MAKIN PRODUKTIF DENGAN OMBROMETER

Download 6 Apr 2011 ... KUNER memperlihatkan ombrometer dengan bang- ga. Alat penakar hujan tersebut terlihat sederhana. Berwarna silver yang dipasa...

0 downloads 364 Views 364KB Size
P OP RISET MAKIN PRODUKTIF DENGAN OMBROMETER

12

RABU, 6 APRIL 2011

Sekelompok petani di Indramayu berupaya mengakrabi iklim yang kian ekstrem melalui Sekolah Lapangan Iklim (SLI). Kini mereka memetik hasilnya. NURUL HIDAYAH

sehari-hari sambil menunggu padi yang ditanam panen. Kembang kol, misalnya. Dengan masa tanam 3 bulan, atau sama dengan padi, bisa dihargai hingga Rp14 ribu setiap kilogramnya. Tentu saja jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan harga gabah yang turun drastis pada panen raya. Kualitas kembang kol yang dihasilkan dari areal pertanian di lahan bersuhu panas seperti Indramayu justru lebih bagus daripada yang ditanam di daerah dingin.

K

UNER memperlihatkan ombrometer dengan bangga. Alat penakar hujan tersebut terlihat sederhana. Berwarna silver yang dipasangkan pada sebatang bambu. “Alat ini sederhana, tapi sangat membantu kami,” kata Kuner, beberapa waktu lalu. Bagian atas ombrometer terlihat berlubang. Pada bagian bawah, ada keran kecil untuk mengeluarkan air hujan yang berhasil ditampung. “Karena kerannya sudah rusak, terpaksa kalau diukur alat ini harus ditarik dulu dari bambu penyangganya,” jelas Kuner. Setiap pagi pukul 07.00 WIB, pria berambut panjang itu rutin menuangkan air yang berhasil ditampung di ombrometer ke gelas ukur. Hasil pengukurannya pun dicatat dalam buku untuk dijadikan perhitungan prediksi musim hujan. Ia sudah bisa memperhitungkan kapan musim hujan ataupun kemarau tiba. “Hitungannya jika dalam kurun waktu 10 hari selama satu bulan curah hujan di bawah 50 mm, berarti saat itu sudah memasuki musim kemarau,” kata Kuner. Sementara jika lebih dari 150 mm, berarti memasuki musim hujan. Dengan alat itu, Kuner juga bisa mengetahui kapan arus sungai bisa menjadi sangat deras. “Kalau curah hujan tinggi, berarti air di daerah hulu sedang besar-besarnya. Saat itulah pintu-pintu air langsung dibuka semua, sehingga bisa mengalir langsung ke laut,” jelas Kuner. Sebab, jika pintu air tidak segera dibuka, air sungai pun akan meluap hingga ke hamparan tanaman padi milik petani. Akibatnya, tanaman padi akan terendam air. “Alhamdulillah sejak 2003 lalu sawah kami sudah tidak mengalami kekeringan ataupun kebanjiran lagi,” kata Kuner. Sekolah Lapangan Iklim Desa Karangmulya, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, merupakan daerah yang rawan bencana. Setiap hujan tiba, ratusan hektar areal tanaman padi di daerah ini selalu terendam banjir. Begitu pun saat kemarau, bencana kekeringan pun kembali mengancam. Alhasil, selama ini pun petani selalu merugi. Namun, sejak 2003 lalu dua kelompok tani di desa tersebut, yaitu Kelompok Tani Makmur 2 dan Kelompok Tani Makmur 3, mendapatkan Sekolah Lapangan Iklim (SLI). “Desa Karangmulya termasuk daerah yang rawan, baik itu bencana banjir di setiap musim hujan maupun bencana berupa kekeringan setiap musim kemarau datang,” kata Dedi Sucahyono, Kasubdit Bidang Informasi dan Analisa Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat berada di Indramayu. Padahal, Kabupaten Indramayu merupakan salah satu lumbung pangan nasional dengan dukungan ratusan ribu hektare areal tanaman padi. Namun, toh cuaca tetap tidak bisa menjadi sahabat bagi petani. Terlebih adanya anomali cuaca saat ini, sehingga petani pun sering kali dibuat bingung dengan kondisi iklim di Indonesia. “Karena itu, sejak 2003 lalu kami

MI/ NURUL HIDAYAH

CURAH HUJAN: Seorang petani berada di kebun kacang panjang di Indramayu, Jawa Barat, kemarin. Dengan mengikuti sekolah lapangan iklim, kini petani bisa memprediksi kapan curah hujan mencukupi untuk masa tanam. bekerja sama dengan dinas pertanian setempat memberikan sekolah lapangan iklim kepada mereka,” katanya. Maksud pelatihan tersebut bukan hanya agar petani bisa membaca iklim, tapi juga bisa mengetahui cara penanggulangannya, di antaranya dengan menanam tanaman pengganti padi. Desa Karangmulya sengaja dipilih sebagai daerah percontohan karena

lokasinya rawan bencana, baik kekeringan maupun kebanjiran. Tanaman palawija Berkat SLI, kini petani di Desa Karangmulya sudah memetik hasilnya. Areal persawahan warga tidak lagi ditanami padi semata, melainkan juga berbagai tanaman palawija dan sayuran.

Menurut Waryono, Ketua Kelompok Tani 2 Desa Karangmulya, ada dua dari 90 hektare areal persawahan milik petani di kelompoknya yang ditanami mentimun, kacang panjang, serta kembang kol. “Ada 10 petani yang musim tanam rendeng ini menanam palawija dan sayuran dengan total lahan sekitar 2 hektare,” tegasnya. Kesepuluh anggota tersebut memi-

lih menanam sayuran karena bisa dipanen lebih awal. Kacang panjang, misalnya, hanya dalam kurun waktu dua bulan sudah bisa dipanen. “Masa produktifnya pun panjang, yaitu bisa 18 kali panen dengan kurun waktu dua hari sekali,” kata Waryono. Harganya pun cukup tinggi, sehingga setiap dua hari sekali mereka bisa mendapatkan uang untuk kebutuhan

Perlu ilmu Menanam sayuran dan palawija di musim tanam rendeng harus disertai ilmu. “Harus ada ilmunya. Kalau tidak, bisa busuk karena masih banyak air,” kata Waryono. Caranya, tanah untuk menanam sayuran dan palawija agak ditinggikan, sekitar 50 cm dari tanah permukaan. Tujuannya untuk menghindari air yang menggenang sehingga tanaman tidak cepat busuk. Adapun pada musim tanam gadu, lebih banyak lagi petani yang menanam palawija dan sayuran. “Musim tanam gadu, ada 40 hektare areal yang ditanam palawija dan sayuran dari 90 hektare areal pertanian di kelompok kami,” kata Waryono. Lain lagi dengan Didi Casmadi, Ketua Kelompok Tani Makmur 3 Desa Karangmulya. Dari 107 hektare areal pertanian di kelompoknya, semuanya merupakan areal sawah tadah hujan. “Jadi, baik di musim kemarau maupun di musim hujan, tetap saja rawan kekeringan. Karena semua lahan merupakan sawah tadah hujan,” katanya. Akibatnya, kelompok Didi sangat bergantung pada ombrometer. “Jika curah hujan masih tinggi, sesuai dengan perhitungan yang kami pelajari, kami bisa dengan lega menanam padi,” katanya. Namun, jika curah hujan sudah minim, mereka pun mulai menanam palawija dan sayuran. Karenanya, tak mengherankan jika dalam satu tahun mereka hanya menanam padi satu kali. Kini mereka pun tidak memaksakan lagi untuk menanam padi dua kali setahun. “Daripada rugi terus, lebih baik tidak memaksakan dan menanam palawija atau sayuran,” katanya. Kecuali tahun kemarin saat hujan lebih panjang, petani di kelompoknya pun berani menanam padi hingga 2 kali. Mereka juga dibantu informasi terkait iklim dari BMKG. “BMKG rutin mengirimkan prediksi laporan cuaca kepada kami, jadi bisa dipelajari,” kata Didi diamini Waryono. Kini keduanya sudah memetik hasil dari pelatihan iklim dan penanggulangan yang mereka dapatkan. “Yang paling terlihat secara kasatmata, sejak 2003 lalu tidak ada lagi areal tanaman padi kami yang mengalami puso, baik karena kebanjiran maupun karena kekeringan,” kata keduanya. Bahkan Waryono sudah bisa memiliki 50 kambing, baik yang besar maupun kecil. “Setahun setelah mendapatkan pengetahuan tentang iklim, kami sudah dapat untung. Ya itu yang saya belikan kambing dan terus dikumpulkan sampai sekarang,” tuturnya. (M-4) [email protected]

Robot Terbang untuk Atasi Bencana SUDAH lama manusia mempelajari cara komunikasi serangga yang berkoloni. Yang terbaru dikembangkan oleh Federal Institute of Technology in Lausanne (EPFL) di Laboratory of Intelligent Systems (LIS). Proyek penelitian itu dinamai The Swarming Micro Air Vehicle Network (Smavnet). “Tujuannya adalah menciptakan sebuah sistem yang bisa diterjunkan dalam skenario bencana,” ujar JeanChristophe Zufferey, seorang ilmuwan dari LIS seperti diberitakan CNN. Smavnet berupaya mengembangkan sistem baru berupa robot terbang otomatis yang bisa membuat pembangunan jaringan komunikasi nirkabel dengan lebih cepat, lebih andal, dan lebih terjangkau. “Kami mulai melakukan penelitian di EPFL pada 2001, terinspirasi dari

makhluk hidup. Dimulai dengan menciptakan serangga buatan yang bisa terbang menghindari tabrakan dengan dinding dan tanah. Dari keberhasilan itu, kami beranjak pada uji coba robot itu di luar ruangan,” urai Zufferey. Teknologi itu lantas menuntun tim pada penciptaan ‘sayap terbang’, salah satu dari 10 perangkat yang bisa terbang bersamaan sebagai bagian dari Proyek Smavnet. ‘Sayap terbang’ dibuat dari foam plastik berbobot ringan menggunakan baterai litium yang memakai motor elektrik di bagian belakang. Kendaraan udara mikro itu dijuluki MAV, diluncurkan dengan cara seperti memainkan Frisbee. Begitu mengudara, autopilot mengatur ketinggian, kecepatan terbang, dan kemampuan belok. Tabrakan

dihindarkan melalui komunikasi satu dengan yang lainnya lewat hembusan sensor optik. Sensor-sensor itu terpasang di bagian depan setiap MAV dan membuatnya bisa mendeteksi jarak antarobjek dan mengubah arah jika mereka berada terlalu dekat satu dengan lainnya. “Sensor-sensor itu serupa dengan sensor yang terdapat pada mouse komputer. Mereka sungguh merupakan pendeteksi optikal yang baik,” ujar Zufferey. Tim dari LIS mengatakan semua MAV yang berada dalam kelompok dilengkapi dengan sebuah modul nirkabel kecil guna membentuk sebuah jaringan. Tim penyelamat bisa menggunakannya untuk berkomunikasi. Tetapi, ada modifikasi penting yang harus dilakukan guna mengubah proyek penelitian tersebut menjadi

produk untuk industri. Zufferey menjelaskan, masalah paling nyata adalah ketahanan MAV. Saat ini, MAV kecil hanya mampu bertahan di udara selama 30 hingga 60 menit. Kelak, energi matahari bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Zufferey menambahkan, ‘lebah’ MAV berbobot 420 gram itu tak akan menyebabkan kerusakan apa pun ketika bertabrakan dengan apa pun atau siapa pun. Sejauh ini, perusahaan SenseFly telah memanfaatkan kemampuan MAV satuan untuk melakukan fotografi udara, pemetaan 2 dimensi dan 3 dimensi serta pemantauan lingkungan. “Sebagai kawanan robot, MAV bisa dipasarkan dalam dua hingga empat tahun mendatang,” ujar Zufferey. (*/ Ant/M-4)

TECHNOVELGY.COM

DESAIN ROBOT SMAVNET: Smavnet berupaya mengembangkan sistem baru berupa robot terbang otomatis yang dikembangkan bisa membuat pembangunan jaringan komunikasi nirkabel dengan lebih cepat, lebih andal, dan lebih terjangkau.