KUALITAS AIR, KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN

Download January to May 2015 at Budidaya Perairan Laboratory, Budidaya Perairan Study Program,. Agricultural Faculty ..... nila pada kolam air tenan...

0 downloads 437 Views 296KB Size
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :67-79 (2016)

ISSN : 2303-2960

KUALITAS AIR, KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, DAN EFISIENSI PAKAN IKAN NILA YANG DIBERI PUPUK HAYATI CAIR PADA AIR MEDIA PEMELIHARAAN Water Quality, Survival Rate, Growth, and Feed Efficiency of Tilapia With Biofertilizer Liquid in Water Media Rearing Tyen K. Panggabean1, Ade Dwi Sasanti1*, Yulisman1 1

PS.Akuakultur Fakultas Pertanian UNSRI Kampus Indralaya Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 Ogan Ilir Telp. 0711 7728874 * Korespondensi email : [email protected] ABSTRACT Biofertilizer is active biological product contain of microbes. Liquid biofertilizer in aquaculture contains Bacillus sp. The utilization of Bacillus sp. in aquaculture is aimed to keep balancing of microbes in digestive, increasing nutrient absorbtion rate and improving water quality, therefore it can preserve survival rate and growth of fish. The aim of this research was to find out the effect of liquid biofertilizer in media rearing for water quality, survival rate, growth and feed efficiency of nile tilapia. This research was conducted from January to May 2015 at Budidaya Perairan Laboratory, Budidaya Perairan Study Program, Agricultural Faculty, Sriwijaya University, Indralaya. This research used Completely Randomized Design (CRD) with seven treatments. The liquid biofertilizer was in added rearing media every week with different concentrations were 0; 0.5 µl.L-1; 1 µl.L-1; 1.5 µl.L-1; 2 µl.L-1; 2.5 µl.L-1 ; 3 µl.L-1. Parameters observed included water quality, survival rate, growth, and feed efficiency. Liquid biofertilizer addition in water media rearing didn’t show significant role to water quality, and it didn’t significant show different with survival rate, growth, and feed efficiency of tilapia. Additional liquid biofertilizer in 2.5 µl.L-1 dan 3 µl.L- 1 showed the highest survival rate (85%), where as the best concentration of liquid biofertilizer for growth was 1.5 µl.L-1 (4.82 g), and the best concentration of liquid biofertilizer for feed efficiency was 2.5 µl.L-1 (91.8 %). Keywords : Biofertilizer, Bacillus sp, Tilapia

organik, senyawa fosfat dan nitrogen

PENDAHULUAN

toksik Pengembangan budidaya perikanan secara intensif dicirikan dengan adanya peningkatan kepadatan ikan dan suplai pakan yang seluruhnya

karena

rendahnya

kecepatan

pergantian air (Tchobanoglous dan Burton, 1991 dalam Radhiyufa, 2011). Pengelolaan

kualitas

air

untuk

menggunakan

keperluan budidaya sangat penting, karena air

pakan buatan. Masalah yang kemudian

merupakan media hidup bagi organisme

muncul

penurunan

akuakultur (Mulyanto, 1992 dalam Aquarista

disebabkan

et al., 2012). Menurut Anggika (2010), salah

kualitas

adalah air

terakumulasinya

terjadinya yang siss

pakan,

bahan

satu usaha untuk mengatasi pencemaran air 67

Panggabean, et al. (2015)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

akibat

limbah

organik

dengan

dalam media dapat meningkatkan jumlah

menggunakan teknologi yang memanfaatkan

partikel organik dan bakteri sehingga

mikroorganisme yang mampu merombak

berpengaruh terhadap kulitas air. Kualitas

bahan organik. Salah satu produk teknologi

air merupakan salah satu faktor penentu

yang

untuk

keberhasilan budidaya ikan. Kualitas air

menciptakan lingkungan yang lebih baik

yang sesuai dengan kebutuhan hidup ikan

dengan cara merombak bahan organik adalah

dapat menunjang kelangsungan hidup dan

pupuk hayati cair.

pertumbuhan ikan. Dengan demikian pada

menggunakan

Berdasarkan Pertanian

Nomor

adalah

mikroba

Peraturan

Menteri

70/Permentan/S.R.

penelitian

ini

dilakukan

uji

coba

pemberian pupuk hayati cair pada air

140/10/2011 tentang pupuk organik, pupuk

media

pemeliharaan

untuk

hayati dan pembenahan tanah dijelaskan

pengaruhnya

bahwa pupuk hayati cair adalah produk

kelangsungan hidup, pertumbuhan dan

biologi aktif terdiri atas mikroba yang

efisiensi pakan ikan nila.

terhadap

melihat

kualitas

air,

dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah. Formula

BAHAN DAN METODA

pupuk hayati adalah komposisi mikroba atau mikrofauna dan bahan pembawa

Bahan-bahan

yang

digunakan

penyusun pupuk hayati. Mikroba yang

dalam penelitian ini adalah benih ikan nila

terdapat pada pupuk hayati cair adalah

(bobot 2,5 ± 0,5 g) sebagai hewan uji.

jenis Bacillus sp. Bakteri ini merupakan

Pakan komersil untuk pakan ikan nila

salah satu jenis bakteri aerob yang dapat

(protein 28%). Pupuk hayati cair sebagai

dijumpai di alam dan telah diproduksi

bahan uji yang mengandung Bacillus sp.

secara komersial serta efektif sebagai agen

N, P, K, C-organik. Alat-alat

biologi dalam pengolahan limbah organik

digunakan dalam penelitian ini adalah

(Poernomo, 2004 dalam Apriadi, 2008).

akuarium ukuran 40×40×40 cm3 sebagai

yang

Febrianti (2004) dalam Pursetyo et

wadah pemeliharaan ikan nila. Blower

al. (2011) menyatakan bahwa pemberian

sebagai penyuplai oksigen terlarut. DO

pupuk tambahan yang berbeda waktu

meter sebagai pengukur DO, pH meter

maupun dosis pupuk secara langsung akan

sebagai pengukur pH, termometer sebagai

mempengaruhi bahan organik yang ada di

pengukur suhu, spektrofotometer sebagai

dalam media. Tingginya bahan organik

pengukur amonia, gelas ukur sebagai 68

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

pengukur volume. Penelitian dilaksanakan

Cara kerja

di

Persiapan Media

Laboratorium

Program

Studi

Budidaya

Perairan,

Budidaya

Perairan,

Persiapan media dilakukan dengan

Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

pencucian

seluruh

pada bulan Januari sampai dengan Mei

digunakan hingga bersih lalu dikeringkan.

2015.

Selanjutnya, berdasarkan

akuarium rancangan

yang

disusun yang

telah

ditetapkan dan masing-masing akuarium

Rancangan Penelitian Penelitian

akuarium

menggunakan

diisi air setinggi 25 cm (40 L). Persiapan

metode eksperimen dengan Rancangan

selanjutnya yaitu pemasangan aerasi pada

Acak Lengkap (RAL) yang meliputi tujuh

masing-masing

taraf

dihubungkan

perlakuan

Perlakuan pupuk

yang

ini

dan

tiga

diujicobakan

hayati cair

ulangan.

akuarium sebuah

yang

blower

lalu

adalah

dilakukan penambahan pupuk hayati cair

dengan perlakuan

sesuai dengan konsentrasi yang telah

sebagai berikut:

ditentukan pada masing-masing media

P1 : Tidak ada penambahan pupuk hayati

dan kemudian diendapkan selama 24 jam

pada air media pemeliharaan

sebelum benih ikan nila dimasukkan ke

P2 : Penambahan pupuk hayati 0,5 µl.L

-1

dalam

media

pemeliharaan.

Sebelum

air media pemeliharaan

ditebar ke dalam media pemeliharaan,

P3 : Penambahan pupuk hayati 1 µl.L-1 air

benih

media pemeliharaan

diadaptasikan, benih ikan yang sudah

P4 : Penambahan pupuk hayati 1,5 µL.l-1

beradaptasi selanjutnya dipuasakan selam

air media pemeliharaan

24 jam kemudian ditimbang bobotnya

P5 : Penambahan pupuk hayati 2 µl.L

-1

air

ikan

nila

terlebih

dahulu

sebagai data awal. Penimbangan bobot

media pemeliharaan

dilakukan secara manual yaitu dengan

P6 : Penambahan pupuk hayati 2,5 µl.L -1

menimbang satu per satu hewan uji.

air media pemeliharaan

Masing-masing akuarium diisi benih ikan

P7 : Penambahan pupuk hayati 3 µl.L-1 air

nila dengan padat tebar 1 ekor/2 L

media pemeliharaan

(Yulianti et al., 2003 dalam Warasto et al., 2013).

69

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Persiapan Induk

Kelangsungan hidup =

x 100%

Induk yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil tangkapan nelayan dari rawa lebak yang berada di Desa Arisanjaya, Kecamatan Pemulutan Barat, Ogan Ilir yang

kemudian diadaptasi di

kolam yang terkontrol selama seminggu.

Keterangan : Nt : Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) No : Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

Penimbangan bobot tubuh hewan

Pemeliharaan Awal Pemeliharaan hewan uji dilakukan selama 28 hari dengan penambahan pupuk hayati cair

ke

dalam

media

sesuai

perlakuan pada hari 1, 7, 14 dan 21.

uji dilakukan pada

frekuensi

pemberian

pakan

sebanyak tiga kali sehari pada pukul 07.30, 12.30 dan 17.30 WIB secara at satiation. Selama pemeliharaan ikan yang mati dihitung

dan

ditimbang

untuk menghitung pertumbuhan bobot menurut Effendie (1979) adalah : W = Wt – Wo Keterangan : W

: Pertumbuhan bobot mutlak (g)

Wt

: Bobot ikan akhir (g)

Wo

: Bobot ikan awal (g)

bobotnya. Efisiensi pakan dihitung dengan

Demikian juga dengan jumlah pakan yang dikonsumsi

dan akhir

pemeliharaan. Rumus yang digunakan

Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dengan

awal

ditimbang

selama

membandingkan pertambahan bobot tubuh hewan uji terhadap jumlah pakan yang

pemeliharaan.

dikonsumsi (Afriyanto dan Liviawaty, 2005) :

Kualitas Air Kualitas air yang diukur yaitu suhu, nilai pH, oksigen terlarut, dan amonia. Pengukuran pH, oksigen terlarut, dan amonia dilakukan pada hari 1, 7, 14, 21, 28, dan suhu diukur setiap hari. Rumus mengetahui

yang

digunakan

persentase

untuk

kelangsungan

EP =

x 100%

Keterangan : EP

: Efisiensi pakan (%)

Wt

: Bobot ikan akhir (g)

Wo

: Bobot ikan awal (g)

D

: Bobot ikan mati (g)

F

: Pakan yang dikonsumsi (g)

hidup ikan uji menurut Effendie (1979) : 70

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Excel 2007. Data kualitas air dibahas

Analisa Data Parameter pertumbuhan, efisiensi

secara deskriptif.

pakan dan kelangsungan hidup ikan nila dianalisis secara statistik. Keseluruhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

data nilai tengah dilakukan uji respon pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan

Kualitas Air

analisis ragam. Jika terjadi perbedaan

Suhu

nyata, diuji lanjut menggunakan uji Beda

Berdasarkan data hasil penelitian

Nyata Terkecil (Hanafiah, 2010). Alat

pada

bantu

perlakuan pemberian pupuk hayati cair

pengolahan

data

statistik

menggunakan program Microsoft Office

Tabel

menghasilkan

1

menunjukkan

nilai

yang

bahwa

sama

pada

kisaran suhu air media pemeliharaan.

Tabel 1. Data suhu air media pemeliharaan ikan nila Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Suhu (oC) Siang 28-33 28-33 28-33 28-33 28-33 28-33 28-33

Pagi 24-26 24-26 24-26 24-26 24-26 24-26 24-26

Sore 27-33 27-33 27-33 27-33 27-33 27-33 27-33

Data hasil penelitian menunjukkan

330C. Adanya peningkatan suhu pada air

nilai suhu berkisar antara 24-330C, dimana

media pemeliharaan diduga disebabkan

pada pagi nilai suhu yaitu 24-260C, siang

oleh penempatan wadah pemeliharaan.

28-330C dan sore 27-330C. Kisaran suhu

Selama penelitian lokasi pemeliharaan

untuk produksi ikan nila kelas pembesaran

benih ikan nila berada di luar ruangan.

di kolam air tenang adalah 25-320C (BSNI,

Berdasarkan Effendi (2003), bahwa cahaya

2009) dan menurut Kordi K (2009), suhu

matahari yang masuk ke perairan akan

optimal untuk pertumbuhan ikan nila yaitu

mengalami penyerapan dan perubahan

25-300C. Nilai suhu terendah yaitu 240C

energi

terjadi pada pagi hari, sedangkan nilai

pemeliharaan terpapar langsung pada sinar

tertinggi pada siang dan sore hari yaitu

matahari dan mengakibatkan nilai suhu air

panas.

Sehingga

wadah

71

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

media pemeliharaan mengalami perubahan

Power of Hydrogen (pH)

pada pagi hari, siang hari dan sore hari. Berdasarkan

kelangsungan

nilai pH pada air media pemeliharaan ikan

hidup (Gambar 3) diketahui bahwa kisaran

nila berkisar antara 6,1 – 7,6. Penambahan

suhu selama pemeliharaan masih dapat

pupuk hayati cair dengan konsentrasi

ditolelir

Persentase

berbeda pada air media pemeliharaan

kelangsungan hidup ikan nila berkisar

menghasilkan respon pola nilai pH yang

antara 75-85%. Hal ini sesuai dengan

sama

BSNI (2009) bahwa kelangsungan hidup

mengalami

untuk produksi ikan nila pada kolam air

minggunya. Adapun nilai pH air media

tenang adalah ≥75%.

pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 2.

oleh

ikan

nilai

Selama pelaksanaan penelitian,

nila.

pada

setiap

perlakuan

peningkatan

pada

yaitu setiap

Tabel 2. Nilai pH air media pemeliharaan ikan nila Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

0 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1 6,1

7 6,4 6,4 6,5 6,4 6,5 6,4 6,4

Hari ke14 6,6 6,9 6,7 6,8 6,8 6,7 6,9

21 7,1 7,0 7,1 7,1 7,1 7,0 7,1

28 7,4 7,3 7,6 7,5 7,5 7,6 7,6

Nilai pH yang terendah terdapat

nila adalah 5-11. Hal ini dapat dilihat dari

pada awal pemeliharaan yaitu sebesar 6,1

nilai kelangsungan hidup yang masih

pada seluruh perlakuan dan mengalami

tergolong tinggi yaitu 75-85% dan masih

peningkatan sampai akhir pemeliharaan,

tergolong baik untuk pemeliharaan ikan

namun masih dapat ditoleransi oleh ikan.

nila di kolam air tenang yaitu >75% (BSNI,

Berdasarkan data penelitian, nilai pH masih

2009) serta pertumbuhan bobot mutlak ikan

dapat ditoleransi benih ikan nila. Menurut

nila yang tidak menunjukkan perbedaan

BSNI (2009), nilai pH untuk produksi ikan

yang signifikan yaitu sebesar 3,92-4,82

nila pada kolam air tenang berkisar 6,5-8,5.

gram.

Sedangkan Kordi K (2009), nilai pH air yang cocok untuk ikan nila adalah 6-8,5 dan nilai pH yang masih ditoleransi ikan

72

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

oksigen

Oksigen Terlarut Data

hasil

pengukuran

oksigen

terlarut berkisar 4,91-5,50 mg.L-1.Nilai

terlarut

pada

air

media

pemeliharaan ikan nila dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai oksigen terlarut (mg.L-1 ) air media pemeliharaan ikan nila Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

0 5,02 5,05 4,91 5,06 5,02 5,08 5,03

7 5,11 5,09 5,07 5,12 5,14 5,12 5,15

Data hasil pengukuran oksigen

Hari ke14 21 28 5,14 5,50 5,32 5,07 5,29 5,26 5,15 5,21 5,13 5,23 5,19 5,34 5,20 5,44 5,23 5,09 5,28 5,28 5,19 5,37 5,21 kolam air tenang adalah ≥3mg.L-1 dan konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 4

terlarut terendah terdapat pada perlakuan awal

mg.L-1 dapat menimbulkan efek yang

pemeliharaan dan nilai oksigen terlarut

kurang menguntungkan bagi hampir semua

tertinggi terdapat pada perlakuan P1

organisme

P3

yaitu

mg.L-1

4,91

pada

-1

akuatik

(Effendi,

2003).

sebesar 5,50 mg.L . Hal ini menunjukkan

Konsentrasi oksigen yang masih dalam

penambahan pupuk hayati cair tidak

kisaran optimum tersebut diduga karena

memberikan perbedaan terhadap

nilai

adanya pengadaan oksigen yang tercukupi

oksigen terlarut pada media pemeliharaan

dengan penerapan sistem aerasi pada

ikan nila. Walaupun demikian kadar

media

oksigen terlarut pada media pemeliharaan

mempertahankan nilai oksigen terlarut.

masih

untuk

Menurut Soetomo (1988) jumlah oksigen

pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan

terlarut dalam media dapat mengalami

nila. Hal ini didukung dengan pernyataan

perubahan dikarenakan pengaruh proses

Apriliza (2012) bahwa kisaran oksigen

penguraian bahan organik oleh bakteri di

terlarut yang baik untuk pertumbuhan dan

dalam media pemeliharaan.

perkembangan ikan nila sebesar 5 mg.L-1.

Amonia

dalam

kondisi

baik

pemeliharaan,

sehingga

dapat

Menurut BSNI (2009) nilai oksigen

Berdasarkan data hasil penelitian

terlarut untuk produksi ikan nila pada

pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai 73

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

amonia pada seluruh perlakuan mengalami

bahwa penerapan pupuk hayati cair tidak

peningkatan seiring pertambahan waktu

menunjukkan

pemeliharaan. Namun peningkatan amonia

amonia pada pemeliharaan ikan nila.

pada

seluruh perlakuan

adanya

perbedaan

nilai

membuktikan

Tabel 4. Nilai amonia (mg.L-1 ) air media pemeliharaan ikan nila Perlakuan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

0 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002 0,002

7 0,003 0,003 0,004 0,004 0,006 0,006 0,007

Kadar amonia masih berada pada

Hari ke14 0,011 0,016 0,010 0,010 0,017 0,012 0,012

21 0,017 0,016 0,020 0,020 0,019 0,022 0,026

menyebabkan

28 0,060 0,036 0,056 0,060 0,030 0,045 0,056

terbentuknya

senyawa-

kisaran toleransi, yaitu 0,002-0,017 mg.L-1

senyawa

hingga pemeliharaan pada hari ke-14. Nilai

nitrifikasi dibutuhkan untuk mengubah

amonia

amonia

terus

mengalami

peningkatan

beracun

bagi

menjadi

nitrat

tidak

senyawaan

nitrit

berbahaya

toleransi yang dianjurkan oleh BSNI

sebagai intermediet (Wijaya, 2003). Menurut

Proses

yang

hingga hari ke-28 yang berada diluar batas (2009) sebesar <0,02 mg.L-1. Namun

melalui

ikan.

BSNI

nilai

amonia

demikian, meskipun nilai amonia lebih

produksi ikan nila kelas pembesaran di

tinggi dari batas toleransi BSNI tersebut,

kolam air tenang adalah <0,02 mg.L-1.

kelangsungan hidup ikan nila masih tinggi

Nafsu makan dan pertumbuhan ikan nila

yaitu 75-85%.

akan menurun pada konsentrasi amonia

Bahan organik dan anorganik pada

lebih dari 0,08 mg.L-1. Hal ini disebabkan

pemeliharaan ikan terutama berasal dari

pada kondisi perairan dengan konsentrasi

sisa pakan yang tidak termakan dan sisa

0,08 mg.L-1 dapat menyebabkan daya

metabolisme ikan. Akumulasi bahan-bahan

tahan tubuh ikan nila menurun (Egna dan

organik dan anorganik tersebut

Boyd, 1997 dalam Hardi, 2008).

74

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

pemeliharaan dengan penambahan pupuk

Kelangsungan Hidup Data kelangsungan hidup benih

hayati cair maupun tanpa penambahan

ikan nila selama pemeliharaan dapat

pupuk hayati cair diduga akibat kualitas air

dilihat pada Gambar 1.

yang masih mampu mendukung kehidupan ikan nila yaitu suhu berkisar antara, 24-33

100

83,33 Kelangsungan hidup (%)

80

80

75

80

85

78,33

85

o

C; pH berkisar antara 6,1-7,6; oksigen

terlarut 4,91-5,50 mg.L-1.

60 40

20

Pertumbuhan

0 0

0,5

1

1,5

Konsentrasi pupuk hayati

2

2,5

Pertumbuhan

3

cair (µl.L-1)

bobot

mutlak

tertinggi ikan nila dari hasil penelitian ditunjukkan pada perlakuan konsentrasi

Gambar 1. Kelangsungan Hidup Benih

1,5 µl.L-1 (P4) yaitu sebesar 4,82 gram

Ikan Nila

sedangkan nilai terendah ditunjukkan pada 1

konsentrasi 1µl.L-1 (P3) yaitu sebesar 3,92

kelangsungan hidup tertinggi ditunjukkan

gram. Data pertumbuhan bobot mutlak

pada konsentrasi 2,5µl.L-1 (P6) dan 3µl.L-1

ikan nila selama pemeliharaan dapat

(P7) yaitu sebesar 85%, sedangkan nilai

dilihat pada Gambar 2.

Berdasarkan

Gambar

1µl.L-1 (P3). Menurut

BSNI (2009),

kelangsungan hidup untuk produksi ikan nila pada kolam air tenang adalah ≥75%. Berdasarkan

ketetapan

kelangsungan

hidup

tersebut,

pada

Bobot mutlak (g)

terendah ditunjukkan pada konsentrasi 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0

seluruh

0

ragam

menunjukkan

bahwa

1,5

4,37

4,64

2

2,5

3

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan pupuk hayati cair

berpengaruh nyata terhadap kelangsungan

dengan konsentrasi yang berbeda pada

hidup ikan nila. Kelangsungan hidup ikan

media

yang

tergolong

nila

1

4,77

tidak

nila

ikan

3,82

Ikan Nila

konsentrasi yang berbeda pada media benih

0,5

3,92

Gambar 2. Pertumbuhan Bobot Mutlak

penambahan pupuk hayati cair dengan

pemeliharaan

4,17

Konsentrasi pupuk hayati cair (µl.L-1)

perlakuan sesuai dengan acuan. Hasil analisis

4,27

baik

pemeliharaan

ikan

nila

tidak

selama 75

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan

Efisiensi Pakan

bobot mutlak ikan nila.

Berdasarkan hasil penelitian yang

Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor,

telah dilakukan, nilai efisiensi pakan

yaitu

benih ikan nila selama pemeliharaan

faktor

internal diantaranya sifat

keturunan dan umur, sedangkan faktor

dapat dilihat pada Gambar 3.

dan penyakit (Kordi K, 2009). Menurut Effendi (2003), kondisi kualitas air yang baik akan menyebabkan fungsi fisiologis

Efisiensi pakan (%)

eksternal yaitu lingkungan perairan, pakan 100

84,5

84,22

85,21

89,4

91,8

91,63

83,81

0,5

1

1,5

2

2,5

3

80

60 40 20

tubuh ikan berjalan dengan lancar. Pada

0

kondisi kualitas air yang buruk energi

0

Konsentrasi pupuk hayati cair (µl.L-1 )

banyak digunakan untuk proses adaptasi fisiologis

tubuh

lingkunganHal

ikan

tersebut

terhadap

Gambar 3. efisiensi Pakan Benih Ikan

mengakibatkan

Nila

proporsi energi yang tersimpan kedalam tubuh akan semakin sedikit. Selain itu pada

Nilai efisiensi pakan terendah

terganggu

terdapat pada perlakuan 1 µl.L-1 (P3) yaitu

menyebabkan penurunan konsumsi pakan

83,81% dan nilai efisiensi pakan tertinggi

oleh ikan untuk meminimalisasi energi yang

terdapat pada perlakuan 2,5 µl.L-1 (P6)

digunakan, sehingga pemenuhan energi yang

yaitu 91,80 %. Hasil analisis ragam

dibutuhkan berasal dari cadangan nutrisi

menunjukkan bahwa penambahan pupuk

yang

ikan.

hayati cair dengan konsentrasi yang

Pemberian pakan yang sesuai dengan

berbeda pada media pemeliharaan benih

kebutuhan nutrisi, bukaan mulut dan

ikan

kebiasaan makan akan menyebabkan

terhadap nilai efisiensi pakan benih ikan

peningkatan pertumbuhan ikan (Hepher

nila. Namun, nilai efisiensi pakan pada

dan Pruginin, 1981 dalam Maryam,

konsentrasi 1,5µl.L-1 (P4), 2µl.L-1 (P5),

2010).

2,5µl.L-1 (P6), 3µl.L-1 (P7) lebih tinggi

kondisi

fisiologis

tersimpan

Pakan

yang

dalam

yang

tubuh

sesuai

dengan

nila

nilai

tidak

kebutuhan ikan akan ditandai dengan

dari

kontrol

peningkatan pertumbuhan.

tergolong baik.

berpengaruh

(P1)

dan

nyata

masih

76

Panggabean, et al. (2016)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Lebih tingginya nilai efisiensi pakan

ikan

nila

pada

perlakuan

nutrien yang terbuang, sehingga akan menyebabkan efisiensi pakan lebih tinggi.

penambahan pupuk hayati cair terutama pada

konsentrasi

yang

lebih

tinggi

KESIMPULAN DAN SARAN

2,5µl.L-1 (P6) dan 3µl.L-1 (P7) diduga

Penambahan pupuk hayati cair

adanya peranan mikroba yang terdapat

dalam air media pemeliharaan belum

pada pupuk hayati cair tersebut berupa

menunjukkan

Bacillus

terhadap kualitas air, dan tidak berbeda

sp.

yang

senyawa kompleks

dapat

merombak

menjadi senyawa

nyata

peranan

terhadap

yang

kelangsungan

berarti

hidup,

sederhana. Menurut Fardiaz (1992) dalam

pertumbuhan, dan efisiensi pakan ikan

Anggriani et al. (2012) bahwa Bacillus sp.

nila. Penambahan pupuk hayati cair

merupakan

bakteri

yang

dapat

dengan konsentrasi 2,5 µl.L-1dan 3 µl.L- 1

menguraikan

protein

menjadi

asam

menunjukkan

kelangsungan

hidup

amino. Asam amino ini digunakan bakteri

tertinggi (85%), sedangkan konsentasi

untuk memperbanyak diri, sehingga dapat

pupuk

meningkatkan

dan

pertumbuhan adalah 1,5 µl.L-1 (4,82

menurunkan serat kasar (Schlegel dan

gram), dan konsentrasi pupuk hayati cair

Schmidth, 1985 dalam Anggriani et al.,

terbaik untuk nilai efisiensi pakan adalah

2012). Selain itu juga bakteri ini mampu

2,5 µl.L-1 (91,8 %).

protein

pakan

hayati

cair

terbaik

untuk

menguraikan disakarida atau polisakarida menjadi gula sederhana dan dengan sifatnya

yang

pektinolitik

SARAN

mampu

Berdasarkan hasil penelitian yang

menghasilkan pektin yaitu karbohidrat

telah

kompleks (William dan Wetshoff, 1989

analisa lebih lanjut mengenai kandungan

dalam Anggriani et al., 2012). Senyawa

pupuk hayati cair. Berdasarkan hasil

sederhana yang dihasilkan tersebut akan

penelitian

lebih

saluran

penggunaan pupuk hayati cair pada

mudah

pembesaran ikan nila di akuarium dengan

dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber

padat tebar 1 ekor/2 liter air dengan bobot

energi untuk mendukung pertumbuhan

ikan saat tebar 2,5 ± 0,5 gram.

mudah

pencernaan

diserap dan

oleh lebih

dilaksanakan,

ini

perlu

tidak

dilakukan

disarankan

ikan. Hal tersebut akan mengurangi

77

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Anggika W. 2010. Pengaruh Probiotik Terhadap Total Bakteri pada Media Pemeliharaan, Kualitas Air dan Kelangsungan Hidup Ikan Koi (Cyprinus carpio L.), Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya, Indralaya. Anggriani R., Iskandar dan Ankiq T. 2012. Efektifitas Penambahan Bacillus sp. Hasil Isolasi dari Saluran Pencernaan Ikan Patin pada Pakan Komersil Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Nila Merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3): 75-83. Apriadi T. 2008. Kombinasi Bakteri dan Tumbuhan Air Sebagai Bioremediator dalam Mereduksi Kandungan Bahan Organik Limbah Kantin, Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Apriliza K. 2012. Analisa genetic gain Anakan Ikan Nila Kunti F5 Hasil Pembesaran I (D90-150). Journal of Aquaculture Management and Technology. 1 (1) : 132-146. Aquarista F., Skandar., Subhan U. 2012. Pemberian Probiotik Dengan Carrier Zeolit pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (4): 133-140. BSNI. 2009. SNI No.7550:2009Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus Bleeker) Kelas Pembesaran di

Panggabean, et al. (2016)

Kolam Air Tenang. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Effendie MI. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Hardi MRZ. 2008. Jumlah Bakteri Bacillus sp. Pada Usus Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Diberi Pakan Berformulasi Rumput Gajah dan Rumput Kumpai Dengan Campuran Bacillus sp. Sebagai Probiotik, Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Program Studi Budidaya Perairan Universitas Sriwijaya Indralaya, Indralaya. Kordi K. 2009. Budi Daya Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Maryam S. 2010. Budidaya Super Intensif Ikan Nila Merah Oreochromis sp. dengan Teknologi Bioflok : Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan. Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dah Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pursetyo KT, Satyantini WH dan Mubarak AS. 2011. Pengaruh Pemupukan Ulang Kotoran Ayam Kering Terhadap Populasi Cacing Tubifex tubifex. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3 (2). Radhiyufa M. 2011. Dinamika Fosfat dan Klorofil Dengan Penebaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Kolam Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Sistem Heterotrofik, Skripsi S1 (Tidak dipublikasikan). Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

78

Negeri Syarif Jakarta, Jakarta.

Hidayahtullah

Soetomo HAM. 1988. Teknik Budidaya Udang Windu. Sinar Baru Bandung. Bandung. Warasto., Yulisman., Mirna F. 2013. Tepung Kiambang (Salvinia molesta) Terfermentasi Sebagai Bahan PakanIkan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1 (2): 173-183. Wijaya

K. 2003. Pengaruh aplikasi konsorsium mikroba penitrifikasi terhadap konsentrasi amonia (NH3) pada air tambak. Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT. 4(2): 62-67.

79