KONVERGENSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS

penyesuaian standar akuntansi keuangan dengan standar akuntansi internasional. ... dan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan ... Pengungkapan...

33 downloads 768 Views 49KB Size
Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 8 No.1 Maret 2012

11

KONVERGENSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN

Nyoman Darmayasa I Made Bagiada Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bali Abstrak: Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan penyesuaian standar akuntansi keuangan dengan standar akuntansi internasional. Konvergensi dimulai dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 dan akan diimplementasikan secara penuh pada 1 Januari 2012. Manfaat konvergensi IFRS adalah : peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional, menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan, mengurangi biaya pelaporan keuangan perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis, dan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju best practice. Saat ini di Indonesia berlaku empat Standar Akuntansi yaitu : SAK IFRS, SAK ETAP (entitas tanpa akuntabilitas publik), SAK Syariah, dan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). Laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK IFRS adalah untuk tujuan umum sedangkan untuk tujuan perpajakan harus berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan adanya konvergensi IFRS beberapa perlakuan perpajakan mengalami perubahan yaitu : perlakuan perpajakan atas revaluasi aktiva, perlakuan perpajakan atas transaksi sewa guna usaha, dan perlakuan perpajakan atas akuisisi. Diperlukan adanya penyesuaian peraturan perpajakan yang terkait untuk menyelaraskan dengan konvergensi IFRS, sehingga tujuan dari konvergensi IFRS bisa terwujud. Kata Kunci : Konvergensi, IFRS, dan Perpajakan. CONVERGENCE OF INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS) AND ITS IMPACT ON TAXATION Abstract: Convergence of International Financial Reporting Standards (IFRS) is the adjustment of financial accounting standards with internasioanal accounting standards. Convergence starts from 2008 to 2011 and will be fully implemented on 1 Janury 2011. The benefits of the convergence of IFRS are: increased comparability of financial statements and providing quality information on international capital markets, removing barriers to international capital flows by reducing differences in financial reporting requirements, reduce costs of financial reporting of multinational companies and the cost for the financial analysis for analysts, and improve the quality of financial reporting towards best practice. Currently in Indonesia applies the four Accounting Standards: SAK IFRS, SAK ETAP (entities without public accountability), SAK Syariah, and SAP (Government Accounting Standards). Financial statements prepared under SAK IFRS is for general purposes while for tax purposes should be based on existing tax regulations. With the convergence of IFRS several tax treatments changed as follows: tax treatment of revaluation of assets, tax treatment of lease transactions, and tax treatment of acquisitions. Necessary adjustments and tax laws related to harmonize with the convergence of IFRS, the objective of IFRS convergence can be realized. Key Word : Convergence, IFRS, and Taxation.

12

Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 8 No.1 Maret 2012

PENDAHULUAN Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah penyesuaian Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia yang disesuaikan dengan standar internasional. Konvergensi IFRS merupakan salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC pada 15 November 2008. Adapun tujuan dari kesepakatan tersebut adalah memperkuat transparansi dan akuntabilitas, memperkuat regulasi, pasar keuangan yang berintegeritas, memperkuat kembali kerjasama internasional dan memperbaharui institusi finansial internasional (IAI, 2010). Pada pertemuan G20 berikutnya di London, pada 2 April 2009 menghasilkan kesepakatan, dimana kesepakatan nomor 13 sampai dengan 16 mengenai Strengthening Financial Supervision and Regulation. Dalam butir kesepakatan nomor 15 dinyatakan “to call on accounting standard setters to work urgently with supervisors and regulators to improve standards on valuation and provisioning and achieve a single set of high-quality global accounting standards”, (Roy Iman Wirahardja, 2010). Adapun maanfaat konvergensi IFRS adalah untuk peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional, untuk menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan, untuk mengurangi biaya pelaporan keuangan perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis, dan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju best practice. Tahapan adopsi IFRS yang dilakukan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) menuju konvergensi IFRS 2012 adalah : 1. Tahap pertama adalah adopsi pada tahun 2008-2010, yaitu adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. 2. Tahap kedua adalah persiapan akhir pada tahun 2011, yaitu penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. 3. Tahap ketiga adalah implementasi pada tahun 2012, yaitu penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Pada saat ini Indonesia memiliki 4 SAK yaitu : SAK Umum yang berbasis IFRS, SAK ETAP untuk entitas tanpa akuntabilitas publik, SAK Syariah dan Standar Akuntansi Pemerintah (Dwi Martani, 2011). Dalam peraturan perpajakan, dinyatakan bahwa pembukuan untuk tujuan pelaporan perpajakan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali Peraturan Perpajakan menyatakan lain. Pembukuan untuk perpajakan diatur dalam Pasal 28 ayat 7 UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dalam penjelasannya “Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang undangan perpajakan menentukan lain”. Dengan adanya konvergensi IFRS, terdapat beberapa perubahan perlakuan dari PSAK sebelumnya. Perusahaan harus memperhatian klasifikasi perusahaannya, apakah merupakan perusahaan yang harus menggunakan PSAK IFRS atau PSAK ETAP. Beberapa perlakuan perpajakan mengalami perubahan seiring dengan adanya konvergensi IFRS, diantaranya perlakuan perpajakan atas revaluai aktiva, sewa guna usaha dan akuisisi. Diperlukan adanya pemahaman untuk menghindari kesalahan penerapan IFRS baik dari pihak perusahaan maupun dari pihak regulator pajak. Dengan adanya kemungkinan terjadi perbedaan pengaturan antara SAK ETAP, SAK Umum dan Peraturan Perpajakan, maka regulator pajak perlu mengatasi perbedaan penafsiran yang sangat mungkin terjadi di lapangan. Diharapkan pemeriksa pajak yang satu dan yang

Nyoman Darmayasa dan I Made Bagiada: Konvergensi International Financila Reporting……….. 13

lain tidak akan memiliki penafsiran yang berbeda yang cukup signifikan atas suatu hal yang bisa digunakan dalam standar untuk menggantikan pos, unsur, atau hal-hal lain terkait transaksi dalam laporan keuangan tertentu, (Handoko Tomo, 2011) Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimana proses konvergensi IFRS ? 2. Bagaimana dampak konvergensi IFRS terhadap perpajakan di Indonesia ? Tujuan utama dari pada tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran proses konvergensi IFRS dan dampak konvergensi terhadap perpajakan di Indonesia. PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu menggambarkan bagaimana proses konvergensi IFRS yang akan dilanjutkan dengan bagaimana dampaknya terhadap perpajakan di Indonesia. Proses Konvergensi IFRS 1. Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia Pada periode tahun 1973 sampai dengan tahun 1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang dikenal dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Pada periode tahun 1984 sampai dengan tahun 1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI pada tahun 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir tahun 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas PAI dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisinya menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan International Accounting Standards (IAS) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB) Pada periode tahun 1994 sampai dengan tahun 2004, ada perubahan kiblat dari US Generally Accepted Accounting Principal (GAAP) ke IFRS, hal ini ditunjukkan sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Sehingga pada tahun 1995, IAI melakukan revisi untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri, (Materi TOT untuk IFRS UGM, 2011). 2. Konvergensi IFRS Pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, SAK terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Seiring dengan perjalanannya sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar, (Materi TOT untuk IFRS UGM, 2011). Adopsi PSAK IFRS dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 disajikan dalam Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.

Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 8 No.1 Maret 2012

14

Tabel 1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Disahkan Tahun 2007-2008 No PSAK Tentang 1 PSAK 16 (revisi 2007) Aset Tetap 2 PSAK 13 (revisi 2007) Properti Investasi 3 PSAK 30 (revisi 2007) Sewa 4 PSAK 14 (revisi 2007) Persediaan Sumber : Dwi Martani, Anggota Tim Implementasi IFRS (2011) Tabel 2 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Disahkan Tahun 2009 No 1 2

PSAK

Tentang

PSAK 1 (revisi 2009) PSAK 2 (revisi 2009)

Penyajian Laporan Keuangan Laporan Arus Kas Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan 3 PSAK 4 (revisi 2009) Tersendiri 4 PSAK 5 (revisi 2009) Segmen Operasi 5 PSAK 12 (revisi 2009) Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama 6 PSAK 15 (revisi 2009) Investasi Pada Entitas Asosiasi Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan 7 PSAK 25 (revisi 2009) Kesalahan 8 PSAK 48 (revisi 2009) Penurunan Nilai Aset 9 PSAK 57 (revisi 2009) Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi 10 PSAK 58 (revisi 2009) yang Dihentikan Sumber : Dwi Martani, Anggota Tim Implementasi IFRS (2011) Tabel 3 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Disahkan Tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6

PSAK/ISAK PSAK 19 (2010) ISAK 14 (2010) PSAK 23 (2010) PSAK 7 (2010) PSAK 22 (2010) PSAK 10 (2010)

Tentang

Aset tidak berwujud Biaya Situs Web Pendapatan Pengungkapan Pihak-Pihak yang Berelasi Kombinasi Bisnis Transaksi Mata Uang Asing Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar 7 ISAK 13 (2010) Negeri 8 PSAK 24 (2010) Imbalan Kerja 9 ISAK 16 Perjanjian Konsesi Jasa 10 PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan 11 PSAK 50 (R 2010) Instrumen Keuangan: Penyajian 12 PSAK 8 (R 2010) Peristiwa Setelah Tanggal Neraca 13 PSAK 53 (R 2010) Pembayaran Berbasis Saham Sumber : Dwi Martani, Anggota Tim Implementasi IFRS (2011)

Nyoman Darmayasa dan I Made Bagiada: Konvergensi International Financila Reporting……….. 15

Dampak Konvergensi IFRS Terhadap Perpajakan di Indonesia 1. Revaluasi Aktiva Aspek akuntansi untuk revaluasi aktiva, berdasarkan PSAK 13 (revisi 2007) dan PSAK 16 (revisi 2007) memisahkan antara aset tetap dan properti investasi. Tranfer antara aset tetap dan properti investasi pada nilai wajar sehingga timbul keuntungan atau kerugian. Untuk Pengakuan selanjutnya, Perusahaan diperbolehkan memilih metode biaya atau metode revaluasi. Jika memilih metode revaluasi, kenaikan menjadi pendapatan komprehensif lain atau ekuitas. Jika lebih rendah dari nilai buku dicatat sebagai beban lain-lain. Revaluasi tidak harus menggunakan Appraisal, revaluasi harus dilakukan secara teratur, revaluasi boleh dilakukan per kelas aset. Kapitalisasi penggantian komponen tertentu dan perlakuan suku cadang utama sebagai aset. Mengakui rugi penurunan nilai aktiva, dan review umur aktiva harus dilakukan tiap tahun (IAI, 2010) PSAK 16 tentang Aktiva Tetap, dimana US GAAP : based on historical cost. PSAK 16 tahun 1994 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-Lain pada paragraph 65-66: based on historical cost, except by government law. IFRSs/IAS 16 tahun 2003 tentang Property, Plant and Equipment: based on historical cost or a revalued amount (allowed alternative). Dalam PSAK 16 tahun 2007 tentang Aktiva Tetap pada paragraph 30-45: based on historical cost or a revalued amount. Dalam PSAK 13 tentang Properti Investasi, dimana US GAAP: based on historical cost. PSAK 13 tahun 1994 tentang Akuntansi untuk Investasi, paragraph 39 based on historical cost, adjust to market (if significant and permanent decrease in market value). IFRS/IAS 40 tahun 2003 tentang Investment Property: a cost or fair value model (allowed alternative), (Widjaja Tunggal, 2008) Aspek perpajakan revaluasi aktiva, diatur dalam pasal 19 UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang diatur lebih lanjut dalam PMK 79/PMK.03/2008 tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. Tidak ada pemisahan antara Aset Tetap dan Properti Investasi, hal ini akan mengakibatan tidak ada transfer. Dalam PMK 79/PMK.03/2008, revaluasi hanya diperkenankan atas ijin Menteri Keuangan, harus menggunakan Appraisal, dan hanya boleh dilakukan 5 tahun sekali. Kapitalisasi suku cadang utama yang diperlakukan sebagai aset dari sudut perpajakan memberikan alternatif apakah diakui sekaligus atau disusutkan. Rugi penurunan nilai aktiva dalam akuntansi, secara perpajakan harus diteliti lebih dalam apakah penurunan nilai tersebut merupakan biaya yang boleh dibiayakan untuk mengurangi pendapatan kotor (deductuble expenses). Review umur aktiva yang harus dilakukan setiap tahun secara akuntansi akan mengakibatkan pembukuan yang diselenggarakan wajib pajak akan bertentangan dengan ketentuan pembukuan perpajakan yang diatur dalam Pasal 25 ayat 5 UU No. 28 tahun 2007 tentang KUP yaitu pembukuan yang tidak taat asas. 2. Leasing Aspek Akuntansi Leasing, berdasarkan PSAK 30 (revisi 2007) tentang sewa, dimana sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan, dapat juga tidak dialihkan. Sewa operasi adalah sewa yang tidak termasuk dalam sewa pembiayaan. Dalam akuntansi tidak ada ketentuan mengenai perusahaan yang menjadi lessor terkait Ijin. Dimungkinkan untuk perubahan klasifikasi sewa (finance lease operating lease) jika ada klausul dalam kontrak perubahan. Alokasi pendapatan imbalan sewa atau beban bunga menggunakan Efective Interest Rate (EIR). Secara akuntansi penyusutan terhadap aktiva capital finance lease dilakukan oleh lessee. PSAK 30 tentang sewa, dimana US GAAP: amortized over the lease term, recognized immediately if lesee retains significantly smaller rights to use the property. PSAK 30 tahun 1994 : amortized over the lease term . IFRS/IAS 17 tahun 2003 tentang lease, recognized

16

Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 8 No.1 Maret 2012

immediately if based on fair market value, if transaction above fair market value, the excess amortized over the lease term. PSAK 30 tahun 2007 tentang sewa pada paragraph 58, recognized immediately if based on fair market value, if transaction above fair market value, the excess amortized over the lease term, (Widjaja Tunggal, 2008) Aspek perpajakan finance lease, diatur dalam UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang diatur lebih lanjut dalam KMK No.1169/KMK.01/1991. Kriteria sewa guna usaha dengan hak opsi adalah : jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor, masa sewa guna usaha ditetapkan sekurangkurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan diatur dalam PMK 96/PMK.03/2009, perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Perpajakan sewa guna usaha untuk lessor adalah : imbalan jasa sewa guna usaha terutang PPh, tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa guna usahakan dengan hak opsi, dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna usaha dengan hak opsi, atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN yang diatur lebih lanjut dalam SE 129/PJ/2010. Perpajakan sewa guna usaha untuk lessor sesuai dengan KMK No.1169/KMK.01/1991 adalah : selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha. Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Dalam perpajakan, lessor harus perusahaan yang telah mendapat ijin dari Menteri Keuangan. Perubahan klasifikasi sewa yang diijinkan dalam akuntansi menurut fiskal dan komersial, dalam perpajakan akan dianggap sebagai perbedaan temporer. Pengakuan pendapatan atas imbalan jasa sewa guna usaha bagi lessor atau beban bunga bagi lessee dimungkinan menggunakan EIR atau menggunakan kontraktual. 3. Akuisisi Aspek Akuntansi Akuisisi, berdasarkan PSAK 22 (revisi 2010) tentang kombinasi bisnis yang mulai berlaku pada 1 Januari 2011, PSAK 22 (revisi 2010) terkait dengan beberapa PSAK yaitu PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Tak Berwujud, dan PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset. Sebelumnya dalam PSAK 22 (revisi 2007) dalam akuisisi diperbolehkan menggunakan metode penyatuan kepemilikan (pooling of interest), namun dalam PSAK 22 (revisi 2010) metode akuntansi untuk akuisisi hanya metode pembelian (purchase method). Biaya akuisisi yang timbul dalam PSAK (revisi 2007) seperti biaya penasehat hukum, jasa penilai, konsultan, akuntan, diakuisisi sebagai biaya perolehan (cost of acquisition). Dalam PSAK 22 (revisi 2010) seluruh biaya akuisisi harus dibebankan pada saat terjadi. Biaya-biaya yang terkait dengan penerbitan efek hutang atau efek ekuitas yang digunakan untuk membiayai akuisisi diakui sebagai bagian dari harga perolehan efek yang sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006) tentang Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai, (Ersa Tri Wahyuni, 2011). Pembebanan biaya akuisisi yang diatur dalam PSAK (revisi 2010) akan berpotensi menurunkan laba perusahaan pada tahu terjadinya akuisisi. Sedangkan dalam PSAK 22 (revisi

Nyoman Darmayasa dan I Made Bagiada: Konvergensi International Financila Reporting……….. 17

2007) cost of acquisition dapat bersembunyi di dalam goodwill yang selanjutnya diamortisasi selama maksimal 20 tahun sesuai dengan PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Tak Berwujud. Goodwill adalah selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian (interest) perusahaan pengakuisisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi (Yenni Mangoting, 1999). Goodwill yang muncul dari akuisisi berdasarkan PSAK 22 tidak diperkenankan lagi diamortisasi, harus dikenai uji penurunan nilai setiap tahun dengan cara pengujian sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset. Dalam standar akuntansi PSAK (revisi 2010) goodwill yang muncul dari akuisisi tidak boleh diamortisasi dan harus diuji penurunan nilai. Perlakuan tersebut sesuai dengan perlakuan untuk aset tak berwujud dengan manfaat tak terbatas, konsep intangables dalam PSAK (revisi 2009), (Ersa Tri Wahyuni, 2011). Aspek perpajakan akuisisi, diatur dalam UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang diatur lebih lanjut dalam PMK 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Dalam PMK 43/PMK.03/2008 metode yang digunakan dalam akuisisi diperbolehkan menggunakan metode purchase dan metode penyatuan kepemilikan, sesuai dengan pasal 1 yaitu wajib pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku. Pada awalnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak mengijinkan penggunaan metode penyatuan kepemilikan dalam akuisisi, karena metode tersebut tidak memunculkan potensi pajak. Kondisi krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda Bangsa Indonesia menyebabkan DJP melakukan perubahan dengan mengeluarkan KMK 422/KMK.04/1998 selanjutnya dirubah dengan PMK 75/PMK.03/2005 dimana peraturan tersebut dicabut dengan PMK 43/PMK.03/2008, (Yenni Mangoting, 1999). Wajib pajak yang boleh menggunakan nilai buku adalah Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering), atau Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering). Persyaratan yang harus dipenuhi adalah mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha, melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait, dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). Dengan adanya PSAK 22 (revisi 2010) tidak menutup kemungkian DJP akan meninjau kembali peraturan perpajakan yang mengatur transaksi akuisisi yang bertujuan untuk menyelaraskan metode yang digunakan dalam akuisisi, sehingga tidak kehilangan potensi pajak dari transaksi akuisisi. SIMPULAN Konvergensi IFRS adalah penyesuaian PSAK yang berlaku di Indonesia yang disesuaikan dengan standar internasional. Konvergensi IFRS merupakan salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC pada 15 November 2008. Maanfaat konvergensi IFRS adalah untuk peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional, untuk menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan, untuk mengurangi biaya pelaporan keuangan perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis, dan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju best practice. Proses konvergensi IFRS melalui tiga tahapan yaitu tahun 2008-2010, yaitu Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku, tahun 2011, yaitu penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS, dan pada tahun 2012, yaitu penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif. Adanya perbedaan mengenai metode pembukuan antara akuntansi yang diatur dengan PSAK IFRS atau PSAK ETAP dengan laporan untuk perpajakan yang disesuaikan dengan

18

Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 8 No.1 Maret 2012

peraturan perpajakan, mengakibatkan konvergensi IFRS memiliki beberapa dampak terhadap perlakuan perpajakan yang terkait. Aspek perpajakan yang terkait adalah Revaluasi Aktiva, Sewa Guna Usaha dan Akuisisi. Perpajakan untuk revaluasi setelah konvergensi IFRS dalam PSAK 13 (revisi 2007) dan PSAK 16 (revisi 2007) bahwa revaluasi tidak harus dilakukan oleh Appraisal, bisa dilakukan secara teratur, dan ada pemisahan antara properti dan investasi. Namun dalam peraturan perapajakan revaluasi harus dilakukan oleh Appraisal dan mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, hanya bisa dilakukan 5 tahun sekali, dan tidak adanya pemisahan antara properti dan investasi. Perpajakan untuk sewa guna usaha setelah konvergensi IFRS dalam PSAK 30 (revisi 2007) dalam akuntansi lessee melakukan penyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan sedangkan menurut peraturan perpajakan lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan, pembayaran kepada lessor yaitu pokok pinjaman dan beban bunga bisa dibiayakan untuk mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Perpajakan untuk akuisisi setelah konvergensi IFRS dalam PSAK 22 (revisi 2010) akuisisi hanya diperbolehkan menggunakan metode pembelian dimana goodwill yang timbul tidak boleh diamortisasi, sedangkan dalam perpajakan masih memperbolehkan menggunakan metode penyatuan kepemilikan dan metode pembelian, dan goodwill bisa diamortisasi. Dengan adanya konvergensi IFRS diharapkan semua pihak yang terkait, yang terdiri dari : para akuntan publik, para akuntan manajemen, para akuntan pendidik, para regulasi pajak, dan para stakeholder agar mengikuti perkembangan konvergensi IFRS, memahami konvergensi IFRS dan mengimplementasikan PSAK yang konvergene dengan IFRS. Segala kendala yang muncul dalam tahap konvergensi, tahap sosialisasi, tahap implementasi dan tahapa review bisa didiskusikan dengan pihak terkait. Dengan kerja sama yang baik antara semua pihak yang terlibat, diyakini tujuan dari konvergessi IFRS dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA Dwi Martani, 2011. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK – ETAP) Ersa Tri Wahyuni, 2011. Persyaratan Akuntansi untuk Akuisisi Lebih Rumit di Tahun 2011. Majalah Ikatan Akuntan Indonesia edisi 28 Tahun V/2011, Jakarta : Ikatan Akuntan Indonesia http://rogonyowosukmo.wordpress.com/2011/03/24/dampak-konvergensi-ifrs-terhadapperpajakan/ Dampak Konvergensi IFRS Terhadap Perpajakan. http://www.sai.ugm.ac.id/site/images/pdf/ifrs.pdf Perkembangan Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia (2009), Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta : Salemba Empat Ikatan Akuntan Indonesia, 2010. Issue Perpajakan dalam Implementasi PSAK yang Konvergen dengan IFRS dan Ketentuan Transisi PSAK. Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta KMK No.1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) PMK 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha

Nyoman Darmayasa dan I Made Bagiada: Konvergensi International Financila Reporting……….. 19

PMK 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan

PMK No. 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan Roy Iman Wirahardja, 2010. Dampak Konvergensi IFRS terhadap Perpajakan. Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta SE 129/PJ./2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi dan Transaksi Penjualan dan Penyewagunausahaan Kembali Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Widjaja Tunggal, Amin, 2008. Memahami International Financial Reporting Standards (IFRS). Jakarta : Harvarindo Yenni Mangoting, 1999. Penggunaan Metode By Purchase dan Pooling of Interest dalam Rangka Penggabungan Usaha (Business Combination) dan Efeknya Terhadap Pajak Penghasilan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 1, No. 2, Nopember 1999 (132-143)