KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT

Download respirasi oksidatif dan nitrat reduktase untuk proses respirasinya. Pada tahap uji ... isolat lainnya. Isolat FR1 diduga memiliki enzim nit...

0 downloads 437 Views 314KB Size
PEMBAHASAN Isolat FR1, FR2, HF7 dan LF6 bersifat fermentatif, tumbuh pada medium denitrifikasi yang mengandung nitrat dan tumbuh pada kondisi saturasi udara dari variasi 0-100%. Hal ini menunjukkan keempat isolat memiliki enzim-enzim respirasi oksidatif dan nitrat reduktase untuk proses respirasinya. Pada tahap uji seleksi menunjukkan kerapatan sel (densitas) isolat HF7 dan LF6 lebih rendah dibandingkan dengan isolat FR1 dan FR2. Pertumbuhan FR1 paling responsif terhadap oksigen, peningkatan densitas sel sesuai dengan peningkatan kadar saturasi udara cenderung lebih tinggi dari isolat lainnya. Isolat FR1 diduga memiliki enzim nitrat reduktase periplasma (Nap) lebih dominan. Aktivitas enzim-enzim respirasi oksidatif lebih dominan dari pada enzim nitrat reduktase, karena enzim Nap berfungsi sebagai penyeimbang regulasi redoks pada transfer elektron aerobik, energi yang dihasilkan dari aktivitas enzim Nap kecil (Ricardson et al. 2001). Proses tersebut menyebabkan pertumbuhan FR1 meningkat seiring peningkatan konsentrasi oksigen. Hal ini sesuai dengan awal isolasi isolat FR1. Pada saat diisolasi isolat FR1 tumbuh baik pada medium rendah nitrat yaitu 0,1 mM (Marnis 2008). Densitas sel keempat isolat pada kondisi oksigen yang berbeda, secara umum menunjukkan makin bertambah konsentrasi oksigen densitas sel makin tinggi. Pada saturasi udara 30-80 % terdapat isolat-isolat yang densitas selnya fluktuatif, kondisi ini diduga karena sensitivitas sistem nitrat reduktase terhadap oksigen berbeda dari setiap isolat. Keempat isolat lebih cenderung memanfaatkan oksigen sebagai akseptor elektron pada saat oksigen tersedia pada medium. Disisi lain keberadaan akseptor elektron nitrat dapat menimbulkan interaksi dan berpengaruh terhadap jalur metabolisme oksidatif.

Nitrat dapat dimanfaatkan

sebagai akseptor elektron alternatif pada saat oksigen di lingkungan terbatas. Selain itu reduksi nitrat oleh enzim Nap dapat berlangsung sebagai pembuangan kelebihan tenaga pereduksi pada transfer elektron aerobik (Carter et al. 1995). Pada kondisi saturasi udara 100% keempat isolat memiliki densitas sel tinggi. Enzim-enzim respirasi oksidatif lebih mendominasi, transfor nitrat ke membran dihambat oksigen. Reduksi nitrat tahap awal diduga hanya terjadi oleh

aktivitas enzim Nap, dimana aktivitas enzim Nap tidak dipengaruhi keberadaan oksigen (Moreno -Vivian et al. 1999). Sementara enzim Nar baru bekerja setelah konsentrasi oksigen terbatas dalam medium perlakuan. Oksigen merupakan akseptor elektron yang lebih potensial negatif. Sebagai perbandingan perbedaan potensial redoks dengan donor elektron asam format, akseptor elektron oksigen hasil akhir H2O adalah -1,28 (Mairer 2000). Sedangkan perbedaan potensial redoks dengan donor elektron sama akseptor elektron NO3 hasil akhir NH4 + memiliki nilai -0,83. Energi yang dihasilkan dari respirasi dengan oksigen sebagai akseptor elektron lebih tinggi dari pada akseptor elektron nitrat. Energi tinggi memacu pertumbuhan sel lebih cepat, sehingga densitas sel akhir masa inkubasi tinggi. Pada respirasi aerob bakteri DNRA, sumber karbon asetat akan diubah menjadi asetil Co A dan masuk ke siklus tricarboxylic acid (TCA) sehingga akan menghasilkan ATP, NADH dan FADH2. NADH dan FADH2 diubah menjadi ATP melalui rangkaian transfer elektron (posforilasi oksidatif) dengan akseptor elektron terakhir oksigen (White 1995). Pada kondisi oksigen terbatas di lingkungan, sumber karbon asetat tetap melalui jalur TCA, tetapi pada saat transfer elektron di membran digunakan nitrat atau nitrit sebagai akseptor elektron terakhir. Akibat dari penggunaan nitrat atau nitrit sebagai akseptor elektron, nitrat tereduksi menjadi nitrit, nitrit tereduksi menjadi amonium. ATP yang dihasilkan dari respirasi anaerob lebih sedikit, menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih lambat. Pada sumber karbon yang lebih kompleks seperti glukosa (C6 H12O6) suksinat (C4H6O4), sitrat (C6H8O7) dan gliserol (C3H8O3) melalui

proses fermentatif

organik atau alkohol

diduga tetap kurang efektif.

perolehan energi Keberadaan asam

hasil posforilasi subtrat akan mengganggu kecepatan

pertumbuhan sel. Hal ini dapat diamati di alam secara langsung, pada perairanperairan yang kadar oksigen terlarutnya kecil proses degradasi senyawa organik berlangsung lambat, meskipun tersedia akseptor elektron alternatif selain oksigen. Disamping nitrat, sumber akseptor alternatif lain selain oksigen diantaranya Fe3+, Mn4+, Trimethylamine N oxide (TMAO), Dimethyl Sulfo oxide (DMSO), sulfat, fumarat (Purwoko 2007).

Pengaruh oksigen terhadap pertumbuhan isolat lebih jelas terlihat pada grafik pertumbuhan isolat terpilih HF7 dan LF6 yang diukur setiap selang waktu 12 jam. Dua isolat terpilih HF7 dan LF6 yang ditumbuhkan pada konsentrasi saturasi udara 1%, 10% dan 100%, sumber karbon asetat menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Pertumbuhan sel pada konsentrasi oksigen saturasi udara rendah (1% dan 10%) dari kedua isolat lebih lambat dari pertumbuhan pada konsentrasi saturasi udara 100%. Kerapatan sel pada awal pertumbuhan dikondisikan sama yaitu pada OD 0,03 (620 nm) dengan inokulan berumur 24 jam. Perubahan populasi atau pertambahan jumlah sel dari inokulan sebelumnya berbeda pada setiap perlakuan konsentrasi oksigen. Secara kuantitatif perbedaan laju pertumbuhan ditunjukkan oleh µ

maks

kedua isolat yang berbeda pada kondisi

saturasi udara berbeda. Hal ini menunjukkan oksigen berpengaruh terhadap laju pertumbuhan bakteri DNRA. Isolat HF7 diduga memiliki enzim Nar yang lebih dominan. Pada saat oksigen rendah kandungan nitrat medium tinggi aktivitas enzim Nar tinggi. Sistem respirasi nitrat dominan sehingga pada konsentrasi saturasi udara 1% dan 10% laju pertumbuhannya rendah, karena energi yang dihasilkan dari respirasi nitrat lebih rendah. Sebaliknya pada saat kandungan oksigen tinggi (saturasi udara 100%) laju pertumbuhan sel HF7 lebih tinggi karena pada tahap awal inkubasi digunakan oksigen sebagai akseptor elektron, energi yang dihasilkan lebih tinggi. Pada saat oksigen pada medium terbatas, enzim Nar menggantikan proses pembentukan ATP meskipun tidak sebanyak respirasi aerob. Enzim Nar mempunyai transmembran proton motive force (PMF) tempat terjadinya sintesis ATP (Moreno- Vivian et.al 1999). Proses pergantian sistem respirasi oksidatif ke respirasi anaerob reduktif pada isolat HF7

diduga diatur oleh sistem sensor

regulator seperti pada Escherichia coli (Purwoko 2007). Kekurangan oksigen di lingkungan diterima dan direspons oleh sistem Arc, sistem Nar dan sistem Fnr. Sistem Arc menerima stimulus kekurangan oksigen dan merespons dengan cara merepresi gen-gen yang mengekspresikan enzimenzim respirasi oksidatif. Sistem Nar merespons kekurangan oksigen dengan menginduksi sistem nitrat reduktase. Sistem Fnr berperan sebagai regulator positif untuk transkripsi gen-gen dalam pertumbuhan an aerob.

Isolat HF7 juga diduga memiliki enzim Nap karena pada 12 jam pertama inkubasi pada konsentrasi udara 100% nitrat medium sudah tereduksi. Sementara pada isolat LF6 diduga sistem respirasi lebih didominasi sistem respirasi oksidatif. Reduksi nitrat

isolat LF6 diduga lebih didominasi enzim

Nap. Pada saat konsentrasi oksigen dalam medium habis aktivitas enzim Nap dan enzim Nar yang tidak dominan menghasilkan energi kecil, tidak sebesar isolat HF7. berjalan

Kurangnya ATP yang terbentuk setelah respirasi oksidatif tidak

menyebabkan energi untuk pertumbuhan rendah. Pada konsentrasi

saturasi udara 10% µ

maks

isolat LF6 lebih tinggi dari pada isolat LF7, diduga

respirasi oksidatif pada isolat LF6 dominan dengan memanfaatkan oksigen 10%. Dari hasil uji nitrat (NO3-) tahap seleksi, keempat isolat dapat mereduksi nitrat pada kisaran konsentrasi oksigen 0% sampai 100%. Keempat isolat dapat menggunakan akseptor elektron nitrat. Penggunaan nitrat sebagai akseptor elektron dibatasi keberadaan oksigen. Hal ini dapat terlihat dari kecenderungan reduksi nitrat berbanding terbalik dengan penambahan konsentrasi oksigen. Kultur biakan isolat dengan konsentrasi saturasi udara 100% menghasilkan reduksi nitrat lebih sedikit. Oksigen dapat menghambat reduksi nitrat dengan 3 cara yaitu menekan ekspresi gen yang mensintesis sistem nitrat reduktase, mengganggu enzim nitrat reduktase yang telah terbentuk, dan mengalihkan aliran elektron dari sistem respirasi nitrat ke sistem respirasi oksigen (Hernandez dan Rowe 1988). Sensitivitas sistem nitrat reduktase setiap jenis bakteri terhadap oksigen berbeda. Hasil penelitian Su et al. (2001), bakteri Pseudomonas stutzeri SU2 dapat mereduksi nitrat 99,24% pada konsentrasi oksigen tinggi (92% oksigen). Sementara itu pada Thiosphaera pantotropha ATCC 35512 pada kondisi oksigen dan suhu yang sama hanya dapat mereduksi nitrat 27-29%. Menurut Otte et al. (1996) implikasi penghambatan oksigen tidak selalu terjadi, oleh karenanya reduksi nitrat dapat berlangsung secara simultan dibawah kondisi aerobik contohnya Alcaligenes faecalis. Reduksi nitrat pada konsentrasi udara 100%

diduga lebih dominan

dikatalisasi enzim nitrat reduktase

diperiplasma, yang merupakan ekspresi gen Nap. Gen penyandi enzim Nap terekspresi pada kondisi aerob dan anaerob (Bedzyck et al. 1999). Enzim Nap

karena terletak di periplasma tidak dipengaruhi transfor nitrat ke membran plasma. Nitrat diduga dapat masuk melalui membran luar (pada bakteri gram negatif) melalui porin dengan perbedaan konsentrasi atau pertukaran muatan ion. Perbedaan hasil uji nitrat (NO3-) pada konsentrasi oksigen rendah dan konsentrasi oksigen tinggi lebih jelas terlihat pada pengamatan kinetika aktivitas reduksi nitrat dua isolat terpilih. Pada saturasi udara kecil 1% dan 10% reduksi nitrat dikatalisasi oleh kedua enzim (Nap dan Nar). Pada kondisi ini transfor nitrat ke membran dapat berlangsung karena konsentrasi oksigen relatif kecil. Aktivitas reduksi nitrat pada kondisi saturasi udara 1 dan 10% menjadi lebih besar, karena terjadi di periplasma dan di sitoplasma. Menurut Korner dan Zumft (1989) pada saturasi udara 17 %,

keberadaan nitrat menyebabkan ekspresi

optimal dari enzim nitrat reduktase. Reduksi nitrat tercepat umumnya mulai jam ke 12 sampai jam ke 60 dengan inokulan yang sudah dalam fase eksponensial (24 jam). Penurunan konsentrasi nitrat yang tereduksi lebih terlihat berbanding lurus dengan peningkatan jumlah sel pada konsentrasi saturasi udara rendah (1% saturasi udara), dari pada konsentrasi oksigen tinggi (100% saturasi udara).

Hal ini dikarenakan pada

konsentrasi oksigen rendah nitrat digunakan sebagai satu-satunya akseptor elektron untuk menghasilkan energi. Pada kondisi oksigen di lingkungan terbatas bakteri

fermentatif

mengubah

jalur

respirasi

oksidatif ke jalur reduktif

(Purwoko 2007). Enzim Nar pada membran plasma berperanan penting pada kondisi anaerob sebagai penghasil ATP. Sedangkan pada saat konsentrasi oksigen tinggi reduksi nitrat banyak terjadi pada periplasma oleh enzim Nap yang berperan sebagai pengatur keseimbangan redoks pada

posforilasi oksidatif membran. Pada

konsentrasi oksigen tinggi (100%) aktivitas enzim Nar terhambat. Hal ini jelas terlihat pada isolat HF7 konsentrasi saturasi udara 100% setelah jam ke 60 masih mengalami kenaikan reduksi nitrat. Peristiwa ini diperkirakan bahwa aktivitas enzim Nar meningkat dengan habisnya oksigen pada medium. Perbandingan kecepatan rata-rata reduksi nitrat setiap sel isolat pada konsentrasi oksigen berbeda hampir seluruhnya berbanding lurus dengan perbandingan kecepatan rata-rata reduksi koloni isolatnya. Kecepatan rata-rata

reduksi nitrat setiap sel pada isolat LF6 terdapat perbedaan dari kecenderungan umum. Pada saturasi udara 10 % kecepatan reduksi rata-rata setiap sel isolat LF6 lebih besar dari konsentrasi saturasi udara 1%. Sementara kecepatan rata-rata reduksi nitrat pada koloninya, mengikuti kecenderungan umum yaitu reduksi nitrat makin kecil seiring dengan peningkatan konsentrasi oksigen. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh faktor pembulatan

perhitungan jumlah sel

dengan penggunaan kurva standar yang regresinya tidak tepat 100%. Kecepatan rata-rata reduksi nitrat baik koloni maupun setiap sel pada isolat LF6 tidak terlalu berbeda pada konsentrasi oksigen yang berbeda. Hal demikian diduga enzim Nap isolat LF6 lebih dominan. Enzim Nap tetap mereduksi nitrat pada saat konsentrasi nitrat rendah atau tinggi. Isolat LF6 dapat tumbuh pada konsentrasi nitrat rendah seperti pada isolasi awal. Isolat LF6 diisolasi

dari

sedimen muara sungai Cisadane dengan media pengkayaan nitrat 0,1 mM (Syahputra 2008). Hasil uji nitrit (NO2-) pada tahap seleksi menunjukkan isolat FR1 mengakumulasi nitrit paling tinggi setelah masa inkubasi 96 jam. Isolat FR1 memiliki gen nitrit reduktase terbatas, sehingga pengubahan nitrit menjadi amonium lambat.

Isolat FR1 cenderung memanfaatkan lebih banyak nitrat

sebagai akseptor elektron untuk menimbulkan energi dari pada menggunakan nitrit. Hal ini sesuai dengan perhitungan termodinamika perubahan nitrat menjadi nitrit menghasilkan energi lebih besar dari pada perubahan nitrit menjadi amonium (Rusmana 2003a). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut: NO3- + H2 à NO2-

+

NO2 + 3H2 +2H

+

à NH4

H2O +

+

(

2 H2O (

G = -163,03 KJ per mol H2) G = -145,95 KJ per mol H2)

Akumulasi nitrit tertinggi pada FR1 terjadi pada konsentrasi udara 100% diduga selain faktor genetik (dominan enzim Nap) aktivitas reduksi nitrit juga dipengaruhi faktor lingkungan. Aktivitas Nir B dan Nrf terbatas karena tidak tersedianya NADH dan format dalam jumlah banyak sehingga nitrit terakumulasi. Sebab aktivitas Nir B dipengaruhi NADH (Harbone et al. 1992), sedangkan Nrf dipengaruhi format sebagai akseptor elektron (Cole 1996). Hasil uji nitrit

setiap selang waktu 12 jam menunjukkan

isolat HF7

mengakumulasi nitrit pada jam ke 12 sampai jam ke 24 dan konsentrasinya

menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi amonium. Pada isolat LF6 terjadi fluktuasi akumulasi senyawa nitrit, tetapi pada akhir inkubasi isolat LF6 tidak mengakumulasi nitrit yang banyak. Akumulasi konsentrasi nitrit tertinggi diduga sebelum jam ke 12. Hal ini menunjukkan affinitas enzim Nir dan Nrf terhadap nitrit pada kedua isolat cukup baik, faktor suhu dan jumlah nitrit yang banyak diduga mempercepat reduksi senyawa nitrit, meskipun masih tersedia nitrat. Peristiwa ini berlawanan dengan efektifitas energi yang dihasilkan dari perubahan nitrat menjadi nitrit yang lebih besar dari pada energi yang dihasilkan dari perubahan

nitrit ke amonium.

Reaksi perubahan nitrit menjadi amonium secara cepat mulai dari 12 jam pertama masa inkubasi diduga berkaitan erat dengan suhu inkubasi yaitu antara 28-30 oC. Pada kisaran suhu tersebut diduga mempercepat reaksi perubahan nitrit menjadi amonium. Hal ini dapat dibandingkan dengan bakteri DNRA Klebsiella oxyota dan Serratia liquefaciens yang mengakumulasi nitrit pada suhu rendah, dibawah 10oC (Lloyd 2000 diacu dalam Rusmana 2003a). Disamping

faktor suhu jumlah subtrat mempengaruhi reaksi enzimatik.

Jumlah relatif subtrat berpengaruh pada posisi akhir reaksi dan produk pada kesetimbangan untuk mencapai kestabilan termodinamika. Laju reaksi enzimatik sangat dipengaruhi jumlah subtrat dan enzim. Umumnya jumlah subtrat tinggi (dalam batasan optimum) dan kemampuan enzim untuk menurunkan energi aktivasi meningkatkan laju reaksi enzimatik (Kuchel & Ralston 2006). Nitrat tereduksi sangat banyak, afinitas nitrit reduktase baik di periplasma maupun di sitoplasma tinggi, maka laju reaksi enzimatik perubahan nitrit (reaktan) menjadi senyawa produk berlangsung cepat. Laju reaksi yang dikatalisasi enzim dapat meningkat 103 sampai 1012 kali (Kuchel & Ralston 2006). Hasil uji amonium (NH4+) pada tahap seleksi memperlihatkan isolat LF6 dan HF7 menghasilkan amonium lebih tinggi dari isolat FR1 dan FR2. Daya afinitas enzim nitrit reduktase isolat LF6 dan HF7 terhadap subtrat nitrit lebih baik, sehingga reaksi enzimatik nitrit menjadi amonium dapat berlangsung lebih cepat. Isolat yang menghasilkan senyawa amonium tinggi dapat diestimasikan menghasilkan gas N2O lebih sedikit. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi nitrat tinggi menghasilkan estimasi gas N2O atau akumulasi senyawa antara yang

belum terdeteksi lebih tinggi, dibandingkan konsentrasi nitrat rendah.

Hasil

penelitian Syahputra (2007) pada konsentrasi saturasi udara 100% dengan sumber karbon asetat, nitrat medium dibawah 2mM, isolat HF7 dan LF6 menghasilkan amonium 58,80% dan 92,56%. Dari hasil penelitian ini dengan konsentrasi oksigen dan sumber karbon yang sama, menggunakan nitrat 49,41 mM, isolat HF7 dan LF6 menghasilkan amonium 35,93% dan 38,19%. Amonium

yang

dihasilkan pada

kinetika

aktivitas

reduksi

nitrat

menunjukkan konsentrasi amonium meningkat sejalan dengan lamanya waktu inkubasi dan penurunan konsentrasi nitrit. Jumlah amonium dari isolat HF7 dan LF6 setelah diinkubasi selama 96 jam dengan sumber karbon asetat pada konsentrasi saturasi udara 1% lebih tinggi. Hal ini diduga sistem nitrat reduktase berjalan lebih sempurna. Enzim Nar terekspresi, sehingga perubahan nitrat menjadi nitrit tidak hanya dilakukan enzim Nap. Nitrit yang dihasilkan lebih banyak, dengan keberadaan enzim-enzim Nir dan Nrf secara cepat nitrit diubah menjadi amonium. Pada konsentrasi saturasi udara 100 % nitrit yang dihasilkan lebih sedikit karena perubahan nitrat menjadi nitrit pada tahap awal inkubasi hanya difasilitasi enzim Nap sehingga amonium yang dihasilkan lebih sedikit. Pada penelitian ini diduga konsentrasi nitrat

medium yang tinggi

(49,41mM) mempengaruhi mekanisma kerja enzim Nir dan Nrf dalam menghasilkan produk akhir amonium. Walaupun enzim Nir dan Nrf tetap mereduksi nitrit tetapi mempengaruhi hasil akhir pembentukan

amonium.

Pembentukan amonium persamaan reaksi sederhananya adalah: NO2- + 3H2 +2H+

à NH4+ +

2 H2O

Proses biokimia pembentukan amonium dalam reaksi enzimatik sel melalui tahapan beberapa senyawa.

Faktor eksternal dan internal bakteri fermentatif

mempengaruhi produk akhir amonium. Dalam penelitian ini diduga jumlah subtrat (nitrat) yang tinggi meningkatkan laju reaksi tetapi tidak seluruhnya menghasilkan produk akhir senyawa amonium. Pada penelitian ini diduga produk samping berupa gas N2O dari perubahan senyawa nitrit ke amonium lebih banyak dihasilkan. Perkiraan gas N2O yang dihasilkan HF7 dan LF6 secara berurutan adalah 53,20%, 63,93%, 64,06% dan 58,34%, 63,25%, 61,49%. Produksi gas yang

dihasilkan isolat HF7 lebih tinggi pada konsentrasi oksigen 100%. Sementara itu pada isolat LF6 konsentrasi gas tertinggi pada konsentrasi saturasi udara 10%. Hal ini berbeda dengan kultur bakteri denitrifikasi Alcaligenes eutropus, Pseudomonas stutzeri dan Nitrosomonas europia (bakteri nitrifikasi) pada udara saturasi 80 % produksi NO dan N2O adalah 0,87% dan 0,17%, sedangkan pada saturasi udara 1% meningkat menjadi 2,32% dan 0,78% (Kester et al. 1997). Bakteri

Alcaligenes faecalis memproduksi N2 O pada kondisi aerobik sama

dengan kondisi anaerobik (Otte et al. 1996). Pengaruh perbedaan konsentrasi oksigen terhadap gas N2O yang dihasilkan pada bakteri DNRA akan tergantung pada senyawa amonium yang dihasilkan dan senyawa nitrit yang diakumulasi. Kedua isolat menghasilkan amonium paling banyak pada konsentrasi 1%, tetapi pada konsentrasi oksigen 10% dan 100 % bervariasi. Dari penelitian ini belum dapat menunjukkan kecenderungan hubungan konsentrasi oksigen dengan gas yang dihasilkan. Proses poduksi gas N2O ditentukan oleh kelengkapan enzim yang dimiliki bakteri DNRA serta kondisi lingkungan. Bakteri DNRA dapat menghasilkan amonium lebih tinggi dan gas lebih rendah jika memiliki enzim Nap, Nar, Nir dan Nrf. Disamping itu beberapa hasil penelitian menunjukkan faktor lingkungan seperti konsentrasi oksigen, pH, suhu, konsentrasi nitrat, senyawa anorganik sebagai aktivator atau inhibitor mempengaruhi ekspresi dan optimalisasi kerja enzim pereduksi nitrat dan nitrit. Faktor –faktor genetik dan lingkungan tersebut juga diduga berpengaruh terhadap produksi gas N2O kedua isolat. Kemungkinan adanya enzim lain selain Nap, Nar, Nir, dan Nrf. dari kedua isolat juga belum diketahui pasti.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Oksigen mempengaruhi aktivitas reduksi nitrat bakteri nitrat amonifikasi disimilatif. Pada Isolat HF7 dan LF6 yang bersifat anaerob fakultatif kecepatan reduksi nitrat berbanding terbalik dengan kenaikan konsentrasi oksigen. Pengaruh konsentrasi oksigen terhadap aktivitas reduksi nitrat tergantung dari sensitivitas

sistem nitrat reduktase yang dimilikinya. Pengaruh konsentrasi oksigen terhadap kinetika aktivitas reduksi nitrat isolat HF7 lebih besar dibandingkan terhadap isolat LF6.

Estimasi produksi gas N2O terbesar dari aktivitas reduksi nitrat

terdapat pada konsentrasi saturasi udara 100% pada isolat HF7, sedangkan pada isolat LF6 terdapat pada konsentrasi saturasi udara 10%.

Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jumlah gas N2O dan jenis gas lain yang dihasilkan dari aktivitas bakteri nitrat amonifikasi disimilatif pada pengaruh konsentrasi oksigen berbeda dengan sumber karbon berbeda. Perlu dilakukan penelitian molekuler untuk mengetahui kelengkapan gen-gen yang mengekspresikan enzim-enzim reduksi nitrat.

DAFTAR PUSTAKA Bedzyck L, Wang T, Ye RW. 1999. The periplasmic nitrate reductase in Pseudomonas sp. Strain G-179 catalyzes the first step of denitrification. J Bacteriol 181:2802-2806 Bonin P, Gilewicz M, Bertrand JC. 1989 Effects of oxygen on each step of denitrification on Pseudomonas nautica. Canadian Journal of Microbiology. 35: 1061-1064. Brahmana S, Suriati A. 2001. Pemanfaatan dan Sumber Pencemaran Muara Sungai Cisadane. Puslitbang Pengairan. Bandung. Carter JP, Ya Hsin Hsiao, Spiro Stephen, Richardson J D. 1995. Soil and sediment capable of aerobic nitrate respiration. Applied and Enviromental Microbiology Journal. 61: p. 2852–2858. Chester R. 1990. Marine Geochemistry. London. Unwin Hyman Etd. Cleseri L S, Greenberg AE, Trusscl RR. 1989. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water. Baltimore. Port City Press. Cole J. 1996. Nitrat reduction amonium by enteric bacteria: redudancy or strategy for survival during oxigen starvation. FEMS Microbiol 138:1-18 Conrad R. 1995. Soil Microbial processes involved in production and consumption of atmospheric trace gas Di dalam : Jones JG. Advance In Microbial Ecology, Vol 14. New York : Plenum Pr. P207-250. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. PT. Pradnya Paramita. Darjamurni. 2003. Siklus Nitrogen di Laut. Term Paper introductory Science Philosophy Graduate Program. Dong LF, Nedwell DB, Underwood GJC, Thornton DCO, Rusmana I. 2002. Nitrous oxide formation in the Colne estuary, England: the central role of nitrite . Appl Environ Microbiol 68:1240-1249.