KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM

Download dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, konsep tujuan sosial dalam pendidikan Islammelalui ... umatnya, dan mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah ...

0 downloads 663 Views 2MB Size
KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR’AN (Analisis TafsirQS. Al-Baqarah: 151, QS. Ali ‘Imran: 164, Dan QS. Al-Jumu’ah: 2) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh: NURCHAMIDAH NIM: 113111165

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DANKEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama NIM Jurusan

: Nurchamidah : 113111165 : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan skripsi yang berjudul: KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR’AN (Analisis TafsirQS. Al-Baqarah: 151, QS. Ali ‘Imran: 164, Dan QS. Al-Jumu’ah: 2) secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 1 Juni 2015 Pembuat pernyataan,

NURCHAMIDAH NIM: 113111165

ii

KEMENTERIAN AGAMA R.I. UNIVERSITAS NEGERI WALISONGO FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fax. 7615387

PENGESAHAN Naskah skripsi berikut ini: Judul : Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam Al Qur’an (Analisis Tafsir Qs. Al-Baqarah: 151, Qs. Ali ‘Imran: 164, Dan Qs. Al-Jumu’ah: 2) Penulis : Nurchamidah NIM : 113111165 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam Telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam. Semarang, 18 Juni 2015 DEWAN PENGUJI Ketua,

Sekretaris,

Dr. Darmu’in, M.Ag. NIP.19640424 199303 1003

Dr. Ahwan Fanani, M.Ag. NIP.19780930 200312 1001

Penguji I,

Penguji II,

Dr. Fatah Syukur, M.Ag. NIP. 19681212 199403 1003

Dr. Ruswan, M.A. NIP. 19680424 199303 1004

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. H. Hamdani Mu’in, M.Ag. NIP. 19710926 199803 2002

H. Mursid, M.Ag NIP. 19670305 200112 1001 iii

NOTA DINAS Semarang, 1 Juni 2015 Kepada Yth. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo di Semarang Assalamu’alaikum wr. wb Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan : Judul

: Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam AlQur’an (Analisis TafsirQs. Al-Baqarah: 151, Qs. Ali ‘Imran: 164, Dan Qs. Al-Jumu’ah: 2) Nama : Nurchamidah NIM : 113111165 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajarkan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah. Wassalamu’alaikum wr. wb Pembimbing I,

Dr. H. HamdaniMu’in, M.Ag. NIP. 19720405 199903 1 001

iv

NOTA DINAS Semarang, 1 Juni 2015 Kepada Yth. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo di Semarang Assalamu’alaikum wr. wb Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan : Judul

: Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam AlQur’an (Analisis TafsirQs. Al-Baqarah: 151, Qs. Ali ‘Imran: 164, Dan Qs. Al-Jumu’ah: 2) Nama : Nurchamidah NIM : 113111165 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajarkan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah. Wassalamu’alaikum wr. wb Pembimbing II,

H. Mursid, M.Ag NIP. 19670305 200112 1001

v

ABSTRAK Judul

: Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam AlQur’an (Analisis TafsirQs. Al-Baqarah: 151, Qs. Ali ‘Imran: 164, Dan Qs. Al-Jumu’ah: 2) Penulis : Nurchamidah NIM : 113111165 Skripsi ini membahas Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam Al-Qur’an (Analisis Qs. Al-Baqarah: 151, Qs. Ali ‘Imran: 164, Dan Qs. Al-Jumu’ah: 2). Kajian ini dilatarbelakangi oleh pentingnyaKonsep Tujuan Pendidikan Islam dalam proses pembelajaran yang berbasis Islam.Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan Bagaimana Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam Qur’an Surat al-Baqarah: 151, Qur’an Surat Ali ‘Imran: 164, dan Qur’an Surat al-Jumu’ah: 2? Penelitian ini tergolong dalam penelitian jenis kepustakaan (library research), karena penulis menggunakan data dari sumbersumber pustaka, seperti: buku, jurnal, artikel dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan tema yang diteliti. Adapun teknis analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah analisis isi (content analysis), metode maudhu’i. Teknik ini dipilih karena penelitian ini bertujuan membedah isi pemikiran dan Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam Qur’an Surat al-Baqarah: 151, Qur’an Surat Ali ‘Imran: 164, dan Qur’an Surat al-Jumu’ah: 2 Rumusan jawaban yang ditemukan dalam penelitian Qur’an Surat al-Baqarah: 151, Qur’an Surat Ali ‘Imran: 164, dan Qur’an Surat al-Jumu’ah: 2adalah tiga konsep tujuan Pendidikan Islam yaitu:pertama, Konsep Tujuan Individual Dalam Pendidikan Islam.Konsep tujuan individual yang dimaksud adalah bagaimana setiap pribadi muslim berubah dalam sikapnya dan perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, konsep tujuan sosial dalam pendidikan Islammelalui tahap-tahap dalam pembelajaran yaitu Nabi Muhammad SAW. membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada umatnya, menyucikan umatnya, dan mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah serta hal-hal yang belum diketahui sebelumnya.

vi

Ketiga, konsep tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam yaitu berupa pengabdian kepada Allah SWT. Pengabdian kepada Allah SWT. dapat termanifestasikan melalui tujuan Individual dan tujuan sosial dalam pendidikan Islam. Bagi para pendidik Islam pada khususnya, sudah seharusnya untuk memahami perannya sebagai pendidik. Memahami konsep tujuan pendidikan Islam dan menerapkan dalam kehidupan sehariharinya. Dengan melihat perjuangan Nabi Muhammad SAW. diharapkan pendidik muslim mampu meniru kesabaran beliau dalam mendidik umatnya. Beliau mendidik dari nol hingga mengalami perubahan yang signifikan. Selain itu pendidik muslim juga diharapkan mampu melahirkan generasi-generasi yang dapat diunggulkan sebagai khalifah fil ardhi, sehingga mampu memberikan kebijaksanaan dalam rangka perbaikan kesejahteraan dan kemajuan umat Islam. Hingga pada akhirnya mampu mengembalikan kejayaan umat Islam seperti dahulu kala. Kata kunci: Konsep Tujuan Pendidikan Islam, Al-Qur’an Qs. AlBaqarah: 151, Qs. Ali ‘Imran: 164, Dan Qs. Al-Jumu’ah: 2.

vii

TRANSLITERASI ARAB LATIN Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/Untuk1987. Penyimpangan penulisan kata sandang (al-) disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya. A

t}

B

z}

T



s|

gh

J

f

h}

q

Kh

k

D

l

z|

m

R

n

Z

w

S

h

Sy



s}

y

d} Bacaan madd: a> = a panjang i> = i panjang u> = u panjang

Bacaan diftong: au = ai iy =

viii

KATA PENGANTAR ‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬ Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Shalawat dan salam senantiasa tersanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga sekarang. Skripsi dibuat dalam rangka memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak lepas dari bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan selesainya skripsi ini penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang Bapak Dr. Darmu’in, M.Ag.yang telah memberikan fasilitas yang diperlukan. 2. PembimbingBapak Dr. HamdaniMu’in, M.Ag. dan Bapak H. Mursid, M.Ag. yang telah mencurahkan tenaga dan fikiran untuk membimbing dalam penulisan skripsi ini. 3. Ketua Jurusan PAIBapak Mustopa, M.Ag. dan Sekretaris Jurusan PAIIbu Nur Asiyah, M.S.I.yang telah membimbing penulis dalam penulisan skripsi. 4. Wali studi Bapak RikzaChamami, M.Ag yang telah memberi banyak pengarahan berharga selama penulis masih kuliah di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 5. Segenap bapak/Ibu Dosen dan segenap karyawan/karyawati dilingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang ini yang telah membekali berbagai ix

pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Segenap pegawai perpustakaan yang telah mengizinkan penulis dalam meminjam buku selama masa perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi. 7. Ayahanda tercinta Dulchalim dan ibunda tercinta Karsinah, yang bekerja keras untuk kesuksesan anak-anaknya dan tidak pernah lengah melantunkan do’a untuk kelancaran ananda selama perkuliahan S I. Kakak tercinta Sudarti dan Mukhlasin, Nur Hidayati dan Sutomo, adik tersayang KhusnulMu’alifah, Ali Maskur, Ahmad Ashrori, dan LailiMuftikhana Khotimah yang telah mencurahkan kasih sayangnya, perhatian dandansuportnya dengan penuh kesabaran, serta rangkaian do’a tulusnya yang tiada henti demi kesuksesan dan kelancaran studi penulis 8. NenekkuEmbahJumirah dan Keponakanku tersayang AkhmadKhoirulAzmi dan Muhammad Azzam Al-Fatihyang memberi semangat dan membuat rasa rindu untuk selalu bertemu, sehingga penulis kian semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Keluarga besar Abah Idiologisku Dr. Mohammad Nashih, M.Si. al-Hafidh yang merupakan keluarga kedua bagi penulis di Semarang, yang telah mengajarkan pengalaman hidup dan ilmu yang sangat berarti bagi penulis. 10.Sahabat tercinta dunia akhirat, kekasih terbaikWildaanunMukhalladuun Muhammad Hamsah,S.Pd. IUIN Alaudin Makassar. Sang pengabdi sejatidan idealis di HMI Cabang Gowa Raya. Walaupun Jauh di mata, namun selalu dekat di hatiterimakasih telah memberikan motivasi dan pencerahan pada setiap langkahku, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. 11.Para Mentor Monash Institute, Pak Nadlir, Mr. Mansur, Mr. Attabik, Mr. Ulum, dan Mr. Faid, terimakasih dengan ikhlas telah memberikan Ilmunya dengan ikhlas selama proses perkuliahan SI. 12.Disciples Monash Institute khususnya angakatan 2011 (Aldi, Aziz, Iqbal, Ikhsan, Lisin, Kholis, Shobih, Selamet, Sona, Su’ud, Ulfa,

x

Mia, Ima, Dayah, Rohmah, Ningsih, Uzlifa, Laili, Ida, Dan Rosi) yang telah banyak memberi nasehat, motivasi, dan membagikan ilmu yang sangat berarti bagi penulis. 13.Adik-adik disciples Monash Institute angkatan 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang telah memberi semangat dalam penulisan skripsi. 14.Kawan-kawan PAI angkatan 2011, khususnya kelas PAI D, terima kasih atas semangat dan kebersamaan yang penuh arti. 15.Terimakasih atas dukungan dan perjuangannya kepada Para KAHMI, Senior dan kader-kader HMI khususnya Komisariat Tarbiyah UIN Walisongo Semarang dan kader HMI Cabang Semarang pada umumnya, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 16.Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan, baik secara moril maupun materil selama proses penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat. Amin YaaRabbal ‘Aalamiin. Semarang, 1 Juni 2015

Nurchamidah NIM. 113111165

xi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN .............................................. ii PENGESAHAN .................................................................... iii NOTA PEMBIMBING ........................................................ iv ABSTRAK ............................................................................ vi TRANSLITERASI ............................................................... viii KATA PENGANTAR .......................................................... ix DAFTAR ISI......................................................................... xii BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................. B. Rumusan Masalah ............................................ C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................... D. Penegasan Istilah .............................................. E. Kajian Pustaka .................................................. F. Metode Penelitian .............................................

BAB II TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Islam ............................ B. Konsep Tujuan Pendidikan Islam ............... ...... C. Penjelasan Ayat al-Qur’anQs. Al-Baqarah: 151,Qs. Ali ‘Imran: 164, danQs. Al-Jumu’ah: 2...

1 7 7 8 11 14

22 29 34

BAB III KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL- QUR’AN QS. AL-BAQARAH: 151, QS. ALI ‘IMRAN: 164, DAN QS. AL-JUMU’AH: 2 A. Redaksi dan Terjemah QS. Al-Baqarah Ayat 151, QS. Ali ‘Imran Ayat 164, dan QS. AlJumu’ah Ayat 2........................ ......................... 47 B. Asbab Al-Nuzul.......... ...................................... 48 C. Penafsiran...................................... .................... 55 D. Munasabah.................................... .................... 71 E. Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam QS. AlBaqarah Ayat 151, QS. Ali ‘Imran Ayat 164, dan QS. Al-Jumu’ah Ayat 2.................... ................. 77

xii

BAB IV ANALISIS KONSEP TUJUAN PENDIDIKANISLAM DALAM AL-QUR’AN QS. AL-BAQARAH:151, ALI ‘IMRAN: 164, DAN AL-JUMU’AH: 2 A. Konsep Tujuan Individual Dalam Pendidikan Islam ................................................................. 82 B. Konsep Tujuan Sosial Dalam Pendidikan Islam.......................................................... ....... . 87 C. Konsep Tujuan Tertinggi Dalam Pendidikan Islam ................................................................. 95 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan....................................................... B. Saran-saran ....................................................... C. Penutup ............................................................. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: RIWAYAT HIDUP

xiii

97 100 101

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pada

era

globalisasi,

di

negara-negara

berkembang

khususnya, problematika mendasar dalam negeri masih banyak yang harus segera dibenahi. Mulai dari hutang negara, kemiskinan, moral para pejabat yang bejat, dan pendidikan. Permasalahan pendidikan

merupakan faktor yang terpenting

untuk segera diselesaikan. Seperti yang telah disampaikan para ilmuwan baik melalui orasi ilmiah maupun melalui media cetak, pendidikan sebagai salah satu simbol

maju atau mundurnya

peradaban di negara tertentu. Untuk itu, persoalan-persoalan yang mendasar tersebut harus segera diselesaikan, apabila bangsa ini masih tetap ingin terjaga eksistensinya. Seperti yang dijelaskan dalam salah satu teori sosial “culture lag”, bahwasanya apabila kebudayaan berkembang tidak sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, maka akan terjadi kelambanan budaya. Diakui atau tidak, bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk membuat suatu negara menjadi berperadaban. Selain itu, wawasan yang luaspun sangat mempengaruhi sebuah peradaban mengikuti perkembangan zaman.

1

Tidak berbeda dengan pendidikan di negeri-negeri muslim yang berbasis pendidikan Islam. Sebagaimana menurut Mahfud Junaedi, dalam sebuah tulisannya, mengatakan bahwa, Hingga pada awal abad ke-21 ini, masih sangat menekankan aspek teologis yang berarti berada pada dataran theo sentris (Theo Centric Paradigm), dan kurang memperhatikan aspek pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah (scientific paradigm). Sistem pendidikan Islam masih disibukkan dengan persoalan-persoalan Teologis, yang karenanya menganggap aspek sains dan teknologi menjadi tidak penting dan tidak sempat terpikirkan. 1 Umat Islam masih banyak yang mendikotomikan ilmu umum dan ilmu agama. Padahal, sebenarnya dalam Islam tidak ada Ilmu untuk mendikotomikan diantara keduanya. Oleh sebab itu, umat Islam masih banyak tertinggal bila dibandingkan dengan negeri Barat. Wawasan yang dimiliki umat Islam masih sangat minim, sehingga umat Islam masih jauh untuk menuju kejayaan kembali. Menurut Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas‟ud, yang disampaikan

pada pidato pengukuhan Guru Besar

Bidang

Sejarah dan Kebudayaan Islam, bahwa jika dirasakan selama ini memang ajaran Islam yang diterima oleh masyarakat dari para pendidik mereka masih bersifat normatif dan formalistis yang berakibat pasif, maka upaya penciptaan iklim yang kondusif terhadap aktualisasi sistem nilai dalam rangka memusatkan 1

Mahfud Junaidi, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan, (Semarang: RaSAIL,2010), hlm. 146.

2

Filsafat

dan

manusia sebagai aktor perubahan dan peradaban merupakan proses yang tidak boleh berhenti. Itu artinya, tidak boleh ada putus asa menggapai masa keemasan Islam.2 Sebagaimana firman Allah SWT. dalam al-Qur‟an Surat alBaqarah ayat 30, bahwa manusia sebagai khalifah fi al-ardhi diharapkan mampu menjadi pemimpin dan suri tauladan yang baik menuju kemajuan di segala bidang. Melihat fenomena yang terjadi

di atas, dapat diambil

kesimpulan beberapa hal yang mendasari terjadinya problematika tersebut. Pertama, pada era ilmu dan teknologi sekarang ini, pendidikan Islam dituntut untuk melakukan antisipasi baik dalam dataran pemikiran (konsep) maupun dataran tindakan. Kesiapan dunia pendidikan Islam dalam memasuki tahap ini banyak bergantung pada akurasi dan antisipasi yang dilakukan, termasuk kejelian dalam mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi. Dalam hal ini dapat dikatakan perkembangan pendidikan Islam masih dalam dataran kelambanan. Oleh karena itu, pendidikan Islam dapat dianggap belum memiliki konsep yang mapan yang sesuai dengan era saat ini . Kedua, sebagai insan yang pada dasarnya memiliki jiwa sosial, seperti yang dijelaskan oleh Dadang Kahmad, bahwa setiap masyarakat selalu menghadapi persoalan bagaimana

2

Abdurrahman Maas‟ud, „‟Membuka Lembaran Baru Dialog IslamBarat: Telaah Teologis-Historis‟‟, Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam, (20 Maret 2004), hlm. 40-44.

3

meneruskan peranan sosial yang telah dibangun dan diwariskan pada generasi berikutnya. Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan Islam maka tujuan pendidikan diharapkan mampu membawa perubahan sosial pada khalayak umum. Baik pendidik, peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Dengan

demikian pendidikan Islam akan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Ketiga,

pendidikan

yang

digunakan

sebagai

proses

humanisasi, untuk mengembangkan potensi manusia, ternyata masih jauh dari tujuan pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan telah dinodai oleh

oknum-oknum tertentu yang tidak

bertanggung jawab, sehingga pendidikan diperjualbelikan, dan yang terjadi hanyalah kapitalisasi pendidikan. Dengan begitu, maka pesan-pesan moral khususnya dalam pendidikan Islam kurang tersampaikan. Penyelenggara pendidikan, baik pada tingkat lembaga maupun dalam proses pembelajaran, mempunyai target atau sasaran yang ingin dicapai. Pendidik dan peserta didik mesti mengetahuinya. Guru mesti tau apa yang diinginkan muridnya dan sebaliknya murid juga harus tahu apa yang dinginkan gurunya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak dapat terlepas dari target yang diinginkan oleh suatu lembaga pendidikan. Selain karena tujuan pendidikan memiliki peran yang urgent dalam

4

pendidikan, tujuan juga akan memberikan

arahan

kepada

pendidik dalam menjalankan segala kegiatan pendidikan. Dalam perspektif Islam, konsep tujuan pendidikan adalah sebagai pengubah karakter individu.

Selain itu, Islam juga

mempunyai konsep yang mendasar mengenai tujuan pendidikan yaitu lebih membentuk manusia yang kamil, sehingga memiliki keseimbangan baik jasmani maupun rohani. Kesemuanya itu bertujuan untuk menjalankan tugas hidup sebagai khalifah fi al ardhi yang diharapkan mampu mengubah peradaban di negeri ini. Begitu juga konsep pendidikan dalam Islam termaktub dalam al-Qur‟an, yang pada dasarnya merupakan konsep yang ideal. Akan tetapi realitanya masih kurang dalam penerapannya. Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Muslim A. Kadir, “Jika pendidikan Islam adalah bagian dari proses relijiusisasi dalam Islam, maka tujuan pendidikan Islam adalah juga bagian dari tujuan risalah.”3 Dengan hal ini maka perlu adanya rumusan lebih dasar tujuan pendidikan Islam agar sesuai dengan yang digambarkan dalam al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan kalam Ilahi yang tiada tandingannya dan sekaligus salah satu bentuk mu‟jizat yang diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril. Ayat-ayat al-Qur‟an yang terkandung di 3

Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 179.

5

dalamnya memiliki beragam gaya, ciri dan sifat dalam menyampaikan pesan moral kepada umat Islam. Selain itu, bahasa yang digunakan sungguh mempunyai nilai sastra yang tinggi. Dalam Qur‟an Surat al-Baqarah, Qur‟an Surat Ali „Imran, dan Qur‟an Surat Al-Jumu‟ah salah satu contoh surat yang terdapat dalam al-Qur‟an. Sebagai manusia awam, untuk memahami secara komprehensif pesan yang disampaikan dalam surat ini, khususnya tentang pesan sosial membutuhkan energi dan penalaran yang cukup menguras fikiran. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa secara serta-merta tanpa ilmu pengetahuan yang cukup agar bisa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Untuk membantu memahami makna yang disampaikan dalam ayat-ayat al-Qur‟an maka sangat dibutuhkan tafsir, sehingga memudahkan umat Islam menerima pesan moral dari kitab Allah SWT. Dalam al-Qur‟an tujuan atau target yang ingin dicapai Islam dalam proses pembelajaran

bagi umat dapat dilihat dalam

konteks perbincangannya (siyaaq al-kalaam) atau kandungan ayat-ayatnya. Setiap persoalan yang diperbincangkan al-Qur‟an selalu menggambarkan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai.4 Jadi tujuan tersebut berupa pengetahuan, dan pengetahuan itu merupakan sarana yang dapat mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidikan yang dikehendaki. 4

Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 80.

6

Dengan demikian, melihat beberapa hal yang mendasari terjadinya problematika dalam pendidikan seperti yang dijelaskan di atas, menurut hemat penulis, konsep tujuan pendidikan dalam al-Qur‟an sudah seharusnya diterapkan. Artinya, konsep tujuan pendidikan

seharusnya

mampu

mengejawantahkan

desain

pendidikan yang telah dituliskan dalam kitab suci al-Qur‟an alKarim khususnya dalam Qur‟an Surat al-Baqarah: 151, Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, dan Qur‟an Surat al-Jumu‟ah: 2. Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam konsep tujuan pendidikan Islam dalam al-Qur‟an. Penulis mengkhususkan hanya meneliti beberapa ayat dan surat saja dalam al-Qur‟an, sehingga penulis mengambil judul KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM ALQUR’AN (Analisis Tafsir QS. Al-Baqarah: 151, QS. Ali ‘Imran: 164, Dan QS. Al-Jumu’ah: 2) B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan rumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam Qur‟an Surat al-Baqarah: 151, Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, dan Qur‟an Surat al-Jumu‟ah: 2?

C. Tujuan dan Manfaat Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

7

1. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kandungan Qur‟an Surat al-Baqarah: 151, Qur‟an Surat. Ali „Imran: 164, dan Qur‟an Surat al-Jumu‟ah: 2. 2. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang Konsep Tujuan Pendidikan Islam

dalam Qur‟an Surat al-Baqarah:

151, Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, dan Qur‟an Surat alJumu‟ah: 2. Sedangkan manfaat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1. Dapat menyumbangkan pemikiran tentang kandungan Qur‟an al-Baqarah:151, Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, dan

Surat

Qur‟an Surat al- Jumu‟ah: 2, bagi mereka yang membutuhkan. 2. Menambah wawasan bagi penulis tentang konsep tujuan pendidikan Islam. 3. Menambah perbendaharaan referensi bagi perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Walisongo Semarang. D. Penegasan Istilah Untuk membantu memudahkan dan menjaga agar tidak terjadi kesalahpahaman para pembaca tentang judul ini, maka kiranya penulis perlu memberikan suatu penegasan istilah sebagai berikut: 1. Konsep Konsep yaitu gagasan atau anggapan. Konsep secara etimologi berasal dari kata-kata “concept” yang artinya ide atau buah pikiran. Dalam kamus besar bahasa indonesia, 8

Konsep berarti „‟ide atau pengertian yang diabstraksikan dari peristiwa konkrit.‟‟5 2. Tujuan Pendidikan Islam Menurut Khoiriyah, tujuan pendidikan Islam adalah Secara terminologis tujuan dapat diartikan sebagai perbuatan yang diarahkan kepada suatu sasaran khusus. Tujuan dalam proses pendidikan Islam adalah idealis atau cita-cita yang mengandung nilai-nilai islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang didasarkan ajaran Islam secara bertahap.6 Menurut Hery Noer Aly, yang dikutip oleh Khoiriyyah tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam

tujuan

terkandung

cita-cita,

kehendak,

dan

kesengajaan, serta berkonsentrasi penyusunan daya upaya untuk mencapainya. 7 Jadi dapat disimpulkan secara umum tujuan pendidikan Islam adalah arah yang diharapkan setelah subyek didik mengalami perubahan proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu, kehidupan pribadinya maupun kehidupan masayarakat dan alam sekitarnya.

5

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 725. 6

Khoiriyah, Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 20. 7

Khoiriyah, Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam, hlm. 21.

9

3.

Al-Qur‟an Al-Qur‟an menurut bahasa adalah „bacaan atau “yang dibaca”.

Sedangkan

al-Qur‟an

menurut

istilah

yaitu

kalamullah yang mengandung mu‟jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang termaktub dalam mushaf-mushaf, yang dinukilkan daripadanya dengan jalan mutawatir yang bernilai ibadah dalam membacanya. 8 Menurut Daud Ali, al-Qur‟an adalah „‟kitab suci yang memuat firman-firman Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit. Mula-mula di Mekah kemudian di madinah.‟‟9 4.

Analisis Dalam

kamus

bahasa

Indonesia

kata

Analisis

mengandung arti penyelidikan atau penelitian, penguraian, atas suatu penemuan atau pendapat. 10 dalam perspektif ilmiah, kata ini mengandung makna bahwa usaha peneliti mengupas serta menganalisa baik menggunakan teori-teori ilmu bersangkutan

maupun

kejadian-kejadian

dalam

rangka

menguraikan hasil analisis itu menjadi hipotesa baru. 8

Acep Hermawan, Ulumul Qur‟an, (Bandung:PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 11. 9

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2005), hlm. 93. 10

Djaka, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surakartaa: Pustaka Mandiri, 2004), hlm. 13.

10

5.

Qur‟an Surat Surat al-Baqarah: 151, Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, dan Qur‟an Surat al-Jumu‟ah: 2. Pertama, Qur‟an Surat al-Baqarah merupakan surat ke dua yang diturunkan di Madinah dengan jumlah Ayat 286. Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti kandungan ayat 151. Kedua, Qur‟an Surat Ali „Imran merupakan urutan surat ke tiga yang diturunkan di Madinah. Adapun jumlah ayatnya ada 200 ayat, dan penulis akan meneliti kandungan ayat 164. Ketiga , Qur‟an Surat Al-Jumu‟ah, merupakan surat urutan ke 62 dalam al-Qur‟an. Surat ini diturunkan di Madinah dengan jumlah ayat 11 Ayat. Dan pada surat AlJumu‟ah peneliti akan meneliti ayat 2. Jadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep tujuan pendidikan Islam yang terkandung dalam Qur‟an Surat

al-Baqarah: 151, Qur‟an Surat Ali

„Imran: 164, dan Qur‟an Surat al-Jumu‟ah: 2. E.

Kajian Pustaka Sebelum penulis meneliti lebih dalam tentang Konsep Tujuan Pendidikan Islam

dalam Qur‟an Surat al-Baqarah: 151,

Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, dan Qur‟an Surat al-Jumu‟ah: 2, penulis berusaha keras menelaah karya dari hasil berapa penulis terdahulu yang berhubungan dengan pembahasan ini. Pertama, Dalam Skripsi saudara Tajus Syarofi NIM 3105381

mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN 11

Walisongo Semarang, dan lulus tahun 2010 yang berjudul “Studi Analisis Tentang Pemikiran Jalaludin Rahmat Tentang Sosial Engineering dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam. Kesimpulan skripsi tersebut membahas lebih jauh tentang perubahan sosial yang memang sangat diperlukan bagi setiap orang. Perubahan sosial sangat dipengaruhi oleh cara berfikir setiap orang. Paradigma sangat mempengaruhi terhadap perkembangan pemikiran mereka. Dengan cara berfikir yang berbeda dengan manusia lainnya maka perubahan sosial setiap individu juga berbeda. Menurutnya, mempengaruhi

Tujuan

Pendidikan

Islam

juga

sangat

perubahan sosial, masyarakat akan mendesain

tujuan pendidikan Islam sesuai dengan keadaan sosial. Semakin maju keadaan sosialnya, maka semakin maju pula desain Tujuan Pendidikan Agama Islam. Kedua, skripsi, saudara Khafidhi NIM

073111065,

mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang, dan lulus tahun 2011 juga menulis skripsi yang berjudul “Pendidikan Perilaku Sosial Muslim Perspektif AlQur‟an Surat Al-Baqarah Ayat 44-46.” Kesimpulan skripsi ini membahas tentang

pendidikan Islam yang mempengaruhi

perilaku sosial Muslim. Pendidikan Islam sangat berperan besar terhadap perubahan sosial masyarakat.

12

Dalam Pendidikan Islam, selain menciptakan manusia yang unggul juga menciptakan manusia yang berkepribadian

baik.

Perilaku muslim pada dasarnya didasari dengan Ilmu pendidikan Islam tentu berbeda dengan mereka yang hanya asal-asalan berperilaku. Perilaku yang didasari dengan pendidikan Islam akan lebih bermoral dan dapat merubah keadaan sosial masyarakat. Dan

tentunya

untuk

melakukan

perubahan

sosial

membutuhkan ikhtiar yang cukup besar. Ikut serta partisipasi masyarakat untuk merubah. Hai ini membutuhkan gerakan sosial bersama yang biasa disebut dengan berjamaah. salah satunya adalah lembaga pendidikan yang mempunyai fungsi membantu keberlangsungan dan kebudayaan masyarakat serta perubahan. Ketiga, Skripsi Umi Saidah NIM 073111148 mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, IAIN Walisongo Semarang dan lulus tahun 2011 dengan judul “Konsep Tentang Jilbab Dalam Al-Qur‟an dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam”. Kesimpulan skripsi tersebut menjelaskan tentang jilbab dengan tujuan Pendidikan Islam yaitu kecocokan dalam pembentukan akhlak manusia yang mengarah pada kepribadian Islam dengan selalu mempertebal iman dan taqwa, sehingga menjadi manusia yang berguna bagi negara dan agama serta mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Dengan demikian, melihat ketiga penulis skripsi di atas, penulis dapat menyimpulkan

13

bahwa

pendidikan memang

banyak berpengaruh pada sikap dan perilaku pada manusia. Pada skripsi yang akan penulis susun yang berkaitan tentang tujuan pendidikan

Islam

diharapakan

juga

mampu

memberikan

gambaran positif yang belum sempat tertuliskan dalam ketiga skripsi di atas. F.

Metode Penelitian 1.

Jenis penelitian Sesuai dengan objek kajian skripsi ini, maka penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bertumpu pada kajian dan telaah teks. Hal ini dilakukan karena sumber-sumber data yang digunakan adalah berupa data literatur. Menurut Mestika Zed, bahwa penelitian kepustakaan (library

research)

adalah

„‟Riset

pustaka

sekaligus

memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.

Tegasnya,

riset

pustaka

membatasi

kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja.‟‟ Pada penelitian kepustakan bukan bermaksud untuk mengajarkan

bagaimana

seseorang

menjadi

ahli

perpustakaan , melainkan untuk memperkenalkan penelitian kepustakaan secara garis besar. Pertama-tama akan diuraikan ciri studi kepustakaan sebagai suatu metode yang otonom, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan terhadap sistem klasifikasi koleksi perpustakaan, dan instrumen penelitian 14

perpustakaan seperti alat bantu bibliografis, bibliografi kerja dan tahap-tahap penelitian kepustakaan. 11 Setidaknya

ad

aempat

ciri

utama

penelitian

kepustakaan, yaitu; Pertama, peneliti berhadapan langsung dengna teks atau nash atau dat angaka atau bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atua saksi mata berupa kejadian, orang atau benda lainnya. Kedua, data pustaka bersifat siap pakai. Artinya peneliti

tidak

pergi

ke

mana-mana,

kecuali

hanya

berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan. Ketiga, data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti memeperoleh bahan dari tangan ke dua dan bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan. Keempat, kondisi data pustaka tidak di batsai oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik, tetap. Artinya kapan pun ia datang dan pergi, dat atersebut tidak akan pernah berubah karena ia merupakan sudah data “mati‟‟ yang tersimpan dalam rekan tertulis. 12

11

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm.1-2 12

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, hlm.4.

15

2.

Metode Pengumpulan Data Merujuk kajian di atas, penulis menggunakan beberapa metode yang relevan untuk mendukung pengumpulan dan penganalisisan data dalam penulisan skripsi. Adapun metode yang diterapkan adalah: Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan atau data

yang

berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya yang diambil dari sumber kepustakaan, dalam hal ini ada dua sumber yang populer untuk penulisan skripsi a. Sumber Primer Sumber

primer

adalah

sumber-sumber

yang

memberikan data secara langsung dari tangan pertama atau merupakan sumber asli. Menurut Nasution, bahwa „‟data Primer adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan termasuk laboratorium.‟‟ 13 Dalam penulisan skripsi ini sumber yang

termasuk dalam sumber asli

adalah kitab-kitab tafsir, baik kitab tafsir klasik maupun kontemporer. Kemudian didukung buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. Adapun kitab Tafsir yang penulis gunakan adalah kitab Tafsir Al-

13

Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, Edisi I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 150.

16

Maraghi, Fi Dhilalil Qur‟an, Al-Misbah, As-Syafi‟i, dan An-Nuur. b. Sumber Sekunder Sumber Sekunder adalah sumber-sumber yang berasal bukan langsung dari sumber pelakunya. dalam hal ini yang menjadi sumber-sumber sekunder seperti bukubuku

tentang tujuan pendidikan Islam dan buku lain

yang relevan dengan pembahasan skripsi ini. 3.

Metode Analisa Data Setelah data terkumpul melalui teknik pengumpulan data, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis. 14 Metode juga berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti, cara yang teratur dan terpikir baik-baik

untuk

mencapai

maksud

(dalam

ilmu pengetahuan dan sebagainya). Metode dalam kamus bahasa Indonesia metode diartikan teknik atau cara. Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan.15 Sedangkan

14

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.7 (Jakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm. 104. 15

Djaka, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia , hlm. 255.

17

Tahlily

dari

kata

hala-yahilu-halan,

yang

artinya

menguraikan atau penguraian. Metode Tahlili menurut etimologi, yakni jalan atau cara untuk menerangkan arti ayat-ayat dan surat dalam mushaf, dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam metode Tahlili, seseorang diajak memahami al-Qur‟an dari awal atau surat al-Fatihah hingga akhir atau surat al-Nas. Atau minimal memahami ayat dan surat dalam al-Qur‟an secara utuh dan menyeluruh. Kelebihan lain dari metode tafsir al-Tahlili ialah membahas al-Qur‟an dengan ruang lingkup yang luas. Meliputi aspek kebahasaan, sejarah, hukum, dan lain-lain.16 Adapun Kelebihan dan Kelemahan Metode Tahlili (Analitis) antara lain „‟kelebihan terletak pada keluasan dan keutuhannnya

dalam memahami al-Qur‟an. Sedangkan

kelemahan Metode Tahlili adalah kajiannya tidak mendalam, tidak detail dan tidak tuntas dalam menyelesaikan topik-topik

16

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2013), hlm. 381.

18

yang dibicarakan. Selain itu kelemahan lain

juga terletak

pada jalannya yang terseok-seok atau tidak sistematis‟‟17 Dengan demikian metode Tahlili dapat dikatakan Metode Tafsir yang dalam penafsirannya dengan cara mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur‟an dengan mengikuti tertib susunan atau urutan-urutan surat dan ayat itu sendiri. Selain metode Tafsir Tahlili, yang dijelaskan, dalam skripsi ini juga menjelaskan Tafsir Maudhu‟i. Metode maudhu‟i (tematik) yaitu

menjelaskan

konsep

al-Qur‟an

tentang

suatu

masalah/tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat al-Qur‟an yang membicarakan tema tersebut.18 Menurut Muhammad Amin Suma, yang mengutip pendapat Musthafa Muslim, Tafsir Maudhu‟i ialah Tafsir yang membahas tentang masalah-masalah al-Qur‟an alKarim, yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang juga bisa disebut dengan

metode

tauhidi

untuk

kemudian

melakukan

penalaran analisis terhadap isi kandungan menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsurunsurnya serta menghubung-hubungkannya antar yang satu

17

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, hlm. 381

18

Acep Hermawan, Ulumul Qur‟an, hlm.118.

19

dengan

yang

lain

dengan

korelasi

yang

bersifat

komprehensif.19 Dengan demikian dapat diartikan metode maudhu‟i (tematik) ialah menafsirkan ayat al-Qur‟an tidak berdasarkan atas urutan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf, tetapi berdasarkan masalah yang dikaji. Mufasir dengan menggunakan metode ini, menentukan permasalahan yang akan dicari jawabnya dalam al-Qur‟an. Kemudian Mufassir mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah tersebut yang tersebar dalam berbagai surah. Menurut Quraish Shihab, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Menentukan permasalahan atau topik yang akan dikaji. b. Melacak dan menghimpun masalah yang dibahas tersebut dengan

menghimpun

ayat-ayat

al-Qur‟an

yang

membicarakannya. c. Mempelajari ayat demi ayat yang berbicara tentang tema yang dipilih sambil memperhatikan Sabab an-Nuzulnya. d. Menyusun runtutan ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan ayat-ayat sesuai dengan masa turunnya. e. Memahami korelasi atau munasabah ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing. f. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis, dan utuh. 19

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, hlm. 391.

20

g. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits, riwayat sahabat, dan lain-lain yang relevan. h. Setelah tergambar keseluruhan kandungan ayat-ayat yang dibahas, langkah berikutnya adalah menghimpun masingmasing ayat pada kelompok uraian ayat dengan menyisihkan yang terwakili. 20

20

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm.389.

21

BAB II TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan berasal dari kata „‟didik‟‟, dengan memberinya awalan „pe‟‟ dan akhiran „‟kan‟‟, yang mengandung arti „‟perbuatan‟‟ (hal, cara, dan sebagainya). Pendidikan berasal dari kata yunani „paedagogie‟‟ yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Kemudian istilah ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan „‟education‟‟ yang berarti pengembangan atau bimbingan.1 Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari dua segi. Pertama dari sudut masayarakat

kedua dari sudut

individu. „‟Pendidikan dari sudut individu adalah proses untuk menemukan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan, jadi pendidikan adalah proses menampakkan atau manifest dari yang tersembunyi atau latent pada anak didik. Sedangkan dari sudut masyarakat pendidikan adalah menekankan atau memanfaatkan kemampuan manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan mencarinya pada alam di luar manusia.2

1

Muhammad Muntahibun (Yogyakarta:Teras, 2011), hlm. 1.

Nafis,

2

Ilmu

Pendidikan

Islam,

Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke- 21, (Jakarta:Pustaka Al-Husna, 1988), hlm. 57.

22

Pendidikan juga populer dengan sebutan Tarbiyah. Dalam leksikologi al-Qur‟an dan al-Sunnah tidak ditemukan istilah alTarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci yang seakar dengannya, yaitu al-Rabb, rabbayani, nurabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam Mu‟jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga akar kebahasaan, yaitu; 1.

Rabba, Yarbu, Tarbiyah: yang memiliki makna „tambah‟ (zad), yang berkembang (naamaa). Pengertian ini juga didasarkan QS. Ar-rum ayat 39: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.”

2.

Rabba, yurbi, tarbiyah: yang

memiliki makna tumbuh

(nasya‟a) dan menjadi besar atau dewasa (tara‟ra‟a). Artinya, pendidikan merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual. 3.

Rabba,

yarubbu,

tarbiyah:

yang

memiliki

makna

memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian, maupun eksistensinya. Artinya, pendidikan

(tarbiyah) merupakan

usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki

23

dan mengatur kehidupan peserta didik, agar dia dapat survive lebih baik dalam kehidupannya. 3 Menurut Ahmad Munir, bahwa pendidikan

diartikan

dengan Tarbiyah ketika proses pengajaran dalam konteks ini lebih bersifat pendiktean untuk mengentaskan anak didik dari masa kanak-kanak menuju ke arah kedewasaan. Keteladanan yang dicontohkan orangtua kepada anak pada hakikatnya adalah usaha yang dilakukan untuk membimbing anak ke arah kemandirian dan sikap bertanggungjawab. 4 Begitu juga menurut Abdul Fattah Jalal tidak berbeda seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Munir, bahwa pendidikan disebut juga Tarbiyah yaitu proses yang berkaitan erat dengan persiapan dan pemeliharaan pada masa kanak-kanak di dalam keluarga.5 Sedangkan menurut Muhammad Muntahibun, mengutip pendapat Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tetapi juga afektif. Sementara Sayyid Qutb menafsirkan rabbayani sebagai pemeliharaan jasmani anak dan mentalnya. Dua pendapat ini memberi gambaran bahwa istilah Tarbiyah mencakup tiga domain pendidikan yaitu kognitif 3

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006),

hlm. 10. 4

Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, (Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008), hlm. 46-47. 5

Abdul Fattah Jalal, Azaz-azas Pendidikan Islam, terj. Herry Noer Ali, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), hlm. 28-29.

24

(cipta), afektif (rasa), dan psikomotorik (karsa) dan dua aspek pendidikan jasmani dan rohani.6 Selain al-Tarbiyah, kata pendidikan tidak bisa terlepas dari kata Ta‟lim. „‟Ta‟lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata „allama. Sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah dengan pendidikan sedangkan Ta‟lim diterjemahkan dengan pengajaran.‟‟7 Menurut Abdul Mujib, yang mengutip karya Muhammad Rasyid Ridha mengartikan, Ta‟lim dengan: Proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada Jiwa Individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. “pengertian ini didasarkan pada firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 31 tentang „allama Tuhan kepada Nabi Adam as. Proses transmisi itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi adam menyaksikan dan menganalisis asma‟ (nama-nama) yang oleh Allah kepadanya.8 Menurut Ahmad Munir, ta‟lim dalam konteks ini yaitu proses pengajaran dilakukan seorang guru kepada peserta didiknya secara rutin, maka harus mampu memberikan pengaruh terhadap

perubahan

intelektual

peserta

didik.

Perubahan

intelektual tersebut tidak berhenti pada penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru, tetapi juga mempengaruhi terhadap 6

Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 15.

7

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), hlm. 277. 8

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, hlm.19.

25

perilaku belajar peserta didik, dari malas menjadi rajin atau dari yang tidak kreatif menjadi kreatif. 9 Kata pendidikan juga dapat diambil dari kata Ta‟dib. Ta‟dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun, tatakrama, adab. Budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. Menurut Abdul Mujib, bahwa‟‟ Ta‟dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau kebudayaan. Artinya orang yang berpendidikan

adalah orang yang

berperadaban. Sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui pendidikan.‟‟10 Ta‟dib, sebagai upaya dalam pembentukan adab (tata krama), terbagi atas empat macam: 1. Ta‟dib adab al-Haqq, pendidikan

tatakrama

spiritual

dalam

kebenaran,

yang

memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan; 2. Ta‟dib adab lakhidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang raja (Malik) dengan menempuh tatakrama yang pantas; 3. Ta‟dib adab al-syari‟ah, yang tata caranya telah digariskan oleh tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syari‟ah Tuhan akan berimplikasi pada tatakrama yang mulia; 4. Ta‟dib adab alsyuhbah, pendidikan tatakrama spiritual dalam persahabatan, 9

Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, hlm. 50-51.

10

Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 20.

26

berupa saling menghormati dan berperilaku mulia di antara sesama.11 Pendidikan juga dapat diartikan memelihara dan memberi latihan

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan

akhlak dapat diartikan sebagai berikut: 1.

Perbuatan (hal, cara) mendidik

2.

(Ilmu, ilmu didik, ilmu mendidik) pengetahuan tentang didik atau Pendidikan.

3.

Pemeliharaan (latihan-latihan) badan, batin dan jasmani 12 Menurut tinjauan terminologis, para ahli memberikan

beragam pendapat dalam memberikan makna pendidikan Islam, diantaranya; Dalam buku Muhammad Muntahibun yang mengutip pendapat

Muhammad

SA.

Ibrahim,

kebangsaan

Belanda

pendidikan Islam adalah; „‟Islamic Education in true sense of the learn, is the system of education which enable a man to lead his life according to the Islamic ideology, so that he may easily would his life in accordance with tenets of Islam.‟‟ „‟Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan

11

Amatullah Amstrong, Khazanah Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. MS. Nasrullah, judul asli: Sufi Terminologi (al-Qamus al-Sufi). The Mistical Language of Islam, (Bandung: Mizan,1998), hlm.13. 12

Departemen Indonesia, hlm. 326.

Pendidikan

Nasional,

27

Kamus

Besar

Bahasa

ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.‟‟ 13 Kemudian Achmadi mendefinisikan bahwa „‟pendidikan Islam adalah segala sesuatu untuk menjaga fithrah manusia, serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.‟‟14 Sedangkan menurut Achmad D. Marimba pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam. Walaupun istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami secara berbeda, namun pada hakekatnya merupakan satu kesatuan dan mewujud secara operasional dalam satu sistem yang utuh. Konsep dan teori kependidikan Islam sebagaimana yang dibangun atau dipahami dan dikembangkan dari al-Qur‟an dan Sunnah,

mendapatkan

justifikasi

dan

perwujudan

secara

operasional dalam proses pembudayaan dan pewarisan serta pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi, yang berlangsung sepanjang sejarah umat Islam.15 13

Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 22.

14

Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 28. 15

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.30.

28

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam adalah Proses pengembangan potensi peserta didik secara keseluruhan agar melahirkan peserta didik yang kaya akan moral yang baik dan mampu menciptakan inovasi-inovasi baru. B.

Konsep Tujuan Pendidikan Islam Konsep yaitu gagasan atau anggapan. Konsep secara etimologi berasal dari kata-kata “concept” yang artinya ide atau buah pikiran. Dalam kamus besar bahasa indonesia, Konsep berarti ide atau pengertian yang diabstraksikan dari peristiwa konkrit.16 Dalam bahasa Arab banyak istilah yang mengacu pada hasil kependidikan. Hal ini memberi indikasi adanya obyek-obyek ataupun persoalan inisiasi dan perbuatan-perbuatan manusia yang langsung.

Adapun kata tujuan dalam bahasa Arab seperti;

“Hayyat‟‟ untuk mengartikan tujuan akhir atau (muntaha) di luar yang tidak ada. “Ahdaf” padamulanya digunakan untuk memeberi arti peranan-peranan yang lebih tinggi dan dapat dimiliki oleh seseorang berkenaan dengan tinjauan luas yang menyiratkan. Hal ini sangat diperlukan, juga berarti menempati suatu sasaran yang

16

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 558.

29

Besar

Bahasa

lebih dekat. Istilah selanjutnya adalah kata “maqashid” diperoleh suatu cara yang menunjukan kepada jalan lurus.17 Menurut Nur Uhbiyati Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu, tujuan pendidikan Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam. 18 Menurut At-Toumy, Konsep Pendidikan Islam adalah „‟perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan

untuk mencapainya, baik

dalam tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar individu itu hidup atau pada proses pendidikan

tentang

sendiri

dan

proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.‟‟19 Pendidikan Islam itu bertolak dari pandangan Islam tentang manusia. Al-Qur‟an menjelaskan bahwa manusia itu, makhluk yang mempunyai dua fungsi yang sekaligus mempunyai dua tugas pokok. Yang pertama sebagai khalifah fil Ardhi. Kedua

17

Abdurahman Shaleh Abdullah, Educational Theory A Qur‟anic Outlook ,terj. Teori-teori Pendidikan dalam Al-Quran, terj. M. Arifin, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 132. 18

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 33. 19

Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibani, Falsafah pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399.

30

manusia

sebagai

ciptaan

Allah

yang

ditugasi

untuk

menyembahnya. Berdasarkan konsep Islam tentang manusia tersebut yang diaplikasikan ke dalam konsep pendidikan Islam, yang dalam kaitan ini kelihatan sesungguhnya pendidikan Islam itu adalah keseimbangan. Tujuan pendidikan Islam adalah perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitar di mana individu itu hidup. Menurut D Marimba dalam bukunya “Pengantar Filsafat Pendidikan Islam” sebagaimana dikutip oleh Arief Armai, menyebutkan bahwa; setiap usaha mengalami permulaan dan juga mengalami Akhir. Ada usaha yang terhenti karena gagal sebelum mencapai tujuan, akan tetapi usaha tersebut belum dapat disebut berakhir, karena pada umumnya suatu usaha

baru

berakhir setelah tujuan akhir tercapai. Dengan demikian fungsi tujuan yang pertama, adalah mengakhiri usaha. Fungsi kedua dari tujuan adalah mengarahkan usaha. Fungsi ketiga sebagai titik tolak untuk mencapai tujuantujuan lain. Fungsi ke empat memberi nilai (sifat) pada usahausaha tersebut. 20

20

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta; Ciputat Pres, 2002), hlm.15-17

31

Dari keterangan D. Marimba tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tiap suatu usaha yang dilakukan pasti memerlukan tujuan karena tanpa tujuan maka apa yang telah dilakukan akan sia-sia karena tidak akan tercapai tujuan akhirnya. Muhammad Fadhil al-Jamali merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan empat macam yaitu: 1. Mengenalkan manusia akan perannya diantara sesama mahluk dua tanggung jawabnya dalam hidup ini; 2. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggungjawabnya

dalam

tata

hidup

bermasyarakat;

3.

Mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya; dan 4. Mengenalkan

manusia

akan

pencipta

alam

(Allah)

dan

menyuruhnya beribadah kepada-Nya.21 Jadi Tujuan-tujuan pendidikan mengikut definisi ini adalah perubahan-perubahan yang diinginkan pada tiga bidang-bidang asas yaitu: 1.

Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individuindividu, pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut ada perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya, dan pada pertumbuhan yang

21

Lihat Muhammad Fadhil al-Jamali, Filsafat Pendidikan Islam dalam Al-Qur‟an, (terj.) Judial Falasani, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), hlm. 3.

32

diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan

yang

dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia akhirat. 2.

Tujuan Sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan dengan apa yang berkaitan kehidupan

ini

tentang

pertumbuhan,

dengan

memperkaya

pengalaman, dan kemajuan yang diinginkan. 3.

Tujuan-tujuan pendidikan

professional

yang

berkaitan

dan pengajaran sebagai Ilmu, sebagai seni,

sebagai profesi, dan sebagai suatu aktivitas aktivitas-aktivitas masyarakat. Dengan

dengan

demikian

dapat

diantara

22

disimpulkan

konsep

tujuan

pendidikan Islam adalah suatu gagasan menuju perubahan yang diharapkan pada subyek didik setelah menjalani proses pendidikan, baik perubahan pada tingkahlaku pribadinya dan perubahan pada masyarakat sekitarnya di tempat subyek didik berada.

22

Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibani, Falsafah pendidikan Islam,. .hlm 399.

33

C. Penjelasan Ayat al-Qur’an a.

Qs. Al-Baqarah: 151                   „‟Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. 23 Dalam Tafsir fi Zhilalil Qur‟an, “Serta mengajarkan kepada Kamu al-Kitab dan al-Hikmah”, ditafsirkan dalam kalimat tersebut mencakup segala hal yang disebutkan di muka, yaitu pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dan penjelasan terhadap materi pokok di dalamnya, yaitu hikmah. Hikmah adalah buah pendidikan dari kitab ini, yakni penguasaan yang benar dan datang bersama Hikmah pada suatu masalah, dengan suatu timbangan yang benar serta mengetahui tujuan perkara-perkara dan arahan-arahannya. Begitu juga akan terealisir hikmah ini secara masak mendapatkan bimbingan dan penyucian dari Rasulullah saw. Dengan ayat-ayat Allah.

23

Depag, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu, 2009),

hlm. 29.

34

“Dan Mengajarkan kepada kamu segala sesuatu yang belum kamu ketahui.” Ini adalah sesuatu yang pasti pada umat Islam.

Sungguh, Islam telah memilih mereka dari

lingkungan bangsa Arab yang pada waktu itu tidak berpengetahuan sama sekali kecuali sangat sedikit dan berserak-serakan, yang layak untuk kehidupan kabilahkabilah di padang pasir, kota-kota kecil atau pedalaman. Dengan datangnya Islam jadilah umat yang memimpin manusia dengan kepemimpinan yang Agung, bijaksana, jelas, dan lurus. Jika umat Islam ingin kembali melahirkan generasi yang andal dan canggih dalam mengemban kepemimpinan yang lurus, maka jalannya tidak lain adalah kembali dan beriman kepada al-Qur‟an. Dan menjadikan al-Qur‟an sebagai manhaj dalam hidupnya, bukan sekedar nyanyian untuk diperdengarkan kepada telinga. 24 Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, menjelaskan ayat di atas adalah jawaban do‟a Nabi Ibrahim as. Yang termaktub dalam Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 129. Do‟a Nabi Ibrahim as. Pada ayat ini ada empat yaitu 1. Rasul dari kelompok mereka, 2. Membacakan ayat-ayat Allah, 3. Mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah, 4. Menyucikan mereka. 24

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an, terj. As‟ad Yasin, dkk.(Jakarta: Gema Insani, 2000), jil. 1, hlm. 167-168.

35

Sedang, pada ayat yang akan dibahas ini, menyucikan ditempatkan pada peringkat ke tiga dari lima macam anugerah Allah SWT. dalam konteks memperkenankan do‟a Nabi Ibrahim. Lima macam anugerah itu adalah 1. Rasul dari kelompok mereka, 2. Membacakan Ayat-ayat Allah, 3. Menyucikan mereka, 4. Mengajarkan al-Kitab dan alHikmah, 5. Mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. Kalimat “mengajarkan apa yang mereka belum ketahui”, ini merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui sekian cara. Memang sejak dini al-Qur‟an mengisyaratkan dalam wahyu pertama Iqra, bahwa ilmu yang diperoleh manusia diraih dengan dua cara. Pertama, upaya belajar mengajar, dan kedua anugerah langsung dari Allah SWT. berupa ilham dan intuisi.25 Dalam

Tafsir

Al-Mizan

tertuliskan,

“ayat

ini

mengatakan bahwa Dia mengutus Nabi Muhammad SAW. Diantara mereka merupakan karunia-Nya kepada Umat ini, sebagaimana menunjuk Ka‟bah sebagai kiblat mereka, juga merupakan karunia-Nya.26 Pada Kalimat “Membacakan kepada kamu komunikasikomunikasi Kami‟, ditafsirkan Nabi SAW membersihkan

25

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan, Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hlm. 432. 26

dan

Sayid Muhammad Husain Thabathaba‟i, Tafsir Al-Mizan, Terj. Ilyas Hasan, (Jakarta: Lentera, 2010), hlm. 225.

36

mereka dengan seksama dari keyakinan yang sesat seperti kemusyrikan dan penolakan terhadap Iman yang benar, dari karakter yang rendah, hina, dan keji seperti arogan, kikir, dan serakah dan dari perbuatan jahat yang tidak bermoral dan segala sesuatu seperti perbuatan membunuh, berzina, minum-minuman keras. “Dan mengajarkan kepada kamu kitab dan kearifan dan mengajarkan kepada kamu apa yang kamu tidak ketahui: Ayat ini meliputi segenap aspek primer dan sekunder pengetahuan religius.27 Pada ayat di atas disebutkan: Dan Mengajarkan (Yu‟allim), kepadamu al-Kitab dan As-Sunnah kepada Umatnya. Menurut Muhaimin, pengajaran pada ayat itu mencakup teoritis dan praktis, sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal-hal yang mendatangkan manfaat dan menampik kemudaratan. Pengajaran ini juga mencakup ilmu pengetahuan dan alHikmah (bijaksana). 28 Melihat berbagai penjelasan di atas, pada ayat ini terdapat konsep tujuan pendidikan Islam yaitu suatu konsep tujuan pendidikan yang mengarah kepada proses menuju 27

Sayid Muhammad Husain Thabathaba‟i, Tafsir Al-Mizan, Terj. Ilyas Hasan, hlm. 226. 28

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta:Rajawali Press, 2005), hlm. 45.

37

perubahan yang lebih baik. Rasulullah SAW. adalah pendidik bagi para umatnya. Berbagai tahap menuju konsep tujuan tersebut, Pertama, membacakan Ayat-ayat Allah, kedua menyucikan bangsa Arab, yang tadinya masih dalam keadaan tersesat. Ketiga mengajarkan al-Kitab dan alHikmah kepada umatnya hal-hal yang belum diketahui. Aktivitas

Rasulullah

pada

zaman

dahulu

dapat

digambarkan seperti seorang pendidik, sedangkan umatnya atau sahabatnya bagaikan peserta didik. Pendidik memiliki tujuan ketika mengajarkan suatu kepada muridnya. Seorang pendidik

harus

memiliki

hal

baru

ketika

sedang

menyampaikan materi. Dengan tujuan, akan ada perubahan maksimal seperti yang diinginkan yaitu menuju perubahan sosial yang lebih maju dibandingkan sebelumnya. b.

Qs. Ali Imran: 164                           “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orangorang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya

38

sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benarbenar dalam kesesatan yang nyata.”29 Pada Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an dijelaskan “...Dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah...” orang-orang yang dituju dalam firman ini adalah orangorang pribumi yang bodoh-bodoh, yang tidak tahu tulis baca dan

lemah

pikirannya.

Mereka

tidak

mempunyai

pengetahuan sedikitpun yang berbobot untuk ukuran internasional dalam bidang apapun. Mereka pun tidak mempunyai cita-cita yang besar dalam kehidupan mereka yang melahirkan pengetahuan yang bertaraf internasional dalam bab apapun. Maka risalah inilah yang menjadikan mereka sebagai guru jagad, hukama atau pemberi kebijakan dunia, dan pemilik akidah, pemikiran, sistem sosial, dan tata aturan yang menyelamatkan manusia secara keseluruhan dari Jahiliahnya pada masa itu. Mereka dinantikan peranannya dalam

perjalanan

kemanusiaan

dari

ke

depan

untuk

kejahiliahan

menyelamatkan modern

yang

mengekspresikan segala ciri khas jahiliyah tempo dulu, baik dalam bidang akhlak, sistem sosial kemasyarakatan, maupun mengenai pandangan mereka terhadap sasaran dan tujuan hidup, meskipun sudah terbuka bagi mereka ilmu-ilmu yang

29

Depag, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,... hlm. 92.

39

berkaitan dengan materi, produk-produk perindustrian, dan kemajuan peradaban. “...Sesungguhnya

sebelum (kedatangan Nabi) itu,

mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Mereka, sebelum kedatangan Nabi SAW., benar-benar pada kesesatan dalam konsepsi dan keyakinan, pemahaman terhadap kehidupan, tradisi, dan perilaku, peraturan dan perundang-undangan, dan bidang kemasyarakatan dan moral.30 Dari penjelasan para mufassir di atas bahwa pada ayat ini terdapat konsep tujuan yang mengarahkan pada perubahan sosial untuk masyarakat di sekitarnya. Seorang pendidik mengarahkan peserta didik agar mampu menjadi para

pemberi

memberdayakan

kebijakan umat

di

bagi

masyarakat,

sekelilingnnya.

mampu

Membawa

masyarakat pada kemodernan sehingga ummat islam akan mampu bersaing dengan orang-orang non muslim, dan akhirnya Islam kembali mengalami kejayaan. Walaupun secara sekilas itu tidak mudah, akan tetapi melihat perjuangan Rasulullah pada masa itu yang sangat gigih berjuang memajukan masyarakat Arab pada masanya. Dengan perjuangan keras sehingga mampu mencerahkan umat manusia yang dahulu kala memang dalam keadaan 30

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an, terj. As‟ad Yasin, dkk...Jil.2,

hlm. 205.

40

sesat yang nyata. Dengan demikian, pendidik memiliki peran urgent untuk menjadikan perubahan yang signifikan pada peserta didiknya. c.

Qs. Al-Jumu’ah: 2                       “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”31 Menurut Abuddin Nata dalam buku “Kajian Tematik Al-Qur‟an Tentang Konstruksi Sosial”, pada tingkat operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktik yang dilakukan oleh Rasulullah antara lain yang tertuliskan dalam ayat di atas. Kata menyucikan yang dijelaskan oleh Quraish Shihab, dapat diidentikkan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.32

31

Depag, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,... hlm. 810.

32

Abuddin Nata, Kajian Tematik Al-Qur‟an Tentang Konstruksi Sosial, (Bandung: Angkasa Bandung, 2008), hlm. 265.

41

Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, “...Dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah)...” Rasulullah mengajarkan kepada mereka tentang Kitab al-Qur‟an, maka merekapun menjadi ahli dalam perkara kitab itu. Rasulullah pun mengajarkan kepada mereka sehingga mereka mengetahui hakikat-hakikat segala sesuatu. Merekapun baik dalam menentukan dan mengukur segala sesuatu. Ruh-ruh mereka pun diilhami dengan kebenaran dalam berhukum dan beramal, dan itu merupakan kebaikan yang berlimpah. “...Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Kesesatan jahiliyah digambarkan oleh Ja‟far bin Abi Thalib ketika bertemu dengan Najasyi Raja Habasyah. Pada saat itu

Quraisy mengirim dua orang utusan kepadanya

yaitu Amru Ibnul-Ash dan Abdullah bin Abi Rabi‟ah dengan maksud agar memberikan gambaran yang membuat raja Najasyi benci kepada orang-orang yang berhijrah ke Habasyah (Etiopia) dari kaum muslimin. Mereka berdua menjelek-jelekkan sikap orang-orang yang beriman di hadapan Najasyin agar dia mengeluarkan mereka dari penyambutannya dan pertamuannya. Bersama dengan kejahiliahan

dan kesesatan yang

mereka anut pada zaman Jahiliah, sesungguhnya Allah telah mengetahui bahwa mereka merupakan orang-orang yang

42

pantas mengemban akidah ini dan mereka diberi amanat untuk menjalankannya. Karena Allah mengetahui dalam jiwa-jiwa mereka ada kebaikan dan terdapat kesiapan untuk langkah-langkah perbaikan serta mereka memiliki bekal yang tersimpan untuk menunaikan peran dakwah yang baru. Allah mengetahui bahwa sesungguhnya

seluruh

semenanjung Arabia pada saat itu adalah tempat yang paling baik sebagai tempat berkembangnya dakwah yang datang untuk membebaskan alam seluruhnya dari segala kesesatan jahiliah.33 Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah, menuturkan pendapat ar-Razi yang dikenal dengan gelar al-Imam. Kalimat “membacakan ayat-ayat Allah”,

berarti nabi

Muhammad SAW. “menyampaikan apa yang beliau terima dari Allah untuk umat manusia”, sedang “menyucikan mereka”, mengandung makna “penyempurnaan potensi teoritis dengan memperoleh pengetahuan Ilahiah”, “mengajarkan

al-Kitab”

merupakan

isyarat

dan

tentang

pengajaran, “pengetahuan lahiriah dari syariat”. Adapun “alHikmah” adalah “pengetahuan tentang keindahan, rahasia, motif, serta manfaat-manfaat syari‟at”. Adapun al-Hikmah menurut “Abduh adalah rahasia “rahasia persoalan-persoalan (agama), pengetahuan hukum, 33

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur‟an, terj. As‟ad Yasin, dkk...Jil.11,

hlm. 270.

43

penjelasan tentang kemaslahatan serta pengaturan urusan umat.34 Sedangkan Imam Syafi‟i memahami al-Hikmah dengan as-Sunnah karena tidak ada selain al-Qur‟an yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Kecuali as-Sunnah. Seperti yang digambarkan dalam Tafsir Imam Syafi‟i, Imam Syafi‟i menjawab pertanyaan dari lawan bicaranya. “Lawan bicaraku bertanya, „kami telah mengetahui kalau yang dimaksud dengan al-Kitab adalah Kitabullah. Lalu apa yang dimaksud

dengan

al-Hikmah?.

“Sunah

Rasulullah,

“jawabku.‟‟35 Kemudian Quraish Shihab menjelaskan makna kata in (ْ‫ )اِن‬in dalam firman-Nya (‫ )وانكانوا‬wa in kaa nuu berfungsi sama dengan kata (ّ‫ )ان‬inna/ sesungguhnya. Indikatornya adalah huruf (‫ ) ل‬lam pada kalimat (‫)لفي ضال ل مبين‬. Penggalan ayat di atas bermaksud menggambarkan bahwa apa yang dilakukan Rasul saw. Itu sungguh merupakan nikmat yang besar buat masyarakat Arab yang beliau jumpai. Beliau bukannya mengajar orang-orang yang memiliki pengetahuan atau menambah kesucian orang yang telah hampir suci, tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat sesat. Kita dapat membayangkan kesesatan dan

34

M.Quraish Shihab, Keserasian al-Qur‟an, hlm. 46.

Tafsir

35

Al-Misbah:Pesan,

Kesan,

dan

Syaikh Ahmad Musthafa Al-Farran, Tafsir Imam Syafi‟i, terj. Imam Ghazali Masykur, jil.3,(Jakarta: Almahira, 2008), hlm. 527.

44

kebodohan mereka antara lain jika memperhatikan berhalaberhala yang mereka sembah. Berhala-berhala itu sama sekali tidak memiliki nilai seni dan keindahan, tetapi batu-batu biasa. Seringkali dalam perjalanan, mereka memilih empat buah batu. Yang terbaik mereka sembah dan sisanya mereka jadikan tumpu buat periuk masak mereka. Bahkan, ada yang membuat berhala dari buah-buah kurma, lalu menyembahnya, dan ketika lapar kurma-kurma itu mereka makan. Demikian sedikit dari kesesatan mereka. 36 Ayat ini menggambarkan konsep tujuan pendidikan Islam sebagai sarana perubahan sosial. Tujuan pendidikan Islam diantaranya mengarahkan pada diri-sendiri agar selalu memacu diri untuk berubah menjadi lebih baik. Baik secara vertikal dan horizontal. Ayat ini Secara vertikal komponenkomponen dalam pendidikan mampu mengubah diri untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT. bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Secara tidak langsung Allah telah memberi nikmat berupa para pendidik yang bertugas menyadarkan peserta didiknya atau umatnya untuk selalu mendekatkan diri pada Allah. Secara horizontal

pendidik memiliki tugas untuk

mengembangkan bakat mereka. Mula-mula 36

M.Quraish Shihab, Keserasian al-Qur‟an, hlm. 47.

Tafsir

45

Al-Misbah:Pesan,

pendidik Kesan,

dan

menyucikan atau menunjukkan bahwa perbuatan tindakan yang telah dilakukan itu salah. Setelah menjelaskan bahwa tindakan peserta didiknya tidak tepat, setelah itu maka pendidik

memberikan solusi. Adapun solusi yang tepat

adalah dengan mengajari mereka dengan tekun. Seorang pendidik

tidak

boleh

cepat

putus

asa

menghadapi

masyarakatnya, meskipun mereka sebelumnya masih dalam keadaan sesat atau belum tau apa-apa. Walaupun begitu, tugas seorang pendidik adalah memberikan pengarahan yang benar secara bijak. Agar para peserta didik mudah menerimanya dengan baik dan dapat mengamalkan apa yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena pada dasarnya konsep tujuan pendidikan Islam adalah mampu sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Dengan demikian, konsep tujuan pendidikan Islam yang ideal adalah mampu mengubah masyarakat menjadi imbang secara vertikal dan horizontal.

46

BAB III

KAJIAN AL-QUR’AN DALAM QS. AL-BAQARAH: 151, QS. ALI ‘IMRAN: 164, DAN QS. AL-JUMU’AH: 2 A.

Redaksi dan Terjemah QS. Al-Baqarah Ayat 151, QS. Ali ‘Imran Ayat 164, dan QS. Al-Jumu’ah Ayat 2 1. Redaksi dan Terjemah QS. Al-Baqarah Ayat 151                   „Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.‟‟1 2. Redaksi dan Terjemah QS. Ali „Imran Ayat 164                           „Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orangorang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, 1

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu, 2009), hlm. 29.

47

membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benarbenar dalam kesesatan yang nyata.‟‟ 2 3. Redaksi dan Terjemah QS. Al-Jumu‟ah Ayat 2                       „‟Dia-lah

yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayatayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.‟‟3 B.

Asbab Al-Nuzul 1. Pengertian Asbab al-Nuzul Asbab al-Nuzul dalam bahasa Indonesia, adalah sebab-sebab turunnya ayat al-Qur‟an. Al-Qur‟an diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW, diantaranya ada yang turun tanpa suatu sebab, karena semata-mata hanya untuk memberikan petunjuk kepada Mahluk-Nya tentang kebenaran, dan ada pula yang turun karena adanya sebabsebab tertentu.

2

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,... hlm. 92.

3

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,... hlm. 810.

48

Menurut Muhammad Amin Suma, yang mengutip pendapat al-Zarkani

dan Subhi al-Salih adalah sebagai

berikut; Definisi Asbab al-Nuzul menurut rumusan al-Zarkani adalah sebagai berikut; „‟Sebab turun ayat ialah, suatu atau beberapa

ayat

yang

karenanya

diturunkan

untuk

membicarakan atau menerangkan hukumnya pada saat peristiwa terjadi‟‟. Menurut Subhi al-Salih menerangkan sebagai berikut; „’Sebab nuzul ialah sesuatu yang oleh karnanya suatu ayat atau beberapa ayat yang memuat sebabnya itu diturunkan, untuk memberi jawaban kepada sebabnya atau untuk menerangkan hukumnya pada waktu terjadi peristiwa itu.‟‟ 4 Kedua definisi ini pada hakekatnya sama, tidak ada perbedaan diantara keduanya, kecuali hanya sedikit pada redaksinya. Keduanya dapat memberikan pengertian bahwa sebab turunnya ayat al-Qur‟an ada kalanya berbentuk pertanyaan yang diajukan kaum muslimin dan non muslim kepada Rasulullah SAW., lalu turunlah suatu ayat atau beberapa ayat untuk menerangkan hal yang berkaitan dengan peristiwa

tersebut

atau

memberi

jawaban

terhadap

pertanyaan yang diajukan itu.

4

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2013), hlm. 205.

49

Dalam karya Muhammad Amin Suma yang mengutip pendapat Muhammad Sa‟id Ramadhan Al-Buthi, dilihat dari Sudut pandang sebab-sebab ayat al-Qur‟an diturunkan, ayat al-Qur‟an diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar, yakni; kelompok ayat-ayat yang dapat diketahui asbab alNuzulnya dan tidak dapat diketahui. Atau dalam ungkapan al-Buthi,

ada

kelompok

ayat

yang

penurunannya

dipertautkan dengan sejumlah sebab dan kejadian yang melatar belakanginya; dan ini jumlahnya relatif lebih banyak. Sedangkan sebagian ayat yang lain, turun tanpa ada sebab Nuzul yang mendahului ini pada umumnya ialah ayatayat yang bertalian dengan kisah umat manusia masa lalu serta sifat-sifat surga dan neraka5 Dengan demikian, memang tidak semua ayat ada asbab al-Nuzulnya, akan tetapi karena ayat al-Qur‟an bagaikan untaian permata yang saling berhubungan di setiap ujungnya, maka sebab turunnya ayat yang tidak dijelaskan dalam hadits, kisah Nabi dan lainnya masih berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya. 2. Asbab Al-Nuzul QS. Al-Baqarah Ayat 151 Asbab Al-Nuzul pada Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151, masih berkaitan dengan ayat sebelumnya (Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 150). Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur asSuddi dengan sanad-sanadnya , dia berkata, „Ketika kiblat 5

Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, hlm. 208.

50

shalat Rasulullah dipindahkan ke arah Ka‟bah setelah sebelumnya ke arah Baitul Maqdis, orang-orang musyrik Mekah berkata, „Muhammad bingung dengan agamanya sehingga kiblatnya mengarah kepada kalian. Dia tahu bahwa kalian lebih benar darinya dan dia pun akan masuk ke dalam agama kalian.6 Dalam tafsir An-Nur menyebutkan Asbab al-Nuzul pada Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151, berkaitan dengan komentar-komentar orang kafir pada ayat sebelumnya yaitu berkenaan dengan perubahan kiblat dari bait al-Maqdis ke Masjid al-Haram. Ketika Nabi Muhammad SAW. masih bermukim di Mekkah, jika beliau shalat selalu menghadap ke arah batu yang berada di masjid al-Aqsa (Bait al-Maqdis) Yerusallem, sebagaimana dilakukan para Nabi Bani Israil sebelumnya. Akan

tetapi,

Nabi

Muhammad

SAW.

sangat

menginginkan berkiblat ke Ka‟bah dan selalu berharap semoga Allah SWT. mengganti kiblat yang berlaku dari Bait al- Maqdis ke Ka‟bah di Masjidil Haram. Lantaran ini, Nabi SAW. mengumpulkan antara menghadap ke Ka‟bah dan ke Sakhrah dengan cara shalat di sebelah selatan Ka‟bah dan menghadap ke utara. Tetapi setelah bermukim di Madinah, saat shalat Nabi SAW. hanya menghadap ke Bait al-Maqdis, 6

Jalaluddin as-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 58.

51

karena tidak bisa mengumpulkan keduanya, seperti halnya saat masih berada di Mekah, enam belas bulan lamanya Nabi SAW.

berkiblat ke Bait al-Maqdis saat beribadah.

Selama dalam rentang waktu itu, Nabi selalu berharap kepada Allah supaya menjadikan Ka‟bah sebagai kiblat umat Islam, karena Ka‟bah adalah kiblat Nabi Ibrahim.7 3. Asbab Al-Nuzul QS. Ali „Imran Ayat 164 Al-Qur‟an

Surat

Ali „Imran

ayat 164,

turun

serangkaian dengan ayat-ayat sebelumnya. Diriwayatkan, ketika tersebar isu bahwa Nabi Muhammad SAW. mati terbunuh dalam perang Uhud, maka para Munafik berkata pada kawannya; „siapa yang akan menjadi utusan kepada Ibnu Ubay agar dia meminta keamanan kepada Abu Sufyan untuk kita?. Adapula diantara mereka yang berkata; seandainya Muhammad SAW. adalah Nabi, tentu tidak terbunuh. Kembalilah kamu (muslim) kepada saudara-saudaramu dan agamamu dahulu. Dengarlah Abu Sufyan berkata, „kami mempunyai

Uzza

(nama

berhala)

dan

kamu

tidak

mempunyainya.‟‟ Pada

awalnya

kaum

muslimin

telah

berhasil

memenangkan peperangan, akan tetapi karena sebagian dari mereka berambisi untuk mengambil harta rampasan dan 7

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, (Jakarta: Cakrawala Publishing), Jilid 1, hlm.146.

52

meninggalkan posko, maka lawan balik menyerang kepada sebagian yang tersisa di posko, hingga akhirnya kaum muslimin terkalahkan. 8 Al-Kalbiy dan Al-Muqotil meriwayatkan, bahwa ayat-ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan pasukan panah ketika meninggalkan posisinya karena bermaksud meraih ghanimah, maka apa yang diambilnya itu adalah untuknya. Kami merasakan khawatir, jika nanti ghanimah tidak dibagikan kepada kita, seperti yang telah beliau lakukan pada waktu perang Badar. Kemudian

Nabi

Muhammad

SAW.

bersabda,

„‟bukankah kalian aku tugasi jangan meninggalkan posisi itu sebelum ada perintah dariku?‟‟ mereka menjawab, „„kami tinggalkan saudara-saudara kami dalam keadaan siaga.‟‟ Kemudian dijawab oleh Nabi SAW. „Bahkan kalian mengira kami akan menggelapkan ghanimah dan tidak membagibagikannya.‟‟9 Dengan latar belakang ini, maka Allah SWT. menurunkan serangkaian ayat ini. 4. Asbab Al-Nuzul QS. Al-Jumu‟ah Ayat 2 Sebab turun

Qs. Al-Jumu‟ah ayat 2, tidak bisa

terlepas dari ayat sebelumnya. Ayat ini turun berkaitan dengan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. dan 8

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 442. 9

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 207.

53

kepada umat beliau. Bila dibandingkan dengan Nabi dan umat-umat sebelumnya, maka Nabi Muhammad SAW. dan umatnya adalah mahluk yang paling mendapat keutamaan. Sebagaimana dijelaskan dalam surat sebelumnya yaitu surat As-Shaff ayat 6;  ...         ..Dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." 10  ...        Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka.‟‟ 11 Semua itu merupakan isyarat bahwa dialah yang dinubuwahkan oleh Isa.as. 12 Berdasarkan

kedua

Ayat

di

atas

bahwasanya

kedatangan Nabi sudah diprediksikan kalau beliau adalah utusan bagi umatnya, yang pada akhirnya mampu memberikan perubahan sosial dan kebijakan yang mampu eksis di dunia.

10

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,...hlm. 808.

11

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,...hlm. 810.

12

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 149.

54

C.

Penafsiran 1. Pengertian Tafsir Menurut Ahmad Von Deffer yang mengutip karya Zarkasyi, Kata tafsir berasal dari kata (َ‫ )فَّسَر‬fassara yang artinya menjelaskan atau menerangkan, ia juga berarti penjelasan atau penafsiran (interpretasi). Dalam pengertian praktis,

kata

penafsiran,

tafsir

atau

dipergunakan

komentar

terhadap

untuk

penjelasan,

al-Qur‟an,

yang

mencangkup seluruh cara untuk memperoleh pengetahuan yang akan membantu ke arah pemahaman yang wajar tentangnya, yaitu dengan cara menjelaskan makna yang dikandungnya atau memperjelas implikasi legalnya. 13 2. Penafsiran Ayat dalam QS. Al-Baqarah ayat 151 Tafsir lafadh         Sungguh

Aku

Allah

SWT.

berkehendak

menyempurnakan nikmat-Ku kepada kalian,

yakni

dengan memberikan kekuasaan kepada kalian terhadap Baitullah yang aku jadikan sebagai kiblat kalian dan membersihkan kalian dari penyembahan berhala. Allah SWT. juga menyempurnakan nikmat dengan mengutus seorang Rasul

dari kalangan sendiri, yakni Nabi

13

Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), hlm. 141.

55

Muhammad SAW. Kiblat berada di negara umat Islam dan Rasul adalah dari kalangan mereka sendiri. Rasul SAW. membacakan ayat-ayat Allah yang membimbing ke jalan yang benar, rasul SAW. memberi petunjuk ke jalan hidayah. Hidayah tersebut adalah ayatayat al-Qur‟an dan lain-lain yang merupakan bukti dan dalil yang menunjukkan keesaan dan keagungan Allah SWT., serta menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. yang maha mengatur tatanan langit dan bumi.14 Tafsir An-Nuur menjelaskan ayat ini menerangkan dalil dan keterangan yang menunjukkan kepada keesaan Allah SWT. dan kebesaran kodrat (kekuasaan)Nya, serta keindahan tasharuf

(pengelolaan, pengaturan)Nya di

langit dan di bumi. Jalan memperoleh kenikmatan yang demikian banyak itu bagi mereka mukmin dengan cara Tuhan menunjukkan kebenaran disertai dalil dan keterangan yang meyakinkan, bukan dengan jalan taklid dan menggantungkan diri kepada pendapat orang lain. Dengan

jalan

itu

akal

memiliki

kemerdekaan

(kebebasan) berfikir dan jadilah agama sebagai petunjuk dan pembimbing bagi akal. 15

14

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993), Juz 2, hlm. 28. 15

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm.154.

56

b. Tafsir kalimat  Rasulullah SAW. membersihkan jiwa umat manusia dari berbagai kotoran perbuatan yang hina, seperti kebiasaan

jahiliyyah

yang

merajalela.

Misalnya

mengubur anak perempuan hidup-hidup, membunuh anak dengan maksud meringankan beban penghidupan, dan gemar mengalirkan darah lantaran persoalan yang sangat sepele.

Di samping itu, Rasulullah SAW. selalu

menanamkan benih akhlak yang mulia, sehingga kalian menjadi manusia yang mempunyai akhlak karimah. Dengan bekal kesucian ini, akhirnya mereka bisa mampu menundukkan kerajaan-kerajaan

besar yang

tadinya menghina mereka. Mereka memperkenalkan kepada

semua

bangsa

berupa

keutamaan

dan

keistimewaan, termasuk keadilan dan politik yang baik di dalam mengatur umat manusia. Cara inilah yang menyebabkan umat manusia tertarik kepada Islam. 16 Tafsir An-Nuur memiliki persepsi sama dalam memaknai lafal wayuzakkiikum, Bahwa dia Muhammad SAW. membersihkanmu dari kerendahan budi ketika itu meluas di kalangan bangsa Arab, seperti mengubur anakanak perempuan dan anak laki-laki untuk membebaskan

16

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hlm.28.

57

diri dari mencari nafkah, serta menumpahkan darah hanya karena sebab-sebab sepele. 17 Tafsir kalimat  “Serta

mengajarkan

kepada

Kamu

al-Kitab”,

ditafsirkan dalam kalimat tersebut mencakup segala hal yang disebutkan di muka, yaitu pembacaan ayat-ayat alQur‟an dan penjelasan terhadap materi pokok di dalamnya, yaitu hikmah. Hikmah adalah buah pendidikan dari kitab ini, yakni penguasaan yang benar dan datang bersama hikmah pada suatu masalah, dengan suatu timbangan yang benar serta mengetahui tujuan perkaraperkara dan arahan-arahannya. Begitu juga akan terealisir hikmah ini secara masak mendapatkan bimbingan dan penyucian dari Rasulullah SAW. dengan ayat-ayat Allah.18 Allah SWT. mengajarkan kepada kalian bagaimana cara membaca al-Qur‟an, Nabi SAW. juga menjelaskan kepada kalian masalah-masalah yang masih samar yang tersebut dalam al-Qur‟an. Baik itu yang berupa hukum,

17

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm.154. 18

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin, dkk.(Jakarta: Gema Insani, 2000), jil. 1, hlm. 167-168.

58

petunjuk dan rahasia-rahasia Allah SWT., dan kenapa alQur‟an itu sebagai petunjuk dan cahaya bagi manusia. 19 Begitu juga dalam tafsir an-Nuur menjelaskan, Dia mengajarkan kepadamu isi kandungan al-Qur‟an yaitu hikmat-hikmat ketuhanan dan rahasia kerabbanian, yang karena itu al-Qur‟an juga dikatakan sebagai hudan dan nur.20 d. Tafsir kalimat  Hikmah ialah pengetahuan yang disertai dengan berbagai rahasia dan manfaat hukum, sehingga dapat mendorong seseorang untuk mengamalkannya sesuai dengan petunjuk. Sebab, apa yang dilakukan Nabi SAW. ketika di rumah, di hadapan sahabat, dalam keadaan perang dan damai, safar, mukim,

bersama dengan mayoritas dan

minoritas sahabat, semuanya merupakan penjelasan bagi globalnya al-Qur‟an, di samping penjelasan terhadap kesamaan makna al-Qur‟an. Jadi secara tidak langsung semuanya itu merupakan keterangan yang menjelaskan hukum-hukum Allah SWT., rahasia, manfaat yang terkandung di dalam hukum tersebut.

19

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hlm.29.

20

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm.154.

59

Jika tidak terdapat penjelasan melalui perbuatan Nabi SAW. tersebut, maka sangat sulit bagi bangsa Arab yang pecah belah dan bermusuhan untuk bersatu, saling pengertian dan saling persaudaraan menuju berkembang biaknya ilmu pengetahuan dan pengaturan umat manusia. Nabi Muhammad SAW. mencurahkan perhatian kepada para sahabat untuk memperdalam masalah agama sampai memahami rahasia-rahasia yang ada di dalamnya. Dengan demikian, mereka banyak dikenal sebagai ulama dan hakim yang adil, cerdik dan mempunyai kualitas tersendiri. Berkat sentuhan bimbingan Nabi SAW., seorang sahabat saja akan mampu mememerintahkan suatu imperium dan menegakkan keadilan dengan pengaturan politik yang luar biasa. 21 e. Tafsir kalimat    Al-Maraghi menjelaskan bahwa, „Nabi Muhammad SAW. juga mengajarkan pengetahuan yang tidak bersumber dari akal dan analisa. Pengetahuan tersebut hanya bisa diperoleh melalui wahyu, seperti pemberitaan tentang alam ghaib, perjalanan para Nabi dan riwayat terdahulu yang masih tampak kurang jelas bagi kalian,

21

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hlm. 30.

60

dan kisah-kisah yang sama sekali tidak diketahui oleh ahli kitab.22 Kalimat “mengajarkan apa yang mereka belum ketahui”, ini merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui sekian cara. Memang sejak dini al-Qur‟an mengisyaratkan dalam wahyu pertama Iqra, bahwa ilmu yang diperoleh manusia diraih dengan dua cara. Pertama, upaya belajar mengajar, dan kedua anugerah langsung dari Allah SWT. berupa ilham dan intuisi.23 3. Penafsiran Ayat dalam QS. Ali „Imran Ayat 164 a. Tafsir lafadh            Sesungguhnya Nabi SAW. berasal dari mereka. Maksudnya beliau berasal dari kalangan bangsa Arab. Dengan demikian mereka akan lebih cepat menanggapi ajakannya, mengambil hidayah dan petunjuknya. Sang Nabi akan lebih dipercaya oleh mereka dibandingkan jika beliau bukan berasal dari kalangan mereka. 24 Dalam

Tafsir

An-Nuur

menjelaskan

Rasul

Muhammad SAW., yang dilahirkan di negeri mereka, 22

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hlm. 30.

23

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hlm. 432. 24

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 214.

61

senantiasa bersifat benar, memelihara amanat, menyeru kepada Allah SWT., berpaling dari dunia, tidaklah patut disangka berkhianat. Tampilnya Nabi SAW. dari golongan mereka sendiri adalah suatu nikmat Allah Yang Maha Besar yang dicurahkan kepada mereka yang beriman. Orang mukmin pada ayat ini adalah umat beriman yang mengambil manfaat dengan kedatangan Nabi SAW. Walaupun Nabi Muhammad SAW. berasal dari suku Arab,

beliau

adalah

rahmat

bagi

segala

alam.

Sebagaimana dalam Tafsir Al-Manar, menjelaskan bahwa min anfusihim adalah jenis manusia bukan jenis Arab. Seperti yang termakktub dalam QS. Al-Anbiya ayat 107. wamaa arsalnaaka illa rahmatil lil ‘aalamiin. Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.25 b. Tafsir kalimat   Nabi membacakan untuk mereka ayat-ayat Allah SWT. yang menunjukkan kekuasaan, keesaan dan pengetahuan-Nya, agar jiwa manusia terarah padanya untuk mengambil faedah dan teladan darinya.

25

26

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 443. 26

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 215.

62

Artinya

Nabi

Muhammad

menyampaikan

dan

membacakan ayat-ayatnya kepada kaumnya. c. Tafsir kalimat  Sesungguhnya Nabi Muhammad menyucikan dan membersihkan jiwa mereka dari akidah palsu, bujukanbujukan wasaniy dan kotorannya. Sebab, bangsa Arab dan lainnya sebelum Islam, hidup dalam kekacauan akhlak, akidah dan etika. Kemudian Nabi Muhammad SAW.

mencabut dari mereka akar-akar wasaniy dan

mengenyahkan akar-akar bathil dari akidah mereka. Seperti kepercayaan mereka bahwa dibalik sebab-sebab alam yang berkaitan dengan kejadian-kejadian itu, terdapat pula manfaat-manfaat yang bisa diharapkan dan bahaya yang dikhawatirkan. Hal tersebut timbul dari sebagian mahluk.27 Muhammad SAW. membersihkan dan menyucikan mereka dari segala kepercayaan yang sesat. Muhammad menyuruh mereka mengerjakan yang Ma‟ruf

dan

meninggalkan yang munkar. 28

27

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 216.

28

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 454.

63

d. Tafsir kalimat     Nabi SAW. mengajari mereka al-Kitab (al-Qur‟an) dan hikmah (Hadits). Mengajarkan al-Kitab berarti memaksakan mereka agar mau belajar menulis dan membebaskan mereka dari kebuta hurufan menuju cahaya dan ilmu pengetahuan. Nabi SAW. minta agar mereka menulis al-Qur‟an dan beliau membentuk sekretaris-sekretaris wahyu. 29 Kemudian beliau menulis surat-surat untuk para raja dan pemimpin kabilah di seluruh penjuru dan wilayah yang cukup terkenal, mengajak mereka masuk Islam. Sehingga tulis menulis tersiar di kalangan mereka. Peradaban mereka menjadi semakin besar, kekuasaan mereka pun bertambah luas. Dengan demikian, mereka mampu menguasai umat yang dulunya mempunyai kekuasaan, pengaruh, dan kekuatan yang besar pada masa itu. Begitu pula Nabi Muhammad SAW. mengajari mereka tentang hikmah (hadits), membimbing mereka memahami segala sesuatu dan mengetahui rahasiarahasianya, memahami hukum-hukumnya, menjelaskan masalah dan hukum yang terkandung di dalamnya (alQur‟an melalui hikmah/hadits). Kemudian Nabi SAW. 29

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 217.

64

memberikan petunjuk

mengenai cara-cara mengambil

istidlal, cara-cara mengetahui hakikat segala perkara dengan bukti-bukti (argumentasi-argumentasinya).30 Dalam Tafsir An-Nuur dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW. mendidik mereka untuk mempelajari ilmu tulis dan ilmu baca. Muhammad SAW. memang berhasil membebaskan umatnya yang buta huruf menjadi umat yang hidupnya disinari ilmu pengetahuan. Mereka diperintahkan menuliskan al-Qur‟an. Hak itu mendesak mereka untuk belajar menulis dan membaca. Nabi SAW. sendiri mengangkat beberapa orang penulisnya. Dengan usaha itu berkembanglah pelajaran tulis baca di kalangan bangsa Arab.31 Pada Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an dijelaskan “...Dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah...” orang-orang yang dituju dalam firman ini adalah orangorang pribumi yang bodoh-bodoh, yang tidak tahu tulis baca dan lemah pikirannya. Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun yang berbobot untuk ukuran internasional dalam bidang apapun. Mereka pun tidak mempunyai cita-cita yang besar dalam kehidupan mereka

30

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 218.

31

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 454.

65

yang

melahirkan

pengetahuan

yang

bertaraf

internasional dalam bab apapun. Maka risalah inilah yang menjadikan mereka sebagai guru jagad, hukama atau pemberi kebijakan dunia, dan pemilik akidah, pemikiran, sistem sosial, dan tata aturan yang menyelamatkan manusia secara keseluruhan dari Jahiliahnya

pada

peranannya

dalam

masa

itu.

perjalanan

Mereka ke

dinantikan

depan

untuk

menyelamatkan kemanusiaan dari kejahiliahan modern yang mengekspresikan segala ciri khas jahiliyah tempo dulu,

baik

dalam

bidang

akhlak,

sistem

sosial

kemasyarakatan, maupun mengenai pandangan mereka terhadap sasaran dan tujuan hidup, meskipun sudah terbuka bagi mereka ilmu-ilmu yang berkaitan dengan materi, produk-produk perindustrian, dan kemajuan peradaban. 32 e. Tafsir kalimat        Sungguh mereka sebelum masa kenabian berada dalam kesesatan yang nyata. Sebab tidak ada kesesatan yang lebih parah selain kesesatan suatu kaum yang musyrik kepada Allah SWT. dengan menyembah berhala-berhala, dan mereka memperturutkan khayalan-

32

Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin, dkk...Jil.2, hlm.

205.

66

khayalan mereka. Tetapi selain itu, mereka juga orangorang umiy, tidak bisa membaca dan menulis, sebagai suatu sarana yang bisa membimbing mereka untuk mengetahui kesesatan yang sedang mereka alami selama ini. Sesungguhnya Allah SWT. Menjadikan kenabian ini sebagai anugerah. Sebab beliau diturunkan sesudah malapetaka atau kejahiliyahan sehingga hal itu terasa amat agung di hati mereka. Sebab diutusnya rasul sebelumnya sudah sangat lama. Mereka tidak mengetahui kebenaran, sehingga manfaatnya lebih luas dirasakan dan lebih merasuk ke dalam hati. 33 Muhammad SAW. diangkat menjadi rasul atau sebelum Islam turun, orang-orang mukmin berada dalam kesesatan

yang nyata. Mereka penyembah berhala.

Selain itu mereka juga buta huruf, tidak mampu membaca dan menulis.34 4. Penafsiran Ayat QS. Al-Jumu‟ah Ayat 2 a. Tafsir lafadh

    

Dialah yang mengutus rasul-Nya SAW. kepada bangsa yang umiiy, yang tidak membaca dan tidak pula menulis, yaitu orang-orang Arab. Telah dikeluarkan dari Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan An-Nasai dari Ibnu 33

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 218.

34

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 455.

67

„Umar. beliau mengatakan, „kami adalah Ummiy. Kami tidak menulis juga tidak menghitung.‟‟ Rasul ini

termasuk mereka, yaitu seperti mereka.

Namun demikian, ia membacakan kepada mereka ayatayat al-Kitab untuk menjadikan mereka suci dari kotorankotoran akidah dan amal perbuatan, dan untuk mengajari mereka syari‟at dan urusan-urusan intelektual yang menyempurnakan jiwa dan mendidiknya.35 Dalam

tafsir

An-Nur

menjelaskan

salah

satu

keutamaan Allah SWT. adalah mengutus Muhammad SAW. untuk menjadi panutan segenap manusia dan penutup seluruh rasul. 36 Walaupun Nabi Muhammad SAW. diutus pada umat yang umi, Rasulullah SAW. mampu membawa umatnya menjadi lebih memahami ajaran-Nya. b. Tafsir    Nabi Muhammad SAW. membacakan kepada mereka ayat-ayat al-Qur‟an yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan mereka menuju kebaikan dua kampung, sedang dia pun seorang umi yang tidak dapat membaca, menulis agar kenabiannya tidak diragukan dengan kata-

35

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, hlm. 152.

36

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 336.

68

kata mereka, bahwa dia telah mengambilnya dari kitabkitab orang terdahulu. 37 Begitu juga dalam tafsir An-Nuur menjelaskan bahwa Nabi Muhammad bertugas membacakan ayat-ayat Allah SWT. kepada mereka, meskipun Muhammad SAW. sendiri tidak pandai menulis dan membaca.38 c. Tafsir kalimat  Selain bertugas membacakan ayat-ayat Allah SWT., Nabi Muhammad SAW. juga bertugas membawa manusia kepada kesucian jiwa, kebersihan budi pekerti, serta menumbuhkan perasaan yang hidup pada diri mereka.39 Dalam

tafsir

al-Maraghi

menjelaskan

Nabi

Muhammad SAW. memiliki tugas untuk mensucikan mereka dari kotoran-kotoran kemusyrikan dan akhlakakhlak jahiliyyah, menjadikan mereka kembali dan takut kepada Allah SWT. dalam perbuatan dan ucapan, serta tidak tunduk kepada kekuasaan makhluk selain Allah SWT., baik itu malaikat, manusia ataupun batu.40 37

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, hlm. 153.

38

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 336. 39

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 336. 40

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, hlm. 154.

69

d. Tafsir kalimat   Dan mengajarkan mereka syari‟at, hukum dan hikmah serta rahasianya. Sehingga mereka tidak menerima sesuatu pun dari padanya dengan rindu dan puas . 41 Dia pula yang telah mengajarkan al-Qur‟an

dan

hikmah yang berguna, yang dapat kita petik dari ucapannya dan perbuatannya. Dialah teladan yang utama dan pemimpin agung yang menuntun umat-Nya kepada jalan yang benar dan membawanya kepada ilmu pengetahuan dalam segala bentuknya. 42 e. Tafsir kalimat    Orang-orang Arab dahulu berada dalam agama ibrahim. Kemudian mereka mengganti, mengubah dan menggeser tauhid untuk menjadi syirik, dan yakin menjadi ragu-ragu. Mereka telah mengada-adakan halhal yang tidak diizinkan Allah SWT., sehingga akan bijaksanalah jika Allah SWT. mengutus Muhammad SAW. dengan membawa syari‟at besar yang di dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia, penjelasan mengenai urusan-urusan dunia dan akhirat yang mereka butuhkan, seruan yang membawa keridaan Allah SWT. dan 41

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, hlm. 154.

42

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 336.

70

kenikmatan dalam syurga-syurgaNya yang penuh nikmat, dan larangan yang menyebabkan kemurkaan-Nya dan mendekatkan pada neraka. 43 Dengan

begitu

Allah

SWT.

mengutus

Nabi

Muhammad SAW. membawa satu agama yang benar dan merupakan pelita hidup bagi seluruh manusia. Nabi mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka. selain itu juga membersihkan jiwa mereka dari kotoran syirik dan pekerti-pekerti yang buruk.44 D.

Munasabah 1. Pengertian Munasabah Menurut bahasa Munasabah berarti persesuaian atau hubungan atau relevansi. Yaitu hubungan persesuaian antara ayat dan surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya. Dalam hal ini ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain. Menurut istilah ilmu munasabah atau ilmu Tanasubi Ayati Was Suwari

ialah

ilmu

untuk

mengetahui

alasan-alasan

penertiban dari bagian-bagian al-Qur‟an yang mulia. 45 43

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 28, hlm. 154.

44

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 336. 45

Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998), hlm.

154.

71

Menurut Quraish Shihab, munasabah dari segi bahasa bermakna

kedekatan.

Nasab

adalah

kedekatan

antar

hubungan antara seseorang dengan yang lain disebabkan oleh hubungan darah atau keluarga. Ulama-ulama al-Qur‟an menggunakan kata munasabah untuk dua makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-ayat al-Qur‟an satu dengan lainnya. Ini dapat mencakup banyak ragam, antara lain; a. Hubungan kata demi kata demi kata dalam satu ayat. b. Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya. c. Hubungan kandungan ayat dengan fashilah atau penutupnya d. Hubungan surah dengan surah berikutnya. e. Hubungan awal surah dengan penutupnya f.

Hubungan nama surah dengan tema utamanya.

g. Hubungan uraian akhir surah dengan uraian awal surah berikutnya. Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat lain, misalnya pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak bersyarat, dan lain-lain. QS. al-Maidah ayat 3, misalnya, menjelaskan aneka makanan yang haram, antara lain darah. Tetapi QS. al-An‟am ayat 145, menjelaskan bahwa yang haram adalah darah yang mengalir.

72

Nah, ada munasabah antara ayat al-Maidah dan al-An‟am yang disebut di atas. 46 2. Munasabah QS. Al-Baqarah Ayat 151, QS. Ali „Imran Ayat 164, dan QS. Al-Jumu‟ah Ayat 2 Al-Qur‟an Surat al-Baqarah, berkaitan dengan surat sebelumnya

(al-Fatihah)

adalah

bahwa

al-Faatihah

membahas pokok-pokok pembicaraan al-Qur‟an. Sementara Qur‟an Surat al-Baqarah memerinci sebagian dari persoalanpersoalan pokok yang ditekankan oleh al-Faatihah.47 Kaitan ayat dalam Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151 dengan ayat 150 yaitu, setelah Allah SWT. menjelaskan Hujjah

kepada

ahlu

kitab,

kemudian

Allah

SWT.

menjelaskan bahwa sebenarnya mereka mengetahui Nabi Muhammad SAW. itu benar-benar Nabi. Mereka pun mengetahui kenabian Muhammad SAW. seperti halnya mereka mengetahui tentang anak-anak mereka. Keingkaran mereka terhadap pemindahan kiblat merupakan bentuk sikap takabur dan kekafiran mereka. Mereka sangat sadar, bahwa jika mengimani kenabian seperti Muhammad SAW., maka jelas apa yang dilakukan Nabi adalah Wahyu hingga kaum

46

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 243-244. 47

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1,

hlm. 30.

73

mereka akan tunduk kepada Muhammad SAW. dan hal inilah yang tidak pernah engkau sukai. 48 Dalam tafsir An-Nuur

menjelaskan hubungan

rangkaian ayat al-Qur‟an Surat al-Baqarah: 144-152, bahwa Allah mempersiapkan kamu Muhammad SAW. dengan hal demikian (perubahan kiblat) agar kamu mendapat petunjuk dan membuat kamu tetap dalam kebenaran. 49 Kemudian kaitan atau kedekatan ayat pada Qur‟an Surat al-Baqarah: 151 dengan Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, bahwa pada Surat al-Baqarah: 151 menyebutkan

Nabi

Muhammad SAW. membacakan ayat-ayat Allah SWT. Dan mensucikan kamu. Kemudian dalam Qur‟an Surat Ali „Imran: 164, memperkuat dengan mengulangi makna yang sama yaitu, Rasul Muhammad SAW. membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan mensucikan mereka.50 Ayat sebelumnya menjelaskan tentang pelanggaran terhadap ajaran Allah SWT. Seperti menyembunyikan harta rampasan, yang apabila mereka tidak melakukannya, mereka takut tidak akan mendapatkan bagian dari harta

48

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hlm. 21.

49

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 152. 50

Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014), hlm. 432.

74

rampasan.51 Kemudian di ayat 164 ini Allah SWT. menambahi penjelasan-Nya, tentang hukum-hukum jihad yang garis besarnya ialah menahan diri tidak melakukan tindakan penggelapan ghanimah.52 Yang pada intinya Allah SWT.

memberikan

tugas

kepada

Rasulullah

untuk

memberikan nasehat yang baik dan lurus. Dalam surat al-Baqarah, Tuhan memperingatkan kita tentang penciptaan Adam, sedangkan dalam surat Ali „Imran ini, Tuhan memperingatkan kita tentang kejadian Isa. Keduanya, Adam dan Isa, diciptakan tidak menurut sunah atau hukum yang lazim, sebagaimana mahluk atau manusia yang lain. Dalam kedua surat itu, Tuhan membantah pendapat dan keyakinan ahlul kitab. Di dalam surat al-Baqarah, Tuhan memberikan uraian yang panjang mengenai bantahan-Nya terhadap pendapat dan perilaku kaum Yahudi dan memendekkan penjelasanNya yang berkaitan dengan

paham dan perilaku orang-

orang Nasrani. Dalam surat Ali „Imran ini sebaliknya. Hal ini karena kaum Nasrani lahir

sesudah bangsa Yahudi,

sehingga pembicaraan mengenai mereka ditempatkan sesudah pembicaraan bangsa Yahudi. 53 51

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 453. 52

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 207.

53

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 1, hlm. 521.

75

Dan di akhir surat, baik Qur‟an Surat Al-Baqarah dan surat Ali „Imran masing-masing diakhiri dengan do‟a. Dalam surat Ali-„Imran diakhiri dengan do‟a permohonan diterimanya seruan agama dan pembalasan di akhirat. Kemudian, kesesuaian surat al-Jumu‟ah dengan surat sebelumnya (Surat Ash-Shaff) adalah sebagai berikut; Surat sebelumnya, Allah SWT. menjelaskan keadaan Musa dan keutamaan umatnya untuk menggariskan suatu perbedaan antara Bani Israil dan umat Muhammad SAW. Dalam surat sebelumnya, Allah

SWT. menjelaskan

pernyataan Isa terhadap diri pribadi Muhammad, sedangkan dalam surat ini, Tuhan menandaskan bahwa Muhammad SAW. itu Nabi yang kedatangannya telah diberitahukan oleh Isa. as. Surat yang telah lalu diakhiri dengan perintah Jihad yang dinamakan „Tijarah Rabihah’’ (Perniagaan

yang

menghasilkan keuntungan), sedangkan surat ini diakhiri dengan

perintah

menghadiri

jamaah

shalat

Jum‟at;

berjamaah di masjid lebih baik dari pada terus disibukkan oleh dagang dan bekerja. 54 Dengan melihat berbagai penjelasan dan penafsiran di atas, maka QS. Al-Baqarah ayat 151, QS. Ali „Imran ayat 164, berkaitan juga dengan QS. Al-Jumu‟ah ayat 2, maka 54

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 335.

76

ketiga ayat ini ada kedekatan maknanya dan memiliki kesesuaian. Ketiga ayat ini sama-sama membahas tentang proses pembelajaran yang dilakukan oleh Nabi kepada umatnya. Yaitu di dalamnya

sama-sama menjelaskan

tentang tahap-tahap Rasulullah SAW. dalam membina

‫يَتْهُىا عَهَيْكُمْ ءَايَاتِىَا‬

umatnya. Pertama,

membacakan

kepada kalian ayat-ayat, kedua ْ‫ وَيُزَكّيْكُم‬membersihkan, dan ketiga

َ‫وَيُعَهِمُهُمُ انْكِتَاب وَانْحِكْمَة‬

dan mengajarkan kitab

dan hikmah. E.

Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam QS. Al-Baqarah Ayat 151, QS. Ali ‘Imran Ayat 164, dan QS. Al-Jumu’ah Ayat 2 1. Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam QS. Al-Baqarah Ayat 151 Konsep Tujuan Pendidikan Islam yang dimaknai sebagai sebuah konsep pendidikan menuju perubahan yang lebih baik,

dengan melihat Asbab Al-Nuzul, munasabah

dan penafsiran ayat, maka dalam QS. Al-Baqarah Ayat 151 mengandung Konsep Tujuan Pendidikan Islam. Di dalam ayat tersebut terdapat relevansi dengan konsep tujuan pendidikan Islam. Yaitu Rasulullah SAW. sebagai pendidik jagad raya ini, beliau mengajarkan bagaimana cara melatih diri agar senantiasa sadar akan segala nikmat Allah SWT. yang telah diberikan kepada hamba Allah SWT. Nikmat itu

77

terlalu banyak dan besar sehingga tidak dapat dihitung sama sekali, sehingga kesyukuranlah yang harus dipanjatkan kepada Allah SWT. Salah satu nikmat yang tiada tara adalah Allah SWT. telah mengutus hambanya yang beriman yaitu Rasulullah SAW., untuk mengabdikan dirinya kepada umatnya dengan cara yang baik dan tulus untuk mengajarkan apa yang telah dimiliki kepada umatnya. Oleh karena itu, terdapat kaitan dalam QS. AlBaqarah Ayat 151 dengan konsep tujuan pendidikan Islam yaitu

terletak pada kata

yuzakkiihim dan yu’allimu.

Rasulullah SAW. adalah pendidik bagi para umatnya. Berbagai tahap menuju konsep tujuan tersebut, Pertama menyucikan bangsa Arab, yang tadinya masih dalam keadaan tersesat. Kedua mengajarkan al-Kitab dan alHikmah kepada umatnya hal-hal yang belum diketahui. Kalimat “mengajarkan apa yang mereka belum ketahui”, ini merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui sekian cara. Memang sejak dini al-Qur‟an mengisyaratkan dalam wahyu pertama Iqra, bahwa ilmu yang diperoleh manusia diraih dengan dua cara. Pertama, upaya belajar mengajar, dan kedua anugerah langsung dari Allah SWT. berupa ilham dan intuisi.55 55

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), hlm. 432.

78

2. Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam QS. Ali „Imran Ayat 164 Setelah mengamati asbab al-Nuzul, munasabah, dan penafsiran ayat. Bahwa ayat dalam QS. Ali „Imran Ayat 164 memiliki korelasi dengan ayat dalam QS. al-Baqarah ayat 151. Penulis dapat memberikan gambaran bahwa pada ayat ini terdapat konsep tujuan pendidikan Islam yang tidak jauh berbeda dengan Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151. Menyambung dari konsep tujuan pendidikan Islam pada Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 151, bahwa pada ayat ini terdapat konsep tujuan pendidikan Islam yang mengarahkan pada perubahan sosial untuk masyarakat di sekitarnya. Seperti pada kalimat ٍ‫ضالَلٍ مُبِيْه‬ َ ‫وَِإنْ كَا ُوىْا ِمهْ قَبْمُ نَفِى‬ Sungguh mereka sebelum masa kenabian berada dalam kesesatan yang nyata. Seorang pendidik mengarahkan peserta didik agar mampu menjadi para pemberi kebijakan bagi masyarakat, mampu memberdayakan umat di sekelilingnya. Membawa masyarakat pada kemodernan sehingga ummat islam akan mampu bersaing dengan orang-orang non muslim, sehingga Islam kembali mengalami kejayaan. Walaupun secara sekilas itu tidak mudah, akan tetapi melihat perjuangan Rasulullah SAW. pada masa itu yang sangat gigih berjuang memajukan masayarakat Arab pada masanya, sehingga mampu mencerahkan umat manusia yang

79

dahulu kala memang dalam keadaan sesat yang nyata. Dengan demikian, pendidik memiliki peran urgent untuk menjadikan perubahan yang

signifikan

pada peserta

didiknya, lingkungan, dan masyarakatnya. 3. Konsep Tujuan Pendidikan Islam Dalam QS. Al-Jumu‟ah Ayat 2 Berdasarkan penjelasan asbab al-Nuzul, munasabah, dan penafsiran ayat dalam Qur‟an Surat al-Jumu‟ah ayat 2, dapat diambil garis merah bahwa ayat ini berkaitan dengan ayat dalam QS. al-Baqarah ayat 151, dan QS. Ali „Imran Ayat 164. Di dalamnya sama-sama menggambarkan konsep tujuan pendidikan Islam sebagai sarana perubahan sosial. Pada Qur‟an Surat al-Jumu‟ah ayat 2, Tujuan pendidikan

Islam diantaranya mengarahkan pada diri-

sendiri agar selalu memacu diri untuk berubah

menjadi

lebih baik. Baik secara vertikal dan horizontal. Ayat ini secara vertikal komponen-komponen

dalam pendidikan

mampu mengubah diri untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT. bersyukur atas

nikmat yang telah diberikan

oleh Allah SWT. Kemudian, secara tidak langsung Allah SWT. telah memberi nikmat berupa para pendidik yang bertugas menyadarkan peserta didiknya atau umatnya untuk selalu mendekatkan diri pada Allah SWT. Secara horizontal pendidik memiliki tugas untuk mengembangkan bakat

80

mereka sekaligus memberikan solusi yang tepat terhadap problem

yang

didiknya.

dimiliki

oleh

Mula-mula

masing-masing

pendidik

menyucikan

menunjukkan bahwa perbuatan tindakan

peserta atau

yang telah

dilakukan itu salah. Setelah menjelaskan bahwa tindakan peserta didiknya tidak tepat, setelah itu maka pendidik memberikan solusi. Adapun solusi yang tepat adalah dengan mengajari mereka dengan tekun. Seorang pendidik tidak boleh cepat putus asa menghadapi masyarakatnya, meskipun mereka sebelumnya masih dalam keadaan sesat atau belum tau apa-apa. Tugas

seorang

pendidik

adalah

memberikan

pengarahan yang benar secara bijak. Agar para peserta didik mudah menerimanya dengan baik dan dapat mengamalkan apa yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan

yang

diperlukan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena pada dasarnya konsep tujuan pendidikan Islam adalah mampu sebagai agen perubahan menuju kebaikan. Dengan demikian, konsep tujuan pendidikan Islam yang ideal adalah mampu mengubah masyarakat menjadi imbang secara vertikal dan horizontal.

81

BAB IV ANALISIS KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR’AN QS. AL-BAQARAH:151, ALI ‘IMRAN: 164, DAN AL-JUMU’AH: 2

A.

Konsep Tujuan Individual Dalam Pendidikan Islam Segala sesuatu yang penting dalam pendidikan Islam adalah aspek tujuan. Sebab, dengan mengetahui tujuan maka gerak langkah manusia ke depan akan sesuai dengan konsep yang diinginkan. Melihat beberapa penafsir dalam menafsirkan ayat-ayat dalam al-Qur’an; Pertama, Al-Qur’an Surat Al-Baqarah:151                   ‘Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.’’1

1

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu, 2009), hlm. 29.

82

Kedua, Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran: 164                           ‘Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orangorang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benarbenar dalam kesesatan yang nyata.’’ 2 Ketiga, Al-Qur’an Surat Al-Jumu’ah: 2                       ‘Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayatayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.’’3 Secara tersirat pada ketiga ayat di atas terdapat tujuan individual dalam pendidikan Islam. Tujuan individual dalam pendidikan Islam sangat dicerminkan oleh sikap atau perilaku 2

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,... hlm. 92.

3

Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya,... hlm. 810.

83

masing-masing individu. Sebagaimana

yang dijelaskan oleh

Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibani, bahwa tujuan-tujuan individual adalah yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu-individu

tersebut ada

perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya, dan pada pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia akhirat.4 Pada dasarnya tujuan individual ini lebih berkisar pada pembinaan pribadi dari seorang Muslim. Pada ketiga ayat ini, tercermin dalam lafadh

ْ‫سىْالً ّمِىْكُم‬ ُ َ‫ كَمَا أَرْسَهْىَا فِيْكُمْ ر‬Sungguh Aku Allah SWT. berkehendak menyempurnakan nikmat-Ku kepada kalian, yakni dengan

memberikan

kekuasaan

kepada

kalian

terhadap

Baitullah yang aku jadikan sebagai kiblat kalian dan membersihkan kalian dari penyembahan berhala. Allah SWT. juga menyempurnakan nikmat dengan mengutus seorang Rasul dari kalangan sendiri, yakni Nabi Muhammad SAW. Kiblat berada di negara umat Islam dan Rasul adalah dari kalangan mereka sendiri. Dan pada lafadh

4

Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibani, Falsafah pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399.

84

Sesungguhnya Nabi SAW. berasal dari mereka. Maksudnya beliau berasal dari kalangan bangsa Arab. Dengan demikian mereka akan lebih cepat menanggapi ajakannya, mengambil hidayah dan petunjuknya Kemudian terakhir pada lafadh

Dialah yang mengutus rasul-Nya SAW. kepada bangsa yang umiiy, yang tidak membaca dan tidak pula menulis, yaitu orangorang Arab. Telah dikeluarkan dari Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud dan An-Nasai dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan, ‘kami adalah Ummiy. Kami tidak menulis juga tidak menghitung. Pada awal dari ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT. mengutus SAW. untuk

hamba-Nya yaitu Nabi Muhammad

para umatnya. Dengan diutusnya Rasulullah

SAW., terdapat suatu kebesaran Allah SWT. yang diberikan kepada mahluk-Nya. Allah SWT.

menyempurnakan nikmat

dengan mengutus seorang Rasul SAW. dari kalangan sendiri’, dengan begitu ada sebuah tanda nikmat dari Allah SWT. yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. dan umatnya. Dengan diutusnya Rasul SAW. dari kalangan mereka sendiri, maka masyarakat akan lebih mudah menerima ajaran yang diberikan Nabi SAW. Sebab, kedekatan mereka sangat mempengaruhi dinamika dan perubahan yang ada dalam masyarakat. Dialah yang mengutus rasul-Nya SAW. kepada

85

bangsa yang umiiy, yang tidak membaca dan tidak pula menulis, yaitu orang-orang Arab. Umiiy di masyarakat Arab bukan berarti masyarakat Arab bodoh-bodoh karena tidak menulis dan membaca. Akan tetapi dahulu tradisi orang Arab adalah tradisi dengan sistem menghafal. Jadi orang yang sangat dihargai adalah orang yang hafalannya kuat. Oleh karena itu, kurang begitu familiar atau dihargai orang yang menulis, sehingga dari kalangan Arab dahulu sistem yang kuat adalah menghafal. Dengan begitu, sudah terlihat jelas

perjuangan Nabi

SAW. tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meskipun begitu, Nabi SAW. tetap istiqamah memperjuangkan umatnya. Berbagai rintangan dan tantangan selalu beliau hadapi dengan kesabaran. Oleh karena itu, sangat cocok julukan Nabi Muhammad SAW. sebagai pendidik ulung dan pendidik utama serta pendidik yang mampu menentukan kebijakan . Seperti yang diungkapkan Omar, tujuan individual dalam pendidikan Islam sangat ditentukan oleh diri sendiri dan orang lain. Apakah dari individu tersebut mau mengubah aktivitas dan sikapnya menuju yang lebih baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.5 Dengan begitu tujuan individual dari ketiga ayat tersebut adalah mensyukuri atas nikmat Allah SWT. yang diberikan 5

Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibani, Falsafah pendidikan Islam,..hlm. 445.

86

kepada manusia, berupa diutusnya Rasulullah SAW. di muka bumi ini. Dengan mensyukurinya secara otomatis pula mereka telah mengimani Allah SWT., Rasul-Nya dan wahyu yang diberikan kepada Rasulnya. Tujuan individual yang bertujuan untuk mengubah secara pribadi dari segi sikapnya atau tingkah lakunya yang mencerminkan keimanan kepada Allah SWT. dan Rasulnya tanpa keragu-raguan. Dengan demikian, bentuk nikmat atau karunia yang diberikan Allah SWT. pada manusia sangatlah besar berupa kekasih kita Nabi Muhammad SAW. beliau selain

sebagai

Pendidik juga sebagai pelopor dan motivator bagi umatnya menuju kepada jalan lurus dan kebenaran mencari kebahagiaan abadi. B.

Konsep Tujuan Sosial Dalam Pendidikan Islam Selain tujuan-tujuan Individual dalam pendidikan Islam, maka ada tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh Pendidikan Islam. Melihat penjelasan para ulama Tafsir, penulis mengambil garis merah bahwa pada ketiga ayat tersebut terdapat konsep tujuan Sosial dalam Pendidikan Islam. Hal ini ditandai dengan Allah SWT. menurunkan Nabi SAW. dari kaumnya sendiri. Setiap masyarakat dimanapun berada, biasanya memiliki nilai-nilai adat yang telah disepakati dan dipegang serta ditaati bersama. Baik nilai positif maupun nilai negatif. Nabi Muhammad SAW. diutus Allah SWT. di negeri Arab yang pada saat itu umat yang dihadapi beliau adalah masyarakat Arab

87

Jahiliyyah. Islam dalam menghadapi nilai-nilai positif yang telah ada akan selalu memotivasi dan mendukung. Akan tetapi dengan nilai-nilai yang negatif, Islam akan menolak dan meluruskannya. Dalam karya Ahmad Munir yang berjudul

Tafsir

Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, bahwa dalam Pandangan al-Qur’an, suatu perubahan akan terlaksana jika dipenuhi dua syarat pokoknya yaitu; pertama, adanya nilai atau ide, kedua adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut. Syarat yang pertama tertuang dalam petunjuk al-Qur’an serta penjelasan Rasulullah SAW. Syarat ke dua adalah manusia-manusia yang hidup dalam suatu tempat dan terikat dengan hukum-hukum masyarakat yang telah ditetapkan. Dalam hal ini manusia adalah pelaku perubahan sekaligus yang menciptakan sejarah. 6 Manusia adalah sebagai agent sosial of change, yaitu manusia sebagai pengubah terhadap keadaan yang ada

di

sekelingnya. Sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, manusia mampu memberikan pemikiran-pemikiran atau konsep

yang

akan dijalankan ke depannya sesuai dengan perkembangan zaman. Peran manusia sebagai khalifah fil ardhi, sangatlah jelas menunjukkan bahwa manusia memiliki peran sentral dalam hal 6

Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2008), hlm. 184.

88

sosial. Pendidikan yang mengingkari dorongan sosial dari khalifah

harus

demikian

dipelihara.

Pendidikan

yang

mengingkari dorongan sosial bagi masing-masing individu pelajarnya, adalah pendidikan yang tidak mempunyai alasan memadai.7

Artinya tujuan pendidikan Islam jika tidak

menghasilkan tujuan sosial, maka sebuah kemustahilan. Karena tujuan pendidikan Islam secara tidak langsung akan mendorong rasa persatuan dan rasa memiliki anggota dengan kelompoknya. Sehingga secara otomatis tujuan pendidikan sosial dalam Islam pasti ada. Begitu juga, pada ketiga ayat tersebut menggambarkan ada tiga tahap menuju tujuan sosial dalam pendidikan Islam. Pertama, ayat.

‫ يَتْهُىا عَهَيْكُمْ ءَايَاتِىَا‬membacakan kepada kalian ayat-

Rasul

SAW.

membacakan

ayat-ayat

Allah

yang

membimbing ke jalan yang benar, rasul SAW. memberi petunjuk ke jalan hidayah. Hidayah tersebut adalah ayat-ayat al-Qur’an dan lain-lain yang merupakan bukti dan dalil yang menunjukkan keesaan dan keagungan Allah SWT., serta menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT. yang maha mengatur tatanan langit dan bumi. 8

7

Abdurahman Shaleh Abdullah, Educational Theory A Qur’anic Outlook, terj. Teori-teori Pendidikan dalam Al-Quran, terj. M. Arifin, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 149. 8

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993), Juz 2, hlm. 28.

89

Nabi

Muhammad

membacakan

ayat-ayat

kepada

umatnya. Ini sebagai bentuk kepedulian Nabi kepada umatnya. Nabi memberikan kabar atau memberikan ilmu pengetahuan kepada umatnya agar umatnya mengetahui aktivitas yang biasa dilakukan adalah belum sesuai dengan konsep agama Islam. Nabi Muhammad SAW.

dengan sabar membimbing

mereka walaupun umatnya dalam keadaan jahiliyyah. Nabi Muhammad SAW. adalah sebagai pendidik utama bagi kaumnya. Beliau

memberikan

ilmu

pengetahuan

melalui

strategi yang sederhana tetapi mengena kepada umatnya, yaitu dengan proses atau tahap seperti yang dianjurkan dalam alQur’an lalu beliau terapkan. Tidak hanya teorinya, tetapi praktikpun beliau aplikasikan. Kedua, ْ‫وَيُزَكّيْكُم‬

membersihkan, Sesungguhnya Nabi

Muhammad menyucikan dan membersihkan jiwa mereka dari akidah palsu, bujukan-bujukan wasaniy dan kotorannya. Sebab, bangsa Arab dan lainnya sebelum Islam, hidup dalam kekacauan

akhlak,

akidah

dan

etika.

Kemudian

Nabi

Muhammad SAW. mencabut dari mereka akar-akar wasaniy dan mengenyahkan akar-akar bathil dari akidah mereka. Seperti kepercayaan mereka bahwa dibalik sebab-sebab alam yang berkaitan dengan kejadian-kejadian itu, terdapat pula manfaat-

90

manfaat yang bisa diharapkan dan bahaya yang dikhawatirkan. Hal tersebut timbul dari sebagian mahluk. 9 Rasulullah SAW. membersihkan jiwa umat manusia dari berbagai kotoran perbuatan yang hina, seperti kebiasaan jahiliyyah

yang

merajalela.

Misalnya

mengubur

anak

perempuan hidup-hidup, membunuh anak dengan maksud meringankan beban penghidupan, dan gemar mengalirkan darah lantaran persoalan yang sangat sepele.

Di samping itu,

Rasulullah SAW. selalu menanamkan benih akhlak yang mulia, sehingga kalian menjadi manusia yang mempunyai akhlak karimah. Ketiga, َ‫وَيُعَهِمُهُمُ انْكِتَاب وَانْحِكْمَة‬

dan mengajarkan

kitab dan hikmah. Nabi SAW. mengajari mereka al-Kitab (alQur’an) dan hikmah (Hadits). Mengajarkan al-Kitab berarti memaksakan

mereka

agar

mau

belajar

menulis

dan

membebaskan mereka dari kebuta hurufan menuju cahaya dan ilmu pengetahuan. Nabi SAW. minta agar mereka menulis alQur’an dan beliau membentuk sekretaris-sekretaris wahyu.10 Dia pula yang telah mengajarkan al-Qur’an dan hikmah yang berguna, yang dapat kita petik dari ucapannya dan perbuatannya. Dialah teladan yang utama dan pemimpin agung yang menuntun umat-Nya kepada jalan yang benar dan

9

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 216.

10

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 4, hlm. 217.

91

membawanya

kepada

ilmu

pengetahuan

dalam

segala

bentuknya.11 Setelah Nabi Muhammad mensucikan mereka, cara selanjutnya adalah dengan mengajarkan kitab dan hikmah. Alkitab dalam hal ini banyak yang menafsirkan sebagai al-Qur’an atau panduan pokok Islam sebelum hadits. Beliau mengenalkan kepada umatnya bahwa dalam al-Qur’an terdapat banyak panduan dan penjelasan yang lurus. Kesemuanya itu bertolak belakang dengan ajaran yang ada di dalam al-Qur’an. Dengan begitu secara tidak langsung beliau mengajarkan perubahan pada masyarakatnya. Selanjutnya, Nabi Muhammad SAW. mengajarkan Al-Hikmah, ada beberapa ulama yang menafsirkan Al-Hikmah adalah hadist. Untuk memahami alQur’an maka sangat dibutuhkan hikmah atau hadits. Menurut Muhaimin, Pengajaran pada ayat yang telah disebutkan sebelumnya, mencakup teoritis dan praktis, sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan kemahiran melaksanakan halhal yang mendatangkan manfaat dan menampik kemudaratan. Pengajaran ini juga mencakup ilmu pengetahuan dan al-Hikmah (bijaksana).12

11

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur, Jilid 4, hlm. 336. 12

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakrta:Rajawali Press, 2005), hlm. 45.

92

Menurut hemat penulis, Al-Hikmah juga dapat diartikan nilai-nilai sosial dan berupa kebijakan. Jadi Nabi Muhammad SAW. mengajarkan nilai-nilai sosial dalam arti kebijaksanaan. Kebijaksanaan ini lebih diartikan sebagai kebijaksanaan dalam pembinaan

masyarakat

Islam

menuju

kemuliaan

dan

keterpaduan. Dalam ketiga ayat dari al-Qur’an, Qur’an Surat AlBaqarah:151, Ali ‘Imran: 164, dan

Al-Jumu’ah:

2, lafadh

َ‫ وَيُعَهِمُكُمْ ّمَانَمْ تَ ُكىْ ُوىْا تَعْهَ ُمىْن‬telah menggambarkan bahwa Nabi Muhammad SAW. mampu mengajarkan hal-hal yang baru yang belum diketahui sebelumnya. Pengajaran yang tidak bersumber dari akal dan analisa. Pengetahuan tersebut hanya bisa diperoleh melalui wahyu,

seperti pemberitaan tentang alam ghaib,

perjalanan para Nabi dan riwayat terdahulu yang masih tampak kurang jelas bagi kalian, dan kisah-kisah yang sama sekali tidak diketahui oleh ahli kitab.13 Kemudian dilengkapi dengan lafadh

‫وَِإنْ كَا ُوىْا ِّمهْ قَبْمُ َنفِى‬

ٍ‫ضالَلٍ ّمُبِ ْيه‬ َ Sungguh mereka sebelum masa kenabian berada dalam kesesatan yang nyata. Sebab tidak ada kesesatan yang lebih parah selain kesesatan suatu kaum yang musyrik kepada Allah SWT. dengan menyembah berhala-berhala, dan mereka memperturutkan khayalan-khayalan mereka. Nabi Muhammad

13

Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2, hlm. 30.

93

SAW. berhasil membawa umat jahiliyyah atau tersesat menjadi umat yang tercerahkan atau mendapat pancaran keimanan. Kaum Arab zaman dahulu disebut jahiliyah, bukan berarti mereka bodoh, justru mereka memiliki kecerdasan yang luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan hafalannya yang sangat kuat. Ini juga yang menyebabkan tradisi tulis menulis dahulu kala di Arab tidak ada. Mereka disebut jahiliyyah karena dari segi spiritual mereka tidak mengenal sama

sekali.

Mereka

menyekutukan Allah, berbuat syirik dan bertindak dhalim. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Omar, Islam berusaha memajukan dan memadukan masyarakatnya di atas prinsipprinsip agama dan akhlak yang terlaksana keadilan, peluang yang sama, perpaduan, sempitnya jurang perbedaan, dan kerja sama antar golongan-golongan dan individu-individu dalam masyarakat.14 Dengan begitu maka

akan tercipta perubahan

sosial secara kompak dan lebih signifikan. Selain itu, juga akan tercipta hubungan-hubungan antara manusia

berdasar pada

harga diri, kebenaran, keadilan, kerjasama, kesetiakawanan, serasi,

hormat-menghormati,

kasih-sayang,

menjaga

kemaslahatan umum, dan menghilangkan kerusakan di atas bumi.

14

Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibani, Falsafah pendidikan Islam,..hlm. 470.

94

C.

Konsep Tujuan Tertinggi Dalam Pendidikan Islam Konsep tujuan tertinggi atau terakhir dalam pendidikan Islam pada akhirnya sesuai dengan

tujuan hidup manusia

dan peranannya sebagai ciptaan Allah SWT. yaitu menjadi hamba Allah yang paling taqwa, mengantarkan subjek didik sebagai khalifatullah fil ard (wakil Allah di bumi), memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat. Tujuan tertinggi pendidikan Islam dapat terlihat bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap

mental

yang

terwujud. 15

Artinya

konsep

tujuan

pendidikan Islam tertinggi tidak hanya berorientasi pada teoritis saja, akan tetapi berjalan seimbang antara Teoritis dan praktis. Sehingga pada intinya

tujuan pendidikan Islam tidak

memisahkan iman dan amal shaleh. Sebagaimana dalam pepatah, iman dan amal shaleh adalah bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang, yang apabila salah satu sisinya tidak ada maka sama dengan ketiadaan keduanya. Tujuan

pendidikan

yang

ingin

dicapai

dengan

pembacaan, penyucian, dan pengajaran sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut sama dengan pengabdian kepada Allah. Sehingga dapat dikatakan

tujuan tertinggi pendidikan

Islam meliputi aspek kejiwaan yang abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Dengan kata lain pendidikan Islam secara 15

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 12.

95

filosofis berorientasi kepada nilai-nilai Islam bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku khalifah di muka bumi, yakni sebagai berikut; 1. Menanamkan sikap hubungan yang seimbang dan selaras dengan Tuhannya, 2. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang dengan masyarakatnya, 3. Mengembangkan kemampuan untuk menggali, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan alam bagi kepentingan kesejahteraan hidupnya dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan ubudiyahnya kepada Allah SWT. dengan dilandasi sikap yang harmonis pula. 16 Dengan demikian dapat dikatakan konsep tujuan tertinggi dalam Pendidikan Islam adalah mencakup semua hal yang diharapkan dalam pendidikan Islam. Adapun kesemuanya itu meliputi sikap seorang hamba kepada Tuhannya. Kemudian disambung dengan hubungan yang selaras dengan masyarakat sekitar. Selanjutnya yang terakhir dapat menjadi pelopor untuk mengelola

dan

menggali

potensi

yang

dimiliki

untuk

kesuksesan dan kemakmuran masyarakat sekitar atau menjadi pelopor sebagai perubahan. Sehingga peran manusia sebagai khalifah benar-benar terwujudkan.

16

Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; PT Bumi Aksara, 2005), hlm.121

96

BAB V PENUTUP

A.

Kesimpulan Merujuk kembali pada rumusan masalah yang telah disebutkan pada bab pertama, Konsep Tujuan Pendidikan Islam dalam al-Qur’an Qs. Al-Baqarah:151, Qs. Ali ‘Imran: 164, dan Qs. Al-Jumu’ah: 2, adalah sebagai sarana perubahan sosial. Hal ini bisa dilihat pada setiap ayat dari masing-masing ketiga surat yang saling berhubungan dan memiliki kandungan yang sama. Berikut konsep tujuan pendidikan Islam dalam al-Qur’an Qs. Al-Baqarah:151, Qs. Ali ‘Imran: 164, dan Qs. Al-Jumu’ah: 2. 1. Konsep Tujuan Individual Dalam Pendidikan Islam Pada awal dari ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT. mengutus

hamba-Nya yaitu Nabi

Muhammad SAW. untuk para umatnya. Dengan diutusnya Rasulullah SAW., terdapat suatu kebesaran Allah SWT. yang

diberikan

kepada

mahluk-Nya.

Allah

SWT.

menyempurnakan nikmat dengan mengutus seorang Rasul SAW. dari kalangan sendiri’, dengan begitu ada sebuah tanda nikmat dari Allah SWT. yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. dan umatnya. Dengan diutusnya Rasul SAW. dari kalangan mereka sendiri, maka masyarakat akan lebih mudah menerima ajaran yang diberikan Nabi SAW. Sebab,

97

kedekatan

mereka sangat mempengaruhi dinamika dan perubahan yang ada dalam masyarakat. Dialah yang mengutus rasulNya SAW. kepada bangsa yang umiiy, yang tidak membaca dan tidak pula menulis, yaitu orang-orang Arab. Dengan begitu tujuan individual dari ketiga ayat tersebut adalah mensyukuri atas nikmat Allah SWT. yang diberikan kepada manusia, berupa diutusnya Rasulullah SAW. di muka bumi ini. Dengan mensyukurinya secara otomatis pula mereka telah mengimani Allah SWT., RasulNya dan wahyu yang diberikan kepada Rasulnya. Tujuan individual yang bertujuan untuk mengubah secara pribadi dari segi sikapnya atau tingkah lakunya yang mencerminkan keimanan kepada Allah SWT. dan Rasulnya tanpa keraguraguan. 2. Konsep Tujuan Sosial Dalam Pendidikan Islam Mulai dari awal ayat pada setiap masing-masing surat dan ayat

menjelaskan tentang suatu proses dalam

pembelajaran. Dalam ketiga ayat ini Nabi Muhammad SAW. membacakan ayat-ayat Allah SWT. kepada umatnya. Proses selanjutnya Nabi Muhammad SAW. menyucikan umatnya. Nabi Muhammad SAW. menyucikan umatnya dengan mendoktrin mereka bahwa aktivitas yang dilakukan umatnya adalah sesat, sehingga Nabi Muhammad SAW. memilih metode ini dalam hal mencerahkan muridnya. Beliau mulai membersihkan aktivitas jahiliyyah umatnya.

98

Selanjutnya Nabi Muhammad SAW. mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat keduniaan dan keakhiratan. Dengan mengajarkan al-Kitab, umat Nabi Muhammad SAW. akan mendapatkan pencerahan dalam hal dunia akhirat. Kemudian untuk mengimbangi memahami ilmu pengetahuan dari al-Kitab maka Nabi Muhammad SAW. mengajarkan al-Hikmah yang dapat diartikan kebijaksanaan. Artinya Nabi Muhammad SAW. mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kemajuan dan perubahan yang dinamis yaitu menuju perubahan sosial. Dari tiga proses yang dilakukan Rasulullah SAW. kepada umatnya, dapat dijadikan pedoman para ulama dan pendidik. Seorang pendidik sudah seharusnya mampu memberikan pencerahan-pencerahan pada peserta didiknya. Sehingga para pendidik akan mampu melahirkan para peserta didik yang unggul dalam spiritual dan intelektual. 3. Konsep Tujuan Tertinggi Dalam Pendidikan Islam Konsep tertinggi tujuan tertinggi pendidikan Islam merupakan wujud dari puncak segala tujuan yang paling urgent. Sebab, dapat dilihat bahwa pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang terwujud. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dengan pembacaan,

penyucian,

dan

pengajaran

sebagaimana

disebutkan dalam ayat tersebut sama dengan pengabdian kepada Allah.

99

Menghambakan diri kepada Allah SWT. dapat dimaknai secara luas, tidak hanya bentuk beribadah kepada Allah

SWT. tetapi, dengan melakukan perubahan pada

masyarakat, misalnya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan, skills dan lainnya yang dapat mendorong masyarakat untuk berubah, juga dinamakan pengabdian kepada Allah SWT. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa tujuan

tertinggi pendidikan Islam meliputi aspek kejiwaan yang abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Dengan kata lain pendidikan Islam secara filosofis berorientasi kepada nilai-nilai

Islam.

Artinya

segala

tindakan

yang

mencerminkan nilai-islam dapat dikatakan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Dengan demikian dapat dikatakan konsep tujuan tertinggi dalam Pendidikan Islam adalah mencakup semua hal yang

diharapkan

dalam

pendidikan

Islam.

Adapun

kesemuanya itu meliputi sikap seorang hamba kepada Tuhannya. Kemudian disambung dengan hubungan yang selaras dengan masyarakat sekitar, sehingga melahirkan perubahan sosial.

B. Saran Bagi para pendidik Islam pada khususnya, sudah seharusnya

untuk

memahami

perannya

sebagai

pendidik.

Memahami konsep tujuan pendidikan Islam dan menerapkan

100

dalam kehidupan sehari-harinya. Adapun

pada dasarnya sebuah

konsep pendidikan yang harus menciptakan perubahan sosial. Dengan melihat perjuangan Nabi Muhammad SAW. diharapkan pendidik muslim mampu meniru kesabaran beliau dalam mendidik umatnya. Beliau mendidik dari nol hingga mengalami perubahan yang signifikan.

Selain itu pendidik muslim juga diharapkan

mampu melahirkan generasi-generasi yang dapat diunggulkan sebagai khalifah

fil ardhi,

sehingga

mampu memberikan

kebijaksanaan dalam rangka perbaikan kesejahteraan dan kemajuan umat islam. Hingga pada akhirnya mampu mengembalikan kejayaan umat Islam seperti dahulu kala. C. Penutup Dengan mengungkapkan rasa syukur serta memuji atas keAgungan Allah SWT. karena limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Akan tetapi penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini banyak ditemukan kekurangan dan kelemahan, baik dalam hal penulisan, tata bahasa maupun analisis, yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis, maka penulis mengharapkan bantuan saran, kritik, dan masukan yang sifatnya membangun, sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna.

101

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abdurahman Shaleh. 2007. Educational Theory A Qur’anic Outlook ,terj. Teori-teori Pendidikan dalam Al-Quran, terj. M. Arifin. Jakarta: PT Rineka Cipta. Achmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pelajar.

Pustaka

Ali, Muhammad Daud . 2005. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Al-Jamali, Muhammad Fadhil. 1986. Filsafat Pendidikan Islam dalam Al-Qur’an, (terj.) Judial Falasani. Surabaya: Bina Ilmu. Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1993. Tafsir al-Maraghi. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang. Al-Syaibani. Omar Mohammad At-Toumy. pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

1979.

Falsafah

Amstrong, Amatulah. 1998. Khazanah Istilah Sufi: Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. MS. Nasrullah, judul asli: Sufi Terminologi (al-Qamus al-Sufi). The Mistical Language of Islam. Bandung: Mizan. Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Islam. Jakarta; Ciputat Pres.

Pendidikan

Arifin, Muzayyin. 2005. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta; PT Bumi Aksara. As-Suyuthi, Jalaluddin. 2008. Sebab Turunnya Ayat al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani. Denffer, Ahmad Von. 1988. Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers.

Depag. 2009. Al-Qur’an dan TerjemahnyA. Surabaya: Duta Ilmu. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kamus Besar Bahasa

Djaka. 2004. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surakarta: Pustaka Mandiri. Djalal, Abdul. 1998. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu. Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur. Jakarta: Cakrawala Publishing. Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Husain Thabathaba’i, Sayid Muhammad. 2010 Tafsir Al-Mizan, Terj. Ilyas Hasan. Jakarta: Lentera. Jalal, Abdul Fattah. 1988. Azaz-azas Pendidikan Islam, terj. Herry Noer Ali. Bandung: CV. Diponegoro. Junaidi, Mahfud. 2010. Ilmu Pendidikan Pengembangan. Semarang: RaSAIL.

Islam: Filsafat dan

Kadir, Muslim A. 2003. Ilmu Islam Terapan: Mengagas Paradidma Amali dalam Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Khoiriyah. 2012.Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras. Langgulung, Hasan. 1988. Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke21. Jakarta:Pustaka Al-Husna. Maas’ud, Abdurrahman. 2004. Membuka Lembaran Baru Dialog Islam-Barat: Telaah Teologis-Historis. Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Muhadjir, Noeng 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. cet.7. Jakarta: Rake Sarasin. Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta:Rajawali Press. 2008. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung; PT Remaja Rosdakarya. Mujib, Abdul . 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: Sukses Offset. Musthafa Al-Farran, Syaikh Ahmad. 2008. Tafsir Imam Syafi’i, terj. Imam Ghazali Masykur, jil.3. Jakarta: Almahira. Nafis, Muhammad Muntahibun. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:Teras. Nasution. 1996. Metode Research Penelitian Ilmiah. Edisi I. Jakarta: Bumi Aksara. Nata, Abuddin. Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Konstruksi Sosial. Bandung: Angkasa Bandung. Quthb, Sayyid. 2000. Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani. Shihab, M. Quraish. 2013. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera hati. Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada.

Syakir, Syaikh Ahmad. 2014. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 1. Jakarta: Darus Sunnah Press. Uhbiyati, Nur . 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. Yunus, Mahmud. 1990. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Hida Karya Agung. Yusuf, Kadar M. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Amzah. Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Nurchamidah

Tempat/Tgl Lahir

: Kebumen, 14 Oktober 1991

Alamat

: Ds. Madureja RT. 05/ RW. 02, Kec. Puring, Kab. Kebumen.

Status

: Mahasiswi FITK

No. Hp

: 08985973384/087747863794

Email

: [email protected]

Jenjang Pendidikan

:

1. Pendidikan Formal a. SDN 1 Sidobunder b. MTs. N Kaleng Puring c. MAN I Kebumen d. UIN Walisongo Semarang 2. Pendidikan Non Formal

a. PP. Nuruth Tholibin Kebumen b. Asrama Monash Institute c. Pelatihan Kader Basic Training d. Pelatihan Kader Intermediate Training