MEMAHAMI KRISIS GLOBAL.PDF

Download Krisis keuangan global yang bermula dari krisis kre- dit perumahan di Amerika Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global ...

0 downloads 457 Views 2MB Size
i

Memahami Krisis Keuangan Global

TIM PENYUSUN BUKU MEMAHAMI KRISIS KEUANGAN GLOBAL Bagaimana Harus Bersikap Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika, Sekretaris Jenderal Departemen Komunikasi dan Informatika. Penanggung jawab: Kepala Badan Informasi Publik. Ketua Pelaksana: Kepala Pusat Informasi Perekonomian. Sekretaris: Selamatta Sembiring Anggota: Sekretaris Badan Informasi Publik, Kepala Pusat Informasi Polhukam, Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat, Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum, Kepala Pusat Pelayanan Informasi. Narasumber : Prof. Mudrajad Kuncoro, PhD, A. Tony Prasetiantono. Pengumpulan Data : Dewi Rahmarini, Farida D. Maharani, Dewi Yuliana, Muhammad Azhar, Fouri Gesang Sholeh, Elvira Inda Sari, Karina Listya, Harry Noor Sukarna, Frans Hendra S.S, Jojo Rahardjo, Laode Insan, Heri Rubiyanto, Deny Gumbira. Pengolahan Data: Selamatta Sembiring. Perlengkapan : Yoserizal, Imron, Haji Anim, Taufan. Desain dan Tata Letak : Farida Dewi, MT Hidayat. Editor: Suprawoto, Sukemi, Son Kuswadi.

Memahami Krisis Keuangan Global

Memahami Krisis Keuangan Global Bagaimana Harus Bersikap?

Memahami Krisis Keuangan Global

v

SAMBUTAN MENTERI Turbulensi pasar keuangan global kian menjadi-jadi pasca bangkrutnya perusahaan investasi raksasa Lehman Brothers pada 15 September 2008. Tak satu negara pun yang terbebas dari amukan bencana finansial ini, termasuk Indonesia. Pasar keuangan kita juga ikut dihantam sentimen negatif. Suasana panik sedikit banyak telah terjadi di masyarakat kita. Ini tergambar dari situasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia yang telah meluncur diluar kewajaran. Otoritas bursa pun akhirnya mengambil tindakan untuk menutup sementara (menyuspensi) perdagangan saham. Dalam kurun waktu yang sama, nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi. Itu semua gambaran dari dampak krisis keuangan global, yang bagi Indonesia --meski fundamental ekonomi dalam beberapa tahun ini mengalami perbai-

kan-- tetap saja ikut terbawa ke dalam kondisi ini. Sepuluh arahan atau direktif Presiden dan beberapa kebijakan yang telah diambil pemerintah, merupakan bagian dari upaya didalam mengantisipasi berbagai kemungkinan negatif terhadap perekonomian Indonesia dari situasi krisisi keuangan global saat ini. Ada kekhawatiran krisis saat ini dapat terjadi sebagaimana krisis pada tahun 1997-1998. Tapi dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini, Insya Allah hal itu tidak akan terjadi. Buku ini disusun dan disiapkan untuk memahami sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat tentang krisis keuangan global yang sesungguhnya, sekaligus memberikan gambaran utuh tentang langkahlangkah yang diambil pemerintah. Buku ini bersumber antara lain dari penjelasan Presiden pada Sidang Kabinet Plus pada 6 Oktober 2008

lalu dan ditambah dengan beberapa refrensi lain untuk penyempurnaan dalam memberikan pemahaman dan penyampaian utuh kepada masyarakat. Terima kasih saya sampaikan kepada Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta narasumber, Prof. Mudrajad Kuncoro, Dahlan Iskan dan Dr. A Tony Prasetiantono yang menyumbangkan pemikiran bagi penyusunan buku ini. Semoga kehadiran buku ini bermanfaat dan dapat mencegah terjadinya kepanikan di masyarakat. Saya percaya bahwa buku ini, masih banyak kekurangan untuk itu, kritik dan saran untuk penyempurnaan buku ini sangat dinantikan. Jakarta, Oktober 2008 MOHAMMAD NUH Menteri Komunikasi dan Informatika RI

vi

Memahami Krisis Keuangan Global

DAFTAR ISI

vii

SAMBUTAN MENTERI .................................................... v DAFTAR ISI ...................................................................... vii PENDAHULUAN ......................................................... ..... 1 BAB I

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT ............. 3

Bermula dari Subprime Mortgage Krisis yang Mengglobal

BAB II

KEBIJAKAN DI BERBAGAI NEGARA ATASI DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL ..... 15 Kawasan Eropa Kawasan Asia Pasifik BAB III

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA DI PUSARAN KRISIS KEUANGAN GLOBAL ....... 23

Kondisi Perekonomian Indonesia Saat Ini Dampak Krisis Keuangan Global

BAB IV

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN NASIONAL 53

10 Arahan Presiden Langkah Kebijakan

PENUTUP 55 Pelihara Momentum Pertumbuhan, Selamatkan Perekonomian dari Krisis Keuangan Global TULISAN TERPILIH 56 - Kalau Langit Masih Kurang Tinggi (Dahlan Iskan) - Meletusnya Gelembung Hampa (A Tony Prasetiantono) - Cito! Cepat Selamatkan Dulu Bank! (Dahlan Iskan) - Benar-Benar Senin yang Melegakan (Dahlan Iskan) DAFTAR ISTILAH REFERENSI

Memahami Krisis Keuangan Global

1

PENDAHULUAN Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah berkembang menjadi masalah serius. Gejolak tersebut mulai mempengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan. Menurut perspektif ekonomi, perdagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Impor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain. Dalam hubungan yang sedemikian, dimungkinkan resesi di satu negara akan menular dan mempengaruhi secara global, karena penurunan impor di satu tempat menyebabkan tertekannya ekspor di tempat lain. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis.

Penanganan dampak krisis membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun gelembung subprime. Krisis keuangan global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global secara menyelu-

ruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia Pasifik, merasakan dampak akibat krisis keuangan global tersebut. Dampak tersebut terjadi karena tiga permasalahan, yaitu adanya investasi langsung, investasi tidak langsung, dan perdagangan. Pemerintah Indonesia optimistis akan mampu mengatasi dampak krisis keuangan dunia. Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen dan keberhasilan penerapan kebijakan di bidang ekonomi yang lain serta pemberantasan korupsi diyakini sebagai fundamental perekonomian negara yang kuat. Pemerintah juga telah mengeluarkan tiga peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), yaitu: Perpu No 2/2008 berisi tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU tentang Bank Indonesia. Kedua, Perpu No 3/2008 berisi mengubah nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan. Dan ketiga, Perpu No 4/2008 berisi tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) Ketiga peraturan darurat tersebut dikeluarkan untuk

2

mengantisipasi ancaman krisis keuangan global. Berbagai upaya juga telah diambil. Mulai dari pencairan anggaran belanja departemen untuk membantu likuiditas keuangan di masyarakat, dan mengutamaka program untuk rakyat dengan melindungi atas kemungkinan dampak krisis. Caranya dengan memastikan semua program pengentasan kemiskinan tersalurkan dan meningkatkan program-program untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam menghadapi krisis keuangan dan resesi ekonomi global, memang dibutuhkan ketenangan semua pihak agar dapat senantiasa berpikir rasional untuk mencarikan jalan dan solusi. Meskipun tidak seluruh masalah berada di jangkauan wilayah kebijakan dan wewenang pemerintah, partisipasi dan peran serta semua pihak dalam mengatasi dampak krisis keuangan global mutlak dibutuhkan.

Memahami Krisis Keuangan Global

BAB I

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT

4

Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Media massa di berbagai belahan dunia dengan gencar memberitakan krisis keuangan Amerika Serikat yang telah mempengaruhi tatanan sistem keuangan berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Asia Pasifik, Asia Selatan, bahkan Timur Tengah. Bermula dari Subprime Mortgage Sejak tahun 1925, di Amerika Serikat sudah ada Undang-undang Mortgage. Peraturan yang berkaitan dengan sektor properti, termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS --asalkan memenuhi syarat tertentu-bisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti, seperti KPR. Kemudahan pemberian kredit terjadi ketika harga properti di AS sedang naik. Kegairahan pasar properti

membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para penyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap selama tiga tahun. Hal itu membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan. Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang dengan latar belakang non-income non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi untuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pinjam. Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Selanjutnya, kredit macet di sektor properti mengakibatkan efek domino ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Pasalnya, lembaga pembiayaan sektor properti pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain, termasuk lembaga keuangan. Jaminan yang diberikan perusahaan pembiayaan

Memahami Krisis Keuangan Global

5

kredit properti adalah surat utang, mirip subprime mortgage securities, yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai negara. Padahal, surat utang itu ditopang oleh jaminan debitor yang kemampuan membayar KPR-nya rendah. Dengan banyaknya tunggakan kredit properti, perusahaan pembiayaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada lembaga-lembaga keuangan, baik bank investasi maupun asset management. Hal itu mempengaruhi likuiditas pasar modal maupun sistem perbankan. Setelah itu, terjadi pengeringan likuiditas lembagalembaga keuangan akibat tidak memiliki dana aktiva untuk membayar kewajiban yang ada. Ketidakmampuan bayar kewajiban tersebut membuat lembaga keuangan lain yang memberikan pinjaman juga terancam bangkrut.

Kondisi yang dihadapi lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat juga mempengaruhi likuiditas lembaga keuangan lain, yang berasal dari Amerika Serikat maupun di luar Amerika Serikat. Terutama lembaga yang menginvestasikan uangnya melalui instrumen lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Di sinilah krisis keuangan global bermula. Untuk menghindari meluasnya krisis subprime mortgage dan membawa dampak buruk terhadap perekonomian Amerika Serikat, pemerintah Amerika Serikat dan Bank Sentral Amerika (The Fed) mengeluarkan kebijakan untuk membantu beberapa lembaga-lembaga keuangan besar tersebut. Upaya tersebut sekaligus dikemas dalam kebijakan moneter untuk menekan angka inflasi serta menstabilkan nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat. Rangkaian tindakan antisipasi di Amerika Serikat telah dimulai pada tanggal 5 September. Saat itu, pe-

Kronologis Krisis Keuangan Global 2008

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT

2007

2008

April ----------------->>

28 Agustus--------->>

29 September <<-------

25 September <<--------

Perusahaan pembiayaan kredit perumahan New Century Financial bangkrut.

Pemerintah Inggris mengambil alih Bradford & Bingley

10 Oktober << ------Indeks bursa saham kembali berguguran

Sachsen Landesbank di Jerman kolaps akibat investasi di kredit perumahan.

Washington Mutual kolaps dan dibeli JP Morgan

8 Oktober <<--------Inggris menyiapkan dana talangan 50 miliar poundsterling (US 87 miliar)

3 September ------>>

Lembaga keuangan Jerman (IKB) mengakui investasi di subprime mortgage hilang hingga USD 1 miliar

17 Februari ------>>

Inggris menasionalisasi Northern Rock

17 Maret

Bear Stearns kolaps dan dibeli JP Morgan Chase dengan jaminan pemerintah Amerika senilai USD30 miliar.

16 September <<-------

15 September <<------

5 September

6 Oktober <<---------

3 Oktober <<---------

30 September

Fed suntik AIG USD 85 miliar

Jerman menguncurkan USD 68 miliar untuk menopang Hypo Real Estate

Lehman Brothers bangkrut

Kongres Amerika meloloskan program talangan USD700 miliar

Fannie Mae dan Freddie Mac diambil alih pemerintah Amerika

Prancis, Belgia, Luksemburg bergotong-royong menyelematkan Dexia

Sumber: Tempo (2008)

6

Memahami Krisis Keuangan Global

7

merintah AS mengambil alih perusahaan pembiayaan Fannie Mae dan Freddie Mac untuk penyehatan arus kas dua perusahaan tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 16 September The Fed mengucurkan pinjaman USD 85 miliar ke American International Group untuk mengambil alih 80 persen saham perusahaan asuransi tersebut. Pada tanggal 18 September 2008, Pemerintah AS meminta Kongres untuk menyetujui paket penyelamatan ekonomi, berupa dana talangan pemerintah (bailout) USD 700 miliar. Presiden George Bush menyatakan perekonomian AS dalam bahaya jika Kongres tidak menyetujui rencana bailout. Meskipun demikian, tanggal 29 September 2008, Kongres AS menolak rencana bailout. Akibatnya, Indeks Dow Jones merosot 778 poin, posisi yang terbesar dalam sejarah pasar saham di Amerika Serikat. Akhirnya tanggal 3 Oktober 2008, Kongres menyetujui bailout. Selanjutnya, Presiden Bush menandatangani UU Stabilisasi Ekonomi Darurat 2008. Un-

dang-undang yang memuat rencana pengucuran dana talangan pemerintah (bailout) sebesar USD 700 miliar untuk mengambil alih beberapa perusahaan dan lembaga keuangan yang merugi di pasar modal AS. Krisis Keuangan AS yang Mengglobal Masalah subprime mortgage di Amerika Serikat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak Agustus 2007. Hal itu sudah ditengarai akan menjadi gelembung subprime (bubble), akan tetapi pemerintah Amerika Serikat terus mengucurkan uang dan menurunkan suku bunga untuk mengangkat sektor industri teknologi yang mengalami penurunan. Usaha Pemerintah AS dengan mengucurkan dana talangan pemerintah sebesar USD 700, hanya sementara saja dapat meredam gejolak pasar. Pasalnya, mayoritas investor di seluruh dunia terpaksa menjual portofolio saham yang dimiliki secara besar-besaran untuk menutupi kebutuhan likuiditas sehingga mengakibatkan terhempasnya pasar modal dunia.

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT

8

Secara khusus di Wall Street, mayoritas investor yang mengalami kerugian pada saat indeks saham jatuh 777,7 poin --akibat penolakan bailout oleh House of Representative--, ikut juga menjual portofolio yang ditanam di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pada tanggal 10 Oktober, indeks bursa berbagai negara kembali jatuh, sehingga sepuluh bank sentral dari berbagai negara menurunkan suku bunga agar beban utang para investor yang merugi tidak semakin besar. Hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991.

Kinerja Bursa Dunia 14 Oktober 2008 Nasdaq

DOW JONES

11,81%

11,08%

Shanghai

KOSPI

14,15 %

6,14 %

NIKEI HANG SENG 3,19 %

14,15 % Strait Times 2,5 %

KLSE 1,61%

Sensex 1,54 %

IHSG 6,44 %

Sumber: Bloomberg diolah Kuncoro, 2008

Memahami Krisis Keuangan Global

9

Semua sinyal itu menunjukkan perekonomian Inggris sedang mengarah ke resesi. Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan pertumbuhan ekonomi negeri Ratu Elizabeth itu tahun depan bakal minus 0,1 persen. Gelombang krisis ekonomi juga telah melanda negara-negara Eropa Timur. Kredit yang dulu begitu mudah didapatkan di pasar keuangan sekarang sudah mulai susah didapatkan. Ukraina sudah mengajukan proposal pinjaman ke Dana Moneter Internasional sebesar USD 14 miliar untuk menjaga likuiditas perbankan. Hungaria bahkan sudah memiliki utang dari Bank Sentral Eropa USD 6,7 miliar. Sementara itu, Dana Moneter Internasional memperkirakan Estonia dan Latvia akan menjadi korban terparah. Pertumbuhan ekonomi Estonia tahun ini diperkirakan minus 1,5 persen dan tahun depan 0,5 persen. Ekonomi Latvia, negara di Laut Baltik, tahun ini bakal minus 0,9 persen dan pada 2009 minus 2,2 persen. Beberapa negara lain yang mengandalkan pendapatan

dari minyak bumi atau gas, seperti Rusia, juga terpukul akibat kejatuhan harga komoditas tersebut. Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara masing-masing. Dampak Krisis di Beberapa Kawasan Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan. Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya, diprediksi akan melemah menjadi tumbuh sebesar 1,3 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007. Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, dipredik-

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT

AMERIKA SERIKAT

10

DAMPAK KRISIS

AMERIKA

Bank / Institusi Keuangan / Korporasi Bangkrut



Inflasi meningkat



Pertumbuhan Ekonomi berkurang



Indeks Bursa Runtuh



DAMPAK KRISIS KEUANGAN AS DI BEBERAPA KAWASAN

KAWASAN EROPA DAMPAK KRISIS

ISLANDIA

RUSIA

BELANDA

INGGRIS

PERANCIS

JERMAN













Bank / Institusi Keuangan / Korporasi Merugi













Inflasi meningkat













Pertumbuhan Ekonomi berkurang













Indeks Bursa Saham Runtuh













Bank / Institusi Keuangan / Korporasi Bangkrut

Memahami Krisis Keuangan Global

si akan melemah dari 2,6 persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 (IMF, 2008). Contoh beberapa negara yang relatif terpengaruh dampak krisis keuangan global di beberapa kawasan, dapat diuraikan sebagai berikut:

KAWASAN ASIA-PASIFIK DAMPAK KRISIS

CINA

TAIWAN

Bank / Institusi Keuangan / Korporasi Bangkrut

SINGAPURA

PHILIPINA

JEPANG

AUSTRALIA



Bank / Institusi Keuangan / Korporasi Merugi













Inflasi meningkat













Pertumbuhan Ekonomi berkurang













Indeks Bursa Runtuh













11

Kawasan Eropa Salah satu negara yang saat ini terkena dampak krisis finansial AS cukup parah adalah Islandia. Sebelumnya, Islandia berada di tingkat ke 4 negara termakmur dengan GNP per kapita sekitar USD60,000 (IMF, 2008). Setelah krisis mata uang Islandia, Krona, terdepresiasi hingga 30 persen. Sementara itu, bank sentral Islandia tidak mampu menjamin simpanan masyarakat disebabkan utang luar negeri perbankan swasta yang besarnya 11 kali lipat dari PDB negara itu. Sebelum krisis, Bank Sentral Islandia menjalankan kebijakan inflation targeting yaitu menaikkan suku bunga apabila inflasi di atas target dan menurunkannya di saat inflasi berada di bawah target. Kebijakan tersebut umumnya berhasil diterapkan pada negara-negara besar, tapi tidak tepat untuk negara kecil seperti Islandia. Selama kebijakan tersebut berlangsung, tingkat inflasi berada di atas rata-rata target inflasi dengan suku bunga yang mencapai lebih dari 15 persen.

EFEK DOMINO KRISIS KEUANGAN AMERIKA SERIKAT

12

Di negara kecil seperti Islandia, suku bunga yang tinggi merangsang perusahaan domestik dan rumah tangga untuk meminjam dalam mata uang asing. Hal tersebut jelas menarik minat spekulan valuta asing, sehingga menyebabkan besarnya arus masuk valuta asing yang mengakibatkan tajamnya perbedaan nilai tukar valuta asing. Para spekulan dan debitor juga mendapatkan keuntungan besar dari selisih suku bunga di Islandia dan luar negeri. Sama halnya dengan keuntungan yang diraih dari selisih nilai tukar Krona dengan mata uang asing lainnya. Hal tersebut juga mendorong pertumbuhan ekonomi semu dan meningkatkan laju inflasi. Hasil akhirnya, adalah “balon-balon” ekonomi yang diakibatkan oleh interaksi suku bunga domestik dan banyaknya arus masuk mata uang asing ke Islandia. Perbedaan nilai tukar Krona Islandia yang jauh dari fundamental ekonomi realistis mengakibatkan menurunnya nilai mata uang tersebut. Bank Sentral Islandia gagal

untuk mencegah naiknya nilai tukar dan gagal untuk meningkatkan cadangan devisa mereka. Keadaan ini diperparah dengan utang luar negeri bankbank swasta yang terlalu besar, sehingga Bank Sentral Islandia tidak mampu lagi memberikan jaminan atas aset-aset bank tersebut maupun memberikan jaminan likuiditas. Berbeda dengan negara Eropa lainnya yang masih mampu menjamin simpanan masyarakat pada level tertentu. Kawasan Asia Pasifik Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin Jepang

Memahami Krisis Keuangan Global

13

bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987. Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia. Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37 persen. Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim

secara besar-besaran ke Amerika Serikat Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok ke 6 persen. Itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia. Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar ekspor mereka di Amerika Serikat.

Memahami Krisis Keuangan Global

BAB II

KEBIJAKAN BERBAGAI NEGARA

ATASI DAMPAK KRISIS GLOBAL

KEBIJAKAN BERBAGAI NEGARA ATASI DAMPAK KRISIS

16

Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lainnya, dengan regulasi moneter yang bervariasi dari satu pemerintah ke pemerintah lainnya. Karena semua negara terkait satu sama lainnya dalam ekonomi global yang terintegrasi, semua pun berisiko untuk terimbas krisis. Krisis keuangan Amerika terjadi karena banyak pembeli perumahan tidak dapat membayar kewajiban kepada lembaga pembiayaan perumahan. Baik, karena kenaikan suku bunga pinjaman Bank Sentral Amerika (The Fed), ataupun karena tidak memenuhi syarat sebagai pengguna kredit sektor properti. Padahal, lembaga pembiayaan perumahan tersebut memiliki kewajiban mencairkan subprime mortgage securities yang diperjualbelikan dengan pihak ke tiga (lembaga keuangan lain). Akibat tidak mampu membayar kewajiban, maka perusahaan pembiayaan perumahan tersebut dinyatakan bangkrut. Untuk menjaga likuiditas keuangannya, lembaga keuangan yang memiliki investasi portofolio dalam ben-

tuk subprime mortgage securities, juga melepas portofolio yang dimiliki. Tentu saja, pelepasan portofolio tersebut akan dipilih dalam bentuk instrumen investasi yang mudah dicairkan. Aksi jual portofolio dalam jumlah yang besar itulah yang mengakibatkan kepanikan pasar modal di berbagai negara. Sebab, transaksi yang dilakukan jelas terekam dan tercatat dalam pasar modal. Seiring terjadinya kepanikan dalam pasar modal, pasar uang juga mulai bergejolak. Gejolak itu lebih disebabkan karena kebutuhan terhadap mata uang tertentu untuk menjaga likuiditas keuangan. Lembaga-lembaga keuangan yang telah melepas portofolionya di pasar modal, melakukan aksi beli Terjadinya flukstuasi kurs mata uang di pasar uang regional, lambat laun mengakibatkan pertambahan laju inflasi di beberapa negara, karena terjadinya ketidaksetabilan harga komodi-komoditi tertentu. Pada akhirnya laju inflasi yang tidak terkontrol akan mengakibatkan resesi dalam suatu negara, akibat runtuhnya sendi-sendi perekonomian negara tersebut.

Memahami Krisis Keuangan Global

17

Strategi Antisipasi Dampak Krisis Ekonomi Global Amerika Serikat Beberapa langkah kebijakan yang diambil pemerintah AS dalam mengatasi dampak krisis keuangan adalah memberikan dana talangan (bailout) sebesar USD700 miliar. Dana ini ditujukan untuk menyelamatkan institusi keuangan dan perbankan demi mencegah krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bailout dilakukan dalam bentuk pembelian surat utang subprime mortgage yang macet dari investor. Langkah berikutnya yang diambil Bank Sentral adalah menurunkan suku bunga 0,5 persen menjadi 1,5 persen. Hal tersebut dilakukan agar dana-dana masyarakat tidak mengendap di bank dan bisa menggerakkan sektor riil. Selain itu, pemerintah juga berjanji membeli surat berharga jangka pendek USD900 miliar. Adapun Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) juga mengumumkan rencana radikal untuk menutup sejumlah besar utang jangka pendek yang bertujuan menciptakan tero-

bosan dalam kemacetan kredit yang mengakibatkan krisis finansial global. Kawasan Eropa Islandia Untuk mengatasi dampak krisis keuangan global, Pemerintah Islandia menasionalisasi Bank Glitnir yang bangkrut. Kemudian memecat Dewan Direksi Landsbanki, bank terbesar di negeri tersebut yang juga mengalami kebangkrutan serta memberikan suntikan dana pada bank-bank bermasalah. Dalam mestabilkan nilai tukar mata uang Krona, yang diperdagangkan hingga 202 Krona per Eur 1 (satu Euro), pemerintah mematok kurs Krona Eslandia setara dengan 131 Krona per Eur 1. Setelah otoritas moneter Islandia tidak mampu lagi menjamin aset-aset bank, Rusia memberikan suntikan dana USD 37 miliar ke bank-bank besar Islandia, demikian juga Swedia ikut turun tangan memberikan suntikan dana sebesar USD 702 juta. Pemerintah Islandia optimis dalam jangka panjang

KEBIJAKAN BERBAGAI NEGARA ATASI DAMPAK KRISIS

akan bisa recovery karena memiliki potensi cadangan gas alam dan sumber daya manusia yang handal.

18

Inggris Otoritas moneter Inggris menurunkan suku bunga 0,5 persen menjadi 4,5 persen. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar dalam tujuh tahun terakhir. Langkah lain yang dilakukan adalah merekapitalisasi Santander, Barclays, HBOS, HSBC, Lloyds TSB, Nationwide Building Society, Royal Bank of Scotland, dan Standart Chartered. Pemerintah juga menjamin utang berupa surat berharga berjangka pendek dengan nilai USD 250 miliar untuk jangka menengah. Bank of England juga menyediakan GBR 200 miliar (200 miliar poundsterling) untuk pinjaman jangka pendek perbankan. Pemerintah bertemu dengan bankbank diantaranya Royal Bank of Scotland, Lloyds TSB, dan Barclays, yang memerlukan suntikan dana masing-masing USD 26 miliar.

KAWASAN EROPA PENANGGULANGAN KRISIS

NAMA NEGARA

Menurunkan Suku Bunga

Inggris, Uni Eropa, Kanada, Swiss, Swedia

Menasionalisasi Perusahaan

Inggris

Mengambil alih untuk penyehatan

Islandia

Pemberian Dana Talangan (Bailout)

Belgia, Jerman,Inggris

Penutupan Bursa

Rusia

Penutupan Bursa

Rusia

Meningkatkan Jaminan Deposito

Inggris, Jerman, Irlandia, Austria, Denmark, Yunani, Bulgaria, Perancis, Italia, Belanda, Portugal, Slovenia, Spanyol dan Swedia, Rusia, Ukrania dan Rumania

Melarang Short Selling

Inggris, Jerman, Italia, Irlandia, Prancis dan Swiss dari berbagai sumber

Memahami Krisis Keuangan Global

19

KAWASAN ASIA DAN PASIFIK PENANGGULANGAN KRISIS

NAMA NEGARA

Menaikkan Suku Bunga

Indonesia

Menurunkan Suku Bunga

Cina, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Australia, Salandia Baru

Mengambil alih untuk penyehatan

Cina

Pemberian Dana Talangan (Bailout)

Jepang

Membeli Kembali Saham (Buy Back)

Indonesia, Thailand

Insentif bagi Eksportir

Indonesia, Thailand

Penutupan Bursa

Indonesia, Thailand

Meningkatkan Jaminan Deposito

Indonesia, Hongkong, Selandia Baru, Australia.

Melarang Short Selling

Indonesia, Taiwan, Korea, Australia dari berbagai sumber

Perancis Presiden Perancis Nicolas Sarkozy di depan sidang kabinet mengatakan, negara siap menolong permodalan bank-bank utama di Perancis. Selain itu pemerintah Perancis juga meminta Jepang dan Pemimpin G-8 untuk melakukan pertemuan darurat untuk menenangkan krisis. Rusia Pemerintah menutup bursa saham sebagai usaha untuk membendung kepanikan investor akibat penurunan indeks saham, dan meminjamkan dana sebesar USD 37 miliar kepada bank-bank besar. Pemerintah Rusia juga akan memberikan suntikan dana 500 miliar rubel kepada Sberbank, 200 miliar rubel pada VTB (Bank milik pemerintah). Selain itu Rusia juga menyerukan pertemuan G-8 dan meminta keterlibatan Cina dalam melakukan upaya bersama untuk mengatasi krisis.

KEBIJAKAN BERBAGAI NEGARA ATASI DAMPAK KRISIS

20

Uni Eropa Para menteri keuangan 27 negara anggota Uni Eropa segera melakukan pertemuan untuk membahas jumlah simpanan maksimum yang akan mendapatkan jaminan pemerintah. Pembahasan dikhususkan untuk memastikan peningkatan jumlah simpanan yang dijamin oleh negara masing-masing. Selain itu, Uni Eropa juga menurunkan suku bunga Bank Sentral Eropa dari 0,5 persen menjadi 3,75 persen. Kawasan Asia Pasifik China Untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi People’s Bank of China (PBOC) sebagai otoritas moneter menurunkan suku bunga dari 7,2 persen menjadi 6,93 persen. Selanjutnya, Pemerintah China berjanji membantu AS dalam mengatasi krisis. Korea Selatan Pemerintah Korea Selatan meminta teknokrat ekonomi menyiapkan rencana-rencana darurat dalam

mengantisipasi dampak terburuk krisis keuangan AS dan mengusulkan koordinasi dengan Menteri Keuangan Cina dan Jepang. Pemerintah juga meminta otoritas perbankan menjamin kebutuhan dana perusahaan lokal, termasuk kebutuhan terhadap dolar AS. Thailand Federasi Industri Thailand mengajukan langkahlangkah kepada menteri keuangan untuk melakukan: - Penurunan bea masuk impor - Peningkatan keyakinan konsumen - Penurunan pajak korporasi - Meminta otoritas moneter untuk mengawasi produkproduk investasi asing yang dapat memperburuk kondisi keuangan Thailand. Australia Bank Sentral Australia menurunkan suku bunga menjadi 6 persen. Hal itu dilakukan untuk melonggarkan likuiditas yang mulai terasa kurang di sistem perbankan Australia.

Memahami Krisis Keuangan Global

21

Krisis finansial dunia yang berdampak terhadap bank-bank komersial, memukul mata uang, menekan ekspor, dan mengganggu produksi saat ini sudah mempengaruhi bisnis properti di sejumlah negara. Di China, penutupan pabrik sudah mulai terjadi. Merespons krisis keuangan global, umumnya bank sentral di berbagai negara memangkas suku bunga. Sebagian besar negara menjamin penuh seluruh dana masyarakatnya. Sementara itu, di sektor pasar saham, guna menghindari berbagai transaksi dan penurunan harga saham terjadi karena irasionalitas pemodal. Kebanyakan otoritas di berbagai negara melakukan pendekatan komprehensif, sistematis, dan serius untuk memastikan sektor tersebut tidak jauh terpuruk melalui berbagai instrumen kebijakan moneter dan yang sejenisnya. Lembaga pemeringkat kredit internasional Standard & Poor’s (S&P) menyebutkan, sebagian besar negara Asia Pasifik akan menghadapi tantangan dari efek babak pertama resesi Amerika Serikat (AS). Tetapi, kawasan ini diperkirakan mampu menepis dampak buruk

resesi AS. Dalam laporannya, lembaga itu mengungkapkan implikasi-implikasi dampak resesi bagi fundamental ekonomi dan kredit sejumlah pemerintahan di kawasan Asia Pasifik. Menurut S&P, permintaan domestik dan perdagangan antarkawasan diperkirakan mampu mengatasi dampak langsung merosotnya permintaan impor AS. Meskipun demikian, negara-negara Asia Pasifik juga harus bertarung mengantisipasi risiko-risiko lain yang disebabkan melonjaknya harga-harga sumber energi dan makanan, ketatnya likuiditas global, serta kemungkinan melemahnya pertumbuhan ekonomi negara-negara Eropa. Sebagian besar negara di kawasan Asia Pasifik, pada dasarnya dapat mengatasi dampak krisis keuangan global, karena tingginya prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan secara keseluruhan, kapasitas kebijakan fiskal dan moneter untuk memitigasi efek buruk resesi, dan solidnya dukungan dana bagi negara-negara yang kurang maju.

Memahami Krisis Keuangan Global

BAB III

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA

DI PUSARAN KRISIS GLOBAL

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA DI PUSARAN KRISIS GLONAL

24

Fundamental ekonomi di Indonesia saat ini cukup kuat dalam menghadapi efek domino krisis keuangan global. Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,5 persen di tahun 2006 menjadi 6,3 persen pada tahun 2008. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak krisis tahun 1998. Ekonomi Indonesia masih tumbuh sekitar 6.4% pada semester I 2008 (yoy), dengan tiga sektor yang mengalami pertumbuhan tinggi (qoq) adalah sektor pertanian 5.1%, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,1% dan sektor listrik, gas dan air bersih 3.6%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan konsumsi yang meningkat dari 3,2 persen pada tahun 2006 menjadi 5,0 persen pada tahun 2007 dan diprediksikan akan terus meningkat di tahun 2008 dan 2009. Demikian juga pembentukan modal tetap bruto yang meningkat tajam dari 2,5 persen di tahun 2006 menjadi 9,2 persen (2007). Sementara itu pengeluaran pemerintah menurun dari 9,6 persen menjadi 3,9 persen. Pertumbuhan sek-

tor pertanian meningkat dari 3,4 persen (2006) menjadi 3,5 persen (2007). Sektor ekonomi domestik ini tetap kuat di tengah perlambatan perekonomian global. Indikator lain tampak dari terkendalinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD), laju inflasi yang relatif terkendali, menurunnya suku bunga (BI Rate), dan penerimaan dalam negeri (pajak) terus meningkat. Secara regional, inflasi di negara-negara Asia juga merupakan gejolak global yang hampir dialami oleh semua negara berkembang. Inflasi Indonesia YoY sekitar 12,14% pada September 2008 yang lebih disebabkan oleh faktor seasonality yaitu Bulan Puasa dan Lebaran disamping karena imported inflation, sedangkan inflasi tertinggi dialami oleh negara Vetnam sekitar 27.90% dan diikuti oleh Myanmar sekitar 21.40%. Ke depan inflasi Indonesia akan terjaga dimana seiring dengan menurunnya goncangan ekonomi domestik dan fundamental ekonomi Indonesia yang semakin kuat (Aksa, 2008).

Memahami Krisis Keuangan Global

25

Fundamental Ekonomi Indonesia Masih Terjaga GDP Growth (%)

7

Interest/Inflation Rate 21

6

18

5

15

4

12

3

9

2

6

1

3

0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2001

2002

2003

GDP Growth

Sumber: BPS, Bank Indonesia

2004

2005

SBI 1M

2006

2007

Inflation Rate

2008

0

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA DI PUSARAN KRISIS GLONAL

26

Kondisi Perekonomian Indonesia 1. Kondisi Pasar Modal Masih berlanjutnya tekanan terhadap pasar keuangan global berimbas pada menurunnya kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama Agustus 2008. Pada akhir Agustus 2008, IHSG ditutup pada level 2165,9 atau melemah 6,01 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pelemahan IHSG tersebut terutama disebabkan oleh gejolak eksternal yang bersumber dari permasalahan di bursa global. Dari sisi domestik, penurunan IHSG masih relatif tertahan dengan terjaganya faktor fundamental emiten dan efektifnya peran komunikasi Bank Indonesia dalam meyakinkan pasar. Sejalan dengan perkembangan risiko global yang cenderung meningkat, penurunan IHSG juga merupakan dampak dari penyesuaian portofolio investor asing. Beberapa bursa global bahkan mengalami pelemahan cukup signifikan sebagai dampak pengalihan dana investor asing dari negara emerging markets. Hal itu di-

lakukan untuk mengurangi eksposure aset berisiko dan kecenderungan ketatnya likuiditas global. Dalam bursa domestik, perilaku penyesuaian portofolio tersebut tercermin pada tekanan jual asing yang berlangsung hingga pekan pertama Agustus 2008. Namun, pada pekan kedua, investor asing kembali membukukan net beli di pasar saham sebagai reaksi kondisi pasar saham yang relatif undervalued. Pelemahan IHSG justru menjadi insentif bagi investor asing untuk membukukan net beli di pasar saham. Investor asing mencatat net beli pada Agustus 2008 sebesar Rp467 miliar atau naik dari posisi sebelumnya yang membukukan total net jual sebesar Rp895,4 miliar. Namun demikian, besarnya penarikan oleh investor asing sebelumnya telah menyebabkan penurunan kapitalisasi asing menjadi Rp667,7 triliun per Agustus 2008 dari Rp790,8 triliun per Desember 2007 atau turun sebesar Rp123 triliun. Secara proporsional, kepemilikan asing pada Agustus 2008 juga menurun dan berada pada level 63,2 persen atau turun dari posisi Desember 2007 yang ter-

Memahami Krisis Keuangan Global

27

catat sebesar 66,3 persen.

minyak tua. Nilai ekspor Indonesia Agustus 2008 mencapai USD 12,5 miliar atau mengalami penurunan sebesar 0,4 persen dibanding bulan Juli 2008. Secara kumulatif

2. Kondisi Sektor Riil Akhir-akhir ini pendapatan riil per kapita meningkat dari Rp8.319.000 pada tahun 2006 menjadi Rp8.725.000 pada tahun 2007. PERBANDINGAN PANGSA PASAR EKSPOR UTAMA INDONESIA Di sektor ketenagakerjaan tingkat pengangguran terbuka menurun dari 10,3 persen (10,9 juta Negara 2003 Jan-Agust 2008 Perubahan orang) pada tahun 2006 menjadi 9,1 persen (10,0 Amerika Serikat 14.7% 11.6% -3.1% juta orang) pada tahun 2007. Jumlah penduduk Eropa 17.1% 13.9% -3.2% miskin berkurang sebanyak 2,1 juta orang pada Jepang 14.4% 12.5% -1.9% tahun 2008. RRC 5.9% 7.6% 1.7% Selain itu terjadi peningkatan surplus neraca India 3.4% 6.5% 3.1% transaksi berjalan. Tercatat dari USD10,6 miliar Singapura 10.1% 9.8% -0.3% (2006) menjadi USD11,0 miliar (2007). PeningkaKorea Selatan 3.7% 4.4% 0.7 tan tersebut disebabkan adanya kenaikan ekspor Taiwan 2.7% 2.6% -0.1 nonmigas sebesar 15,6 persen pada 2007. Malaysia 4.9% 5.6% 0.7 Meski demikian, ekspor migas masih mengaAustralia 2.3% 1.9% -0.4 lami penurunan dari 13,3 persen (2006) menjadi Lainnya 20.3% 23.7% 3.4 8,4 persen (2007). Salah satu penyebabnya adaSumber: BPS dan Depdag lah turunnya tingkat lifting produksi kilang-kilang

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA DI PUSARAN KRISIS GLONAL

28

nilai ekspor Indonesia Januari-Agustus 2008 mencapai USD 95,4 miliar atau meningkat 29,9 persen dibanding periode yang sama tahun 2007. Adapun tujuan pasar ekspor Indonesia telah semakin terdiversifikasi, sehingga peran Amerika Serikat dan Uni Eropa semakin menurun. Oleh sebab itu, dampak langsung dari krisis finansial di Amerika Serikat tersebut belum begitu dirasakan. Untuk pasar Uni Eropa dan AS pangsa pasarnya turun, sedangkan ke Asia, Jepang dan Singapura cukup stabil, namun ke Asia emerging countries cenderung meningkat. Cadangan devisa Indonesia naik dari USD 42,6 miliar pada tahun 2006 menjadi USD 56,9 miliar pada 2007, bahkan pada Maret 2008 telah mencapai USD 60 miliar. 3. Kondisi Moneter Kondisi perbankan yang menjadi jantung perekonomian Indonesia saat ini memiliki fundamental yang kuat. Hal itu tercermin dari angka rasio kredit bermasalah

P ertumbuhan K redit P erbankan

Sumber: Erwin Aksa (2008)

(Non Performing Loan/NPL), likuiditas, dan permodalan. NPL netto, setelah dikurangi provisi hanya 1,42 persen jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan BI sebesar 5 persen. Likuiditas perbankan saat ini juga masih memadai, tercermin dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga

Memahami Krisis Keuangan Global

29

L oan T o Depos it R atio (L DR )

Sumber: Erwin Aksa (2008)

(Loan to Deposit Ratio/LDR) yang masih dibawah 80 persen. Ketatnya likuiditas yang terjadi belakangan ini bukan disebabkan oleh kelangkaan likuiditas yang ada di industri, tetapi lebih karena faktor psikologis dan kepemilikan likuiditas yang tidak merata antar bank. Banyak bank yang sebenarnya memiliki likuiditas berlebih, namun enggan meminjamkan ke bank lain karena khawatir sulit mendapatkan likuiditas pada masa men-

datang. Permodalan perbankan domestik saat ini juga cukup kuat. Ini tercemin dari rasio kecukupan modal yang sebesar 17 persen, jauh di atas angka maksimum 8 persen. Fundamental yang kuat tersebut akan membuat perbankan tetap optimal melakukan fungsi intermediasi untuk mendorong perekonomian. Dalam hal kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan, yakni 8,0 persen pada tahun 2006 dan 6,5 persen pada tahun 2007. Pada 2006 – 2007, inflasi berhasil dikendalikan pada kisaran 6,6 persen. Hingga akhir September 2008, laju inflasi mencapai 10,47 persen, hal itu disebabkan kenaikan harga minyak dunia pada kisaran USD130 per barel sehingga pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok naik. Namun, pemerintah berupaya untuk tetap mengendalikan laju inflasi. Kebijakan fiskal dengan penerbitan SUN (Surat Utang Negara) pada tahun 2005 mencapai Rp22.574,7

Tingkat Pengangguran dan Belanja Infrastruktur 12

70

11

60 50

10

Ang katan Kerja Bekerja Tambahan P enganggur

2004

2005

2006

2007

2008

103973,4

105802,4

106281,8

108131,1

111477,4

90,1%

89,7%

89,6%

90,2%

91,5%

9,9%

10,3%

10,4%

9,8%

8,5%

1226,1

229,0

2406,0

4466,7

911,2

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Februari 2008 Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Badan Pusat Statistik (BPS)

40

9

30

8

20

7

10

6

0 2005

2006

Belanja Infrastuktur

2007

2008

2009

Tingkat Pengangguran (%)

Dalam Triliun Rp

4. Ketenagakerjaan dan Peluang Kerja Peningkatan kesempatan kerja terus terjadi dari tahun ke tahun. Jika tahun 2004, kesempatan kerja yang tersedia sebesar 0,91 juta, pada tahun 2005 telah ada 1,5 juta kesempatan kerja. Di tahun 2006, menjadi 2,4 juta dan tahun 2007 meningkat lagi menjadi 4,4 juta

kesempatan kerja. Dengan terus meningkatnya penciptaan kesempatan kerja, tentu saja angka pengangguran pun bergerak turun. Pada bulan Agustus 2006, angka pengangguran mencapai 11,93 juta orang atau 10,28 persen dari total angkatan kerja. Angka tersebut turun menjadi 10,54 juta orang atau 9,50 persen dari total angkatan kerja pada Februari 2007. Tren itu berlanjut hingga akhir 2007, di mana angka pengangguran turun menjadi sebesar

persen

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA DI PUSARAN KRISIS GLONAL

30

miliar dan meningkat menjadi Rp35.985,5 miliar pada 2006. Selama 2006, melalui penerbitan SUN di pasar perdana domestik berhasil diserap dana sebesar Rp42.578,6 miliar dan secara keseluruhan jumlah SUN yang beredar baik domestik maupun internasional sampai dengan akhir Desember 2006 telah mencapai Rp742.727,9 miliar.

Memahami Krisis Keuangan Global

31

10,01 juta orang atau 9,11 persen dari total angkatan kerja. Selama 2005 - 2007, jumlah lapangan kerja meningkat sekitar 6 juta. Kesempatan kerja pada sektor industri di perkotaan mengalami penurunan 229.000, akan tetapi di perdesaan meningkat sebesar 1,4 juta. Pada sektor pertanian di perkotaan, kesempatan kerja men-

galami sedikit penurunan sekitar 211.000. Sebaliknya, di perdesaan bertambah 107.000. Di sektor produksi, pertumbuhan lapangan kerja di dominasi sektor jasa yang berkontribusi sekitar 2,7 juta di perkotaan dan 2,2 juta di pedesaan. Peningkatan lapangan kerja telah berhasil menurunkan angka pengangguran terbuka. Penciptaan

KETAHANAN EKONOMI INDONESIA DI PUSARAN KRISIS GLONAL

lapangan kerja produktif diupayakan terus dan konsisten agar pengangguran terbuka semakin berkurang untuk mencapai target sebesar 5,1 persen pada tahun 2009.

Depresiasi Rupiah Terhadap Dolar AS Masih Normal Dibanding Mata Uang Lain

Thailand

9% 4% 3%

Vietnam Singapore

17%

2%

1% Dampak Krisis Keuangan Global 6% Myanmar Krisis keuangan di AS mengakibatkan 4% pengeringan likuiditas sektor perbankan dan 16% Philipina 8% institusi keuangan non-bank yang disertai 3% berkurangnya transaksi keuangan. Penger- Indonesia 6% ingan likuiditas akan memaksa para inves0% 2% 4% 6% 8% 10% 12% 14% 16% 18% tor dari institusi keuangan AS untuk melepas YoY (10 Oct 07 - 10 Oct 08) kepemilikan saham mereka di pasar modal Sumber: Bloomberg YTD (1 Jan 08 - 10 Oct 08) Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan Krisis keuangan di AS yang merambah ke beberapa mengurangi volume penjualan saham di pasar modal negara lainnya juga akan mengancam perdagangan beIndonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan berapa produk ekspor Indonesia di pasar AS, Jepang, Indonesia yang menginvetasikan dananya di instrumen dan kawasan Uni Eropa yang telah berlangsung sejak investasi lembaga keuangan di AS juga mendapat im- lama. Hal ini sangat berbahaya mengingat produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara bas atas kejatuhan nilai saham tersebut.

Memahami Krisis Keuangan Global

33

tersebut, sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negaranegara Asia dan emerging market lainnya. Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Jan- 10 Oktober 2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina (16%) dan juga Thailand (17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih terjaga menghadapi krisis ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi-

institusi keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers. Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain; • Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas, dan melemahnya pertumbuhan sumber dana. • Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap berbagai institusi keuangan yang ada. • Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas aset-aset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu. • Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkrutan berbagai institusi keuangan

global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability perusahaanperusahaan besar di Indonesia. Akibatnya, pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan dana). • Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang. • Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup defisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia. Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar ne geri hanya 10 persen dari total produk domestik bruto

(PDB). Pasar ekspor utama Indonesia adalah Jepang dan Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan sektor riil.

Memahami Krisis Keuangan Global

BAB IV

MENYELAMATKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Sepuluh Arahan Presiden

36

Untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan global, pada tanggal 6 Oktober 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan kepada jajaran Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan para pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Arahan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan kestabilan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Arahan 1. Semua kalangan harus tetap optimis, dan bersinergi untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi dan mengelola serta mengatasi dampak krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat. Oleh sebab itu, kita semua tidak boleh panik dan harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat. Pemerintah mengimbau masyarakat agar lebih tenang dan lebih rasional menghadapi dampak krisis ekonomi di AS. Perekonomian Indonesia pasti akan terkena imbas dari dampak krisis ekonomi AS, dan hal ini harus disikapi dengan tetap bersinergi dalam mengambil keputusan dan tindakan-tindakan yang

diperlukan. Krisis yang dihadapi saat ini sangat berbeda dengan krisis tahun 1997/1998. Beberapa persoalan fundamental perekonomian, faktor pemburuk, dan isu-isu non ekonomi yang membuat krisis 1997/1998 sangat parah antara lain : Pertama, penyebab utama krisis ekonomi 1997/1998 adalah Asia --bukan Indonesia--. Saat itu, fundamental ekonomi Indonesia sedang lemah. Pada saat yang bersamaan terjadi kepanikan pasar, sementara kebijakan ekonomi dan politik cenderung tidak konsisten sehingga tidak dapat dengan cepat mengatasi dampak yang terjadi. Kedua, krisis ekonomi 1997/1998 diperparah karena missgovernment saat itu. Antisipasi krisis 1997/1998 tidak terkoordinasi dengan baik, yang mengakibatkan krisis menjadi berkepanjangan. Untuk menghindari hal tersebut terulang kembali, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengumpulkan seluruh instansi terkait untuk mendiskusikan tindakan antisipasi yang harus dilakukan. Ketiga, terjadinya political crisis atau political tran-

Memahami Krisis Keuangan Global

37

sision selama tiga tahun berturut-turut, sejak bubarnya pemerintahan di bawah Presiden Soeharto. Kondisi sosial politik yang terjadi saat itu sangat mempengaruhi situasi dan ketahanan perekonomian Indonesia. Berbeda dengan kondisi kondisi politik dan pemerintahan saat ini yang jauh lebih stabil. Keempat, krisis ini sedikit banyak dipengaruhi karena adanya insecurity of the ethnic chinese, di mana kaum Tionghoa ini mendapatkan perlakuan yang berbeda. Berbeda dengan kondisi saat ini, pemerintah telah menerbitkan peraturan pemerintah untuk menghilangkan diskriminasi terhadap golongan tertentu, sehingga meningkatkan confidence building di dalam masyarakat yang pluralis. Kelima, saat itu harga minyak mentah dunia jatuh hingga 20 dollar AS per barel. Kini, harga minyak jauh lebih baik berkisar USD 88-100-an per barel. Dengan demikian, secara keseluruhan kondisi bangsa Indonesia lebih baik untuk menghadapi dampak krisis keuangan global. Apalagi, saat ini kondisi pemerintahan kita jauh lebih stabil dan pembangunan infrastruktur

bisa lebih memikat investor asing. Di sisi lain, struktur ekonomi Indonesia tidak hanya bertumpu kepada sektor industri saja, tetapi juga mengandalkan penerimaan dalam negeri dan berbagai sektor unggulan, seperti sektor pertanian yang cukup menjanjikan. Kondisi perbankan dalam negeri saat ini cukup optimis. Hal itu dapat dilihat melalui beberapa indikator, antara lain: tingkat rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sampai Agustus 2008 sebesar 16 persen, jauh di atas batas minimal 8 persen. Sedangkan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) mencapai 3,95 persen. Proses recovery setelah krisis 1997/1998 berjalan dengan baik, bahkan pada tahun-tahun terakhir tandatanda perbaikan tersebut mulai dapat dirasakan. Untuk itu Presiden meminta seluruh bangsa Indonesia untuk memelihara momentum kebangkitan ekonomi nasional yang sudah dilakukan selama ini.

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

38

Arahan 2. Dengan kebijakan dan tindakan yang tepat, serta dengan kerja keras dan upaya maksimal, nilai pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan sebesar 6 persen. Komponen yang perlu dijaga antara lain: konsumsi, belanja pemerintah, investasi, ekspor, dan impor. Tindakan yang perlu dilakukan adalah pemanfaatan perekonomian domestik dan mengambil pelajaran dari krisis 1998, di mana sabuk pengaman perekonomian domestik adalah sektor UMKM, pertanian, dan sektor informal. Ekonomi Indonesia pada beberapa tahun terakhir telah mengalami perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan di atas 6 persen selama beberapa tahun terakhir. Dampak krisis keuangan global tentunya akan mempengaruhi target ekspor. Namun, diharapkan angka angka penurunannya tidak terlalu besar. Untuk itu pemerintah masih akan membahas target ekspor tahun 2010 dan nilai pertumbuhan ekonomi. Nilai pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan tidak turun dari angka 6 persen agar penyerapan ten-

aga kerja tetap terjamin. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi diangka 6 persen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu menjaga tingkat konsumsi dengan menjaga produksi, meningkatkan investasi, dan menjaga kinerja ekspor agar bisa terus meningkat. Membaiknya iklim investasi juga terlihat dari peningkatan permintaan dari berbagai barang impor, khususnya capital goods dan raw material. Permintaan imported capital goods sampai dengan Agustus 2008 mencapai USD11,62 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2007 sebesar USD6,62 miliar. Hal yang sama juga terjadi pada permintaan imported raw material yang sampai Agustus 2008 mencapai USD60,9 miliar, lebih besar dibanding periode yang sama tahun 2007 yang baru mencapai USD34,29 miliar. Peningkatan penjualan berbagai barang konsumsi juga menunjukkan tren kepercayaan konsumen yang masih sangat kuat. Belajar dari penanggulangan krisis 1997/1998, untuk mengamankan tingkat pertumbuhan ekonomi dilakukan pemberdayaan sektor UMKM, pertanian, dan sektor in-

18,0% 16,0% 14,0% 12,0% 10,0% 8,0% 6,0% 4,0% 2,0% 0,0%

Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan 6,3% 5,7%

6,3%

6,2%

6,0%

5,5%

5,0% 5,0% 4,0% 3,0% 2004 GDP

2005

2006

Konsumsi RT

Perkembangan Investasi

PDB 7,0%

2007 PMTB

2008*

2009*

Triliun Rp

Kons RT, PMTB, Ekspor

Memahami Krisis Keuangan Global

39

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA DALAM JALUR DIATAS 6 persen DENGAN FOKUS KEBIJAKAN 2008-2009 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0

Ekspor Barang dan Jasa

Fokus 1: Stabilisasi Perekonomian untuk menekan tingkat Inflasi Fokus 2: Perbaikan Efektifitas Anggaran Fokus 3: Reformasi Ekonomi - Perbaikan Iklim Investasi - Reformasi sektor keuangan dan Restrukturisasi BUMN - Ketahanan Energi - Sumber Daya Alam, lingkungan dan Pertanian - Penguatan UMKM

4,50 4,25 4,00 3,75

2005

2006

PMA/PMDN Belanja Modal Pemerintah Laba Ditahan Lainnya



2007

2008

2009

3,50

Capex BUMN Kredit Perbankan Pasar Modal ICOR

- Percepatan Pembangunan Infratruktur (termasuk PPP) - Reformasi bidang Ketenagakerjaan - Penyiapan Pelaksanaan

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

40

formal. Dengan menggenjot perekonomian sektor padat karya tersebut, secara tidak langsung akan menyerap tenaga kerja lebih banyak dan meningkatkan daya beli masyarakat. Sektor UMKM merupakan sokoguru perekonomian Indonesia. Sejak tahun 1997 hingga 2006, jumlah usaha dengan skala UMKM mencapai sekitar 91,6 persen dari keseluruhan jumlah unit usaha di Indonesia. Sumbangan UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54 persen hingga 57 persen. Di lain pihak, rencana pemerintah mengkompensasi penurunan devisa dari ekspor komoditas primer kepada industri jasa tenaga kerja dan pariwisata sangat memungkinkan. Mengingat pasar sektor tersebut masih terbuka dan tidak bergantung pada beberapa negara tertentu sebagaimana ekspor. Kontribusi domestik dari penerimaan TKI dan sektor pariwisata pun cukup besar. Arahan 3. Optimasi APBN 2009 untuk memacu pertumbuhan dan membangun social safety net. Halhal yang harus diperhatikan yaitu:



- penyediaan infrastruktur dan stimulasi pertumbuhan - alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan tetap menjadi prioritas - defisit anggaran harus “tepat” dan “rasional” atau tidak mengganggu pencapaian sasaran “kembar” (growth with equity)

Pemerintah akan memantau defisit APBN sekaligus memantau penggunaan anggaran kementerian dan lembaga. Pengeringan likuditas global jelas mempengaruhi pembiayaan defisit APBN yang berasal dari pasar. Tahun ini pemerintah cukup yakin untuk tidak menutup defisit APBN dengan penerbitan surat utang baru, meskipun diperkirakan defisit anggaran bisa mencapai Rp60,5 triliun. Untuk menutup defisit anggaran tahun depan, yang ditargetkan 1,5 persen, pemerintah akan mencari sumber-sumber pembiayaan lainnya. Arahan 4. Dunia usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak, agar penerimaan negara tetap ter-

Memahami Krisis Keuangan Global

41

PERBAIKAN KEMUDAHAN BERUSAHA

Peringkat Kemudahan Berusaha

Survey tahun 2007 (Doing Business 2008, IFC)

Indonesia 2006 2007

Peringkat (dari 178 Negara) 133 123

Fokus perbaikan kemudahan berusaha, diantaranya: - Percepatan Pendirian Usaha - Kemudahan Pendaftaran Tanah - Kemudahan Pembayaran Pajak - Kemudahan Akses Memperoleh Kredit - Pengurangan Hambatan Perdagangan

Contoh Kongkrit Percepatan Pendirian PT

Studi IFC dan LPEM (2007)

Hasil Monitoring Sisminbakum (Juni 2008)

> 30 Hari

(95 persen dari aplikasi diselesaikan 7 hari)

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

42

jaga dan pengangguran tidak bertambah. Meskipun ekspansi usaha bisa berkurang akibat krisis yang terjadi namun pemerintah berharap kalangan swasta lebih adaptif dan terus mempertahankan kinerja, dengan tetap mencari peluang dan share the hardshift. Bank Indonesia dengan jajaran perbankan diharapkan terus mengembangkan kebijakan agar kredit dan likuiditas tersedia. Sementara, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan regulasi iklim dan insentif. Arahan 5. Semua pihak agar cerdas menangkap peluang untuk melakukan perdagangan dan kerjasama ekonomi dengan negara sahabat. Diperkirakan ekonomi Asia akan tetap baik, terutama China. Meskipun pasar di AS dan Eropa akan lebih tertutup dan melemah untuk ekspor produk Indonesia. Untuk tetap mempertahankan neraca ekspor, pemerintah akan mengalihkan ekspor yang tidak terserap di AS ke sejumlah negara yang tidak terkena imbas krisis keuangan. Pasar yang diperkirakan masih mengalami pertum-

buhan yang baik diantaranya China, Korea, Taiwan, dan India. Selain itu, peluang pasar baru yang mungkin dapat ditembus antara lain: Brasil (Amerika Latin), Timur Tengah, dan Rusia, karena mereka memiliki kekayaan alam yang masih besar sehingga tidak terlalu terkena dampak krisis. Khusus untuk Brasil, produk ekspor potensial adalah barang-barang konsumsi, bangunan, dan juga beberapa produk pertanian, misalya karet. Sementara untuk Timur Tengah, karena sedang ada pembangunan besar-besaran, maka barang yang dapat ditawarkan adalah bahan bangunan, cendera mata, perabotan, dan barang-barang konsumsi. Produk ekspor konsumtif seperti peralatan rumah, keramik, dan tekstil, diperkirakan akan mengalami penurunan permintaan di Amerika Serikat. Namun, awal tahun depan penurunan itu akan semakin besar dan tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja, tetapi juga di Eropa. Oleh karena itu, Indonesia harus mencari pangsa pasar baru seperti pasar Asia. Ekspansi pasar itu akan lebih menstabilkan perekonomian dan perdagangan Indonesia.

Memahami Krisis Keuangan Global

43

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah akan meningkatkan hubungan bilateral dengan negara yang memiliki pangsa pasar berpotensial. Selain itu, pemerintah berharap perundingan World Trade Organization (WTO) dapat dirampungkan akhir tahun ini. Sebagai mekanisme multilateral, kesepakatan WTO dapat mendorong semua negara anggotanya untuk menurunkan tarif dan standar mutu barang impor di negara masing-masing. Hal Iitu merupakan salah satu harapan pemerintah dalam dua tiga bulan ke depan. Arahan 6. Galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat. Menteri terkait diimbau untuk memberikan insentif/ disinsentif agar masyarakat Indonesia tetap menggunakan produksi dalam negeri serta mencegah dumping barang luar negeri ke pasar dalam negeri. Presiden juga menginstruksikan kepada jajaran pemerintah agar dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah (procurement) lebih mengutamakan produk industri nasional.

Resesi global akan membuat harga bahan baku turun sehingga biaya produksi pun akan turun. Nantinya produk lokal dapat bersaing dengan produk impor dan harga terjangkau oleh pasar domestik. Oleh karena itu, pemerintah mulai melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya produk luar melalui pembatasan laju impor. Bila pemerintah tidak memproteksi pasar domestik, maka produk Indonesia semakin tergeser dan jumlah produksi diperkirakan akan turun. Hal itu akan berdampak pada pemutusan kerja di pihak industri. Di sisi lain, pemerintah mengintensifkan pengawasan atas barang impor, terutama barang-barang konsumsi untuk mencegah pengalihan ekspor yang batal masuk ke Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Jepang akibat krisis keuangan di AS telah membawa pelemahan ekonomi Amerika dan negara-negara maju lainnya. Negara-negara tertentu yang selama ini memiliki pasar ekspor besar di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, ada kemungkinan mengalihkan pasarnya ke Indonesia. Untuk mencegah terjadinya penyelundupan maupun politik dumping, pemerintah akan memperkuat

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

44

pengamanan pasar dalam negeri dan menstimulasi pasar dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan penutupan pelabuhan-pelabuhan gelap, yang sering digunakan sebagai sarana penyelundupan barang ilegal, serta memperketat pengawasan bongkar muat barang di pelabuhan dan sepanjang pantai Indonesia. Untuk memanfaatkan momentum, pemerintah juga akan memperkuat daya saing ekspor dengan mengurangi ekonomi biaya tinggi. Upaya ini mencakup penurunan biaya dan waktu untuk transaksi bisnis melalui National Single Window, penurunan biaya THC (Terminal Handling Cost), pengurangan aspek macet di jalan dan pelabuhan serta pembuatan blue print sistem logistik. Sementara itu, pemerintah juga akan meningkatkan upaya diversifikasi pasar, baik produk maupun negara; penajaman insentif fiskal dan non fiskal kepada industri; menekan biaya infrastruktur pelabuhan serta biaya energi listrik; meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri.

Arahan 7. Memperkokoh sinergi dan kemitraan (partnership) pemerintah dengan perbankan dan dunia usaha. Pemerintah melalui Bank Indonesia akan menempuh beberapa langkah, yaitu memperkuat likuiditas sektor perbankan, menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang sesuai untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan yang berkaitan dengan neraca pembayaran. Antisipasi dari pengeringan likuiditas global perlu dijaga dengan memperkuat sektor perbankan, pertumbuhan kredit dijaga pada tingkat yang tetap dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga akan memantau penggunaan anggaran kementerian dan lembaga negara dan mencarikan pembiayaan defisit APBN dari sumber non pasar, seperti sumber-sumber pembiayaan lainnya. Arahan 8. Semua kalangan diminta menghindari sikap egosektoral dan memandang remeh masalah. Presiden menegaskan pentingnya kerjasama yang terkoordinir antar instansi terkait.

Memahami Krisis Keuangan Global

45

Konflik yang tidak terselesaikan antar lembaga tidak saja memalukan di mata masyarakat, akan tetapi juga akan menghambat momentum pertumbuhan yang sudah tercapai. Hasil kinerja tidak akan optimal akibat rusaknya kepercayaan masyarakat. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelesaian masalah yang ada, diharapkan setiap solusi tidak didasarkan pada kepentingan golongan/lembaga tertentu. Oleh karena itu, sangat penting melakukan kerjasama dan penguatan institusi secara terus menerus. Untuk menghadapi dampak krisis keuangan global ini, Presiden meminta agar semua pihak menghindari sikap egosektoral dan menghadapi masalah ekonomi ini dengan mengedepankan kerjasama antar instansi terkait. Arahan 9. Mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan golongan dan pribadi. Berkaitan dengan tahun 2008 dan 2009 yang merupakan tahun politik dan tahun Pemilu, maka Presiden meminta semua kalangan untuk melakukan langkah

dan kebijakan bagi kepentingan rakyat. Pemerintah, Bank Indonesia, DPR, DPD, dunia usaha, dan pelaku lainnya diharapkan dapat berperan secara positif dan konstruktif dalam menghadapi dan mengatasi dampak krisis keuangan global. Arahan 10. Semua pihak diminta melakukan komunikasi dengan tepat dan bijak kepada rakyat. Presiden meminta semua pihak untuk melakukan komunikasi sejujurnya kepada masyarakat. Memberikan bukti nyata tentang apa saja yang sudah dijanjikan kepada masyarakat serta menunjukkan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan. Namun, informasi tersebut harus tetap positif dan optimistis sehingga tidak menimbulkan kepanikan dalam masyarakat. Untuk itu pemerintah akan terus memantau dampak krisis global ini dan memberikan informasi perkembangan perekonomian beserta dengan solusi kebijakan yang akan diambil bersama. Terhadap pihak-pihak yang tidak berwenang diharapkan tidak memberikan pernyataan yang tidak

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

perlu di luar kewenangannya. Di sinilah peran pers dan media massa sangat penting dalam menyebarkan sekaligus menyaring informasi yang akan dipublikasikan.

46

Langkah Kebijakan Sebagai implementasi Sepuluh Arahan Presiden, beberapa langkah kebijakan telah diambil untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak krisis keuangan global. Rangkuman langkah tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: Kepastian Hukum dan Jaminan Investasi Mengacu pada krisis ekonomi tahun 1998 langkahlangkah prioritas yang dilakukan pemerintah antara lain: mengutamakan proteksi rakyat kecil, memastikan ketersediaan kebutuhan sehari-hari, biaya kesehatan, pendidikan dan layanan publik lainnya agar tidak mengalami gangguan. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan beberapa insentif untuk memastikan sektor riil terus bergerak. Sekalipun gejolak pasar saham dan fiskal banyak

dipengaruhi oleh hal-hal di luar jangkauan pemerintah, karena harus tunduk pada hukum global. Perkuat dan Jaga Ketahanan Sektor Riil Langkah kebijakan pemerintah untuk menjaga agar perekonomian tetap stabil di tengah krisis antara lain dengan mendorong kinerja melalui pemberian insentif dan disinsentif. Pemerintah akan menerapkan insentif ekspor berupa perbaikan iklim dan pengurangan biaya transaksi ekspor. Kebijakan itu dibuat untuk mencegah imbas krisis keuangan global. Selain itu pemerintah juga akan merestitusi pajak penjualan dan bea masuk termasuk strategi ekspansi ke pasar baru dan mengamankan dari produk ilegal. PP No 1/2007 tentang insentif pajak bagi usaha dan daerah tertentu akan diimplementasikan. Paket kebijakan ekonomi melalui Inpres 5/2008 juga terus dijalankan. Pemerintah terus berupaya menarik penanam modal luar negeri maupun domestik untuk tetap menanamkan modalnya di sektor riil. Beberapa langkah yang dilakukan diantaranmya perbaikan masalah yang dikeluhkan

Memahami Krisis Keuangan Global

47

investor, dan pengendalian impor barang yang bersifat konsumtif melalui peningkatan pengadaan dalam negeri. Untuk dapat meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia di sektor riil, Pemerintah mendorong sektor swasta untuk meningkatkan pertumbuhan usaha berbasis industri manufaktur sehingga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun basis industri manufaktur yang didorong pertumbuhannya oleh pemerintah adalah: 1. Tekstil dan Produk Tekstil 2. Alas Kaki 3. Keramik 4. Elektronika Konsumsi 5. Pulp dan Kertas 6. Petrokimia 7. Semen 8. Baja 9. Mesin Listrik & Alat Listrik 10. Alat Pertanian 11. Peralatan Pabrik

Pemerintah juga melindungi industri dalam negeri dari membanjirnya produk luar dengan membatasi laju impor serta meningkatkan pengamanan pasar domestik dari produk impor ilegal atau politik dumping. Pemerintah juga akan melakukan penutupan pelabuhan-pelabuhan gelap, yang sering digunakan sebagai sarana penyelundupan barang ilegal, serta memperketat pengawasan bongkar muat barang di pelabuhan dan sepanjang pantai Indonesia. Dalam menghadapi krisis keuangan global ini, pemerintah juga memberikan perhatian khusus kepada Industri Kecil dan Menengah (IKM), untuk menjaga tetap tersedia lapangan kerja bagi masyarakat pedesaan. Dalam sektor UKM, pemerintah terus memastikan kelangsungan progran kredit untuk rakyat dan berbagai program fasilitasi UKM lainnya. KUKM perlu ditingkatkan karena, sektor KUKM Indonesia ditunjang oleh 48,9 juta unit usaha yang tersebar hamper merata di seluruh wilayah Indonesia. Kontribusi bagi Kontribusi KUKM terhadap PDB sebesar Rp 1.778 triliun (53,3 persen) dan menyerap

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

48

tenaga kerja 96 persen. Pemerintah juga mendukung usaha peningkatan hasil komoditi di beberapa sektor usaha. Di sektor pertanian yang mendapat perhatian khusus terhadap pengembangan budidaya udang, kerang, kopi, coklat, ikan segar, dan daging. Sementara, dalam sektor industri terdapat minyak nabati, getah karet alam, kertas dan kertas koran, serta barang tembaga. Dalam RJPM 2004 -2009, pemerintah memberikan perhatian khusus untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia. Ini terlihat dari pendapatan sektor pertanian terus meningkat.

Upaya tersebut diantaranya adalah : 1. Antisipasi pengeringan likuiditas global dengan memperkuat sektor perbankan, pertumbuhan kredit dijaga pada level yang tetap mampu mendukung pertumbuhan ekonomi. 2. Pencarian pembiayaan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara dari sumber nonpasar dan sumber-sumber pembiayaan lainnya, karena pembiayaan melalui penerbitan surat utang makin sulit dilakukan. 3. Pemantauan neraca pembayaran dengan menjaga momentum arus modal ke dalam negeri. 4. Pemantauan penggunaan anggaran kementerian dan lembaga negara.

Stabilisasi Moneter Pemerintah melalui Bank Indonesia akan menempuh beberapa langkah, yaitu memperkuat likuiditas sektor perbankan, menjaga pertumbuhan kredit pada tingkat yang sesuai untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi, dan mengambil kebijakan neraca pembayaran.

Berkaitan dengan pengeringan likuiditas di pasar keuangan dan perbankan, BI menyederhanakan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk menambah kepercayaan diri bank terhadap kondisi likuiditas perbankan yang melemah akibat krisis keuangan global. Giro Wajib Minimum (statutory reserve) adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank da-

Memahami Krisis Keuangan Global

49

lam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. Langkah lain yang ditempuh Bank Indonesia diantaranya adalah membuka ruang untuk repo Surat Utang Negara (SUN) atau SBI yang diperpanjang masa berlakunya hingga tiga bulan. Untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan 2009, Bank Indonesia memastikan bahwa inflasi tahun 2009 terkendali pada kisaran 6,5-7,5 persen. Dengan pertimbangan tetap mewaspadai gejolak yang terjadi saat ini dan tetap fokus menjaga nilai rupiah yang tercermin dari inflasi dan nilai tukar. BI Rate disesuaikan menjadi 9,5 persen agar suku bunga riil tetap terjaga pada kisaran 2-2,5 persen. Dalam jangka pendek, kenaikan BI Rate ditujukan untuk menurunkan ekspektasi inflasi pelaku pasar. Ekspektasi inflasi yang tinggi telah membuat nilai tukar jatuh melewati batas psikologis Rp9.500 per dollar AS. Padahal, inflasi tinggi amat berbahaya, dapat menurunkan nilai aset yang dimiliki masyarakat golongan bawah.

Kebijakan Moneter yang Dikeluarkan Untuk menjaga stabilisitas keuangan pemerintah menambahkan kreteria menyangkut perubahan nilai simpanan yang dijamin pemerintah melalui UU No. 24/2004 tentang LPS. Melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pemerintah menaikkan nilai penjaminan nasabah dalam satu bank, dari Rp100 juta menjadi Rp2 miliar. Kenaikan ini mencapai 20 kali lipat dari nilai penjaminan sebelumnya. Dengan kebijakan ini persentase nasabah yang dijamin bertambah dari 95 persen menjadi 97 persen, atau 78,6 juta dari total nasabah yang kini berjumlah 81 juta orang. Melalui kenaikan jaminan pinjaman ini, pemerintah menegasakan agar masyarakat tidak tidak khawatir dananya akan hilang. Belajar dari persetujuan paket penyehatan sektor keuangan di AS, diharapkan agar dilakukan kordinasi antara lembaga eksekutif dan legislatif sedini mungkin, sehingga dalam situasi darurat dapat di maklumi, bahwa eksekutif akan mengambil langkah-langkah kontigensi yang dibutuhkan melalui penerbitan Perpu.

MENYELAMATKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

50

Perpu tersebut dikeluarkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Bagaimanapun krisis keuangan global yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan di beberapa negara, termasuk Indonesia. Adapun Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang dan langkah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah: 1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 3 Tahun /2004 tentang Bank Indonesia Selain Perppu mengenai penjaminan simpanan nasabah, pemerintah juga menerapkan UU No.3/2004 tentang BI. Regulasi tersebut sebagai langkah untuk menjaga ketersediaan likuiditas perbankan dalam kondisi darurat. Bank Indonesia melonggarkan regulasi dimana portofolio kredit bisa di agunkan guna mendapatkan pinjaman BI. Perppu ini mengatur perluasan jenis asset yang dapat diagunkan bank untuk memperoleh fasilitas penda-

naan jangka pendek dari Bank Sentral. Bank yang kekeriangan likuiditas, tetapi tidak memiliki aset berkualitas dan likuid seperti Sertifikat Bank Indonesia atau surat utang negara kini dapat mengagunkan aset kredit dengan kolektibilitas lancar. 2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Perpu Nomor 3/2008 mengatur kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar dapat mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berkaitan dengan JPSK, dibentuk pula Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang didukung oleh sekretariat. KSSK bertugas diantaranya untuk menetapkan kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan dan melakukan koordinasi dengan berbagai otoritas dalam pelaksanaannya.

Memahami Krisis Keuangan Global

51

3. Perpu Nomor 4/2008 tentang JPSK Perpu No 4/2008 berisi tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). JPSK merupakan suatu mekanisme pengamanan sistem keuangan dari ancaman krisis yang mencakup pencegahan dan penanganan krisis. Secara umum JPSK ditujukan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan dan sistem pembayaran, penyediaan fasilitas pembiyaan jangka pendek, program penjaminan simpanan, serta pencegahan dan penanganan krisis. Namun demikian, mengingat pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan telah diatur dalam Undang-Undang terkait dengan Lembaga Keuangan, pengaturan tentang sistem pembayaran dan penyediaan fasilitas pembiayaan jangka pendek telah diatur dalam UU BI dan Perpu BI, serta program penjaminan simpanan telah diatur dalam UU LPS dan Perpu LPS, maka ruang lingkup Perpu ini hanya meliputi tindakan pencegahan dan penanganan Krisis.

4. Percepatan Perumusan RUU Financial Safety Net Bank Indonesia dan pemerintah, termasuk peranan lembaga penjaminan simpanan juga memperkuat protokol implementasi financial safety-net. Dalam perannya sebagai lender of the last resort dengan tetap memperhatikan aspek governance, sehingga terdapat mekanisme yang semakin tajam apabila terjadi krisis likuiditas perbankan dan obligasi. Pemerintah bersama DPR akan berupaya mempercepat pembahasan RUU financial safety-net terkait mekanisme bersama jika terjadi krisis di sektor financial. Rancangan Undang-Undang Financial Safety Net atau Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) merupakan suatu dasar hukum untuk mengantisipasi ketahanan sistem keuangan. RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan merupakan payung hukum bagi otoritas, pemerintah dan Bank Indonesia, ketika harus mengambil tindakan emergency dalam rangka menyelamatkan perekonomian nasional. Saat ini draft Rancangan Undang-Undang JPSK sedang disiapkan oleh BI dan pemerintah.



80

19

70

18 17 16

50

15 40

14

30

13

20

12

10

11 2004

2005

2006

Belanja Kemiskinan

2007

2008

2009

% Penduduk Miskin

(Persen)

(triliun Rp)

60

52

Tujuan dibentuknya financial safety net adalah agar tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik serta pemberian fasilitas pembiayaan darurat bersumber pada pendanaan yang berasal dari APBN lebih jelas dan baku.

PENINGKATAN BELANJA PENANGGULANGAN KEMISKINAN DIIKUTI DENGAN PENURUNAN PENDUDUK MISKIN

5. Program Jaring Pengaman Sosial Untuk meminimalisir dampak keuangan global tersebut pada rakyat kecil pemerintah akan tetap melaksanakan program jaring pengaman sosial yang tidak konsumtif sehingga mampu menciptakan lapangan kerja. Program tersebut antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Pemberdayaan Sosial melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Cacat, Subsidi Raskin, BOS dan Askeskin, Program Kredit Usaha Rakyat dan Program Penjaminan UKM, Subsidi Bunga RSS dan Rusunami, serta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Upaya lain adalah dengan menjaga stabilitas harga pangan dan energi. Anggaran untuk Program Pengentasan Kemiskinan

Memahami Krisis Keuangan Global

53

dalam APBN dari tahun ke tahun selalu meningkat. Pada Tahun 2009, sasaran persentase penduduk miskin akan turun signifikan (12 persen – 14 persen) dengan dukungan anggaran hampir Rp70 Triliun (PNPM, BOS, Jamkesmas, BLT, PKH, Program K/L lainnya)

54

Memahami Krisis Keuangan Global

55

PENUTUP Pelihara Momentum Pertumbuhan, Selamatkan Perekonomian dari Krisis Keuangan Global

Tahun 2005 sesungguhnya Indonesia mengalami permasalahan. Kurs terguncang, saham, devisa, tetapi dengan cekatan pemerintah dan semua pihak mengambil langkah antisipasi. Guna berkelit dari krisis dibutuhkan kejelian dan kecerdasan untuk menangkap peluang. Konsekuensi logis dari krisis global yang bermula di Amerika Serikat akan membuat pasar di Amerika dan Eropa akan lebih tertutup. Oleh karena itu, diperlukan kecerdasan untuk mencari peluang sasaran ekspor lain atau membuat produk ekspor yang lebih kompetitif dibandingkan produk negara-negara lain. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menyiapkan

benteng berlapis untuk memperkuat posisi industri keuangan Indonsia dalam menghadapi situasi krisis sekarang ini. Pertama, Pemerintah dan BI berupaya mengantisipasi dampak krisis keuangan global terhadap nasabah perbankan melalui penaikan batas maksimum nilai simpanan yang berhak ikut program penjaminan dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang/ Perpu. Kedua, pemerintah menerbitkan Perpu tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Hal itu dilakukan untuk memberikan dasar hukum bagi pemerintah, BI dan LPS dalam melakukan reaksi secara cepat andai saja krisis keuangan merebak.

Ketiga, masih berkaitan dengan pengamanan bank. BI akan mengizinkan bank memindahkan portofolio Surat Utang Negara (SUN) dari kategori diperdagangkan ke kategori dimiliki sampai jatuh tempo. Aturan ini jelas mengamankan perbankan dari kerugian karena ada penurunan nilai surat utang di pasar. Selain itu, keempat, BI menurunkan setoran Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, dari total 9,08 persen menjadi 7,5 persen. Kelima, pemerintah meminta BUMN yang memiliki finansial kuat untuk membeli kembali sahamnya. Keenam, pemerintah akan menjaga likuiditas keuangan domestik melalui belanja anggaran pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa kewajiban pemerintah mengeluarkan regulasi, iklim dan insentif agar sektor riil tetap bergerak. Kita semua memang harus bekerja sama, dan Presiden pun meyakinkan bahwa insyaallah Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi seperti yang terjadi pada 10 tahun yang lalu.

56

57 Memahami Krisis Keuangan Global

TULISAN TERPILIH

Jluntrungan Krisis Subprime di Amerika Serikat

Kalau Langit Masih Kurang Tinggi Oleh : Dahlan Iskan

Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya ‘’menceritakan’’ secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba: Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya. Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat. Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka.

58

Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung. Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak. Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya. Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi? Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang

Memahami Krisis Keuangan Global

59

juga menginginkannya. Mengapa? Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres? Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over. Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan. Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham

juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana. Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi. Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun! Sudah lebih dari 60 tahun cara ‘’membesarkan’’ perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia. Tapi, itu belum cukup. Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized! Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba

yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup. Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya. Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah? Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar? Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ‘’Deregulasi Kontrol Moneter’’. Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel

60

bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian. Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata. Begini ceritanya: Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama). Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun. Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage. Dengan keluarnya ‘’jalan baru’’ pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan

Memahami Krisis Keuangan Global

61

perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait. Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi ‘’jalan baru’’ yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni, tahun 1986. Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu. Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin. Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastis menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus

meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun. Kata ‘’mortgage’’ berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas. Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut. Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers? Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh ‘’para pelaku bisnis keuangan’’ sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba. Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah

naik terus melebihi bunga bank. Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage-kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah. Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras. Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan. Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan ‘’bank jenis lain’’ yang disebut investment banking. Apakah investment banking itu bank? Bukan. Ia perusahaan keuangan yang ‘’hanya mirip’’ bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam ‘’deposito’’ dari para pemilik uang, meminjamkan uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan

62

apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu. Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ‘’personal banking’’. Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidak sanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu. Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamutamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidak menawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow. Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang

Memahami Krisis Keuangan Global

63

bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (subprime) dirangsang untuk minta mortgage. Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan borostidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun. Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran. Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya. Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah,

kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar. Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua. Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi? Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan negara Indo-

nesia dijadikan satu. Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang ‘’menabung’’-kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu. Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok. Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasaraksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*) Sumber : Jawa Pos, Selasa, 09 Oktober 2008

64

Memahami Krisis Keuangan Global

65

Meletusnya Gelembung Hampa Oleh A Tony Prasetiantono

Bencana ekonomi atau economic disaster itu akhirnya datang juga. Sebenarnya banyak pihak sudah meramalkan, laju akselerasi sektor finansial Amerika Serikat suatu saat akan terkoreksi akibat ”perekonomian gelembung sabun” atau bubble economy yang dianggap sudah berlebihan. Sektor finansial sudah berkembang sedemikian rupa sehingga jauh meninggalkan sektor riil. Masalahnya, kapan dan bagaimana economic bubble AS akan terkoreksi? Hari-hari ini kita menyaksikan, akhirnya gelembung sabun itu meletus dan menyeret perekonomian ke jurang resesi. Masih adakah sekeping asa bahwa resesi tidak kian berlarut-larut? Gelembung hampa Seberapa besar gelembung ini—untuk ilustrasi—gaji seorang CEO (chief executive officer) sebuah perusahaan hedge fund dilaporkan bisa mencapai dua miliar dollar AS setahun. Anda tidak sedang salah baca, gaji itu setara dengan Rp 19

triliun! Bagaimana kita menjelaskan fenomena ini? Adilkah ini Konon, angka itu diperoleh dari proses bekerjanya ”mekanisme pasar”. Seorang fund manager dianggap ”berprestasi” karena berhasil melakukan leverage, alias ”membiakkan” uang. Celakanya, pembiakan uang itu tidak selalu bisa dikaitkan dengan kinerja fundamental perusahaan. Harga saham bisa naik drastis hanya karena tertiup sentimen positif. Harga saham di Wall Street sering melonjak sedemikian rupa (bullish) secara mendadak, padahal tak ada perubahan signifikan dalam laporan keuangan. Semuanya serba instan, serba mudah, sehingga menyerupai busa sabun yang cepat membesar, tetapi ia tidak memiliki volume. Isinya kosong, hampa, dan semu. Bursa sabun yang terus membesar itu diyakini bersifat semu se-hingga suatu saat akan terkoreksi. Cepat atau lambat. Tak mungkin ia terus menggelembung tanpa batas. Ini bukan fenomena the sky is the limit. Dalam batas tertentu,

gelembung itu akan meletus, mengempis, selanjutnya perekonomian akan bergerak mendatar, tak lagi mengalami akselerasi. Jepang lebih dulu mengalaminya pada dasawarsa 1990an, saat beberapa bank mengalami krisis sehingga harus dimerger atau direkapitalisasi. Sejak itu, perekonomian Jepang cenderung mendatar (mengalami leveling-off). Dalam kasus economic bubble AS, tanda-tanda koreksi itu mulai tampak saat harga minyak dunia mulai naik dari 30 dollar AS menjadi 70 dollar AS per barrel sejak Juli 2005, disusul krisis subprime mortgage (Juli 2007). Saat harga minyak mencapai 147 dollar AS per barrel (Juli 2008), kita pun kian menyadari, meletusnya gelembung sabun itu sudah dekat, dan proses koreksi sedang dimulai. Namun, harapan masih menggantung bahwa koreksi gelembung sabun masih bisa diusahakan dengan cara semulus mungkin (smooth). Perekonomian AS diharapkan masih bisa menjalani pendaratan lunak (soft landing) dan terhindar dari pendaratan yang sulit (hard landing), atau bahkan mematikan (crash landing). Kenaikan harga minyak bisa diinterpretasikan sebagai bentuk ”perlawanan” sektor nonfinansial, khususnya sektor

66

primer (pertambangan dan pertanian), yang selama ini diperlakukan tidak adil. Harga produk primer jauh ketinggalan daripada ”harga” (tepatnya gain, margin, dan fee) di sektor finansial. Disparitasnya amat lebar. Bayangkan, harga minyak dunia pada 1981 adalah 30-an dollar AS per barrel, dan itu bertahan sampai 25 tahun hingga pertengahan 2005. Padahal, dalam rentang waktu yang sama, sektor finansial mengalami perubahan harga berlipat-lipat. Jika analisis kita bertolak dari perspektif ”ketidakadilan” ini, kita ”bisa memahami”, harga minyak memang perlu mengalami koreksi, sehingga hari ini (7/10/2008) mencapai 90 dollar AS per barrel. Lalu, bagaimana agar koreksi economic bubble bisa berlangsung mulus? Bank Sentral AS (The Fed) pun secara perlahan-lahan menurunkan suku bunga dari level 5,25 persen menjadi 2,0 persen seperti sekarang. Kebijakan gradualism ini dimaksudkan agar tidak membuyarkan bangunan ”istana pasir” sektor finansial yang sudah telanjur menjulang. Rupanya langkah itu belum cukup. Kebangkrutan Lehman Brothers ternyata tidak ditolong pemerintah Federal. Mungkin alasannya agar tidak menyebabkan terjadinya moral hazard, yang terjadi saat sebuah bank investasi bangkrut dan

Memahami Krisis Keuangan Global

67

ditolong pemerintah, akan timbul kesan, bankir boleh berbuat semaunya karena saat bangkrut toh akan ditalangi pemerintah. Selanjutnya, jika pemerintah menalangi semua bank yang bangkrut, bank-bank investasi itu akan menjadi milik pemerintah. Perekonomian yang serba pemerintah (etatisme) ini akan menimbulkan kesan, perekonomian AS sudah beralih ke sosialisme. Itu sebabnya, rencana talangan 700 miliar dollar AS sempat ditentang, sebelum kemudian akhirnya disetujui. Namun, Pemerintah AS, dalam hal ini Menteri Keuangan Henry (Hank) Paulson, tampaknya melakukan blunder. Membiarkan Lehman Brothers bangkrut tanpa dana talangan (meski kemudian raksasa finansial Inggris, Barclays mengambil alih bisnis dan asetnya) terbukti berakibat fatal. Sebagai bank investasi terbesar nomor empat di AS, kebangkrutan Lehman tergolong too big to fail (terlalu berisiko untuk dibangkrutkan). Akibatnya, kepercayaan investor runtuh, yang terefleksikan dengan indeks Dow Jones yang terperosok di bawah 10.000 (7/10/2008), amat jauh di bawah level psikologisnya.

Rupiah melemah Kepanikan kini telanjur menyebar ke mana-mana. Indeks saham di Jakarta hancur-hancuran ke level amat rendah, sekitar 1.600-an. Rupiah juga terpukul hingga menyentuh Rp 9.700/dollar AS. Akibatnya, Bank Indonesia terpaksa menaikkan BI Rate menjadi 9,50 persen. Kebijakan ini memang berbeda arah dibandingkan negara-negara maju. Kawasan Euro, Inggris, dan Australia, misalnya, cenderung menurunkan suku bunga, sebagai benteng pertahanan menghadapi imbas krisis finansial AS. Dasarnya, dengan suku bunga rendah, mata uang mereka yang sebelumnya terlalu kuat bisa terdepresiasi. Selanjutnya, hal ini akan menguntungkan negara-negara itu untuk memperbaiki neraca perdagangannya yang selama ini defisit. Suku bunga rendah juga memungkinkan masyarakat menambah belanjanya serta menggairahkan investasi. Semua ini akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Dengan rupiah yang terus melemah, pilihan kebijakan Bank Indonesia cuma dua, yaitu melakukan intervensi pasar uang dengan menggunakan cadangan devisa atau menaikkan suku bunga? Namun, intervensi pada saat pasar sedang panik, seper-

tinya sia-sia. Itu ibarat menuang air di sumur yang tidak ada dasarnya. Jadi, pilihannya tinggal menaikkan suku bunga. Hanya saja, tampaknya BI Rate 9,25 persen masih terasa konservatif dan agak diragukan bisa menaikkan kurs rupiah ke level di bawah Rp 9.400. Namun, saya masih mencoba berpikiran positif bahwa pelemahan rupiah ini bersifat temporer. Ketika orang mulai menyadari bahwa dana talangan 700 miliar dollar AS dan pembentukan Troubled Asset Relief Programme (TARP)— semacam BPPN versi AS—baru merupakan awal dari proses panjang penyembuhan ekonomi, amat mungkin dollar AS akan kembali melemah. Sebaliknya, rupiah akan menguat. Semoga demikian, karena kita tidak sedang ingin melakukan perjalanan nostalgia ke krisis tahun 1998. A Tony Prasetiantono Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Chief Economist BNI Dalam Kompas - Rabu, 8 Oktober 2008

68

Memahami Krisis Keuangan Global

69

Cito! Cepat Selamatkan Dulu Bank! Oleh : Dahlan Iskan

Tujuh negara industri terbesar dunia berkumpul hari ini untuk mencari jalan keluar dari krisis moneter yang gawat ini. Tapi, para ahli sangat pesimistis mereka bisa menemukan jalan itu. Sudah begitu banyak masing-masing pemerintah menciptakan paket penyelamatan. Semuanya tidak bisa meredam kemerosotan pasar modal. Bagi kita di Indonesia, harapan terbesar adalah jangan sampai unsur-unsur di dalam pemerintah berjalan sendirisendiri. Apalagi bertengkar. Kita semua tahu bahwa jumlah ahli ekonomi kita bukan hanya sangat banyak, tapi juga aliran ekonomi mereka berbeda-beda. Mulai dari yang beraliran konservatif sampai yang populis. Belum lagi yang menganut aliran sempalan. Masing-masing punya dasar pemikiran sendiri, merasa benar sendiri, dan saling bersikukuh mempertahankannya. Dalam suasana krisis seperti ini, satu komando sangat diperlukan. Sampai hari ini, saya cukup bangga karena tidak terjadi perbedaan pendapat di antara elite pemerintah yang

sampai mencuat ke media. Memang ada desas-desus tentang siapa yang menginginkan Bank Indonesia harus segera intervensi (untuk menstabilkan rupiah) dan siapa yang menentang. Tapi, tidak menjadi perang di bawah permukaan –apalagi di atasnya. Politisi juga cukup dewasa untuk tidak menjadikan masalah krisis sebagai bahan mencari popularitas. Sebagian mungkin memang karena tidak paham akar persoalannya yang rumit, sebagian karena rakyat juga sudah sangat dewasa. Politisi yang memanfaatkan krisis ini untuk popularitasnya justru akan dicela rakyat. Saya amati rakyat di semua negara memang sangat kompak untuk membela negara masing-masing, lepas apakah pemerintahnya dari partai yang mereka dukung atau tidak. Hari ini, pemerintah pertama-tama harus kompak dalam menyelamatkan sistem perbankan nasional kita. Nasabah dan rakyat harus ditenangkan dengan policy yang jelas dan tegas. Yang terpenting, antara lain, adalah memberikan penjaminan

deposito dan tabungan masyarakat. Saya percaya penjaminan itu tidak akan berbuntut panjang seperti saat krisis dulu. Sebab, perbankan nasional kita sekarang sudah sangat dewasa. Semua negara melakukan langkah ini meski ahli ekonomi yang menganut aliran konservatif tidak akan setuju. Teoretis, sebenarnya tidak perlu ada rush. Tapi, ketidakpercayaan masyarakat pada sistem keuangan hari-hari ini bisa membuat bank yang lagi bersaing saling menyebarkan isu rush. Yang mula-mula hanya isu bisa terjadi sungguhan. Ini sangat membahayakan sistem perbankan kita. Kalau sistem perbankan ambruk, ekonomi akan runtuh. Rakyat akan sengsara. Nomor satukan penyelamatan perbankan nasional kita. Gunakan semua dana penjaminan yang selama ini dikumpulkan oleh bank di rekening khusus penjaminan itu. Maksimumkan upaya ini, mumpung ini hari Sabtu. Umumkan pagi ini juga bahwa semua deposito dan tabungan dijamin pemerintah. Jangan terlambat! Kita lagi bersaing dengan kecepatan beredarnya SMS dan telepon seluler. Ini persoalan dunia yang kompleksnya bukan main. Perusahaan yang terlibat derivatif lagi bertumbangan. Cobalah kita bayangkan perusahaan yang enam bulan lalu membeli

70

minyak dengan harga USD130 per barel. Tentu, hari ini, perusahaan tersebut belum menerima minyaknya karena dua hal. Pertama, harga itu memang untuk penyerahan minyak enam bulan kemudian. Kedua, tujuan pembeli minyak itu memang bukan untuk memiliki minyak, tapi hanya untuk menjual ”hak” atas minyak itu saja. Yang membeli ”hak” itu pun hanya ingin menjual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Yang sudah dapat harga lebih tinggi itu pun masih ingin menjual lagi ke harga yang lebih tinggi. Begitu seterusnya. Minyak yang mungkin berjumlah 1 juta barel itu seolah-olah sudah menjadi 10 juta barel di pasaran. Triliunan dolar derivatif yang menyangkut minyak ini akan memakan korban luar biasa besar. Sudah akan mengalahkan nilai kredit macet subprime mortgage yang mengawali krisis ini. Seminggu yang lalu, harga minyak tinggal USD100 per barel. Anda bayangkan berapa besar kerugian perusahaan yang membeli minyak dengan harga USD130 itu. Membelinya pasti dengan kredit. Kini, pasti kreditnya macet. Kredit yang macet bukan sebesar harga 1 juta barel, mungkin sampai lebih 10 juta barel. Sebab, minyak tersebut sudah diderivatifkan: future, hedging, option, equity swap, dan seterusnya.

Memahami Krisis Keuangan Global

71

Bahkan, dengan harga minyak kemarin menjadi serendah USD80 per barel, tingkat kemacetan pasti kian luas lagi. Maka, kinilah saatnya harga minyak akan menjadi normal sewajarnya lagi, sekitar USD60 atau USD70 per barel. Kenapa harga ini normal? Sebab, biaya produksi minyak itu hanya sekitar 35 dolar per barel. Ditambah macam-macam, termasuk mahalnya investasi, jatuhnya sekitar USD50 per barel. Maka, laba 30 persen adalah bisnis yang wajar. Tapi, dengan harga minyak USD140 per barel dan dengan biaya produksi yang tetap, bisnis ini bisa mencapai laba 300 persen. Kata ”rakus” saya kira kurang kasar. Tentu ada yang murka. Gambaran seperti itulah yang juga terjadi di bisnis jasa keuangan. Semua pedagang di Pintu Kecil Jakarta atau Kembang Jepun di Surabaya tentu tahu bahwa laba normal bisnis jasa itu sekitar 2,5 persen. Mengapa? Bisnis jasa itu tidak perlu modal besar dan risikonya kecil. Wajar kalau labanya lebih kecil. Yang penting volumenya sangat besar dan perputarannya cepat. Memang sesekali bisnis jasa bisa dapat laba 30 persen, tapi sifatnya harus hanya ”sesekali”. Misalnya kalau pas lagi ada nasib baik. Satu atau dua hari. Setelah itu akan normal lagi ke laba 2,5 persen. Bahkan, kadang, laba 0,5 persen pun sering di-

jalani asal cash flow-nya baik Tapi, coba perhatikan perusahaan-perusahaan jasa keuangan dalam 10 tahun terakhir ini. Labanya bisa 30 persen. Bahkan bisa 60 persen! Ini juga rakus. Total sedunia, laba jasa keuangan ini menguasai 40 persen dari laba seluruh sektor usaha. Sedang sektor industri kurang dari 20 persen. Padahal, laba sektor industrilah yang seharusnya lebih tinggi. Sunnatullah-nya harus begitu. Sebab, di sektor industrilah orang harus benar-benar bekerja: tanam modal, membeli bahan baku, menjual bahan jadi, mengurus buruh, dan seterusnya. Benar-benar bekerja mengeluarkan keringat. Bagaimana bisa laba industri kalah oleh laba sektor jasa? Tentu ada yang murka. Dunia secara alamiah akan kembali ke situasi 12 atau 15 tahun yang lalu. Bagi kita, 12 tahun yang lalu tidak terlalu jelek. Asal sistem perbankan kita diselamatkan lebih dulu! Hari ini juga! Ibarat seorang dokter yang kedatangan pasien gawat, sang dokter akan langsung menulis di resepnya: cito! Bukan main urgennya. Seumpama di apotek ada antrean panjang pun, pemegang resep cito! harus langsung dilayani dulu. (*) Sumber : Jawa Pos, Selasa, 12 Oktober 2008

Benar-Benar Senin yang Melegakan Oleh : Dahlan Iskan

DUA jam kemarin pagi adalah dua jam yang paling menegangkan bagi siapa pun yang tidak menginginkan Indonesia terseret dalam krisis keuangan dunia. Senin kemarin menjadi hari yang penuh harap-harap cemas, karena merupakan hari kerja pertama setelah libur lima hari (bagi bursa saham) dan libur dua hari bagi bank nasional. Sejak malam sebelumnya, dua pertanyaan besar terus mencemaskan: 1). Apakah ketika bank mulai buka pada pukul 08.00 terjadi rush atau tidak? 2). Ketika bursa saham mulai buka, terjadi kemerosotan indeks secara drastis atau tidak? Kalau saja terjadi rush, kacaulah perekonomian kita. Demikian juga, kalau terjadi guncangan besar di lantai bursa, paniklah kita. Dua-duanya sangat melegakan. Begitu melewati pukul 10.00 WIB kemarin semua orang seperti bernapas panjang -lega. Semua bank aman dari gejala rush. Lantai bursa juga hanya turun beberapa puluh poin, lalu menguat di sore hari dan ditutup dengan posisi positif.

72

Pasar saham dan Pasar Tanah Abang ternyata tidak perlu harus dikorbankan salah satunya. Kita harus berterima kasih atas kesigapan dan keseriusan pemerintah menjaga perekonomian dari imbas krisis di Amerika. Saya dengar tim ekonomi, termasuk tim pasar modal, harus sudah bekerja pukul lima pagi dan baru pulang tengah malam. Tapi, memang itulah yang harus dikerjakan agar selamat dari badai. Bahkan, penjaminan terhadap bank jauh melebihi yang diinginkan banyak orang. Saya hanya mengusulkan bahwa yang penting ada. Ini pun sekadar untuk menenteramkan masyarakat. Sebab, jaminan itu pada kenyataannya tidak akan dipakai. Para pengusaha memang minta jaminan sampai Rp 1 miliar. Menurut saya, itu sudah sangat tinggi. Pemerintah ternyata justru menjamin sampai Rp 2 miliar. Sekali lagi, Rp 1 miliar atau Rp 10 miliar toh hanya jaminan. Di sini pemerintah sangat “cerdas” menyikapinya.

Memahami Krisis Keuangan Global

73

Setelah aman dari bahaya rush, perbankan memang masih perlu satu senjata lagi: likuiditas. Kini saatnya bank perlu diberi pinjaman. Tentu pinjaman yang sifatnya hanya untuk menggantikan sumber dana “satu malam”. Dana “satu malam” itu biasanya mereka atasi sendiri dengan apa yang disebut “pinjaman antarbank”. Setiap sore bank selalu tutup buku. Dari sini akan diketahui mana bank yang “kalah kliring” dan mana yang “surplus”. Yang kalah kliring biasanya meminjam uang ke bank yang surplus. Kini, dalam keadaan krisis dunia, semua bank hanya memikirkan dirinya sendiri. Bukan hanya bank, setiap perusahaan harus mengambil sikap aman untuk dirinya sendiri dulu. Bahkan, perorangan pun akan mengambil sikap serupa. Maka dalam situasi seperti ini sama sekali jangan berusaha mencari pinjaman. Semua orang, semua pihak “mengunci” pintu masing-masing. Sampai kapan? Sampai rasa saling percaya itu tumbuh kembali. Selama masa saling tidak percaya itulah pemerintah diminta menjadi “terminal terakhir”. Di bidang ini pun langkah pemerintah sangat memuaskan. Di bidang bursa, ada dua kiat penting yang dilakukan otoritas bursa. Menjelang dibuka kemarin, apa yang selama

ini disebut “pre opening market” ditiadakan. Kapan diperbolehkan lagi masih belum diputuskan. Masih harus menunggu situasi menjadi stabil dulu. Pre opening market itu memang bisa mengguncangkan. Waktu pre opening market hanya sekitar lima menit sebelum bursa dibuka. Di situlah dilakukan negosiasi pembelian dan penjualan secara blok (pembelian saham dalam jumlah besar). Pelakunya biasanya para broker saham, baik yang terafiliasi dengan emiten maupun tidak. Kelemahan pre opening market adalah tidak terbukanya harga saham, justru sebelum pasar dibuka. Langkah kedua yang juga hebat adalah ditindaknya pelaku short selling yang gagal serah atau gagal bayar. Short selling dalam praktiknya adalah menjual saham di pagi hari lalu membelinya kembali di sore hari. Atau sebaliknya. Praktik itu sendiri sampai sekarang secara legal masih sah, tapi akan menjadi pelanggaran kalau ternyata pelakunya gagal menyerahkan saham atau gagal membayar. Senin kemarin benar-benar hari yang melegakan dan memberi harapan. (*) Sumber : Jawa Pos, Selasa, 14 Oktober 2008

REFERENSI Arahan Presiden dalam Sidang Kabinet untuk Menghadapi Krisis Global. Pidato. Jakarta, 6 Oktober 2008 Bappenas. 2004. Perumusan Strategi Pembangunan dan Pembiayaan Infrastruktur Berskala Besar. Jakarta: Bappenas. Erwin Aksa. 2008. Dunia Usaha Indonesia dalam Jaringan Kerjasama Bisnis Global Kuncoro, Mudrajad. 2008. Strategi Pengembangan UMKM di Tengah Krisis Keuangan Global, Oktober 2008 Majalah: Koran:

- Gatra - Tempo - Investor Daily, - Jawa Pos, - Kompas, - Koran Tempo,

Internet: www.bappenas.go.id www.bps.go.id www.bbc.co.uk www.cetak.kompas.com/

74

www.depdag.go.id www.depkeu.go.id/Ind www.depperin.go.id/ www.fiskal.depkeu.go.id/ www.jawapos.com/ www.majalah.tempointeraktif.com/ www.mudrajad.com www.news.bbc.co.uk/ www.pajak.go.id www.tribun-timur.com

75 Memahami Krisis Keuangan Global

DAFTAR ISTILAH

A Adjustable Rate B Bailout Barel

: Suku bunga penyesuaian : Dana talangan Pemerintah Amerika Serikat untuk mengatasi krisis finansial. : Satuan standar yang umum digunakan untuk ukuran minyak, setara dengan 159 liter (1 drum minyak)

C Cash flow sustainability : Kesinambungan arus uang Capital market : Terminologi lain untuk pasar modal Capital inflow : Arus masuk modal investasi. CPO : Minyak sawit mentah D Dana Pihak Ketiga Bank (DPK) : Kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing. Dioriginasi : Penelusuran ulang produk kredit (seperti;KPR). E Emerging markets : Pasar yang sedang berkembang.

76

F Foreclosed

: Barang kredit (seperti, rumah) yang disita oleh bank. Fund Management : Lembaga investasi. Flight to quality : Nilai-nilai saham dalam suatu pasar modal yang jatuh akibat faktor-faktor tertentu Financial Safety Net/Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) : Merupakan suatu dasar hukum untuk mengantisipasi ketahanan sistem keuangan G Giro Wajib Minimum (statutory reserve) : Simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga Bank (DPK) Gelembung-gelembung ekonomi : Perdagangan dengan volume dan harga tinggi yang jauh diatas harga intrinsik. H Hedge fund : Dana milik institusi atau pemain saham yang digunakan untuk menjalankan strategi agresif dalam bursa saham seperti short

Memahami Krisis Keuangan Global

77

selling. I Inflation targeting

Indeks Dow Jones

: Kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga apabila inflasi diatas target dan menurunkannya di saat inflasi berada dibawah target : Indeks saham di New York Stock Exchange (Bursa Efek New York, Amerika Serikat)

L Lifting

: (Bhs. Inggris) yang berarti peningkatan; Lifting produksi minyak : peningkatan produksi minyak Loan to Deposit Ratio (LDR) : Perbandingan antara jumlah uang yang masuk/ disimpan ke bank dibandingkan dengan uang yang dikeluarkan bank M Margin : Selisih Harga N Non Performing Loan (NPL) : Kredit bermasalah; tingkat pengembalian yang rendah dari peminjam dana

O Obligasi

P Prime mortgage

: Suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat jatuh tempo pembayaran.

: Kredit perumahan yang diberikan kepada nasabah yang layak. Portofolio saham : Kumpulan saham yang dimiliki seorang investor. PDB : Product Domestik Bruto Predatory Lending Practice : Kecurangan dalam penyaluran kredit. PDB (Produk Domestik Bruto) : Indikator pertumbuhan perekonomian suatu negara dalam kurun waktu tertentu PBHTB (Pajak Perolehan Bea Hak Tanah dan Bangunan): Salah satu jenis pajak yang biasa dihimpun di daerah atas beban pembiayaan pembelian tanah dan bangunan Dividen Bagi hasil : Pembagian hasil dari keuntungan usaha bagi pemilik modal

R Rekening Giro

Rekapitalisasi S Sub-prime mortgage

: Rekening pihak eksternal tertentu di Bank Indonesia yang merupakan sarana bagi penatausahaan transaksi dari simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. : Memberikan modal baru pada suatu perusahaan

: Kredit perumahan yang diberikan kepada nasabah yang kurang layak. Saham preferen : Adalah bagian saham yang memiliki tambahan hak melebihi saham biasa. Surat berharga : Mekanisme pembiayaan jangka pendek sehingga banyak perusahaan bisa memperoleh dana untuk operasi sehari-hari SUN (Surat Utang Negara) : Instrumen keuangan/alat komoditas produksi Bank Indonesia yang dijual ke masyarakat untuk menghimpun dana Short selling : Strategi spekulan untuk membeli saham saat harga rendah dan menjualnya saat harga saham lebih tinggi dalam jangka waktu yang singkat hanya untuk mendapatkan marjin keuntungan.

78

T Trade deficit Teaser Rate The Fed Trader

: Defisit perdagangan, perbandingan nilai impor yang lebih besar dengan ekspor : Suku bunga promosi. : Bank Sentral Amerika Serikat. : Pelaku investasi di pasar modal

V Valas

: Valuta/mata uang asing USD EUR GBP AUD CHY HKD SGD WON MYR THB PHP

Mata uang Amerika Serikat Mata uang Euro Mata uang Inggris Mata uang Australia Mata uang Jepang Mata uang Hongkong Mata uang Singapur Mata uang Korea Mata uang Malaysia Mata uang Thailand Mata uang Philipina

79

SELALU ADA SOLUSI DI MASA KRISIS “kondisi perbankan Indonesia, yang menjadi jantung perekonomian, juga memiliki fundamental yang kuat. Itu tecermin dari berbagai faktor, seperti rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), likuiditas, dan permodalan. NPL neto (setelah dikurangi provisi) hanya 1,42 persen, jauh di bawah batas maksimum, 5 persen”. (Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad, Kompas, Kamis, 9 Oktober 2008 | 03:00 WIB) “otoritas fiskal seharusnya memanfaatkan situasi saat ini dengan memperkuat perekonomian domestik. Caranya, antara lain, dengan memberi insentif pada industri lokal, seperti tekstil”. (Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait, Kamis, 9 Oktober 2008) ”Sebetulnya inilah momen yang tepat untuk memperkuat dan mempercepat implementasi kebijakan dengan berbagai insentif untuk sektor mikro. Berdasarkan sejumlah survei, termasuk Bank Dunia, Indonesia mempunyai peluang yang lebih baik dibandingkan sejumlah negara pesaing asalkan iklim investasi segera dibenahi” (Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan Rachmat Gobel, Kamis, 9 Oktober 2008) ‘’Perekonomian 2008 secara makro akan dijaga. Namun, kita tidak mengurangi kewaspadaan. Sedangkan 2009 dan 2010 adalah masa kritikal,’’ (Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati)

80