LANSIA DI PANTI WERDHA (STUDI DESKRIPTIF MENGENAI

Download Lansia Di Panti Werdha. (Studi Deskriptif Mengenai Proses Adaptasi Lansia. Di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya). Annisya Murti Ariyani. (...

0 downloads 731 Views 255KB Size
Lansia Di Panti Werdha (Studi Deskriptif Mengenai Proses Adaptasi Lansia Di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya) Annisya Murti Ariyani (Antropologi FISIP - Universitas Airlangga, Surabaya) [email protected]

ABSTRACT Elderly population keep getting higher each year, and the side effect of that numerous elderly population is their needs for place to stay. Nowdyas nursing home have been chosen as an alternative place for elderly to stay, mostly it’s a choice made by a family with busy activity. The reason to do this research is to know how elderly adapting in nursing home and it’s effect for their dialy life. Qualitative method with descriptive type was used in this research. There are two steps to collecting data (1) observation, by watching closely how’s nursing home dialy activities (2) indepth interview, by asking question to people that has been chosen as an informant. Human adaptation concept was used to analyzed data in this research also there are other theories about elderly, disengagement theory and activity theory. The concept and theories used in this research was fit in with nursing home and elderly that adapting inside as the object. From this research was shown that the reason for elderly to stay in nursing home will affect their level of sucsessful adaptation. There are different reasons that makes elderly want to stay in nursing home, for those who chose to stay in nursing home by themself have a reason that they don’t want to make any difficulties for their family and feel that by stay in nursing home they’ll get a better care. For elderly who’ve been forced to stay in nursing home, mostly they cannot accept what is happening to them. Keywords: Elderly, Nursing Home, Adaptation.

1

ABSTRAK Populasi lansia semakin meningkat setiap tahunnya dan sebagai akibat peningkatan tersebut adalah kebutuhan lansia akan tempat tinggal. Kehadiran panti werdha kini sering dipilih sebagai alternatif tempat tinggal, pilihan tersebut dilakukan terutama oleh keluarga dengan aktivitas yang padat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana lansia beradaptasi di panti werdha dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari – hari. Metode kualitatif dengan tipe deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui (1) observasi, yaitu mengamati kegiatan di panti werdha sehari - hari (2) indepth interview, yaitu melakukan wawancara dengan objek – objek yang dipilih menjadi informan. Dalam menganalisis data penelitian ini, menggunakan konsep adaptasi manusia dan dua teori mengenai lansia yaitu teori penarikan diri dan teori aktivitas. Konsep dan teori yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan objek penelitian yaitu panti werdha dan lansia yang melakukan adaptasi di dalamnya. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa alasan lansia tinggal di panti werdha mempengaruhi tingkat keberhasilan adaptasi yang dilakukan. Alasan yang mendorong seorang lansia untuk tinggal di panti werdha berbeda - beda pada setiap individu, bagi yang tinggal di panti werdha karena keinginan sendiri beralasan bahwa tidak ingin merepotkan keluarga yang sibuk dan merasa dengan tinggal di panti werdha maka akan mendapat pelayanan yang lebih baik. Sedangkan lansia yang tinggal di panti werdha bukan karena keinginannya cenderung tidak bisa menerima keberadaannya. Kata kunci: Lansia, Panti Werdha, Adaptasi

Latar Belakang Dalam proses kehidupan setiap manusia menjadi tua adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari, seiring dengan berjalannya waktu maka yang muda akan menjadi tua dan yang tua akan semakin tua begitu seterusnya. Lansia adalah tahap akhir dalam siklus hidup manusia. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Selain akan terjadi perubahan dalam bentuk fisik, seseorang yang telah menginjak usia lanjut akan kehilangan peran diri serta kedudukan sosial yang telah dicapai sebelumnya 2

(Soejono, 2000).

WHO (World Health Organization) menetapkan pembagian

umur mengenai usia lanjut, yaitu: 1. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun 2. Usia lanjut (elderly) : 60 - 74 tahun 3. Tua (old) : 75 – 90 tahun 4. Sangat tua (very old) : di atas 90 tahun (Nugroho, 1992: 13) Di Indonesia, pemerintah melalui Undang – Undang RI No. 13 tahun 1998 menyatakan bahwa yang disebut lansia adalah mereka yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih. Kesejahteraan lansia juga diatur dalam Undang – Undang No. 13 tahun 1998, pada pasal 8 yang menerangkan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga bertanggung jawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia. (www.dpr.go.id). Terkait dengan pasal tersebut maka perlu adanya perhatian akan kesejahteraan lansia agar kebutuhan – kebutuhan para lansia dapat terpenuhi sehingga bisa tetap menjalankan kegiatannya. Departemen Sosial RI menyebut ada tiga kebutuhan khas bagi para lansia yaitu terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani, dan kebutuhan sosial dengan baik utamanya dengan masyarakat sekitar (www.komnaslansia.go.id). Mengingat penduduk lansia di Indonesia yang terus meningkat jumlahnya, adanya pelayanan bagi lansia yang meliputi pelayanan berbasis keluarga, masyarakat, lembaga sudah semestinya terus ditingkatan demi tercapainya kesejahteraan lansia di Indonesia. Jumlah penduduk lansia yang semakin bertambah dapat meningkatkan peluang seorang lansia untuk tinggal di panti werdha, karena kehadiran panti werdha dewasa ini dianggap sebagai salah satu penyedia jasa yang dapat memberikan pelayanan berkualitas bagi lansia. Adanya pergeseran pola hidup keluarga di kota besar dari extended family menjadi nuclear family semakin memperkuat alasan bagi lansia untuk hidup lebih mandiri.

3

Kehadiran panti werdha bagaikan dua sisi mata uang. Bagi mereka yang pro lebih menggunakan pemikiran realistis yang menganggap bahwa dengan tinggal di panti werdha lansia akan memperoleh apa yang tidak dapat diberikan oleh anaknya misalnya kegiatan sosial dengan orang sebaya yang saling mengerti (Hutapea, 2005: 206). Saat seorang lansia telah memutuskan untuk tinggal di panti werdha, nantinya mereka akan tinggal di suatu lingkungan baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Adanya perbedaan sosio-kultural di dalam panti werdha, mengharuskan lansia untuk beradaptasi di mana hal tersebut akan berpengaruh pada kelangsungan hidupnya sehari-hari. Manusia dengan segala potensi yang ada dalam dirinya berusaha untuk mengadaptasikan diri dengan lingkungannya, potensi tersebut dikembangkan melalui proses pertumbuhan menjadi dewasa yang akan dilalui. Lingkungan menjadi faktor utama dalam proses pengembangan potensi tersebut di mana akan merangsang manusia untuk belajar, sehingga pada akhirnya mampu memberikan respon yang tepat dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Itulah mengapa dikatakan bahwa hidup matinya manusia ditentukan oleh kemampuannya untuk menemukan dan mengadaptasikan diri dalam suatu lingkungan kehidupan (Dyson, 1997: 23). Adaptasi yang dilakukan manusia dikatan menarik karena kemampuan individu untuk menghasilkan atau meniru suatu kebudayaan, hal tersebut memungkinkan individu secara kreatif beradaptasi pada suatu lingkungan yang berbeda (Haviland, et al., 2008: 152). Proses adaptasi budaya oleh manusia dapat dikaitkan dengan teori kepribadian rata – rata dari Cora DuBois. Teori tersebut menyatakan bahwa adanya tipe kepribadian rata – rata pada umumnya terdapat pada manusia dalam usahanya untuk menghadapi lingkungan kebudayaannya baik yang mendapat penolakan, yang mengarahkan, dan yang memenuhi segala kebutuhannya. Tingkat pemenuhan kebutuhan oleh masing – masing individu tentunya berbeda sehingga menghasilkan tipe kepribadian rata – rata yang berbeda pula (Danandjadja, 1988: 54). 4

Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui tentang, bagaimana seorang lansia yang tinggal di panti werdha beradaptasi dan pengaruhnya dalam kehidupan mereka sehari – hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi deskriptif, Penelitian yang dilakukan dengan sasaran penelitian terbatas tetapi dengan keterbatasan sasaran penelitian yang ada itu digali sebanyak mungkin data mengenai sasaran penelitian, dengan demikian walapun sasaran penelitian terbatas tetapi kedalaman atau kualitas data tidak terbatas (Bungin, 2001: 29). Penelitian dilaksanakan di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya, yang merupakan panti werdha khusus wanita dengan basis umum dan terbuka untuk semua kalangan lansia. Alasan Mengapa Lansia Tinggal Di Panti Werdha Hargo Dedali Setiap lansia memiliki alasan yang berbeda mengenai mengapa pada akhirnya mereka tinggal di panti werdha. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan lansia yang berada di panti werdha Hargo Dedali terdapat beberapa alasan utama yang melatar belakangi alasan mereka tinggal di panti werdha, yaitu: 1. Tidak ingin merepotkan keluarga. Tingginya tingkat kesibukan keluarga membuat anggota keluarga lansia merasa tidak nyaman jika harus tinggal bersama anak atau keluarganya. Perasaan tersebut timbul karena kesehariannya yang lebih sering dihabiskan sendiri sehingga tidak ada teman untuk berbicara. Selain itu, lansia memilih untuk tinggal di panti werdha karena tidak ingin menimbulkan suatu permasalahan dengan tinggal bersama keluarga menantu atau keluarga inti anaknya. Mengutip dari jurnal keperawatan Universitas Riau tahun 2013 yang berjudul “Perbedaan Antara Konsep Diri Lansia Yang Tinggal Di Panti Sosial Tresna Werdha Dengan Lansia Yang Tinggal Di Tengah Keluarga”, menyatakan bahwa ada konsep diri yang dimiliki oleh lansia yaitu konsep diri yang postif dan negatif. Adanya pemikiran – pemikiran yang diutarakan oleh informan adalah suatu bentuk dari adanya konsep diri 5

yang dimiliki oleh masing – masing individu sebagai pemahaman akan dirinya

yang

semakin

menua,

sehingga

diperlukan

cara

untuk

mempertahankan kualitas hidup dan menjaga hubungan dengan anak yang telah dewasa. 2. Keputusan keluarga. Alasan lansia untuk tinggal di panti werdha juga tak terlepas dari adanya pengaruh keluarga. Keluarga menilai bahwa lebih baik orang tua mereka tinggal di panti werdha daripada harus berada dirumah yang terkadang memberi beban tersendiri. Pengambilan keputusan tersebut akan berlangsung dengan baik jika disepakati oleh kedua belah pihak yaitu keluarga dan lansia sebagai orang tua. Pada lansia yang menyepakati keputusan untuk tinggal di panti werdha, maka akan memiliki presepsi bahwa bahwa tinggal di panti werdha bukanlah hal yang buruk sehingga dianggap menjadi salah satu solusi dari permasalahan yang dihadapi. Sebaliknya, pada lansia yang tinggal di panti werdha karena keputusan sepihak dari keluarga, akan berpikiran bahwa panti werdha merupakan tempat pengasingan bagi dirinya yang tidak lagi diinginkan oleh keluarga. Menurut Spradley faktor – faktor yang mempengaruhi manusia dalam melakukan adaptasi

antara lain adanya presepsi dan

interpretasi pada suatu obyek yang akan mengarah pada sistem kategorisasi,

sistem

kategorisasi

tersebut

akan

digunakan

untuk

mengidentifikasi aspek – aspek lingkungan yang sesuai untuk diadaptasi sehingga dapat mengantisipasi peristiwa yang akan datang (Poerwanto 2000:172). 3. Sakit. Adanya pelayanan kesehatan dari dokter dan perawat di panti werdha oleh para lansia dianggap sebagai nilai plus yang bisa mereka dapatkan selama menjadi penghuni. Lansia penghuni panti werdha Hargo Dedali merasa, dengan pelayanan kesehatan profesional yang diberkan oleh dokter dan perawat mampu meningkatkan serta mempertahankan kualitas kesehatan mereka. 6

4. Tinggal sebatang kara. Di panti werdha Hargo Dedali ditemui juga lansia yang masuk menjadi penghuni karena rekomendari dari RT/RW di tempat tinggalnya terdahulu, hal tersebut dikarenakan Ia tinggal tanpa keluarganya. Kepedulian yang ditunjukkan oleh warga disekitar tempat tinggal lansia tersebut disambut baik oleh pihak panti werdha Hargo Dedali, untuk merawat dan mengarahkan pada kehidupan masa tua yang sejahtera Tingkat Keberhasilan Adaptasi Lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Upaya lansia untuk menyesuaikan diri sebagai penghuni di panti werdha memiliki pencapaian yang berbeda – beda. Alasan mengapa lansia tinggal di panti werdha berpengaruh dalam proses adaptasi yang dilakukan, karena alasan tersebut akan memberi lansia suatu pemahan tersendiri mengenai konsep panti werdha. Berikut adalah penjelasan mengenai tingakat keberhasilan adaptasi oleh lansia di panti werdha Hargo Dedali: 1. Lansia dengan tingkat adaptasi baik. Pada lansia yang tinggal di panti werdha berdasarkan keinginannya sendiri dan tanpa ada paksaan, maka akan menganggap panti werdha sebagai suatu tempat layaknya rumah yang dapat memberi rasa nyaman. Proses adaptasi yang berjalan dengan baik ditunjukkan dengan tidak adanya perilaku menyimpang yang dilakukan dalam kesehariannya, lansia juga menjalin hubungan yang baik dengan setiap individu yang berada di panti werdha. Keberhasilan seorang lansia dalam melakukan penyesuaian diri di panti werdha juga mengindikasikan bahwa lansia tersebut telah siap dan mampu menjalani hari tuanya. Dalam teori aktivitas yang dikemukakan oleh Palmore (1965) dan Lemon (1972) menyatakan, bahwa seseorang dikatakan berhasil melalui masa tuanya apabila mereka merasa adanya kepuasan dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin (Hardywinoto, 1999: 46).

7

2. Lansia dengan tingkat adaptasi kurang baik. Jika ada sebagian lansia yang menganggap panti werdha layaknya rumah sendiri, maka bagi lansia yang tinggal tidak berdasarkan keinginannya akan menganggap panti werdha tidak lebih sebagai tempat pengasingan atau pembuangan bagi para orang tua oleh keluarganya. Keluarga yang memutuskan secara sepihak agar anggota keluarga lansia tinggal di panti werdha, serta adanya pemberian perilaku yang salah pada lansia juga menunjukkan bahwa anggota keluarga belum memiliki kesiapan dalam merawat anggota keluarga lansia. Lansia yang beranggapan bahwa panti werdha adalah sebuah tempat pengasingan bagi lansia, akan mempengaruhi proses adaptasi yang dilakukan. Dalam teori kepribadian rata – rata oleh Cora DuBois disebutkan bahwa adanya tipe kepribadian rata – rata pada umumnya terdapat pada manusia dalam usahanya untuk menghadapi lingkungan kebudayaannya baik yang mendapat penolakan, yang mengarahkan, dan yang memenuhi segala kebutuhannya (Danandjadja, 1988: 54). Perbedaan pemahaman mengenai konsep panti werdha yang dimiliki oleh masing – masing lansia jika dihubungkan dengan konsep teori kepribadian rata – rata, dinyatakan sebagai hasil dari adanya tindakan saling mempengaruhi antara kecenderungan dan pengalaman dasar yang ditentukan oleh proses fisiologis dan neurologis1 (Danandjadja, 1988:54). 3. Lansia dengan tingkat adaptasi tidak baik. Ketidaksiapan dalam menghadapi masa tua dan pensiun mempengaruhi proses adaptasi yang dilakukan di panti werdha, lansia mengalami depresi karena kehilangan peran yang pernah dimiliki sebelumnya. Proses adaptasi lansia yang berjalan tidak baik ditunjukkan dengan adanya perilaku menyimpang seperti, tingkat emosional yang tinggi, munculnya gangguan seperti psiko aktif yang menyebabkan lansia kerap melakukan aktifitas tidak wajar misalnya berjalan tanpa henti hingga menyebabkan kakinya terluka. 1

Bersifat fisiologi; berkenaan dengan fisiologi dan bersifat atau menurut ilmu urat saraf; berkaitan dengan neurologi (www.artikata.com)

8

Depresi yang disebabkan karena lansia merasa perannya dalam kehidupan sosial telah hilang dalam teori penarikan diri (disengagement theory) oleh Cumming dan Henry (1961) mengindikasikan bahwa proses penuaan yang dialami tidak berhasil. Dalam teori penarikan diri, seseorang dinilai berhasil melalui proses penuaannya jika ia mampu menarik diri dari kegiatan terdahulu dan menjadi lebih fokus terhadap persoalan – persoalan pribadi dalam kehidupan (Hardywinonto, 1999: 45). Dalam bidang antropologi kesehatan terdapat dua strategi dasar yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dialami lansia, yaitu (a) Model “Lari Dari Sistem” oleh Susan Byrne (1974) banyak dilakukan oleh mereka yang banyak digunakan oleh individu yang ‘mengacuhkan’ usia tua dan memilih hidup dalam suatu komunitas yang didesain sesuai dengan keinginannya (b) Model “Menentang Sistem” yang dikembangkan oleh Clark dan Anderson (1967) dikatakan bahwa mereka yang mampu bertahan dengan baik pada tahun – tahun terakhirnya adalah mereka yang mampu meninggalkann usaha untuk mengejar nilai – nilai utama dan menggantinya dengan nilai – nilai alternatif yang bisa diperoleh disekelilingnya (Foster, 1986: 346-348). Hambatan Dalam Proses Adaptasi Lansia Di Panti Werdha Hargo Dedali Selama berlangsungnya proses adaptasi yang dilakukan lansia di panti werdha Hargo Dedali terdapat hambatan – hambatan yang terjadi. berikut akan dijelaskan beberapa faktor yang menjadi penghambat lansia dalam proses adaptasi di panti werdha 1. Perbedaan karakter yang dimiliki sesama lansia. Saat tinggal di panti werdha lansia merasa adanya perbedaan karakter yang ada pada masing masing sebagai faktor penghambat selama masa adaptasi mereka di panti werdha. Sebagian lansia dapat memahami adanya perbedaan karakter pada setiap individu, tentunya kesadaran tersebut membatu dirinya dalam beradaptasi. 9

Adanya kesadaran dari seorang individu bahwa saat tinggal dalam suatu lingkungan baru akan menemui berbagai permasalahan akan membantu proses penyesuaian dirinya, karena kesadaran tersebut akan mengurangi tingkat stres selama tinggal di panti werdha. Tidak semua lansia di panti werdha Hargo Dedali menganggap adanya perbedaan karakter pada masing – masing lansia adalah hal yang wajar. Perbedaan karakter yang dianggap menjadi penghambat proses adaptasi, dapat menimbulkan stres karena sering berselisih paham dengan sesama lansia. 2. Faktor keluarga. Keluarga sebagai pranata pertama dalam organisasi kekerabatan

mampu

membentuk

perasaan

eksklusifisme (ingroup

formation) yang tidak didapatkan dari kelompok lain (Danandjadja, 1988: 52). Peran keluarga itulah yang dibutuhkan oleh lansia yang tinggal di panti werdha untuk menghindari adanya perasaan diasingkan oleh keluarga. Sebuah penelitian dalam jurnal Social Indicator Research yang dilakukan oleh Donguk University di Korea Selatan mengenai “Pattern Of Family Support And The Quality Of Life Of The Elderly” menyatakan adanya dukungan dan terjalinnya hubungan timbal balik dengan keluarga dapat meningkatkan tingkat kepuasan hidup lansia. Berbanding terbalik dengan lansia yang hanya ‘menerima’ tanpa melakukan hubungan timbal balik, tingkat kepuasan hidupnya cenderung lebih rendah. Seperti pada lansia di panti werdha Hargo Dedali, lansia yang menerima dukungan dari keluarga membuat lansia lebih percaya diri dalam mengahdapi permasalahan yang di hadapi di panti werdha. 3. Makanan. Makanan termasuk salah satu faktor yang dianggap lansia di panti werdha Hargo Dedali sebagai penghambat dalam proses adaptasi mereka. Sering kali makanan yang disajikan tidak sesuai keinginan sehingga nafsu makan menurun, saat masih tinggal di rumah lansia bisa makan sesuai apa yang diinginkan sehingga nafsu makan yang dimiliki lebih stabil. Pengalaman yang dimiliki semasa kecil akan banyak mempengaruhi hal – hal yang digemari saat mencapai usia dewasa, oleh 10

karena itu tidak setiap individu mampu menikmati secara mutlak segala sesuatu yang diakui dalam kebudayaan sebagai makanan (Foster, 1986: 314). Sebagai tindakan preventif dalam menanggapi menu makanan yang tidak sesuai keinginan, lansia di panti werdha Hargo Dedali kerap membawa

makanan

pelengkap

seperti

kecap

dan

abon

untuk

membangkitkan nafsu makan. Kesimpulan Secara garis besar ada dua alasan yang menjadi faktor utama lansia tinggal di panti werdha Hargo Dedali yaitu karena keinginan sendiri tanpa adanya keterpaksaan dan tinggal di panti werdha tidak atas kehendak lansia yang bersangkutan. Lansia memiliki alasan yang berbeda – beda untuk tinggal di panti werdha secara spesifik dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa alasan yaitu karena tidak ingin merepotkan keluarga, adanya keputusan keluarga, alasan kesehatan serta karena lansia tinggal sebatang kara. Tinggal dalam suatu lingkungan yang baru tentunya lansia oerlu melakukan adaptasi. Adaptasi yang baik ditunjukkan oleh sikap lansia sehari – hari yang terlihat mampu menjalankan aktivitas dengan baik serta senantiasa terlihat senang dan memiliki hubungan yang baik dengan orang – orang disekelilingnya. Lansia dengan tingkat adaptasi yang kurang baik dan tidak baik juga tercermin dari perilakunya sehari – hari, tidak jarang diantara mereka akan mengalami stres baik ringan maupun berat. Hambatan yang dialami lansia dalam usahanya untuk beradaptasi di panti werdha diakibatkan oleh berbagai hal misalnya ketidak cocokan dengan sesama lansia di panti, faktor makanan dikatakan menjadi penghambat karena menu yang tidak sesuai keinginan sehingga menurunkan nafsu makan berbeda saat tinggal di rumah yang dapat memilih menu makanan sesuka hati. Faktor terakhir yang menjadi menghambat adaptasi lansia di panti werdha adalah keluarga yang tidak pernah datang berkunjung.

11

Keluarga sebagai pranata utama dalam organisasi kekerabatan, tetap menjadi pilihan pertama bagi lansia untuk bercerita dan menunjukkan perhatian sebagai bentuk kasih sayang oleh anggota keluarga. Bentuk perhatian oleh keluarga akan membantu lansia dalam proses penyesuaian diri karena tidak adanya perasaan ‘diasingkan’ oleh keluarga yang akan memberi rasa tenang, sehingga mampu menjalankan aktivitas dsehari – hari dengan baik. Bentuk dukungan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh lansia yang tinggal di panti werdha karena suatu keterpaksaan. Minimnya dukungan yang diberikan oleh keluarga membuat lansia merasa tertekan karena merasa telah diasingkan oleh keluarga, sehingga lansia cenderung lebih sulit dalam menjalankan aktivitas sehari – hari.

12

DAFTAR PUSTAKA Bungin, B. (2001), Metodologi Penelitian Sosial Format – Format Kuantitatif Dan Kualitatif, Airlangga University Press, Surabaya. Danandjadja, J. (1988), Antropologi Psikologi Teori Metode dan Sejarah Pengembangannya, CV. Rajawali, Jakarta. DPR (2010), UU Kesejahteraan Lanjut Usia, accessed 5 November 2013, Available at: www.dpr.go.id/id/undang undang/1998 /13/uu /KESEJAHTERAAN-LANJUT-USIA Dyson, L & Santosa, T. (1997), Ilmu Budaya Dasar, Citra Media, Surabaya. Foster, G. M. & Anderson, B. G. (1986), Antropologi Kesehatan, UI Press, Jakarta. Hardywinoto & Setiabudi, T. (1999), Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Haviland, W. A., Prins, H. E. L., Walrath, D. & Bunny, M. (2008), Cultural Antrhopology (Twelfth Edition), Thomson Wadsworth, United States of America. Hutapea, R. (2005), Sehat Dan Ceria Di Usia Senja (Melangkah Dengan Anggun). Rieneka Cipta, Jakarta. Ik, K. K., & Cheong S. K. (2003), ‘Pattern Of Family Support And The Quality Of Life Of The Elderly’, Social Indicators Research, Vol. 62, No.1, pp 437454. Komisi Nasional Lanjut Usia (2013), Long Term Care, accessed 3 November 2013, Available at: http://www.komnaslansia.go.id Melati, I., Elita, V. & Agrina. (2013), ‘Perbedaan Antara Konsep Diri Lansia Yang Tinggal Di Panti Sosial Tresna Werdha Dengan Lansia Yang Tinggal Di Tengah Keluarga’, Universitas Riau, pp 1-15. Nugroho, W. (1992), Perawatan Lanjut Usia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Poerwanto, H. (2000), Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Soejono. (2000), Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk Dokter Dan Perawat, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 13