Laporan Kasus : Fobia Sosial - univmed.org

Laporan Kasus : Fobia Sosial Ayub Sani Ibrahim ... samping yang sering terjadi yaitu krisis hipertensi, insomnia, disfungsi seksual, hipertensi postur...

71 downloads 682 Views 21KB Size
Laporan Kasus : Fobia Sosial Ayub Sani Ibrahim Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT Social phobia is defined as the fear (anxiety) of being judged, critized, and evaluated by other people, with the main sympton anxiety and avoidance. The prevalence of social phobia range between 9,6 % to 16 % and is rank third in order after substance abuse and major depressions in the psychiatry disorders. Life is difficult for the person with social phobia because they feel they do not fit in with every one else. Little is known about the etiologi of social phobia, but reseach suggests that a complex variety component is involved. A case illustration in this paper show a woman of 32 years of age complaining of tachycardia, cold sweating, gastric pain, headache since 3 years ago. Controlled studies of monoamine oxidase inhibitors (MAOi), selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), reversible monoamine oxidase inhibitors (RiMA), beta blockers and benzodiazepines demonstrated to be an effective treatment. And additional comprehensive cognitive-behavioral therapy will improve the treatment for social phobia. Key words : social phobia, anxiety, cognitive-behavioral therapy ABSTRAK Fobia sosial merupakan salah satu jenis gangguan cemas, dengan gejala utama perasaan takut yang disertai dengan keinginan untuk menghindar. Prevalensi kasus fobia sosial besarnya antara 9,6 %-16 %, dan menempati urutan nomor tiga diantara gangguan kejiwaan setelah gangguan kejiwaan penyalahgunaan zat dan depresi berat. Penderita sosial fobia merasakan banyak kesulitan dalam kehidupannya karena mereka merasa tidak cocok dengan orang-orang lain. Belum banyak diketahui tentang penyebab terjadinya fobia sosial, tetapi para meneliti menduga mencakup berbagai komponen yang kompleks. Ilustrasi kasus dalam tulisan ini, seorang wanita usia 32 tahun dengan keluhan berdebar-debar, keringat dingin, perut mulas, dan pusing, yang telah berlangsung sejak 3 tahun yang lalu. Pemilihan medikamentosa yang tepat akan membuat pasien sembuh, walaupun dibutuhkan waktu yang lama. Berbagai penelitian menunjukan bahwa MAOI, SSRIs, RiMA, penghambat beta dan benzodiapine sangat efektif untuk mengobati penderita. Dan terapi kognitif-perilaku merupakan pengobatan ajuvan untuk gangguan ini. Kata kunci : fobia sosial, cemas, terapi kognitif perilaku

PENDAHULUAN Fobia sosial merupakan salah satu di antara jenis gangguan cemas (neurosis-cemas) dengan gelaja utama perasaan takut yang disertai keinginan untuk menghindar. Fobia sosial sebagai penyakit dikenal sejak tahun 1960, dan sebelumnya diagnosis fobia sosial jarang dibuat. Gangguan ini bukan disebabkan oleh gangguan organik. Belum banyak diketahui tentang

penyebab fobia sosial, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan banyak komponen kompleks yang terlibat. Karakteristik temperamen seseorang seperti rasa malu, behavioral inhibition, selfconsciousness, embarrassment dan keturunan (heredity) merupakan faktor predisposisi terjadinya fobia sosial.(1) Prevalensi fobia sosial pada kelompok eksekutif di Indonesia besarnya 139

antara 9,6 -16%, yang timbul sejak usia muda dan terus berlangsung sampai pada usia dewasa.(2) Di negara maju prevalensi fobia sosial besarnya 2-13%, dan secara bermakna mengganggu pekerjaan, status akademik dan hubungan seseorang. (3) Penelitian epidemiologi yang telah dilakukan di berbagai negara-negara dengan ruang lingkup kehidupan yang beragam dan berdasarkan kriteria diagnostik, instrumen penelitian dan lingkup budaya yang berbeda menunjukkan prevalensi yang bervariasi antara 0,5% sampai 22,6%. Ada kecendrungan kenaikan angka prevalensi fobia sosial, seiring dengan perubahan perilaku (gaya hidup) masyarakat. (4,5) Fobia sosial timbul sejak masa kecil, 40% di antaranya di bawah 10 tahun. Sisanya di bawah usia 20-tahun. Penggunaan alkohol berkorelasi dengan fobia sosial, mereka yang menggunakan alkohol mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita fobia sosial dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan alkohol. Dan kelompok dengan ketergantungan alkohol mempunyai risiko sembilan kali lebih besar untuk mengalami fobia sosial. (6,7) Fobia sosial merupakan gangguan kejiwaan nomor tiga, setelah gangguan penyalahgunaan zat (substance abuse) dan gangguan depresi berat. Perhatian terhadap fobia sosial masih kurang, dan sering dinyatakan sebagai “gangguan cemas yang terabaikan”. Kurangnya perhatian terhadap fobia sosial disebabkan oleh sedikitnya penderita yang mencari pengobatan untuk gangguan fobia yang dideritanya. Penderita berobat bukan untuk fobia sosial tetapi untuk keluhan lain. Fobia Sosial International Classification of Disease (ICD) 10 dan Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorders (DSM) IV serta Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III memberi batasan (definisi) fobia sosial berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan, meliputi perasaan takut sehubungan dengan prediksi (ramalan) akan timbulnya rasa malu sebagai reaksi pada saat 140

menghadapi objek, aktivitas atau situasi tertentu, misalnya : Menggunakan telepon umum, atau menelpon seseorang yang belum dikenal dengan baik. Makan atau minum di tempat umum, atau bila buang air kecil pada fasilitas umum. Tampil dan berbicara di depan umum. Menghadiri pesta dan tempat ramai. Menulis atau mengerjakan sesuatu dan pada saat yang bersamaan diawasi oleh orang lain. Berhadapan muka dengan orang yang asing dan tak dikenal sebelumnya. Bila memasuki ruangan, di dalam ruangan tersebut telah banyak orangnya. Bila harus mengemukakan ketidak setujuannya. Kondisi tersebut akan menimbulkan rasa takut sehingga dalam kehidupan nyata, individu tersebut lebih baik menghindar. (8-10) Prediksi akan timbulnya rasa malu, akan menimbulkan rasa takut, yang disertai dengan perasaan ingin menghindar, wajah menjadi merah dan panas, debaran jantung yang bertambah cepat, disertai dengan gejala kesemutan, keringat dingin, rasa tak enak di dalam perut, otot di daerah pundak yang terasa tegang dan kerongkongan menjadi kering. Fobia sosial yang timbul pada usia dini, menimbulkan gangguan yang serius dalam perkembangan psikologis, pendidikan, pekerjaan, kemampuan membina relasi, atau pencapaian tujuan hidup. Dalam pada itu penderita fobia sosial sering menderita gangguan psikiatri lainya seperti depresi, gangguan makan atau gangguan penyalahgunaan zat. (8-12) Dalam beberapa dekade terakhir ini, fobia sosial mulai mendapat perhatian dan telah memiliki klasifikasi diagnostik berdasarkan perkembangan konsep-konsep nosologi, etiologi, dan pengobatan. Dengan kemajuan di bidang kriteria diagnostik dan instrumen wawancara, maka pada saat ini fobia sosial sering ditemukan. Fobia sosial ditemukan pada semua budaya misalnya dalam budaya Jepang, fobia sosial disebut dengan Shinka Shitsu. (12)

PRESENTASI KASUS Seorang pasien (wanita) Ny.B.M. (usia 32 th) dikonsul ke poliklinik Psikiatri dengan keluhan jantung berdebar-debar, keringat dingin, perut mulas, dan pusing. Keluhan ini telah berlangsung sejak 3 tahun yang lalu. Sehari sebelumnya pasien pingsan tak sadarkan diri. Dari auto dan alloanamnesis (dari suami pasien), didapatkan hal-hal sebagai berikut : keluhan utama/alasan berobat/alasan perawatan, pasien pingsan tak sadarkan diri pada saat akan berpidato di depan undangan, saat pelantikan pasien sebagai Kepala Bagian. Pasien dibawa ke institusi gawat darurat. Setelah tenang, disarankan untuk konsultasi ke poliklinik Psikiatri. Dari anamnnesy diperoleh kesan pasien tidak akan mengikuti kegiatan bila harus berhadapan pada situasi publik (sosial) lainnya. Selalu dalam pikirannya sudah tersedia jawaban bahwa “saya tidak bisa dan akan malu-maluin“. Pada pertemuan khusus, misalnya resepsi perkawinan yang mengharuskan pasien bersama suaminya pergi ke tempat tersebut, selalu tersedia jawaban, lebih baik saya “ tinggal di rumah, kasihan anakanak tidak mempunyai teman.“ guna menolak ajakan. Deskripsi umum menunjukkan, pasien tampak gelisah, mengeluh dadanya sakit, kesemutan yang menjalar ke lengan kiri, deg-degan, pusing, keringat dingin dan mual. Sikap terhadap pemeriksa: koperatif, pembicaraan lancar, tingkah laku motorik dalam batas normal. Tidak diketemukan tanda-tanda psikopatologis lainnya, dalam proses pikir, alam perasaan, tingkah laku motorik, persepsi, sensorium dan kognisi, orientasi, daya ingat, dan konsentrasi. Daya menilai realitas: baik. Penghayatan terhadap penyakit : tingkat V (intelektual). Pasien mengeluh dadanya sakit, disertai nyeri yang menjalar pada daerah lengan kiri yang berasal dari daerah dada, dan untuk menyikirkan kelainan gangguan kardiovaskular pasien dikonsulkan ke dokter ahli jantung. Dilakukan pemeriksaan elektrokardiograf dan tidak didapatkan kelainan elektrokardiogram (EKG). Dan pemeriksaan echocardiography,

menunjukkan hasil sebagai berikut, dimensi ruang: ruang jantung normal. Left ventricle (LV): tebal normal. Fungsi sistolik : baik, normokinetik, semua segmen dan katub-katub jantung: normal. Diagnostic impression dari pada jantung: Fungsional normal dan tidak tampak gangguan kinetik. Karena ada keluhan mulas, pasien dikonsulkan ke bagian penyakit dalam, namun tidak didapatkan kelainan yang signifikan. Kesan pemeriksaan psikiatris: fobia sosial PENATALAKSANAAN Dalam hal penatalaksanaan kasus-kasus fobia sosial ada 5 hal yang perlu dijelaskan kepada pasien, yaitu : 1. Fobia sosial merupakan kondisi medik yang sudah banyak diteliti dan memberikan respons baik dengan terapi yang sesuai. 2. Fobia sosial merupakan gangguan anxietas. Obat secara langsung dapat mengurangi anxietas. 3. Adanya perasaan akan ditolak atau dikritik dapat dimodifikasi dengan farmakoterapi. 4. Jelaskan bahwa terapi obat tidak menimbulkan ketergantungan. 5. Harus dijelaskan bahwa fobia sosial merupakan kondisi kronik, sehingga dibutuhkan pengobatan jangka lama. Pemilihan obat MAOI (monoamine oxidase inhibitors) Phenelzine merupakan suatu MAOI yang efektif untuk fobia sosial. Suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat perbandingan efektifitas phenelzine, atenolol dan plasebo pada penderita fobia sosial menunjukkan bahwa 64 % penderita fobia sosial mendapatkan perbaikan yang jelas dengan phenelzine, sedangkan dengan atenolol hanya 30% dan dengan plasebo 23%. (3) Efek samping yang sering terjadi yaitu krisis hipertensi, insomnia, disfungsi seksual, hipertensi postural, dan penambahan berat badan. Untuk mengurangi efek samping, maka perlu dilakukan diet rendah tiramin. 141

RiMA (Reversible monoamine oxidase inhibitors) RiMA merupakan obat yang efektif untuk mengatasi fobia sosial. Obat ini bekerja menghambat enzim monoamine oksidase tipe A secara refersibel. Sekitar 80-90 % penderita yang diobati dengan RiMA mendapat perbaikan setelah 16 minggu. Terapi dipertahankan paling sedikit selama 6 bulan dan biasanya kekambuhan terjadi pada sekitar 50% bila pemberian obat dihentikan. Untuk mengurangi kekambuhan, pemberian obat diturunkan secara berangsur - angsur. Beta blocker Beta bloker dapat menurunkan aktivitas sistem otonom yang disebabkan oleh kecemasan (takhikardia termor, berkeringat). Contoh preperat beta blocker, misalnya propanolol atau atenolol. Obat-obat lain Beberapa obat-obat lain yang juga digunakan untuk mengatasi fobia sosial yaitu benzodiazepine dan selective serotonin reuptake inhibotors (SSRIs) seperti fluoxetine, fluvoxamine, sertraline, dan paroxetine. Psikoterapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara terapi kognitif-perilaku dengan farmakoterapi bemanfaat untuk kelainan ini. Kombinasi farmakoterapi dan tetapi kognitifperilaku dapat mempercepat efek atau kerja obat, dan efek terapi dapat bertahan lama walaupun obat telah dihentikan. PEMBAHASAN Pasien-pasien yang semacam ini banyak diketemukan dalam praktek umum dan praktek spesialis. Seperti yang telah digambarkan dalam presentasi kasus, pasien yang semacam ini berobat dengan keluhan yang samar-samar. Keluhan tersebut disangka karena gangguan lainnya, namun tak pernah terdiagnosis secara tepat, apalagi 142

terpikirkan bahwa gangguan ini merupakan gangguan atau penyakit fobia sosial. Diagnosis fobia sosial ditetapkan berdasarkan gejala-gejala yang ditentukan antara lain ditandai dengan gejala keringat dingin, deg-degan, perut mulas, pusing, yang muncul setelah pasien harus berbicara di depan umum. Tak ada niat untuk menghindar (beda dengan kepribadian menghindar). Hanya saja pasien sudah “membayar di depan” jangan-jangan akan “malumaluin”. Kondisi ini khas untuk gejala fobia sosial, karena pasien yang semacam ini selalu memprediksi akan terjadi sesuatu, yang umumnya prediksi tersebut selalu yang buruk. Kalau ditelusuri ada beberapa gejala yang mirip dengan serangan jantung. Karena kesan yang sedemikian dan untuk menghindari salah diagnosik, pasien dikonsulkan ke dokter ahli jantung. Dilakukan EKG dan Echocardiography, tidak menunjukkan kelainan pada organ tersebut. Pasien mungkin mengalami gangguan pada saluran pencernaan, terdapatnya keluhan perut mulas, yang telah berlangsung dalam waktu cukup lama. Pemeriksaan oleh dokter ahli penyakit dalam mendapatkan tidak ada kelainan. Berdasarkan data-data epidemiologi, prevalensi fobia sosial cukup banyak (9-12 %). (12) Kalau dikaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia, sebesar 200 juta orang, mudah dibayangkan bahwa jumlah penderita fobia sosial sebesar 18-24 juta orang. Kunci untuk diagnosis fobia sosial, selain ketrampilan dalam berwawancara secara empati (turut meraba rasakan), kemampuan menegakkan diagnosis dan pemberian terapi yang adekwat. KESIMPULAN Fobia sosial merupakan gangguan yang biasanya mulai timbul sejak dini dan bersifat kronik. Bila tidak diobati akan dapat menimbulkan berbagai keterbatasan dalam kehidupan sosial, aktivitas profesional, kemampuan mencari nafkah, dan kontribusi terhadap masyarakat luas. Fobia sosial dapat terjadi komorbiditas (terjadi berdasarkan) depresi, dengan penyakit penyalahgunaan zat atau alkohol. Fobia sosial merupakan gangguan yang kronik dan kepada pasien perlu dijelaskan

bahwa terapi membutuhkan waktu yang panjang. Hendaklah dipilih obat yang aman dan efektif. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan, maka terapi obat harus dikombinasi dengan psikoterapi. Daftar Pustaka. 1.

2. 3.

4.

Social phobia : history, etiology and risk factors. Available from URL : http:\\www.beth.cx/alicia/ socialphobia/#. Ibrahim AS. Fobia sosial pada eksekutif. Medika 2001:9-11. Social Phobia : the largest anxiety disorder. Available from URL : http://www.angelfire.com/ biz/socialphobia. Hamburg D, Sartorius N. Health and behavior selected perspectives. Cambridge University Press; 1989.

5.

Ibrahim AS, Subandi I. Ectasy gaya hidup.Bandung : Mizan;1997. 6. Gentry, WD. Handbook of behavioral medicine. New York: The Guilford Press;1994. 7. Anderson RD. Health behavior research and health promotion. New York : Oxford University Press;1988. 8. World Health Organization. International classification of disease 10, Geneva : WHO; 1992. 9. American Psychiatry Association. Diagnostic and statistical manual mental disorder, III R dan DSM IV. Washington; 1993. 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDG) III. Jakarta; 1997. 11. World Health Organization. Social phobia: a clinical review. Geneca : WHO; 1995. 12. Montgomerry SA. Social phobia. Sciene Press; 1995.

143