Manifestasi dermatologis pada pasien diabetes melitus Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.3 Oktober 2011: hlm. 171–176.
TINJAUAN PUSTAKA
MANIFESTASI DERMATOLOGIS PADA PASIEN DIABETES MELITUS Catherine Soebroto*
ABSTRACT *
Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440.
Diabetes mellitus is a major cause of morbidity and mortality in all over the world. The incidence is increasing globally, especially in developing country, such as Indonesia. Estimated number of diabetic patients all over the word in 2030 is 366 million. Diabetic patients are prone to have many cutaneous diseases. These cutaneous disease itself could be the first signs and symptoms before the diabetes is revealed. It is important for physicians to recognice these signs and symptoms of the cutaneous disease, so we could either treat them appropriately or refer the patient to a dermatologist. This article is a brief review of clinical features, patophysiology and general management of several cutaneous manifestations in diabetic patients. Key words: diabetes mellitus, cutaneous manifestations
ABSTRAK Diabetes melitus adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Insidennya meningkat secara global terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Perkiraan jumlah pasien DM di seluruh dunia pada tahun 2030 adalah 366 juta. Pasien DM rentan mengalami gangguan/ masalah dermatologis. Hal ini dapat menjadi manifestasi klinis awal sebelum terdeteksi adanya Diabetes Melitus. Penting bagi klinisi untuk mengenal masalah ini, untuk dapat menatalaksana dengan tepat atau merujuk ke spesialis penyakit kulit. Artikel ini adalah uraian singkat tentang manifestasi klinis, patologis dan penatalaksanaan umum masalah dermatologis yang sering ditemukan pada pasien DM. Kata kunci: diabetes melitus, manifestasi kulit
PENDAHULUAN Diabetes Melitus adalah penyakit yang sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi diabetes tipe 2 di seluruh dunia. WHO memperkirakan adanya peningkatan jumlah pasien diabetes yang cukup besar di Indonesia, yaitu dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.1 Hal yang paling ditakutkan dari penyakit diabetes adalah komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi berupa retinopati, neuropati , nefropati, kelainan kardiovaskular dan kelainan kulit.2 Lebih dari dua pertiga dari penderita diabetes biasanya dijumpai paling sedikit satu kelainan kulit. Xerosis adalah kelainan kulit yang paling sering
terjadi pada pasien diabetes, dengan angka kejadian sekitar 50% dari pasien diabetes.3 DISKUSI Patogenesis terjadinya kelainan kulit pada penderita diabetes melitus Beberapa kelainan kulit yang terjadi pada pasien diabetes berhubungan dengan keadaan hiperglikemia dan hiperlipidemia. Kerusakan progresif dari vaskular, neurologik atau sistem imun juga turut andil dalam terjadinya manifestasi kulit. Hiperglikemi menyebabkan nonenzymatic glycosylation (NEG) dari beberapa struktur protein termasuk kolagen. Walaupun NEG terjadi normal pada proses penuaan, hal ini terjadi lebih cepat pada pasien diabetes. NEG menyebabkan terjadinya
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
171
DAMIANUS Journal of Medicine
pembentukan advanced glycation end products (AGEs) yang bertanggung jawab terhadap penurunan tingkat kelarutan asam dan pencernaan enzimatik dari kolagen kulit. Kelainan seperti diabetic thick skin dan limitted joint mobility (LJM) disebabkan karena penumpukan secara langsung dari AGEs.3 Gangguan pada mekanisme imunoregulator juga terjadi pada pasien diabetes. Hiperglikemi dan ketoasidosis mengurangi kemampuan sel darah putih untuk melakukan kemotaksis, fagositosis dan bakterisidal3 serta terjadi penurunan respon sel T kutaneus terhadap antigen, sehingga pada pasien diabetes sering terjadi infeksi bakteri dan jamur.4 Abnormalitas metabolik, seperti hiperinsulinemia, yang terlihat pada awal terjadinya resistensi insulin pada diabetes tipe 2 dapat menimbulkan manifestasi kulit. Kerja insulin pada insulin-like growth factor-1 (IGF-1) tampaknya menimbulkan proliferasi epidermal yang abnormal dan menyebabkan gambaran dari akantosis nigrikan. Gangguan metabolisme lipid juga terjadi pada pasien diabetes. Aktivitas dari lipoprotein lipase (LPL) bergantung secara langsung pada insulin, membuat insulin sebagai pusat dari proses metabolisme triglyceride-rich chylomicrons dan very-low-density lipoproteins. Pada pasien diabetes, kerusakan proses metabolisme lipid dapat menyebabkan hipertrigliseridemia masif dengan manifestasi kulit berupa eruptive xanthomas. Makro dan mikroangiopati pada pasien diabetes juga memberikan peranan dalam manifestasi kulit. Pada pasien diabetes terdapat peningkatan permeabilitas pembuluh darah, penurunan respon vaskular terhadap persarafan simpatetik, dan berkurangnya kemampuan merespon panas dan stres hipoksemik. Arteriosklerosis pada pembuluh darah besar dan gangguan mikrovaskular ini dapat menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum. Hilangnya persarafan sensorik kulit pada pasien diabetes juga merupakan faktor predisposisi terjadinya luka dan infeksi. Hilangnya sinyal dari sel neuroinflamatori juga berperan dalam ulkus di ekstremitas bawah yang sulit untuk sembuh.3 MANIFESTASI DERMATOLOGIS DM 1.
Pruritus
Pruritus generalisata dahulu dianggap sebagai gejala yang khas pada pasien DM, tetapi penelitian gagal memberikan data statistik yang mendukung.5 Pruritus generalisata lebih disebabkan karena komplikasi dari 172
DM itu sendiri yaitu gagal ginjal kronik (GGK)6 dan neuropati. Pada GGK terjadi peningkatan urea dalam darah yang menyebabkan terjadinya manifestasi pruritus pada kulit. Sedangkan pada neuropati, kemungkinan pruritus disebabkan karena iritasi dari ujung-ujung saraf. Pruritus pada DM terutama pada daerah anogenital dan intertriginosa.7 Gatal di kedua tungkai bawah pada pasien geriatri yang menderita DM bukanlah disebabkan karena hiperglikemia, melainkan lebih disebabkan oleh kulit yang kering. Pemberian lubrikan dengan kortikosterioid potensi rendah dapat membantu menghilangkan gejala tersebut. 2.
Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum (NLD)
Penyakit ini sangat jarang terjadi, hanya terdapat pada 0,3 % dari penderita DM. Angka kejadian tiga kali lebih tinggi pada wanita dan biasanya asimtomatik. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada usia dewasa muda (rata-rata 34 tahun).3 Pada saat seseorang didiagnosa menderita NLD, 10% dari orang tersebut akan menderita DM atau menderita gangguan toleransi glukosa dalam waktu 5 tahun mendatang, atau memiliki riwayat DM paling tidak dari salah satu orang tuanya.5 Lesi paling sering ditemukan pada bagian anterior dan lateral tungkai bawah, tetapi dapat juga ditemukan pada wajah, lengan dan batang tubuh. Lesi dapat ditemukan hanya satu atau beberapa, dapat unilateral atau bilateral. Lesi awalnya berbentuk papul/nodul eritema yang perlahan-lahan membesar membentuk plak dengan tepi iregular, datar dan pada akhirnya menjadi lebih rendah dari sekitarnya karena terjadi atrofi dermis. Plak berubah warna menjadi coklat kekuningan tetapi tepi plak tetap eritema, plak tersebut dapat bergabung dan membesar meliputi seluruh tibia anterior. Lapisan epidermis licin atau berskuama halus dan atrofi sehingga pembuluh darah kapiler dapat terlihat.3 Lesi tersebut mungkin dapat mengalami anestesi atau sensasi terhadap pin prick dan sentuhan halus berkurang karena kerusakan dari saraf kutaneus.8 Pada lesi kronik biasanya terjadi ulkus dangkal, indolen dan nyeri. Pada stadium awal NLD dapat menyerupai granuloma anulare atau sarkoid.3 Perubahan patologi terjadi di dermis bagian bawah di mana terjadi edema, basofilis dan penurunan jumlah kolagen dengan kerusakan struktur normalnya (nekrobiosis). Terjadi peningkatan kolagenase dan penumpukan sel-sel inflamasi pada lesi kulit. Pada akhirnya terjadi pembentukan sel busa yang memberikan gambaran “lipoidika”.5
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Manifestasi dermatologis pada pasien diabetes melitus
Gambar 2. Granuloma Anulare
Gambar 1. Nekrobiosis Lipoidika Diabetikorum
Pada NLD terjadi perubahan vaskularisasi yang ditandai dengan proliferasi endotel dan oklusi dari lumen arteriol dan venul.9 Hubungan antara DM dengan patogenesis terjadinya perubahan tersebut masih belum jelas. Ada hipotesis yang mengatakan bahwa kemungkinan terjadinya peningkatan agregrasi platelet adalah faktor pemicu dari terjadinya perubahan vaskular.5 Pengobatan NLD sampai sekarang belum ada yang menunjukkan hasil yang memuaskan. Progresi dari lesi kulit tidak berhubungan dengan menurunnya kadar gula darah. Pemberian glukokortikoid topikal dengan cara oklusi atau injeksi intralesi dapat memberikan perbaikan pada lesi yang aktif. Pemberian aspirin dengan dosis 3,5 mg/kg setiap 48-72 jam juga memberikan efek yang baik. Obat-obatan lain yang cukup membantu misalnya klofazimin, nikotinamid, dan pentoksifilin dapat juga digunakan. Pemaparan sinar ultra violet juga cukup membantu penyembuhan ketika lesi muncul kembali. 3.
Granuloma Anulare (GA)
Lesinya hampir menyerupai NLD, tetapi pada GA tidak terjadi atrofi dari epidermis. GA sering terjadi pada anakanak dan dewasa muda, umumnya asimtomatik dan dapat sembuh sendiri. GA kadang-kadang berhubungan dengan DM. Karakteristik dari kelainan kulitnya ditandai dengan bintik merah pada stadium awal yang meluas kearah luar membentuk lingkaran. Tempat predileksinya adalah tangan terutama jari-jari bagian dorsal dan lateral, dan lengan bawah. Kelainan kulit dapat mendahului tanda dan gejala dari DM. Ketika GA meluas mungkin disebabkan oleh penyakit DM yang mendasarinya, sebaiknya dilakukan skrining untuk melihat apakah ada penyakit DM atau tidak.2 4.
dari 50 tahun. Pada DD terjadi perubahan dari pembuluh darah kecil.5 Lesinya berupa makula kecil (<1 cm) dengan bentuk ireguler, permukaannya cekung (atrofi) dan berwarna coklat terang, pada awalnya terdapat pada tungkai bawah anterior, tetapi dapat juga mengenai lengan atas, paha, dan tempat-tempat penonjolan tulang.2 Pigmentasi ini disebabkan karena penumpukan hemosiderin pada histiosit dan ekstravasasi dari eritrosit. Lesi muncul berkelompok dan secara perlahanlahan membaik dalam kurun waktu lebih dari 12-18 bulan. Kelainan ini bersifat asimtomatik sehingga tidak membutuhkan pengobatan, tetapi sebaiknya menghindarkan area tersebut dari trauma dan infeksi sekunder. 5
Akantosis Nigrikans
Akantosis nigrikans merupakan manifestasi klinik yang dapat langsung terlihat pada pasien-pasien DM. Biasanya berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin, dan pada beberapa kasus berhubungan dengan peningkatan produksi androgen. Akantosis nigrikans dapat dijadikan indikator prognosis terbentuknya DM tipe 2.10 Insulin mempunyai peranan penting dalam terjadinya akantosis nigrikans. Ada 3 tipe resistensi insulin yang berhubungan dengan akantosis nigrikans, yaitu (1) Tipe
Diabetik Dermopati (DD)
Merupakan penyakit kulit yang paling sering terjadi pada pasien DM. Paling sering terjadi pada pria usia lebih
Gambar 3. Diabetik Dermopati
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
173
DAMIANUS Journal of Medicine
Pengobatan dari akantosis nigrikans secara umum kurang efektif. Pengobatan yang biasanya diberikan adalah pemberian kalsipotriol, asam salisilat, urea topikal, dan retinoid topikal maupun sistemik. Pengobatan dari penyakit yang mendasarinya dapat membantu mempercepat kesembuhan. Pengurangan berat badan dari pasien-pasien obesitas juga membantu resolusi dari kelainan tersebut. Pemberian obat yang meningkatkan sensitivitas insulin seperti metformin juga dapat membantu kesembuhan.2 6
Gambar 4. Akantosis Nigrikans
A, resistensi insulin disebabkan karena kerusakan reseptor yang menyebabkan terjadinya penurunan dari pengikatan insulin. (2) Tipe B, resistensi insulin terjadi karena efek dari adanya antibodi antireseptor. Dan (3) Tipe C, terjadi kerusakan pascareseptor, yaitu terjadi abnormalitas dari transduksi sinyal seperti autofosforilasi dari reseptor dan aktivasi enzim tirosin kinase yang menghambat kerja insulin.5 Pada wanita dengan hiperandrogen dan resistensi insulin yang mengalami akantosis nigrikans, dapat ditemukan adanya kerusakan fungsi reseptor insulin atau adanya antibodi reseptor anti-insulin. Ada postulat yang mengatakan bahwa stimulasi growth factor yang berlebihan pada kulit menyebabkan proliferasi yang tidak normal dari keratinosit dan fibroblas yang menghasilkan gambaran dari akantosis nigrikans. Pada keadaan resistensi insulin dan hiperinsulinemia, akantosis nigrikan dapat disebabkan oleh insulin binding yang berlebihan terhadap reseptor IGF-1 pada keratinosit dan fibroblas. Reseptor IGF-1 terdapat pada keratinosit basal dan berfungsi untuk mengatur proliferasi. Konsentrasi insulin yang tinggi menstimulasi proliferasi fibroblas melalui reseptor IGF-1. Secara klinis akantosis nigrikans tampak sebagai penebalan kulit dengan papil-papil berwarna kecoklatan sampai kehitaman pada daerah lipatan seperti belakang leher, ketiak, selangkangan, lipatan payudara dan lipatan perut. Distribusinya biasanya simetris. Kulit yang terkena tampak kotor dan permukaannya tampak seperti beludru. Bagian belakang leher adalah bagian yang paling sering terkena.10 Kadang-kadang dapat disertai pula dengan akrokordon/skin tag pada area yang terkena.2 Histopatologi dari lesi kulit menunjukkan adanya papilomatosis dan hiperkeratosis dengan sedikit akantosis.10 Tampak sedikit hiperpigmentasi pada lapisan basal, tetapi warna kecoklatan dari lesi kulit lebih disebabkan karena hiperkeratosis.2
174
Diabetikorum bulosa
Sangat jarang terjadi, tetapi karakteristik pada pasien DM. Patogenesis terjadinya diabetikorum bulosa sampai saat ini belum diketahui. Bula muncul secara spontan, biasanya di daerah dorsum dari tungkai bawah dan kaki, kadang-kadang dapat pula terjadi pada lengan bawah dan tangan. Ukuran bula bervariasi dari milimeter sampai sentimeter. Lesi biasanya bilateral, bula berisi cairan steril yang jernih dan tidak ada eritema di sekelilingnya. Bula ini pada umumnya tidak menimbulkan nyeri maupun gatal dan dapat menghilang dalam waktu beberapa minggu (2-5 minggu) tanpa terjadinya jaringan parut karena terletak di subepidermal, tetapi dapat rekurens.33 Bula ini terjadi bukan karena trauma ataupun in-feksi.34 Penyebab manifestasi dari DM ini belum diketahui. Umumnya tidak membutuhkan pengobatan spesifik tetapi harus menjaga agar tidak terjadi infeksi sekunder.12 8.
Skleredema diabetikorum
Sklerederma adalah penyakit kulit yang ditandai dengan penebalan dan kekakuan dari jaringan subkutaneus. Indurasi simetris dan penebalan kulit ini biasanya dimulai dari daerah punggung atas dan leher tanpa rasa nyeri dan dapat pula menyebar ke muka, bahu, dada dan perut.3 Kulit tampak seperti kayu dan terdapat gambaran seperti kulit jeruk (peau d'orange). Skleredema diabetikorum terdapat pada 2,5 % - 14 % dari pasienpasien DM. Kelainan kulit ini terjadi pada pasien DM yang kronik dan berhubungan dengan obesitas. 2 Perbandingan antara pria dan wanita adalah 10:1.3 Patogenesis terjadinya skleredema diabetikorum disebabkan karena produksi molekul matriks ekstraselular oleh fibroblas yang tidak teratur, menyebabkan terjadinya penebalan dari serat kolagen dan peningkatan penumpukan dari glikosaminoglikan terutama asam hialuronat. Pada pasien dengan skleredema diabetikorum, pada daerah lesi terjadi penurunan sensasi terhadap nyeri dan sentuhan halus dan terdapat keterbatasan dari
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
Manifestasi dermatologis pada pasien diabetes melitus
kulitis direkomendasikan untuk diperiksa apakah mempunyai DM atau tidak. Breen dan Karchmer menyimpulkan dari data terbaru bahwa infeksi hanya terjadi pada orang-orang yang tertentu saja.2
Gambar 5. Bullosis Diabetikorum
pergerakan ekstremitas atas dan leher. Pengobatan pada pasien skleredema diabetikorum biasanya kurang memuaskan, pada beberapa laporan kasus dapat digunakan radioterapi, metotreksat dosis rendah, psoralen, PUVA, fotoforesis ekstrakorporeal, faktor XIII, dan prostaglandin E1.2 MANIFESTASI DERMATOLOGIS SEBAGAI AKIBAT DARI KOMPLIKASI A. Infeksi kulit yang berhubungan dengan DM Pada pasien-pasien DM infeksi kulit sering terjadi dengan keadaan yang lebih berat dan risiko komplikasi yang lebih besar daripada orang tanpa DM. Ada penelitian yang mengatakan bahwa pada pasien DM, terutama ketika dalam keadaan hiperglikemia dan diabetik asidosis, kemotaksis, fagositosis dan perlekatan dari leukosit terganggu. Penelitian lain menunjukkan bahwa fungi dari sel T kulit dan respon terhadap antigen menurun.2 Infeksi kulit yang paling sering terjadi adalah infeksi bakteri dan jamur.13 1.
Infeksi Bakteri
a.
Infeksi Streptokokus grup B
Pada studi dari 424 orang dengan infeksi streptokokus grup B masif, didapatkan 30% kasus terjadi pada pasien-pasien DM.2 Lokasi paling sering terjadinya infeksi ini adalah di kulit, jaringan lunak dan tulang (selulitis, ulkus diabetik, dan ulkus dekubitus).4 b.
Infeksi Streptokukus grup A
Pada sebuah studi dikatakan bahwa risiko terjadinya infeksi Streptokokus grup A 3,7 kali lebih besar pada pasien DM.2 Lokasi paling sering terjadinya infeksi ini adalah jaringan lunak.4 c.
Infeksi Stafilokokus
Dahulu infeksi stafilokokus erat hubungannya dengan DM dan pasien yang menderita furunkulosis atau foli-
2.
Infeksi Jamur
a.
Infeksi Kandida
Infeksi kandida terjadi lebih sering pada pasien-pasien DM, terutama pada pasien-pasien yang tidak terkontrol. Intertrigo (aksila, inguinal, sela-sela jari), vulvovaginitis, balanitis, paronikia, onikomikosis, glositis dan angular keilitis sering terjadi. Wanita pascamenopause dengan keluhan vulvovaginitis kandida yang berulang dianjurkan melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada DM atau tidak.2 b.
Infeksi Dermatofit
Foss et al meneliti 403 pasien diabetes, 82,6% dari pasien tersebut menderita infeksi dermatofit dan 42,6% dari infeksi dermatofit tersebut adalah onikomikosis.14 Onikomikosis akhir-akhir ini dikatakan sebagai prediktor terjadinya ulkus diabetik pada pasien DM.2 Pada pasien DM pengobatan yang agresif dari tinea pedis sangat penting untuk mencegah masuknya infeksi sekunder dari bakteri. B. Ulkus diabetik Ulkus diabetik terjadi pada 15%–25% dari penderita DM. Neuropati perifer, tekanan, dan trauma memainkan peranan yang penting dalam terjadinya ulkus diabetik.5 Neuropati, yang biasanya terjadi karena hiperglikemia yang tidak terkontrol merupakan salah satu prediktor terjadinya ulkus diabetik. Berkurangnya sinyal neuroinflamatori melalui neuropeptida terhadap keratinosit, fibroblas, sel-sel endotel dan sel-sel inflamatori menyebabkan proses penyembuhan luka terganggu. Pembentukan kalus merupakan tanda terjadinya gesekan yang berlebihan dan biasanya mendahului terjadinya ulkus diabetik. Kalus menjadi penyebab terjadinya nekrosis dan kerusakan jaringan disekitar tonjolan-tonjolan tulang kaki, biasanya di bawah ibu jari dan disekitar sendi metakarpal satu dan dua. Ulkus biasanya dikelilingi oleh lingkaran kalus dan dapat meluas sampai ke sendi dan tulang. Sekali ulkus diabetik terjadi, kelainan pembuluh darah perifer dan gangguan pada proses penyembuhan luka menyebabkan ulkus menjadi bertambah parah. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi jaringan lunak dan osteomelitis. Pencegahan terjadinya ulkus diabetik merupakan hal yang penting pada pasien-pasien DM, terutama yang mempunyai risiko terjadinya ulkus, yaitu pasien yang sebelumnya mempunyai riwayat ulkus diabetik atau mempnyai riwayat amputasi kaki, menderita DM lebih dari 10 tahun, mengalami gangguan ketajaman peng-
Vol. 10, No.3, Oktober 2011
175
DAMIANUS Journal of Medicine
lihatan, onikomikosis dan kadar gula darah yang tidak terkontrol.2,5 C.
1.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia; 2006.
2.
Kalus AA, Chien AJ, Olerud JE. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th ed. Vol 2. New York: McGraw-Hill. 2008; p 1461-70.
3.
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's Disease of the skin clinical dermatology. 11th ed. Elsevier Saunders; 2011.
4.
Saifullah, Mujtaba G. Diabetic's skin; a storehouse of infection. Journal of Pakistan Association of Dermatologists. 2009; 19:34-7.
5.
Sreedevi C, Car N, Pavlic-Renar I. Dermatologic lesions in Diabetes Mellitus. Diabetologica Croatica; 2002.
6.
Greaves MW. Pathogenesis and treatment of pruritus. 2010 [cited 2010 Apr 29]. Available from: ProQuest. http://search.proquest.com
7.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: FKUI; 2006.
8.
Flores AF. Necrobiosis lipoidica and cutaneous anesthesia: imunohistochemical study of neural fibers. Folia Neuropathol. 2008; 46(2): 154-7. Available from: EBSCO. http://web.ebscohost.com
9.
Ngo B, Wigington G, Hayes K, Huerter C, Hillman B, Adler M, Rendell M.Skin blood flow in necrobiosis lipoidica diabeticorum. Journal Int J Dermatol. 2008; 47(4):354-8.
Xantomatosis
Manifestasi klinis dari xantomatosis berupa papul-papul merah kekuningan berukuran 1 sampai 4 mm yang terletak pada bokong dan ekstremitas bagian ekstensor. Lesi ini biasa timbul berkelompok dan dapat membentuk plak seiring berjalannya waktu. Xantomatosis biasanya asimtomatik, tetapi penyakit ini sering didasari oleh keadaan hipertrigliseridemia masif (>1000 mg/dl) dan diabetes yang tidak diketahui. Studi histologi dan biokimia menunjukkan bahwa terdapat lipoprotein (terutama kilomikron) di dinding pembuluh darah kulit dan berakumulasi di makrofag dermis. Pada awalnya, trigliserid terdapat dalam jumlah besar pada lesi kulit, tetapi karena trigliserid lebih mudah bergerak daripada kolesterol, maka pada akhirnya pada lesi tersebut mengandung lebih banyak kolesterol.2 Insulin memiliki peranan penting dalam aktivitas LPL, karena itu, metabolisme lioprotein dalam plasma sangat bergantung pada jumlah insulin yang adekuat. Pada diabetes yang tidak terkontrol, ketidakmampuan metabolisme trigliserid-rich-cylomicrons dan VLDL dapat menyebabkan peningkatan masif dari kadar trigliserid.3 Pengobatan dari xantomatosis adalah dengan mengontrol kadar trigliserid dalam darah, diet rendah lemak, dan mengontrol kadar gula darah. Aktifitas LPL dapat kembali normal setelah pemberian insulin jangka panjang ataupun obat anti diabetik oral. Xantomatosis menghilang sepenuhnya dalam jangka waktu 6-8 minggu.2 KESIMPULAN Diabetes melitus merupakan penyakit yang kompleks. Pada penderita diabetes melitus dapat terjadi retinopati, neuropati, nefropati, kelainan kardiovaskular dan kelainan kulit. Kelainan kulit yang terjadi dapat merupakan akibat langsung dari peningkatan kadar gula dalam darah maupun akibat komplikasi dari diabetes tersebut. Kelainan kulit ini dapat menjadi indikator kadar gula darah yang tidak terkontrol dan bahkan pada beberapa kelainan kulit dapat merupakan tanda awal yang mendahului sebelum terjadinya diabetes. Mengingat makin banyaknya jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahunnya, maka diharapkan para klinisi dapat mengenali tanda-tanda awal dari kelainan kulit tersebut.
176
DAFTAR PUSTAKA
10. Kong AS, Williams RL, Rhyne R, Urias-Sandoval V, Cardinali G, Weller NF, Skipper B, Volk R, Daniels E, Parnes B, McPherson L. Acanthosis Nigricans: high prevalence and association with diabetes in a practice-based research network consortium--a PRImary care Multi-Ethnic network (PRIME Net) study. J Am Board Fam Med. 2010; 23(4):476-85. 11. Katz AS, Goff DC, Feldman SR. Acanthosis nigricans in obese patients: presentations and implications for prevention of atherosclerotic vascular disease. Dermatology online journal 6(1):1. 12. Tabor CA, Parlete EC. Cutaneous manifestations of diabetes. Signs of poor glycemic control or new-onset disease. 2006; 119(3): 38. 13. Foss NT, Polon DP, Takada MH, Foss-Freitas MC, Foss MC. Skin lesions in diabetic patients. 2005;39(4):677-82. 14. Bhat YJ, Gupta V, Kudyar RP. Cutaneous manifestations of diabetes mellitus. Int J Diab Dev Ctries. 2006 5(2):1-6.
Vol. 10, No.3, Oktober 2011