MENEGAKKAN TRADISI KERJA BAKTI SEBAGAI BENTUK REVITALISASI NILAI GOTONG ROYONG
Oleh:
Achsannanda Maulyta Sari NIM : 121411331035 Departemen Pendidikan Sastra Jepang Universitas Airlangga e-mail :
[email protected]
Abstrak Gotong-royong sebagai solidaritas sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat telah menjadi suatu nilai kearifan lokal (local genius) bangsa Indonesia. Gotong-royong terjadi dalam beberapa aktivitas kehidupan untuk kepentingan bersama; seperti gotong-royong dalam bentuk tolong menolong pada saat melakukan pesta pernikahan, atau khitanan, gotong-royong pada saat adanya musibah ataupun kematian salah seorang warga, serta gotong-royong dalam bentuk kerja bakti. Tradisi kerja bakti ini dilaksanakan untuk kepentingan bersama yang dilakukan dengan sukarela atau tanpa pamrih. Tiap individu yang merupakan bagian peran dalam masyarakat berpartisipasi aktif dengan mengorbankan segala kepentingan pribadinya. Nilai gotong royong dalam tradisi kerja bakti ini menjadi karakter bangsa yang diturunkan secara turun-temurun oleh para pendahulu kita yang didalamnya kaya akan nilai edukatif. Akan tetapi dalam kencangnya laju globalisasi saat ini, tradisi kerja bakti yang manfaatnya penting untuk mewariskan nilai luhur bangsa kini menjadi kian samar. Nilai gotong royong seakan pasang surut timbul dalam kehidupan masyarakat sekarang. Maka diharapkan, tradisi kerja bakti dapat bertahan sebagai salah satu bentuk gotong royong yang dilestarikan. Menegakkan tradisi ini tentu tidak lepas dari peran masyarakatnya dalam membangun rasa kebersamaan, persatuan, dan kepedulian sosial. Sehingga masyarakat terdidik bukan menjadi inividualistik, melainkan mementingkan kepentingan umum demi bangsa dan negaranya.
Kata kunci: Gotong Royong, Kerja Bakti, Menegakkan Kembali, Peran Masyarakat.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
1
Pengantar Manusia sebagai makhluk sosial diciptakan Tuhan untuk saling membutuhkan satu sama lain. Setiap insan pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri, melainkan selalu terdapat interaksi sosial dengan sesamanya dan saling membutuhkan satu sama lain dalam setiap aspek kehidupan. Oleh sebab itu didalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerjasama dan sikap gotong royong dalam menyelesaikan pelbagai problema yang melanda. Masyarakat Indonesia terkenal dengan sikap ramah, kekeluargaan dan gotong royongnya didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk menyelesaikan segala konflik yang ada didalam kehidupan masyarakat dibutuhkan sikap gotong royong yang dapat mempermudah dan memecahkan masalah secara efisien. Suatu bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan mundur ataupun punah sama sekali sebagai akibat pergeseran nilai-nilai budaya. Akan tetapi sistem dan jiwa gotong royong tidak akan punah secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena adanya nilai-nilai budaya yang terkandung didalam sistem budaya nasional merupakan suatu norma yang wajib dipatuhi oleh segenap warga masyarakat dan pemerintah. Dilain pihak bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan berubah bahkan punah, tetapi kepunahan dengan perubahan gotong royong tersebut melahirkan hubungan kerjasama atau gotong royong dalam bentuk dan sikap yang lain. Sikap gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam kehidupannya memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting. Dengan adanya gotong royong, segala perraasalahan dan pekerjaan yang rumit akan cepat terselesaikan jika dilakukan kerjasama dan gotong royong diantara sesama penduduk di dalam masyarakat. Gotong royong menjadi salah satu penguat karakter bangsa. Gotong royong merupakan perwujudan sila Pancasila yang ketiga, yakni Persatuan Indonesia. Maka dengan gotong royong akan memupuk rasa kebersamaan, meningkatkan solidaritas sosial, mempererat tali persaudaraan, menyadarkan masyarakat akan kepentingan umum dan tanggung jawab sosial, menciptakan kerukunan, toleransi yang tinggi serta rasa persatuan dalam masyarakat Indonesia. Di era yang serba cepat, instan dan canggih ini, diharapkan gotong royong mampu bertahan, tetap terpatri kuat, menancap dan mengakar pada jiwa masyarakat terutama generasi penerus bangsa. Oleh karenanya gotong royong perlu untuk dikuatkan kembali, mengingat betapa pasang surutnya gotong royong di masa sekarang, beberapa perwujudannya mungkin masih ada, namun sudah semakin berkurang, menjadi berbeda, maupun telah mengalami pergeseran budaya akibat arus globalisasi.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
2
Gotong Royong: Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Jadi kata gotong royong secara sederhana berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau juga diartikan sebagai mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Jadi, gotong royong memiliki pengertian sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu model kerjasama yang disepakati bersama. Dalam perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih (mengharap balasan) untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Koentjaraningrat (1987) membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum. Kearifan lokal sering juga disebut sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genius). Kearifan local dapat diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sistem pemenuhan kebutuhan mereka meliputi seluruh aspek kehidupan, agama, ilmu pengetahuan, teknologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi serta kesenian, dapat berupa tradisi, pepatah atau semboyan hidup. Sistem tersebut kemudian menjadi bagian dari cara hidup yang mereka hadapi. Berkat kearifan lokal, mereka dapat melangsungkan kehidupannya bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan. (Permana, 2010:2-3).
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
3
Kearifan lokal atau local wisdom merupakan kekayaan budaya masyarakat suku-suu bangsa yang memiliki potensi sebagai pembentuk karakter bangsa. Maka gototng royong merupakan salah satu nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia, yang artinya gotong royong telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain (common identity), gotong royong merupakan karakter bangsa Indonesia yang nilai-nilainya telah lama diwariskan oleh leluhur sehingga melekat dalam jiwa dan kepribadian bangsa, serta gotong royong menjadi alternatif bangsa untuk menyelesaikan berbagai problema yang melanda dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia yang terkenal dengan keramahan rakyatnya dan sangat menyukai gotong royong yang tercemin dalam berbagai hal. Misalnya, warga desa menjalankan tradisi rewang untuk membantu warga yang punya hajat, warga yang dengan suka rela memberi bantuan untuk keluarga yang meninggal berupa beras, uang maupun sembako (tradisi ngelayat), bersama-sama menggalang dana dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah bencana dan sebagainya. Masyarakat tidak pandang bulu membantu mereka yang merupakan kenalan, teman, keluarga, mereka yang tidak dikenal (contohnya para korban bencana). Rasa persatuan, rasa senasib dan sepenanggungan, kepedulian sosial serta solidaritas yang tinggi telah memicu nilai gotong royong dalam jiwa mereka, sehingga tanpa pamrih bantuan tersebut diberikan kepada yang membutuhkan. Di era globalisasi saat ini, juga dijumpai bentuk gotong royong yang lain, seperti penggalangan dana dengan penyebaran lewat jejaring sosial (sperti koin untuk Prita, Koin Cinta Bilqis, dan lain-lain). Namun, juga terdapat bentuk tradisi gotong royong yang mulai sulit dijumpai, salah satunya kegiatan kerja bakti. Kerja bakti telah menjadi kebudayaan di Indonesia. Tradisi yang sudah diterapkan sejak nenek moyang kita itu selalu menjadi elemen penting dalam pembangunan serta menjadi salah satu hal yang bisa dibanggakan di negeri ini. Karena budaya yang masih bertahan ialah budaya yang memiliki fungsi untuk masyarakat. Maka tradisi ini selayaknya perlu direvitalisasi kembali dikarenakan fungsinya yang cukup penting, dan akan sangat disayangkan apabila tradisi ini menghilang tertelan masa.
Pudar Terkikis Masa Kerja bakti yang merupakan salah satu perwujudan gotong royong mempunyai arti penting di masyarkat. Jika kita perhatikan suasana kerja bakti penuh dengan kekeluargaan.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
4
Tidak ada rasa saling iri atau bahkan merasa tertekan dalam melakukan pekerjaan, karena semuanya dilandasi dengan rasa senang dan penuh dengan suasana kekeluargaan. Namun, tradisi kerja bakti yang dulu sering dilaksanakan oleh masyarakat terutama di perdesaan, kini semakin jarang ditemui. Perlahan-lahan tradisi leluhur bangsa tersebut mulai pudar seiring berjalannya waktu. Meski pasang-surut masih dapat ditemui keberlangsungan tradisi kerjabakti desa, walau hanya beberapa desa saja yang masih memberdayakan salah satu nilai kearifan lokal tersebut. Lunturnya nilai-nilai kearifan lokal bangsa tersebut dikarenakan oleh sifat keegoisan masing-masing individu. Pengaruh buruk globalisasi telah mencetak generasi yang individualis, cenderung menomorsatukan kepentingan pribadi dibanding dengan kepentingan bersama. Setelah mewawancara sejumlah teman (sebagai perwakilan) yang berasal dari berbagai daerah seperti di Situbondo, Bojonegoro, Banyuwangi, Surabaya, Malang, Sidoarjo, dan Nganjuk, saya dapat menarik garis besar bahwasannya tradisi kerja bakti di daerah tempat tinggal mereka sudah mulai jarang di lakukan. Dari sekian keterangan dari narasumber, ada serangkaian kerja bakti yang dilakukan rutin setiap sebulan sekali, ada pula kerja bakti yang hanya dilakukan sebelum acara-acara tertentu seperti perayaan HUT RI atau sebelum Maulid Nabi Muhammad saja, bahkan ada yang mengatakan bahwa tradisi semacam kerja bakti tidak pernah digelar di desanya. Data diatas ialah jawaban dari pertanyaan saya mengenai kerja bakti di desa mereka sewaktu mereka masih kanak-kanak. Sedangkan untuk sekarang sebagian besar berkata bahwa kerja bakti memang masih digelar, namun semakin jarang frekuensinya. Di desa saya sendiri, desa Watugede yang terletak di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, kegiatan kerja bakti telah jarang saya temui. Padahal, dahulu sekali ketika saya masih kanak-kanak, setiap sebulan sekali atau dua kali pada hari Minggu, pasti warga RW saya berkumpul untuk kerja bakti. Kerja bakti tersebut dilakukan suka rela. Ketika tahu tetangga berkumpul dan membawa peralatan hendak kerja bakti, maka orang-orang (para lelaki) akan ikut berpartisipasi tanpa diminta. Bahkan anak-anak sering sekali ikut membantu. Mereka senang dengan kegiatan semacam itu, selain untuk berkumpul bersama, juga kepuasan tersendiri akan timbul jikalau ikut dalam kegiatan tersebut. Sedangkan para ibu-ibu akan berbelanja untuk memasak dan membuatkan minum untuk mereka yang bekerja bakti memperbaiki jalan, membersihkan selokan dan jalan utama dari sampah serta rumput liar sepanjang mereka temui. Uniknya, tiap rumah hampir menyediakan kopi atau kue. Jadi, yang bekerja bakti tidak terpaku pada satu rumah jika ingin beristirahat. Ketika membersihkan selokan di RT. 02 misalnya, maka para pekerja tersebut dapat singgah di rumah tetangga terdekat untuk minum. Hal ini
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
5
menunjukkan nilai gotong royong, tingginya rasa tanggung jawab sosial masyarakat, eratnya tali persaudaraan antar warga, tiadanya rasa curiga, warga rukun dan saling percaya serta menghormati satu sama lain. Namun hal yang saya paparkan diatas hanyalah bagian dari kearifan lokal yang masih subur di masa lalu. Sekarang, kerja bakti seperti itu jarang dilakukan. dikarenakan banyak warga yang sibuk dengan urusan masing-masing. Adapun warga yang luang, tetap jumlahnya kurang untuk melaksanakan kerja bakti. Jadi, sekarang warga memilih untuk membayar iuran daripada ikut kerja bakti. Rasa tanggung jawab sosial dan gotong royong telah berkurang, masyarakat tidak lagi seakrab dan serukun dahulu. Parahnya, bahkan masih ada orang yang tidak mengenal tetangganya sendiri karena jarang berinteraksi satu sama lain. Generasi muda pun sama saja, nilai-nilai luhur bangsa tidak terenkulturasi secara sempurna sehingga dengan mudah tergerus oleh globalisasi. Akibat dari berkembangnya globalisasi, kini banyak desa yang seakan bermetamorfosis menjadi kota. Kesadaran individu tentang kehidupan berbangsa dan bernegarapun kian menipis. Lambat laun budaya gotong royong mulai memudar. Dapat kita rasakan bersama bangsa ini mulai kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya akan unsur budaya yang salah satunya adalah budaya gotong royong. Pembangunan mall-mall dan perumahan yang dilakukan pemerintah telah membawa dampak modernisasi yang belum siap dicerna dan diterima dengan matang oleh masyarakat desa. Maka yang terjadi ialah masyarakat desa tersebut mulai kehilangan nilai-nilai adatnya, karena masa seakan telah menciptakan suatu suatu acuan untuk gaya hidup yang modern, sehingga nilai-nilai tradisional dianggap kuno dan mulai tersisihkan. Tidak heran jika tradisi kerja bakti sendiri telah menjadi pemandangan yang langka untuk masyarakat perdesaan transisi1. Budaya ini juga yang bisa jadi akan sulit dijumpai pada masyarakat modern. Disamping lingkungan modern berbeda dengan desa, perbedaan struktur sosial masyarakatnya juga menjadi kendala, karena ketika semua telah termaterialisasi, dimana untuk urusan bersih-bersih lebih baik membayar orang untuk melakukannya dibandingkan dengan berupaya secara mandiri untuk mengerjakannya. Disamping juga ada orang yang memang mengais rupiah demi rupiah pada pekerjaan ini. \
Materialisasi juga menjadi salah satu faktor penyebab lunturnya rasa solidaritas sosial di
1) Masyarakat desa transisi merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di perumahan dan permukiman baru di daerah pinggiran kota atau pinggiran pedesaan yang terjadi interaksi sosial sehingga terjadi tumpang tindih nilainilai tradisional peralihan menuju nilai-nilai modern. Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
6
masyarakat. Pepatah “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” sudah mulai tidak teraktualisasi sebagai mestinya. Kerja Bakti saat yang seharusnya dilakukan warga bersama, bermondong-bondong untuk berkumpul, bergotong-royong untuk membersihkan lingkungan desa, kini sudah tak lagi lestari. Padahal, tidak semua dapat dibayar dengan uang. Memang membersihkan lingkungan bisa dengan menyewa jasa, tapi rasa solidaritas, kerukunan, dan nilai gotong royong tidak dapat dibeli dengan uang. Sikap egois, individualistik, materialistis, dan perubahan lingkungan telah mengakibatkan perubahan sosial pada masyarakat masa kini.
Bukan Sekedar Bersih-bersih Seperti kita ketahui bersama, Bangsa Indonesia sebagai warga pribumi di tanah air yang kita cintai ini, memiliki beragam kearifan lokal yang telah turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi. Dan kerja bakti merupakan salah satu wujud dari kearifan lokal pribumi, yang dari masa nenek moyang dahulu telah diwariskan secara turun-temurun. Kerja bakti sangat penting, karena merupakan bentuk gotong royong yang membawa banyak manfaat. Meski bentuk gotong royong bukan hanya kerja bakti, akan tetapi ada banyak hal yang membuat kerja bakti itu unik. Kerja bakti bukanlah hanya sekedar membersihkan lingkungan agar menjadi bersih, asri, sehat dan rapi, sehingga kalau lingkungan selalu bersih dan indah maka secara langsung maupun tidak langsung akan menambah kenyamanan dan semangat warga. Namun dibalik itu semua kerja bakti menyimpan pesan yang sarat akan nilai edukasi yang merupakan salah satu proses pembelajaran di kala hegemoni individualisme kerap kali menggerogoti seluruh dimensi masyarakat dari Sabang hingga ke Merauke, menembus batas ke pelosok Nusantara. Dengan kerja bakti, ikatan keluarga kian tersambung rapih, kesusahan yang dialami dapat terobati, dan pekerjaan yang berat akan terasa ringan karena dilakukan secara bersama-sama dengan senang hati. Melalui bekerja sama, maka akan terbentuk suatu ikatan yang terdapat rasa saling percaya, dimana masing-masing warga bisa diandalkan dan bertanggung jawab akan perannya dalam masyarakat. Kerja bakti merupakan sarana kebersamaan antar warga guna membantu tercapainya kenyamanan desa dengan melakukan pembangunan-pembanguna yang bermanfaat bagi desa bersangkutan. Karena semua warga terutama pria berkumpul sedangkan ibu-ibu menyiapkan makan dan minum ala kadarnya, menjadikan rasa saling gotong royong dalam kerja bakti
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
7
tersebut akan menciptakan kerukunan yang mungkin sulit dicapai pada kesempatan lain. Inilah momentum untuk membangun kerukunan antar warga , karena semua warga bersatu sehingga menghilangkan kesenjangan status antar warga yang miskin dan kaya, tidak peduli perbedaan jenjang pendidikan, pekerjaan serta jabatan. Selain menjadi ajang berkumpul bersama untuk bisa lebih mengenal dan akrab satu sama lain, kerja bakti dapat pula dijadikan sarana refreshing (olah raga), karena tak ayal lagi sebagian warga yang hanya bekerja di dalam kantor mungkin juga jarang menyempatkan diri untuk berolah raga, dan inilah sarana yang baik untuk melatih otot-otot yang kaku selama bekerja. Sedangkan jika ditinjau dari perspektif agama, kerja bakti berarti melaksanakan ukhuwah Islam dan mendapat pahala dari Allah jika dilakukan dengan jiwa yang ikhlas ataupun dimaksudkan untuk kemaslahatan warga desa pada umumnya. Dapat disimpulkan bahwa nilainilai di dalam kerja baktipun sungguh mulia dan tinggi. Kerja bakti telah di contohkan para pendahulu bangsa ini. Dan mereka melakukan kerja bakti dalam segala aspek kehidupan dengan tujuan saling melengkapi dan berbagi. Sehingga pekerjaan yang awalnya di nilai tak mungkin teratasi, namun dengan kerja bakti sungguh dapat direalisasikan dengan kekompakan bersama. Jadi, kerja bakti bertujuan untuk menjaga kebersihan, keindahan dan keasrian lingkungan, selain itu bertujuan untuk lebih memupuk rasa kebersamaan,
kepedulian sosial, saling percaya,
mempererat tali silaturahmi dan Gotong Royong serta "GUYUB RUKUN" di antara sesama warga sehingga terwujudlah suatu masyarakat yang harmonis, damai dan sejahtera.
Menegakkan Kembali Kerja Bakti Untuk memupuk dan menumbuhkan kembali gotong royong yang sudah mulai luntur, mau tidak mau harus melibatkan semua lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta, lembaga pendidikan bahkan juga lingkungan terkecil dari masyarakat yaitu keluarga. Partisipasi seiap individu yang merupakan bagian dari masyarakat sebagai penggerak budaya gotong rotong harus dilakukan secara berkala, juga sebagai salah satu bentuk keberhasilan penggalangan sumber daya yang menyangkut kepentingan pelaksanaan suatu program atau usaha. Salah satu program perwujudan gotong royong yang mulai luntur oleh zaman ialah tradisi kerja bakti. Kerja bakti adalah budaya turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Kerja bakti bersifat positif dan mempunyai banyak manfaat. Salah satunya yaitu dapat mempererat tali silaturahmi antar warga sekitar, dapat pula melatih kerja sama antar warga atau bergotong royong dan yang paling penting sekaligus dapat menyehatkan lingkungan, jasmani,
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
8
dan meningkatkan solidaritas sosial. Maka dari itu kerja bakti ini haruslah tetap di lestarikan, mengingat bahwa hal tersebut merupakan salah satu wujud gotong royong yang merupakan karakter bangsa yang sangat penting untuk ditegakkan kembali pada masa kini dimana nilainilai bangsa telah terhegemoni oleh laju globalisasi. Untuk merevitalisasi nilai gotong royong dalam bentuk tradisi kerja bakti tidaklah mudah. Seringkali kendala untuk menegakkan kerja bakti ialah dari dalam warga itu sendiri. Beberapa warga kerap tidak mengikuti kerja bakti dengan menyiapkan berbagai macam alasan sebagai tameng; seperti sibuk akan pekerjaan, sedang ada tugas atau urusan, sakit, bahkan sampai berbohong bahwa yang bersangkutan sedang berpergian. Padahal, satu-satunya alasan tidak lain adalah karena malas dan keegoisan masing-masing yang enggan untuk merelakan waktu luang mereka demi membantu warga kerja bakti. Disaat seluruh tetangganya kerja bakti, maka orang tersebut asyik tenggelam dengan dunianya sendiri, entah browsing internet atau bermain game (terutama untuk pemuda) atau sekedar bersantai di rumah. Orang-orang seperti ini menganggap kehidupannya bebas, tidak ada sangkut pautnya dengan lingkungan sekitar, apatis, lupa akan peran dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Maka tradisi kerja bakti hanya dapat ditegakkan kembali secara menyeluruh dengan tidak lepas dari partisipasi setiap individu dan pendukungnya. Semua lapisan masyarakat dari yang besar hingga yang terkecil harus berperan aktif untuk menguatkan kembali tradisi ini, dimana setiap individu harus merubah sikap, membuang keegoisan, tidak apatis dan individualistik, serta memulai belajar untuk menjalankan perannya di dalam masyarakat, yakni memegang tanggung jawab sosial. Untuk menegakkan tradisi kerja bakti secara berkesinambungan, perlu untuk merubah sikap, mental dan menanamkan kembali
nila-nilai gotong royong dalam masyarakat.
Melaksanakan hal tersebut bisa dimulai dari;
Diri sendiri, yaitu meningkatkan kesadaran diri akan persatuan dan kesatuan, yakni dengan memahami serta mengimplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari terutama sila ketiga, Persatuan Indonesia. Jika semua individu sadar akan fungsi dan peran mereka dalam masyarakat berbangsa dan bernegara, serta dapat menyisihkan rasa egois dan menumbuhkembangkan kepedulian sosial, maka solidaritas akan tercipta dengan otomatis. Solidaritas tersebut dapat dipacu dengan menanamkan rasa senasib sepenanggungan, sikap saling menghormati, dan membiasakan diri untuk saling tolong-menolong. Maka perlu bagi generasi muda untuk tidak melupakan sejarah dengan meneladani sikap para pendahulu bangsa yang saling bergotong royong untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
9
Keluarga. Lingkungan Keluarga merupakan salah satu agen penting untuk mewariskan nilai-nilai gotong royong sejak dini. Maka dalam keluarga harus dididik dan ditanamkan kepada anak akan nilai-nilai kebersamaan. Dengan musyawarah keluarga, anak membantu orang tua, sikap saling menghormati antar anggota keluarga, juga anak diajari akan arti tanggung jawab serta menumbuhkan kepedulian sosial. Anak juga perlu untuk diajari bagaimana berinteraksi kepada tetangga, mengingat bahwa orang pertama yang akan dapat dimintai bantuan disaat genting ialah tetangga terdekat. Selain itu sesama anggota keluarga wajib untuk mengingatkan anggotanya akan kewajibannya dalam kegiatan kerja bakti yang diadakan warga kampung disekitarnya.
Organisasi Pemuda (Karang Taruna). Pemuda sebagai salah satu unsur dari suatu masyarakat, dimana setiap aktivitasnya diharapkan mampu melakukan sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Maka organisasi pemuda Karang Taruna harus mampu berperan secara maksimal untuk membangun kemajuan desanya. Kegiatan kerja bakti dapat terwujud dengan baik apabila adanya kerjasama masyarakat dengan Karang Taruna.. Karang Taruna menjadi penggerak serta contoh yang baik dengan mengulurkan tangannya kepada masyarakat, mengajak mereka bekerja bakti bersama. Para pemuda Karang Taruna bisa berinisiatif membuat agenda rutin kerja bakti yang harus dilaksanakan dengan kerja sama warga sekitar, juga kegiatan-kegiatan gotong royong seperti penggalangan dana, menjenguk warga yang sakit dan sebagainya.
Perangkat
Desa/Pemerintah.
pengendali sosial
Partisipasi
perangkat
desa/pemerintah
sebagai
harus mampu mengajak warganya untuk mengikuti kerja bakti.
Seminar dan sosialisasi kepada warga akan pentingnya kerja bakti perlu dilakukan. Atau yang lebih ekstrim lagi, mungkin dibuat suatu aturan atau sanksi bilamana warga melanggar dan tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini dilakukan demi menertibkan warga agar tidak malas, membiasakan warga hidup disiplin dan untuk kebaikan bersama. Dengan cara yang agak represif seperti ini, lama kelamaan warga akan terbiasa hidup saling membantu, rukun, serta sadar tentang arti penting gotong royong dalam kehidupannya.
Dengan memulai dari hal kecil, seperti mengidupkan kembali Tradisi kerja bakti, kita tidak hanya sekedar melestarikan budaya leluhur, namun juga dapat memperkuat karakter bangsa serta membawa banyak dampak positif bagi diri sendiri, orang lain, dan untuk Indonesia.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
10
Kesimpulan Indonesia telah lama dikenal dengan Local Wisdom masyarakatnya, yakni budaya gotong royong. Budaya ini digali dari kepribadian bangsa sendiri dan diwariskan oleh para leluhur, dimana budaya ini terbentuk jauh sebelum Indonesia merdeka. Melekat dalam jiwa manusia Indonesia, maka gotong royong telah menjadi ciri khas dan karakter bangsa yang perlu untuk dilestarikan. Salah satu bentuk dari gotong royong ini adalah kerja bakti yang sudah menjadi tradisi sebagian besar masyarakat desa (agraris) yang ada di Nusantara. Kerja bakti bukanlah sebuah tradisi bersih-bersih berjama’ah belaka, namun dibaliknya sarat akan nilai budaya luhur yang tinggi dan edukatif. Melalui kerja bakti secara tidak sadar kita digembleng untuk menjadi pribadi yang memiliki kepedulian akan lingkungan sekitar, cinta kebersihan, dan melatih kekompakan serta kerja sama dengan orang lain . Juga didalamnya ditanamkan nilai kebersamaan, rasa persatuan dan kesatuan, sehingga menimbulkan rasa saling percaya, mempererat tali silaturahmi, kecintaan bergotong royong, serta menciptakan kehidupan yang rukun dan harmonis. Namun, seiring berkembangnya zaman yang beralih menjadi modern mengakibatkan perubahan sosial masyarakat Indonesia. Kini, tradisi ini sudah mulai sulit dijumpai kembali dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang dulunya selalu menyempatkan waktu untuk bekerja bakti dan berkumpul bersama sekaran menjadi individualis dikarenakan tuntutan pekerjaan dan kegiatan yang padat. Perilaku generasi muda telah terhegemoni oleh budaya barat yang bebas, menurunkan rasa kepedulian sosial sehingga cenderung mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan bersama. Hal ini telah mengikis perlahan budaya gotong-royong dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu, perlu dilakukan reitalisasi sikap bergotong royong melalui penegakan kembali tradisi kerja bakti secara berkesinambungan. Hal itu dapat diwujudkan melalui kesadaran diri sendiri akan pentingnya peran dan tanggung jawab sosial, menanamkan dan mendidik anak perilaku gotong royong sejak dini, melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya gotong royong, mengajak orang lain untuk meluangkan waktu dengan mengikuti kerja bakti, dibantu dengan peran pemuda sebagai penggerak, perangkat desa/pemerintah sebagai pengawas dan pengendali sosial, tak lupa juga dukungan serta kontribusi seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan suka rela.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
11
Daftar Pustaka
Hasil wawancara dengan narasumber : Ayu Puspitasari, Indriani Wijayanti, Linda Athika Nur F.A., Hasnin Anassyafiyi M., Raras Ramadhini, Siti Nur Fitria. Andiojaya, Agung. 2012. Kerja Bakti Kampung: Cermin Kearifan Budaya (online), diambil dari http://sosbud.kompasiana.com/2012/12/17/kerja-bakti-kampung-cermin-kearifanbudaya-516712.html, diakses pada tanggal 31 Desember 2014. Huda,
Muhammad K. 2011. Telaah Manfaat Kerja Bakti (online), diambil dari http://kahoda.wordpress.com/2011/02/20/telaah-manfaat-kerja-bakti/, diakses pada tanggal 3 Januari 2015.
Nasution, Zulkarnain. 2010. Konflik dan Lunturnya Solidaritas Sosial Masyarakat Desa Transisi (online), diambil dari http://berkarya.um.ac.id/2010/02/konflik-danlunturnya-solidaritas-sosial-masyarakat-desa-transisi-oleh-zulkarnain-nasution/, diakses pada tanggal 31 Desember 2014. Nina.
2012. Kerja Bakti hanya ada di Indonesia (online), diambil dari http://www.terimakasihku.com/content/nina/2012/march/wednesday/kerja-baktihanya-ada-di-indonesia, diakses pada tanggal 31 Desember 2014.
Pamungkas, Bayu Setiyo. 2013. Peranan Pemuda Karang Taruna dalam Kegiatan Gotong Royong Masyarakat (e-journal), diambil dari http://eprints.uns.ac.id/1933/1/21974958-1-SM.pdf, diakses pada tanggal 3 Januari 2015. Pasya, Gurniwan Kamil. Gotong Royong Dalam Kehidupan Masyarakat (e-journal), diambl dari http://sosiologi.upi.edu/artikelpdf/gotongroyong.pdf, diakses pada tanggal 31 Desember 2014. Purnawan, Ivan. 2013. Kerja Bakti dan Kearifan Lokal Warga Kampungku (e-journal), diambil dari http://ivandesain.blogdetik.com/2013/05/19/kerja-bakti-dan-kearifan-lokal-wargakampungku/#.VKubNpR_vmo, diakses pada tanggal 3 Januari 2015. Rochmadi, N. Menjadikan Nilai Budaya Gotong-Royong Sebagai Common Identity dalam Kehidupan Bertetangga Negara-Negara ASEAN (e-journal), diambil dari http://digilib.um.ac.id/index.php/Rubrik/menjadikan-nilai-budaya-gotong-royongsebagai-common-identity-dalam-kehidupan-bertetangga-negara-negara-asean.htmlS, diakses pada tanggal 3 Januari 2015.
Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong Universitas Airlangga
12