Document not found! Please try again

KPR-JUN2005- (5).PDF

Download Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN. Volume 17 (3) 2005. PRODUKSI KACANG TANAH DAN BEBERAPA SIFAT FISIKA ... meneruskan air atau ditembus akar t...

0 downloads 503 Views 111KB Size
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (3) 2005

Kemala Sari Lubis Muchlis, Suhendra Wijaya

PRODUKSI KACANG TANAH DAN BEBERAPA SIFAT FISIKA  TANAH AKIBAT PEMADATAN TANAH ULTISOL  Kemala Sari Lubis  Muchlis  Suhendra Wijaya  Staf Pengajar Fak. Pertanian USU

  Abstract The green house research was conducted to study peanut product and characteristics soil physic at Ultisol in Medan. The randomized complete block non factorial design was used with five (5) level compactions. The level compactions were So (0.90 g/cm3), S1 (0.96 g/cm3), S2 (1.02 g/cm3), S3 (1.08 g/cm3), dan S4 (1.14 g/cm3) and four (4) replications. There were two (2) units in this research, one for vegetative stage and other for generative stage. Each unit divided into 20 polybag. The result showed that root and canopy weight decreased with increasing of soil compaction although non significantly effect. The peanut grain weight increased with increasing of soil compaction significantly. Soil permeability was increased at vegetative stage with increasing of soil compaction. Soil positive was decreased at vegetative stage with increasing of soil compaction. Key words: Compaction, Soil physic, Production of peanut

A. PENDAHULUAN Pemadatan berarti bahwa kerapatan dari suatu bahan dinaikkan melalui pemakaian gaya dari luar. Tanah terdiri dari partikelpartikel mineral dan rongga-rongga udara yang sebagainya diisi dengan air. Selama pemadatan partikel-partikel tersebut ditampung dan volume rongga udara dikurangi. Dalam tanah yang berbutir kasar, air dapat ditekan dari luar (Forssblad, 1989). Pemadatan tanah merupakan salah satu bentuk dari degradasi sifat fisika tanah. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi udara sangat rendah sehingga menghalangi aerasi dan menghambat penetrasi akar dan drainase (Afandi, dkk, 1997). Selain itu Lubis (2000) juga menyatakan bahwa pembalikan tanah hingga kedalaman 15 cm menyebabkan tanah yang diolah terpecah menjadi halus namun dalam jangka waktu lebih lama justru mengakibatkan pori-pori tanah semakin kecil dan ikatan kohesi tanah semakin kuat sehingga terjadi pemadatan tanah. Demikian juga menurut Hardjowigeno (1989) yang menyatakan bahwa makin padat suatu tanah makin tinggi kerapatan lindak, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Dengan terganggunya sistem perakaran maka akan terganggu pula proses-proses di dalam jaringan tanaman terutama penyerapan unsur hara melalui akar menuju bagian atas tanaman. Tidak

48

semua peristiwa pemadatan berbahaya bagi perkembangan akar akan tetapi malah diperlukan untuk menyediakan kontak secara langsung antara tanah dengan benih, sehingga penyerapan air dapat berlangsung dengan lebih mudah. Pemadatan demikian sering dilakukan untuk perkecambahan terutama pada benih yang mempunyai ruang pori terlalu kasar (Indranada, 1994). Cepat lambatnya proses pemadatan tanah ternyata berbeda untuk setiap jenis tanah. Selain jenis tanah, iklim juga memberikan andil dalam proses pemadatan tanah. Sanchez (1992) menyatakan bahwa masalah pemadatan tanah setelah pembukaan tanah ultisol merupakan masalah pengelolaan yang mendapat perhatian yang cukup besar. Curah hujan yang tinggi diikuti dengan penurunan yang cepat kandungan bahwa organik dianggap sebagai penyebab gejala itu. Tanah Ultisol merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum digunakan untuk pertanian. Terdapat di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya (Munir, 1996). Kata ultisol berasal dari bahasa latin ultimus, yang berarti terakhir atau dalam hal ultisol, tanah paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terakhir (Foth, 1994). Sifat-sifat fisika tanah ultisol diantaranya adalah solum kedalamannya sedang (moderat 1 sampai 2 meter),

Kemala Sari Lubis Muchlis, Suhendra Wijaya warna merah sampai kuning, chroma meningkat dengan bertambahnya kedalaman, tekstur halus pada horizon Bt (karena kandungan liat maksimal pada horizon ini), struktur Bt berbentuk blocky, konsistensi teguh, permeabilitas lambat sampai baik dan erodibilitas tinggi (Munir, 1996). Kacang tanah dapat tumbuh dari bebagai macam tanah, yang penting ialah tanah itu dapat meresap air dengan baik dan dapat pula mengalirkan air kembali dengan lancar. Kacang tanah cocok ditanam pada tanah yang strukturnya ringan. Lahan yang gembur akan mendukung perkembangan perakaran dengan baik, gynophora mudah masuk ke dalam lahan untuk membentuk polong dan mempermudah pemungutan hasil tanpa banyak polong yang hilang atau tertinggal di dalam tanah (Dirjen Pertanian Tanama Pangan, 1984). Sedangkan tekstur tanah yang cocok untuk kacang tanah adalah tanah bertekstur lempung berdebu. Manfaat pengelolaan tanah bagi tanaman kacang tanah adalah sebagai berikut: a) struktur tanah menjadi gembur sehingga gynophora mudah masuk ke dalam tanah, akar mudah berkembang, dan panen akan mudah; b). memperbaiki drainase dan aerase tanah yang sangat penting bagi pertumbuhan polong kacang tanah; c). memberantas gulma dan rerumputan dan, d). memberantas sisa organik di dalam tanah, sehingga mengurangi infeksi penyakit yang disebabkan oleh cendawan pembusuk (Sumarno, 1987). Kacang tanah mempunyai akar tunggang, namun akar primernya tidak tumbuh secara dominan. Yang berkembang adalah perakaran serabut, yang merupakan akar skunder. Akar kacang tanah dapat tumbuh sedalam 40 cm Jumlah air yang diabsorbsi oleh tanaman ditentukan oleh volume tanah yang bersentuhan (kontak) dengan akar. Oleh karena itu informasi tentang berapa besarnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh sistem perakaran suatu tanaman sangat bermanfaat. Volume tanah yang bersentuhan dengan akar

Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (3) 2005 tergantung jumlah cabang akar dan jarak sampai sejauh mana akar berkembang biak ke arah vertikal ataupun ke arah horizontal. Karena pergerakan air ke permukaan akar berjalan sangat lambat maka hanya air yang berdekatan dengan akar (pada jarak beberapa mm) yang dapat digunakan oleh tanaman, jadi penyebaran akar kearah horizontal atau vertikal serta jumlah cabang akar sangat menentukan keberhasilan suatu tanaman (Islami dan Utomo, 1995) Hasil penelitian Sianipar (2000) menunjukkan bahwa bobot kering akar dan tajuk tanaman jagung meningkat pada tingkat pemadatan 0,78 g/cm3 masing-masing sebesar 19,44 g dan 72,47 g per tanaman pada akhir masa vegetatif di tanah andisol. Peningkatan ini tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan tingkat pemadatan yang lebih tinggi (1,81-1,90 g/cm3). Hal ini didukung oleh rendahnya kerapatan lindak tanah andisol yang berkisar antara 0.45-0.75 g/cm3 atau 3 0.90 g/cm serta sifat mineral amorf yang dikandung oleh alofan pada tanah andisol pada tanah yang mampu meningkatkan kemantapan agregat dan mampu mempertahankan kondisi fisik tanah yang baik. B. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian USU Medan pada pot percobaan dengan media tanah ultisol dari gebang dan tanaman indikator kacang tanah (3 biji per lubang tanah). Peralatan yang dibutuhkan berupa alat pemadat tanah, tabung kuningan, ayakan tanah dan pipa paralon sebagai pot percobaan. Tanah yang digunakan 6 kg kering oven per paralon yang sebelumnya telah dicampur dengan pupuk dasar urea (0.33 g/pot), TSP (0.49 g/pot), dan MOP (0.25 g/pot). Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat pemadat tanah yaitu kompaktor. Contoh tanah setara dengan 6 kg tanah kering oven dimasukkan ke dalam pipa paralon, kemudian dilakukan uji coba pemadatan tanah dengan cara memadatkan tanah pada beberapa tingkatan

49

Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (3) 2005

Kemala Sari Lubis Muchlis, Suhendra Wijaya pemadatan sehingga dicapai kondisi tanah yang paling padat (kompaktor sudah tidak dapat diputar lagi). Tingkatan pemadatan dibedakan berdasarkan tinggi pemadatan. Setiap pemadatan diukur kerapatan lindaknya sehingga akan diperoleh grafik linier antara tinggi pemadatan dengan kerapatan lindak. Grafik yang diperoleh akan menjadi acuan untuk menentukan tinggi pemadatan untuk masing-masing taraf perlakuan. Penetapan taraf perlakuan ditentukan dengan mengambil selang jarak (range) yang proporsional antara kerapatan lindak yang terendah dengan kerapatan lindak yang tertinggi. Parameter yang diukur meliputi berat kering akar dan tajuk, berat kering polong, permeabilitas, dan porositas tanah. Pengambilan contoh tanah untuk pengukuran permeabilitas dilakukan pada akhir masa vegetatif menggunakan tabung kuningan pada bagian bawah pot (di bawah daerah perakaran) agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Pengambilan contoh tanaman meliputi akar dan tajuk tanaman juga dilakukan pada akhir masa vegetatif sedangkan pengambilan contoh berat kering polong setelah akhir masa generatif. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan rancangan acak kelompok non faktorial dan diuji menggunakan uji beda rataan duncan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Permeabilitas dan Porositas Total Tanah Permeabilitas tanah setelah masa vegetatif pada perlakuan pemadatan tanah menunjukkan peningkatan yang nyata sedangkan porositas total tanah menunjukkan penurunan nyata sejalan

dengan meningkatnya pemadatan, dapat dilihat pada Tabel 1. Permeabilitas tanah pada perlakuan S0 hingga S3 menunjukkan peningkatan yang sangat nyata. Permeabilitas tanah tertinggi diperoleh pada perlakuan S3 (BD=1.08 g/cm3) yakni sebesar 4.69 cm/jam sedangkan terendah pada perlakuan S0 (BD=0.90 g/cm3) yakni sebesar 2,03 cm/jam. Hal ini disebabkan karena pada saat pengambilan contoh tanah untuk pengukuran permeabilitas, kondisi tanah mengalami perubahan dari kondisi semula. Perubahan ini disebabkan pengaruh perakaran tanaman. Selain itu pada tanah ultisol yang dipadatkan cenderung mudah mengalami keretakankeretakan pada saat berada pada jumlah kadar air tertentu. Sebaliknya pada tanah yang tidak dipadatkan tidak mengalami keretakan. Adanya keretakan pada tanah menimbulkan celah dan mempermudah air lewat. Hal ini menyebabkan hasil pengukuran permeabilitas tanah menjadi sangat beragam. Porositas total tanah pada pemadatan S3, hingga S3 menunjukkan penurunan yang nyata. Porositas total tanah tertinggi diperoleh pada perlakuan S0 (BD=0.09 g/cm3) yakni sebesar 63.96%, sedangkan porositas total terendah diperoleh pada perlakuan S2 (BD=1.02 g/cm3) yakni sebesar 6.09%. Menurunnya porositas tanah disebabkan adanya tekanan pada tanah yang dipadatkan maka sebagian udara yang mengisi pori tanah akan tertekan keluar sehingga ruang pori mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan dijelaskan Sutedjo dan Artasapoetra (1988) bahwa makin padat tanah tersebut maka pori-pori tanah akan semakin berkurang.

Tabel.1. Rataan Permeabilitas dan Porositas Total Tanah pada Akhir Masa Vegetatif pada Beberapa Tingkat Pemadatan Perlakuan

Tkt. Pemadatan (g/cm3)

Permeabilitas (cm/jam)

Porositas Total (%)

S0

0.90

2.03 c

63.96 a

S1

0.96

3.10 bc

62.74 ab

S2

1.02

3.77 ab

60.09 d

S3

1.08

4.69 a

61.98 bc

S4

1.14

3.51 ab

60.75 cd

Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Beda Rataan Duncan (DMRT)

50 

Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (3) 2005

Kemala Sari Lubis Muchlis, Suhendra Wijaya

Tabel.2. Rataan Berat Kering Akar, Tajuk, Polong Kacang Tanah pada Akhir Masa Vegetatif pada Beberapa Tingkat Pemadatan Perlakuan

Tkt. Pemadatan (g/cm3)

Berat Kering Akar (g)

Berat Kering Tajuk (g)

Berat Kering Polong (g)

S0

0.90

1.42

5.51

17.26 a

S1

0.96

1.18

6.53

17.11 a

S2

1.02

1.27

4.66

12.40 ab

S3

1.08

1.34

5.40

9.53 b

S4

1.14

1.32

4.20

10.17 b

Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Beda Rataan Duncan (DMRT)

Produksi Kacang Tanah Produksi kacang tanah diukur dengan menimbang berat akar, tajuk, dan polong kacang tanah. Hasil pengukuran berat kering akar, tajuk, dan polong tanaman kacang tanah pada perlakuan pemadatan menunjukkan hasil yang beragam dan tidak nyata dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan pemadatan menurunkan berat kering akar dan tajuk kacang tanah, walaupun tidak nyata. Berat kering akar kacang tanah tertinggi diperoleh pada perlakuan S0 (BD=0,96 g/cm3) yakni sebesar 1,42 g, sedangkan terendah pada perlakuan S2 (BD=1.02 g/cm3). Berat kering tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 (BD=0.96 g/cm3) sedangkan terendah pada perlakuan S4 (BD=1.14g/cm3). Penurunan berat kering akar dan tajuk tanaman kacang tanah disebabkan pada kondisi tanah semakin padat karena tanaman semakin sulit untuk melakukan penetrasi di dalam tanah. Proses penyerapan air oleh akar pada tingkat pemadatan yang lebih tinggi agak terhambat sehingga jalannya air ke bagian atas tanaman (tajuk) juga terhambat yang mengakibatkan tanaman berkurang pertumbuhannya. Menurut Rao (1994) suatu sistem perakaran yang ideal adalah memiliki kapasitas untuk menembus agregat tanah dan lapisan-lapisan tanah yang memiliki kepadatan yang berbedabeda dan menyerap air dan mineral dari zona sub soil. Karena adanya pemadatan tanah, akar sekunder (perakaran serabut) kacang tanah agak sulit menembus agregat tanah. Kecilnya volume tanah yang melakukan kontak dengan akar

menurunkan jumlah air dan hara yang dapat diabsorbsi oleh tanaman, selanjutnya dapat menurunkan jumlah tajuk yang terbentuk. Menurut Hardjowigeno (1989) makin padat suatu tanah maka semakin tinggi kerapatan lindak tanah yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan pemadatan menurunkan berat polong kacang tanah. Hasil terendah diperoleh pada perlakuan S3 (BD=1.08 g/cm3) yakni sebesar 9.53 g sedangkan tertinggi diperoleh pada perlakuan S0 (BD=0.90 g/cm3) yakni sebesar 17,26 g. Menurunnya berat polong kacang diperkirakan karena gynophora mengalami kesulitan dalam proses pembentukan polong. Sebelum proses pembentukan polong, gynophora harus mampu menembus tanah karena proses pembentukan polong terjadi di dalam tanah. Pada kondisi tanah yang gembur, gynophora akan secara mudah menembus tanah untuk kemudian membentuk polong seperti yang dikemukakan Sumarno (1987). Sedangkan pada kondisi tanah yang padat gynophora akan sulit bahkan tidak mampu menembus tanah sehingga pembentukan polong akan mengalami hambatan. D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemadatan tanah meningkatkan permeabilitas tanah tetapi menurunkan porositas tanah ultisol. 2. Pemadatan tanah menurunkan berat kering polong kacang tanah.

51

Kemala Sari Lubis Muchlis, Suhendra Wijaya Saran 1. Dianjurkan penggunaan taraf pemadatan yang lebih tinggi untuk mengetahui batas toleransi tanaman terhadap pengaruh pemadatan. 2. Pemadatan sebaiknya diaplikasikan bagi tanaman dengan hasil (buah atau biji) di atas tanah dengan jenis tanah berstruktur granular. 3. Untuk tanaman kacang tanah sebaiknya diaplikasikan pada jenis tanah berstruktur granular. E. DAFTAR PUSTAKA Afandi, Indarto, Sugiatno dan M. Utomo, 1997, Pemadatan Tanah pada Pertanaman Tebu Lahan Kering Kekerasan I Akibat Penerapan Beberapa Cara Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa Ampas Tebu pada Saat Penyiapan Lahan, Jurnal Tanah Tropika No. 4:89-93. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan, 1984, Gema Penyuluhan Pertanian Palawija, Seri No. 30/83. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan, hal. 67. Forssblad, L., 1989, Kompaksi Urukan Tanah dan Batuan dengan Getaran, Terjemahan D.R.I. Kartasapoetra, Bina Aksara, Jakarta, hal. 111. Forth, H.D., 1994, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Edisi Keenam, Terjemahan S. Adisoemarto, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 242.

52

Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (3) 2005 Hardjowigeno, 1989, Ilmu Tanah, Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta, hal. 49. Lubis, K.S., 2000, Kemantapan Agregat, Kerapatan Lindak, Kadar Air Tanah dan Pertumbuhan Tebu pada Sistem Pengolahan Tanah Konservasi dan Tumpang Sari Tebu dengan Kedelai, Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura PP.USU.,Vol. 35. No. 2. Indranada, H.K., 1994, Pengelolaan Kesuburan Tanah, Bumi Aksara, Jakarta, Hal. 13. Islami, T dan W.H. Utomo, 1995, Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, IKIP Semarang Press, Semarang, hal. 132. Munir, M., 1996, Tanah-Tanah Utama Indonesia, Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, hal. 216. Rao, N.S.S., 1994, Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika, Jilid I. Terjemahan J.T.Jayadinata, Penerbit ITB Bandung. hal. 112. Sanchez, P.A., 1992, Sifat dan Pengelolaan Tanah, Sinar Baru, Bandung, hal. 12-113, 26-27. Sianipar, H., 2000, Pengaruh Kompaksi terhadap Pertumbuhan dan Serapan N, P, dan K Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Andisol, Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah FP.USU, Medan, hal. 20-21,25. ___ , 1993, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Akademika Pressindo, Jakarta, hal. 263-266.