wilayah
berwawasan
kesehatan,
pemberdayaan masyarakat, layanan kesehatan primer dan sebagai pusat layanan kesehatan peorangan primer. Dana BOK yang telah diberikan pemerintah pusat selayaknya dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah kesehatan dalam bidang penangan KIA di Kabupaten Konawe sehingga dapat mencapai target SPM bidang kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap BOK melalui pendekatan sistem dilihat dari input, proses dan output untuk diketahui sejauh mana implementasi kebijakan BOK di Kabupaten Konawe tahun 2016, agar dalam pelaksanaan kegiatan ini di masa yang akan datang menjadi lebih baik.
9
Berdasarkan uraian teori-teori dan studi kepustakaan yang dikemukakan dan fenomena yang terjadi di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe maka peneliti tertarik untuk menganalisa evaluasi pemanfaatan
bantuan
operasional
kesehatan
(BOK)
untuk
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2016.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
tujuan awal fokus penelitian
yaitu tentang
penyaluran dana bantuan operasional kesehatan (BOK) merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesehatan bagi masyarakat di pedesaan/ kelurahan khususnya dalam meningkatkan upaya kesehatan promotif dan preventif. Hakikat penyelenggaraan BOK ini juga sesuai dengan paradigma sehat yang ditetapkan sebagai model pembangunan kesehatan di Indonesia yaitu pembangunan kesehatan yang mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya-upaya kuratif dan rehabilitatif (Kementerian Kesehatan, 2015). Maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
10
1. Bagaimanakah gambaran input pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe? 2. Bagaimanakah gambaran process pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe? 3. Bagaimanakah gambaran output pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe? 4. Bagaimakah upaya peningkatan KIA melalui Program yang dibiayai oleh BOK di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe?
11
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
evaluasi
pemanfaatan
bantuan
operasional kesehatan (BOK) dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2017. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui input pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. b. Untuk mengetahui proses pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. c. Untuk mengetahui output pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. d. Untuk mengetahui dampak upaya peningkatan KIA melalui Program yang dibiayai oleh BOK di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. .
12
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat Sebagai kontribusi pada pengembangan ilmu pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care), terutama tentang studi implementasi kebijakan
Bantuan
Operasional
Kesehatan
(BOK)
dan
penyelenggaraan layanan kesehatan terutama uapaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 2. Manfaat Praktis Menambah wawasan peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, Dinas Kesehatan, Puskesmas dan jaringannya serta masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan dari dana BOK. serta penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data base dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Manfaat bagi peneliti Untuk memperluas wawasan keilmuan dan pengetahuan mengenai
pemanfaatan
dana
BOK
serta
menjadi
sarana
pengembangan diri melalui penelitian lapangan. Sebagai bahan acuan, informasi, rujukan dan referensi yang diharapkan dapat menambah khasanah wawasan dan merupakan bahan bacaan bermanfaat bagi peneliti ataupun masyarakat umum.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan Ibu dan Anak Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak balita serta anak prasekolah (Kemenkes, 2010). 1. Tujuan Kesehatan Ibu dan Anak Tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya (Kemenkes, 2010). Sedangkan tujuan khusus program KIA adalah : a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan prilaku) dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga. b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan keluarga. 13
14
c. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki. d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita. e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya (Kemenkes, 2010). 2. Prinsip Pengelolaan Program KIA Prinsip pengelolaan program KIA adalah memantapkan dan peningkatan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efesien. Pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan pokok : a. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya. b. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan
pertolongan
oleh
tenaga
profesional
secara
berangsur. Program
pelayanan
Kesehatan
Ibu
dan
Anak
(KIA)
merupakan salah satu program pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan memiliki 10 (sepuluh) indikator kinerja, antara lain (Depkes RI, 2008) :
15
a. Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95%; b. Persentase cakupan komplikasi kebidanan
yang
ditangani
dengan target 80%; c. Persentase
cakupan
pertolongan
persalinan
oleh
tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan dengan target 90%; d. Persentase cakupan pelayanan nifas dengan target 90% e. Persentase cakupan neonatus komplikasi yang ditangani dengan target 80%; f. Persentase cakupan kunjungan bayi dengan target 90%; g. Persentase
cakupan
desa/kelurahan
Universal
Child
Immunization (UCI) dengan target 100%; h. Persentase cakupan pelayanan anak balita dengan target 90%; i.
Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan pada keluarga miskin dengan target 100%;
j.
Persentase cakupan bayi BBLR yang ditangani dengan target 100%. Strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan akibat kematian ibu dan anak adalah Making Pregnancy Safer/MPS (Gerakan Nasional Kehamilan yang aman) yang terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci yaitu (Depkes RI, 2001):
1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
16
2) Setiap komplikasi obsetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. 3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran Tujuan MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut di atas dilakukan melalui 4 (empat) strategi utama yaitu : a) Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti. b) Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS. c) Mendorong
pemberdayaan
wanita
dan
keluarga
melalui
peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. d) Mendorong
keterlibatan
masyarakat
dalam
menjamin
penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
17
3. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Ada beberapa program/kegiatan di Dinas Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak antara lain: a. Pelatihan Tata Laksana Gizi Buruk Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Pelatihan tata laksana gizi buruk meliputi penjaringan balita Kurang Energi Protein (KEP) bertujuan untuk melihat status gizinya. Setelah itu dilanjutkan dengan penanganan balita KEP meliputi program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita sehingga meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik, pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya (Depkes RI, 2006). Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi dan bidan desa. b. Monitoring dan Evaluasi Kinerja Petugas Program Gizi Sasaran kegiatan ini adalah petugas gizi puskesmas. Kegiatan ini dapat mengetahui pelaksanaan dan pencapaian tujuan program gizi di puskesmas sehingga didapatkan informasi secara sistematis dan kontiniu sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi dan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja petugas.
18
c. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) APN merupakan kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bidan dalam menangani persalinan normal, BBLR dan asfiksia. Kualifikasi Pasca Pelatihan APN Kualifikasi pasca pelatihan APN merupakan kegiatan lanjutan pelatihan APN. Sasaran kegiatan kualifikasi pasca APN yaitu bidan yang sudah melakukan APN. d. Pelatihan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita (SDIDTKB) SDDTKB merupakan tindakan skrining atau deteksi secara dini (terutama sebelum berumur 3 tahun) atas adanya penyimpangan termasuk tindak lanjut terhadap keluhan orang tua terkait masalah pertumbuhan dan perkembangan balita, kemudian
penemuan
dini
serta
intervensi
dini
terhadap
penyimpangan kasus tumbuh kembang sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Pelatihan SDIDTKB dengan sasaran bidan desa, diharapkan meningkatkan kemampuan bidan desa dalam melakukan stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang balita. e. Pelacakan Kasus Gizi Buruk Pelacakan kasus gizi buruk merupakan
kegiatan
dengan
sasaran balita.
Kegiatan
ini
bertujuan agar terlacaknya bailta gizi buruk sehingga segera dapat dilakukan upaya penanggulangannya.
19
f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi Balita Gizi Kurang Balita merupakan kelompok entan terhadap gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan balita gizi kurang dan gizi buruk. Salah satu upaya penanggulangan balita gizi kurang adalah PMT (Kemenkes RI, 2011). Pemberian PMT ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) Menurut Depkes RI (1996), ibu KEK merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung
menahun
(kronis)
sehingga
mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bila Lingkar Lengan Atas (LILA).
B. Tinjauan Umum tentang Bantuan Operasional Kesehatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan salah satu program unggulan Kementrian Kesehatan. BOK merupakan upaya Pemerintah untuk membantu daerah dalam mencapai target nasional bidang
kesehatan
yang
menjadi
kewenangan
wajib
daerah
(Kementerian Kesehatan, 2012). Pemerintah menyadari bahwa sumber pembiayaan pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak mencukupi untuk meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
Indonesia
secara
signifikan karena sebagian besar masih di bawah dari kesepakatan Bupati/Walikota
seluruh
Indonesia
yang
menetapkan
anggaran
20
kesehatan daerah sebesar 10% dari APBD. Selanjutnya di dalam undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas maka diupayakan modal pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan kepada pembiayaan langsung dari pusat ke pusat pelayanan kesehatan berbasis komunitas di tingkat puskesmas . upaya pembiayaan ini diwujudkan melalui program Bantuan Operasional Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). 1. Pengertian BOK Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk percepatan pencapaian target prioritas nasional khususnya MDGs bidang kesehatan tahun 2015, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes / Polindes, Posyandu dan UKBM lainnya dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif (Kementerian Kesehatan, 2016). Bantuan
Operasional
Anggaran dan Pendapatan
Kesehatan Belanja
(BOK)
adalah
Negara
dana (APBN)
Kementerian Kesehatan dan merupakan bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang disalurkan melalui mekanisme tugas pembantuan untuk percepatan pencapaian target program kesehatan prioritas nasional khususnya MDGs bidang kesehatan
21
tahun
2015,
jaringannya, Posyandu,
melalui serta Usaha
peningkatan UKBM
kinerja
khususnya
Kesehatan
Puskesmas
dan
Poskesdes/Polindes,
Sekolah
(UKS)
dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif (Kementerian Kesehatan, 2016). Pemanfaatan dana BOK di fokuskan pada upaya promotif dan preventif yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak, KB, Imunisasi, perbaikan
gizi
masyarakat,
promosi
Kesehatan,
kesehatan
lingkungan dan pemberantasan penyakit. Alokasi Dana BOK Tahun 2015 tersebar di 280 puskesmas Provinsi Sulawesi tenggara dengan pagu anggaran sebesar sebesar Rp. 44.839.354.000, dan realisasi sebesar Rp. 44.635.732.366,- (99,5%). Berikut adalah realisasi anggaran TP BOK menurut Kabupaten/Kota tahun 2015 (SULTRA, 2015).
22
Gambar 2.1 Realisasi Anggaran TP BOK Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015
23
Gambar 2.2 Pemanfaatan Dana TP-BOK di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015 Terlihat bahwa alokasi pemanfaatan dana BOK tertinggi disalurkan pada kegiatan program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak sebesar 27%, kemudian kegiatan manajemen puskesmas sebesar 20%, disusul perbaikan gizi sebesar 17 % dan upaya penunjang kesehatan 13%. Sedangkan pada kegiatan program imunisasi, kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan hanya memperoleh alokasi masing-masing 5% (SULTRA, 2015). Pemerintah
menyadari
bahwa
sumber
pembiayaan
pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dianggap tidak mencukupi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
24
Indonesia secara signifikan karena sebagian besar masih dibawah dari
kesepakatan
Bupati/Walikota
seluruh
menetapkan anggaran kesehatan daerah APBD. Selanjutnya
Indonesia
yang
sebesar 10% dari
di dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas maka diupayakan modal pembiayaan baru yang lebih menitikberatkan kepada pembiayaan langsung dari Pusat ke pusat pelayanan kesehatan berbasis komunitas di tingkat Puskesmas. Upaya pembiayaan ini diwujudkan melalui program Bantuan Operasional Kesehatan (Kesehatan dan RI, 2013). 2. Tujuan Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Adapun tujuannya menurut buku Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2016 adalah : a. Tujuan Umum Mendukung peningkatan upaya kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif dalam mencapai target program kesehatan
prioritas
nasional
khususnya
MDGs
bidang
kesehatan tahun 2015. b. Tujuan Khusus 1) Menyediakan dukungan dana operasional program bagi Puskesmas, untuk pencapaian program kesehatan prioritas
25
nasional. 2) Menyediakan
dukungan
dana
bagi
penyelenggaraan
manajemen Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Provinsi
dalam
pelaksanaan
program
kesehatan
prioritas nasional. 3) Mengaktifkan penyelenggaraan manajemen Puskesmas mulai
dari
perencanaan,
penggerakan/pelaksanaan
lokakarya mini sampai dengan evaluasi (Kementerian Kesehatan, 2016). 3. Ruang Lingkup Kegiatan di Puskesmas Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) utamanya digunakan untuk kegiatan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan prefentif di
puskesmas dan jaringannya termasuk Posyandu dan
Poskesdes, dalam rangka membantu pencapaian target SPM Bidang
Kesehatan
di
kabupaten/kota
guna
mempercepat
pencapaian target MDGs. Selain itu dana BOK juga dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan
manajemen
BOK
di
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Ruang lingkup kegiatan yang boleh didanai dari BOK menurut buku Petunjuk Teknis BOK 2016, adalah sebagai berikut : a. Minimal 60% dari total alokasi dana BOK Puskesmas digunakan untuk Program Kesehatan Prioritas melalui berbagai
26
kegiatan yang berdaya ungkit tinggi untuk pencapaian tujuan MDGs bidang kesehatan. b. Maksimal 40%
dari total alokasi dana BOK Puskesmas
digunakan untuk Program Kesehatan lainnya dan Manajemen Puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2016). Rincian ruang lingkup program kesehatan dan manajemen Puskesmas
meliputi,
program
kesehatan
prioritas,
program
kesehatan lainnya dan manajemen puskesmas. 4. Program Kesehatan Prioritas Program kesehatan prioritas yang terkait pencapaian MDGs diarahkan pada pencapaian target : a. MDGs 1 Upaya menurunkan prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk. b. MDGs 4 Upaya menurunkan angka kematian balita. c. MDGs 5 Upaya
menurunkan
Angka
Kematian
Ibu
(AKI)
dan
mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua. d. MDGs 6 1) Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome).
27
2) Upaya mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan. 3) Upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru malaria dan TB. e. MDGs 7 Upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum dan sanitasi dasar yang layak (Kementerian Kesehatan, 2013). Tabel 2.1. Kegiatan yang Berdaya Ungkit Tinggi dalam Rangka Pencapaian Target MDGs 1,4,5,6 dan 7 No. Kegiatan Bentuk Kegiatan Sasaran Lokasi Keterangan 1. Pendidikan PMT Penyuluhan Ibu Posyandu, Fokus Gizi Penyuluhan Gizi Bayi/Balita, CFC, Kelas MDGs 1 Konseling ASI & MPBumil, Bulin, Ibu, Rumah ASI Bufas, Buteki 2. Pelayanan Gizi Posyandu Ibu Posyandu, Fokus Sweeping Bayi/Balita, CFC, Kelas MDGs 1 Pemantauan status Bumil Ibu, Rumah gizi Survey 3. Tatalaksana PMT Pemulihan Balita Balita Posyandu, Fokus Gizi CFC, Kelas MDGs 1 Ibu, Rumah 4. Pelayanan Kunjungan Neonatus Neonatus, Posyandu, Fokus Kesehatan Pemantauan neonatus risti Rumah MDGs 4 Neonatus Neonatus risiko tinggi Pelacakan kematian neonatal, termasuk otopsi herbal 5. Pelayanan Posyandu Bayi, bayi Posyandu, Fokus Kesehatan Sweeping risti, ibu Rumah MDGs 4 Bayi Deteksi dini resiko tinggi Pemantauan bayi risiko tinggi
28
6.
7.
8.
Pelayanan Kesehatan Balita
Posyandu Sweeping Pemberian Vit. A Deteksi dini resiko tinggi Pemantauan balita risiko tinggi Penemuan dan tatalaksana kasus penyebab utama kematian balita (Pneumonia, Diare, Campak dan Malaria) Pelayanan Posyandu Kesehatan Ibu Sweeping hamil (ANC) Deteksi dini resiko tinggi PMT Bumil KEK Pemantauan resiko tinggi Kelas Ibu hamil Kunjungan Rumah Tunggu Pelacakan kasus kematian ibu hamil, termasuk otopsi herbal Kemitraan bidan dukun Pendampingan Kunjungan rumah P4K Penyuluhan
9.
Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
10.
Pelayanan Kesehatan Ibu
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Pelacakan kasus kematian ibu bersalin, termasuk otopsi verbal Kunjungan Ibu Nifas Pemantauan Ibu Nifas
Balita, Balita risti, Ibu Balita/Balita Risti,
Posyandu, Rumah
Fokus MDGs 4
Bumil, Bumil Risti
Posyandu, Poskesdes/ Polindes, Rumah, Kelas Ibu, Rumah Tunggu
Fokus MDGs 5
Bumil, Suami, Keluarga TOGA, TOMA, Kader, Dukun, Kelompok Masyarakat Ibu Bersalin
Rumah
Fokus MDGs 5
Ibu Nifas
Posyandu, Poskesdes/
Posyandu, RT/RW, Kelurahan, Dusun, Desa Posyandu, Poskesdes/ Polindes, Rumah
Fokus MDGs 5
Fokus MDGs 5
29
Nifas
11.
Pelayanan Keluarga Berencana
12.
Mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS
13.
14.
risiko tinggi Pelacakan kasus kematian ibu nifas, termasuk otopsi verbal Penyuluhan dan konseling KB dan kesehatan reproduksi
Promosi ( ABAT, Pemakaian Kondom, Pengetahuan Komprehensif HIV/AIDS, dll) Konseling dan pencegahan transmisi penularan penyakit HIV/AIDS dari penderita ke orang lain termasuk kepatuhan minum obat Mewujudkan Penemuan dan akses tatalaksana kasus terhadap serta pengambilan pengobatan specimen (HIV/AIDS, HIV/AIDS bagi IMS) semua yang Zero surveilans bagi membutuhkan populasi resiko tinggi (serologi, mass blood survey, blood survey, dll) Mengendalikan Promosi (etika batuk, penyebaran PHBS, dll dan Konseling dan menurunkan pencegahan transmisi jumlah kasus penularan penyakit baru Malaria dari penderita ke dan TB orang lain termasuk kepatuhan minum obat Penemuan dan tatalaksana kasus
Polindes, Rumah
Pasangan usia subur, remaja
Posyandu, Balai Desa, Majilis Ta’lim, Sekolah Posyandu, Poskesdes, Lokalisasi, Lokasi Risti, Balai Desa
Fokus MDGs 5
Penderita, Masyarakat kelompok beresiko tinggi, termasuk Remaja, Bumil, Anak
Posyandu, Poskesdes, Lokalisasi, Lokasi Risti, Lokalisasi Khusus (lapas), Balai Desa
Fokus MDGs 6
Penderita, Masyarakat kelompok beresiko tinggi
Posyandu, Poskesdes, Lokalisasi, Lokasi Risti, Lokalisasi Khusus (lapas), Balai Desa
Fokus MDGs 6
Penderita, Masyarakat kelompok beresiko tinggi, termasuk Remaja, Bumil, Anak
Fokus MDGs 6
30
serta pengambilan specimen (TB dan Malaria) Spot Survei terhadap tempat perindukan vector Pengendalian vector Pendistribusian kelambu kepada kelompok beresiko 15.
Meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum dan sanitasi dasar yang layak
Pendampingan, penyusunan rencana kegiatan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Pemicu stop buang air sembarangan (pemberdayaan masyarakat) Pemantauan kualitas air minum Pendataan sasaran Pendataan PHBS Pendataan risiko
16.
Pendataan
17.
Penyuluhan
Penyuluhan kelompok Konseling Penyebarluasan informasi melalui media massa dan elektronik
18.
Refresing Kader Kesehatan
19.
Kegiatan lain
Pertemuan Penyegaran teknis Kesehatan tertentu untuk kader Kesehatan aktif
Masyarakat
Rumah
Masyarakat, institusi, tempattempat umum, tempat risiko tinggi kesehatan Masyarakat
Institusi, tempattempat umum, tempat risiko tinggi kesehatan Posyandu, Puskesmas, Institusi, tempattempat umum, tempat risiko tinggi kesehatan Balai Desa, Posyandu, Puskesmas, Poskesdes
Masyarakat
Fokus MDGs 7
31
yang berdaya ungkit tinggi terhadap pencapaian MDGs sesuai dengan kondisi lokal/setempat Sumber : (Kementerian Kesehatan, 2014) 5. Program kesehatan lainnya Ruang lingkup kegiatan program kesehatan lainnya meliputi : a. UKM esensial di luar kegiatan prioritas MDGs berdaya ungkit tinggi antara lain pelaksanaan penjaringan kesehatan pada anak sekolah dan tindak lanjutnya dalam UKS, kegiatan kesehatan reproduksi
bagi remaja dan calon pengantin,
penyuluhan gizi bagi pekerja perempuan termasuk kelompok resiko tinggi, senam nifas,
pelaksanaan senam ibu hamil,
pelaksanaan pemantauan kebugaran jasmani anak sekolah, remaja
dan pekerja, pelaksanaan penyuluhan pemanfaatan
tanaman obat keluarga. b. Upaya kesehatan lainnya sesuai dengan UKM Pengembangan berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, pelacakan kasus kematian ibu dan bayi, autopsi verbal kematian ibu dan bayi. c. Penyegaran/refreshing kader kesehatan. d. Upaya kesehatan lainnya yang bersifat lokal spesifik.
32
6. Manajemen Puskesmas a. Penyelenggaraan
rapat
Rencana Pelaksanaan
lokakarya Kegiatan
mini
untuk
(RPK)
atau
menyusun Plan
of
Action (POA) Tahunan setelah Puskesmas menerima alokasi dana BOK dari kabupaten/kota. b. Penyelenggaraan tribulanan
untuk
rapat
lokakarya
membahas
mini
evaluasi
bulanan kegiatan
atau bulan
sebelumnya dan menyusun rencana kegiatan bulan yang akan datang. c. Penyelenggaraan rapat-rapat yang diperlukan ditingkat desa untuk membahas pelaksanaan program kesehatan di tingkat desa. d. Pelaksanaan oleh
pembinaan/supervisi
kegiatan
kelapangan
kepala Puskesmas dan koordinator program/kegiatan.
e. Pelaksanaan
konsultasi,
pengiriman
laporan,
menghadiri
undangan dan keperluan lainnya terkait dengan BOK ke kabupaten/kota. 6. Pemanfaatan Dana BOK Pemanfaatan
dana
BOK
digunakan
manajemen dan dana operasional di Puskesmas. a. Dana Manajemen 1) Dinas Kesehatan Provinsi
untuk
dana
33
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 3) Puskesmas Pemanfaatan
dana
BOK
yang
digunakan
untuk
dana
manajemen di puskesmas, meliputi : 1) Pembelian ATK untuk kegiatan pendukung 2) Pembiayaan administrasi perbankan, apabila sesuai dengan ketentuan bank setempat memerlukan biaya administrasi dalam rangka membuka dan mennutup rekening bank puskesmas. 3) Pembelian materai 4) Penggandaan/fotocopy laporan 5) Pengiriman surat/laporan 6) Pembelian konsumsi rapat b. Dana Operasional di Puskesmas Pemanfaatan
dana
BOK
yang
digunakan
untuk
dana
operasional di puskesmas, meliputi : 1) Perjalanan dinas sampai dengan delapan jam yang digunakan untuk membiayai transpor bagi petugas kesehatan dan kader kesehatan, tokoh masyarakat dan atau tokoh agama, dalam bentuk kegiatan sebagai berikut : a) Pelaksanaan kegiatan promotif dan preventif ke luar gedung b) Pelaksanaan rapat lokakarya mini dan musyawarah di desa.
34
2) Perjalanan dinas lebih dari delapan jam, yaitu membiayai transpor,
uang
harian
petugas
kesehatan
dan
biaya
penginapan terkait BOK ke desa dengan akses sulit wilayah kerja Puskesmas. 3) Pembelian Barang a) Pembelian bahan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan peyuluhan b) Pembelian konsumsi rapat c) Penggandaan pedoman dan media/bahan penyuluhan pada masyarakat. 7. Pengelola BOK Tingkat Puskesmas dan Indikator Kinerja BOK Pengelola BOK di Puskesmas berdasarkan Surat Keputusan KPA terdiri dari Penanggung jawab BOK di Puskesmas adalah Kepala Puskesmas dan Pengelola Keuangan BOK Puskesmas. Untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelola BOK, maka perlu ditetapkan indikator kinerja sebagai alat untuk memantau dan mengevaluasi pelaksana BOK. Tujuan penetapan indikator kinerja ini adalah untuk penilaian kinerja internal jajaran kesehatan setiap tingkatan dan untuk penilaian kinerja eksternal Kementerian Kesehatan terkait dengan pengelolaan BOK dan transparansi
publik.
Indikator
manajemen dan aspek program.
kinerja
BOK
meliputi
aspek
35
a. Aspek Manajemen di Puskesmas Puskesmas mempublikasikan laporan pemanfaatan dana BOK di papan pengumuman Puskesmas atau kantor camat setiap 3 bulan. b. Aspek Program di puskesmas Cakupan pencapaian indikator program kesehatan, yang diselenggarakan oleh Puskesmas yang berasal dari berbagai sumber biaya termasuk BOK Target ditetapkan oleh masingmasing Puskesmas serta kabupaten/kota. Laporan cakupan program dikirimkan secara berjenjang dari Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan seterusnya sampai ke tingkat pusat. Pelaporan yang bersifat rutin menggunakan format dan mekanisme yang telah ditetapkan meliputi : 1) Laporan kegiatan puskesmas menggunakan format laporan yang selama ini berlaku. 2) Laporan keuangan sesuai ketentuan Sistem Akuntansi Instansi, selain itu Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
dan
Provinsi juga menyususn laporan yang diterima. c.
Indikator Keberhasilan Keberhasilan BOK di Puskesmas dapat dilihat melalui tabel berikut ini.
36
Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan BOK di Puskesmas Indikator Input Persentase Puskesmas yang menerima dana BOK dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Indikator Proses
Persentase Puskesmas yang melaksanakan Lokakarya Mini
Indikator Output
Persentase pencapaian target SPM bidang kesehatan, dengan indikator: 1. Cakupan kunjungan ibu hamil. 2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani. 3. Cakupan pertolonganpersalinanoleh tenaga kesehatan memiliki kompetensi kebidanan. 4. Cakupan pelayanan nifas. 5. Cakupan neonatus (bayi baru lahir 0–28 hari) dengan komplikasi ditangani. 6. Cakupan kunjungan bayi. 7. Cakupan desa UCI (Universal Child Immunization). 8. Cakupan pelayanan anak balita. 9. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan. 10. Cakupan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) pada anak 6–24 bulan dari keluarga miskin. 11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat. 12. Cakupan peserta KB aktif. 13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit. 14. Cakupan Desa Siaga Aktif
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 210 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. (Kementerian Kesehatan, 2011) Keterangan: a. BOK bukanlah dana utama dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. b. Pencapaian SPM tidak hanya melalui dana BOK.
37
C. Tinjauan Umum tentang Puskesmas 1. Definisi Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan mayarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas juga suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi
sebagai
pusat
pembangunan
kesehatan,
pusat
pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat
pelayanan
kesehatan
tingkat
pertama
yang
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Ainy, 2012). Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas kesehatan masyarakat tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional khususnya subsistem upaya
kesehatan,
keterjangkauan, meningkatkan
guna
dan derajat
Kesehatan, 2014).
untuk
kualitas kesehatan
meningkatkan pelayanan
aksesibilitas,
dalam
masyarakat
rangka
(Kementerian
38
2. Pelaksanaan Manajemen Puskesmas Sesuai digunanakan
dengan
Petunjuk
dalam
manajemen
Teknis
BOK
Model
Puskesmas
adalah
yang Model
Manajemen P1-P2-P3 (Kemenkes, 2012). Manajemen Puskemas terdiri dari P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) dan P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian). a. P1 (Perencanaan) Puskesmas : Microplanning Puskesmas Microplanning puskesmas adalah penyusunan rencana lima
tahunan
puskesmas
dengan
untuk
tahapan
tiap-tiap
mengembangkan
dan
tahun
ditingkat
membina
Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) KB Kesehatan di wilayah kerjanya, berdasarkan masalah yang dihadapi dan kemampuan yang dimiliki dalam rangka meningkatkan fungsi Puskesmas. Tujuan umum microplanning puskesmas adalah meningkatkan cakupan pelayanan program prioritas yang mempunyai daya ungkit terbesar terhadap penurunan angka kematian bayi, anak balita dan fertilitas dalam wilayah kerjanya yang pada gilirannya dapat meningkatkan fungsi puskesmas. Sedangkan tujuan khususnya adalah: 1) Mengembangkan dan membina pos-pos pelayanan terpadu KB
Kesehatan di desa-desa wilayah kerja Puskemas,
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan masalah yang
39
dihadapi sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien. 2) Meningkatkan peran serta mayarakat dalam pelayanan kesehatan. 3) Meningkatkan kemampuan staf puskesmas dalam berfikir secara analitik dan mendorong untuk berinisiatif untuk mengembangkan, kreasi dan motivasi (Pintauli, 2003). Ruang lingkup microplanning adalah kegiatan pokok Puskesmas meliputi 18 kegiatan pokok. Namun demikian, mengingat dalam pelita IV perioritas diberikan pada penurunan angka kematian bagi bayi dan anak balita serta angka fertilitas, maka perencanaan yang dimaksud baru diarahkan pada lima program
terpadu
KB-
kesehatan,
imunisasi
dan
penanggulangan diare. Kelima program tersebut mempunyai daya ungkit terbesar terhadap upaya penurunan angka kematian bayi, anak balita dan anak fertilitas. (Sulaeman, 2014) b. P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) Lokakarya menggalang
Mini
Puskesmas
kerjasama
tim
adalah
untuk
Upaya
penggerakan
untuk dan
pelaksanaan upaya kesehatan Puskesmas sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dari tiap-tiap upaya kesehatan pokok Puskesmas, sehingga dapat dihindarkan terjadinya
40
tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatannya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tenaga puskesmas bekerjasama dalam tim dan membina kerjasama lintas program dan lintas sektoral (Depkes, 2009a). Pedoman
Lokakarya
mini
Puskesmas
merupakan
pedoman untuk P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) yang didalamnya terdiri dari 4 komponen sebagai berikut : 1) Penggalangan kerjasama dalam tim Yaitu lokakarya yang dilaksanakan setahun sekali didalam lingkungan Puskesmas sendiri, dalam rangka meningkatkan kerjasama antar petugas Puskesmas untuk meningkatkan fungsi Puskesmas. 2) Raker Bulanan Puskesmas Sebagai tindak lanjut rapat penggalangan kerjasama dalam tim, setiap akhir bulan diadakan pertemuan antar tenaga Puskesmas untuk membandingkan rencana kerja bulan yang lalu dengan hasil kegiatannya, bilamana dijumpai masalah dibahas bersama untuk dipecahkan bersama dan kemudian menyususn rencana kerja bulan berikutnya bagi setiap tenaga. 3) Penggalangan kerjasama Lintas Sektoral Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat
41
dan dukungan sector - sektor yang bersangkutan diperlukan penggalangan kerjasama lintas sektoral, serta dilaksanakan dalam satu pertemuan lintas sektoral setahun sekali. Untuk itu perlu dijelaskan manfaat bersama dari pembinaan upaya peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan bagi sektor-sektor yang bersangkutan. Sebagai hasil pertemuan adalah kesepakatan rencana kerja sama lintas sektoral dalam membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan termasuk keterpaduan KB Kesehatan. 4) Raker Tribulan Lintas sector Rapat kerja tribulanan lintas sektor, sebagai tindak lanjut pertemuan penggalangan kerja sama lintas sektor untuk mengkaji hasil kegiatan kerja sama dan memecahkan masalah yang dihadapi. Adapun Tujuan penggerakan dan pelaksanaan puskesmas adalah meningkatkan fungsi puskesmas melalui peningkatan kemampuan tenaga puskesmas untuk bekerja sama dalam tim dan membina kerja sama lintas program dan lintas sektor. (Depkes, 2009a) c. P3 (Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian) : Stratifikasi Puskesmas Stratifikasi adalah Suatu kegiatan untuk menentukan
42
tingkat
perkembangan
fungsi
puskesmas,
dalam
rangka
peningkatan upaya kesehatan kepada masyarakat dengan menggunakan suatu pola strategi pengelompokan Puskesmas kedalam tiga strata yaitu strata I, strata II dan srata III. Ketiga strata tersebut digunakan dalam evaluasi terhadap tingkat perkembanagan fungsi Puskesmas, sehingga dengan demikian pembinaan dalam rangka peningkatan fungsi Puskesmas dapat dilaksanakan lebih terarah agar dapat menimbulkan semangat rasa tanggungjawab dan kreatifitas yang dinamis, maka falsafah mawas diri perlu dipupuk dan dikembangkan (Depkes, 2009b). Aspek yang dinilai dalam stratifikasi Puskemas meliputi hasil kegiatan pokok Puskesmas, proses manajemen, termasuk berbagai lingkungan wilayah kerja Puskesmas yang dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja Puskesmas. Dalam stratifikasi Puskesmaas ada tiga area yang perlu dibina, yaitu : Puskesmas sebagai wadah pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pelaksanaan program-program
sektor
kesehatan maupun lintas sektoral yang secara langsung maupun tidak Puskesmas
dalam
langsung
menjadi
tanggungjawab
pelaksanaannya maupun penunjangnya,
dan peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat dan produktif. (Sulaeman, 2014)
43
3. Perencanaan Tingkat Puskesmas Sesuai dengan pedoman perencanaan tingkat puskesmas (Depkes and Masyarakat, 2006) penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas dilakukan melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut : a. Tahap Persiapan Pada tahap ini staf puskesmas yang terlibat dalam proses penyusunan
Perencanaan
Tingkat
Puskesmas
agar
memperoleh kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap-tahap perencanaan. b. Tahap Analisis Situasi Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai
keadaan
puskesmas
dan
melalui
permasalahan
proses
analisis
yang
dihadapi
terhadap
data yang
dikumpulkan. c. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Penyusunan
Rencana
Usulan
Kegiatan
(RUK)
dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Menyusun RUK bertujuan untuk mempertahankan kegiatan yang
sudah
dicapai
pada
periode
sebelumnya
dan
memperbaiki program yang bermasalah. 2) Menyusun rencana kegiatan yang baru yang disesuaikan kondisi
kesehatan
diwilayah
kerja
dan
kemampuan
44
puskesmas. Penyusunan RUK terdiri dari 2 langkah yaitu Analisa Masalah dan Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan. a) Analisa Masalah Analisa masalah dapat dilakukan melalui kesepakatan kelompok tim penyusun perencanaan tingkat puskesmas dan konsil kesehatan kecamatan/ badan penyantun puskesmas melalui tahapan : 1. Identifikasi Masalah 2. Menetapkan Urutan Prioritas Masalah 3. Merumuskan Masalah 4. Mencari Akar Penyebab Masalah 5. Menetapkan Pemecahan Masalah b) Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) meliputi upaya
kesehatan
esensial,
upaya
kesehatan
pengembangan dan upaya kesehatan pengembangan dan upaya kesehatan penunjang. c) RUK Upaya Kesehatan Esensial Upaya
kesehatan
esensial
meliputi
pelayanan
promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan
kesehatan
ibu
dan
anak
dan
keluarga
45
berencana, pelayanan gizi dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. d) RUK Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya
yang
bersifat
inovatif
dan
yang
bersifat
ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, disesuaikan dengan perioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumberdaya yang tersedia di masingmasing Puskesmas. d. Tahap Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Tahap penyusunan RPK baik upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan, upaya kesehatan penunjang maupun upaya inovasi dilaksanakan secara bersama-sama, terpadu dan terintegrasi. Hal ini sesuai dengan
azas
penyelenggaraan
Puskesmas
yaitu
keterpaduan. 4. Sumber Pendanaan Puskesmas Pendanaan
di
Puskesmas
bersumber
dari
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sumber- sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan dana di Puskesmas tersebut
46
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memperlihatkan bahwa sebagian besar urusan Pemerintahan telah diserahkan
kepada
Daerah
termasuk
Bidang
Kesehatan.
Konsekuensi logis dari penyerahan ini adalah segala sesuatu yang menyangkut
perencanaan,
sepenuhnya
menjadi
pembiayaan
tanggung
jawab
dan
pelaksanaan
Pemerintah
Daerah
(Adisasmito, 2014).
D. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan BOK Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan BOK menggunakan model implementasi kebijakan publik dari Donald Van Metter dan Carl Van Horn yaitu A Model of The Policy Implementation, yang membagi 6 (enam) variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik yaitu : 1. Ukuran Dan Tujuan Kebijakan Hasil telaah dokumen, dijelaskan bahwa tujuan kebijakan BOK adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif
47
puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Kinerja implementasi kebijakan BOK dapat diukur keberhasilannya dari ukuran berupa pencapaian target cakupan program promotif dan preventif puskesmas yang mengacu pada SPM bidang kesehatan (14 indikator), serta merupakan indikator output keberhasilan kebijakan BOK. Dana BOK diharapkan dapat meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dengan fokus pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Menurut Harrold Laswell dan Abraham Kaplan (Riant, 2006) kebijakan hendaknya berisi tujuan, nilai – nilai dan praktika – praktika social yang ada dalam masyarakat. Memilih untuk menjalankan suatu kebijakan
dikarenakan
dalam
kebijakan
tersebut berisi nilai-nilai serta praktika social di masyarakat yang kemudian dipilih untuk dilaksanakan demi terwujudnya suatu tujuan. 2. Sumber Daya Manusia Manusia dalam hal ini petugas kesehatan adalah ujung
48
tombak dalam pelaksanaan program BOK. Peran dan keberadaan mereka dalam program ini sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program di puskesmas oleh karena itu sangat dibutuhkan dukungan manusia yang terampil dan berkualitas. Dalam
buku
pedoman
pelaksanaan
dan petunjuk teknis
program BOK tahun 2015 menjelaskan bahwa susunan pengelola BOK ditingkat Kabupaten/Kota terdiri dari Ketua pelaksana (Kepala Dinas Kesehatan) Sekretaris Kabag Jaminan Kesehatan sedangkan anggota adalah Seluruh Kepala Bidang di Dinas kesehatan Kabupaten/Kota serta didukung oleh seluruh Kepala Puskesmas sebagai penanggung
jawab tingkat Kecamatan
dibantu oleh masing – masing penanggung jawab program di Puskesmas. 3. Karakteristik Agen Pelaksana Agen pelaksana dalam implementasi kebijakan BOK adalah pihak KPPN (Kantor Pelayanan dan Perbandaharaan Negara). Sebagai
konsekuensi dari mekanisme penyaluran dana BOK
melalui Tugas Pembantuan (TP), pencairan dana ini harus melalui KPPN. Mekanisme TP merupakan hal yang baru bagi dinas kesehatan kabupaten, sehingga tata cara, aturan dan sistem yang mengacu pada peraturan Kementrian Keuangan belum dipahami secara mendalam oleh petugas di kabupaten. Berulang kali terjadi
49
perubahan format pencairan sehingga menyulitkan tim. 4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana Sikap / kecenderungan para pelaksana kebijakan BOK baik di kabupaten maupun di puskesmas menerima dengan baik dan berupaya untuk mengimplementasikan kebijakan BOK. 5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana Komunikasi yang dilakukan melalui pertemuan koordinasi dengan puskesmas dilakukan sebanyak 2 (dua) kali selama setahun, yaitu pada awal dan akhir kegiatan. Komunikasi dan koordinasi
dengan
pihak
KPPN
sebagai
agen
pelaksana
kebijakan dilakukan oleh tim pengelola BOK kabupaten karena perlunya informasi yang diberikan serta kebijakan terutama pada proses pencairan dana BOK. 6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Kondisi
lingkungan
ekonomi,
sosial
dan
politik
di
lingkungan pemerintahan Kabupaten sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan BOK. 7. Model Implementasi Program Menurut George C. Edward III Model implementasi program yang berpersfektif top down ini dikembangkan oleh George C. Edward III. Pendekatan yang dikemukakan oleh Edward III mempunyai empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi program tsb, yaitu:
50
(1) komunikasi; (2) sumber daya; (3) disposisi; dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut dapat diaplikasikan dalam model pendekatan di bawah ini : Gambar. Model Implementasi Program Edward III Komunikasi
Sumberdaya Implementasi Disposisi
Struktur Birokrasi Sumber : Edward III (1980:48) dalam (Indiahono, 2009) (33) Variabel
pertama
yang
mempengaruhi
keberhasilan
implementasi program, menurut George C. Edward III adalah komunikasi. Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:31), komunikasi menunjuk bahwa setiap Implementasi program akan dapat dilakukan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program dapat disosialisasikan secara
baik
sehingga
dapat
menghindari
adanya
distorsi
(kesalahpahaman) atas Implementasi dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan
51
kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan Implementasi dalam ranah yang sesungguhnya (Indiahono, 2009). Komunikasi menurut George C. Edward III dalam Agustino (2008) sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi program tsb. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus harus dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat (Agustino, 2008). Variabel
kedua
yang
mempengaruhi
keberhasilan
implementasi suatu program adalah sumber daya. Menurut Edward III dalam (Indiahono, 2009) (31–32), sumber daya yaitu menunjuk setiap Implementasi program harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas
implementor yang dapat
melingkupi seluruh kelompok sasaran. Lebih lanjut dijelaskan
52
menurut George C. Edward III dalam (Agustino, 2008) (151), kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi suatu program salah satunya disebagiankan oleh karena sumber daya yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah sumber daya saja tidaklah cukup, tetapi diperlukan pula kecukupan sumber daya dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan suatu program. Sumber daya finansial menurut George C. Edward III dalam Indiahono (2009:48) adalah kecukupan modal invertasi atas sebuah
program.
Keduanya
harus
diperhatikan
dalam
implementasi program pemerintah. Sebab, tanpa kehandalan implementor, kebijakan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, progam tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran (Indiahono, 2009). Variabel
ketiga
yang
mempengaruhi
keberhasilan
implementasi suatu program adalah disposisi. Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:32), disposisi yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran,
53
komitmen, dan demokratis. Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arah program yang telah digariskan dalam guideline (kerangka kerja) program (Indiahono, 2009). Komitmen dan kejujuran implementor membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan program dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program. Menurut George C. Edward III dalam Agustino (2008:152), jika pelaksanaan program ingin efektif, maka para pelaksana program tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak bias (Agustino, 2008). Variabel
keempat
yang
mempengaruhi
keberhasilan
implementasi suatu Program adalah stuktur birokrasi. Menurut Edward III dalam (Indiahono, 2009) (32) struktur birokrasi menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi
suatu
program.
Aspek
struktur
birokrasi
ini
54
mencakup dua hal penting yaitu mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standard Operating Procedure (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program. Seperti yang dikemukakan oleh George C. Edward III dalam (Agustino, 2008) (153), SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana program untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Menurut George C. Edward III dalam Agustino (2008:153), ketika struktur organisasi tidak kondusif pada program yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya suatu program (Agustino, 2008). Keempat variabel di atas dalam model yang dibangun oleh Edward III memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam
55
mencapai tujuan dan sasaran program. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Selain itu, terdapat pula aplikasi konseptual dari model implementasi George C. Edward III yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel. Aplikasi Konseptual George C. Edward III Perspektif Implementasi Program Aspek Ruang Lingkup Komunikasi
a. Implementor dan kelompok sasaran dari program b. Sosialisasi program efektif dijalankan - Metode yang digunakan - Intensitas komunikasi
Sumber Daya
a. Kemampuan implementor - Tingkat pendidikan - Tingkat pemahaman terhadap tujuan dan sasaran
serta aplikasi detail program - Kemampuan
menyampaikan
program
dan
mengarahkan b. Ketersediaan dana - Dana yang dialokasikan - Prediksi kekuatan dana dan besaran biaya untuk
implementasi program
56
Disposisi
Karakter pelaksana a. Tingkat komitmen dan kejujuran: dapat diukur dengan tingkat
konsistensi antara pelaksanaan
kegiatan dengan strandar yang telah ditetapkan. Semakin sesuai dengan standar semakin tinggi komitmennya. b. Tingkat pelaksana
demokratis
dapat
melakukan
proses
dengan sharing
intensitas dengan
kelompok sasaran, mencari solusi dan masalah yang dihadapi dan melakukan diskresi yang berbeda dengan standar guna mencapai tujuan dan sasaran program. Struktur Birokrasi
a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami b. Struktur Organisasi; rentang kendali antara pucuk
pimpinan dan bawahan dalam struktur organisasi pelaksana. Semakin jauh berarti semaki rumit, birokratis dan lambat untuk merespon perkembangan program. Sumber: (Indiahono, 2009)
Model konseptual dari Edward III ini dapat digunakan sebagai alat untuk membandingkan implementasi program diberbagai tempat dan waktu. Artinya, empat variabel yang tersedia dalam model dapat digunakan
untuk
menggambarkan
fenomena
implementasi
suatu
program. Sehingga dalam penelitian ini, model tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk menggambarkan fenomena Program Bantuan
57
Operasional Kesehatan (BOK) dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2017. E. Kerangka Teori Penelitian
Kondisi Saat Ini : Masih Tingginya Kematian Ibu Dan Anak, Kasus Gizi Buruk, Dll
Belum Optimalnya Fungsi Puskesmas
Komitmen Pemerintah Daerah
BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK)
Peningkatan Fungsi Puskesmas Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan Pusat Pemberdayaan Masyarakat Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer
Antara Lain : Keterbatasan Biaya Operasional Kesehatan
Pengelolaan BOK
Masyarakat Sehat Sumber : (Kementerian Kesehatan, 2011) Sumber : Kementerian Kseshatan, 2011
PusatPelayanan Kesehatan Perorangan Primer
Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten/Kota Meningkat Percepatan Pencapaian MDGs
58
F. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) adalah terobosan baru dari Kementrian Kesehatan sebagai salah satu bentuk dukungan dan tanggung jawab pemerintah bagi pembangunan kesehatan masyarakat di pedesaan dan kelurahan. Kebijakan pemberian bantuan dana ini untuk meningkatkan kinerja puskesmas dan
jaringannya
dalam
menyelenggarakan
upaya
pelayanan
pelayanan kesehatan promotif dan preventif (Kemenkes, 2011). BOK
mempunyai
tujuan
untuk
memperlancar
kinerja
puskesmas dan jaringannya, serta poskesdes dan posyandu dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif sebagai upaya meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkeadilan. Penyediaan dana BOK dimulai pada tahun 2010 kemudian dilanjutkan pada tahun 2011 dan merupakan suatu inovasi baru dalam reformasi
pembiayaan
kesehatan.
Reformasi
pembiayaan
dari
perspektif sasaran intervensi bisa dilakukan pada sisi demand dan pada sisi supply. Selama ini fokus perhatian banyak diberikan pada sisi demand seperti pada jaminan kesehatan, sedangkan sisi supply agak terbengkalai. BOK pada dasarnya adalah intervensi pembiayaan pada sisi supply, yang masih perlu ditelaah efektivitas dan efisiensinya.
59
Dalam penyajian Monitoring Pelaksanaan Kebijakan BOK dan Jampersal di DIY, Papua dan NTT yang disampaikan oleh PMPK UGM (Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada) dan UNFPA, disampaikan beberapa hambatan utama dalam pelaksanaan BOK tahun 2011. Hambatan
utama
tesebut
adalah
prosedur
administrasi
keuangan yang kompleks dan baru yang menyebabkan penyaluran dan penyerapan dana terlambat, serta ketidaksiapan sumber daya manusia baik dari jumlah dan pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariane dkk (2010) di tiga puskesmas Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menyebutkan bahwa keterlambatan pencairan dana BOK disebabkan karena dana yang diterima di kabupaten terlambat yang berdampak pada keterlambatan pendistribusian dana ke Puskesmas. Penelitian Nurcahyani (2011) adalah sosialisasi yang kurang dari tim BOK kabupaten dan kepala puskesmas tentang Juknis BOK, sistem pertanggungjawaban dalam pencairan dana yang rumit serta keterbatasan sumberdaya manusia di tingkat puskesmas dan dinas kesehatan. Keterlambatan pencairan dana BOK dapat mengganggu jalannya program-program kesehatan yang telah direncanakan, termasuk program KIA yang mengarah tidak terpenuhinya SPM yang
60
telah ditargetkan sebelumnya. Pendanaan Bantuan Operasional kesehatan (BOK) adalah menekankan pada program kesehatan promotif dan preventif. BOK dimaksudkan agar semua program secara kompeherensif dapat berjalan dengan lancer. Program KIA sebagai upaya untuk menekan angka kematian Ibu dan Bayi diharapkan dapat dilaksanakan dengan tahapan yang terukur dan sistematis,
yang
terlihat
berupa
program,
pengorganisasian,
pelaksanaan program, evaluasi, dan pembiayaan yang tertuang dalam Bantuan Operasional kesehatan. Dalam
Notoadmojo
(2003)
untuk
mengevaluasi
sebuah
program kesehatan dalam hal ini program KIA dikaitkan dengan BOK dapat menggunakan indicator system sebagai berikut : 1. Input a. Sumber daya manusia, yakni tenaga kesehatan dan masyarakat yang berpartisipasi dalam kegiatan pendanaan BOK program KIA. b. Sumber dana yang digunakan, dalam kegiatan program KIA dalam hal ini dana BOK dari pemerintah. c. Alat, Bahan, atau materi lain yang digunakan untuk menyokong kegiatan program KIA.
61
2. Proses a. Segala sumber materi, daya, dan upaya untuk mengubah input menjadi output. b. Pertemuan dengan masyarakat dalam rangka perencanaan atau pengambilan keputusan. c. Berapa jumlah program yang akan dilaksanakan d. Berapa kali melakukan pertemuan/rapat untuk melaksanakan program kesehatan. 3. Output a. Berapa jumlah dan jenis program kesehatan Ibu dan Anak yang sudah dilakukan. b. Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat kesehatannya. c. Meningkatnya fasilitas umum pendukung program kesehatan ibu dan anak dimasyarakat dan sebagainya.
62
Format Pelaksanaan BOK Perencanaan a. Alokasi Dana BOK b. Tim Pengelola BOK c. Pengusulan POA Penyaluran a. Proses Manajemen di Puskesmas b. Pembahasan POA di Puskesmas c. Proses Pencairan dan Penyaluran Dana d. Pertanggungjawaban Keuangan Dari Puskesmas ke DINKES Pemanfaatan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Ibu a. Pendampingan P4K b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin c. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas d. Pelayanan Keluarga Berencana Pemanfaatan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Anak a. Pelayanan Gizi b. Pelayanan Kesehatan Neonatus c. Pelayanan Kesehatan Bayi d. Pelayanan Kesehatan Balita Pengawasan a. Pengawasan dari Dinas Kesehatan ke Puskesmas b. Pengawasan Kepala Puskesmas ke Pengelola Program
INPUT
Pelaksanaan Program BOK Tahun 2014 Cakupan Kesehatan Ibu : a. K4 = 71,7 % b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani = 75 % c. Cakupan Pertolongan persalinan oleh Nakes = 77,51 % d. Cakupan pelayanan Nifas = 80 % e. Cakupan KB aktif = 70 % Cakupan Kesehatan Anak : a. Cakupan Neonatus dengan komplikasi yang di tangani = 60 % b. Cakupan Desa UCI = 100 % c. Cakupan Pelayanan Anak Balita = 75 % d. Cakupan Pemberian ASI pada bayi 6-24 bulan pada Gakin = 83 %
OUTPUT
Pelaporan a. Penerapan Anggaran b. Laporan KIA
PROCESS Sumber : Kementerian Kesehatan (2014) & Teori Modifikasi Notoadmojo (2003)
63
G. Kerangka Pikir Penelitian
Input
Process
Pemanfaatan Dana BOK
Output Keterangan :
: Variabel Dependen
: Variabel Independen
H. Definisi Konsep 1. Input yaitu penyusunan sumber daya dan komponen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program peningkatan program Kesehatan ibu dan anak dalam implementasi dana BOK, meliputi : a. Menyiapkan Data Base perencanaan Program KIA b. Pemilihan program yang akan dilaksanakan c. Penetapan tujuan/pencapaian program
64
d. Pembentukan Tim Kerja 2. Proses meliputi metode dan cara pihak Puskesmas memanfatkan dana BOK pada program kesehatan ibu dan anak dalam bentuk kegiatan dan program KIA, meliputi : a. Upaya yang telah dilakukan b. Jumlah program yang dilaksanakan 3. Output yaitu program yang
yang telah dilaksanakan atau
dikerjakan oleh Puskesmas penerima dana BOK pada program kesehatan ibu dan anak yang disesuaikan dengan dokumen rujukan, meliputi : a. Jumlah program yang telah dilaksanakan b. Pencapaian target program yang telah dilaksanakan c. Tolak ukur keberhasilan program. 4. Program kesehatan ibu dan anak, merupakan kegiatan yang berupaya pada program yang berfokus pada pencegahan angka kesakitan dan peningkatan kesehatan dengan sasaran utama ibu dan anak. Yang meliputi : Persentase pencapaian target SPM bidang kesehatan, dengan indikator: a. Cakupan kunjungan ibu hamil. b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani. c. Cakupan pertolongan persalinan memiliki kompetensi kebidanan.
oleh
tenaga
kesehatan
65
d. Cakupan pelayanan nifas. e. Cakupan neonatus (bayi baru lahir 0–28 hari) dengan komplikasi ditangani. f. Cakupan kunjungan bayi. g. Cakupan desa UCI (Universal Child Immunization). h. Cakupan pelayanan anak balita. i.
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan.
j.
Cakupan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) pada anak 6–24 bulan dari keluarga miskin.
5. Bantuan Operasional kesehatan (BOK) yaitu dana yang dikeluarkan yang berfokus pada program pencegahan dan promosi kesehatan. Dana BOK ditunjukkan dan dinilai dalam bentuk fisik sesuai dengan dokumen rujukan. 6. Evaluasi adalah suatu kegiatan meninjau atau melihat kembali kelayakan dan pemanfaatan suatu program.
66
I. Proposisi Penelitian 1. Kajian Implementasi program Kesehatan Ibu dan anak dikaitkan dengan bantuan operasional kesehatan dinas kesehatan Konawe sangat penting dilakukan mengingat keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh proses evaluasi. 2. Indikator sistem meliputi Input, Proses, dan Output pada evaluasi pemanfaatn program kesehatan Ibu dan anak merupakan elemen yang menentukan evaluasi pemanfaatan bantuan operasional kesehatan pada program tersebut.
Sintesa Penelitian No.
Nama Peneliti, Tahun
Lokasi
Judul Penelitian
Metode/ Variabel/Dimensi
1.
Merlianawati, Tahun 2011
Kecamatan Implementasi Metode Deskriptif Pringsewu dan Kebijakan Dengan Pendekatan Kecamatan Dana Bantuan Kualitatif Gadingrejo Operasional Kesehatan (BOK) Kabupaten Pringsewu (Studi di Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Tahun 2010 –2011)
2.
Ema Mawarni, Tahun 2015
Kabupaten Aceh Besar
Operasional Kesehatan (BOk) Terhadap Pembangunan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas Dalam Kabupaten Aceh
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempat indikator tersebut belum maksimal. Kesimpulan ini berdasarkan pada: 1) Komunikasi antara pelaksana kebijakan dengan para kelompok sasaran dalam pelaksanaan kegiatan BOK belum efektif karena para kader dan sebagian masyarakat tidak mengetahui informasi tentang adanya kebijakan BOK; 2) Sumber daya manusia pada pelaksanaan kebijakan dana BOK secara keseluruhan sudah cukup memadai tetapi pada sumber daya finansialnya masih kurang memadai; 3) Disposisi para implementor kebijakan BOK dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya; 4) Struktur birokrasi dalam pelaksana BOK telah mencapai dua aspek yaitu mekanisme dan struktur organisasi pelaksana. Metode analisis Hasil analisis data menggunakan uji T Paired diskriptif & Metode menunjukkan perbedaan yang signifikan tingkat Kuantitatif. ketercapaiaan program yang meliputi bidang Uji T Paired Dan Uji Kesehatan Ibu dan Anak , Imunisasi, perbaikan gizi masyarakat, dan kesehatan lingkungan sebelum dan Regresi sesudah adanya BOK. Berdasarkan hasil analisis Regresi menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan dari variabel independen yang
Besar
3.
Asmaripa Ainy. Tahun 2012.
Di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan Di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Metode penelitian adalah analysis of policy. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara mendalam kepada empat orang informan, yaitu: kepala dinas dan staf pengelola BOK di Dinas Kesehatan Ogan Ilir serta kepala puskesmas dan staf pengelola BOK di Puskesmas Indralaya.
meliputi cakupan kesehatan ibu dan anak sebesar 0,825, cakupan imunisasi sebesar 0,244, cakupan perbaikan gizi masyarakat gizi sebesar 0,659 dan cakupan kesehatan lingkungan sebesar 0,863 yang dibiayai oleh dana BOK dengan variabel dependen (pembangunan Kesehatan). Secara parsial menunjukkan bahwa setiap peningkatan cakupan sebesar 1% dari masing-masing variabel independen (KIA, Imunisasi, Gizi dan Kesling) maka akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan kesehatan di Puskesmas dalam Kabupaten Aceh Besar. Pengorganisasian BOK di Ogan Ilir mengacu pada petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan RI yaitu ada tim koordinasi, tim pengelola, dan tim pengelola keuangan. Pengelolaan keuangan mengacu pada petunjuk pelaksanaan pengelolaan keuangan dari Ditjen Bina Gizi dan KIA. Pencairan dana BOK diawali dengan usulan Plan Of Action (POA) puskesmas kepada dinas desehatan untuk diverifikasi dananya kemudian diusulkan pencairannya ke Kantor Pusat Perbendaharaan Negara (KPPN). Penanggung jawab program dapat mengambil dana pelaksanaan melalui bendahara BOK. Alokasi BOK puskesmas disesuaikan dengan jumlah wilayah kerja, jumlah penduduk, cakupan program dan kondisi geografis, sehingga PAGU di 24 Puskesmas bervariasi. Prioritas BOK untuk
Data sekunder diperoleh dari dokumen BOK. 4.
Andini Aridewi, Tahun 2013.
Kabupaten Kudus
Analisis Pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus
Metode Kualitatif
5.
Rita Nurcahyani Tahun 2011
Kabupaten Bandung Barat
Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011
Desain penelitian mixed method dengan strategi konkuren embedded. Rancangan kualitatif menggunakan strategi pragmatism dan kuantitatif menggunakan strategi observasional cross sectional. Sampel untuk rancangan
penyuluhan: KIA, gizi, pengukuran IMT, dan penyakit menular. Pada Juni 2011, BOK per April-Juni 2011 masih proses pencairan tetapi dana kesekretariatan sudah 40% dari PAGU yakni untuk sosialisasi, pelatihan bendahara Puskesmas dan transpor. Hasil penelitian menunjukkan pada Puskesmas dengan serapan tinggi dan berhasil menekan kasus, pemahaman tentang juknis BOK jelas, pelaksanaan kegiatan sesuai dengan laporan dan dilaksanakan secara tim, ada keterlibatan pelaksana dalam penyusunan Plan of Action (POA) serta ada evaluasi pelaksanaan kegiatan. Selain itu pada Puskesmas yang berhasil, pelaksana kegiatan juga menyusun kelengkapan data pendukung sehingga pembuatan laporan tidak hanya dibebankan kepada Tim Pengelola BOK Puskesmas. Faktor yang sangat memengaruhi implementasi kebijakan BOK adalah faktor sumber daya. Ketidaksiapan sumber daya manusia berdampak pada tahapan proses yang mengakibatkan fungsi manajemen tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Disposisi/sikap para pelaksana kebijakan BOK menunjukkan keseriusan tetapi hanya bersifat formalitas untuk memenuhi aspek administrasi keuangan sehingga mengabaikan tujuan utama kebijakan BOK. Cakupan program puskesmas yang dibiayai dana BOK tidak menunjukan peningkatan yang signifikan (p<0,05) antara sebelum dan sesudah
6.
Dasmar, Tahun 2013
Kabupaten Luwu
Studi Evaluasi Program Dana Bantuan Operasional Kesehatan Di Kabupaten Luwu
kualitatif menggunakan purposive sampling dan untuk kuantitatif menggunakan total sampling
ada dana BOK.
Jenis penelitian ini digunakan Survey Deskriptif,
1. Pelaksanaan program Dana Bantuan Operasional Kesehatan pada tahap input: Menyangkut Kebijakan SDM / tenaga pengelola, Buku Pedoman/Juknis Sasaran program pada umumnya sudah memadai kecuali menyangkut dana pada umumnya Puskesmas mengangkap masih perlu ditingkatkan jumlah serta perlu pembinaan proses pertanggung jawaban yang masih perlu pembimbingan dan penyederhanaan pelaporan. 2. Pelaksanaan program Dana Bantuan Operasional Kesehatan pada tahap proses : yang menyangkut Perencanaan, Pengorganisasian Pelaksanaan, Pelaporan Pemantauan atau monitoring pada umumnya sudah berjalan sesuai juknis kecuali perencanaan masih perlu penekanan kepada kepala Puskesmas agar membuat perencanaan sesuai analisa masalah, hal tersebut tidak terlepas dari pengawasan oleh Dinas Kesehatan belum berjalan maksimal. 3. Pelaksanaan program Dana Bantuan Operasional Kesehatan pada tahap output: menyangkut
7.
Anna Aprina Burdames, Tahun 2014
Koya Barat Kota Jayapura
Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Cakupan Program KIA (Studi Kasus Di Puskesmas Rawat Inap Koya Barat Kota Jayapura)
Terlaksananya program bantuan operasional kesehatan dan Tercapainya cakupan program, jika dilihat dari hasil cakupan sebelum ada BOK menunjukkan bahwa terjadi peningkatan cakupan akan tetapi kalau kita bandingkan dengan target SPM 2015 belum tercapai dengan demikian program Dana Bantuan Operasional Kesehatan kedepan diperlukan evaluasi berkala pertriwulan atau persemester guna mewujudkan capaian SPM 2015. penelitian kualitatif Menujukkan bahwa sebagian besar informan adalah dengan desain studi perempuan dimana laki-laki memiliki jumlah yang kasus (case study) sedikit yang paling tua adalah informan yang memiliki jabatan tertinggi di puskesmas yakni kepala puskesmas. Keterkaitan antara pengelola yaitu pemegang program KIA tidak mendapatkan kesepakatan dalam hal penentuan prioritas masalah yang harus diangkat sebagai program unggulan yang cepat memberikan efek pada peningkatan cakupan KIA, dalam proses penyaluran dana yang tidak merata di program dan masih harus menyesuaikan dengan kegiatan prioritas karena masih banyak kegiatan yang harus dilaksanakan melalui dana BOK dengan kata lain kegiatan ada tapi dana penunjang terbatas, untuk tahap pelaporan realisasi sudah sesuai tetapi program SPM belum mencapai target, serta penggunaan dana belum maksimal.
8.
Ulma Putri Septyantie Tahun 2012
Kabupaten/Kota Hubungan Antara Provinsi Jawa Realisasi Dana Tengah Bantuan Operasional Kesehatan Dengan Indikator Gizi KIA di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Penelitian Kuantitatif. Metode Analisis Menggunakan Regresi Sederhana.
Hasil estimasi pengaruh realisasi dana BOK terhadap cakupan kunjungan neonatus pertama/KN1 adalah signifikan (Sig.0,000 < ±=1%), pengaruh realisasi dana BOK terhadap cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih/Pn adalah signifikan ( Sig.0,000 < ±=1%), dan pengaruh realisasi dana BOK terhadap cakupan balita ditimbang berat badannya atau D/S adalah signifikan ( Sig.0,000 < ±=1%). Uji koefisien determinasi (r²) yaitu 0,629 untuk pengaruh BOK terhadap KN1, 0,636 untuk pengaruh BOK terhadap Pn, dan 0,690 untuk pengaruh BOK terhadap D/S. Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa variabel residual berdistribusi normal, terbebas dari autokorelasi dan heterokedastisitas. Kesimpulan: Realisasi dana BOK berpengaruh positif dan signifikan terhadap, realisasi dana BOK berpengaruh positif dan signifikan terhadap cakupan Pn dan realisasi dana BOK berpengaruh positif dan signifikan terhadap cakupan D/S.
9.
Muh. Imam Maulana Parawansa Tahun 2013
Kabupaten Jeneponto
Penelitian Kualitatif
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan program dana BOK di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa pelaksanaan sudah berjalan dengan baik yang terlihat dari aspek kebijakan yang sudah mengeluarkan dana BOK dengan tepat, aspek SDM yang menunjukkan tenaga pengelola dana BOK telah sesuai dengan pedoman dan aspek dana pelaksanaan program sudah mencukupi, kemudian
Evaluasi Bantuan Operasional Kesehatan Di Kabupaten Jeneponto
10.
Sanvery Parlindungan Sihombing Tahun 2012
Kabupaten Dairi Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan Di Puskesmas Kabupaten Dairi Tahun 2012
Penelitian ini adalah deskriftif dengan mengggunakan desain kualitatif
11.
Faisal Husni Tahun 2012
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
Penelitian Kualitatif Dengan Desain Studi Kasus
Efektifitas Bantuan Operasional Kesehatan Di
aspek pengorganisasian memiliki tenaga pelaksana yang berbeda serta dari aspek pengawasan dilakukan pemerintah setiap tahun secara periodik sehingga pada aspek pelaporan menjadi baik karena laporan keuangan dilakukan secara periodik. Hasil Evaluasi terhadap kegiatan BOK di Puskesmas pada tahap input meliputi unsur kebijakan, tenaga,dana,sarana penunjang. Dari segi kebijakan BOK merupakan kebijakan yang baik demi kepentingan masyarakat. Evaluasi tenaga sudah mencukupi dan memadai dalam pelaksanaan kegiatan tetapi masih ditemukan pemanfaatan tenaga oleh Kepala Puskesmas belum maksimal dalam pelaksanaan kegiatan. Evaluasi terhadap dana masih ditemukan permasalahan yaitu belum terintegrasinya sumber dana yang digunakan oleh Puskesmas.Evaluasi terhadap sarana penunjang telah memadai guna melaksanakan Standar Pelayanan Minimal. Evaluasi terhadap proses masih belum sesuai dengan pedoman petunjuk teknisprogram yang telah ditetapkan terutama dalam hal perencanaan Puskesmas dan pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas. Evaluasi terhadap output berupa pencapaian Standar Pelayanan Minimal telah sesuai dengan yang di harapkan. Hasil penelitian diketahui bahwa Bantuan Operasional Kesehatan belum efektif dalam mendukung percepatan MDGs. Hal ini disebabkan
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 Dan Tahun 2012
karena pegawai masih berorientasi pada uang lumpsum, peruntukkan kegiatan lebih besar diluar program tujuan MDGs dan menurunnya anggaran kesehatan dari APBD setalah ada BOK.
12.
Tri Nirwana Tahun 2014
Di Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara
Pengaruh Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Kesehatan Untuk Kegiatan Pelayanan Gizi Terhadap Pemantauan Pertumbuhan Balita Di Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara
Jenis penelitian adalah survei yang bersifat explanatory research. Analisis deskriptif
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pemanfaatan dana BOK (ketersediaan dana (p=0,002) dan pemberdayaan masyarakat(p=0,040)) terhadap cakupan pemantauan penimbangan balita (K/S), terdapat pengaruh pemanfaatan dana BOK (ketersediaan dana (p=0,009)) terhadap cakupan partisipasi masyarakat (D/S), terdapat pengaruh pemanfaatan dana BOK (ketersediaan dana (p=0,004)) terhadap cakupan hasil penimbangan (N/D).
13.
Oka Beratha, Tahun 2013
Kabupaten Gianyar
Hubungan karakteristik, motivasi dan dana BOK dengan kinerja petugas KIA puskesmas di Kabupaten Gianyar
Disain penelitian adalah cross sectional
Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat (chisquare) dan multivariate (regresi logistik). Sebagian besar responden 41 (58,6%) berumur rendah, masa kerjanya pendek 39 (55,7%), berpendidikan tinggi 57 (81,4%), 36 (51,4%) sudah pernah mendapatkan pelatihan, 42 (60%) motivasi rendah, 47(60,7%) dana BOK masih kurang dan kinerja petugas tinggi 40 (57,1%). Berdasarkan analisis bivariat diperoleh hubungan yang bermakna antara pelatihan [OR=2,88; 95%CI 1,08-7,67], motivasi [OR=6,77; 95%CI 2,15-21,29] dan dana BOK [OR=4,09; 95%CI 1,30-12,85] dengan kinerja petugas. Pada analisis
multivariat didapat variabel yang berhubungan dengan kinerja petugas adalah pelatihan [OR=6,11; 95%CI 1,61-23,23], motivasi [OR=7,48; 95%CI 1,8130,93] dan dana BOK [OR=5,09; 95%CI 1,12-23,21]. 14.
Hilda Ngii, 2012
Provinsi Sulawesi Tenggara
Perbedaan Pelaksanaan Kegiatan Dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Ibu Sebelum Dan Sesudah Program BOK Di Tiga Kabupaten/Kota Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
Cross Sectional Study
Pelaksanaan Kegiatan pemeriksaan kehamilan (p=0,789), kegiatan pelayanan persalinan (p=0,165) dan kegiatan pelayanan nifas (p=0,114) menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah program BOK. Sedangkan cakupan kunjungan ibu hamil (p=0,010), cakupan pertolongan persalinan (p=0,001) dan cakupan pelayanan nifas (p=0,005) menunjukan ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah program BOK
15.
Niniek Lely Pratiwi, Tahun 2014
Di Propinsi Jawa Timur
Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Mendukung Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (Mdgs 4,5) Di Tiga Kabupaten, Kota Di Propinsi Jawa Timur
Penelitian ini merupakan kajian kebijakan, dengan metode potong lintang. Kajian dilakukan dengan mengumpulkan informasi melalui wawancara mendalam
Komitmen Pemerintah Daerah kurang untuk upaya preventif, promotif bidang KIA guna mendukung pencapaian Millineum Developmen Goals termasuk percepatan penurunan kematian ibu dan kematian bayi baru lahir dengan mengurangi anggaran dana preventif dan promotif kabupaten kota dengan pertimbangan sudah ada dana BOK. Terlihat bahwa ada beberapa kasus dari data profil kesehatan kabupaten pada tahun 2010 angka kematian bayi menurun, namun pada tahun 2011 naik kembali ke posisi tahun 2009. Penyusunan Rencana Aksi Daerah kurang mengacu
Indonesia
pada program prioritas program kesehatan ibu dan anak, kurangnya monitoring dari propinsi ke kabupaten, kurangnya pemantauan dan monitoring dari dinas kesehatan kabupaten ke kecamatan yang perlu dilakukan. Masih lambannya penurunan angka kematian ibu dan bayi dan kasus gizi kurang dari hasil review data profil dari ke 3 kabupaten (Gresik, Sidoarjo dan Sampang) di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Gresik, Sidoarjo dan kabupaten Sampang. Kepala Puskesmas kurang dapat mengelola dana BOK secara lebih efisien dan akuntabel, mengingat dari beberapa data sekunder data pencapaian kesehatan ibu dan anak cakupan ‘KN1’-‘KN4’ naik pada tahun 2010. Program JKN, kebijakan BOK dalam upaya pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat mengungkit turunnya angka kematian ibu bersalin, bayi lahir sehat ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
67
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif, dengan pendekatan Case study yang bertujuan untuk mengekslplorasi dan mencari penjelasan empirik tentang pemanfaatan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) pada program Kesehatan ibu dan anak. Penelitian ini memilih jenis study analisis dengan maksud untuk mmeperoleh informasi yang luas dan mendalam tentang gambaran gambaran pemanfaatan dana BOK untuk Program KIA pada Puskesmas yang terdapat kejadian (Incident) kasus kematian ibu dan bayi. Penelitian ini dilakukan di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara pada Juni hingga Juli tahun 2017. Pemilihan lokasi berdasarkan data awal bahwa Puskesmas memiliki angka kematian bayi yang tidak sesuai dengan standar nasional yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi, Tawanga, Unaaha, Lambuya dan Tongauna.
67
68
C. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini yaitu semua pegawai yang terlibat dan mengetahui program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara maupun yang berada di Puskesmas. Informan adalah orang yang memberikan informasi untuk data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 23 orang, terdiri dari : 1. Informan Pegawai ataupun petugas yang berasal dari 6 puskesmas yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi, Tawanga, Unaaha, Lambuya dan Tongauna, dengan masing-masing puskesmas terdiri 3 orang meliputi penanggung jawab dari program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada puskesmas yaitu Kepala Puskesmas, Bendahara
Puskesmas,
penanggung
jawab
dari
kegiatan
pelaksanaan program KIA yang dananya bersumber dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas dan bidan Desa. 2. Informan Kunci (key Informan) Pegawai
ataupun
petugas
yang
berasal
dari
Dinas
Kesehatan Konawe yang terdiri dari 5 orang meliputi Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Konawe, Kepala bidang perencanaan, Kepala bidang kesehatan masyarakat, Kepala Seksi KIA dan gizi, dan Sekertariat Pengelola Dana BOK.
69
Adapun pertimbangan dan kriteria informan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Berada di tempat saat penelitian berlangsung. 2. Bersedia menjadi informan dan memberikan informasi terkait penelitian ini. 3. Berasal dari lingkup kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. 4. Memiliki pengetahuan dan wawasan tentang program promosi kesehatan. 5. Tingkat pendidikan berlatar belakang minimal Diploma ataupun Sarjana (Strata Satu).
D. Sumber Data 1. Data Primer Data ini diperoleh melalui wawancara langsung secara mendalam (indept interview) dan observasi yang tidak terstruktur dengan mengembangkan daya pengamatan dalam mengamati objek
maupun
informan
dengan
menggunakan
pedoman
wawancara serta alat bantu berupa perekam suara, kamera dan alat tulis. Data primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, melalui tehnik wawancara mendalam dengan informan kunci (Pegawai Dinas kesehatan Kabupaten
70
Konawe), informan biasa (Pegawai atau petugas pengelola BOK di Puskesmas). 2. Data Sekunder Data diperoleh dari bagian informasi pada Dinas kesehatan dan Puskesmas Kabupaten Konawe, maupun lembaga terkait.
E. Instrumen Penelitian Ciri khas penelitian kualitatif adalah instrumen penelitian yang digunakan yaitu pengamatan berperan serta dan teknik wawancara. Instrumen penelitian tersebut adalah peneliti yang berperan dalam menentukan
keseluruhan
skenarionya
(Moleong,1996).
Dengan
demikian maka yang menjadi instrumen dalam penelitian yang akan dilakukan adalah peneliti sendiri sebagai human instrument. Upaya untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan sasaran penelitian menjadikan kehadiran peneliti dalam setting penelitian
kualitatif
merupakan
hal
penting
karena
sekaligus
melakukan proses empiris. Dalam hal penciuman lapangan proses empiris merupakan hal yang harus dilakukan sekaligus sebagai instrumen utama penelitian. Kehadiran peneliti dalam setting sebagai instrumen utama, mengingat data dan informasi yang akan digali dalam sebuah proses berasal dari berbagai dimensi dan dinamika. Kehadiran peneliti dalam setting berperan sebagai instrumen utama dimaksudkan untuk
71
menjaga akurasi data yang dibahas. Sebagai instrumen, manusia juga hendaknya memiliki kemampuan untuk mengenali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak terduga, atau yang tidak lazim terjadi. Jadi, bukan menghindari tetapi harus mencari dan berusaha menggali lebih dalam. Dalam pelaksanaannya, kegiatan penelitian ini didukung oleh beberapa instrumen pendukung dan instrumen pencatatan dalam melaksanakan kegiatan lapangan. Peneliti melengkapi diri dengan : 1. Tape
Recorder/MP3
yang
berfungsi
untuk
merekam
hasil
wawancara antara peneliti dan informan. 2. Daftar pertayaan sebagai pedoman wawancara 3. Catatan lapangan yang berfungsi untuk mencatat data/informasi tambahan yang merupakan hasil observasi lapangan.
F. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi yang berperan serta (participation observation), wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.
72
1. Observasi Observasi melakukan
dilakukan
pengamatan
sebelum mengenai
ke
kelapangan,
pemanfaatan
serta
bantuan
oeprasional kesehatan (BOK). 2. Indepth Interview Wawancara dilakukan setelah melakukan observasi. Dalam melakukan wawancara peneliti memilih dua kategori informan yakni informan kunci (Pegawai Dinas kesehatan Kabupaten Konawe), informan biasa (Pegawai atau petugas pengelola BOK di Puskesmas). Wawancara dilakukan untuk melihat bagaimana pemanfaatan
bantuan
operasional
kesehatan
(BOK)
untuk
peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) melalui pendekatan sistem yang dilihat berdasarkan Input, proses dan output. Wawancara dilakukan secara terus –menerus sampai data atau informasi yang didapatkan jenuh. 3. Telaah Dokumen Telaah dokumen dilakukan untuk menyesuaikan jawaban informan dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan dengan cara
melihat
kembali
pencapaian
kegiatan
program
dalam
dokumen-dokumen terkait. 4. Dokumentasi Dokumentasi bisa berbetuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumentasi yang digunakan dalam
73
penelitian ini ada beberapa macam diantaranya berupa dokumen dari dinas kesehatan dan Puskesmas kabupaten Konawe dan dokumentasi berupa foto dan rekaman wawancara.
G. Pengolahan dan Penyajian Data Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data, maka peneliti mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan Content Analysis dimana data tidak dianalisis menggunakan teknik kuantitatif. Content Analysis merupakan salah satu teknik analisis data yang biasanya digunakan dalam penelitian kualitatif, khususnya kualitatif verifikatif seperti yang disarankan oleh (Bungin, 2008). Menurut Bungin (2008) analisis isi atau Content Analysis merupakan teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat ditiru (replicable). Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Analisis isi menekankan pada bagaimana peneliti melihat kesenjangan isi komunikasi, bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Analisis isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilahistilah atau penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga di catat konteks mana istilah itu muncul. Kemudian,
74
dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan
tujuan
penelitian.
Klasifikasi
ini
dimaksudkan
untuk
membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan di cari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini kemudian dideskripsikan dalam bentuk draft laporan penelitian. Analisa data yang dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas data dari narasumber serta memastikan bahwa semua data telah diisi, dilanjutkan dengan memeriksa dan mendengarkan kembali hasil dari wawancara yang dilakukan dan juga menuliskan apa yang di sampaikan oleh narasumber.
H. Teknik Uji Keabsahan Data Guna pengecekan validitas temuan/kesimpulan terdapat empat macam validitas, namun dalam penelitian ini validitas dilakukan dengan tiga cara yaitu triangulasi tekhnik/metode, sumber, dan teori (Sugiyono. 2014). Namun dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah Triangulasi tehnik/metode dimana keabsahan data diuji
dengan
mengabungkan
beberapa
tehnik
metode
dalam
memperoleh informasi diantaranya observasi partisipatif, wawancara
75
mendalam dan dokumentasi. Hasil wawancara setiap informan akan saling menguatkan pernyataan yang lain.
I.
Alur Penelitian
Pemilihan informan pertama yang dilakukan dengan cara purposive sampling yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Informed consent Membina hubungan saling percaya dengan partisipan
Pengumpulan data melalui wawancara semi terstruktur (in- depth interview) Analisis data Menguji keabsahan Data credibility, transferability, dependability dan confirmability Hasil dan pembahasan Kesimpulan dan saran
76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografis Kabupaten Konawe memiliki ibukota Unaaha, berjarak 73 km dari Kota Kendari, secara geografis terletak di bagian selatan Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02045’’ dan 04014’ lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur antara 121,150’ dan 123,300 Bujur Timur. Batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe Utara, Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda, Laut Maluku Dan Kab.Konawe Kepulauan, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Timur. Luas wilayah Kabupaten Konawe, 5.799 Km2, atau 17,48 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara. Luas
wilayah
menurut
Kecamatan
sangat
beragam.
Kecamatan Routa merupakan wilayah kecamatan yang terluas yaitu : 2188.58 Ha (37,74%) sementara Kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan Konawe (Pemekaran dari Kecamatan Wawotobi) luasnya 17.82 Ha (0,31%) terhadap luas wilayah Kabupaten Konawe. 76
77
2. Keadaan Penduduk a. Pertumbuhan Jumlah penduduk di Kab. Konawe Tahun 2015 Sebesar 229.801 Jiwa. Pertumbuhan penduduk di Kab. Konawe tahun 2009-2014, disajikan pada Gambar 1 berikut: Gambar. 1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Konawe Periode Tahun 2011-2016
Tahun Jumlah
1
2
3
4
5
6
2011
2012
2013
2014
2015
2016
217.280
220.530
229.801
233.601
233.610
213.038
Sumber: BPS Kab. Konawe 2016
Pada Gambar 1 menunjukkan Jumlah penduduk tahun 2011 sebesar 213.038 jiwa dan jumlah penduduk tahun 2016 sebesar 233.610 jiwa, karena pertumbuhan penduduk disetiap tahunnya, bertambahnya jumlah kelahiran dan adanya penduduk yang datang (tidak menetap) serta adanya perbaikan pendataan yang dilakukan dari tahun ketahun oleh BPS.
78
b. Persebaran dan Kepadatan Pada Tabel 1 (lihat lampiran) menunjukkan bahwa Kecamatan Unaaha merupakan jumlah penduduk yang paling tertiggi yaitu 24,586 jiwa sedangkan Kecamatan Latoma jumlah penduduk yang paling terendah yaitu 2,638 jiwa. c. Sex Ratio Penduduk Pada
tabel
2
(lihat
lampiran)
menunjukkan
perkembangan penduduk menurut jenis kelamin. Ratio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan. Adapun jumlah penduduk laki-laki sebesar 119.835 jiwa dan perempuan sebesar 113.775 jiwa. 3. Tingkat Pendidikan Peningkatan sumber daya manusia tidak terlepas dari standar minimal pendidikan. Jumlah tenaga administrasi dan tenaga kesehatan yang tercatat khususnya lingkup Dinas Kesehatan dan semua Unit Pelaksana Teknis Dasar (UPTD) yang berada di wilayah kerja Dinas Kesahatan Kab. Konawe tahun 2016 Pada Tabel. 3 (Lihat lampiran) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Lingkup Kerja Dinas Kesehatan Kab. Konawe tahun 2016 yaitu Pendidikan tertinggi S2 sebanyak 121 orang (11,9%), adapun dan Pendidikan terendah SLTA/sederajat sebanyak 22 orang (2,1%).
79
B. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini didapatkan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi tentang bagaimana pemanfaatan dana BOK yang digunakan untuk program kesehatan ibu dan anak di PUSKESMAS kabupaten Konawe.
1. Karakteristik Informan Informan dalam penelitian ini yaitu berjumlah 23 orang, yang berasal dari 6 puskesmas yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi, Tawanga,
Unaaha,
Lambuya
dan
Tongauna,
terdiri
dari
penanggung jawab program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada puskesmas yaitu Kepala Puskesmas, Bendahara Puskesmas,
penanggung
jawab
dari
kegiatan
pelaksanaan
program KIA yang dananya bersumber dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas dan bidan Desa. Pegawai ataupun petugas yang berasal dari Dinas Kesehatan Konawe yang terdiri dari Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Konawe, Kepala bidang perencanaan, Kepala bidang kesehatan masyarakat, Kepala Seksi KIA dan gizi, dan Sekertariat Pengelola Dana BOK.
80
Tabel 4 Karakterisitik Responden No 1
Nama MA
Instansi
Dinas Kesehatan 2 IS Dinas Kesehatan 3 ES Dinas Kesehatan 4 NA Dinas Kesehatan 5 IL Dinas Kesehatan 6 AL PKM Uepai 7 MW PKM Lambuya 8 SM PKM Unaaha 9 PS PKM Wawotobi 10 AA PKM Tawanga 11 DE PKM Tongauna 12 MP PKM Uepai 13 NR PKM Lambuya 14 RB PKM Unaaha 15 AM PKM Wawotobi 16 ES PKM Tawanga 17 IE PKM Tongauna 18 DD PKM Uepai 19 NP PKM Lambuya 20 JW PKM Unaaha 21 AA PKM Wawotobi 22 RR PKM Tawanga 23 HR PKM Tongauna Sumber data Primer : 2017
Usia Jabatan (Tahun) 45 Kepala Dinas 37
KA. Bidang Perencanaan
40 34
Ka. Bidang Kesehatan Masyarakat Ka. Seksi KIA dan Gizi
38
Staff Sekretariat BOK
32 40
KA. PUSKESMAS UEPAI KA. Puskesmas Lambuya
45
KA. Puskesmas Unaaha
30
KA. Puskesmas Wawotobi KA. Puskesmas Tawanga
32 50 28 38
KA. Puskesmas Tongauna Bidan Koordinator Bidan Koordinator
30
Bidan Koordinator
26
Bidan Koordinator
40
Bidan Koordinator
37
Bidan Koordinator
32 40
Bendahara BOK Bendahara BOK
35
Bendahara BOK
28
Bendahara BOK
26
Bendahara BOK
36
Bendahara BOK
81
2. Fokus Penelitian a. Informasi Perencanaan Pemanfaatan Dana BOK pada Program Kesehatan Ibu dan Anak (INPUT) Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tenaga kesehatan yang
terlibat
perencanaan
dalam
penganggaran
sebagai
hal
yang
dana
sangat
BOK
memaknai
penting.
Dimana
perencanaan merupakan proses awal yang ditentukan dalam setiap program yang akan dilaksanakan. Sesuai informasi yang disampaikan sebagai berikut : “….Jadi yang pertama dibutukan untuk meningkatkan KIA adalah data base, sasaran dan data base KIA di semua puskesmas. Kemudian selain data base juga ada data2 teknis KIA, jadi seperti tingkat kematian dan juga tingkat kelahiran. Pentingnya
perencanaan
mengantisipasi menunjang
kegiatan
program
itu
ialah
untuk,
KIA
kedepan.
kan
harus
eeeee, Ia,
ada
jadi
apa, untuk
perencanaan,
implementasi dari perencanaan itu kan pelaksanaan kegiatan. Ia, jadi harus direncanakan dulu ya….” (JW, 35 Tahun) Tahapan perencanaan dilaksanakan dengan pendekatan yang bersifat prosedural dan kaidah birokratif, penggalian informasi dan masalah dilakukan dari bawah ke atas (Bottom-Up) dengan menggunakan data-data hasil perencanaan tingkat Puskesmas (mikro-planning) yang dilaporkan ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/Kota. Kegiatan ini dilakukan oleh masingmasing kepala seksi pada sub bagian dinas khususnya program kesehatan ibu dan anak.
82
“…..Jadi
begini,
program
yang
ada
di
jalankan
di
PUSKESMAS itu sudah adaji menunya dari pusat, ya jadi kita disini tinggal melaksanakan saja. Kita juga disini hanya menyesuaikan sesuai dengan kemampuan ta’, termasuk dilihat juga berapa lagi dana yang masuk. Pertimbangannya dengan menyaring hasil data laporan dan hasil perencanaan pada tingkat PUSKESMAS, baru data-data itu disaring dengan tim perencana seksi program KIA, tapi ini baru tahapan awal saja…..” (MA, 45 Tahun). Kegiatan ini berlangsung 1 (satu) tahun sekali, yakni pada setiap penyusunan dan penganggaran program ini diambil dari dana APBD dan dilaksanakan oleh dinas kesehatan Kabupaten Konawe. Tahapan mencari data dan informasi tentang masalah kesehatan
juga
dilakukan
dengan
membentuk
tim
kunjungan/supervisi dari tingkat Dinas Kesehatan yang langsung melakukan interaksi dengan petugas pada masing-masing Puskesmas. Tim ini berjumlah 1-4 orang pada setiap Puskesmas dan pembiayaan tim ini dilakukan oleh dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Tim ini bertugas untuk melakukan interaksi langsung untuk menggali informasi dan kebutuhan masingmasing petugas puskesmas khususnya kajian tentang program Kesehatan Ibu dana anak yang dijalankan pada wilayah kerja Puskesmas masing-masing dimana hasil temuan lapangan akan dicocokkan dengan keberhasilan program yang pernah dilakukan
83
sebelumnya, fakta ini dikemukakan salah satu informan dibawah ini : “…….Ia artinya kan perencanaan dan KIA itu data base untuk kegiatan KIA di BOK itu kan dimulai dari tahapan Puskesmas, jadi puskesmas membuat POA Planing Of Action, jadi semua program itu direncanakan oleh puskesmas kemudian dibawa kedinas, didinas diverifikasi, termasuk KIA, keseluruhan program harus direncanakan dari bawah, nanti dikabupaten baru diverifikasi, itupun juga sesuai kebutuhan, jadi tidak langsung juga langsung disetujui semua program yang mau dilakukan di Puskesmas….” (ES, 40 Tahun). Hasil temuan tim tersebut selanjutnya akan didiiskusikan di intem seksi masing-masing yang akan membahas tentang tujuan, sasaran dan waktu realisasi program, untuk selanjutnya diajukan ke sub bagian perencanaan dinas kesehatan Kabupaten/Kota. “….jadi proses perencanaan itu disamping dilaksanakan dipuskesmas dan diusul kedinas, perencanaan juga, ada diminta usulan dari seksi KIA itu sendiri untuk perencanaan, dan dari semua usulan-usulan itu baru digodok di kasubag perencanaan, kalau sudah keluar dari kasubag perencanaan baru diusulkan ketingkat atas. Penyusunan perencanaan programnya jadi sudah sesuai, jadi tahapan dari bawah dulu, tidak
langsung
puskesmas,
di
kasubag
kemudian
diperencanaan,
program,
diseksi-seksi,
perencanaan
godok,
jadi
mulai
dari
kemudian
masuk
keluarlah
usulan
perencanaan, apa yang dibutuhkan oleh dinas termasuk KIA…” (MA, 45 Tahun).
84
Perencanaan Program kesehatan ibu dan akan yang dilaksanakan menjadi contoh nyata yang diawali dengan tahapan tersebut di atas, Pemilihan program apa yang akan dilaksanakan (pengobatan, layanan kunjungan K4, Imunisasi, dll) sangat mempengaruhi telaksananya kegiatan tersebut secara maksimal. Namun pemenuhan alat bantu lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan dan masalah yang ada pada masyarakat. Dalam tahap perencanaan dilaksanakan dengan tahapan tersebut, namun disadari bahwa dalam tahap perencanaan yang dilakukan
masih
sangat
terbatas
yang
berimplikasi
bagi
penyusunan program yang kurang sesuai dengan masalah dan tingkat kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan anggaran yang dalokasikan untuk program KIA bukanlah bagian yang memilik anggaran terbesar, ditambah dengan komitmen pembangunan kesehatan yang kurang pada pengambil kebijakan, sebagaimana
informasi
yang
disampaikan
salah
seorang
informan dibawah ini. “……Cara mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan utk program KIA jadi mengidentifikasinya itu kan menurut sumber daya yang ada, sumber daya data, kemudian tenaga KIA itu sendiri, kemudian sasaran, ah itu semua diidentifikasi termasuk
permasalahan
yang
ada,
semua
dipadukan
kemudian digodok, tapi tetap disesuaikan dengan target program, itukann misalnya, apa, target K1, itukan kita melihat evaluasi yang tahun lalu kemudian kita sesuaikan dengan data yang ada sekarang…” (IE, 37 Tahun).
85
Oleh informan kunci hal tersebut sebagai berikut: “….Ya nanti sebelum ada pembuatan program, para bidan yang sudah ditunjuk itu, akan berembuk dulu kira-kira kegiatan apa yang akan dilakukan, dan umumnya ini sama ji dengan semua Puskesmas….” (DD, 32 Tahun). Hasil wawancara ditambahkan oleh informan berikut: “….Ya setelah pihak Puskesmas sudah menetukan siapasiapa toh petugas yang terlibat dalam program KIA dan program apa yang akan dilaksanakan, mah nanti dia kasih di kita supaya ditindaklanjuti, dari situ baru kita tahu kira-kira untuk KIA berapa anggarannya dan untuk kegiatan apa saja….”(NP, 40 Tahun) Kemudian hal tersebut juga diungkapkan langsung salah seorang informan : “…kegiatan yang paling banyak itu meliputi kegiatan ibu hamil seperti pemantauan WUS, PUS, KB tapi itu-itu terus ji programnya sama seperti tahun kemarin, jadi walaupun sudah ada program yang akan dijalankan dari dinas dan digabung dengan hasil rapatnya itu bidan koordinasi tetap ji itu lagi kegiatannya, mungkin karena susah mi lagi dapat inovasi kegiatan petugas…” (IE, 37 Tahun) Fakta di atas menunjukkan, bahwa problem kesehatan tidak hanya pada rendahnya tingkat kepedulian dan kesadaran masyarakat (provider)
(recipient)
tetapi
pembangunan
juga
kesehatan.
pada Para
penyelanggaraan penyelenggara
kesehatan berperan untuk menyediakan pelayanan yang dapat
86
digunakan
oleh
masyarakat
untuk
meningkatkan
taraf
kesehatannya, khusunya pada ibu dan anak. b. Informasi Pelaksanaan Program Kesehatan ibu dan anak Realisasi dilaksanakan
Program oleh
Kesehatan
dinas
ibu
kesehatan
dan
anak
Kabupaten
yang
Konawe,
berorientasi pada penguatan internal dengan pengadaan fasilitas pendukung dan bagi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan masyarakat khusunya pada tenaga yang berorientasi pada bidang kesehatan ibu dan anak pada dinas Kabupaten/Kota dan adapun program-program
yang
bersentuhan
langsung
dengan
masyarakat masih sangat minim. Realisasi program kesehatan ibu dan anak sendiri dinyatakan telah berjalan dengan baik dengan pencapaian program 100% sebagaimana mestinya sesuai dengan perencanaan programnya, namun pelaksanaan program
terkesan
berjalan
hanya
pada
saat
awal-awal
pelaksanaan program kegiatan, dan akan menurun di tengah perjalanan programnya. Dalam pelaksanaan program keterlibatan pihak eksternal dalam setiap kegiatan hanya pada kepesertaan dan narsumber, biasanya yang diundang dari kalangan akademisi, ikatan profesi atau dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Keterlibatan unsur-unsur tersebut sangat penting, baik sebagai peningkatan kualitas program KIA juga untuk memantapkan keberhasilan program yang akan dilaksanakan sebagaimana diungkapkan informan dibawah ini :
87
“ penting juga untuk kita undang kalangan professional kesehatan, untuk tahu kira-kira program ta, apa yang perlu ditambah, ya kalangan professional ini diajak berbincang apakah program ini sudah pas apa tidak. Baru bagus juga yang dikenal saja supaya anggaran tidak terlalu tinggi..“ (DD, 32 Tahun). Ditambahkan oleh informan lain : “… Biasanya realisasi program kita ji yang lakukan sendiri, tetap pada keterlibatan unsur luar, bahkan biar narasumber kalau diktat, paling sering kita undang kelompok akademisi atau ikatan profesi… “(NR, 38 Tahun). Realisasi
setiap
program
sangat
dipengaruhi
oleh
ketersediaan sumber daya, terutama kesiapan anggaran yang sangat tidak memadai dan hampir semua program belum dapat terealisasikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan oleh anggaran program yang belum diperoleh oleh pelaksana teknis, karena ada tahapan birokrasi yang memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan demikian program tersebut akan ditunda, disamping itu keterbatasan tenaga pelaksana teknis, baik secara
kuantitas
maupun
kualitas
juga
menjadi
kendala
keterlambatan dalam merealisasikan program seperti yang telah direncanakan. Seperti diutarakan salah seorang informan : “…...Ya biasanya itu anggranna lama cairnya, malah biasa hampir mau sudah habis tahun ya baru jadi. Tapi biasanya kalau kita walaupun belum ada dana nya cair, ya dibikin memang mi itu program yang akan dilaksanakan…” (IL, 38 Tahun).
88
Walaupun pencairan dana sedikit terhambat, tetap ada program yang dilaksanakan walau anggarannya belum ada, inovasi seperti ini dilaksanakan karena realisasi program sudah tersosialisasi dini. Hal ini merupakan inisiatif dari masing-masing seksi saja, tentu dengan resiko kegiatan tidak terlaksana sesuai dengan perencanaan yang telah dilaksanakan sebelumnya terutama disebabkan kurangnya alokasi pembiayaan program. Sesuai dengan informasi wawancara berikut : “….kami berharap agar semua orang dapat berpartisipasi untuk dapat memantau jalannya program kami, bak sebagai peserta ataupun fasiliator bahkan narasumber, dengan begitu kami akan lebih terbantu… “(DD, 32 Tahun) Informasi tersebut kemudian diperjelas sebagai berikut : “…. Ya semua program telah terlaksana dengan indkatornya masing-masing. Ada 18 program yang kami keluarkan dan Alhamdulillah semuanya mencapai pencapaian, dan dikatakan telah berjalan 100% dengan pemanfaatan dana BOK…”(MA, 45 Tahun). Ditambahkan oleh salah seorang informan sebagai berikut : “….kalau program, Alhamdulillah semua berjalan ji, ada biasa yang terkendala dua – sampai tiga minggu seperti pemberian tablet Fe pada remaja wanita, itu biasa karena dananya ji belum cair, tapi biasa juga kalau ada dana lebih sedikit yan kita tutupi dulu buat program yang akan berjalan…” (ES, 40 Tahun). Dalam realisasi program kesehatan ibu dan anak tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya,
89
terutama pada ketepatan waktu dan sasaran. Tidak tepatnya waktu realisasi program disebabkan karena anggaran belum ada. Proses pencairan anggaran karena prosesnya bertahap dan rumit, dan biasanya dikaitkan dengan urusan administrasi sesuai kutipan informan berikut : “… Prosesnya bertahap, ada proses birokrasi yang rumit dan utuh da nada tahapannya sendiri. Pada sisi lain koordinasi dan komunikasi pelaksana teknis juga lamban, karena keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia sebagai pelaksana..” (ES, 40 Tahun). Pada penjelasan di atas mengindikasikan lemahnya pelaksanaan kegiatan program kesehatan ibu dan anak, terutama tidak adanya ketepatan waktu, sasaran dan target yang jelas terukur dan lemahnya sumber daya manusia. Oleh karena itu dibutuhkan upaya peningkatan kapasitas pelaksana sumber daya manusia dengan meningkatkan keterampilan (skill) tenaga pelaksana tehnis melalui pelatihan tersebut. Namun sebenarnya masalah sesungguhnya bukan pada kurangnya alokasi dana tapi kualitas program yang tidak memenuhi standar bahkan adanya program yang dianggap penting nanmun sebenarnya tidak penting untuk dlaksanakan. Tapi walaupun begitu pihak Puskesmas telah bekerja dengan baik terbukti semua program yang telah direncanakan telah berjalan sebagaimana mestinya.
90
c. Informasi Evaluasi Program Kesehatan ibu dan Anak Evaluasi program yang dilaksanakan bersifat periodik yaitu pengawasannya
memiliki
jarak
waktu
tertentu,
umumnya
dllaksanakan pada akhir program atau akhir tahun. Cara yang digunakan adalah evaluasi secara administratif kegiatan setiap pelaksanaan
program
laporan
tersebut
membahas
waktu,
kepesertaan, anggota dan laporan kegiatan. Sebagaimana diutarakan oleh informan : “Ya kalau dari kita puskesmas biasanya kita lihat apakah sudah pas waktu, pendanaan, pendanaan dan kegiatan yang dilaksanakan…” (ES, 40 Tahun). Dan juga informasi oleh informan sebagai berikut : “….Kalo model evaluasi yang dilakukan kan tiap bulan mereka melakukan evaluasi melalui laporan, melalui pertemuanpertemuan bulanan KIA, mereka melakukan evaluasi….” (NR, 38 Tahun). Pada setiap program dinas kesehatan kabupaten/kota, dievaluasi
pada
rapat
perencanaan
dan
evalausi
yang
dilaksanakan oleh dinas kesehatan sendiri, pada setiap tahun program. Forum ini menjadi media pelaporan setiap aktivitas program kesehatan iu dan anak yang dilaksanakan oleh internal seski program kesehatan ibu anak. Hal itu tergambar sebagai berikut : “…..kita ndi, melakukan penilaian dengan cara meminta penanggung jawab program membuat laporan administrasi laporan kegiatan…” (JW, 35 Tahun).
91
Indikator evaluasi dari setiap program yang dilaksanakan adalah ketepatan waktu dan sasaran atau target yang ingin dicapai, anggaran yang digunakan serta kepesertaan masyarakat. Walaupun hal ini sangat sulit untuk dilakukan karena keakuratan data masih harus dipelajari lebih lanjut. Seperti yang diutarakan sebagai berikut : “….Indikator keberhasilan programnya ada beberapa indikator, jadi sudah ada target, jadi. Berdasarkan target, jadi misalnya target 80%, indikatornya eeee… kalo K1, kalooo tidak tercapai ya dicari permasalahannya kenapa tidak tercapai, bisa saja karena data proyektif, bisa juga melebihi! Karena data data proyektif sekarang kan berdasarkan data PUSDATIN tidak selamanya sama dilapangan, ya. Jadi bisa cakupan mereka melebihi bisa juga kurang. Karena anu, estimasi factor itu kan bukan data real kalo pusdatin, jadi bisa saja lebih besar dia punya sasaran, jadi indikatornya kalo 80% bisa tidak tercapai karena tidak sesuai data real dilapangan, padahal puskesmas sudah menyatakan 100%, padahal dibanding kalo dengan data sasaran oleh pusdatin tidak cukup 80% karena lebih besar target dari sasaran pusdatin…” (MA, 45 Tahun). Selain itu evaluasi untuk mengukur output setiap program yang dijalankan dalam bidang kesehatan ibu dan anak, belum dapat dilakukan secara maksimal karena adanya keterbatasan dari skill petugas, serta anggaran yang terbatas ikut mengambil andil pada pengukuran output. “…kalau untuk itu tidak ada, semisal kalau ada kita bina dan bimbing petugas, ya pada saat pelatihan saja, setelah itu nanti kita tidak lihat mi sejauh mana peningkatan dan partisipasinya
92
untuk program KIA, anu karena kurang sekali danannya…” (IL, 38 Tahun). Namun tidak adanya tindak lanjut untuk mengukur perkembangan SDM di bidang KIA yang merupakan salah satu program peningkatan kesehatan ibu dan anak disebabkan karena terbatasnya sumber daya untuk itu, baik itu anggaran, maupun tenaga dan waktu. Tim penilai kegiatan dilaksanakan secara internal sendiri. Tim evaluasi dari luar tidak ada, karena anggaran untuk melakukan hal tersebut tidak ada, padahal itu akan lebih baik karena hasil kegiatan evaluasi lebih menyeluruh, dan tentu hasilnya lebih obyektif. Seperti diutarakan informan : “…..ya kita cuma periksa laporan yang kita terima dari masingmasing koordinator program, kan ada dokumentasinya, selain itu kan pihak Puskesmas juga terlibat secara langsung, maka semua program dapat di evaluasi laporan yang mereka berikan…”(IE, 37 Tahun) Selain itu informan lain juga mengatakan bahwa, semua harus berjalan sesuai rencana : “….ya laporan yang ada kami tinjau apakah sudah berjalan tepat waktu, alokasi anggaran sudah sesuai, dan sumber daya yang tepat sudah di maksimalkan, itu ji yang penting, oh dengan itu pencapaiannya indikatornya disesuaikan ji dengan Juknis nya…” (MA, 45 tahun) Seperti penuturan informan berikut ini :
93
“…..evaluator yang memantau keberhasilan program ya kita kita ji, itupun kalau mau datang pihak dinas ya disesuaikan dengan kesiapan dari Puskesmas…”(NA, 34 Tahun) dan informasi ini diperkuat dengan pernyataan sebagai berikut : “ …ya walaupun ada sumber dana lain selain BOK, tapi kan tidak semua itu dana buat program KIA tapi juga harus dibagi dengan program-program urgent lainnya seperti P2L yang membutuhkan dana yang cukup besar juga…”(JW, 35 tahun). Hal ini sejalan dengan hasil chross-check data alokasi anggaran kesehatan 2015-2016 sebagai berikut: “…kami tidak bisa mengatakan pengguyuran dana nya secara langsung berapa, Cuma memang penggunaan dana BOK untuk program KIA sudah termasuk yang besar dan maksimal pengalokasiannya, dan kami rasa hal tersebut cukup, buktinya semua program berjalan ji semua…”(NR, 38 Tahun). Evaluasi bersifat administratif yaitu penilaian sebuah program dilakukan dengan menilai laporan pelaksanaan kegiatan dalam
bentuk
laporan
administrasi.
Isi
laporan
hanya
menggambarkan keadaan berjalannya sebuah program berupa waktu, peserta, dan anggaran kegiatan. Sesuai yang diutarakan informan dalam wawancara sebagai berikut : “…. Secara umum tentu ketepatan waktu, laporan pendanaan dan siapa – siapa saja yang terlibat dalam kegiatan…”(IL, 38 Tahun).
94
Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan evaluasi tidak menyentuh substansi yang sebenarnya dimana evaluasi program kesehatan ibu dan anak menurut green dan lewis agar para pelaksana sebagai promotor dapat menunjukkan keefektifan program yang dilaksanakan dan kredibilitas program secara spesifik dan program kegiatan kesehatan lain secara umumnya (Thaha, 2006).
C. Pembahasan 1. Perencanaan Program Kesehatan Ibu dan Anak Pendekatan perencanaan program kesehatan ibu dan anak yang digunakan oleh seksi kesehatan ibu dan anak kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe adalah perencanaan program dengan pendekatan Prosedural Birokrasi. Hal ini ditandai dengan tahapan perencanaan berupa need assessment dan penyusunan program dilakukan
secara
menghadirkan
periodik
masing-masing
(sekali kepala
dalam seksi
setahun), khususnya
dengan seksi
kesehatan ibu dan yang secara langsung merefresentasikan dan memaparkan masalah dan kebutuhan masing-masing seksi di dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. Tahap perencanaan adalah sebuah tahap yang sangat penting untuk mengarahkan pelaksanaan dan tujuan program, serta didasarkan pada data base yang kuat dalam penyusunannya.
95
Hasil dari forum ini nantinya akan diteruskan pada Puskesmas dengan harapan sebagai rangkuman atau acuan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Forum ini membahas tentang kondisi dan masalah yang dihadapi masing-masing seksi dinas kesehatan kabupaten/kota, permasalahan tersebut diantaranya adalah: a. Kebutuhan Sarana dan Prasarana b. Kebutuhan Sumber Daya Manusia baik secara Kualitas maupun Kuantitas c. Masalah Kesehatan masyarakat dari sudut pandang program kesehatan ibu dan anak. Dari hasil presentase masalah-masalah tersebut diatas, selanjutnya tim perencanaan dinas kesehatan kabupaten membuat desain program yang dilandasi oleh berbagai informasi dan masukan dari seksi yang di dinas kesehatan. Sepintas hal ini menunjukkan adanya sebuah alur perencanaan program yang berdasarkan pendekatan dari bawah (bottom up planning). Pendekatan ini merupakan pendekatan yang sangat baik untuk mengidentifikasi program-program yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam taraf Puskesmas sendiri para bidan dipimpin oleh bidan koordinator akan terlebih dahulu merumuskan kegiatan apa yang akan dilakukan, bidan yang berpartisipasi dalam hal ini adalah bidan yang telah dipilih dan akan bekerja sesuai tanggung jawab mereka. Merumuskan
kegiatan
yang
akan
dilaksanakan
dilakukan
96
berdasarkan pengalaman empirik yang telah ditemukan pada tahun sebelumnya. Pertemuan yang dilakukan antar bidan terkait pelaksanaan program KIA terkadang membutuhkan waktu yang tidak singkat, dimana proses tersebut tidak serta merta melahirkan satu desain program. Hasil pertemuan akan di jadikan pemateri diskusi pada masing-masing penanggung jawab yang ada pada Puskesmas di Kabupaten Konawe. Proses yang terjadi di intern pelaksana kegiatan KIA ini akan lebih spesifik menentukan tujuan, sasaran, dan waktu serta anggaran program dibuat sesuai dengan masukan yang dirapatkan melaluli laporan penanggung jawab program ditingkat Puskesmas dalam hal ini Kepala Puskesmas serta Penanggung jawab KIA dan Bidan koordinator sebagai pelaksana baik melalui laporan administratif maupun rapat koordinasi. Tahapan tersebut akan dilanjutkan untuk diajukan menjadi sebuah program pada kepala bagian perencanaan dinas Kesehatan Kabupaten Konawe, untuk selanjutnya melakukan pengusulan dan dipertimbangkan penganggaran dan pengalokasian dana BOK pada program KIA di Puskesmas Kabupaten Konawe. Berdasarkan informasi tersebut, tahapan perencanaan yang dilakukan adalah melalui rapat koordinasi antar intern bagian kesehatan ibu dan anak perencanaan dengan tahapan seperti ini memiliki kelemahan, yaitu informasi dan masalah yang dilaporkan
97
lebih bersifat kebutuhan institusi (institusional needs) atau bagian tetentu dari pada kebutuhan masyarakat (public needs). Hal ini disebabkan informasi yang diterima adalah informasi sekunder yang dilaporkan oleh tenaga Puskesmas dan seksi di intern Dinas Kesehatan itu sendiri, dengan demikian tingkat kepentingan kesiapan sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan BOK tahun 2016 belum mencukupi dan memadai dari segi jumlah dan kompetensi. Salah satu kompetensi atau keahlian yang dibutuhkan dalam implementasi
kebijakan
BOK
adalah
kompetensi
bidang
keuangan, karena permasalahan yang muncul selama proses pelaksanaan di lapangan adalah menyangkut administrasi keuangan BOK. Kondisi ketenagaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe terutama di puskesmas, tidak terdapat tenaga khusus di bidang keuangan, sebagian besar tenaga yang ada adalah tenaga profesi kesehatan. Selama ini kebijakan tentang pengadaan tenaga di bidang kesehatan lebih mengutamakan tenaga profesi kesehatan, karena ketersediaannya sampai saat ini belum sesuai dengan kebutuhan standar
ratio
jumlah
penduduk
yang
ada.
Diberlakukannya
desentralisasi, kekurangan tenaga di luar profesi kesehatan yang dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat dipenuhi atas dasar kebijakan kepala daerah setempat. Apabila
98
kebijakan tersebut dilaksanakan akan sangat membantu kelancaran program-program kesehatan. Institusi lebih dominan, dengan dominannya interest institusi maka tingkat pemenuhan program akan lebih banyak pada aspek pengadaan dan maintanance sarana dan prasarana. Jika demikian adanya maka tahapan perencanaan berupa pencarian masalah dan tingkat kebutuhan program lebih berorientasi pada institusi bukan pada masalah dan kebutuhan masyarakat (Dachroni, 2003). Perencanaan kesehatan yang baik menurut Leavy & Loomba harus mampu mewakili sebuah masalah dan kebutuhan masyarakat, menentukan tujuan dan sasaran secara spesifik, memperkirakan kemampuan yang dimiliki dan mampu menentukan model evaluasi yang tepat (Azwar, 2003). Mengacu pada pendekatan diatas, perencanaan yang dilakukan di dinas Kesehatan Kabupaten Konawe telah mampu membangun sebuah model kerja perencanaan yang dengan sistematika birokrasi, hal tersebut menunjukkan sebuah model kerja perencanaan yang bersifat hirarkis. Pendekatan
model
ini
sesungguhnya
belum
mengimplementasikan subtansi perencanaan kesehatan masyarakat dengan pendekatan kesehatan ibu dan anak, dimana proses pencarian masalah dan kebutuhan harus dilakukan secara langsung kepada masyarakat. Instrument yang digunakan harus terukur dan akurat meliputi (Azwar, 2003):
99
a. Analisis masyarakat berupa pengumpulan data geografis dan demografis b. Diagnosis
masyarakat,
meliputi
data
sarana
dan
status
Kesehatan c. Penentuan prioritas masalah dengan pendekatan scoring ataupun nominal group technique baik itu delphi technique maupun delbeg technique d. Menyusun model evaluasi program Pendekatan
tersebut
tidak
mampu
dilakukan
secara
menyeluruh oleh karena lemahnya sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan
mendesain
program
kesehatan
dengan
pendekatan kesehatan ibu dan anak. Program yang dibuat cenderung monoton sama dari tahun ke tahun, padahal mereka berusaha membuat program dari masalah masyarakat yang mereka temukan namun kegiatannya hal yang berulang dari tahun ke tahun, dan sama di beberapa Puskesmas lain. Lemahnya
SDM
tersebut
mengindikasikan
para
penyelenggara sistem pemerintah bahkan ke tingkat Puskesmas belum melihat program kesehatan ibu dan anak sebagai hal yang sangat penting. Pembangunan Kesehatan masih menggunakan paradigma sakit. Hal itu ditandai oleh prioritas kebijakan program pembangunan kesehatan pada pengadaan sarana dan prasarana yang bersifat kuratif dan rehabilitatif lebih dominan.
100
Fakta ini hadir karena kurangnya pemahaman para pengambil kebijakan tentang pergeseran paradigm pembangunan kesehatan yang tidak lagi berorientasi kuratif dan rehabilitatif tetapi harus berorientasi preventif dan promotif. Dengan demikian kesehatan tidak boleh dipandang sebagai hal yang bersifat konsumtif, namun harus dilihat sebagai investasi, sehingga kebijakan kesehatan berorientasi untuk kebaikan masyarakat (public goods) bukan untuk keuntungan pribadi (private goods). Hal tersebut diutarakn oleh informan mengenai proses dan hasil advokasi yang dilakukan selama ini. Kurangnya keberpihakan
para pengambil kebijakan dalam
melihat urgensi program kesehatan ibu dan anak terutama program PHBS tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan mereka tentang kesehatan ibu dan anak , karena itu advokasi harus dilakukan secara intensif untuk membanun kepekaan dan keberpihakan mereka terhadap program kesehatan ibu dan anak dengan adanya indikasi positif yang dilakukan melalui peningkatan rekrutmen tenaga kesehatan ibu dan anak. Proses advokasi pun harus dilakukan dengan metode yang lebih variatif sesuai dengan konteks sosial budaya masing-masing. Selain itu menurut Nurcahyani (2013) menyatakan komunikasi dan koordinasi dalam implementasi kebijakan BOK kurang berjalan maksimal baik di dalam internal tim pengelola BOK maupun dengan pihak eksternal. Komunikasi yang dilakukan melalui pertemuan
101
koordinasi dengan puskesmas hanya dilakukan sebanyak 2 (dua) kali selama setahun, yaitu pada awal dan akhir kegiatan. Komunikasi dan koordinasi dengan pihak KPPN sebagai agen pelaksana kebijakan sulit
dilakukan
oleh
tim
pengelola
BOK
kabupaten
karena
terbatasnya informasi yang diberikan serta kebijakan yang tidak konsisten terutama pada proses pencairan dana BOK. Hal ini mengakibatkan terjadinya keterlambatan pencairan dana BOK secara berjenjang baik di kabupaten maupun di Puskesmas, yang berimbas pada program-program yang tertunda menyebabkan pelaksanaan kegiatan tidak terlaksana dengan baik. Hal ini juga terjadi pada bagian KIA. Dari penjelsan tersebut tampak jelas bahwa perencanaan program kesehatan ibu dan anak pada Seksi Kesehatan ibu dan anak Kabupaten Konawe khususnya belum dilakukan dengan baik. Hal itu terjadi diantaranya disebabkan oleh lemahnya analisis masalah dan diagnosis masyarakat yang dilakukan pada tahapan perencanaan
program.
Sehingga
berimplikasi
program
yang
direncanakan hanya dominan memenuhi kebutuhan alat bantu institusi yang terbukti dengan banyaknya program yang tidak berjalan dengan baik. Dengan demikian trend penyakit yang ada tidak mengalami pergeseran signifikan disebabkan program pembangunan kesehatan yang dilakukan kurang mampu memenuhi masalah dan kebutuhan masyarakat.
102
Menurut
Collins
(2004),
ada
beberapa
alasan
untuk
mengfokuskan perhatian pada partisipasi masyarakat (community participation), yaitu: (1) Efektifitas program lebih mudah dicapai. Hal ini dimungkinkan oleh karena manejemen dan perencanaan lebih mengarah kepada kebutuhan masyarakat local. Selain itu, masyarakat dapat memberikan kontribusi yang penting dalam proses monitoring dan evaluasi program. (2) Melalui
partisipasi
masyarakat,
sustainabilitas
program
kesehatan dapat diperoleh dengan lebih mudah. Hal ini disebabkan program lebih sesuai dengan kebutuhan local serta resources yang esnsial dapat diperoleh dari mereka. (3) Dengan proses community participation yang efektif, dapat merupakan prinsip akuntabilitas dari masyarakat terutama dalam hal pembiayaan pelayanan masyarakat terutama dalam hal pembiayaan pelayanan kesehatan. (4) Dengan community participation, tingkat penerimaan program kesehatan oleh masyarakat dapat lebih mudah diperoleh yang pada gilirannya akan meningkatkan utilitas dan cangkupan pelayan kesehatan. (5) Pada situasi dengan keterbatasan sumber daya yang ada, masyarakat dapat berperan dalam hal kontribusi tenaga, lahan, material dan bahkan pembiayaan.
103
Selain
itu
partisipasi
masyarakat
akan
menciptakan
kemandirian masyarakat dalam kewujudkan kesehatannya. Selain itu agar pihak pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan untuk menambah dan mengadakan program pelatihan yang merata pada semua tenaga kesehatan khusunya pada pelayanan kesehatan tingkat dasar agar dapat memiliki kemampuan untuk melakukan proses penyusunan perencanaan program kesehatan yang akan dilaksanakan. 2. Pelaksanaan Program Kesehatan Ibu dan Anak Realisasi program promosi keshatan ibu dan merupakan tindak lanjut dari hal yang telah direncanakan, melaksanakan program kesehatan ibu dan anak tidaklah sesederhana apa yang direncanakan, Pelaksanaan program memerlukan keterampilan khusus untuk memotivasi para pelaksana teknis (Thaha, 2006). Sejalan dengan Azwar (2003) dalam melaksanakan suatu rencana, seseorang administrator dan ataupun manager, perlu menguasai
sebagai
pengetahuan
keterampilan
yang
jika
disederhanakan dapat dibedakan atas enam macam, yakni: a. Pengetahuan dan keterampilan motivasi (Motivating) b. Pengetahuan dan keterampilan komunikasi (Communication) c. Pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan (Leadership) d. Pengetahuan dan keterampilan pengarahan (Directing)
104
e. Pengetahuan dan keterampilan pengawasan (Controling) dan keterampilan supervise (Supervision) Pada organisasi Sub Kesehatan Masyarakat Seksi kesehatan ibu dan anak Kabupaten Konawe, arah program lebih berorientasi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan
keterampilan
dan
pengetahuan
tenaga
promsi
kesehatan di interen dinas kesehatan kabupaten/kota sendiri. Pelatihan dilaksanakan sendiri oleh seksi kesehatan ibu dan anak, pelaksanaan pelatihan inipun sebenarnya masih belum memadai untuk
menciptakan
tenaga
kesehatan
ibu
dan
anak
yang
professional, karena bentuk-bentuk pelatihan yang dilaksanakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pada saat program akan dilaksanakan yang disesuaikan dengan program-program yang akan dilaksanakan nantinya sesuai dengan program perencanaan dan sangat bersifat teknis. Realisasi sebuah program dalam bentuk pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya didesain dengan keterlibatan berbagai pihak. Masing-masing komponen yang menjadi penunjang pelaksanaan kegiatan akan diikut sertakan sesuai dengan model pelaksanaan program yang telah direncanakan, baik itu masyarakat, ikatan profesi maupun akademisi. Realisasi pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe masih diarah pada upaya-upaya
105
peningkatan dan penguatan internal petugas kesehatan ibu dan anak sendiri, baik itu penambahan jumlah SDM dan peningkatan kualitas SDM. Selain itu upaya pengadaan fasilitas dan alat-alat bantu kesehatan akan sangat membantu keberhasilan program. Seperti sepeda motor, komputer, LCD dan alat-alat media lainnya guna mengefektifkan kegiatan program KIA mengingat masih banyak tempat yang sangat sulit dari akses transportasi dan informasi di kabupaten Konawe. Proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak Kabupaten Konawe yang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat masih sangat minim. Berdasarkan informasi dan data yang kami temukan dilapangan bahwa ada 18 program kesehatan ibu dan anak yang terlaksana. Realisasi intervensi pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak Kesehatan Kabupaten Konawe ini sebagaimana yang ada dalam tabel Plan Of Action (POA) realisasi program kesehatan ibu dan anak tahun 2016 menunjukan adanya berbagai keterbatasan dalam proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, terutama keterbatasan sumber daya manusia dan alokasi anggaran yang tidak memadai untuk melakukan kegiatan kesehatan ibu dan anak
sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Sinergitas SDM
secara kuantitas dan kualitas, anggaran dan fasilitas yang memadai secara komplit untuk merealisasikan rencana kegiatan kesehatan ibu
106
dan anak dalam bentuk pelaksanaan nyata adalah hal sangat penting untuk
dipenuhi.
Namun
semua
pihak
di
Puskesmas
telah
menyesuaikan diri pada keterbatasan anggaran dana BOK yang ada sehingga semua program berhasil dilaksanakan. Dalam
realisasi
pelaksanaannya
secara
program
kesehatan
keseluruhan
sudah
ibu
dan
sesuai
anak dengan
perencanaan yang telah dilaksanakan sebelumnya, terutama pada ketepatan waktu dan sasaran, namun dalam hal ini sangat perlu dipertimbangkan mengenai peningkatan kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan yang terlibat agar tidak tepatnya waktu realisasi program disebabkan karena anggaran program belum ada atau belum keluar secara maksimal. Proses pencairan anggaran program mengalami keterlambatan karena proses birokrasi yang bertahap dan rumit. Pencairan dana BOK juga sangat dipengaruhi oleh banyak hal termasuk
masalah
administrasi,
serta
keberhasilan
program
kesehatan pada tahun sebelumnya yang menetukan jumlah sera kebutuhan dana anggaran BOK. Salah satu teknik yang dilakukan petugas dalam hal ini pihak Puskesmas dalam keterlambatan pencairan anggaran BOK adalah dengan menerapkan sistem subsidi silang terhadap program lain. Dalam artian pelaksanaan program KIA yang belum dibiayai oleh Anggaran BOK, danannya akan dipinjamkan terlebih dahulu, apabila Anggaran BOK telah cair atau didapatkan maka dana yang dipinjam
107
tersebut akan digantikan. Dimana perlu diperhatikan bahwa dana program yang menggantikan tersebut juga sedang tidak akan digunakan dalam waktu dekat. Selain itu berdasarkan informasi tersebut diatas permasalahan juga disebabkan oleh lemahnya komunikasi dengan pelaksana teknis karena keterbatasan sumber daya baik secara kualitas dan kuantitas. Pihak puskesmas sebagai pelaksana program dan pemberi dana memiliki waktu yang minim saat bertemu. Padahal menurut Notoatmodjo (2003), bahwa manusia sebagai individu diperlukan unsur-unsur untuk bisa melaksanakan tugas dengan baik, misalnya memiliki pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) yang positif dan sarana yang diperlukan untuk melakukannya serta dorongan/motivasi untuk berbuat. Menurut Merliana (2012) Kondisi dana BOK yang difungsikan untuk
pendanaan
pelaksanaan
program
namun
pada
pada
implementasinya, dana BOK masih kurang mampu mendukung kegiatan operasional Puskesmas yang difokuskan pada upaya promotif dan preventif karena masih minimnya dana BOK yang diberikan oleh Pemerintah Pusat ke Kabupaten sampai Puskesmas sehingga sering kali Puskesmas meminimalisir pembiayaan kegiatan, yang merujuk pada pemotongan anggaran program, ataupun penundaan pelaksanaan program kegiatan.
108
Dari seluruh pemaparan diatas mengindikasikan lemahnya pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak, terutama tidak karena lemahnya pengalokasian dana yang akan mengarah pada lemahnya sumber daya manusia. Selain itu ketidaktepatan waktu dalam alokasi dana membuat banyak program menjadi tidak efisien karena sudah tidak tepat waktu. Oleh karena itu, harus ada upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas
pelaksana
dengan
memfokuskan
pengalokasian dana pada program-program utama dan urgent seperti program kesehatan ibu dan anak meningkatkan keterampilan (skill) tenaga pelaksana teknis melalui pelatihan untuk hal tersebut, tentu dengan desian pelatihan yang harus terukur dan memerlukan proses inovasi dari waktu ke waktu. Hal ini perlu dilakukan secepatnya agar pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak betul-betul mampu menjawab masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Pihak dinas kesehatan ataupun Puskesmas dapat menjalin kerjasama dengan para akademisi dibidang kesehatan ataupun lintas sektoral agar dapat mengkaji lebih dalam dan efektif tentang
pembuatan
POA
serta
analisis
kebutuhan
program
kesehatan yang dibutuhkan di masyarakat. 3. Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Evaluasi (penilaian) merupakan hal yang sangat penting untuk memberikan
gambaran
keberhasilan
sebuah
program,
dengan
109
indikator yang konkrit dan dapat diverifikasi. Model evaluasi yang akan digunakan tidaklah ditentukan pada saat akhir sebuah program, namun model evaluasi sudah terlebih dahulu didesain pada saat tahapan merencanakan sebuah program (Azwar, 2003). Evaluasi yang dilaksanakan pada program kesehatan ibu dan anak yang ada di Puskesmas adalah evaluasi yang bersifat administratif, yaitu penilaian sebuah program dilakukan dengan nilai laporan pelaksanaan kegiatan dalam bentuk laporan administrasi. Isi laporan administrasi hanya menggambarkan kondisi realisasi sebuah program, berupa waktu, peserta dan anggaran kegiatan. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan evaluasi tidak menyentuh substansi yang sebenarnya dimana evaluasi program kesehatan menurut Green dan Lewis bertujuan agar usaha preventif kesehatan dapat menunjukkan keefektifan program dan menunjukkan kredibilitas program secara spesifik dan kerdibilitas promosi dan pendiriikan kesehatan pada umumnya (Thaha, 2006). Kondisi tersebut seakan-akan menjadi sebuah kebiasaan yang ditolerir dan menjadi budaya interen birokrasi, proses inovasi selalu terhambat pada persoalan dana dan sistem yang tidak mendukung, dengan demikian advokasi harus dilakukan dengan intensif dan senantiasa berubah tidak bersifat monoton. Evaluasi
yang
digunakan
oleh
pihak
Puskesmas
(K.
Puskesmas, Bendahara, dan bidan kepala) dan seksi promosi dinas
110
kesehatan
Kabupaten
Konawe
jika
ditinjau
dari
evaluatornya
merupakan evaluasi yang bersifat formatif, dimana evaluatornya berasal dari internal dinas kesehatan ataupun Puskesmas itu sendiri, namun jika ditinjau dari waktu evaluasinya maka dapat dikategorikan sebagai evaluasi sumatif, karena evaluasi diadakan bukan pada saat proses
program
tapi
pada
akhir
program.
Dari
model
ini
menggambarkan bahwa evaluasi proses sebuah program tidak dilaksanakan secara maksimal. Berdasarkan
informasi
diatas
dengan
jelas
juga
menggambarkan kurangnya pemahaman informan tentang model evaluasi, baik itu yang bersifat sumatif maupun formatif. Dengan demikian realisasi program hanya dilaksanakan untuk memenuhi daftar program yang telah disusun sebelumnya. Tidak ada evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat perubahan dan kemajuan setelah mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Hal itu menunjukkan hasil akhir pelaksanaan sebuah program secara realisasi tidak dapat diukur secara jelas. Selain itu, informan juga memaknai bahwa model evaluasi yang dilakukan dengan evaluator internal memiliki kelemahan mendasar, karena akan melahirkan penilaian yang bersifat sangat subyektif. Berdasarkan penilaian
yang
informasi
dilakukan
diatas secara
yang
menunjukkan
internal
dapat
bahwa
melahirkan
subyektifitas, apa lagi laporan yang selama ini dibuat untuk memantau
111
pelaksanaan sebuah program lebih bernuansa untuk menyenangkan atasan
bukan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Dari
penuturan ini menunjukkan informan tidak memahami dengan baik evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang evaluatornya berasal dari internal, yang memang secara khusus melakukan evaluasi pada proses program untuk mendapatkan umpan balik (feed back) tentang kendala dan masalah yang ada pada saat proses pelaksanaan program. Hal ini penting dilakukan untuk memperbaiki proses pelaksanaan program agar mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya (Thaha, 2006). Pengunaan
evaluator
internal
dalam
penilaian
program
kesehatan ibu dan anak membuat hasil akhir sebuah program susah untuk diketahui dan dilacak sejauh mana implikasi positif dari sebuah program. Hal ini dikarenakan budaya kelompok untuk menutupi kelemahan dan kekurangan dalam birokrasi masih tinggi. Karena itu evaluasi program kesehatan ibu dan anak harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih obyektif, dengan instrument evaluasi harus terukur dan sedapat mungkin meminimalisir tingkat kepentingan pelaksana/penanggung jawab sebuah program dalam proses dan hasil evaluasi. Dengan demikian evaluasi yang bersifat formatif dan sumatif harus dilakukan untuk mendapatkan hasil evaluasi yang baik, evaluasi sumatif menggunakan indikator kuantitatif yang mengukur efektifitas dan efesiensi kegiatan, selain itu evaluatornya adalah evaluator
112
eksternal
yang
akan
menguarangi
tingkat
interest
untuk
menyembunyikan kelemahan atau bahkan kesalahan sebuah program. Namun hal ini pun belum mampu dilakukan oleh seksi kesehatan ibu dan anak
disebabkan tidak adanya anggaran untuk
keterlibatan pihak eksternal untuk melakukan evaluasi. Karena itu di era transisi demokrasi pengawalan terhadap kebijakan dan program kesehatan ibu dan anak harus dilakukan oleh kelompok Akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bentuk Advokasi yang lebih tinggi posisi tawarnya. 4. Pembiayaan Program Kesehatan ibu dan anak Dari hasil wawancara mendalam pada petugas menemukan bahwa pembiayaan terhadap program kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu faktor utama dalam proses berjalannya dan terlaksananya program kesehatan ibu dan anak dimasyarakat secara maksimal, baik untuk belanja modal maupun belanja operasional program baik program fisik ataupun non fisik. Dari dalam upaya pembiayaan terhadap sektor kesehatan khususnya program kesehatan ibu
dan
anak
di
daerah
kabupaten
kota.
Pihak
pemerintah
mengalokasikan anggaran melalui dana BOK, APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, serta sumber lainnya. Tujuan dari kebijakan BOK sudah jelas disebutkan dalam Petunjuk Teknis BOK yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan
113
masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2016. Adapun tujuan khususnya adalah meningkatkan cakupan program puskesmas yang bersifat upaya promotif dan preventif, penyediaan dukungan biaya untuk upaya pelayanan kesehatan promotif dan preventif serta terselenggaranya lokakarya mini puskesmas dalam perencanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat (PMPK UGM & UNFPA, 2011). Dalam tujuan tersebut terdapat ukuran-ukuran pencapaian target yang Standar
Pelayanan
Minimal
Bidang
mengacu
Kesehatan,
dan
pada juga
merupakan indikator output keberhasilan kebijakan BOK. Pemberian dana bantuan BOK akan sangat membantu dalam menunjang pelaksanaan program kesehatan yang dijalankan oleh Puskesmas. Selama implementasi tersebut dapat dijalankan sesuia dengan yang dibutuhkan. Namun banyak kendala yang ditemukan dalam realisasi dana tersebut, sehingga walaupun dana untuk program telah dianggarkan namun, program yang dilaksanakan dirasakan belum tetap sasaran. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kurangnya tenaga ahli (Sumber daya) di Puskesmas dalam mengalokasikan dana program, berkas dana rujukan yang tidak lengkap, pengurusan administrasi yang berbelit-belit, program yang dibuat tidak disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, serta
114
akumulasi hal-hal tersebut yang membuat pencairan dana menjadi terhambat hingga dalam proses perjalanan dan pelaksanaan kegiatan . Sumber
daya
manusia
merupakan
sumber
daya
yang
terpenting dan menentukan keberhasilan proses implementasi. Agar implementasi kebijakan dapat berhasil dituntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas, kompeten dan kapabel, dengan jumlah yang mencukupi dan memadai (Agustino, 2010). Kesiapan sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan BOK tahun 2016 belum mencukupi dan memadai dari segi jumlah dan kompetensi. Salah satu kompetensi atau keahlian yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan BOK adalah kompetensi bidang keuangan, karena permasalahan yang muncul selama proses pelaksanaan di lapangan adalah menyangkut administrasi keuangan BOK. Kondisi ketenagaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe di puskesmas, tidak terdapat tenaga khusus di bidang keuangan, sebagian besar tenaga yang ada adalah tenaga profesi kesehatan. Selama ini kebijakan tentang pengadaan tenaga di bidang kesehatan lebih mengutamakan tenaga profesi kesehatan, karena ketersediaannya sampai saat ini belum sesuai dengan kebutuhan standar ratio jumlah penduduk yang ada. Dengan diberlakukannya desentralisasi, kekurangan tenaga di luar profesi kesehatan yang dibutuhkan
di
sarana
pelayanan
kesehatan
diharapkan dapat
dipenuhi atas dasar kebijakan kepala daerah setempat. Apabila
115
kebijakan tersebut dilaksanakan akan sangat membantu kelancaran program-program kesehatan Berdasarkan 6 puskesmas yaitu Puskesmas Uepai, Wawotobi, Tawanga, Unaaha, Lambuya dan Tongauna diketahui bahwa semua program KIA yang didanai oleh dana BOK telah terlaksana sesuai dengan program yang telah direncanakan. Semua program yang direncanakan disetiap Puskesmas telah mencapai sasaran target cakupan. Walaupun dana BOK yang diterima cair pada akhir perode pelaksanaan program. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk administrasi, dan penentuanjumlah anggaran BOK. Adanya tuntutan penggunaan dana BOK secara maksimal agar, dana yang telah direncanakan dimanfaatkan se efektif mungkin untuk peningkatan kesehatan ibu dan anak di masyarakat. Apabila dana yang telah dianggarkan tidak habis terpakai maka, rencana anggaran untuk periode mendatang akan mengalami penurunan. Sikap/kecenderungan para pelaksana kebijakan BOK yang hanya
melaksanakan
kegiatan
BOK
sebagai
seharusnya dapat dihindari apabila dana BOK dapat dengan
dicairkan jadwal
tepat yang
waktu.
Bila
dana
formalitas
saja
tidak terlambat dan BOK
turun
sesuai
telah direncanakan, para pelaksana di
puskesmas mempunyai waktu yang cukup untuk menyelesaikan semua tahapan pelaksanaan kegiatan termasuk memperhatikan peningkatan hasil cakupan program puskesmas sebagai tujuan dari
116
pendanaan BOK. Walaupun semua program telah berjalan sesuai cakupan, namun dalam sistematika hingga keefektifan program dirasa belum maksimal. Adapun kegiatan program tersebut antara lain: a. Cakupan kunjungan ibu hamil. b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani. c. Cakupan pertolongan persalinan
oleh
tenaga
kesehatan
memiliki kompetensi kebidanan. d. Cakupan pelayanan nifas. e. Cakupan neonatus (bayi baru lahir 0–28 hari) dengan komplikasi ditangani. f. Cakupan kunjungan bayi. g. Cakupan desa UCI (Universal Child Immunization). h. Cakupan pelayanan anak balita. i.
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan.
j.
Cakupan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) pada anak 6–24 bulan dari keluarga miskin. Umumnya program yang dijalankan disetiap puskesmas Penyaluran dana BOK pada tahun 2016 dengan mekanisme
Tugas
Pembantuan
(TP)
seringkali
mengalami
kendala
yang
mengakibatkan keterlambatan pencairan dana ke kabupaten dan puskesmas. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat penyerapan realisasi anggaran BOK di akhir tahun serta pada pencapaian tujuan utama
kebijakan
BOK.
Hasil
ini
diperkuat
dengan
penelitian
117
Trisnantoro
(2012)
tentang
pelaksanaan
BOK
tahun
2011
menunjukan terdapat potensi masalah dan faktor- faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan BOK di daerah, dalam evaluasi pembiayaan yang dilakukan diketahui bahwa pemanfaatan dana BOK oleh ke empat Puskesmas telah dilakukan dimana program-program tersebut tetap dilaksanakan dengan kondisi yang terbatas dalam pendanaannya. Hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan BOK menggunakan model implementasi kebijakan publik dari Donald Van Metter dan Carl Van Horn yaitu A Model of The Policy Implementation, yang membagi 6 (enam) variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik yaitu (Agustino, 2010) :
1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan Hasil telaah dokumen, dijelaskan bahwa tujuan kebijakan BOK adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM bidang kesehatan dan MDGs pada tahun 2015. Kinerja implementasi kebijakan BOK dapat diukur keberhasilannya dari ukuran berupa pencapaian target cakupan program promotif dan preventif puskesmas yang mengacu pada SPM bidang kesehatan (14 indikator),
serta
merupakan
indikator
output
keberhasilan
118
kebijakan BOK. 2) Sumberdaya Hasil penelitian menunjukan ketidaksiapan sumber daya manusia/tenaga pengelola BOK di kabupaten dan puskesmas terjadi karena keterbatasan dari segi kualifikasi, kompetensi dan jumlah tenaga. Para pelaksana program di puskesmas sebagian besar belum mengerti dan faham tentang kebijakan BOK sehingga
mereka
tidak siap
melaksanakan
kegiatan
yang
dibiayai dana ini di lapangan. Ketidaksiapan tenaga pengelola BOK kabupaten, terjadi
karena satuan kerja (satker) keuangan
yang dibentuk dalam susunan tim tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Komitmen dari personil yang duduk dalam tim pengelola BOK kabupaten masih kurang. Tim pengelola BOK kabupaten menetapkan besaran alokasi dana BOK untuk puskesmas hanya berdasarkan jumlah desa yang ada di masing-masing puskesmas. Hal ini menyebabkan beberapa puskesmas mengalami kekurangan serta kelebihan dana. Sebagian besar informan mengeluhkan besaran dana operasional untuk insentif/honor pengelola BOK serta transport konsultasi kurang. Tidak tersedia sarana dan prasarana khusus untuk pengelolaan kegiatan BOK, tetapi hal tersebut diatasi dengan menggunakan fasilitas milik pribadi dan milik kantor (dinas dan puskesmas). Hasil
penelitian
menunjukan
fungsi
perencanaan
dan
119
pengorganisasian dalam implementasi dilaksanakan maksimal. dari
hasil
Salah satu permasalahan
wawancara menunjukan
puskesmas
kebijakan
mengalami
kesulitan
bahwa dalam
BOK belum yang ditemui
sebagian proses
besar
pembuatan
perencanaan tahunan BOK puskesmas yaitu POA (Plan Of Action) dimana POA yang dibuat lebih banyak didasarkan pada acauan POA sebelumnya, dan hanya disesuaiakan sumber daya dan dananya saja, tidak berdasarkan pada aspek lain. Sesuai hasil kesepakatan tim pengelola BOK kabupaten, maka dibuat menu-menu kegiatan yang dapat dibiayai BOK, tetapi hal tersebut menyebabkan konflik bagi sebagian puskesmas karena merasa dibatasi dan tidak diakomodir sebagian usulan kegiatannya. Kabupaten Konawe sejak diterapkkannya otonomi daerah membawa impilikasi yang luas terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang pihak penyelenggara pemerintah Kabupaten dan Kota (eksekutif dan legislatif), begitupun halnya perubahan pada sektor kesehatan dengan proses desentralisasi kesehatan diikuti dengan pola perubahan pelayanan kesehatan yang terlihat pada proses alur perencanaan program kesehatan yang dimulai dari penggalian masalah
dari
bawah-keatas
(button
up)
dimaksudkan
untuk
mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralisik diharapkan program pembangunan kesehatan
120
lebih efektif dan efesien serta menyentuh kepada kebutuhan kesehatan bersifat dari bawah-keatas (button up), seperti terlihat dari hasil wawancara dilapangkan bahwa alur perencanaan program kesehatan ibu dan anak dinas Kesehatan Kabupaten Konawe. Langkah-langkah melaksanakan gerakan masyarakat, yaitu: pendekatan kesehatan
terhadap
tokoh
perumusan
upaya
masyarakat,
pengenalan
penanggulangan
masalah
masalah
oleh
masyarakat, pembinaan dan pengembangan, dan bentuk-bentuk gerakan masyarakat dan hasil yang diharapkan. Dengan
adanya
strategi
upaya
pencegahan
dan
penanggulanagan penyakit terkait kesehatan ibu dan anak diharapkan masyarakat kedepan dapat berpartisipasi dan berperan serta dalam menetukan
derajat
kesehatannya.
Melalui
BPJS
kesehatan
masyarakat mampu membiayai dirinya sendiri tanpa merasa terbebani kerena secara tidak langsung mereka sudah membayar secara bertahap
sebelum
sakit.
Kemudian
melalui
upaya
kesehatan
bersumber daya masyarakat mereka dapat memeriksakan diri di posyandu, melahirkan di pondok bersalin desa, dan melalui pos obat desa serta tanaman obat keluarga mereka tahu bahwa ketika sakit mampu memberikan pertolongan pada dirinya sendiri sekaligus menjadi sumber pendapatan keluarga. Hal ini sebagai upaya pemandirian masyarakat dalam menanangani masalah kesehatannya.
121
D. Keterbatasan Penelitian 1. Kesulitan untuk mendapatkan dan menggali informasi tentang pengalokasian dana, Karena hal ini merupakan salah satu hal sensitif untuk diperbincangkan. selain itu karena penelitian ini terkonsentrasi
pada
empat
Puskesmas
sulit
untuk
tidak
membandingkan pencapaian masing-masing program yang telah mereka laksanakan. 2. Keterbatasan kepustakaan bagi peneliti untuk mengeksplorasi penelitian ini lebih jauh, terutama untuk menurunkan dalam detail yang lebih jelas. Membuat penelitian ini jauh dari kata sempurna. 3. Mobilisasi para informan serta akses terhadap beberapa informan membuat peneliti secara sadar tidak dapat membangun komunikasi yang intens pada masing-masing informan.
122
Pusat
SK Menteri
Dinas kesehatan Kota/Kabupaten
Puskesmas
Program yang Di Danai BOK Perencanaan :
Pengorganisasian :
1. Dokumen PoA 2. Dokumen Perencanaan 3. Pembuatan menu BOK
1. Penetapan Tim sesuai JUKNIS 2. Tugas Tim dalam JUKNIS
Pengawasan
Pelaksanaan
Koordinasi
Pelaporan : 1. Penerimaan dan realisasi Dana BOK 2. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja
Output
Alur pelaksanaan BOK dari Pusat Hingga Puskesmas
Input
Proses
123
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Evaluasi pemanfaatan bantuan operasional kesehatan (BOK) untuk peningkatan kesehatan ibu dan anak (KIA) di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2017 yaitu sebagai berikut : 1. Pada tahap Input pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA belum berjalan dengan baik hal ini disebabkan kondisi SDM perencanaan
program
KIA
belum
memiliki
pengetahuan
dan
kemampuan yang memadai untuk melakukan proses penyusunan perencanaan terhadap program yang akan dilaksanakan. Namun langkah perencanaan yang dilakukan pihak Puskesmas sudah tepat dimana perencanaan dilakukan berdasarkan pendekatan Bottom – Up. 2. Pada tahap Proses pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA belum berjalan dengan baik karena dalam pelaksanaan kegiatan program
masih
merujuk
kepada
kebutuhan
institusi
daripada
kebutuhan masyarakat Sehingga realisasi program belum bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat serta lamanya pencairan alokasi dana BOK membuat implementasi terhambat. Namun langkah bijak Puskesmas dalam menanggulangi keterlambatan pencairan
123
124
anggaran BOK sangat baik dengan menerapkan sistem subsidi silang, hingga program tetap berjalan sebagaimana mestinya. 3. Pada tahap Output pemanfaatan BOK dalam upaya peningkatan KIA belum berjalan dengan baik karena masih lemahnya indikator keberhasilan program yang digunakan yang memperlihatkan belum adanya inovasi berarti dari dinas ataupun Puskesmas terhadap program
yang
dijalankan.
Namun
pihak
Puskesmas
telah
memperlihatkan tanggung jawab yang baik pada setiap program yang direncanakan, terbukti telah terlaksana dan mencapai target yang diharapkan. 4. Dampak pemberian bantuan upaya peningkatan KIA melalui Program yang dibiayai oleh BOK belum berjalan lancar hal ini disebabkan waktu pencairan anggaran BOK yang terlalu lama, dan dirasakan cukup menyulitkan pihak Puskesmas, sehingga banyak program yang direncanakan terganggu pelaksanaannya. Namun pihak Puskesmas dengan baik senantiasa meningkatkan kualitas dan pelaksanaan program yang akan dilaksanakan.
B. Saran 1. Disarankan
agar
pihak
pemerintah
untuk
menambah
dan
mengadakan program pelatihan yang merata pada semua tenaga kesehatan khusunya pada pelayanan kesehatan tingkat dasar agar
125
dapat memiliki kemampuan untuk melakukan proses penyusunan perencanaan. 2. Disarankan agar pada tahap proses pihak Puskesmas dapat menjalin kerjasama dengan para akademisi agar dapat mengkaji lebih dalam tentang pembuatan POA serta analisis kebutuhan program yang dibutuhkan di masyarakat dan juga memfokuskan pengalokasian dana pada program-program utama dan urgent seperti program kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan keterampilan (skill) tenaga pelaksana teknis melalui pelatihan untuk hal tersebut. 3. Diharapkan agar pihak dinas kesehatan dan Puskesmas dapat melakukan evaluasi yang saling terintegrasi dan berkesinambungan pada program KIA yang dilaksanakan dengan standar evaluasi yang terukur, serta melakukan inovasi penggunaan evaluasi program yang lebih partisipatif dan transparan termasuk melibatkan kelompok akademisi ataupun LSM sebagai bentuk advokasi. 4. Disarankan agar pemberian dana dapat disesuaikan dengan kebutuhan, pencapaian target dan program yang ada, agar programprogram yang dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, W. 2014. Sistem Kesehatan, Pt. Raja Gravindo Persada. Agustino, L. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Ainy, A. 2012. Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan Di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1, 7-12. Anak, D. Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Mendukung Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (Mdgs 4, 5) Di Tiga Kabupaten, Kota Di Propinsi Jawa Timur Indonesia. Andini Aridewi, M. I. K., Ayun Sriatmi 2013. Analisis Pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu Dan Anak Di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Manajemen Kesehatan Indonesia, 01, 09. Aridewi, A., Kartasurya, M. I. & Sriatmi, A. 2013. Analisis Pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu Dan Anak Di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 1. Bungin, B. 2008. Teknik-Teknik Analisis Kualitatif Dalam Penelitian Sosial: Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis Dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Rajagrafindo Persada. Jakarta, 2. Cahyadin, U. P. S. M. 2013. Hubungan Antara Realisasi Dana Bantuan Operasional Kesehatan Dengan Indikator Gizi Kia Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2. Depkes, R. 2009. Pedoman Lokakarya Mini Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Depkes, R. 2009b. Pedoman Stratijikasi Puskesmas. Jakarta. Depkes, R. & Masyarakat, D. B. K. 2006. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Jakarta: Depkes Ri. Djaelani, A. R. 2014. Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif. Pawiyatan, 20.
Faisal, S. 2012. Filosofi Dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif, Dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis Dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta. Indiahono, D. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Kementerian Kesehatan, R. 2010. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta. Kementerian Kesehatan, R. 2011. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta. Kementerian Kesehatan, R. 2012. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta. Kementerian Kesehatan, R. (Ed.) 2014. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan: Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta. Kementerian Kesehatan, R. 2015. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta. Kementerian Kesehatan, R. 2016. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Jakarta. Kesehatan, D. & Ri, K. K. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Konawe, D. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Konawe Tahun 2016. Dinkes Kab. Konawe. Merlianawati 2011. Implementasi Kebijakan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) (Studi Di Kecamatan Pringsewu Dan Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Tahun 2010–2011). Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan, 13. Nurcahyani, R. & Arisanti, N. 2013. Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011. Abstrak.
Parawansa, M. I. M., Palutturi, S. & Abadi, Y. 2014. Evaluasi Bantuan Operasional Kesehatan Di Kabupaten Jeneponto. Pani, E. M., Trisnantoro, Laksono, Zaenab, Siti Noor 2012. Evaluasi Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) Di 3 Puskesmas Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1. Pelaksanaan, B. 2016. Analisis Pelaksanaan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) Program Kesehatan Ibu Dan Anak Di Puskesmas Poigar Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2016. Pintauli, S. 2003. Dokter Gigi Sebagai Manejer Kesehatan Di Puskesmas. Riant, N. D. 2006. Kebijakan Publik; Untuk Negara-Negara Berkembang, Model-Model Perumusan, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta. Gramedia. Rita Nurcahyani, D. M. D., Nita Arisanti 2011. Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (Bok) Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011. Universitas Padjadjaran. Sihombing, S. P. 2014. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Operasional Kesehatan Di Puskesmas Kabupaten Dairi Tahun 2014. Magister, Universitas Sumatera Utara (Usu). Sugiyono, P. D. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sulaeman, E. S. 2014. Manajemen Kesehatan Teori Dan Praktik Di Puskesmas. Tersedia: Http://Galeri. Blog. Fisip. Uns. Ac. Id/Files/2014/12/Microsoft-Word-Buku-Manajemen-KesehatanRevisi-_Dr.-Endang-Sutisna_. Pdf (13 Juli 2014). Sultra, D. 2015. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2015. In: Tenggara, D. K. P. S. (Ed.). Sub Bagian Program Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Tenggara. Widodo, S. 2014. Analisis Perbandingan Realisasi Dan Anggaran Bantuan Operasional Kesehatan. Universitas Pgri Yogyakarta.
Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Konawe Tahun 2016 NO
KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK
LUAS WILAYAH (Ha)
PERSENTASE
1
TONGAUNA
16,383
223.77
1.37
2
ABUKI
7,364
169.44
2.30
3
ALOSIKA
8,755
169.40
1.93
4
ASINUA
2,788
298.72
10.71
5
LATOMA
2,638
936.34
35.49
6
ROUTA
2,667
2188.58
82.06
7
ANGGABERI
6,863
75.01
1.09
8
UNAAHA
24,586
33.75
0.14
9
UEPAI
12,149
118.76
0.98
10
LAMBUYA
7,366
78.39
1.06
11
PURIALA
8,213
268.78
3.27
12
ONEMBUTE
6,524
99.13
1.52
13
AHUHU
5,472
207.03
3.78
14
AMONGGEDO
10,659
123.75
1.16
15
10,854
156.28
1.44
16
PONDIDAHA BARU WONGGEDUKU
13,051
56.88
0.44
17
WAWOTOBI
22,098
67.68
0.31
18
TAWANGA
8,824
17.82
0.20
19
BESULUTU
7,286
111.26
1.53
20
SAMPARA
8,190
30.00
0.37
21
LAOSU
4,479
66.68
1.49
22
L. L. MEETO
5,062
40.78
0.81
23
KAPOIALA
4,462
45.42
1.02
24
SOROPIA
9,190
61.73
0.67
25
MOROSI
4,529
66.68
1.47
26
ANGGALOMOARE
4,032
30.01
0.74
27
WONGGEDUKU
9,126
56.88
0.62
5,798.94
100,0
JUMLAH 233,610 BARAT (KAB/KOTA) Sumber: BPS Kab. Konawe 2016
Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016
KELOMPOK LAKIUMUR LAKI (TAHUN) 1 0–4 14,789 2 5–9 14,280 3 10 – 14 12,582 4 15 – 19 11,553 5 20 – 24 9,950 6 25 – 29 11,239 7 30 – 34 9,985 8 35 – 39 8,940 9 40 – 44 6,824 10 45 – 49 5,441 11 50 – 54 4,621 12 55 – 59 3,463 13 60 – 64 2,350 14 65 – 69 1,667 15 70 – 74 1,071 16 75+ 1,080 JUMLAH 119,835 ANGKA BEBAN TANGGUNGAN Sumber: BPS Kab. Konawe 2016 (DEPENDENCY RATIO)
NO
JUMLAH PEREM PENDUDUK LAKI-LAKI+ PUAN PEREMPUAN
13,897 13,989 11,772 10,956 9,503 10,868 8,976 8,540 6,557 5,229 4,473 2,834 2,302 1,582 1,172 1,125 113,775
28,686 28,269 24,354 22,509 19,453 22,107 18,961 17,480 13,381 10,670 9,094 6,297 4,652 3,249 2,243 2,205 233,610 62
RASIO JENIS KELAMIN 106.4 102.1 106.9 105.4 104.7 103.4 111.2 104.7 104.1 104.1 103.3 122.2 102.1 105.4 91.4 96.0 105.3
Tabel 3 Distribusi Tingkat Pendidikan Kabupaten Konawe Tahun 2016 NO
Tingkat Jenis Kelamin Pendidikan L (%) P (%) 20,0 1 S2 55 66 8,9 29,0 2 S1 80 110 14,9 0,72 3 D4 2 4 0,05 45,8 4 D3 126 556 75,4 0 5 D2 0 0 0 0 6 D1 0 1 0,01 4,3 7 SLTA / 12 10 1,3 sederajat 100 JUM 275 737 100 Sumber : LAA Dinas Pendidikan Kab. Konawe 2016 HAH
L+P 121 190 6 682 0 1 22 1.012
Persen (%) 11,9 18,7 0,59 67,39 0 0,009 2,1 100
PEDOMAN WAWANCARA
No 1
Variabel INPUT
a.
b.
c.
d.
2
PROSES a. (PELAKSANAAN) b.
c.
d. e. f.
g.
Informasi Menurut anda untuk meningkatkan program kesehatan ibu dan anak apa saja yang dibutuhkan? Bagaimana dengan tahapannya, dilakukan oleh siapa, apa ada tim khusus (eksternal dan Internal) dan apakah mereka bekerja sesuai tupoksi ? Bagaimana pemanfaatan dana yang telah dianggarkan, sudah sesuai dengan apa yang telah direncanakan? Bagaimana Alat, Bahan, atau materi lain yang digunakan untuk menyokong kegiatan program KIA apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan ? Bagaimanakah proses perencanaan alokasi dana BOK pada program KIA ? Bagaimanakah perencanaan tim Pengelola BOK untuk program KIA ? Bagaimanakah Perencanaan Pengusulan POA untuk program KIA ? Bagaimanakah proses manajemen di puskesmas untuk program KIA ? Bagaimanakah pembahasan POA di puskesmas dilakukan ? Bagaimanakah proses pencairan dan penyaluran dana BOK untuk program KIA ? Bagaimanakah pertanggungjawaban keuangan dari puskesmas ke DINKES untuk
a. b. c.
d.
Informan Kepala Dinas Kesehatan Kepala Seksi Perencanaan Kepala Sub Dinas KIA, dan Kepala PUSKESMAS Staff (Bagian KIA dan Bidan)
a. Kepala Dinas Kesehatan b. Kepala Seksi Perencanaan c. Kepala Sub Dinas KIA, dan Kepala PUSKESMAS d. Staff (Bagian KIA dan Bidan)
h.
i.
j.
k.
3
OUTPUT (EVALUASI)
a. b. c.
d.
e.
f.
program KIA ? Bagaimanakah pemanfaatan kegiatan pelayanan kesehatan Ibu seperti P4K, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan ibu nifas, dan pelayanan keluarga berencana ? Bagaimanakah pemanfaatan kegiatan pelayanan kesehatan Anak seperti pelayanan gizi, pelayanan kesehatan neonatus, pelayanan kesehatan bayi, dan pelayanan kesehatan balita ? Bagaimanakah pengawasan dari dinas kesehatan ke puskesmas dan pengawasan kepala puskesmas ke pengelola program terkait dana BOK untuk program KIA? Bagaimana pelaporan penerapan anggaran BOK untuk program KIA ? Bagaimanakah model evaluasi yang digunakan? Bagaimana dengan instrument evaluasinya, kapan dlaksanakan? Berapa jumlah dan apa jenis-jenis program kesehatan Ibu dan Anak yang sudah dilakukan ? Bagaimana mengetahui berapa Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat kesehatannya oleh karena program KIA yang dibiayai oleh BOK ? Bagaimana cara mengidentifikasi Meningkatnya fasilitas umum pendukung program kesehatan ibu dan anak dimasyarakat ? Apa indikator keberhasilan program?
a. Kepala Dinas Kesehatan b. Kepala Seksi Perencanaan c. Kepala Sub Dinas KIA, dan Kepala PUSKESMAS d. Staff (Bagian KIA dan Bidan)
4
PEMBIAYAAN
a. Bagaimana model pembiayaan yang biasa dilaksanakan? b. Bagaimana alur untuk mendapatkan pembiayaan program KIA? c. Darimana saja dana pembiayaan program KIA? d. Bagaimana dengan program khusus dari pusat untuk program KIA? e. Apakah anda merasa cukup dengan dana yang diberikan?
a. Kepala Dinas Kesehatan b. Kepala Seksi Perencanaan c. Kepala Sub Dinas KIA, dan Kepala PUSKESMAS d. Bendahara BOK Dinas Kesehatan & PUSKESMAS
MATRIX WAWANCARA
No 1
Variabel INPUT
Jawaban/Reduksi a. Menurut anda untuk meningkatkan program kesehatan ibu dan anak apa saja yang dibutuhkan? 1. “….Jadi yang pertama dibutukan untuk meningkatkan KIA adalah data base, sasaran dan data base KIA di semua puskesmas. Kemudian selain data base juga ada data2 teknis KIA, jadi seperti tingkat kematian dan juga tingkat kelahiran. Pentingnya perencanaan ialah untuk, eeeee, apa, mengantisipasi kegiatan KIA kedepan. Ia, jadi untuk menunjang program itu kan harus ada perencanaan, implementasi dari perencanaan itu kan pelaksanaan kegiatan. Ia, jadi harus direncanakan dulu ya….” (JW, 35 Tahun) 2. “……Cara mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan utk program KIA jadi mengidentifikasinya itu kan menurut sumber daya yang ada, sumber daya data, kemudian tenaga KIA itu sendiri, kemudian sasaran, ah itu semua diidentifikasi termasuk permasalahan yang ada, semua dipadukan kemudian digodok, tapi tetap disesuaikan dengan target program, itukann misalnya, apa, target K1, itukan kita melihat evaluasi yang tahun lalu kemudian kita sesuaikan dengan data yang ada sekarang…” (IE, 37 Tahun). 3. “…Kalau saya pak dana juga penting, nah itumi yang kasih jalan program. Kalau tidak ada itu tidak jalan apa-apa..” )AA, 28 Tahun) b. Bagaimana dengan tahapannya, dilakukan oleh siapa, apa ada tim khusus (eksternal dan Internal) dan apakah mereka bekerja sesuai tupoksi ? 1. “…..Jadi begini, program yang ada di jalankan di PUSKESMAS itu sudah adaji menunya dari pusat, ya jadi kita disini tinggal melaksanakan saja. Kita juga disini hanya menyesuaikan sesuai dengan kemampuan ta’, termasuk dilihat juga berapa lagi dana yang masuk. Pertimbangannya
Kategorisasi Pentingnya sebuah perencanaan dalam suatu program Data dasar atau data base sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi apa yang akan dilakukan Dana diperlukan untuk menjalankan sebuah program
Penentuan program dilakukan atau mengikuti program pusat dan Penunjukkan dilakukan oleh pemimpin Puskesmas. Melakukan rapat
Intrepretasi
Perencanaan matang yang berasal dari data base atau sumer data terpercaya
Penunjukkan dilakukan oleh pimpinan Puskesmas berdasarkan sumber daya yang tersedia, diaman program yang akan
2.
3. c. 1.
2. 3.
d.
dengan menyaring hasil data laporan dan hasil perencanaan pada tingkat PUSKESMAS, baru data-data itu disaring dengan tim perencana seksi program KIA, tapi ini baru tahapan awal saja…..” (MA, 45 Tahun). “….Ya nanti sebelum ada pembuatan program, para bidan yang sudah ditunjuk itu, akan berembuk dulu kira-kira kegiatan apa yang akan dilakukan, dan umumnya ini sama ji dengan semua Puskesmas….” (DD, 32 Tahun). “…semua kegiatan ada TUPOKSInya, biasanya kita disini disesuaikan ji dek, apalagi ada juga PoA yang dibikin..”(RB, 30 Tahun) Bagaimana pemanfaatan dana yang telah dianggarkan, sudah sesuai dengan apa yang telah direncanakan? “…kegiatan yang paling banyak itu meliputi kegiatan ibu hamil seperti pemantauan WUS, PUS, KB tapi itu-itu terus ji programnya sama seperti tahun kemarin, jadi walaupun sudah ada program yang akan dijalankan dari dinas dan digabung dengan hasil rapatnya itu bidan koordinasi tetap ji itu lagi kegiatannya, mungkin karena susah mi lagi dapat inovasi kegiatan petugas…” (IE, 37 Tahun) “…kalau sesuai, sesuai ji pak hanya itu biasa lama ji keluar saja…”(PS, 30 tahun) “….Pemanfaatan nya sudah sesuai, bahkan cenderung paspas an, jadi tak sedikit PUSKESMAS menggunakan, dana Puskesmas yang lain untuk menjalankan program. Tapi kan nanti diganti ji itu yang dipakai…”(DE, 50 tahun). Bagaimana Alat, Bahan, atau materi lain yang digunakan untuk menyokong kegiatan program KIA apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan ?
1. “…….Ia artinya kan perencanaan dan KIA itu data base untuk kegiatan KIA di BOK itu kan dimulai dari tahapan Puskesmas, jadi puskesmas membuat POA Planing Of Action, jadi semua program itu direncanakan oleh puskesmas kemudian dibawa kedinas, didinas diverifikasi, termasuk KIA, keseluruhan program harus direncanakan dari bawah, nanti dikabupaten baru diverifikasi, itupun juga sesuai kebutuhan, jadi tidak langsung juga langsung disetujui semua program yang mau dilakukan di Puskesmas….” (ES, 40 Tahun). 2. “….Ya setelah pihak Puskesmas sudah menetukan siapa-
koordinasi antara dilaksanakan mengikuti bidan pelaksana program yang telah ada TUPOKSI dan PoA sebelumnya sebagai acuan.
Program kegiatan KIA sama dengan tahun kemarin. Dana nya sesuai dengan yang direncanakan, pencairannya yang terkadang telat. Dana nya Pas-pas an, Dana BOK untuk Program disubtitusi dulu, kemudian dilanjutkan. Alat, bahan, dan materi disesuaikan dengan program yang ada atau berjalan sebelumnya yang disesuaikan dengan Poa, tidak semua program disetuju. Pimpinan petugas yang menunjuk petugas dan coordinator kegiatan yang terlibat.
Dana yang dianggarkan sudah tepat namun waktu pencairannya yang terhambat
Sudah sangat sesuai, karena telah digambarkan pada tujuan program yang ada pada POA
3. 2
PROSES (PELAKSANAAN)
a. 1.
2. 3.
b. 1.
2. 3.
siapa toh petugas yang terlibat dalam program KIA dan program apa yang akan dilaksanakan, mah nanti dia kasih di kita supaya ditindaklanjutu, dari situ baru kita tahu kira-kira untuk KIA berapa anggarannya dan untuk kegiatan apa saja….”(NP, 40 Tahun) “…iyeka anu ji yang dibutuhkan paling data tahun lalu,kalau alat dan bahan paling apaji. Biasanya dari inventaris Puskesmas ji di pakai..” (JW, 35 Tahun) Bagaimanakah proses perencanaan alokasi dana BOK pada program KIA ? “ penting juga untuk kita undang kalangan professional kesehatan, untuk tahu kira-kira program ta, apa yang perlu ditambah, ya kalangan professional ini diajak berbincang apakah program ini sudah pas apa tidak. Baru bagus juga yang dikenal saja supaya anggaran tidak terlalu tinggi..“ (DD, 32 Tahun). “…kalau alokasi dananya itu mengikuti ji saja, kebanyakan seperti tahun kemarin, program-program umum yang ada itu yang dijalankan…”(DE, 50 Tahun) “…biasanya disesuiakan jumlah dananya, tipa tahun bedabeda sedikit, tergantung juga berapa banyak tenaga yang digunakan, apa yang mau dilakukan, dengan sasaran program berapa banyak.. “(IE, 37 Tahun). Bagaimanakah perencanaan tim Pengelola BOK untuk program KIA ? “…...Ya biasanya itu anggranna lama cairnya, malah biasa hampir mau sudah habis tahun ya baru jadi. Tapi biasanya kalau kita walaupun belum ada dana nya cair, ya dibiikin memang mi itu program yang akan dilaksanakan…” (IL, 38 Tahun). “…untuk anggota nya kitas sesuaikan ji dengan sumber tenaga yang ada, karena ini KIA jadi yang masuk tim program bidan-bidan ji kebanyakan..”(MW, 40 Tahun). “…Kalau tim pengelola BOK, itukan Puskesmas ji yang ambil alih, kalau disini Kepala Puskesmas ji tunjuk Bidan Koordinator, lalu nanti BIKORnya yang panggil anggota, ada memang mi di kasih tahu jumlah nya berapa per program kegiatan.. “ (AA, 28 Tahun)
Data tahun lalu sangat penting, peralatan juga dapat ditemukan dari Inventaris tahun sebelumnya.
Mengundang Kalangan professional/akadem isi, untuk perumusan program yang lebih baik. Rencana Alokasi dana mengikuti jumlah anggaran tahun kemarin. Alokasi dana disesuaika, setiap periode berbedabeda.
Anggaran terlambat cair, terkadang pada akhir-akhr tahun. Bidan anggota utama yang dibutuhkan dalam program KIA. Penunjukkan dilakukan oleh kepala Puskesmas, lalu ke bidan coordinator (BIKOR), dan Bikor yang mencari angotanya.
Perencanaan alokasi Dana BOK disesuaikan dengan Acuan dana BOK tahun sebelumnya.
Tim yang dibentuk sudah sesuai, Tim dibentuk oleh pihak Puskesmas, yang di dominasi oleh tenaga bidan
c. 1.
2.
3.
d. 1.
2.
3.
e. 1.
2.
Bagaimanakah Perencanaan Pengusulan POA untuk program KIA ? “…PoA kan isinya disesuaikan dengan data yang dimiliki Puskesmas, nanti PoA juga dilampirkan pas laporan pertanggungjawaban, dar tahun ke tahun tidak ada Poa yang berubah bagaimana sekali, yang paling disesuiakan cakupannya dengan sumber daya di Puskesmas nya saja.. “ (NA, 34 Tahun) “Poa itukan rencana yang disusun bersama dengan Pihak Puskesmas, kayak kita ini semua mi, tentang apa saja yang akan dilakukan, Program KIA itukan umumnya tidak berubah. Kalau setahu saya bisa beda programnya kecuali dia masukkan di program kegiatan khususnya, itupun kalau lebih dananya, tapi di Puskesma ta tidak ji…: (HR, 36 tahun) “POA disusun bersama-sama berdasarkan data yang kita punya sebelumnya, misal angka kesakitan kematian, kelahiran, itu-itu ji data base nya, ya paling bagus konsepnya diikuti ji POA sebelumnya selama masih sesuai..” (RR, 26 tahun). Bagaimanakah proses manajemen di puskesmas untuk program KIA ? “….kami berharap agar semua orang dapat berpartisipasi untuk dapat memantau jalannya program kami, baik sebagai peserta ataupun fasiliator bahkan narasumber, dengan begitu kami akan lebih terbantu… “(DD, 32 Tahun) “…maksudnya manajemen?ya tetap keputusan tertinggi di kapus ji, kami sebagai pelaksana yang orang lapangan, Pertanggung jawaban dengan kapus nanti terakhir dilihat di laporan..”(ES, 40 tahun) “ …Manajemennya berlangsung baik ji kalau disini, karena jelas pembagian tugas perencanaan, waktunya, dananya, rinci ji, ya menyesuaikan saja sebenarnya, yang penting program jalan dan sesuai target itu ji..” (NR, 38 tahun) Bagaimanakah pembahasan POA di Puskesmas dilakukan ? “…pembahasan PoA kalau kami Cuma menerima laporan dari Puskesmas saja, itu intern mereka yang buat PoA, yang mereka cantumkan saat laporan pertanggungjawaban“ (IS, 37 tahun) “…PoA itu yang ikut buat Cuma saya (Kapus), Bidan Koordinator, sama bendahara. Banyak nya kegiatan biasanya
POA disesuiakn dengan data kesehatan yang dimiliki Puskesmas POA KIA umumnya tidak berubah signifikan POA disusun bersama-sama berdasarkan data.
Diharapkan semua orang untuk berpartisipasi di event berikutnya. Penerapan keputusan tertinggi tetap di kepala Puskesmas. Manajmen berjalan baik, sehingga hasilnya berjalan baik LOA dibuat secara pribadi oleh pihak Pusekesman. Pembuatan POA didukung oleh pemerintah. POA merupakan
Penyusunan POA dilakukan bersamasama oleh petuga.
Manajemen telah terlaksana dengan baik, dimana semyanta disesuakan dengan POA yang telah dibuat.
POA dibahas dan dibuat bersama dengan program lain selain KIA
3.
f. 1.
2.
g. 1.
h. 1.
2.
masih mengacu pada data tahun sbeelumnya, paling banyak diubah paling Cuma sumber daya, dana sama waktu pelaksanaannya ji…”(AL, 32 tahun). “POA itu kan dibikin semua, sama-sama dengan program lain kalaupun mau disesuaikan nanti yang ditunjuk sebagai koordinasi yang komunikasikan secara langsung dengan Kapus. Yang jelas semua yang terlibat diikutkan dalam pembuatan POA..” (SM, 45 Tahun) Bagaimanakah proses pencairan dan penyaluran dana BOK untuk program KIA ? “..kalau aturan benarnya ya dana keluar sebelum kegiatan dillakukan, namun biasanya kita Cuma melampirkan Poa Salah satunya untuk kalim itu dana. Dana biasa cair pada saat program sedang berjalan atau akhir-akhir. Makanya biasa dana yang lain yang dipakai dulu…” (PS, 30 tahun) “….biasanya didahului juga dengan permohonan anggaran untuk daerah kerja PUskesmas, banyak pertimbangan untuk jumlahnya karena banyak faktor yang dilihat misal luas wilayah, dan juga program tahun lalunya..”(MP, 28 tahun) Bagaimanakah pertanggungjawaban keuangan dari puskesmas ke DINKES untuk program KIA ? Laporan akhir masing-masing Puskesmas yang telah disetujui, itu yang biasanya digunakan sebagai pertanggungjawaban, kalau kami disini biasanya Kapus nya yang bawa langsung biar dia bisa jelaskan daerahnya.. “(ES, 40 tahun) Bagaimanakah pemanfaatan kegiatan pelayanan kesehatan Ibu seperti P4K, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan ibu nifas, dan pelayanan keluarga berencana ? “….kalau program, Alhamdulillah semua berjalan ji, ada biasa yang terkendala dua – sampai tiga minggu seperti pemberian tablet Fe pada remaja wanita, itu biasa karena dananya ji belum cair, tapi biasa juga kalau ada dana lebih sedikit yang kita tutupi dulu buat program yang akan berjalan…” (ES, 40 Tahun). “..tinggi ji partisipasinya masyarakat, karena itu mi lihat setiap program yang dijalankan apa masyarakat yang datang banyak apa tidak, sesuai target apa tidak. Paling terakhir dilihat kalau sudah sesuai target apa tujuannya tercapai apa tidak.. “(NR, 38 tahun).
hasil bersama
pemikiran
Semua program telah terlaksana dengan baik, pencapaian sesuai target. Permohonna jumlah dana BOK, namun jumlah nya akan disesuaikan oleh beberapa faktor.
Program berjalan dengan baik sesuai POA yang telah disusun
Laporan akhir yang telah disetujui,s ebagi bukti tanggung jawab pelaksanaan program
Program berjalan lancar, namun adakalanya sistem subtitusi dana agar program lain juga tetap jalan. Partisipasi masyarakat tinggi pada setiap program.
Tanggung jawab sepenuhnya oleh kepala Puskesmas, namun untuk level lebih rendah adalah tanggug jawab bidan krdinasi pada program dijalankan
Dimanfaatkan dengan baik, dubuktikan denagn antusiasme warga masyarakat.
i.
Bagaimanakah pemanfaatan kegiatan pelayanan kesehatan Anak seperti pelayanan gizi, pelayanan kesehatan neonatus, pelayanan kesehatan bayi, dan pelayanan kesehatan balita ? 1. “….kalau program gizi dan balitanya, semua berjalan ji, ada biasa yang terkendala tapi bisa diatasi, kalau masyarakat pemeriksaan pasti nanti kalau anaknya sakit saja,lebihnya tidakmi inimi yang kasih susah…” (ES, 40 Tahun). 2. “…anu ji bagus, karena buktinya masyarakat banyak yang datang periksa, karena mereka pikir daripada nanti repotnya kan, paling banyak itu kesehatan bayi sama ibu hamilnya.. “(RB, 30 Tahun) 3. “…. Ya semua program telah terlaksana dengan indkatornya masing-masing. Ada 18 program yang kami keluarkan dan Alhamdulillah semuanya mencapai pencapaian, dan dikatakan telah berjalan 100% dengan pemanfaatan dana BOK…”(MA, 45 Tahun).
Berjalan, namun banyak kebiasaan ibu terkait anak yang hars dilupakan. Banyak masyarakat yang datang menghadiri pestanya. Semua program yang dilaksanakan telah mencapai target.
J.
Tidak semua pengawasan kegiatan langsung ke Dinas, ada tahapnya. Tindakan pengawasan diawasi langsung oleh pemerintah Sebelum pihak dinas turun meninjau, baiknya jangan keluar.
Bagaimanakah pengawasan dari dinas kesehatan ke puskesmas dan pengawasan kepala puskesmas ke pengelola program terkait dana BOK untuk program KIA? 1. “…dalam pelaksanaan program pengawasan dilakukan oleh bidan koordinasi, kemudian di atasnya itu kepala Puskesmas, baru langsung ke Dinas, tidak semua nya langsung ke Dinas, kan repot juga kalau dinas setiap hari awasi..”(HR, 36 Tahun) 2. “ …masalah pengawasan kegiatan Puskesmas yang awasi langsung nanti dia melapor ke dinas, kalau masalah penggunaan dana di setiap program internal Puskesmas yang tahu, tapi kan sebenarnya juga sudah dijelaskan mi di POA dengan nanti adaji juga laporan pertanggung jawabannya.. “ (DD, 32 Tahun) 3. “..kalau dinas mau turun biasanya dinas juga akan langusng turun, tapi melapor dulu, supaya Puskesmas juga tahu, nah nanti disitu baru dilihat sudah berapa banyak dipakai, dipakai buat apa, apa saja program yang sudah jalan, paling itu ji. Tidak ada itu sidak-sidak. Sebenarnya bagus ji apalagi kalau bagus mi anamnya Puskesmas ta juag..” (LL, 36 tahun)
Berjalan dengan baik seusia dengan indikatornya. Sedikit bermasalah pada kepatuhan memeriksa kesehatan ibu dan bayi.
Pengawasan dilakukan langsung oleh bidan kordinasi, yang dibawahi dan kepala puskesmas sebagai pemimpin.
b. Bagaimana pelaporan penerapan anggaran BOK untuk program KIA ?
3
OUTPUT (EVALUASI)
a. Bagaimanakah model evaluasi yang digunakan? 1. “Ya kalau dari kita puskesmas biasanya kita lihat apakah sudah pas waktu, pendanaan, pendanaan dan kegiatan yang dilaksanakan…” (ES, 40 Tahun). 2. “….Kalo model evaluasi yang dilakukan kan tiap bulan mereka melakukan evaluasi melalui laporan, melalui pertemuan- pertemuan bulanan KIA, mereka melakukan evaluasi….” (NR, 38 Tahun). 3. “…saya kurang jelas juga evaluasinya, tapi kalau dari Bidan coordinator setiap selesai program, terus dia kumpul lagi anggotanya untuk melapor, biasanya disuruh buat laporan kegiatan juga. Tapi kalau saya biasanya laporan resminya saya tunggu kalau semua programnya sudah selesai dilakukan, karena saya takut nanti saya yang kewalahan untuk kumpul laporannya kalau perkegiatan begitu. Tapi, sebelum turun kegiatan mereka tetap melapor kok.. “ (DE, 50 tahun).
Evaluasi tepat jika tepat waktu, pendanaan, dan kegiatan yang dilaksanakan. Model evaluasi dilakukan melalui pertemuan bulanan KIA Bidan Koordinator akan mengumpulkan para bidan untuk dievaluasi setiap setelah kegiatan
b. Bagaimana dengan instrument evaluasinya, kapan dlaksanakan? 1. “…..kita ndi, melakukan penilaian dengan cara meminta penanggung jawab program membuat laporan administrasi laporan kegiatan…” (JW, 35 Tahun). 2. “….ya laporan yang ada kami tinjau apakah sudah berjalan tepat waktu, alokasi anggaran sudah sesuai, dan sumber daya yang tepat sudah di maksimalkan, itu ji yang penting, oh dengan itu pencapaiannya indikatornya disesuaikan ji dengan Juknis nya…” (MA, 45 tahun) 3. “…setahuku instrument evaluasinya itu ji tadi PoA nya, paling terakhir dilihat statsistik perubahan kesehatannya masyarakat, semuanya laporan di akhir kegiatan baru dilapor mi ke atas. Kita disini itu ya 3 bulan atau 6 bulan tergantung kebutuhan, tidak tahu yang lain..(NP, 40 Tahun)
Penilaian meminta Laporan kegiatan Peninjauan laporan untuk mengecek alokasi penggunaan dana Instrumen statistic laporan perubahan status kesehatan Masyarakat.
Evaluasi dilakukan pada akhir program pelaksanan(setela selesai)
Instrument pengecekkan statistic kesehatan
berupa data cakupan
c. 1.
2.
3.
d. 1.
2.
Berapa jumlah dan apa jenis-jenis program kesehatan Ibu dan Anak yang sudah dilakukan ? “ …ya walaupun ada sumber dana lain selain BOK, tapi kan tidak semua itu dana buat program KIA tapi juga harus dibagi dengan program-program urgent lainnya seperti P2L yang membutuhkan dana yang cukup besar juga…”(JW, 35 tahun) “…kami tidak bisa mengatakan pengguyuran dana nya secara langsung berapa, Cuma memang penggunaan dana BOK untuk program KIA sudah termasuk yang besar dan maksimal pengalokasiannya, dan kami rasa hal tersebut cukup, buktinya semua program berjalan ji semua…”(NR, 38 Tahun) “…banyak kegiatannya Pelayanan kesehatan ibu itu Kesehatan ibu bersalin, nifas, KB, baru kehamilan juga. Kalau anaknya iasanya gizi, bayi baru lahir(neonates), bayi, balita, ASI, Posyandu, begitu ji, kalau dana perkegiatan biasanya.. “ (MP, 28 Tahun). Bagaimana mengetahui berapa Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat kesehatannya oleh karena program KIA yang dibiayai oleh BOK ? “…..ya kita cuma periksa laporan yang kita terima dari masing- masing koordinator program, kan ada dokumentasinya, selain itu kan pihak Puskesmas juga terlibat secara langsung, maka semua program dapat di evaluasi laporan yang mereka berikan…”(IE, 37 Tahun) “…tidak bisa kalau cepat begitu dek karena ini masalah kesehatan yang mau diukur, sifatnya berubah-ubah, ya paling minimal 6 bulan ini dilihat dampaknya ini program, tergantung besar atau kecil program yang dilaksanakan (DE, 50 tahun)
e. Bagaimana cara mengidentifikasi Meningkatnya fasilitas umum pendukung program kesehatan ibu dan anak dimasyarakat ? 1. “…kalau untuk itu tidak ada, semisal kalau ada kita bina dan bimbing petugas, ya pada saat pelatihan saja, setelah itu nanti kita tidak lihat mi sejauh mana peningkatan dan partisipasinya untuk program KIA,… anu karena kurang sekali danannya…” (IL, 38 Tahun). 2. “…..evaluator yang memantau keberhasilan program ya kita
Ada sumber dana selain BOK, namun tidak semua dana BOK untuk program KIA Alokasi Dana BOK untuk Program KIA cukup besar Kegiatan pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan anak balita
Pelayanan ksehatan ibu, balita, dan bayi afalah program utama yang dipadukan isu sosial
Memeriksa laporan dari coordinator program Pengukuran peningkatan kesehatan tidak dalam waktu singkat
Memiliki periode waktu tertentu (min. 6 bulan)
Peningkatan partisipasi dalam program KIA Evaluasi berdasarakan kemampuan petugas kesehatan Keaktifan petugas
Meningatnya kerja petugas
kualitas
kita ji, itupun kalau mau datang pihak dinas ya disesuaikan dengan kesiapan dari Puskesmas…”(NA, 34 Tahun) 3. “…..identifikasi? mungkin lebih cocok kalau dibilang bagaimana ditahu apa-apa saja yang dilakukan atau ditambahkan. Ya paling ituji dari aktifnya petugas saja, kalau fasilitas tidak ada, kah yang dilakukan dalam program ya layanan saja memang..” ((ES, 40 Tahun). f. Apa indikator keberhasilan program? 1. “….Indikator keberhasilan programnya ada beberapa indikator, jadi sudah ada target, jadii…. Berdasarkan target, jadi misalnya target 80%, indikatornya eeee… kalo K1, kalooo tidak tercapai ya dicari permasalahannya kenapa tidak tercapai, bisa saja karena data proyektif, bisa juga melebihi! Karena data data proyektif sekarang kan berdasarkan data PUSDATIN tidak selamanya sama dilapangan, ya. Jadi bisa cakupan mereka melebihi bisa juga kurang. Karena anu, estimasi factor itu kan bukan data real kalo pusdatin, jadi bisa saja lebih besar dia punya sasaran, jadi indikatornya kalo 80% bisa tidak tercapai karena tidak sesuai data real dilapangan, padahal puskesmas sudah menyatakan 100%, padahal dibanding kalo dengan data sasaran oleh pusdatin tidak cukup 80% karena lebih besar target dari sasaran pusdatin…” (MA, 45 Tahun). 2. “…Indkator yang digunakan itu berdasarkan dari laporan harian, misal dari angka kunjungan K4, pemberian tablet Fe(Besi), persalinan dibantu tenaga kesehatan nah itu semua yang dikaji selama setahun, jadi ada waktunya. Kan dijelaskan semua di Poa waktu pelaksanaannya.. “ (MW, 40 tahun) 3. “…ya kalau kita ukur biasa kalau misalnya cakupan presentase pengguna layanan atau partisipasi masyarakat dalam program sudah emmenuhi target. Berhasil dan tidak itu biasanya ada jangka waktunya, ya maksimal sebelum periode berikutnya lagi. Kalau dipusat paling dia lihat dari laporan itu saja.. “(AA, 32 tahun)
dalam menjalankan program.
Berdasarkan target cakupan pelayanan kesehatan. Laporan harian tiap program yang dilaksanakan Mengukur cakupan presentase pengguna layanan serta partisipasi masyarakat.
Indicator berupa cakupan peningkatan KPI lai nyasar ya.
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Indepth Interview dengan Bendahara BOK
Gambar 2. Indepth Interview dengan Koordinator Bidan Puskesmas Uepai
Gambar 3. Indepth Interview dengan Staff Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
Gambar 4. Indepth Interview dengan Kepala Bagian KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
Gambar 5. Indepth Interview dengan Penanggung Jawab Pemanfaatan Dana BOK Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe
Gambar 6. Indepth Interview dengan Kepala Puskesmas Uepai