KRISIS EKONOMI GLOBAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR

Download 28 Okt 2013 ... Dampak krisis ekonomi global terhadap sektor agroindustri, sudah mulai ..... Jurnal La Riba (Jurnal Ekonomi Islam), Vol 3, ...

0 downloads 422 Views 430KB Size
KRISIS EKONOMI GLOBAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR AGROINDUSTRI INDONESIA1) Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian

I. PENDAHULUAN Krisis ekonomi global saat ini diawali krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat sejak pertengahan 2007. Penyebabnya adalah kredit macet pada industri properti. Sebagai negara adidaya, krisis yang terjadi di Amerika Serikat (AS) akhirnya berpengaruh pula pada negara-negara lain terutama diUni Eropa dan Asia termasuk di Indonesia (Edy Suandi,2009). Berbeda dengan krisis tahun 1997/1998, kali ini tidak hanya terjadi pada sektor perbankan dan pasar uang tetapi berimbas pula pada sektor industri riil. Macetnya perputaran uang di sektor properti AS tentu saja menurunkan tingkat likuiditas perbankan membuat banyak investor yang menarik investasinya di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan modal industri dalam negerinya. Penarikan investasi juga menyebabkan tertekannya nilai tukar rupiah(Triyono, 2008). Hal ini terlihat dari data nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2013, sudah melemah sekitar 15 persen terhadap dollar Amerika Serikat.Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut ternyata tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan eksportir di Indonesia (Triyono, 2008). Jika mengacu kepada prediksi IMF, pertumbuhan ekonomi global masih akan turun tahun 2013. Semula IMF memprediksi ekonomi akan tumbuh 3,9 persen, namun dikoreksi menjadi 3,6 persen. Sementara Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan dalam 20 tahun ini rata-rata pertumbuhan perdagangan 5,4 persen, namun tahun 2013 diperkirakan hanya 4,5 persen.Indonesia termasuk negara yang merasakan implikasi krisis ekonomi global meskipun masih bersifat second round effect, dampak derivatif hard landing Cina sebagai mitra dagang terbesar (Eddy Cahyono, 2013). Saat ini gejala transmisi krisis ekonomi global mulai terdeteksi dari neraca perdagangan Indonesia yang secara kumulatif dari Januari-Maret 2013 mengalami defisit sebesar US$67,5 juta. Nilai ekspor Maret 2013 sebesar US$15 miliar atau turun 13,03 persen dibandingkandengan nilai ekspor pada Maret 2012. Khusus untuk ekspor nonmigas mencapai US$12,10 miliar pada Maret 2013, atau turun 12,07 persen dibandingkan pada Maret 2012. Pangsa pasar ekspor nonmigas terbesar pada Maret 1

. Makalah disampaikan pada Seminar Agroindustri Outlook 2014: Dampak Perekonomian Global dan Perubahan Iklim Bagi Sektor Pertanian, Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Yogyakarta, 4 November 2014.

1

2013 masih didominasi oleh China, yaitu sebesar US$1,80 miliar, disusul Jepang US$ 1,34 miliar, Amerika Serikat sebesar US$1,32 miliar dan Uni Eropa mencapai US$1,25 miliar (BPS, 2013). Dampak krisis ekonomi global yang terjadi di Indonesia tidak hanya menyebabkan terjadinya defisit perdagangan, tetapi secara kongkrit krisis ekonomi global juga akan menyeret sektor-sektor ekonomi Indonesia termasuk sektor agroindustri akan menangung dampaknya. Agroindustri yang dimaksud adalah industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product), termasuk di dalamnya adalah penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energy, industri pengolahan hasil ikutan (by-product) serta industri agrowisata. Dampak krisis ekonomi global terhadap sektor agroindustri, sudah mulai dirasakan seperti pembiayaan kegiatan investasi (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut, penyerapan tenaga kerja melambat, daya beli masyarakat turun (Mukti, 2009). Demikian juga terhadappetani, khususnya para petani yang produksinya berorientasi pada pasar ekspor akan merasakan dampak krisis ekonomi global, akibat lesunya daya beli pasar internasional, yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja sektor-sektor ekonomi di Indonesia. Gambaran krisis ekonomi global di atas merupakan situasi titik balik (turning point) yang dapat membuat suatu keadaan bertambah baik atau bertambah buruk. Oleh karena itu, pertanyaan paling relevan yang kemudian muncul adalah seberapa besar dampak krisis tersebut akan mempengaruhi perekonomian dan kinerja sektor agroindustri di Indonesia. Makalah ini akan membahas dampak krisis global tersebut kedalam perekonomian Indonesia, khusus pada sektor agroindustri. Pembahasan tersebut akan dilengkapi dengan uraian secara ringkas tentang arah kebijakan pertanian/agroindustri dalam menghadapi krisis ekonomi global.

II. METODE ANALISIS

Analisis

dampak

krisis

ekonomi global dilakukan dengan menggunakan modelGlobal Trade Analysis Project (GTAP), yaitu model ekonomi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium/CGE) banyak negara dan banyak komoditas. CGE model merupakan salah satu pendekatan analisis yang dapat menghitung dampak ekonomi di suatu negara atau regional sebagai akibat adanya goncangan ekonomi (shock) atau perubahan suatu kebijakan. Kemampuan model CGE untuk mengkaitkan kinerja ekonomi makro dan mikro dari suatu dampak shock membuat model CGE dapat 2

digunakan sebagai informasi dalam pengambilan kebijakan secara komprehensif (James, 2007). Bahkan beberapa pakar ekonomi seperti Lionel (2002), Avinas and Norman (2002), Ross (2011), Burfisher (2011), Manuel, et al., (2012) dan Dixon and Jorgenson (2012) mengklasifikasikan model CGE sebagai pendekatan analisis yang melihat ekonomi sebagai sistem yang komprehensif dengan komponen-komponennya yang saling terkait satu sama lain (industri, rumah tangga, investors, pemerintah, importir dan eksportir). Sebagaimana model CGE lainnya, model standar GTAP juga memberikan spesifikasi dari berbagai teori dan perilaku agen secara eksplisit dalam bentuk persamaan matematis. Pemilihan bentuk fungsi mengacu pada 2 hal utama, (i) kesesuaian teori, dan (ii) kenyataan empiris, serta (iii) kebutuhan kajian. Salah satu bentuk fungsi (untuk selanjutnya disebut nesting) yang sering digunakan adalah bentuk fungsi Cob-Douglas dimana parameter yang menunjukkan proporsi dari komponen pembentuknya diasumsikan tetap. Jika harga relatif dari suatu komoditas berubah, maka penggunaannya, katakan untuk konsumsi juga akan mengalami perubahan untuk mempertahankan proporsi nominalnya sesuai dengan besaran parameter yang telah ditentukan sebelumnya (relative share). Secara lengkap model GTAP dapat dilihat di dalam Hertel (1997). Model GTAP diolah dengan menggunakan software RunGTAP. Proses agregasi sektor dan negara/wilayah dilakukan dengan menggunakan GTAPAgg. Proses pengolahan data dengan RunGTAP dilakukan dengan melakukan penyesuaian closure dan shock sesuai dengan tujuan kajian. Olahan data ini akan dihasilkan keluaran (output) seperti file solusi (solution file), perubahan volume (volume changes) dan dekomposisi (decomposition). Secara umum, closure yang digunakan dalam simulasi mengikuti closure standar GTAP yakni: (1) Variabel harga dan kuantitas dari komoditas yang dapat diperdagangkan lintas negara dan tidak termasuk dalam kategori endowment commodities, ditempatkan sebagai variabel endogen, (2) Pendapatan setiap region adalah endogen, dan (3) Seluruh variabel kebijakan, produktivitas ( technical changes) dan populasi ditempatkan sebagai variabel eksogen. Dalam melakukan simulasi perkiraan dampak krisis ekonomi global diasumsikan terjadi penurunan daya beli masyarakat sebesar 25 persen di kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Asumsi ini dibuat atas dasar adanya penurunan ekspor yang disebabkan penurunan daya beli atau permintaan dari negara-negara yang mengalami krisis ekonomi, seperti Amerika, Eropa, dan negara lainnya. Hal ini terlihat dari data surplus perdagangan Indonesia Januari hingga Juni 2012 mengalami penurunan 3

menjadi US$ 476,2 juta dibandingkan periode yang sama tahun 2011 sebesar US$ 15 miliar.Sebagai tujuan utama ekspor, penurunan daya beli tentu menurunkan permintaan agregat akan produk yang berasal dari Indonesia. Turunnya ekspor mengakibatkan turunnya pendapatan nasional sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan. Dalam konteks kajian ini hasil simulasi model GTAP akan dilinkkan dengan model CGE inter-regionalatau disebut sebagai model IndoTerm (Indonesia The Enormous Regional Model), yaitu model Computable General Equilibrium (CGE) antar-regional (inter-regional) yang memodelkan secara spesifik provinsi-provinsi di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara komprehensif tentang dampak krisis ekonomi global sampai pada tingkat regional. Model IndoTerm merupakan pengembangan dari model Orani-G (single country), yang strukturnya terdiri atas sistem persamaan yang menggambarkan permintaan tenaga kerja, permintaan faktor produksi, permintaan input antara, permintaan kombinasi faktor produksi dan input antara, permintaan kombinasi dari output, permintaan barang investasi, permintaan rumah tangga, permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya, permintaan margin, harga penjualan, keseimbangan pasar, pajak tak langsung, PDB pada sisi penerimaan dan pengeluaran, neraca perdagangan, tingkat pengembalian modal, dan akumulasi investasi dan modal (Horridge, 2003). Persamaan tersebut secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Solusi sistem persamaan-persamaan tersebut diselesaikan dengan menggunakan paket software GEMPACK (General Equilibrium Modelling PACKage) versi 11.2 tahun 2012. Pendekatan model IndoTerm adalah bersifat bottom-up dimana optimasidiselesaikan pada tingkat spesifik provinsi-provinsi yang kemudian diaggregasi ke tingkatnasional, dengan menggunakan agregat fungsi Constant elasticity of substitution (CES) dan fungsi Leontief. Pendekatanbottom-up ini memungkinkanharga sertakuantitasbervariasisecara independenantar region. Ini berartibahwa variasi harga sertakuantitasdi tiap wilayah dapat diamati dengan menggunakan model ini. Dalam model IndoTerm juga memiliki closure, yaitu: (1) variabel perubahan teknis (technical change variables), (2) variabel tingkat pajak (tax rate variables), (3) rumah tangga pasokan faktor/household supplies of factors (tenaga kerja, tanah dan modal) dan jumlah rumah tangga q, (4) harga luar negeri; (6) nilai tukar (the exchange rate) yang merupakan numeraire, yaitu harga relatif terhadap satu barang sehingga bukan harga absolut; dan (7) pengeluaran subsisten rumah tangga. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder. Data utamanya adalah Data Base GTAP versi 8 yang dikeluarkan oleh Centre for Global Trade Analysis, Purdue University pada tahun 2012. Data GTAP adalah data yang melingkupi Input4

Output Tabel masing-masing negara dan aliran perdagangan antar negara dengan banyak komoditas; terdiri dari 129 negara dan 57 sektor. Untuk keperluan kajian ini, data diagregasi ke dalam 5 negara/regional dan 13 komoditas, karena kajian ini lebih difokuskan pada sektor agroindustri. Adapun agregasi negara adalah sebagai berikut : (1) Indonesia, (2) China, (3) Amerika Serikan, (4) Uni Eropa/UE, dan (5) Sisa dari dunia. Selanjutnya, dari sepuluh komoditas yang diaggregasikan terdapat 8 komoditas yang terkait dengan sektor agroindustri, yaitu tanaman biji-bijian, sayuran dan buah, minyak sayur dan lemak, pertanian lainnya, gula, produksi hewani dan produk hewani, produk makanan, serta minuman dan tembakau. Selanjutnya, database yang digunakan dalam model IndoTerm adalahTabel Input-Output Indonesia tahun 2005, yangdiaggregasi dari 175 sektor menjadi 13 sektor, seperti sektor-sektor ekonomi yang terdapat pada GTAP database (Lampiran 2).

III. DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL Menjelang akhir 2008, perekonomian dunia dihadapkan pada satu babak baru yaitu runtuhnya stabilitas ekonomi global, seiring dengan meluasnya krisis finansial ke berbagai negara. Berdasarkan laporan Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014, yang dirilis Bank Indonesia pada 15 April 2009 menyebutkan bahwa krisis finansial global mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas yang terkait dengan kredit perumahan berisiko tinggi AS (subprime mortgage). Pembekuan ini lantas mulai memicu gejolak di pasar finansial dan akhirnya merambat ke seluruh dunia. Di penghujung tahun 2008, intensitas krisis semakin membesar seiring dengan bangkrutnya bank investasi terbesar AS Lehman Brothers, yang diikuti oleh kesulitan keuangan yang semakin parah di sejumlah lembaga keuangan berskala besar di AS, Eropa, dan Jepang (Edy Suandi, 2009). Di Uni Eropa krisis keuangan telah mengancam perekonomian dunia. Krisis ini berakar pada kegagalan Uni Eropa untuk memperbaiki perbankan. Faktor lain yang mendorong terjadi krisis keuangan Eropa adalah faktor krisis utang di negara Yunani, yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal. Ketiga negara tersebut memiliki utang yang lebih besar dari GDP-nya, dan juga sempat mengalami defisit (pengeluaran negara lebih besar dari GDP). Krisis mulai terasa pada akhir tahun 2009, dan akhirnya IMF menyetujui paket bailout (pinjaman) sebesar €110 milyar untuk Yunani, €85 milyar untuk Irlandia,dan €78 milyar untuk Portugal pada tanggal 2 Mei 2010(Sendy Widjaja, 2011). 5

Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat dan Uni Eropa telah berkembang menjadi masalah serius. Gejolak tersebut mulai mempengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan. Menurut perspektif ekonomi, perdagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Impor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain. Dalam hubungan yang sedemikian, dimungkinkan resesi di satu negara akan berdampak secara global, karena penurunan impor di satu tempat menyebabkan tertekannya ekspor di tempat lain. Untuk menganalisis perkiraan dampak krisis ekonomi globalini digunakan model General Trade Analysis Project (GTAP) dan model IndoTerm, yaitu sebuah model Computable General Equilibrium (CGE) yang masing-masing telah dikembangkan oleh Purdue University(Amerika Serikat) dan Centre of Policy Studies (CoPS), Monash University (Australia). Kedua model tersebut, mengasumsikanperekonomian dunia dan regional telah berada pada kondisi keseimbangan umum, dimana seluruh agen dalam perekonomian tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga atau bertindak sebagai price taker sehingga harga yang terbentuk sepenuhnya merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran. Secara implisit, masing-masing model tersebut mengasumsikan bahwa setiap pasar berada dalam kondisi pasar persaingan sempurna (competitive) atau dikenal sebagai konsep Walrasian General Equilibrium. Dalam melakukan simulasi perkiraan dampak krisis global diasumsikan terjadinya penurunan daya beli masyarakat di kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat masingmasing sebesar 25 persen. Asumsi ini dibuat atas dasar terjadinya penurunan ekspor yang disebabkan adanya penurunan daya beli atau permintaan dari negara seperti Amerika, dan Eropa karena persoalan ekonomi di negara tersebut akibat dari krisis global. Sebagai tujuan utama ekspor, penurunan daya beli tentu akan memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia, khususnya di sektor agroindustri.

3.1. Dampak terhadap Keragaan Makroekonomi Dari hasil olahan model GTAP terlihat bahwa krisis ekonomi global diprediksi akan memberikan dampak terhadap keragaan makroekonomi antar negara (Tabel 3.1). Hal ini terlihat dari nilai nominal GDP di masing-masing negara kecuali Uni Eropa mengalami penurunan sebesar 1,12% (Indonesia), 1,10% (China), 0,84% (USA). Peningkatan nilai GDP masih terjadi di Uni Eropa (0,42%) karena tidak semua negara di kawasan Uni Eropa mengalami krisis sehingga beberapa negara di kawasan tersebut masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif. Sebaliknya, di Indonesia, China dan USA penurunan nilai nominal GDP lebih disebabkan penurunan nilai ekspor, akibat penurunan permintaan ekspor di negara-negara yang mengalami krisis ekonomi.

6

Indikator makro lainnya, seperti nilai impor juga mengalami penurunan kecuali di kawasan Uni Eropa. Di Uni Eropa peningkatan nilai impor (0,32%) menyebabkan trade balance di kawasan tersebut bernilai negatif. Artinya, nilai impor di negara-negara tersebut jauh lebih besar daripada nilai ekspornya. Hal ini juga terjadi pada trade balance Amerika Serikat yang mengalami defisit sebesar US$ 5,653,62 juta. Sebaliknya, di Indonesia dan China trade balancenya masih bernilai positif karena penurunan nilai impor masih lebih besar dari penurunan nilai ekspor. Kondisi seperti ini berpengaruh terhadap nilai term of trade. Dari Tabel 3.1. terlihat term of trade Indonesia bernilai negatif karena penurunan harga global untuk semua barang di Indonesia sangat kecil, yaitu sebesar 0,02%, sementara di China, USA dan Uni Eropa masing-masing sebesar 0,14%, 0,32%, dan 0,13%. Tabel 3.1. Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Keragaan Makroekonomi Indikator 1. Nominal GDP (% change) 2. Nilai ekspor (% change) 3. Nilai Impor (% change) 4. Indek harga Ekspor 5. Indek Harga Impor 6. Trade Balance ($ US Million) 7. Term of trade (% Change)

Indonesia

China

(1.22) (0.74) (1.76) (1.35) (1.19) 933.83 (0.16)

(1.10) (0.45) (1.37) (1.10) (1.17) 7,853.69 0.07

USA (0.84) (1.78) (0.86) (0.86) (1.25) (5,653.62) 0.39

EU_25 0.42 (0.88) 0.32 (0.53) (0.91) (69,687.15) 0.38

Rest of World (1.33) (0.76) (1.93) (1.52) (1.09) 66,553.23 (0.43)

Keterangan: ()= nilai negatif Temuan dampak makro ini sejalan dengan banyak studi yang berkesimpulan bahwa krisis ekonomi global berimplikasi negatif bagi banyak negara. Hal ini terjadi karena di era globalisasi seperti sekarang ini, tidak bisa dipungkiri bahwa terjadi ketergantungan ekonomi antara satu negara dengan negara yang lain. Hal ini sering disebut sebagai teori dependensi, yaitu saling ketergantungan satu sama lain. Jika ditinjau dari konfliknya atau masalahnya, dalam hal ini krisisnya, maka sering disebut sebagai teori domino, dimana jika terjadi kejatuhan yang menyenggol pihak lain, maka pihak tersebut juga akan jatuh.Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat "efek domino" krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia,tak terkecualikan Indonesia. Di Indonesia dampak krisis ekonomi global juga berdampak sampai pada tingkat regional. Dengan menglinkkan hasil simulasi model GTAP dengan model IndoTerm, diperoleh gambaran regional makroekonomi, seperti terlihat pada Gambar 3.1. Nilai real GDP Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan sebesar 0.163%. Penurunan 7

real GDP juga terjadi di wilayah Sumatera (0,306%), dan Kalimantan (1,079). Hal ini diduga karena banyak produk primernya (sektor perkebunan) di Sumatera dan Kalimantan yang berorientasi pada pasar ekspor, sehingga dampak krisis ekonomi global akan sangat dirasakan terutama turunnya daya beli pasar internasional. Kondisi ini menyebabkan investasi di wilayah tersebut juga mengalami penurunan masingmasing sebesar 0,191% (Sumatera) dan 1,01% (Kalimantan). Akibatnya, aggragate penyerapan tenaga kerja juga mengalami penurunan.

0.400 0.200 0.000 ) n a h a b u r e P ( %

-0.200 -0.400 -0.600 -0.800 -1.000 -1.200 -1.400 Real GDP

Real Houshold Consumption

Real Investment

Aggregate Employment

CPI

Indonesia

-0.163

-0.260

Sumatera

-0.306

-0.238

-0.085

0.000

-1.088

-0.191

-0.005

Jawa

0.025

-1.103

-0.158

0.099

0.061

Kalimatan

-1.070

-1.079

-1.126

-1.010

-0.432

-1.184

Sulawesi

0.138

-0.056

0.270

0.064

-1.068

Bali-NT

0.046

-0.150

0.132

0.008

-1.083

Papua-Mal

0.046

-0.187

0.121

0.031

-1.060

Gambar 3.1. Dampak krisis ekonomi global terhadap regional makroekonomi

Berbeda halnya di wilayah Jawa, Sulawesi, Bali-NTT dan Papua-Maluku dimana real GDPnya masih bernilai positif dengan adanya krisis ekonomi global. Hal ini terjadi karena pada situasi krisis, investasi di wilayah tersebut masih mengalami peningkatan, walaupun dengan persentase yang relatif kecil. Peningkatan real GDP di wilayah tersebut juga didorong oleh penurunan nilai Consumer Price Index (CPI) dan konsumsi rumah tangga. 3.2. Dampak Terhadap Kinerja Sektoral Uraian berikut akan membahas perkiraan dampak terhadap kinerja sektor ekonomi, khususnya terkait sektor agroindustri, seperti Tanaman biji-bijian, SayuranBuah, Tanaman minyak & Lemak, Gula, Pertanian lainnya, Produksi hewan dan produk hewani, Produk Makanan, serta Minuman dan Produk Tembakau. Analisis yang 8

dilakukan adalah berdasarkan perubahan yang terjadi pada beberapa variabel ekonomi, seperti output, input (tenaga kerja dan intermediate input), ekspor, dan impor.

3.2.1. Dampak Terhadap Output dan Input Keterkaitan perubahan output dapat dipelajari pada Lampiran 3(Tabel 3.2 dan 3.3). Hasil simulasi model GTAP meunjukkan tidak selalu krisis ekonomi global menurunkan ouput sektor agroindustri di banyak negara. Di Indonesia, misalnya sektor yang mengalami peningkatan output hampir semua sektor agroindustri kecuali gula, dan minuman dan tembakau yang outputnyamengalami penurunan masing-masing sebesar 0,061% dan 0,081%. Peningkatan output ini diduga karena adanya dukungan pasar domestik yang kuat. Struktur demografi Indonesia menjadi daya dukung pasar domestik tersebut. Jumlah penduduk dengan kategori kelas menengah – menurut Bank Dunia adalah penduduk dengan pengeluaran antara 2 dan 20 dollar AS per hari – meningkat sebanyak 50 juta antara tahun 2003-2010. Sebaliknya, penurunan output gula, dan minuman dan tembakau diduga disebabkan berkurangnya permintaan baik dari luar maupun domestik sehingga perusahaan/produsen cenderung menurunkan produksinya. Apabila dilihat secara regional dengan menggunakan model IndoTerm, ternyata krisis global memberikan dampak yang bervariasi terhadap output agroindustri di masing-masing wilayah. Di Sumatera, misalnya hanya output sayur dan buah-buahan, gula, minuman dan tembakau yang mengalami penurunan, sementara sektor lainnya mengalami peningkatan, walaupun relatif kecil,seperti terlihat pada Tabel3.2 (Lampiran 3). Demikian halnya wilayah Jawa, hampir sebagian besar output agroindustri mengalami peningkatan kecuali sayur dan buah-buahan, minyak sayur dan lemak, produksi hewan dan produk hewan, serta minuman dan tembakau. Sebaliknya di wilayah Kalimatan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku hampir sebagian besar output agroindustri mengalami penurunan. Penurunan output terbesar di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua-Maluku terjadi pada sektor gula masingmasing sebesar 0,66%, 0,68%, 0,475%, dan 0,445%. Sementara di wilayah Jawa dan Bali-Nusa Tenggara terjadi pada sektor minyak sayur dan lemak masing-masing sebesar 0,383%, dan 0,496%. Perlambatan pertumbuhan ouput sektor agroindustri di beberapa wilayah di Indonesia terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya beberapa harga komoditas agroindustri. Penurunan ini tidak terlepas dari dinamika naik turunnya pertumbuhan ekonomi daerah, akibat adanya krisis ekonomi global. Disamping itu, 9

Indonesia juga terdiri daribanyak provinsi yang masing-masing tentunya memiliki karakteristik yang relatif berbeda. Oleh sebab itu, dampak dari krisis ekonomi global pada output agroindustri akan memiliki intensitas yang berbeda dan sangat tergantung pada kondisi dan karakteristik dari masing-masing wilayah tersebut. Penurunan jumlah output beberapa komoditi di sektor agroindustri menyebabkan jumlah penggunaan tenaga kerja pada sektor tersebut mengalami penurunan, seperti terlihat pada Lampiran 4 (Tabel 3.3). Di Sumatera, misalnya penggunana tenaga pada sektor sayur dan buah-buahan turun sebesar (0,09%), gula (0,71%), produksi hewan dan produk hewani (0,078%) dan minuman dan tembakau (0,128%). Sebaliknya di wilayah Kalimatan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Maluku hampir semua sektor mengalami penurunan penggunaan tenaga kerja.Di wilayah Sumatera dan Kalimatan penurunan penggunaan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor gula masing-masing sebesar 0,71% dan 0,695%.Sementara di wilayah Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Papua-Maluku penurunan penggunaan tenaga kerja terjadi pada sektor minyak sayur dan lemak masing-masing sebesar 0,364%, 0,541% dan 0,464%. Sebagaimana diketahui bahwa agroindustri (industri pertanian) merupakan industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk akhir (Finish Product) maupun input antara (Intermediate input).Dalam konteks penggunaan intermediate input, krisis ekonomi global diperkirakan berpotensi memberikan dampak negatif, seperti terlihat pada Lampiran 5 (Tabel 3.4). Produk makanan, misalnya penurunan penggunaan input antara yang berasal dari sektor bijibijan adalah sebesar (0,594%), Sayur dan buah-buahan (3.872%), Minyak sayur dan Lemak (5.124%), Gula (12.273%), Produksi hewan dan produk hewani (1.819%), dan Minuman dan Tembakau (7.807%).

3.2.2. Dampak Terhadap Ekspor dan Impor Hasil simulasi dengan menggunakan model GTAP menunjukkan bahwa dampak krisis ekonomi global terhadap kinerja ekspor dan impor dari seluruh sektor ekonomi di beberapa negara sangat bervariasi, seperti terlihat pada Lampiran 6 (Tabel 3.5 dan 3.6). Hampir semua sektor yang terkait dengan agroindustri mengalami penurunan ekspor. Di Indonesia penurunan ekspor terbesar ditemukan pada sektor gula (2,452%), serta minuman dan tembakau (2,324%). Hal ini diduga karena terjadinya penurunan daya beli atau permintaan dari negara yang mengalami krisis ekonomi, seperti Amerika, Eropa dan negara-negara lainnya. Penurunan jumlah ekspor juga disebabkan output dari beberapa sektor ekonomi mengalami penurunan, seperti diuraikan sebelumnya. Demikian halnya di China, penurunan ekspor terbesar juga ditemukan pada sektor gula, serta minuman dan tembakau, masing-masing sebesar 2,178% dan 2,423%. 10

Sebaliknya, di Amerika dan Uni Eropa, hampir seluruh sektor ekonomi mengalami penurunan nilai ekspor. Krisis ekonomi global juga mendorong peningkatan jumlah impor seperti terlihat pada Tabel 3.6 (Lampiran 5). Semua sektor ekonomi di Indonesia mengalami penurunan impor dengan persentase yang berbeda-beda. Penurunan impor terbesar, terutama terkait dengan agroindustri terjadi pada sektor minuman dan tembakau (1,292%). Penurunan impor inidimungkinkan karena adanya pengurangan penggunaan bahan baku yang berasal dari impor, sebagai akibat dari penurunan output. Penurunan impor juga didorong oleh rendahnya daya beli masyarakat dari negara-negara yang mengalami krisis ekonomi. 3.3. Dampak Terhadap Kemiskinan Analisis kemiskinan dilakukan dengan menggunakan formulasiinsiden kemiskinan (incidence of poverty) dengan garis kemiskinan (poverty line) di perkotaan dan di perdesaan ditetapkan berdasarkan standar BPS tahun 2008, yaitu masing-masing sebesar Rp. 204,896 dan Rp. 161,831per kapita per bulan. Sementara nilai head-count index yang diaggregasisebelum dilakukan simulasi, adalah Sumatera sebesar 17,21%, Jawa (16,06%), Kalimantan (10,92), Sulawesi (16,84), Bali-NTT (21,25) dan PapuaMaluku (33,29%). Nilai ini menunjukkan proporsi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan terhadap total penduduk.

Gambar 3.2. Dampak krisis ekonomi global terhadap Perubahan tingkat kemiskinan menurut wilayah (%)

11

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa krisis ekonomi global berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin, baik secara nasional maupun regional. Peningkatan kemiskinan terbesar terjadi di wilayah Jawa dan Kalimantan masingmasing sebesar 0,13%, kemudian disusul oleh Sumatera (0,11%), dan Papua-Maluku (0,09%). Peningkatan jumlah masyarakat miskin ini merupakan konsekuensi dari penurunan jumlah pengunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi. Temuan ini sejalan dengan hasilstudi Organisasi Perburuhan Dunia (ILO), yang menyatakan sekitar 20 juta orang akan kehilangan pekerjaannya hingga akhir 2009, akibat krisis ekonomi global. Peningkatan jumlah kemiskinan tersebut juga disebabkan olehtingkat pendapatan masyarakat Indonesia yang sensitif (elastis) terhadap perubahan kondisi perekonomian.

IV. ARAH KEBIJAKAN AGROINDUSTRI Dalam upaya mencegah dan mengantisipasi dampak krisis ekonomi global, pemerintah telah mengambil beberapa kebijakan nasional, baik kebijakan moneter, fiskal maupun kebijakan penguatan sektor riil. Paparan berikut ini akan menggambarkan secara ringkas kebijakan-kebijakan sektor pertanian dan agroindutri yang telah dan akan diambil oleh Pemerintah terkait upaya-upaya penguatan ekonomi dalam rangka mengantisipasi dampak krisis, untuk mendukung perekonomian Indonesia agar dapat tumbuh pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Di bidang pertanian/agroindustri langkah-langkah dalam rangka pencegahan dan pengurangan dampak krisis ekonomi tersebut diarahkan untuk melindungi produsen (petani) pada sisi supply serta konsumen (masyarakat) pada sisi demand. Terkait dengan komoditas pangan, langkah yang ditempuhadalah memantapkan ketahanan pangan nasional, dimana penyediaanpangan nasional harus diupayakan sebesarbesarnya dari produksi dalamnegeri dan mengurangi ketergantungan impor dari negara lain.Hal iniuntuk menciptakan kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.Kebijakan yang dapat ditempuh dari sisi supply adalah : (i) meningkatkan produksi dan produktivitas pangan di dalam negeri, (ii) meningkatkan kelembagaan pertanian, khususnya permodalan dan penelitian, (iii)memberikan perlindungan kepada petani dalam konteks ketahanan pangan, tingkat penghidupan masyarakat desa dan kesejahteraan masyarakat, serta (iv) mempertegas regulasi retail modern. Sementara dari sisi demand-nya, kebijakan di bidang pangan yang dapat diterapkan adalah : (i) memperkuat cadangan pangan pemerintah dan masyarakat, (ii) menjamin kelancaran manajemen distribusi pangan pokok, (iv) stabilisasi harga pangan nasional, serta (v) melaksanakan strategi diversifikasi pangan.

12

Dalam mencegah dan mengurangi dampak krisis ekonomi global terhadap komoditas perkebunan nasional, maka kualitas komoditas perkebunan nasional harus terus ditingkatkan. Saat ini, komoditas perkebunan nasional telah memiliki keunggulan komparatif yang berupa sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (tenaga kerja). Keunggulan tersebut hendaknya dapat digunakan untuk mendorong keunggulan kompetitif (daya saing) komoditas perkebunan nasional di dalam perdagangan internasional. Sasaran ke depan yang harus dicapai adalah komoditas/produk perkebunan Indonesia harus memiliki daya saing tinggi. Langkah strategi yang dapat ditempuh untuk mendukung peningkatan daya saing komoditas perkebunan adalah dengan: (i) mengefektifkan penerapan teknologi perkebunan dan mengefisienkan usaha perkebunan, serta (ii) mempromosikan komoditas dan produk perkebunan di pasar internasional dan dalam negeri, baik yang telah dikuasai maupun yang masih berupa alternatif atau tambahan. Sementara untuk kebijakan yang dapat diambil adalah : (i) revitalisasi perkebunan, yang meliputi aspek lahan, pembiayaan, benih, pupuk, teknologi, dan infrastruktur; (ii) diversifikasi komoditas dan produk; (iii) diversifikasi pasar; (iv) pengamanan harga/resiko harga; (v) efisiensi pemasaran; (vi) sistem informasi dan analisis pasar, serta (vii) penelitian dan kajian/analisis kebijakan. Terkait dengan pengembangan tanaman hortikultura, langkah strategis yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi dampak krisis ekonomi antara lain : (i) mendorong peningkatan mutu dan daya saing produk hortikultura dalam rangka mengurangi ketergantungan impor yang cenderung terus meningkat (untuk komoditas buah durian dan jeruk), (ii) mendorong diversifikasi pasar, (iii) mendorong investasi melalui peran swasta, (iv) mendorong industri benih dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap benih impor, (v) mengembangkan kawasan agribisnis hortikultura, serta (vi) menciptakan kemitraan antara pelaku bisnis dengan petani hortikultura. V. PENUTUP Gambaran perkiraan dampak krisis ekonomi global seperti yang telah diuraikan sebelumnya, memberikan implikasi bahwa memasuki tahun 2014, ekonomi Indonesia masih menghadapi risiko atas ketidakpastian global yang tinggi. Sektor agroindustri yang memiliki spektrum kegiatan dan pasar yang sangat luas tak terkecualikan akan mengalami dampak negatif akibat krisis ekonomi global. Jika kondisi tersebut tidak ditanggulangi secara serius dan efektif, maka secara kongkrit krisis global akan mengakibatkan semua petani akan menangung dampaknya.Oleh karenaitu, perlu 13

adanya langkah-langkah dalam rangka pencegahan danpengurangan dampak krisis ekonomi tersebut. Langkah-langkah tersebutharus mampu melindungi produsen (petani) pada sisi supply sertakonsumen (masyarakat) pada sisi demand.

DAFTAR PUSTAKA Avinas Dixit and Victor Norman. 2002. Theory of International Trade: A dual, General Equilibrium Approach. Cambridge University Press. Burfisher, Mary (2011). Introduction to Computable General Equilibrium Models, Cambridge University Press. Dixon, Peter B. and Dale W. Jorgenson (eds.). 2012. Handbook of Computable General Equilibrium Modeling. Volumes 1A and 1B. North Holland, Elsevier B.V. Eddy

Cahyono, S. 2013. Konektivitas Nasional Meningkatkan Daya http://www.setkab.go.id/artikel-7690-konektivitas-nasionalmeningkatkan-daya-saing.html (diakses 28 Oktober 2013)

Saing.

Edy Suandi Hamid.2009. Akar Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap Indonesia. Jurnal La Riba (Jurnal Ekonomi Islam), Vol 3, No 1 (2009) Hertel, T.W.

1997. Global Trade Analysis: Modeling and Application. Cambridge University Press

published by

James C. Moore. 2007. General Equilibrium and Welfare Economic. Springer Berlin Heidelberg. New York. Lionel W. McKenzie. 2002. Classical General Equilibrium Theory. The MIT Press Cambrige, massachusetts London, England. Manuel Alejandro C, Guerra A, I and Sancho. 2012. Applied General Equilibrium. Springer Dordrecht Heidelberg London New York. Mukti

Aji. 2009. Krisis Global dan Dunia Pertanian Indonesia. http://muktiaji.blogspot.com/2009/03/krisis-global-dan-dunia-pertanian.html (diakses 29 Oktober 2013)

Ross M. Starr. 2011. General Equilibrium Theory. Cambridge University Press Sendy Widjaja. 2011. Potensi Dampak Krisis Yunani Terhadap Perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi, Vol 16, No 3 (2011) Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika. Jurnal Ekonomi PembangunanVol. 9, No. 2, Desember 2008, hal. 156 - 167

14

Lampiran 1. Persamaan Model Orani-G Identifier

Description commodity and factor demands

(1.1) (1.2) (1.3) (1.4) (1.5) (1.6) (1.7) (1.8)

domestic commodities for domestic use imported commodities export demand demands for primary factor commodity supplies pricing a in production in exporting in importing market clearing for commodities for primary factors other equations balance of trade Cpi wage indexation

(1.9) (1.10)

Equation

(1.11) (1.12) (1.13) total Source : Dixon et al., 1982 Note : adenotes diagonal matrix Variable D Z C P1 P2 M E P1* P2* L P3 Y  T S L* B  QP3 Total QD, QM, QE, QL QY, QV ,QW

d = fd(z, c, p1, p2, qd) m = fm (z, c, p1,p2, qm) e = f e(p1*, qe) l = fl (z, p3, ql) y = f y (z, p1, qy) v(p1, qy)=w(p1, p2,p3,qw) p1 = p1*s p2 =p2*t

n n n k n h n n

d+e=y l = l*

n k

b = (p1*)e-(p2*)m  = f (p1, p2) p3 = fp3 (, qp3)

Description Demands for domestically produced commodity Activity levels for each industry Aggregate real absorption Local prices of domestic commodities Local prices of imported commodities Demand for imported commodities Exports Foreign currency price for exports Foreign currency price for imports Demands for primary factors Prices for primary factors Commodities output levels Exchange rate (Rp/US $) One plus ad valorem rates of protection One plus ad valorem rates of export subsidy Factor employment levels Balance of trade Consumer price index Shift terms factor price equations

Large number of variables designed to assist in the simulation of exogenous changes in technology, export demands, household preferences and indirect taxes Source : Dixon et al., 1982

15

number

1 1 k 7n +h+3k+2

Number n h 1 n n n n n n k k n 1 n n k 1 1 k 10n+h+4k+4

Lampiran 2. Agregasisektorekonomidari 175 sektormenjadi 13 sektor No.

Sector

1 Paddy 2 Maize 3 Cassava 4 SweetPotatos 5 OthRootCrops 6 Groundnut 7 Soybean 8 OtherBeans 9 Vegetables 10 Fruits 11 CerOthFoodCr 12 Rubber 13 Sugarcane 14 Coconut 15 Oilpalm 16 FibreCrops 17 Tobacco 18 Coffee 19 Tea 20 Clove 21 Cacao 22 Cashew 23 OthEstateCrp 24 OthAgric 25 Livestock 26 FreshMilk 27 PoultryPrd 28 OthLivestock 29 Wood 30 OthForestPrd 31 SeaFish 32 InlandFish 33 Shrimp 34 AgricSvc 35 Coal 36 CrudeOil 37 NaturalGas 38 TinOre 39 NickelOre 40 BauxiteOre 41 CopperOre 42 GoldOre 43 SilverOre 44 IronOre 45 OthMining 46 NMetalMinral 47 CrudeSalt 48 Quarrying 49 Meat 50 ProcessMeat

No

Sector

101 Soaps 102 Cosmetics 103 OthChemicals 104 PetrolRefPrd 105 LNG 106 SmokedRubber 107 Tires 108 OthRubberPrd 109 PlasticPrd 110 Ceramics 111 GlassPrd 112 ClayCerStruc 113 Cement 114 OthNonFerPrd 115 BasicFerrous 116 BasFerrPrd 117 BasicNonFerr 118 BasNonFerrPr 119 ToolsCutlery 120 MtlFurniture 121 StructMetlPr 122 OthMetalPrds 123 Engines 124 MachineryApp 125 ElecGenMotor 126 ElecMachiner 127 CommunicEqup 128 HholdElecApp 129 OthElecApp 130 Battery 131 Ships 132 Trains 133 MotorVehicle 134 MotorCycle 135 OthTransEqup 136 Aircraft 137 ScientifEqup 138 Jewellery 139 MusicalInst 140 SportGoods 141 OthManufact 142 ElecGasSupp 143 WaterSupply 144 Building 145 AgrConstruct 146 PublicWorks 147 ConstUtilsCo 148 OthConstruct 149 Trade 150 MotorRepairs

No

Mapping

1 Cerealgrain 2 Cerealgrain 3 Veget_friut 4 Veget_friut 5 Other_Agri 6 Vegetable oils and fats 7 Vegetable oils and fats 8 Veget_friut 9 Veget_friut 10 Veget_friut 11 Other_Agri 12 Other_Agri 13 Sugar 14 Vegetable oils and fats 15 Vegetable oils and fats 16 Other_Agri 17 Other_Agri 18 Other_Agri 19 Other_Agri 20 Other_Agri 21 Other_Agri 22 Vegetable oils and fats 23 Other_Agri 24 Other_Agri 25 Animal_prods 26 Animal_prods 27 Animal_prods 28 Animal_prods 29 Other_Agri 30 Other_Agri 31 Other_Agri 32 Other_Agri 33 Other_Agri 34 Other_Agri 35 mining 36 oil&Gas 37 oil&Gas 38 mining 39 mining 40 mining 41 mining 42 mining 43 mining 44 mining 45 mining 46 mining 47 mining 48 mining 49 Animal_prods 50 Animal_prods

16

No

Mapping

101 Other_Agri 102 Other_Agri 103 Other_Agri 104 oil&Gas 105 oil&Gas 106 Other_Agri 107 Other_Agri 108 Other_Agri 109 Other_Agri 110 mining 111 mining 112 mining 113 mining 114 mining 115 Other 116 Other 117 mining 118 mining 119 manuf 120 manuf 121 mining 122 mining 123 manuf 124 manuf 125 manuf 126 manuf 127 manuf 128 manuf 129 manuf 130 manuf 131 manuf 132 manuf 133 manuf 134 manuf 135 manuf 136 manuf 137 manuf 138 manuf 139 manuf 140 manuf 141 manuf 142 manuf 143 Other 144 Other 145 Other 146 Other 147 Other 148 Other 149 Serv 150 Serv

Aggregasi Tanaman biji-bijian Sayuran-Buah Tanaman minyak & Lemak Pertanian lainnya Gula Produksi hewan dan produk hewani Produk Makanan Minuman dan Produk Tembakau Manufacturing Pertambangan Minyak dan Gas Jasa Sektor lain

Lanjutanlampiran 2. No.

Sector

No

Sector

No

Mapping

No

Mapping

51 DairyPrds

151 Restaurant

51 Animal_prods

151 Serv

52 CanFruitVeg

152 Hotel

52 Food products

152 Serv

53 SaltDryFish

153 RailTrans

53 Food products

153 Serv

54 ProcFish

154 RoadTrans

54 Food products

154 Serv

55 Copra

155 SeaTrans

55 Vegetable oils and fats

155 Serv

56 EdibleOil

156 RiverTrans

56 Vegetable oils and fats

156 Serv

57 Rice

157 AirTrans

57 Food products

157 Serv

58 WheatFlour

158 TransSvc

58 Food products

158 Serv

59 OthFlour

159 Communicaton

59 Food products

159 Serv

60 BakeryPrds

160 Banking

60 Food products

160 Serv

61 Noodles

161 OthFinance

61 Food products

161 Serv

62 Sugar

162 Insurance

62 Sugar

162 Serv

63 PeeledGrain

163 RealEstateDo

63 Food products

163 Serv

64 Confectionry

164 BusinessSvc

64 Food products

164 Serv

65 ProcCoffee

165 GeneralGov

65 Food products

165 Serv

66 ProcTea

166 GovEducSvc

66 Food products

166 Serv

67 SoyaBeanPrds

167 GovHealthSvc

67 Food products

167 Serv

68 OthFoods

168 OthGovSvc

68 Food products

168 Serv

69 AnimalFeed

169 PrivatEducat

69 Food products

169 Serv

70 AlcoBeverage

170 PrivatHealth

70 Beverages and tobacco products 170 Serv

71 SoftDrinks

171 OthPrCommun

71 Beverages and tobacco products 171 Serv

72 TobaccoPrds

172 Films

72 Beverages and tobacco products 172 Serv

73 Cigarettes

173 RecCultSvcPr

73 Beverages and tobacco products 173 Serv

74 Kapok

174 PersHousSvc

74 manuf

174 Serv

75 Yarn

175 OthGoodsSvc

75 manuf

175 Serv

76 Textile

76 manuf

77 NCloTextPrd

77 manuf

78 KnittingMill

78 manuf

79 CarpetRope

79 manuf

80 Clothing

80 manuf

81 Leather

81 Other_Agri

82 LeatherPrds

82 Other_Agri

83 Footwear

83 Other_Agri

84 Sawmill

84 Other_Agri

85 Plywood

85 Other_Agri

86 WoodBldngPrd

86 Other_Agri

87 WoodFurnture

87 Other_Agri

88 OthWoodPrd

88 Other_Agri

89 NonPlasticr

89 Other_Agri

90 Pulp

90 Other_Agri

91 PaperCard

91 Other_Agri

92 PaperPrds

92 Other_Agri

93 PrintPublish

93 Other_Agri

94 BascChemical

94 Other_Agri

95 Fertilizer

95 Other_Agri

96 Pesticides

96 Other_Agri

97 PlastcsFibre

97 Other_Agri

98 Paints

98 Other_Agri

99 Drugs 100 NativeMedicn

99 Other_Agri 100 Other_Agri

17

Aggregasi

Lampiran 3. Dampakkrisis global terhadap output sector ekonomi menurut wilayah Tabel 3.2. Persentase perubahan output sector ekonomi global Output

No

Indonesia

1 Biji-bijian 2 Sayur dan buah-buahan 3 Minyak sayur dan Lemak 4 Pertanian Lainnya 5 Gula 6 Produksi hewan dan produk hewani 7 Produk Makanan 8 Minuman dan Tembakau 9 Manufacturing 10 Mineral 11 Minyak dan Gas 12 Jasa 13 Sektor Lainnya

0.096 0.015 0.079 0.495 -0.061 0.089 0.091 -0.081 0.748 0.003 -1.231 0.141 -1.055

China 0.101 0.070 0.182 0.266 0.018 0.043 0.091 -0.040 0.032 0.015 -1.281 0.078 -0.711

USA

EU_25

-0.423 -0.156 -1.181 -0.615 -0.331 -0.248 -0.220 -0.266 -0.745 -0.349 -0.039 0.126 0.218

-0.807 -1.524 0.560 -0.338 2.649 -0.124 0.185 1.863 0.164 -0.844 15.623 -0.297 1.589

Rest of World 0.422 0.229 0.204 0.853 -0.195 0.178 0.142 -0.261 0.493 0.589 -1.430 0.098 -1.249

Tabel 3.3. Persentase perubahan output sector ekonomi wilayah di Indonesia

1 Biji-bijian

0.096

0.037

0.017

-0.099

0.031

-0.007

PapuaMal 0.069

2 Sayur dan buah-buahan

0.015

-0.086

-0.070

-0.301

-0.061

-0.061

-0.090

3 Minyak sayur dan Lemak

0.079

0.196

-0.383

0.000

-0.288

-0.496

-0.409

No

Output

4 Pertanian Lainnya

Indonesia Sumatera

Jawa

Kalimatan Sulawesi

Bali-NT

0.495

0.483

0.796

0.862

-0.045

-0.114

-0.028

-0.061

-0.660

0.029

-0.648

-0.475

-0.142

-0.445

6 Produksi hewan dan produk hewani 0.089

5 Gula 7 Produk Makanan 8 Minuman dan Tembakau 9 Manufacturing 10 Mineral 11 Minyak dan Gas 12 Jasa 13 Sektor Lainnya

-0.016

-0.005

-0.211

-0.063

-0.045

-0.087

0.091

0.155

0.079

0.116

0.035

-0.048

0.133

-0.081

-0.215

-0.222

-0.280

-0.318

-0.182

-0.249

0.748

1.104

0.307

2.368

1.687

0.893

1.936

0.003

0.722

0.851

0.870

0.599

0.405

0.385

-1.231

-2.718

-5.059

-3.491

-1.920

-2.965

-3.426

0.141

0.167

0.202

-0.099

0.170

0.031

0.016

-1.055

-0.015

0.223

-0.594

0.284

0.139

0.149

18

Lampiran 4. Dampak krisis ekonomi global terhadap Penggunaan tenaga kerja pada sektor ekonomi Indonesia Tabel 3.3. Persentase perubahan Penggunaan tenaga kerja pada sektor ekonomi Indonesia No

Output

1 Biji-bijian 2 Sayur dan buah-buahan 3 Minyak sayur dan Lemak 4 Pertanian Lainnya 5 Gula 6 Produksi hewan dan produk hewani 7 Produk Makanan 8 Minuman dan Tembakau 9 Manufacturing 10 Mineral 11 Minyak dan Gas 12 Jasa 13 Sektor Lainnya

Sumatera

Jawa

0.035 -0.090 0.129 0.416 -0.710 -0.078 0.256 -0.128 1.140 0.890 -3.379 0.116 0.120

0.015 -0.074 -0.468 0.752 -0.020 -0.066 0.252 -0.065 0.298 0.923 -5.204 0.104 0.313

19

Kalimatan

-0.103 -0.307 -0.084 0.857 -0.695 -0.291 0.232 -0.199 2.672 1.371 -3.300 0.032 -0.107

Sulawesi

0.029 -0.064 -0.364 -0.160 -0.512 -0.114 0.043 -0.306 1.622 0.711 -2.838 0.081 0.296

Bali-NT

-0.010 -0.064 -0.541 -0.237 -0.188 -0.090 0.001 -0.137 0.903 0.567 -3.448 -0.012 0.194

Papua-Mal

0.068 -0.093 -0.464 -0.140 -0.486 -0.135 0.199 -0.191 1.965 0.549 -4.040 -0.030 0.226

Lampiran 5.Dampak krisis ekonomi global terhadap Penggunaan intermediate input pada sektor ekonomi Indonesia Tabel 3.4. Persentase perubahanintermediate input pada sektor ekonomi Indonesia

No

Sektor 1 Biji-bijian 2 Sayur dan buah-buahan 3 Minyak sayur dan Lemak 4 Pertanian Lainnya 5 Gula 6 Produksi hewan dan produk hewani 7 Produk Makanan 8 Minuman dan Tembakau 9 Manufacturing 10 Mineral 11 Minyak dan Gas 12 Jasa 13 Sektor Lainnya

1 -1.253 -1.788 -0.194 0.187 0.538 -0.385 -0.594 2.510 0.443 -0.539 5.287 -0.005 0.607

2 -4.769 -4.406 -3.421 -3.146 -2.740 -3.663 -3.872 -0.770 -2.837 -3.289 4.597 -2.872 -2.672

3 -6.276 -6.814 -5.171 -4.864 -4.491 -5.413 -5.123 -2.521 -4.586 -5.498 1.242 -4.769 -4.422

4 7.008 7.161 8.117 8.433 8.416 7.767 8.126 8.784 8.661 8.068 14.737 8.100 8.868

5 -13.424 -13.264 -12.321 -12.076 -12.607 -12.562 -12.273 -11.656 -11.739 -12.277 -6.803 -11.848 -11.573

6 -2.883 -2.723 -1.777 -1.388 -1.839 -2.044 -1.819 -1.035 -1.191 -1.742 4.212 -1.266 -1.028

Keterangan: 1= 2= 3= 4= 5= 6= 7= 8= 9= 10= 11=

Biji-bijian 12= Jasa Sayurdanbuah-buahan 13= Sektorlainnya MinyaksayurdanLemak PertanianLainnya Gula Produksihewandanprodukhewani ProdukMakanan MinumandanTembakau Manufacturing Mineral Minyakdan Gas 20

7 0.984 1.134 2.060 2.338 1.920 1.748 2.107 2.757 2.667 2.101 7.617 2.197 2.841

8 -8.950 -8.791 -7.846 -7.563 -7.733 -8.087 -7.807 -5.905 -7.262 -8.161 -2.402 -8.003 -7.097

9 42.875 42.576 44.237 44.412 44.925 43.883 44.286 44.910 44.737 44.205 50.418 43.831 44.594

10 18.411 17.870 19.471 19.804 20.207 18.600 19.571 22.187 20.107 19.557 25.466 19.297 19.972

11 -101.143 -101.432 -99.824 -99.772 -99.158 -100.722 -100.266 -97.231 -99.269 -100.442 -93.198 -99.870 -99.092

12 1.362 1.520 2.476 2.904 2.746 2.226 2.516 3.164 2.849 2.380 8.763 2.387 3.227

13 1.029 0.733 2.328 2.780 3.061 1.460 1.928 5.033 2.831 2.371 8.520 2.030 1.858

Total -67.030 -68.223 -51.866 -47.951 -46.754 -57.191 -53.220 -29.775 -44.589 -53.265 28.456 -50.791 -43.917

Lampiran 6. Dampak krisis ekonomi global terhadap Nilai ekspor pada sector ekonomi global

Tabel3.5. Persentase perubahan nilai ekspor pada sector ekonomi global No

Output

Indonesia

1 Biji-bijian 2 Sayur dan buah-buahan 3 Minyak sayur dan Lemak 4 Pertanian Lainnya 5 Gula 6 Produksi hewan dan produk hewani 7 Produk Makanan 8 Minuman dan Tembakau 9 Manufacturing 10 Mineral 11 Minyak dan Gas 12 Jasa 13 Sektor Lainnya

China

-0.293 -0.023 -0.972 0.053 -2.452 0.722 -0.336 -2.324 0.282 -0.428 -6.241 2.053 1.422

-0.058 0.088 -1.17 -0.155 -2.178 0.747 -0.396 -2.423 -0.579 0.363 -9.793 0.794 0.867

USA

EU_25

-1.446 -0.531 -2.732 -2.522 -3.894 -2.217 -1.757 -2.955 -2.976 -0.976 -5.499 0.94 -1.175

-2.2 -1.461 -0.509 -1.572 1.59 -1.492 -0.94 -0.613 -1.338 -2.752 31.014 -2.213 -2.918

Rest of World 0.744 0.926 -0.801 0.618 -2.153 1.191 -0.073 -2.443 0.072 0.496 -5.496 1.458 1.374

Tabel 3.6. Persentase perubahan nilai impor pada sector ekonomi global No

Output

1 Biji-bijian 2 Sayur dan buah-buahan 3 Minyak sayur dan Lemak 4 Pertanian Lainnya 5 Gula 6 Produksi hewan dan produk hewani 7 Produk Makanan 8 Minuman dan Tembakau 9 Manufacturing 10 Mineral 11 Minyak dan Gas 12 Jasa 13 Sektor Lainnya

Indonesia -0.839 -0.988 -1.269 -1.052 -1.068 -1.39 -1.132 -1.291 -1.734 -1.572 -2.821 -1.859 -2.703

21

China -1.403 -1.06 -1.035 -0.912 -0.963 -1.695 -1.107 -0.883 -1.225 -1.423 -2.562 -1.464 -2.378

USA -0.137 -0.439 -0.572 -0.293 -0.333 -0.171 -0.447 -0.8 -0.236 -0.948 -2.741 -1.361 -0.287

EU_25 1.261 1.013 -0.63 -0.256 -1.61 0.361 0.16 -1.237 0.134 0.453 -0.035 1.272 1.905

Rest of World -1.433 -1.194 -1.229 -1.5 -1.153 -1.722 -1.349 -1.253 -1.921 -1.437 -3.373 -1.822 -2.322