Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati)
29
KINETIKA REAKSI PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI SABUT SIWALAN DENGAN OKSIDATOR H 2 O 2 Retno Dewati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRACT The purpose of this research is to study the kinetics of oxidation reactions palm fiber, into oxalic acid using peroxide at atmospheric pressure in a batch one The study was done in two stages, the first is the hydrolysis of palm fiber into glucose. At this stage of the palm fiber that has been dried in an oven (at 80 ° C for 10 minutes), plus a 10% NaOH and then heated for 60 minutes (with stirring 1000 rpm) to obtain a solution of cellulose is then hydrolyzed for 55 minutes. The result is hydrolysis of glucose solution. In the second stage, a solution of glucose from the hydrolysis incorporated into the three neck flask and added 25 ml of peroxide solution with the temperature and time as variable. During the oxidation process will be formed oxalic acid which is then analyzed in levels. The variable used is the oxidation time (20, 30, 40, 50, and 60 minutes) and temperature of oxidation (40, 50, 60, 70, and 80oC. From this research we obtained the largest conversion of oxalic acid is 12, S20% at temperature 80oC and 60 minutes. Price reaction rate constant (k) obtained by: k = 0.0011107. e-4620/RT and the reaction followed third-order reaction. PENDAHULUAN Tanaman siwalan tumbuh subur di daerah yang banyak mendapatkan sinar matahari, misalnya di daerah pantai. Di Jawa Timur, khususnya Tuban dan Gresik adalah daerah dekat pantai yang banyak membudidayakan tanaman siwalan. Sampai saat ini pemanfaatan tanaman siwalan hanya terbatas pada buah dan batangnya saja. Air batangnya disadap menjadi minuman yang disebut legen. Banyak penjual legen di tepi jalan, bahkan juga banyak pula yang sudah diolah menjadi minuman botol baik untuk dipasarkan di dalam negeri maupun untuk dikirim ke luar negeri, sedangkan buahnya dapat dimakan atau diawetkan dalam kaleng. Pengupasan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya kulit arinya tidak pecah, sebab kalau pecan buah tersebut akan mudah busuk dan rasanya menjadi asam. Untuk pengalengan diperlukan buah yang betul-betul baik dan dalam jumlah yang banyak, sehingga banyak pula sabut siwalan yang akan menjadi limbah yang mengganggu lingkungan. Padahal sampai saat ini sabut siwalan belum diolah menjadi
hasil yang dapat dijual. Mengingat buah siwalan banyak dikalengkan untuk dikirim ke luar negeri, maka perlu dipikirkan cara untuk memberi nilai tambah pada sabut siwalan sebagai salah satu limbah hasil perkebunan yang dimanfaatkan menjadi bahan lain yang nilai ekonomisnya lebih tinggi. Salah satu cara, adalah dengan mengolah sabut siwalan, tersebut menjadi asam oksalat. Sabut Siwalan Karbohidrat banyak terdapat dalarn bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa dan lignin. Selulosa biasanya banyak terdapat dalam buahbuahan seperti siwalan. sabut siwalan yang merupakan salah satu dari sekian banyak limbah pertanian yang mengandung selulose, hemiselulose, lignin, karbohidrat, air dan abu (Fieser and Fieser, 1956). Berdasatkan data analisa dari Sucofindo didapatkan komposisi dari serat sabut siwalan kering yang seperti disebutkan dalam daftar berikut ini
30 Penelitian Ilmu Teknik Vol. 10, No.1 Juni 2010 : 29-37 Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat Jurnal dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 30
Tabel 1. Komposki serat sabut siwalan kering Komposisi Selulose Air Karbohidrat Abu
Jumlah (%) 89,2 5,4 3,1 2,3
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa serat sabut siwalan kering mengandung selulose yang cukup tinggi, yaitu 89,2%. Selulose Pada makanan karbohidrat dapat dipisahkan menjadi dua bagian substansi, serat dan nitrogen. Selulose yang tidak terikat pada karbohidrat sedangkan yang mudah terikat pada karbohidrat yaitu gula, asam organik, dan karbohidrat kompleks yang lain. (Philip J. Schaible, Ph. D, 1976) Selulose adalah senyawa berbentuk benang-benang fiber, terdapat sebagai komponen terbesar dalam dinding sel pepohonan, jerami, rumput, enceng gondok, dan tanaman lainnya. Selulose yang telah dimurnikan sangat luas sekali pemakaiannya dalam industri yakni sebagai bahan baku, harganya tidak mahal selain itu juga teknik pemakaiannya saat ini sudah berkembang. Pemakaian selulose sebagai bahan baku antara lain digunakan untuk industri kertas, derivat selulose dan industri olahan dari selulose seperti rayon, cellophan dan lainnya. Sebelum dilakukan proses oksidasi, selulose dihidrolisis lebih dahulu dalam suasana basa. Tujuannya supaya pori-pori selulose mengembang dan hancur, sehingga mudah bereaksi dengan peroksid. Hidrolisis dapat terjadi pada senyawa organik maupun anorganik, dimana air mempengaruhi peruraian ganda pada senyawa lainnya. Pada proses tersebut air akan-menyerang selulose pada ikatan β glukosid 1,4 yang akan menghasilkan glukosa. Selulose digunakan untuk membentuk dinding sel dan susunan kerangka
tanaman (Winarno ,1984). Selulose terdiri dari tiga susunan, yaitu alpha (α), beta (β) dan gamma (γ). Alpha selulose merupakan selulose rantai panjang yang tak larut dalam alkali, selulose alpha juga memiliki derajat paling tinggi dalam polimerisasi. Selulose alpha dapat larut dalam larutan natrium hidroksida 10% dengan suhu diatas 20oC. Beta dan gamma memiliki derajat polimerisasi yang rendah seperti pada hemiselulose. Sedangkan selulose beta merupakan rantai pendek yang larut dalam alkali dan bila diberi asam akan menguap, larut dalam larutan NaOH 10% (Hawley, G.G., 1977). Selulose pada tanaman merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulose membentuk 5 dan 6 carbon gula dan lignin. Selulose dapat terkomposisi jadi glukosa dengan bantuan enzim selulose atau dengan cara hidrolisis. (Schaible, 1976). Molekul selulose sangat besar dan berbeda dalam susunannya dengan karbohidrat jenis lain. Molekul-molekul tersebut berikatan dan membentuk rantai panjang dari kesatuan D-glukose yang dihubungkan oleh rantai β glukosid 1,4 sehingga berat molekul selulose besar (Kirk Othmer,1952). Rumus molekul selulose dapat ditulis : C 6 H 11 O 6 - (C 6 H 10 O 5 ) C 6 H 11 O 5. Jika molekul selulose terjadi dari sebuah rantai terbuka dari n sisa glukosa, maka susunan bagiannya dinyatakan dengan n (C 6 H 12 O 6 ) - (n - 1) H20, artinya untuk harga n yang tinggi susunan bagian iiji mendekati C6H1005 yang merupakan rumus empiric selulose. Selulose tidak dapat larut dalam air, alkohol, aceton maupun pelarut organik dan selulose akan pecan pada suhu diatns ISOT. Setelah suhu r,,ak-si mencapai 150°C semua air akan teruapkan tanpa terjadi penmaian selulose. (Kirk Othmer,1952). Peroksida Proses oksidasi dengan menggunakan peroksida sebagai perantara
Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati)
hasilnya cukup baik dan hasil camping yang ditimbulkan tidak berbahaya. Peroksida dengan rumus bangun HOOH merupakan larutan tidak berwama dan dapat larut dalam air dan alkohol, serta merupakan zat pengoksidasi yang baik. Peroksida dapat mengoksidasi sejumlah besar senyawa organik dan anorganik. (Kirk Otmer, 1956) Peroksida pada suhu yang tinggi sangat reaktif, sehingga akan berbahaya kalau bersentuhan dengan bahan yang mudah terbakar. Produksi hidrogen peroksid ditunjukkan pada akhir perang dunia IL Dimana diproduksi sebanyak 7,44 juta lb (basis 100% H202) pada tahun 1943. Tahun 1955, produksi ditingkatkan menjadi 40 juta lb. Sedangkan pada tahun 1960 yang diinginkan untuk diproduksi sebanyak 100 juta lb, tetapi yang dapat diproduksi hanya 80 juta lb. Hidrogen peroksid diproduksi oleh pabrik untuk dipasarkan dan digunakan sebagai larutan cair untuk batas perbandingan dengan oksigen bebas. Hidrogen peroksid sangat murni dengan 85 – 90% berat clan memiliki stabilitas yang tinggi, dengan temperatur koefisien berkisar antara 2,2 – 0.1 pada interval 10°C dalam range 50 – 100°C. Dimana pada suhu 30°C konsentarsi murni H202 terdekomposisi I% peitahun, dan suhu 66°C terdekomposisi I% perrriinggLI, 100°C 2% per 24 jam dan 140°C sangat tepat. Katalis yang berpengaruh pada H202 yaitu senyawa besi, cupri dan ion chrom positif. (P.H. Groggins, 1958) Peroksida dapat mengoksidasi sejumlah besar senyawa organik dan anorganik. Bentuk umum dari reaksi ini adalah 1-1202 + W WO + H20 (Hawley, 1977) Sebagai zat perantara oksidasi yang kuat, peroksid dengan mudah akan membebaskan atom oksigen. Peroksid akan mengoksidasi selulose yang telah dilebur dalam suasana basa tersebut menghasilkan asam oksalat dan hasil scrnping H20. Reaksi yang berlangsung sebagai berikut : C6HI206 + 9H202 3H2C204 + 12H20 Karena peroksid merupakan zat oksidasi
31
perantara yang kuat, maka pada suhu yang tinggi sangat reaktif, sehingga akan berbahaya kalau bersentuhan dengan bahan yang akan mudah terbakar (Hawley, 1977). Asam Oksalat (COOH)2 Asam oksalat memiliki struktur kristal anhidrous, berbentuk piramida rombik, tidak berbau, higioskopis, dan berwarna putih. Secara komersial, sebagai produk lebih umum dijumpai pada bentuk derivatnya terdiri dari p-isma monoklin, tidak berbau Berta mengandung 71,42% asam oksalat anhidrat dan 28,58% asam oksalat dehidrit. Dipasaran asam oksalat dikernas dari mulai bubuk sampai butiranbutiran kasar. Asam oksalat sebagaimana asam-asam organik yang lain juga Mengalarni reaksi penggaraman dengan basa dan esterifikiasi dengan alkohol. Sifat fisik asam oksalat terbagi menjadi dua, yakni 1. Asam oksalat anhidrit (COOH) 2 - Titik lebur, °C 187 - Panas pembakaran, kcal/mol 60 - Panas pembentukan pada 18 °C, kcaUmol 195,36 - Panas pelarutan. (dalam air), kj/mol 9,58 - Panas sublimasi, kcal/mol 21,65 2. Asam oksalat dehidrit (COOH) 2 . 21420 - Titik lebur 101,5 - Density 1,653 - Panas pelarutan (dalam air), kj/mol 35,5 - Berat jenis, 187°C Ada beberapa cara untuk membuat asam oksalat dari selulose, yaitu peleburan dengan hidroksida logam alkali, peragian da-r. oksidasi dengan peroksid. Cara peragian tidak banyak dilakukan karena hasil asam oksalatnya rendah. Diantaranya yang paling banyak dilakukan adalah proses hidrolisis dan oksidasi. Sebelum dilakukan proses oksidasi, selulose dihidrolisis lebih dahulu dalam suasana bases. Asam oksalat yang dihasilkan dalam proses oksidasi ini merupakan larutan tidak berwarna, dan apabila diproses lebih lanjut dengan cara pengeringan akan menghasilkan kristal yang tidak berwarna.
32 Jurnal Penelitian Teknik Vol. 10, No.1 Juni 2010 : 29-37 Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut SiwalanIlmu (Retno Dewati) 32
Jika suhu reaksi terlalu tinggi yaitu 180°C makes asam oksalat akan terurai menjadi air, gas CO dan gas CO 2 (Kirk Othmer, 1952). Asam oksalat banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pembuat seluloid, rayon, bahan peledak, penyamakan kulit, pemurnian gliserol dan pembuatan zest warns selain itu asam oksalat juga des at digunakan sebagai pembersih peralatan dari besi, katalis, reagen laboratorium. Untuk proses oksidasi dengan peroksid ini peubah-peubah yang berpengaruh adalah suhu reaksi, waktu reaksi, konsentrasi pereaksi dan kecepatan pengadukan. Semakin tinggi suhu dan waktu reaksi untuk proses oksidasi maka semakin besar konversi selulosa menjadi asam oksalat. Dari penelitian sebelumnya didapatkan konversi selulosa terbesar menjadi asam oksalat pada waktu oksidasi yang optimum yakni 50 menit, begitu jugs jumlah peroksid yang ditambahkan dapat mempengaruhi proses oksidasi. Jika peroksid yang ditambahkan semakin besar maka makiff besar pula konversi selulosa menjadi asam oksalat (Penelitian Ardias Rizaldi dan Vonny Agustina). Kinetika reaksi adalah suatu cabang dari ilmu kimia yang mempelajari tentang mekanisme reaksi, yaitu bagaimana reaksi itu terjadi dan kecepatan terjadinya reaksi. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia dikembangkan suatu model persamaan kecepatan reaksi yang menguji bahwa reaksi tersebut mengikuti tingkat atau orde keberapa yang kemudian diperoleh suatu harga konstanta kecepatan reaksi. Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain a. Waktu Semakin lama waktu reaksi, maka reaksi yang terjadi akan semakin mendekati sempurna karena waktu kontak antara zatzat tersebut akan semakin lama. Tetapi perlu diperhatikan bahwa waktu reaksi yang berlebih dapat menyebabkan reaksi yang
berlanjut ke reaksi yang tidak diingirkan, sehingga perlu dicari waktu reaksi optimumnya. Pada percobaan ini bila waktu reaksinya berlebih ada kemungkinan akart tedadi reaksi lanjutan dari asam oksalat menjadi gas CO, CO 2, dan H 2 O. b. Temperatur Hubungan antara temperatur dan kecepatan reaksi dinyatakan oleh persamaan Arrhenius sebagai berikut: k = k o . e-E/RT dengan : k = tetapan laju reaksi k o = faktor frekuensi E = energi aktivasi R = tetapan gas = 8,314 Joule/mol.°K = 1,987 kal/mol.°K Untuk setiap kenaikkan temperatur akan memberikan kenaikan harga k. Semakin besar harga k, maka kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Tetapi perlu diperhatikan pada penelitian ini bahwa apabila suhu terlalu tinggi maka akan menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada asam oksalat. c. Komposisi dan Konsentrasi Komposisi suatu bahan sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi, selain itu adanya zat inert juga mempengaruhi kecepatan reaksi (Smith, 1969). Suatu reaksi biasanya dapat berubah menjadi produk dengan cepat apabila direaksikan dengan konsentrasi yang tinggi, tetapi itu tidak berlaku pada semua reaksi. Sehingga perlu dicari perbandingan yang baik yang nantinya didapatkan konversi produk yang sangat tinggi. d. Pengadukan Pengadukan akan membantu mempercepat terjadinya reaksi karena dengan pengadukan akan memperbesar frekuensi tumbukan dan harga konstanta kecepatan reaksi akan semakin besar pula. Hal ini dinyatakan dengan persamann Arrhenius :
Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati)
k = k o . e-E/RT, dengan : k o = faktor frekuensi. Pengadukan yang sempurna akan memperbesar kemungkinan tumbukan antara zat-zat pereaksi, sehingga reaksi akan berlangsung dengan baik. Pada proses ini digunakan pengaduk sebagai alai pencampur, sedangkan proses alir pencampuran digunakan dengan bantuan aliran turbulen. Hipotesis Reaksi pembentukan asam oksalat dari glukosa (hasil hidrolisa larutan selulosa dari sabut siwalan) dimungkinkan mengikuti reaksi orde dua. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi dalam menentukan konstanta kecepatan reaksi adalah suhu dan waktu. METODE PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kinetika reaksi oksidasi sabut siwalan, menjadi asam oksalat dengan menggunakan peroksid pada tekanan satu atmosfer secara batch Variabel penelitian terdiri dari; 1. Variabel dengan kondisi tetap, yaitu: a. Larutan selulosa dari sabut siwalan 0,62 M sebanyak 100 ml, b. Pengadukan 1000 rpm, c. Volume peroksid 50 % sebanyak 25 ml, d. Waktu hidrolisis 55 menit, e. Suhu hidrolisis 80O C, f. Kadar glukosa = 88%
33
2. Variabel dengan kondisi yang dijalankan, O yaitu: a. Suhu oksidasi ( C); 40, 50, 60, 70 dan 80, b.Waktu oksidasi (menit); 20,
30, 40, 50 dan 60 Penelitian dilakukan dua tahap, yang pertama adalah hidrolisis sabut siwalan menjadi glukosa. Pada tahap ini sabut dari siwalan yang telah dikeringkan dalam oven (pada suhu 80°C selama 10 menit), ditambah dengan NaOH 10 % lalu dipanaskan selama 60 menit (dengan pengadukan 1000 rpm) sehingga didapatkan larutan selulose yang kemudian dihidrolisis selama 55 menit. Hasil hidrolisis adalah larutan glukosa. Pada tahap yang ke dua, larutan glukosa dari hasil hidrolisa dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan ditambah 25 ml larutan peroksida dengan suhu dan waktu sesuai variabel. Selama proses oksidasi akan terbentuk asam oksalat yang kemudian dianalisa kadarnya Bahan yang dipergunakan adalah 1).Sabut siwalan kering 10 gram, 2). NaOh 10 %, 3). CaCl 2 10%, 4). H 2 SO 4 4N, 5). KmnO 4 0,1 N
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian pembuatan asam oksalat dari glukosa (hasil hidrolisis sabut siwalan) dan pengaruh semua peubah (suhu dan waktu) disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dibawah ini.
Tabel 2. Data Hasil Penelitian. Suhu (OC) 40 50 60 70 80
20 menit 45,5 48,1 49,0 50,7 54,2
30 menit 52,5 53,4 56,0 56,9 59,5
Volume titrasi (ml) 40 menit 50 menit 56,9 61,2 58,6 63,9 62,1 69,1 62,1 68,2 63,0 69,1
60 menit 64,7 65,2 70,9 70,9 73,5
34 Jurnal Penelitian Teknik Vol. 10, No.1 Juni 2010 : 29-37 Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut SiwalanIlmu (Retno Dewati) 34
Tabel 3. Hasil Perhitungan Konversi (X A ). Suhu (OC) 40 50 60 70 80
X A (konversi) 20 menit
30 menit
40 menit
50 menit
60 menit
0,0775 0,0819 0,0835 0,0864 0,0923
0,0894 0,0910 0,0954 0,0970 0,1013
0,0970 0,0998 0,1058 0,1058 0,1073
0,1042 0,1088 0,1177 0,1162 0,1177
0,1102 0,1111 0,1208 0,1208 0,1252
Pengaruh konversi (X A ) terhadap suhu oksidasi.
Pengaruh Konversi (X A ) terhadap waktu oksidasi.
Pengaruh suhu oksidasi pada konversi larutan glukosa menjadi asam oksalat dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 8. Semakin tinggi suhu oksidasi maka konversi glukosa menjadi asam oksalat akan bertambah.
Pengaruh waktu oksidasi dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 9. Semakin lamanya waktu oksidasi, maka konversi pembentukan glukosa menjadi asam oksalat juga akan bertambah.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Konsentrasi (C A ). Suhu (OC) 40 50 60 70 80
20 menit 0,57773 0,57496 0,5740 0,57219 0,56846
30 menit 0,57027 0,56931 0,5665 0,56558 0,56280
Konsentrasi (C A ) 40 menit 0,56558 0,56376 0,56003 0,56003 0,55907
50 menit 0,56099 0,55811 0,55256 0,55352 0,55256
60 menit 0,55726 0,55672 0,55064 0,55064 0,54787
Pada suhu Tabel 5. Hasil –(dC A /dt) dari grafik. Suhu (OC) 40 50 60 70 80
20 menit - 0,002600 - 0,002567 - 0,002633 - 0,002483 - 0,001089
30 menit - 0,000817 - 0,000617 - 0,000767 - 0,000617 - 0,000600
-(dC A /dt) 40 menit - 0,000483 - 0,000500 - 0,000683 - 0,000533 0,000483
50 menit - 0,000433 - 0,000500 - 0,000650 - 0,000533 - 0,000550
60 menit - 0,000367 - 0,000133 - 0,000200 - 0,000450 - 0,000450
Tabel 6. Hasil Perhitungan log C A Suhu (OC) 40 50 60 70 80
20 menit - 0,2383 - 0,2404 - 0,2411 - 0,2425 - 2453
30 menit - 0,5703 - 0,2447 - 0,2468 - 0,2475 - 0,2497
Pada suhu 40oC Untuk grafik pada suhu 50oC, 60oC, 70oC, dan 80OC dapat dilihat pada Lampiran II,
Log C A 40 menit - 0,2475 - 0,2489 - 0,2518 - 0,2518 - 0,2525
50 menit - 0,2511 - 0,2533 - 0,2576 - 0,2569 - 0,2576
60 menit - 0,2539 - 0,2544 - 0,2591 - 0,2591 - 0,2613
dari grafik hubungan antara log C A vs log ( - dC A /dt) didapat % kesalahan yang terkecil adalah pada suhu 40oC yakni 3,115%.
Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati)
Dengan demikian reaksi pembentukan asam oksalat dari glukosa (hasil hidrolisa larutan
35
selulosa dari sabut mengikuti orde 3,4).
siwalan
adalah
Tabel 9. % kesalahan untuk orde ke-n Suhu (oC) 40 50 60 70 80
20 menit 5,590 4,470 3,330 7,639 26,647
30 menit 2,623 6,421 5,749 6,888 13,675
Dari table 9 didapatkan harga % kesalahan rata-rata adalah 6,5 %. Dengan % kesalahan < 10 %, maka reaksi pembuatan asam oksalat dari larutan glukosa (hidrolisa larutan selulosa yang berasal dari sabut siwalan) mengikuti orde 3, 4.
% kesalahan 40 menit 3,933 2,030 2,717 3,433 10,456
50 menit 1,487 9,016 8,243 1,931 15,830
60 menit 1,944 5,174 4,809 2,113 6,352
Slope =
=
Penentuan Energi Aktivasi (E) dan Faktor Frekuensi Tumbukan (k o ) Penentuan energy aktivasi (E) dan factor frekuensi tumbukan (k o ) dihitung dari nilai konstanta kecepatan reaksi (k). Persamaan Arrhenius menunjukkan hubungan antara suhu dengan konstanta kecepatan reaksi
= 2325,253 E = 2416,85 x 1,987 kal = 4620,28 kal
Mencari factor frekuensi tumbukan (k o ) Menghitung tenaga pengaktif dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Dari grafik 16 hubungan antara ln k dengan 1/T diperoleh : Persamaan Arrhenius : k = k o . e-E/RT ln k = ln k o Mencari harga energy aktifasi (E)
Xi 0,003195 0,003096 0,003003 0,002833 0,01503
Yi - 6,0788 - 5,8486 - 5,8025 - 5,2039 - 29,1509
Setelah diketahui harga E maka ko dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Untuk suhu 40oC, maka harga ko adalah sebagai berikut : k = k o . e-E/RT 0,002291 = k o . e -4620/1,987.313 k o = 0,38621 Mencari % kesalahan untuk persamaan Arrhenius XiYi - 0,01942 - 0,01811 - 0,01813 - 0,01474 - 0,8783
Xi2 0,00001021 0,00000959 0,00000850 0,00000803 0,00004535
36Kinetika Reaksi Pembuatan Asam OksalatJurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol. 10, No.1 Juni 2010 : 29-37 dari Sabut Siwalan (Retno Dewati) 36
Y model = a + b.X = - 1,6733 – 1381,6652 X •
Contoh menghitung % kesalahan pada suhu 40OC. % kesalahan = % kesalahan = % kesalahan = 0,146 % Tabel 11. % kesalahan Arrhenius Suhu (oC) 40 50 60 70 80
Y exp - 6,0788 -5,8486 -5,8025 -6,2171 -5,2039
Y Model -6,0877 -5,9509 -5,8224 -5,7022 -5,5876
% error 0,146 1,749 3,430 8,282 7,373
% kesalahan rata-rata =
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Proses Oksidasi glukosa hasil hidrolisa larutan selulosa dari sabut siwalan menjadi asam oksalat mengikuti reaksi orde 3, 4. Makin tinggi suhu reaksi maka makin besar konversi selulose menjadi asam oksalat dan makin besar pula harga tetapan laju reaksinya dengan batasan suhu pada 80OC. Makin lama waktu reaksi maka makin besar
konversi selulose menjadi asam oksalat dengan batasan waktu 60 menit. Saran Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh hasil yang optimal, misalnya; 1).Pemakaian bahan baku selain sabut siwalan dan oksidator selain H 2 O 2 . 2).Memperbesar waktu oksidasi dan menaikkan suhu oksidasi untuk memperoleh konversi asam oksalat yang lebih besar dan untuk mengetahui apakah orde reaksi akan berubah.
Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut Siwalan (Retno Dewati)
DAFTAR PUSTAKA Fieser, L.F, and Fieser M., 1956, Organic Chemistry, 3 ed, p.385 – 388, Health and Co., New York Groggins, P.H. 1958, Unit Processes In Organic Synthesis, 5 ed., p.486 – 554. Mc. Graw Hill Kogakusha Co. Ltd Tokyo. Hawley, G.G., 1977, The Condensad Chemical Dictionary, 9 ed., p. 452, p. 642, p.663, Van Nostrand Reinhold Co., Ltd., New York. Kirk, R.E., Othmer, D.F., 1952, Encyclopedia Of Chemical Tecnology, Vol.4, p.593-616, The International Science Encyclopedia Inc. New York. Levenspil, O., 1972, Chemical Reaction Engineering, 2 ed., John Willey and Sons, New York. Sudjana, 1986, Metode Statistika, Edisi 4, penerbit Tarsito, Bandung. Schaible, P.J., 1976, Poultry Feed and Nutrion, 2 ed., p.330 – 335, The Evil Publishing Co. Inc. Wetport Winarno, F.G., Srikandi F., dan Dedi F., 1984, Pengantar Teknologi Pangan, Edisi 4, Hal.9 – 10, Gramedia Jakarta.
37