LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK

Download 6 Nov 2013 ... Hal yang harus diperhatikan pada auskultasi adalah frekuensi, ritme intensitas, dan suara. Kenaikan frekuensi jantung yang d...

0 downloads 799 Views 350KB Size
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK STATUS FAALI DOMBA & MANUSIA Hilmi Alarshi

200110120117

Andika Hendi P.

200110120121

Bayu Sulistyo

200110120136

Eneng Dian S.A

200110120139

Tharfi Hanifah

200110120154

M. Hafidzul Huda

200110120163

Kelompok I Tanggal Percobaan : 31 Oktober & 6 November 2013

LABORATORIUM FISIOLOGI TERNAK dan BIOKIMIA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2013

BAB I ISI STATUS FAALI PADA DOMBA 1.1 Prosedur Kerja -

Keluarkan domba secara hati-hati dari kandang, ikat domba di pohon usahakan jarak antara domba yang lainnya cukup jauh agar menghindari stress yang dikhawaturkan mengganggu praktikum dan hasil praktikum.

-

Siapkan alat-alat praktikum yaitu stestoscop, termometer klinis, dan vaselin (sebagai lubricant).

-

Praktikum tahap pertama mengukur suhu tubuh domba pada saat diam, siapkan termometer klinis yang sudah dikalibrasi lumuri ujung termometer dengan vaselin. Handling domba dengan cara dijepit dengan kaki agar tenang. Masukkan termomter klinis ke dalam rektal. Lalu amati suhu dan catat.

-

Masih dalam keadaan handling, siapkan stetoscop untuk pengukuran detak jantung. Letakkan stetoscop diantara dada lalu dengarkan detak jantung dan hitung per-menit. Catat.

-

Setelah menghitung detak jantjng, arahkan stetoscop ke bagian paha bagian dalam untuk mengukur detak denyut nadi domba, domba masih dalam keadaan handling. Cermati detak nadi lalu catat per-menit.

-

Tahap terkahir dari pengamatan fisiologis domba dalam fase diam adalah mengukur tingkat pernafasan dengan cara letakkan tangan didepan hidung domba dan cermati buangan pernafasan yang dilakukan oleh domba, lalu hitung dan catat. Perlu diperhatikan bahwa untuk memperjelas pengamatan tangan sebaiknnya dibasahi dengan air supaya memperjelas uap air dan gas yang dikeluarkan domba.

-

Praktikum tahap kedua adalah mengukur status faali domba (suhu, denyut jantung, denyut nadi, dan pernafasan) dalam keadaan domba setelah

melakukan aktifitas. Cara pengamatan tidak jauh berbeda dengan tahap pertama (dalam keadaan diam). Setelah dilakukan pengamatan catat dan bandingkan. 1.2 Hasil Pengamatan No

1.

Kondisi Frekwensi

Frekwensi

Frekwensi

Suhu

Pernafasan

Denyut

Denyut

Tubuh

(x/mnt)

Nadi

Jantung

(oC)

(x/mnt)

(x/mnt)

1.223

1.41

1. 42

39

2.222

2.43

2. 48

39

3.223

3.42

3. 58

39,5

222,67

42

49,3

39

240

45

50

39,5

5’ pertama

240

45

50

39,5

5’ kedua

231

43

46

39,5

5’ ketiga

223

42

42

39

Tenang (awal)

Rata-rata 2.

PENGAMATAN

Kerja fisik Setelah kerja fisik

3.

Tabel 1.1 Data Pengamatan Status Faali Domba Padjadjaran

Ket.

1.3 Pembahasan Pemeriksaan status faali pada domba dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisis yang meliputi palpasi, inspeksi visual, dan penciuman disamping dengan pemeriksaan dengan cara pendengaran yaitu auskultasi dan perkusi. Praktikum pada kesempatan kali ini hanya memeriksa status faali domba meliputi pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan suhu tubuh. Data yang tersaji pada tabel 1.1 menunjukkan angka yang bervariasi hal ini tentu saja disebabkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan, kebiasaan sehari-hari, umur, spesies domba. Menurut Subronto (2003) parameter faali untuk domba adalah suhu normal (38˚CC) dengan suhu kritis (40 ˚C), frekuensi pernafasan (12-20 kali/menit), dan frekuensi pulsus adlah 70-90. Pengukuran suhu tubuh diukur melalui rektum, termometer harus berada di rektum sedikitnya 1 menit. Suhu normal dapat dibenarkan apabila memiliki variasi 0,5-1,0 C. Data pada tabel 1.1 menunjukkan suhu normal pada domba adalah 39 ˚

da

me ga ami pe i gkata

me adi

5 C karena domba

melakukan aktifitas yang berlebihan (berlari) yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Selain itu lingkungan yang baru yang disebabkan oleh banyaknya praktikan menyebabkan domba memperlihatkan gelisah atau eksitasi yang dapat mengganggu dalam penentuan nilai pengamatan yang akan menghasilkan gambaran yang menyesatkan. Pemeriksaan detak jantung yang berguna untuk mengetahui status faalinya bahkan untuk memeriksa gangguan jantung dilakukan dengan cara auskultasi dengan menggunakann stetoskop yang ditempatkan pada bagian bawah dan muka siku pada rongga interkostal ke-5 dan ke-3 pada dada sebelah kiri. Hal yang harus diperhatikan pada auskultasi adalah frekuensi, ritme intensitas, dan suara. Kenaikan frekuensi jantung yang ditunjukkan pada tabel diatas disebabkan karena domba dalam keadaan tidak tenang karena terganggu oleh praktikan selain itu melakukan aktifitas. Intensitas suaru jantung akan meningkat bersamaan dengan

kegelisahan, aktifitas berlebih. Pada pengamatan terdengar suaru jantung pertama atau sistole yang terjadi bersaam dengan kontraksi ventrikel yang disebabkan oleh kontraksi miokard dan penutupan katup-katup atrio-ventrikuler. Suara detak ini lebih panjang dan dalam bila dibandingkan dengan suara kedua yaitu diastole yang merupakan hasil dari penutu[an katup-katup seminular yang dapat di ukiska de ga suara “lub-lub” atau “dheg-dheg”. Sementara itu pernafasan pada domba atas dasar pengamatan praktikum menunjukkan nilai 222 kali/menit pada keadaan normal dan 240 kali/menit. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai pengamatan pernafasan antara praktikum dan teori yang dijelaskan oleh Subronto (2003). Ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kesalahan dalam menghitung, kurang terasanya hembusan nafas domba yang dirasakan oleh praktikan, dan keringnya tangan praktikan sehingga untuk merasakan hembusan nafas (

dan

O) tidak begitu jelas.

Pernafasan merupakan aktifitas fisiologik yang melakukan transfer oksigen dan karbondioksida, pernafasan erat hubungannya dengan kapasitas udara yang dapat ditampung oleh paru-paru. Pada pengamtan ini dilakukan aktifitas yang berlebih pada domba (berlari) yang mengakibatkan pemasukan oksigen pada domba maksimal yang disebut dengan kapasitas vital paru-paru yang merupakan total dari inspiratory reserve volume (IRV) dan expiratory reserve volume (ERV). Pernafasan pada domba diatur oleh kimiawi, dan rangsangan saraf motoris dan saraf otonom. Organ respiratori atau pernafasan terdiri dari rongga hidung, pharink, larink trachea, broncus, brohiol primer, sekunder, tersier, dan alveoli. Pertukaran udara pernafasan harus melalui saluran ini. Pada rongga hidung yang terdapat lendir dan rambut-rambut berperan dalam menangkap benda asing dan menyaring udara. 1.4 Kesimpulan Dapat diambil kesimpulan dari praktikum ini bahwa status faali pada domba sangat rumit dan kompleks. Sistem tubuh dari domba akan melakukan

penyesuaian tubuh bila keadaan lingkungan berubah dan metabolisme tubuh meningkat yang ditandai dengan aktifitas (lari). Frekuensi pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan suhu meningkat bila mana terjadi peningkatan aktifitas. Saran : agar tidak terjadi kesalahan pengukuran sebaiknya jangan membuat suasa yang menimbulkan domba stres yang akan mengakibatkan tidak maksimalnya suatu pengukuran, buat suasana senyaman mungkin agar pengukuran maksimal. BAB II ISI STATUS FAALI PADA MANUSIA 2.1 Prosedur Kerja a. Langkah I -

Baringkan objek di meja selama 15 menit.

-

Ukur suhu tubuh dalam keadaan tenang dengan menggunakan termometer klinis masukkan ke dalam mulut atau diapit di ketiak selama 5 menit.

-

Ukur frekuensi pernafasan dengan mengamati gerakan perut pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit sebanyak 3 kali.

-

Hitung frekuensi denyut jantung menggunakan stetoscope tempatkan di daerah inter costal 4-5 dada sebelah kiri selama 1 menit sebanyak 3 kali.

-

Hitung frekuensi nadi pada arteri yang terletak di pergelangan tangan objek dengan menggunakan jari selama satu menit ulangi sebanyak 3 kali. Catat data pada tabel yang sudah tersedia.

b. Langkah II -

Lakukan aktifitas fisik pada objek ( lari di tempat selama 10 menit), kemudia baringkan terlentang lalu ukur suhu tubuh menggunakan termometer di tempatkan di mulut atau di ketiak.

-

Bersamaan dengan itu ukur pula pernasan, detak jantung, dan denyut nadi selama 1 menit dengan frekuensi 3 kali. Lalu data tersebut dirata kan. Kemudian objek diistirahatkan selama 5 menit kemudia ulangi kembali pengukuran di atas. Catat hasil pengamatan pada tabel yang tersedia.

Catatan : Objek praktikum pria.

2.2 Data Pengamatan No

1.

Kondisi

3.

Frekwensi

Frekwensi

Frekwensi

Suhu

Pernafasan

Denyut

Denyut

Tubuh

(x/mnt)

Nadi

Jantung

(oC)

(x/mnt)

(x/mnt)

1. 21

1.99

1. 99

2. 21

2.97

2. 97

3. 20

3.97

3. 97

20,6

97,6

97,6

Setelah kerja

1. 45

1.45

1.150

fisik

2.46

2.46

2.133

3.31

3.31

3.120

Rata-rata

40,6

40,6

134,3

36,9

5’ pertama

23

106

106

36,3

5’ kedua

21

89

89

36,3

5’ ketiga

26

111

111

36,2

Tenang (awal)

Rata-rata 2.

PENGAMATAN

1. 36,3

Kerja fisik

*Skala suhu pada C

1. 36,9

Ket.

PENGUKURAN

SUHU 5 menit pertama

5 menit kedua

Dalam mulut

36,8

36,3

Setelah berkumur dengan air es

36,2

36,2

PENGUKURAN

SUHU

Dalam ketiak (selama 5 menit)

.36,3oC

Dalam mulut (selama 5 menit)

36,3oC

2.3 Pembahasan Terdapat perbedaan status faali antara manusia dan domba tentu saja ini disebabkan karena berbedanya spesies, aktifitas, dan lingkungan. Seperti telah diketahui bahwa suhu normal pada domba menurut Subronto (2003) berkisar antara 38˚C-40˚C, sedangkan pada ma usia

erkisar a tara

C – 37˚C.

Keduanya merupakan kelompok berdarah panas yang mempunyai kemampuan mempertahankan suhu tubuh tentu saja proses ini rumit namun teratur yang mencakup metabolisme anabolisme dan katabolisme yang kompleks. Secara teknis praktikum faali manusia hampir sama dengan praktikum faali domba, namun terdapat perbedaan yaitu pada praktikum kali ini objek diberi minuman hangat dan dingin. Pemberian ini tentu saja untuk mengetahui respon fisiolgis suhu tubuh terhadap lingkungan. Pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer klinis dengan cara dimasukkan ke dalam mulut dan diapit diketiak. Pengaturan suhu tubuh erat kaitannya dengan cairan tubuh dan metabolisme yang terdiri dari anabolisme dan katabolisme. Anabolisme

merupakan

proses

pembentukan

senyawa-senyawa

vital

dalam

rangka

mempertahankan kehidupan organisme dan katabolisme merupakan proses penguraian atau pengadaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam rangka melakukan aktifitas sehari dan tentu saja untuk mempertahankan suhu tu u agar tetap k

sta

erkisar a tara

C – 37 ˚C. Fungsi cairan tubuh adalah

menjaga kondisi cairan tubuh agar dalam keadaan konstan dan wajar hal ini disebut dengan homeostatis. Pengamatan faali pada praktikum ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu dalam keadaan normal, keadaan setelah melakukan aktifitas, dan pengamtan homeostatis setelah pemberian minuman hangat dan dingin. Berdasarkan data pengamatan pada saat melakukan aktifitas menunjukkan nilai yang meningkat dari pada keadaan normal ini disebabkan dilakukannya aktifitas berlebih (lari) yang dapat meningkatkan suhu tubuh, detak jantung dan pernafasan. Bukan hanya itu pengaruh dari lingkungan, rangsangan tertentu ikut berperan dalam pernafasan. Saat melakukan aktifitas tubuh melakukan metabolisme untuk memenuhi energi bukan hanya itu cairan tubuh yang terdiri dari cairan internal dan eksternal ikut berperan dalam menyeimbangkan suhu tubuh. Sementara itu pemberian minuman hangat dan dingin menyebabkan lingkungan dalam mulut berubah. Namun pada waktu tertentu suhu menjadi normal kembali,. 2.4 Kesimpulan Aktifitas yang berlebih dapat menyebabkan kenaikan suhu yang diikuti oleh frekuensi pernafasan, detak jantung, dan denyut nadi. Ini disebabkan karena faktor lingkungan, zat kimia, dan hormonal. Peranan cairan tubuh sangat penting dalam menyeimbangkan suhu tubuh tetap normal (homeostatis).

Daftar Pustaka Prof. DR. H. Soeharsono, M.Sc.(2010). Fisiolgi Ternak. Bandung : Widya Padjadjaran. Hal: 120 dan 131. Subronto. (2003).Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) 1. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal: 5-15. Pantjita Hardjasasmita. (2009). Ikhtisar Biokimia Dasar. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Hal : 2. Anna Poedjiadi. (2012). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Uinversitas Indonesia Press. Hal 206.