LAPORAN PENELITIAN PERJANJIAN KERJA

Download guna menambah wacana mengenai Perjanjian Kerja dalam Kontrak Kerja Outsourcing ( suatu kajian normatif). Kami menyadari bahwa penelitian in...

0 downloads 596 Views 184KB Size
LAPORAN PENELITIAN

PERJANJIAN KERJA dalam KONTRAK KERJA OUTSOURCING (SUATU KAJIAN NORMATIF)

Oleh Endah Pujiastuti,SH,MH Dharu Triasih,S.H, M.H

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG 2010

HALAMAN PENGESAHAN 1 Judul Penelitian : PERJANJIAN KERJA dalam KONTRAK KERJA OUTSOURCING (SUATU KAJIAN NORMATIF) 2.

Bidang Penelitian

: Hukum

3. Ketua Peneliti (a) Nama

: Endah Pujiastuti, SH. MH

(b) Jenis Kelamin

: Perempuan

(c) NIS

: 06557003801015

(d) Pangkat/ Golongan

: Penata/IIIc

(e) J abatan

: Lektor

(f) Fakultas Jurusan

: Hukum/ Ilmu Hukum

4.Jumlah anggota Peneliti

: 1 orang

5. Lokasi Penelitian

: Kota Semarang

6. Waktu penelitian

:

7. Biaya :

Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu )

:

3 bulan

Semarang, Agustus 2010 Mengetahui, Dekan Fakultas Hukum,

Ketua Penelitian

Efi Yulistyowati, SH.M.Hum NIS. 06557003801006

Endah Pujiastuti,SH MH .NIS.065570038010 Menyetujui Ketua LPPM

Wyati Saddewisasi, SE MSi NIS.196001191987032001

LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER 1. (a) Judul Penelitian : PERJANJIAN KERJA dalam KONTRAK KERJA OUTSOURCING (SUATU KAJIAN NORMATIF)

(b) Bidang Ilmu

: Ilmu Hukum

2. Ketua Peneliti (a) Nama

: Endah Pujiastuti, SH., MH

(b) Jenis Kelamin

: Perempuan

(c) Golongan/NIS

: 06557003801015

(d) Jabatan Fungsional

: Lektor

(e) Fakultas Jurusan

: Hukum/ Ilmu Hukum

3. Anggota

: ( dua ) orang

4. Lokasi Penelitian

: Kota Semarang

5. Lama Penelitian

: 3bulan

6. Biaya Penelitian

: Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)

7. Sumber Biaya Penelitian

: Universitas Semarang

Semarang, Agustus 2010

Menyetujui, Reviewer,

Efi Yulistyowati, SH.M.Hum NIS. 06557003801006

Ketua Penelitian

Endah Pujiastuti,SH MH NIS: 065570038010

Kata Pengantar Alhamdulilahi Robbal’alamin, puji syukur kami panjatkan ke hadhirat AllOH Subhanallaohu Wa Ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat Nya sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wacana mengenai Perjanjian Kerja dalam Kontrak Kerja Outsourcing ( suatu kajian normatif) Kami menyadari bahwa penelitian ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada : 1.

Prof. DR. Pahlawansyah H. MM, Rektor Universitas Semarang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

2.

Wyati Saddewisasi,SE MSi, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Semarang, yang telah menyeleksi dan menerima usulan penelitian ini

3.

Efi Yulistyowati,SH MHum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

4.

Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah mendukung selesainya penelitian ini.

Teriring do’a dan terima kasih, semoga amal baik Bapak / Ibu mendapat balasan yang berlipat ganda dari Alloh SWT. Amin Kami menyadari bahwa kesempurnaan belum sepenuhnya terwujud dalam penelitian ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan. Semarang, Agustus 2010 Tim Peneliti

Abstrak Outsourcing merupakan usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan yang tadinya dikelola sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Dengan sistem outsourcing diyakini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai pekerja/sumber daya manusia yang bekerja di perusahaannya. Sistem ini juga diyakini dapat membuka peluang bagi berdirinya perusahaan-perusahaan baru yang dapat menampung/memperkerjakan tenaga kerja pengangguran.Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut : 1.Bagaimana bentuk-bentuk perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing ? 2.Bagaimanakah pemenuhan syarat-syarat perjanjian kerja berdasar UU Ketenagakerjaan dalam kontrak kerja outsourcing Metode yang dipakai dalam penilitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif.Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian diskriptif analisis, . Adapun sampel dalam penelitian ini adalah perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing pada PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi Hasil penelitian ini adalah berpijak pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, maka apa yang dilakukan oleh ketiga perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tersebut dengan memilih mengikat pekerja outsourcingnya dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.Bahwa kesepakatan kedua belah pada perjanjian kerja yang dibuat antara PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah maupun PT Multi Bangun Abadi dengan pekerja/buruh dituangkan dalam bentuk klausul-klausul yang ada dalam perjanjian kerja masing-masing. Abstract Outsourcing is an attempt to contract out an activity that had been managed by the company to other companies who then called the company to obtain a job receiving service work required. With the system outsourcing company believed could save expenses in the finance worker / human resources working in the company. The system is also believed to be an opportunity for the establishment of new companies that can accommodate / labor hire pengangguran.Dalam research issues to be studied further formulated as follows: 1.How agreement forms in the outsourcing contract? 2.Bagaimanakah compliance with the terms of the employment agreement based on Labor Law in the outsourcing contract method used in this research is a normative juridical approach. Specification of research is a descriptive analysis. The sample in this study is in agreement outsourcing contract with PT Emesha two thousand, PT and PT Multi Rizqu Barkah Build Lasting Results of this study are based on the provisions of Article 66 paragraph (2) Labor Law, then what is done by a third company service providers workers / laborers by selecting binding outsourcingnya workers with specific time employment agreement does not violate the provisions of applicable legislation. That the agreement of both the employment agreement entered into between PT

Emesha two thousand, PT Rizqu Barkah Abadi and PT Multi Build with workers / laborers poured in the form of clauses contained in each agreement.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Outsourcing merupakan usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan yang tadinya dikelola sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Dengan sistem outsourcing diyakini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai pekerja/sumber daya manusia yang bekerja di perusahaannya. Sistem ini juga diyakini dapat membuka peluang

bagi

berdirinya

perusahaan-perusahaan

baru

yang

dapat

menampung/memperkerjakan tenaga kerja pengangguran. Saat ini outsourcing sudah merebak hampir di berbagai jenis pekerjaan. Tidak hanya pekerjaan yang membutuhkan/mengandalkan kekuatan fisik saja tetapi juga pekerjaan yang mengandalkan kecerdasan otak dan keahlian tertentu. Sistem outsourcing menjadi kebutuhan nyata pada berbagai jenis bidang usaha karena terdapat beberapa jenis pekerjaan yang walaupun merupakan bagian integral dari proses produksi tetapi menurut sifatnya dan berdasarkan pertimbangan ekonomi perusahaan lebih tepat jika dikerjakan oleh pekerja dalam hubungan kerja outsoucing. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) kita tidak menjumpai istilah outsourcing

secara tertulis. Namun UU Ketenagakerjaa memberikan pengaturan tentang outsourcing pada pasal 64 sampai pasal 66. Hanya saja pengaturan tersebut masih dirasakan kurang memadai jika dibanding dengan permasalahan mengenai outsourcing itu sendiri. Permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan outsourcing sangat bervariasi karena penggunaan pekerja dengan sistem ini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh para pelaku usaha. Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti berapa jumlah pekerja yang bekerja dengan sistem outsourcing, demikian pula dengan jenis pekerjaan yang dioutsourcingkan. Pola rekruitmen pekerja dengan sistem outsourcing inipun masih dianggap cenderung merugikan pihak pekerja. Penataan terhadap perusahaan penyedia jasa pekerja outsourcingpun masih dinilai kurang baik. Demikian pula dengan perjanjian kerjanya yang ditengarai masih belum memenuhi

persyaratan

sebagaimana

diatur

dalam

Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja masih mengakomodasi kepentingan pihak penyedia jasa pekerja dan pihak pengguna jasa pekerja, dengan meminimalkan kepentingan pekerja. Dalam hal ini asas-asas hukum terkadang menjadi diabaikan atau tidak terpenuhi. Berpijak dari kondisi tersebut penelitian terkait dengan perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing dengan tinjauan dari aspek normatif khususnya hukum ketenagakerjaan perlu kiranya untuk dilakukan. Hal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat perjanjian kerja merupakan dasar terjadinya hubungan kerja yang kemudian akan melahirkan hak dan kewajiban pada para

pihak. Disisi lain saat ini penggunaan pekerja dengan kontrak kerja sistem outsourcing sudah menjadi tren tersendiri di perusahaan-perusahaan baik itu perusahaan milik pemerintah (BUMN dan BUMD) maupun perusahaanperusahaan swasta. Jenis pekerjaan yang dioutsourcingkan juga mengalami pergerakan dan mulai menyebar dari pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian khusus sampai tingkat pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Oleh karena itulah aspek normatif dari suatu perjanjian kerja menjadi sangat urgensial untuk menghindari permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul di kemudian hari. mengingat perjanjian kerja merupakan dasar terjadinya hubungan kerja yang kemudian akan melahirkan hak dan kewajiban pada para pihak

B. PERUMUSAN MASALAH Berpijak dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk-bentuk perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing ? 2. Bagaimanakah pemenuhan syarat-syarat perjanjian kerja berdasar UU Ketenagakerjaan dalam kontrak kerja outsourcing ? 3. Apa akibat hukum yang timbul apabila syarat-syarat perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan tidak terpenuhi ? C. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah serta sistematika penulisan .

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka, uraian meliputi pengertian outsourcing, perjanjian kerja yang meliputi pengertian perjanjian kerja, syarat perjanjian kerja, macam perjanjian kerja, serta berakhirnya perjanjian kerja. Bagian terakhir diuraian tentang perjanjian kerja outsourcing,

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Bab ini menguraikan tujuan dan manfaat penelitian.

BAB IV

METODE PENELITIAN Bab tentang metode penelitian menguraikan metode pendekatan, spesifikasi penelitian, metode penentuan sampel,

metode

pengumpulan data, dan metode analisa data.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uraian pada bab ini meliputi bentuk-bentuk perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing, kerja berdasar

UU

pemenuhan syarat-syarat perjanjian

Ketenagakerjaan dalam

kontrak kerja

outsourcing serta akibat hukum yang timbul apabila syarat-syarat

perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan tidak terpenuhi .

BAB VI

SIMPULAN Pada bab ini memuat simpulan dan saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Outsourcing Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). (Sehat Damanik, 2007). Melalui

pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi

dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing. Di bidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatkan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja. Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang khusus menyeleksi, melatih dan memperkerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu produk/jasa tertentu untuk kepentingan perusahan lainnya. (Sehat Damanik, 2007) Maurice F. Greaver II (Indrajit dan Djokopranoto, 2003) memberikan definisi outsourcing sebagai berikut : “Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring nternal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the actvities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practice, not only are the activities transferred, but the factors of production and decision rights often are, too. Factors of production technology, and other assets. Decision rights are the responsibilities for making decisions over certain elements of the activities transferred.” Definisi outsourcing menurut Ensiklopedia Wikipedia sebagai berikut : “Outsourcing involves the transfer of management and/or day-to-day execution of an entire business function to an external service provider. The client organization and the suplier enter into a contractual agreement that defines the transferred services. Under the agreement the suplier acquires the means of production in the form of a transfer of people, assets and ather resources from the client. The client agrees to procure the service from the suplier for the therm of the contract.” Dalam Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwa outsoucing agreement ialah an

agreement to handle substantially al of party’s business requirement, eps. In the areas of data processing and information management. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1601 b memberikan pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan sebagai suatu perjanjian dimana pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu hubungan kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan pekerjaan dengan menerima bayaran tertentu, dan pihak lain yang memborongkan

mengikatkan diri untuk memborongkan

pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu. Selanjutnya, Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak memberikan pengertian yang tegas tentang istilah outsourcing, namun dalam pasal 64 dapat kita lihat pengaturan tentang outsourcing. Pasal 64 Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan

pekerjaan

kepada

perusahaan

lainnya

melalui

perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh yng dibuat secara tertulis.” Berdasar beberapa pengertian yang telah dikemukakan, secara garis besar dapat ditarik suatu kesamaan pandangan bahwa outsourcing merupakan penyerahan atau pengalihan sebagian kegiatan perusahaan kepada pihak lain dengan mengikatkan diri pada suatu perjanjian kontrak kerja sama yang dibuat oleh kedua belah pihak, dalam hal ini perusahaan penyedia tenaga kerja dengan perusahaan pengguna tenaga kerja/perusahaan pemberi kerja.

B. Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja didasarkan pada perjanjian kerja yang disepakai oleh kedua belah pihak. Demikian pula dengan hubungan kerja dalam sistem outsourcing, hubungan kerja baru terjadi setelah ada perjanjian kerja outsourcing antara pengusaha penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerja. Perjanjian kerja atau dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms diatur pada Bab IX Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengertian perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 14 adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-sayart kerja, serta hak dan kewajiban para pihak. Selanjutnya pada angka 15 disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dari pengertian tersebut ada beberapa unsur yang terdapat dalam perjanjian kerja yaitu : a. Adanya unsur perintah Adanya unsur perintah menimbulkan adanya pimpinan orang lain. Unsur perintah ini memegang peranan penting dalam sebuah perjanjian kerja, sebab tanpa adanya perintah maka tidak ada perjanjian kerja. Unsur perintah inilah yang membedakan hubungan kerja atas dasar perjanjian kerja dengan hubungan lainnya. Pekerja/buruh harus tunduk pada perintah pengusaha. Hal ini berarti

bahwa kedudukan pekerja/buruh dan pengusaha tidak sama/subordinasi, dimana satu pihak berkedudukan di atas (pihak yang memerintah) dan pihak yang lainnya berkedudukan di bawah (pihak yang diperintah). Kedudukan hubungan kerja ini berbeda dengan hubungan lain seperti hubungan dokter dengan pasien atau antara pengacara dengan klien, sebab dokter ataupun pengacara tidak tunduk pada perintah pasien ataupun klien. b. Adanya unsur pekerjaan Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan

objek perjanjian antara

pekerja/buruh dengan pengusaha. Pekerjaan tersebut harus ada dan dilakukan sendiri oleh pekerja/buruh atas perintah pengusaha. Perjanjian kerja tersebut menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban bagi para pihak. c. Adanya unsur upah Upah merupakan unsur penting dalam hubungan kerja. Upah ini adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pada prinsipnya perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lesan. Namun ada beberapa perjanjian kerja yang dipersyaratkan tertulis antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja di kapal laut dan perjanjian kerja bagi tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri.(Endah Pujiastuti, 2008)

Saat ini pada umumnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis dengan maksud lebih menjamin kepastian hukum tetapi kadang-kadang masih ada perjanjian kerja

yang dibuat secara lesan. Berdasarkan ketentuan Pasal 63

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, jika demikian maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja / buruh tersebut. Surat pengangkatan sekurang-sekurangnya memuat keterangan tentang : a) Nama dan alamat pekerja / buruh; b) Tanggal mulai bekerja; c) Jenis pekerjaan; dan d) Besarnya upah.

Adapun perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat : a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja / buruh; c) Jabatan atau jenis pekerjaan; d) Tempat pekerjaan; e) Besarnya upah dan cara pembayarannya; f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha serta pekerja / buruh; g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Ketentuan dalam perjanjian kerja yang mengatur besarnya upah dan cara pembayaran serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha serta pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksudnya disini adalah apabila di perusahaan sudah ada peraturan perusahaan atau pejanjian kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitasnya tidak boleh lebih rendah dari yang sudah diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis harus dibuat sekurangkurangnya rangkap dua, yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. Baik pekerja/buruh maupun pengusaha masing-masing mendapat satu rangkap perjanjian kerja. 2. Syarat perjanjian kerja Perjanjian kerja merupakan salah satu bentuk perjanjian, sehingga perjanjian kerja juga harus mematuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. UndangUndang No. 13 Tahun 2003 Pasal 52 ayat (1) menentukan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar : a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak yaitu pengusaha dengan pekerja/buruh. Artinya para pihak sepakat mengikatkan diri untuk menyetujui segala sesuatu sesuai yang diperjanjikan. Pengusaha setuju dengan apa yang dikehendaki oleh pekerja / buruh demikian pula pekerja/buruh setuju dengan apa yang dikehendaki oleh pengusaha. Segala sesuatu yang disepakati pengusaha dan pekerja/buruh dituangkan dalam perjanjian kerja yang harus di patuhi oleh ke dua belah pihak Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum bermakna bahwa pengusaha maupun pekerja/buruh menurut hukum mampu/cakap membuat perjanjian kerja. Seseorang dipandang cakap/mampu membuat perjanjian kerja adalah mereka yang sudah cukup umur. Mereka yang masih anak-anak tidak boleh

menandatangani

perjanjian

kerja.

Bagi

pekerja

anak

ini

yang

menandatangani perjanjian kerja adalah orang tua atau walinya. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 26 menentukan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Hal ini bermakna pula bahwa menurut UndangUndang No. 13 Tahun 2003 batasan minimal untuk dapat membuat dan menandatangani perjanjian kerja adalah 18 tahun. Selain batasan umur tersebut seseorang dikatakan cakap/mampu melakukan perbuatan hukum jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya. Pekerjaan merupakan objek perjanjian kerja. Pekerjaan yang diperjanjikan ini harus ada, jelas dan dapat dilakukan oleh pekerja. Pekerjaan pada umumnya bersangkutan dengan ketrampilan/keahlian pekerja, sehingga wajar apabila hak

dan kewajiban yang timbul pada diri para pihak menjadi beragam pada setiap perjanjian kerja yang dibuat. Disamping itu pekerjaan yang di perjanjikan pada sebuah perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat syarat perjanjian kerja tersebut harus dipenuhi agar perjanjian kerja menjadi sah. Syarat yang menentukan harus ada kesepakatan kedua belah pihak dan kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum merupakan syarat subjektif. Adapun syarat yang menyebutkan bahwa pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan syarat objektif. 3. Macam perjanjian kerja Apabila dilihat dari jangka waktu berlakunya perjanjian kerja terdiri dari dua macam yaitu perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Masing-masing bentuk akan menimbulkan akibat hukum yang berbeda jika terjadi pemutusan hubungan kerja.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian kerja yang didasarkan atas jangka waktu atau selesainya sesuatu pekerjaan. Perjanjian kerja ini berlakunya sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja. Bila jangka waktu berlakunya habis maka dengan sendirinya perjanjian kerja berakhir sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja. Perjanjian kerja waktu tertentu juga dapat berakhir dengan selesainya suatu pekerjaan. Terkait dengan pekerjaan

dimaksud perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam jangka waktu tertentu. Pekerjaan yang dimaksud tersebut adalah 1) Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; 2) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun; 3) Pekerjaan yang musiman; atau 4) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.

Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap yaitu pekerjaan yang sifatnya terus menerus tidak terputus-putus tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis. Pengaturan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan

terkait dengan berakhirnya perjanjian, Disamping harus dibuat secara tertulis perjanjian kerja waktu tertentu juga tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Jika terjadi suatu perjanjian kerja waktu tertentu mensyaratkan masa percobaan kerja maka masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum. Perjanjian kerja dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia serta huruf Latin. Apabila Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, jika di kemudian hari terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya maka yang berlaku adalah perjanjian yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk jangka waktu paling lama dua tahun, dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut paling lama tujuh hari sebelum berakhirnya perjanjian kerja telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan perjanjian kerja waktu tertentu juga dapat diperbarui. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah masa tenggang 30 hari berakhirnya Perjanjian kerja waktu tertentu. Pembaharuan hanya boleh di lakukan satu kali dan untuk waktu paling lama dua tahun. Apabila perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai mana diuraikan diatas maka perjanjian kerja waktu

tertentu tersebut demi hukum berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 62 menentukan bahwa jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai dengan batas waktu berakhir jangka waktu perjanjian kerja. Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan, apabila pekerjaan selesai lebih cepat dari jangka waktu yang diprediksikan untuk menyelesaikan pekerjaan maka perjanjian kerja waktu tertentu juga berakhir dengan sendirinya tanpa ada kewajiban ganti rugi. Perjanjian kerja waktu tertentu yang sudah berakhir jangka waktu berlakunya tapi pekerjaan belum selesai maka dapat dilakukan pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu. Sebagaimana dijelaskan, pembaharuan tersebut dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (awal/semula). Namun untuk pekerjaan musiman yaitu pekerjaanpekerjaan yang bergantung pada cuaca, waktu, volume pekerjaan tidak dapat dilakukan pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu Perjanjian kerja waktu tidak tertentu merupakan perjanjian kerja antara pekerja / buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang sifatnya tetap. Perjanjian kerja ini dibuat untuk waktu tidak tertentu yaitu tidak

dibatasi jangka waktunya. Pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu boleh mensyaratkan masa percobaan. Masa percobaan ini merupakan masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 60 ayat (1) masa percobaan paling lama 3 bulan. Syarat-syarat yang berlaku dan harus dipenuhi pada masa percobaan harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilaksanakan secara lesan, maka syarat masa percobaan harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Jika tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja maupun surat pengangkatan maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada. Dalam masa percobaan, pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat dibuat secara tertulis maupun lesan. Apabila dibuat secara tertulis harus dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin. Jika dibuat dengan bahasa asing harus dibuat juga dalam bahasa Indonesia dengan ketentuan, jika terjadi perbedaan penafsiran maka yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Perjanjian kerja yang dibuat secara lesan harus dibuatkan surat pengangkatan. Baik perjanjian kerja waktu tidak tertentu maupun surat pengangkatan, keduanya harus dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Berakhirnya perjanjian kerja Perjanjian kerja berakhir apabila : a) Pekerja meninggal dunia.

Perjanjian kerja akan berakhir jika pekerja meninggal dunia, namun perjanjian kerja tidak berakhir jika pengusaha meninggal dunia. Perjanjian kerja juga tidak berakhir jika terjadi peralihan hak suatu perusahaan yang disebabkan karena penjualan, pewarisan atau hibah. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh; b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c) Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

C. Perjanjian Kerja Outsourcing Perjanjian kerja antara pekerja kontrak outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja sesungguhnya bisa dilakukan dengan perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Namun mengingat pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak sama maka perjanjian kerja yang paling tepat dan lazim dipakai oleh perusahaan adalah perjanjian kerja waktu tertentu yang harus dibuat secara tertulis.

Syarat-syarat sahnya pembuatan perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing sama dengan perjanjian kerja pada umumnya. Ketentuan yang lebih spesifik diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Ketentuan Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa pekerjaan yang diserahkan pada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan ; d. tidak menghambat proses produksi secara langsung. Adapun Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunkan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegitan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang diikat dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dan/atau perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, bukan pekerja/buruh outsourcing.

Yang dimaksud dengan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makan untuk pekerja/buruh, usaha tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan), serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak; c. Perlindungan

upah

dan

kesejahteraan,

syarat-syarat

kerja,

serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat

secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini secara keseluruhan bertujuan untuk mengetahui kajian yuridis normatif mengenai perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing dengan fokus : 1.

Untuk mengetahui bentuk-bentuk perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing.

2. Untuk mengetahui pemenuhan syarat sahnya perjanjian kerja berdasar UU Ketenagakerjaan dalam kontrak kerja outsourcing. 3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul apabila syarat-syarat perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan tidak terpenuhi.

B. MANFAAT PENELITIAN Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara normatif tentang perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan hukum, khususnya hukum ketenagakerjaan materiil. Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan : 1.

Memberikan tambahan wawasan bagi masyarakat khususnya pekerja kontrak outsourcing terkait dengan perjanjian kerja.

2.

Memberikan masukan bagi masyarakat, khususnya pengusaha dalam rangka pembuatan perjanjian kerja dalam kontrak outsourcing berdasar UU Ketenagakerjaan.

3.

Memberikan masukan bagi pemerintah sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

4.

Digunakan sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara lebih mendalam.

BAB IV METODE PENELITIAN

Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak yang harus ada dalam suatu penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Metodologi hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara serang ilmuan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis sistematis dan konsiten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Penggunaan metode penelitian dimaksudkan agar penelitian ini lebih terarah dan sistematis, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui, memberikan pedoman untuk mengorganisasikan dan mengitegrasikan pengetahuan mengenai masalah yang sedang diteliti.

A. Metode Pendekatan Metode pendekatan merupakan sudut pandang dalam membahas dan menganalisis permasalahan. Metode yang dipakai dalam penilitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan tersebut dipilih karena objek penelitian ini berpijak pada norma-norma hukum yaitu untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan asas-asas hukum dalam mengkaji dokumen-dokumen perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing.

B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah

penelitian diskriptif analisis, yaitu

berupaya untuk menggambarkan secara rinci fenomena sosial yang menjadi pokok permasalahan tanpa melakukan hipotesa dan penghitungan secara statistik. Fenomena tersebut terkait dengan fakta-fakta yang berhubungan dengan perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing.

C. Metode Penentuan Sampel Pada umumnya penelitian dilakukan pada suatu populasi. Populasi merupakan kumpulan individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Dalam melakukan penelitian populasi ini tidak mungkin untuk diteliti semua, tetapi dapat diambil beberapa saja sebagai sampel. Sampel sebagai bagian dari populasi untuk menentukan sifat serta ciri-ciri yang dikehendaki populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dalam kontrak kerja outsourcing, namun populasi tersebut tidak diteliti semua tetapi diambil beberapa sebagai sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling atau penarikan sampel bertujuan dengan cara mengambil subjek yang menjadi sampel berdasarkan tujuan tertentu. Spesifikasi penelitian ini adalah

penelitian diskriptif analisis.

Adapun sampel dalam

penelitian ini adalah perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing pada PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung berdasarkan pengalaman yang mendalam dari pihak lain sebagai sumber data atau diperoleh berdasarkan studi pustaka, penelitian pihak lain atau studi dokumen. Adapun cara pengumpulan data tersebut melalui studi pustaka dengan melakukan penelitian kepustakaan guna mempelajari landasan teori dan berbagai pendapat sarjana yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.

E. Metode Analisa Data Dari data yang sudah terkumpul dari kemudian di analisis secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis, untuk selanjutnya menghasilkan suatu kejelasan dari masalah yang diteliti, dalam bentuk karya ilmiah. Analisis kualitatif ini dimaksudkan untuk mengemukakan hasil penelitian dan hasil sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal dari bahan-bahan yang diuraikan dalam bentuk rumusan-rumusan dan uraian-uraian.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Bentuk-Bentuk Perjanjian Kerja dalam Kontrak Kerja Outsourcing Hubungan kerja terjadi didasarkan pada perjanjian kerja yang disepakai oleh pengusaha dengan pekerja. Pada sistem outsourcing, hubungan kerja baru terjadi setelah ada perjanjian kerja outsourcing antara pengusaha penyedia jasa tenaga kerja dengan pekerja. Berdasarkan ketentuan Pasal

56 ayat (1) UU

Ketenagakerjaan perjanjian kerja terdiri dari dua macam yaitu perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 66 ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja outsourcing adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak (pengusaha dengan pekerja/buruh). Berdasarkan ketentuan tersebut maka perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dapat memilih bentuk perjanjian kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. Hasil penelitian tentang bentuk-bentuk perjanjian kerja dalam kontrak kerja outsourcing pada PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi, semuanya memakai bentuk perjanjian kerja untuk waktu tertentu dengan jangka waktu 12 bulan (satu tahun). Perjanjian kerja waktu tertentu merupakan perjanjian kerja yang didasarkan atas jangka waktu atau selesainya sesuatu pekerjaan. Perjanjian kerja ini berlakunya sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja. Klausul yang menyatakan hal tersebut adalah sebagai berikut.

PT Emesha Duaribu ”Dengan ini telah tercapai kata sepakat antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA untuk mengikatkan diri mengadakan Perjanjian Kontrak Kerja Berjangka Waktu Tertentu dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagau berikut :.....................”

PT Rizqu Barkah ”Pihak Pertama menerima Pihak Kedua sebagai Tenaga Kerja PT RIZQU BARKAH dengan sistem kontrak kerja waktu tertentu ”............................

PT Multi Bangun Abadi ”pada hari ini, tanggal 1 Februari 2010 telah dibuat dan ditandatangani PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU oleh dan antara : ................

Pernyataan tentang jangka waktu perjanjian kerja tertuang pada klausul sebagai berikut. PT Emesha Duaribu ”Perjanjian Kontrak Kerja ini berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal 01 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2006;...........................” PT Rizqu Barkah ”Pihak Kedua bersedia ditugaskan bekerja pada Pengguna Tenaga Kerja yang terkait kontrak dengan PT RIZQU BARKAH untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan, mulai tanggal 5 Januari 2009 dan berakhir sampai

dengan tanggal 31 Desember 2009 ”.......................................................

PT Multi Bangun Abadi ”Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal 1 Februari 2010 dan berakhir dengan sendirinya menurut hukum pada tanggal 31 Januari 2011”..........................................................

Klausul-klausul tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 56 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang menentukan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dalam hal ini adalah didasarkan pada jangka waktu tertentu yaitu 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun, Pada perjanjian kerja waktu tertentu antara PT Emesha Duaribu dengan pekerja outsourcing dituliskan dalam perjanjian kerja tentang alasan mengapa perusahaannya memakai bentuk perjanjian kerja waktu tertentu, dengan klausul sebagai berikut :

”Bahwa mengingat sifat pekerjaan yang diperoleh PIHAK PERTAMA dari KLIEN berdasarkan volume pekerjaan dan untuk jangka waktu tertentu maka PIHAK PERTAMA dengan ini memperkerjakan PIHAK KEDUA sesuai dengan volume pekejaan dan untuk jangka waktu yang sama dengan Perjanjian Kerjasama; .......................................................

Adapun PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi tidak

mencantumkan alasan perusahaan memilih menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu dalam perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Berpijak pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, maka apa yang dilakukan oleh ketiga perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tersebut dengan memilih mengikat pekerja outsourcingnya dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini karena pada pasal tersebut ditentukan bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja outsourcing adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan/ atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Kata dan/atau ini menunjukkan alternatif/pilihan yang dapat diambil oleh pengusaha dalam mengikat pekerjanya. Pada pasal tersebut juga tidak mengharuskan dicantumkan alasan pemilihan perjanjian kerja, sehingga perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat oleh PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi tidak menyimpang dari ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

B.

Pemenuhan

Syarat-Syarat

Perjanjian

Kerja

Berdasar

UU

Ketenagakerjaan dalam Kontrak Kerja Outsourcing Perjanjian kerja sebagai salah satu bentuk perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja juga harus mematuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara spesifik pengaturan tentang perjanjian kerja termaktub dalam Undang-Undang

No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat (1) yaitu bahwa perjanjian kerja harus dibuat atas dasar :

a. Kesepakatan kedua belah pihak; Perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak artinya para pihak yaitu pengusaha dengan pekerja/buruh, sepakat mengikatkan diri untuk menyetujui segala sesuatu sesuai yang diperjanjikan. Pengusaha setuju dengan apa yang dikehendaki oleh pekerja/buruh demikian pula pekerja/buruh setuju dengan apa yang dikehendaki oleh pengusaha. Segala sesuatu yang disepakati pengusaha dan pekerja/buruh dituangkan dalam perjanjian kerja yang harus dipatuhi oleh ke dua belah pihak. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kesepakatan kedua belah pada perjanjian kerja yang dibuat antara PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah maupun PT Multi Bangun Abadi dengan pekerja/buruh dituangkan dalam bentuk klausul-klausul yang ada dalam perjanjian kerja masing-masing. PT Emesha Duaribu hal tersebut tercermin pada klausul berikut : ”PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA setuju dan sepakat untuk mengadakan

ikatan

273/IN/KTR/74000/05 INFOMEDIA

kerja

sehubungan

antara

NUSANTARA

perjanjian

PIHAK (untuk

PERTAMA

kerjasama

No.

dengan

PT

selanjutnya

disebut

”KLIEN”);....................................................................................................” Selanjutnya

”Dengan ini telah dicapai kata sepakat antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA untuk mengikatkan diri mengadakan Perjanjian Kontrak Kerja Berjangka Waktu Tertentu dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut: .................... ”

Pada bagian akhir perjanjian kerja disamping tanda tangan kedua belah pihak tercantum juga klausul yang mencerminkan kesepakatan tanpa tekanan, yaitu ; ”Demikian Perjanjian Kontrak Kerja ini dibuat dengan itikad baik tanpa adanya tekanan dari Pihak manapun dan ditandatangani dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rokhani untuk dipatuhi dan dilaksanakan; .....”

Pada PT Rizku Barkah, pernyataan kesepakatan pengusaha dengan pekerja/buruh dapat dilihat pada klausul berikut : “Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kontrak Kerja dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syatat sebagaimana tercantum pada pasal-pasal sebagai berikut : ..............................................” Pasal 7 tentang Penutup pada perjanjian kerja waktu tertentu antara PT Rizku Barkah dengan pekerjanya, dinyatakan pula tentang kesepakatan tersebut yang tanpa paksaan dan kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak. Pernyataannya : “Demikian Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat tanpa adanya paksaan dari masing-masing pihak dalam rangka 2 (dua) masing-masing bermeterai Rp.6000 (enam ribu rupiah)dan mempunyai kekuatan hukum

yang sama,1 (satu) rangkap untuk Pihak Pertama dan 1 (satu) rangkap untuk Pihak Kedua. .............................. “

Adapun PT Multi Bangun Abadi, pemenuhan syarat tersebut dapat dilihat pada : “Demikianlah, para Pihak telah sepakat dan menandatangani Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun. .......... “

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum bermakna bahwa pengusaha maupun pekerja/buruh menurut hukum mampu/cakap membuat perjanjian kerja. Seseorang dipandang cakap/mampu membuat perjanjian kerja adalah mereka yang sudah cukup umur. Cukup umur ini maksudnya adalah sudah dewasa yang itu juga bermakna pihak yang membuat perjanjian itu tidak anakanak. Berdasarkan ketentuan UU Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 26, yang disebut anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun. Berpijak pada ketentuan pada UU Ketenagakerjaan dapat ditarik kesimpulan bahwa batasan minimal untuk dapat membuat dan menandatangani perjanjian kerja adalah 18 tahun. Selain batasan umur tersebut seseorang dikatakan cakap/mampu melakukan perbuatan hukum jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya. Pemenuhan syarat kemampuan/kecakapan dalam berbuat hukum dapat diketahui dari usia para pihak. Baik pada PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah

maupun PT Multi Bangun Abadi terlihat usia pihak pekerja/buruh dengan melihat tanggal lahir pekerja/buruh yang semuanya sudah dewasa yaitu masing-masing 23 tahun, 27 tahun, dan 24 tahun. Namun dari pihak pengusaha dalam hal ini diwakili oleh Direktur tidak dapat diketahui usianya karena tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja. Jika mengacu pada ketentuan Pasal 54 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan, yang harus dicantumkan dalam perjanjian kerja adalah nama, alamat perusahaan dan jenis usaha maka dalam hal ini perusahaan tidak menyalahi peraturan perundangan yang berlaku.

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; Pekerjaan merupakan objek perjanjian kerja. Pekerjaan yang diperjanjikan ini harus ada, jelas dan dapat dilakukan oleh pekerja. Pekerjaan pada umumnya bersangkutan dengan ketrampilan/keahlian pekerja, sehingga wajar apabila hak dan kewajiban yang timbul pada diri para pihak menjadi beragam pada setiap perjanjian kerja yang dibuat. Berdasar penelitian dapat diketahui bahwa ketiga sampel semuanya mencantumkan pekerjaan yang diperjanjikan. Klausul pencantumannya adalah sebagai berikut.

PT Emesha Duaribu :

”PIHAK PERTAMA memberikan tugas pekerjaan kepada PIHAK KEDUA sebagaimana PIHAK KEDUA menerima tugas dari PIHAK PERTAMA dalam bidang ekerjaan Operator Call Center 147, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA sesuai dengan spesifikasi KLIEN; .................................. ”

PT Rizqu Barkah “Pihak Kedua bersedia menerima tugas pekerjaan sebagai tenaga administrasi dan bersedia melaksanakan tugas pekerjaan yang diberikan oleh Pengguna Tenaga kerja . Pihak Kedua bersedia melaksanakan tugas seperti pada ayat (3) pasal ini dengan baik dan bertanggung jawaab serta mengikuti jam kerja yang telah ditentukan oleh Pengguna Tenaga kerja ..................................................................”

PT Multi Bangun Abadi “PIHAK KEDUA menyetujui utmuk melaksanakan / melakukan pekerjaan utnuk keperluan PIHAK PERTAMA, sebagai Anggota Sekuriti di Purwodadi atau pada tempat / wilayah yang akan ditunjuk / ditentukan oleh PIHAK PERTAMA.............”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan sudah terpenuhi.

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pekerjaan yang diperjanjikan pada sebuah perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilan, dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Jika dilihat pada sampel, jenis pekerjaan yang tertulis dalam perjanjian kerja tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan jelas pada perjanjian disebutkan bahwa pekerjaan yang diperjanjikan adalah sebagai Operator Call Center 147 pada PT Emesha Duaribu, sebagai tenaga administrasi pada PT Rzqu Barkah, dan sebagai anggota sekuriti pada PT Multi Bangun Abadi. Disamping pemenuhan syarat-syarat perjanjian kerja sebagaimana tersebut di atas, mengingat perjanjian kerja pada kontrak kerja outsourcing dibuat untuk waktu tertentu maka perjanjian kerja tersebut juga harus memenuhi ketentuan Pasal 54, 57, 58, 59, 65 ayat (2) dan 66 UU Ketenagakerjaan. Pada Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan ditentukan tentang isi dari perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat : a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja / buruh; c) Jabatan atau jenis pekerjaan; d) Tempat pekerjaan; e) Besarnya upah dan cara pembayarannya;

f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha serta pekerja / buruh; g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Berdasar hasil penelitian, semua sampel perjanjian kerja waktu tertentu pada kontak kerja outsourcing telah memenuhi ketenuan pasal 54 ayat (1). Demikian juga ketentuan pada pasal 54 ayat (3) yang menentukan bahwa perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. Pemenuhan ketentuan tersebut tercermin pada klausul dalam perjanjian kerja yang berbunyi sebagai berikut.

PT Emesha Duaribu ”Perjanjian kontrak kerja ini dibuat rangkap 2 (dua) asli di atas kertas bermeterai cukup, serta mempunyai kekuatan hukum yang sama setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak”;...............................................

PT Rizku Barkah “Demikian Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dibuat tanpa adanya paksaan dari masing-masing pihak dalam rangka 2 (dua) masing-masing bermeterai Rp.6000 (enam ribu rupiah)dan mempunyai kekuatan hukum

yang sama,1 (satu) rangkap untuk Pihak Pertama dan 1 (satu) rangkap untuk Pihak Kedua. .............................”

PT Multi Bangun Abadi tidak mencantumkan klausul secara tertulis mengenai hal tersebut di atas walaupun dalam prakteknya perjanjian kerja dibuat rangkap 2 (dua), satu rangkap untuk pengusaha dan satu rangkap diberikan kepada pekerja.

Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Selanjutnya pada ayat (3) ditentukan bahwa dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian hari terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat antara PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi dengan pekerja outsourcingnya menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian ketentuan Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan sudah terpenuhi. Ketentuan Pasal 58 ayat (1) UU Ketenagakerjan berbunyi bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Jika dalam perjanjian kerja waktu tertentu disyaratkan masa percobaan maka masa percobaan kerja tersebut batal demi hukum. Demikian ketentuan Pasal 58 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Ketentuan tersebut sudah terpenuhi pada ketiga sampel perjanjian kerja waktu tertentu pada kontrak kerja

outsourcing. Ketiga perusahaan tersebut tidak mensyaratkan adanya masa percobaan. Apabila dilihat dari jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, pada ketiga sampel perjanjian kerja waktu tertentu semuanya telah sesuai dengan ketentuan Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Pasal tersebut menentukan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : 1) Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; 2) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun; 3) Pekerjaan yang musiman; atau 4) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan. Selanjutnya pada ayat (2) ditentukan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Yang dimaksud dengan pekerjan yang bersifat tetap adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahan atau yang bukan musimam. Dilihat dari pekerjaan yang diperjanjikan di pada ketiga sampel, yaitu sebagai Operator Pelayanan 147, sebagai tenaga administrasi dan sebagai tenaga sekuriti maka menurut peneliti ketiga pekerjaan tersebut bukan merupakan

pekerjaan yang bersifat tetap atau pokok di perusahaan dimana pekerja ditempatkan. Jenis-jenis pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan penunjang. PT Emesha Duaribu menempatkan pekerjanya sebagai Operator Pelayanan 147 untuk penanganan Contact Center 14 Semarang pada PT Infomedia Nusantara yang bergerak di bidang telekomunikasi. PT Rizqu Barkah menempatkan pekerjanya sebagai tenaga administrasi pada PT PLN Priklining Jawa Tengah yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ketenagalistrikan. Adapun PT Multi Bangun Abadi menempatkan pekerja outsourcingnya pada sebagai anggota tenaga sekuriti di Purwodadi atau pada tempat / wilayah yang akan ditunjuk / atau ditentukan oleh Pihak Pertama. Terlihat disini bahwa dalam perjanjian kerja antara PT Multi Bangun Abadi dengan pekerjanya tidak dicantumkan dengan tegas tentang perusahaan tempat mereka dipekerjakan, namun bila dilihat dari jenis pekerjaannya yaitu sebagai anggota tenaga sekuriti maka jelas dapat diketahui bahwa pekerjaan tersebut bukan merupakan pekerjaan pokok dan tidak merupakan pekerjaan yang bersifat tetap. Kondisi tersebut diatas sekaligus memenuhi ketentuan Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa pekerjaan yang diserahkan pada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : e. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; f. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; g. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan ;

h. tidak menghambat proses produksi secara langsung. Adapun Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunkan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegitan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang diikat dengan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dan/atau perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, bukan pekerja/buruh outsourcing. Yang dimaksud dengan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makan untuk pekerja/buruh, usaha tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan), serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Pada ketiga sampel perjanjian kerja untuk waktu tertentu pada kontrak kerja outsourcing ini, pekerjaan yang diperjanjikan bukan merupakan kegiatan pokok (core bussines) atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, tetapi merupakan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerjaan yang diperjanjikan

pada sampel merupakan pekerjaan yang masuk dalam kategori kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, tidak menghambat proses proses produksi secara langsung, dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. Disamping itu apabila dilihat dari jangka waktu penyelesaian pekerjaan diperkirakan tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun, pada sampel perjanjian kerja waktu tertentu semua berjangka waktu 12 bulan. Jangka waktu ini dinilai wajar mengingat perusahaan penyedia jasa tenaga kerja mendapat order pekerjaan yang tidak tetap atau tidak pasti sehingga mereka mengikat pekerja outsourcingnya hanya untuk jangka waktu tertentu, dalam hal ini 12 bulan atau satu tahun. Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menentukan bahwa penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : e. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; f. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;

g. Perlindungan

upah

dan

kesejahteraan,

syarat-syarat

kerja,

serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; h. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Berpijak pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) huruf a, dari hasil penelitian dapat disimpulkan telah terjadi hubungan kerja antara PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi dengan pekerja outsourcingnya. Sebagaimana diketahui bahwa telah ada perjanjian kerja antara ketiga perusahaan penyedia jasa pekerja tersebut dengan pekerjanya. Berdasar ketentuan Pasal 50 UU Ketenagakerjaan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Dengan demikian karena sudah ada perjanjian kerja antara PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah dan PT Multi Bangun Abadi dengan pekerjanya maka ada hubungan kerja yang jelas dengan berdasar pada perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang telah mereka buat, dimana perjanjian kerja ini merupakan dasar terjadinya hubungan kerja. Kemudian pemenuhan ketentuan Pasal 66 ayat (2) huruf b bahwa perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja outsourcing adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis

dan ditandatangani kedua belah pihak (pengusaha dengan pekerja/buruh). Ketentuan ini semuanya terpenuhi pada sampel, sebagaimana telah diulas sebelumnya bahwa perjanjian kerja waktu tertentu pada kontrak kerja outsourcing telah dibuat untuk jangka waktu tertentu yaitu 1 bulan dan dibuat secara tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Berkaitan dengan perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan sebagaimana ditentukan menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Dari hasil penelitian diketahui :

PT Emesha Duaribu Pada perjanjian kerja tentang upah dan kesejahteraan diatur dalam Pasal 4. upah yang diberikan kepada pekerja outsourcing sebesar Rp. 961.000,00 (sembilan ratus enam puluh satu ribu rupiah) yang terdiri dari gaji dasar (Rp. 586.000,00), tunjangan transport (Rp. 125.000,00), tunjangan posisi (Rp. 100.000,00), dan tunjangan prestasi (Rp. 150.000,00 (maksimal)). Jumlah tersebut sudah memenuhi ketentuan upah minimum Kota Semarang. Sistem pembayaran upah dilakukan melalui Bank yang telah ditunjuk oleh Pihak Pertama atas nama dan nomor rekening Pihak Kedua. Pembayaran dilakukan pada tanggal 28 (dua puluh delapan) setiap bulan berjalan. Jika tanggal tersebut jatuh pada hari libur kerja dan atau hari raya, maka pembayaran akan dilakukan 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal tersebut. Berdasar ketentuan pada Pasal 4, 5, 6, dan 7 diketahui juga bahwa pekerja memperoleh hak cuti jika sakit, cuti tahunan (12 hari), cuti melahirkan, jaminan

sosial tenaga kerja berupa jaminan hari tua, tunjangan keselamatan kerja dan tunjangan kematian. Pekerja juga memperoleh tunjngan hari raya (sebesar gaji dasar), pakaian seragam serta fasilitas pemeliharaan kesehatan melalui Asuransi Kesehatan dari PT Askes. Mengenai pemutusan hubungan kerja diatur pada Pasal 8. Adapun tentang penyelesaian perselisihan diatur dalam Pasal 9. Klausul pasal tersebut adalah sebagai berikut. (1) Dalam hal terjadi perselisihan antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua, diupayakan dislesaikan secara musyawarah dan mufakat; (2) Apabila jalan musyawarah tersebut pada ayat (1) Pasal ini tidak tercapai kesepakatan, maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang.

PT Rizqu Barkah Upah pekerja outsourcing pada PT Rizqu Barkah sebesar Rp. 1.073.550,00 (satu juta tujuh puluh tiga ribu lima ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibayarkan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua setiap awal bulan berikutnya, paling lambat tanggal 5 (lima). Bila pekerja tidak masuk kerja dipotong upahnya sejumlah hari tidak masuk kerja dibagi dengan jumlah hari kerja kali upah satu bulan. Demikian ketentuan Pasal 2 ayat (1) perjanjian kerja waktu tertentu antara PT Rizqu Barkah dengan pekerja. Jika dilihat dari besaran upahnya sudah memenuhi ketentuan upah minimum Kota Semarang. Dari ketentuan Pasal 2 tersebut secara tidak langsung juga terlihat bahwa pekerja masuk dalam kategori pekerja harian dengan sistem pembayaran upah secara bulanan. Pasal 2 ayat (2) menentukan bahwa pekerja memperoleh tunjangan profesi

sebesar Rp. 139.560,00. Apabila pekerja tidak masuk kerja satu bulan penuh maka tunjangan profesi ini tidak dibayarkan. Kemudian pada ayat (3) ditentukan bahwa tunjangan transport Rp. 165.000,00 apabila pekerja tidak masuk akan dipotong Rp. 7.500,00 untuk setiap harinya. Jadi jika dalam satu bulan pekerja masuk terus maka total penerimaan dalam satu bulan adalah Rp. 1.378.110,00 (satu juta tiga ratus tujuh puluh delapan ribu seratus spuluh rupiah). Pada Pasal 1 ayat (5) diatur bahwa Pihak Kedua diwajibkan ikut asuransi (Jamsostek) untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja, Kesehatan dan Tunjanan Hari Tua. Diatur juga pada Pasal 4 tentang Tuntutan bahwa Pihak Kedua tidak berhak dan tidak menuntut untuk diankat sebagai pegawai / karyawan / tenaga kerja pada kantor Pengguna Tenaga Kerja. Pihak Kedua tidak berhak mengadakan tuntutan untuk memperoleh hak dan fasilitas pegawai / karyawan / tenaga kerja. Pengaturan ini menunjukkan bahwa hak pekerja outsourcing di PT Rizqu Barkah berbeda dengan hak para pekerja dengan status pekerja tetap serta pekerja dimana ia ditempatkan. Tentang PHK diatur pada Pasal 5 dimana Pihak Pertama berhak memutuskan kontrak kerja dengan Pihak Kedua yang sedang berjalan tanpa ada uang pesangon dan ganti rugi bila Pihak Kedua melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, antara lain bila melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang atau uang milik Pengguna Tenaga Kerja, melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja, dan lain-lain. Selanjutnya pada Pasal 6 ditentukan bahwa Pihak Pertama dapat mengakhiri hubungan kerja kepada Pihak Kedua dengan tidak

berkewajiban memberikan kompensasi uang pesangon, penghargaan masa kerja, ganti kerugian, apabila Pihak Kedua antara lain mengalami gangguan kesehatan (kesehatan Jiwa) selama waktu tertentu atau 1 (satu) bulan terus menerus, sehingga menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat bekerja / melaksanakan tugasnya. Pengaturan tersebut menunjukan bahwa pekerja outsourcing berada pada posisi yang kurang menguntungkan mengingat pengusaha dapat dengan leluasa mengakhiri hubungan kerja, di sisi lain dalam perjanjian kerja tersebut tidak menjamin hak pekerja terkait dengan pemutusan hubungan kerja yang disebabkan dari sisi pengusaha. Demikian pula tentang penyelesaian perselisihan apabila terjadi. Tidak ada pengaturan yang tegas tentang prosedur penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pekerja dengan pengusaha.

PT Multi Bangun Abadi Upah pekerja outsourcing pada PT Multi Bangun Abadi sebesar Rp. 840.948,00 (delapan ratus empat puluh ribu sembilan ratus empat puluh delapan ribu rupiah) yang dibayarkan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua pada setiap bulannya. Upah ini sesuai dengan ketentuan upah minimum Kabupaten Purwodadi. Pekerja juga mendapatkan tunjangan hari raya. Pada perjanjian kerja tidak diatur tentang jaminan sosial maupun tunjangan untuk kesejahteraan pekerja, demikian pula tentang ppenyelesaian perselisihan yang mungkin terjadi.

C. Akibat Hukum yang Timbul Apabila Syarat-Syarat Perjanjian Kerja Sebagaimana Diatur dalam UU Ketenagakerjaan Tidak Terpenuhi Syarat perjanjian kerja sebagaimana tersebut pada Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjan harus dipenuhi agar perjanjian kerja menjadi sah. Syarat tersebut dapat dikelompokan menjadi dua yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat yang menentukan harus ada kesepakatan kedua belah pihak dan kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum merupakan syarat subjektif. Adapun syarat yang menyebutkan bahwa pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan syarat objektif. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka mengakibatkan perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan. Pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Jika hakim membatalkan perjanjian kerja maka akibat hukumnya mengenai masa sebelum perjanjian kerja itu dibatalkan. Dengan demikian perjanjian kerja tetap mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim. Artinya perjanjian kerja tersebut ada sampai waktu pembatalannya. Oleh sebab itu segala akibat yang ditimbulkan antara waktu mengadakannya sampai waktu pembatalnya menjadi sah, kecuali dalam Undang-Undang menyebutkan beberapa bagian akibat itu tidak sah. Setelah pembatalan maka perjanjian kerja itu tidak ada dan bila mungkin diusahakan supaya akibat yang telah terjadi semuanya atau sebagianya hapus. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat objektif mengakibatkan perjanjian kerja batal demi hukum. Perjanjian kerja batal demi hukum maksudnya akibat

suatu perjanjian kerja untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum dianggap tidak ada (dihapuskan) tanpa diperlukan suatu keputusan hakim atau keputusan suatu badan yang berwenang. Jadi dari semula perjanjian kerja dianggap tidak pernah ada. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perjanjian kerja waktu tertentu pada kontrak kerja outsourcing pada PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah maupun PT Multi Bangun Abadi telah memenuhi ketentuan UU Ketenagakerjaan sehingga akibat hukum berupa pembatalan maupun batal demi hukum tidak terjadi pada ketiga sampel.

BAB VI PENUTUP A. Simpulan 1. Berpijak pada ketentuan Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, maka apa yang dilakukan oleh ketiga perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tersebut dengan memilih mengikat pekerja outsourcingnya dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Bahwa kesepakatan kedua belah pada perjanjian kerja yang dibuat antara PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah maupun PT Multi Bangun Abadi dengan pekerja/buruh dituangkan dalam bentuk klausul-klausul yang ada dalam perjanjian kerja masing-masing. 3. Perjanjian kerja waktu tertentu pada kontrak kerja outsourcing pada PT Emesha Duaribu, PT Rizqu Barkah maupun PT Multi Bangun Abadi telah memenuhi ketentuan UU Ketenagakerjaan sehingga akibat hukum berupa pembatalan maupun batal demi hukum tidak terjadi pada ketiga sampel.

B. Saran Perjanjian kerja merupakan dasar terjadinya hubungan kerja yang memuat hak dan kewajiban para pihak. Maka dalam pembuatan perjanjian kerja dan dalam pelaksanaannya disarankan untuk :

1. Perjanjian kerja sebaiknya dibuat secara tertulis untuk lebih menjamin kepastian hukum walaupun dalam UU Ketenagakerjaan dibolehkan secara lesan. 2. Melakukan musyawarah/mufakat sebelum pembuatan yang kemudian hasilnya dituangkan secara jelas pada perjanjian kerja. 3. Dalam perjanjian kerja sebaiknya ditentukan pula mekanisme penyelesaian perselisihan apabila dalam pelaksanaan perjanjian kerja terjadi perbedaan pendapat antara pekerja dengan pengusaha.