MENINGKATKAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PEMBIAYAAN KESEHATAN

Download 10 Des 2015 ... Berhasil Guna dan. Berdaya Guna. Menjamin Terselenggaranya. Pemb. Kesehatan. 6. Pembangunan Kesehatan & Biakes. Pembiayaan K...

0 downloads 650 Views 2MB Size
Meningkatkan Efektifitas dan Efisiensi Pembiayaan Kesehatan Melalui Suksesnya JKN Pusat Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Batam, 10 Desember 2015 1

OUTLINE 1. SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM KESEHATAN NASIONAL 2. MASALAH-MASALAH DALAM PEMBIAYAAN KESEHATAN 3. PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KESEHATAN

4. PERAN HEALTH ACCOUNT DALAM MENINGKATKAN SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN

2

1. SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN SEBAGAI BAGIAN DARI SISTEM KESEHATAN NASIONAL

3

PENDAHULUAN SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Sub

Sub sistem upaya keseha tan

Sub

sistem peneliti

an dan pengemb angan kese hatan

sistem pembia yaan kese hatan

Sub sistem SDM keseha tan

Sub

Sub

Sub

sistem sedia

sistem mana

sistem pem

an farma Si alkes dan makana n

jemen infor

masi & regulasi kese hatan

SISTEM KESEHATAN NASIONAL

berda yaan masyara kat

PENDAHULUAN Terobosan (Reformasi Bid Kesehatan) Reformasi BirokrasiI

Reformasi Yankes

Reformasi Biakes

Peningkatan Pembiayaan Kesehatan

Meningkatkan Biaya Operasional Program Fokus Pada Progr Prioritas (SDG’s, SOTK,SPM) Preventif dan Promotif  JKN

HA EVALUASI

Penyediaan Obat & Alkes

BOK  Iuran JKN  Keg prom. prev  DLL

NHA - NAS PHA - PROP DHA - KAB/KOTA 5

Pembangunan Kesehatan & Biakes Menjamin Terselenggaranya Pemb.Kesehatan

Pembiayaan Kesehatan

Ketersediaan Kecukupan Efektif dan Efisien Kesinambungan Adil dan Transparan Prinsip

Yang Mencukupi

Program2 prioritas Teralokasi Secara Adil dan Merata Termanfaatkan Secara Berhasil Guna dan Berdaya Guna

-SPM

- SDG’s, ,Renstra

Biaya oprs, investasi

Derajat Kesehatan Masy

Iuran PBI JKN

6

SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN (1) • Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai

sumber, yakni: Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. • Pembiayaan kesehatan yang adekuat, terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN (2) • Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat

merupakan barang publik (public good) yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk pelayanan kesehatan perorangan pembiayaannya bersifat privat, kecuali pembiayaan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah.

SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN (2) • Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan melalui jaminan pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang pada waktunya diharapkan akan mencapai universal health coverage (2019) sesuai dengan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

UU NO 36/2009 TENTANG KESEHATAN (1) Pasal 170 (1)Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. (2)Unsur-unsur pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sumber pembiayaan, alokasi, dan pemanfaatan. (3)Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain

UU NO 36/2009 TENTANG KESEHATAN (2) Pasal 171 (1) Besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara di luar gaji. (2)Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.

(3)Besaran anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah

UU NO 36/2009 TENTANG KESEHATAN (3) Pasal 172 (1) Alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 171 ayat (3) ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik, terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak terlantar. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

UU NO 36/2009 TENTANG KESEHATAN (4) Pasal 173 (1) Alokasi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari

swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (3) dimobilisasi melalui sistem jaminan sosial nasional dan/atau asuransi kesehatan komersial. (2)Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional dan/atau asuransi kesehatan komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

ASPEK LEGAL PEMBIAYAAN KESEHATAN DAN DHA UU No. 1/2004

UU No. 17/2003

UU No. 23/2014

UU APBN/APBD

PERMENDAGRI 13/2006

UU No 36/2009

PP No2/2015 ttg RPJMN 2015-2019

Kepmenkes HK.02.02/Menkes/52/2015 ttg Renstra

Pembiayaan Pembangunan Kesehatan INST DHA  KECUKUPAN

 ALOKASI SESUAI PRIRITAS  KEG LANGSUNG  OPERASIONAL 14

2. MASALAH-MASALAH DALAM PEMBIAYAAN KESEHATAN

15

PERMASALAHAN BIAKES Jumlah Biakes Yg Tersedia Msh Terbatas (3% -5%) APBN dan APBD Amanat UU No No.36/2009 Ttg Kesehatan ; 5% APBN dan 10% APBD Pembiayaan Tdk Fokus Pada Prioritas (SPM, MDGs, Operasional) Alokasi & Utilisasi Belum Efektif (Operasional << dari Investasi atau Pemeliharaan) Tidak Fokus utk Meningkatkan Kinerja  Kebijakan Anggaran Konvensional

Derajat Kesehatan Perlu Ditingkatkan se Optimal Mungkin

Ketergantungan Kepada Sistem Tunai Perorangan (OOP) Subsidi Biaya Kesehatan Tidak Terarah (mis: Pelayanan Kesehatan Gratis)

HDI

Realisasi Anggaran Terlambat; Penyerapan rendah

16

3. PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KESEHATAN

17

RPJMN I 2005 -2009 Bangkes diarahkan untuk meningkatkan akses dan mutu yankes

RPJMN II 2010-2014 Akses masyarakat thp yankes yang berkualitas telah lebih berkembang dan meningkat

RPJMN III 2015 -2019 Akses masyarakat terhadap yankes yang berkualitas telah mulai mantap

RPJMN IV 2020 -2025 Kes masyarakat thp yankes yang berkualitas telah menjangkau dan merata di seluruh wilayah Indonesia

KURATIFREHABILITATIF

PROMOTIF - PREVENTIF

VISI: MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Arah pengembangan upaya kesehatan, dari kuratif bergerak ke arah promotif, preventif sesuai kondisi dan kebutuhan

18

Paradigma Sehat Program • Pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan • Promotif Preventif sebagai pilar utama upaya kesehatan • Pemberdayaan masyarakat

Penguatan Yankes Program • Peningkatan Akses terutama pd FKTP • Optimalisasi Sistem Rujukan • Peningkatan Mutu Penerapan pendekatan continuum of care Intervensi berbasis resiko kesehatan (health risk)

JKN Program • Benefit • Sistem pembiayaan: asuransi – azas gotong royong • Kendali Mutu & Kendali Biaya • Sasaran: PBI & Non PBI Tanda kepesertaan KIS

19

ARAH PEMBIAYAAN KESEHATAN KE DEPAN PEMBIAYAAN KESEHATAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN (UKP)

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT(UKM)

MASY LUAS (PRVENTIF, PROMOTIF

Maskin & Tdk mampu

Mampu

SISTEM JAMINAN KES  SJSN T.JWB NEGARA

JKN  BPJS

PEMERINTAH OPERASIONAL PROG  BOK

20

Prospek Pembiayaan Kesehatan Daerah % Anggaran 5% APBN & 10% APBD diluar gaji

UKM Pembiayaan Program MDG’s 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Penurunan Gizi Buruk Masyarakat Penurunan Kematian Ibu Penurunan Kematian Anak Pemberantasan TBC Pemberantasan Malaria Penanggulangan HIV/AIDS Menjamin akses terhadap air bersih Menjamin akses terhadap obat essensial

SPM

Biakes per kapita meningkat; US $ 44/kapita (WHO) & US $ 15/kapita (WB)

UKP Sistem Jaminan Kesehatan Pemerintah/ Pemda

Masyarakat

JKN menuju UHC

Operasional (BOK)

21

ANGGARAN KESEHATAN

KEGIATAN PROMOTIF DAN PREVENTIF PENGUATAN PELAYANAN KESEHATAN (INFRASTRUKTUR, KOMPETENSI SDM, DLL) JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (IURAN PBI)

4. PERAN HEALTH ACCOUNT DALAM MENINGKATKAN SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN 23

HEALTH ACCOUNT SEBAGAI INSTRUMEN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KESEHATAN 1.

2.

3.

INKLUSIF TERHADAP SEMUA SUMBER PEMBIAYAAN KES (PUBLIK, SEMI PUBLIK, SWASTA)

PENGAMBIL KEPUTUSAN AKAN MENDAPAT INFO YG LENGKAP TENTANG SELURUH SEKTOR KES (PEMERINTAH, SWASTA, MASY)

MENYEDIAKAN INFORMASI PEMBELANJAAN KESEHATAN (MENGACU KLASIFIKASI I’NTNL)

PENGAMBIL KEBIJAKAN DAPAT MELAKUKAN PERBANDINGAN POLA PEMBELANJAAN DAN OUTCOME (DENGAN DAERAH LAIN YG MEMILIKI KARAKTERISTIK/STATUS EKONOMI YANG SAMA

MENYAJIKAN INFORMASI PEMBELANJAAN KESEHATAN DLM BENTUK/FORMAT YANG MUDAH DIPAHAMI

IMPLIKASI PEMBIAYAAN TERHADAP PENCAPAIAN TUJUAN SISTEM KESEHATAN LEBIH MUDAH DIPAHAMI OLEH PENGAMBIL KEBIJAKAN

Komitmen untuk menyusun NHA

Penggunaan data NHA dalam pengambilan kebijakan

Publikasi data NHA

Pengumpulan data NHA

Pengolah an dan analisa data NHA

Kemenkes Kemenkes Kemenhan Kemenhan

BPOM BPOM

BKKBN

TNI AD TNI AD

Kemensos Kemensos

TNI AL AL TNI

TNI AU TNI AU

Kemenaker Kemendik Kemenaker Kemendik trans bud trans bud

POLRI POLRI

PU PU

BNN BNN

Kemen Kemen LH LH

Pemprov Pemprov

Kemen Kemen paerkraf parekraf

Kemenag Kemenag

Kemen Kemen kominfo

Kemenhub Kemenhub

Pemkab/ Pemkab/ Pemkot Pemkot

kominfo

, Askes PNS

JPK Jamkesmas/ Jamsosttek Asekskin

Jamkes lainnya

Askes swasta

LNPRT

BUMN

Perushn swasta

JKN

Pemerintah

Swasta

NHA

Donor

RT

Lembaga asing

Saat ini proses penyusunan data NHA dilakukan oleh Tim yang terdiri dari Kementerian Kesehatan dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan didanai oleh APBN dan dukungan hibah dari developing partner.

Data pengeluaran kesehatan sisi publik dikumpulkan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian/Lembaga lainnya yang terkait. Data pengeluaran kesehatan sisi swasta dikumpulkan melalui survey baik yang dilakukan oleh BPS, Kementerian Kesehatan dan lembaga/institusi yang melakukan lainnya.

PERKEMBANGAN NHA DI INDONESIA

Tahun 2009, produksi NHA 2005-2008 dengan klasifikasi ICHA-PG (WHO, 2003)

Tahun 2010, produksi NHA 2005 – 2009 dengan klasifikasi ICHA-PG (WHO, 2003)

Tahun 2007-2008, Pembentukan Tim Analisis NHA (SK Sekjen Depkes RI). Produksi NHA 2002 – 2004 dengan klasifikasi ICHAPG (WHO, 2003)

Tahun 2011, produksi NHA 2010 dengan metodologi SHA 1.0 (OECD, 2000) dan pengubahan klasifikasi dari ICHA-PG ke SHA 1.0 untuk data NHA 2005 – 2009.

Tahun 2012, produksi NHA 2011 dengan metodologi SHA 1.0

Tahun 2013, Review data 2005 – 2009, 2010 dan 2011 agar estimasi OOP lebih tepat. Pelatihan tim tentang metodologi terbaru untuk penyusunan NHA, yaitu SHA 2011 (versi 2).

Tahun 2014, produksi NHA 2012 dengan metodologi SHA 1.0

Group

2001*

2005*

2011**

Australia, Japan Korea New Zealand China Philippines Sri Lanka Taiwan Thailand

Australia, Japan Korea New Zealand China Philippines Sri Lanka Taiwan Thailand

Japan; China; Philippines; Korea; Taiwan, Thailand, Hong Kong SAR

Bangladesh Hong Kong SAR

Bangladesh Hong Kong SAR Samoa Viet Nam

Indonesia,

Group III

Indonesia

India

Territories currently developing NHA systems

Kyrgyz Republic Papua New Guinea Samoa Viet Nam

Indonesia

Cambodia, the Federated States of Micronesia, Fiji, Lao PDR, the Marshall Islands, Singapore, and Timor-Leste

Brunei Malaysia Mongolia

Brunei Cambodia Laos

Kiribati, the Solomon Islands, and Vanuatu

Bhutan Cambodia Cook Islands Fiji India Laos Maldives Myanmar Nepal Tonga

Bhutan Cook Islands Fiji Maldives Timor Leste Tonga

American Samoa, the Democratic People’s Republic of Korea, the Northern Mariana Islands, and Palau

Group I Territories with permanently established NHA systems with routine updates

Group II Territories with NHA systems intending to produce routine updates in future

Group IV Territories planning/considering to initiate NHA systems development

Group V Territories with no official decision to develop NHA

Kyrgyz Republic Malaysia Mongolia Myanmar Nepal Papua New Guinea

Source: * Fernando, T, et.al. ‘Status of National Health Accounts in Asia Pacific Region:’Findings from the APNHAN Survey 2005’. Institute for Health Policy Sri Lanka **Langenbrunner, J, et.al. ‘Financing Healthcare in East Asia and the Pacific Best Practices and Remaining Challenges’. World Bank

Malaysia, Mongolia, Myanmar, Papua New Guinea, Samoa, Tonga, and Vietnam

TUJUAN PENGGUNAAN NHA Goal:

National Health Account

Better Planning

Advocacy Strategy

Better Health Outcome Isu sufficiency Isu efficiency Isu effectiveness Isu equity Isu sustainability Isu social participation

DATA NHA

Kode ICHA

Deskripsi

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

22.283,33

30.473,13

44.503,88

49.773,79

57.158,01

70.906,78 80.581,73

98.885,59

10.348,64 1.036,06 11.260,91 24.812,09 9.700,31

12.204,59 1.078,36 14.470,72 31.640,89 11.512,22

16.621,00 1.518,34 19.443,20 43.862,92 17.440,12

IF.1

Pengeluaran Pemerintah (Publik)

IF.1.1.1.1 IF.1.1.1.2 IF.1.1.2 IF.1.1.3 IF.1.2

Kementerian Kesehatan Kementerian Lainnya Pemerintah Provinsi Pemerintah Kab/Kota ASKES, Jamsostek, Jamkesmas

3.940,54 425,32 5.136,99 9.029,94 3.750,54

5.225,81 498,68 7.615,86 10.417,64 6.715,14

8.699,69 653,06 10.048,51 17.224,04 7.878,58

10.167,42 931,07 8.570,26 22.365,75 7.739,29

IF.2

Total Pengeluaran Swasta

55.107,48

66.536,05

77.912,25

89.083,68

IF.2.2 IF.2.3 IF.2.4 IF.2.5.1 IF.2.5.2

Asuransi Kesehatan Swasta OOP NPISH BUMN/Parastatal Perusahaan Swasta

904,00 42.269,26 1.032,46 1.985,11 8.916,65

1.003,14 50.778,14 1.137,25 2.856,71 10.760,81

1.341,26 60.120,77 1.262,50 3.194,72 11.993,00

1.834,27 68.123,82 1.402,98 4.874,64 12.847,97

2.308,64 77.618,56 1.567,75 5.010,15 14.737,88

4.305,33 4.742,65 88.805,21 100.708,28 1.739,61 1.853,86 6.004,67 7.280,77 16.362,01 17.320,30

4.408,22 113.221,64 1.995,80 7.886,44 23.274,25

IF.3

Rest of the world

1.045,01

1.257,81

1.487,62

1.866,07

1.917,95

2.221,13

2.691,96

Total

13.179,45 1.434,87 16.064,51 35.223,82 14.679,10

101.242,99 117.216,83 131.905,86 150.786,36

2.456,54

78.435,82 98.266,99 123.903,76 140.723,54 160.318,95 190.344,74 214.944,14 252.363,90

DATA NHA

1995*

Expenditure TEH per Kapita (Rupiah current prices)

2000*

45.749,8

TEH per Kapita (exchange rate USD at current prices)

2005

132.578,4

2010

357.820,0

2011

815.259,8

909.503,5

20,35

15,74

36,87

89,68

2,0

2,0

2,8

3,0

% TEH terhadap PDB

2012 1.055.146,4

103,70 2,9

3,1

*WHO Global Health Expenditure Database, Juni 2014

3.4%

Total Expenditure on Health (TEH) dan Rasio TEH terhadap GDP Tahun 2005-2012

250000.0

milyar Rupiah

200000.0

3.2%

150000.0 100000.0

2.9%

50000.0 0.0

2.7% 2005

2006

Government expenditure on health

2007

2008

2009

Private expenditure on health

2010

2011

2012

Total health expenditure as % of GDP

% TEH terhadap PDB

300000.0

112,41

GAMBARAN PENGELUARAN KESEHATAN SISI PUBLIK DI INDONESIA

DATA NHA

120,000.00

45%

Belanja Kesehatan oleh Publik

40% 100,000.00 35% 80,000.00

30% 25%

60,000.00 20% 40,000.00

15% 10%

20,000.00 5%

-

0% 2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Kementerian Kesehatan

Kementerian Lainnya

Pemerintah Provinsi

Pemerintah Kabupaten/Kota

Social security

Pengeluaran Pemerintah dari TEH

2012

GAMBARAN PENGELUARAN KESEHATAN SISI SWASTA DI INDONESIA

DATA NHA

Pengeluaran Sektor Swasta 2005-2012 160,000.00

60.0%

140,000.00

50.0%

40.0%

100,000.00 80,000.00

30.0%

60,000.00

20.0%

40,000.00 10.0%

20,000.00 -

0.0% 2005

Asuransi Kesehatan Swasta

2006

2007 OOP

2008 NPISH

2009

2010

2011

BUMN dan Pers.Swasta

2012 % OOP dari TEH

% terhadap TEH

dalam milyar rupiah

120,000.00

DATA NHA

Siapa Yang Membayar?

60.0%

Total Health Expenditure by Sources of Funding, 2012

Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lainnya

50.0%

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten

% terhadap TEH

40.0%

ASKES, Jamsostek & Jamkesmas

30.0%

Out of Pocket 20.0%

Other Private 10.0%

Rest of The World 0.0% 2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

DATA NHA

GAMBARAN PENGELUARAN KESEHATAN DI INDONESIA Dibelanjakan dimana? Total Health Expenditure by Provider, 2012

Provider layanan rawat jalan 17,7%

Rumah Sakit 49,8%

Provider lain 1,8%

Provider yang menjual eceran barang medis 16,9%

Penyedia dan administrasi program kesehatan Administrasi dan masyarakat asuransi kesehatan 5,3%

8,4%

DATA NHA

PENGELUARAN KESEHATAN DI INDONESIA Apa yang dibelanjakan? Total Health Expenditure by Function, 2012 Administrasi kesehatan 9,7%

Layanan preventif dan kesehatan masyarakat 8,4%

Belanja modal provider layanan kesehatan 4,7%

Layanan rawat inap 29,4%

Barang medis untuk pasien rawat jalan 21,7% Layanan rawat jalan 20,1%

Layanan pendukung 5,9%

Layanan rehabilitatif 0,2%

Data & Analisis DHA

Dimanfaatkan utk bahan; pengambilan keputusan & perbaikan perenc, perlunya bank data

Proses Penyusunan DHA; •Entry Data Realisasi Belanja Kesehatan • Interpretasi & RekomendasiI Kelembagaan

Tim DHA: Dinkes, BAPPEDA BPS, RSUD, DLL

Sumber Biaya Penyusunan DHA: APBD, APBN, Donor

Metodologi: Standar  ICHA

METODE PEMBAYARAN PROVIDER Retrospective Payment: Payment are made or agreed upon after provision of services

• Fee-for-service • Payment per itemised bill • Payment per diem

• Case based payment/case Prospective mix Payment: Payment are made or agreed upon in advance before provision of services

• Capitation payment • Global budget

MENGAPA PILIH METODE PEMBAYARAN PROSPEKTIF (DRG)?

Fewer Unneccesary test/services

Shorter LOS

Improve hospital management

BENEFIT

Improve hospital data system

Reduct of excess hospital capacity

Increase in hospital casemix due to change in coding (DRG creep) Separate provision of services which previously were considered part of routin in patient care (Unbundling)

Increase unneccessary admission, readmission, transfer

UNINTENDED CONSEQUENCES

SHARING RISK DALAM JAMINAN KESEHATAN DENGAN PEMBAYARAN PROSPEKTIF Retrospective payment: FFS (OOP) Prospective payment: DRG (JKN)

Rp Pasien/Peserta

Pasien

Provide r

Rp Badan Penyelenggara

Rp Provider

Yankes

Lokus Resiko

PERBEDAAN METODE PEMBAYARAN FFS VS DRG/CBG FFS

CBG

Tarif

Rupiah

Rupiah

Tarif

Profit Cost

Volume Pelayanan

Loss Profit Cost

Pembayaran prospektif (average price/fixed price)

Volume Pelayanan

LANDASAN HUKUM PERPRES 12/2013 PASAL 39 BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. (1)

Dalam hal Fasilitas Kesehatan tingkat pertama di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan diberikan kewenangan untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. (2)

(3)

BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INA- CBG’s).

ELEMEN PENTING INA-CBG

Medical Record

Coding

CBG Group

SUMBER DATA COSTING RS

Kemenhan RSUP Kemenkes RSUP

RSUD BPOM

RSUD BKKBN

RS POLRI TNI/POLRI

RS PU TNI/POLRI

Kemendik RSUD bud

RSUD Kemen parekraf

RSUD Kemenag

RS SWASTA

RS SWASTA

RS SWASTA

RSUP TNI AD

RSUP TNI AL

RSUP TNI AU

Kemensos RSUD

Kemenaker RSUD trans

RS SWASTA

RS TNI/POLRI

BNN

RS RSLH Pemprov Kemen TNI/POLRI TNI/POLRI

RSUD Kemenhub RSUD Kemen kominfo

Pemkab/ RSUD Pemkot

, RS SWASTA

RS SWASTA

RS SWASTA

RSUP/RS TNI POLRI

RSUD

COSTIN G INA CBG

RS SWASTA

RS SWASTA

RS SWASTA

RS SWASTA

APA YANG HARUS DILAKUKAN RS DALAM PEMBAYARAN INA CBG? • Menerapkan standarisasi  pelayanan, obat, alkes, dll • Melakukan dan meningkatkan efisiensi  cost containment • Penguatan sistem pencatatan medik • Peningkatan kompetensi coder dan pemahaman tentang INA CBG • Tidak senantiasa membandingkan tarif FFS RS dengan tarif INA CBG  lihat total income RS • Merubah cara pembagian jasa  remunerasi • Mulai meningkatkan awareness untuk kemungkinan fraud  mengaktifkan sistem pencegahan fraud

COST CONTAINMENT DI RS

Pemeliha raan

Manaje men

Bangunan

Kendara an

Alat Medik

JKN

Air

Liistrik/ Telp

Alat non medik

Obat dan BHP Makanan

Administra si

47

PENUTUP • Penerapan pembayaran prospektif (INA CBG) bertujuan untuk pengendalian biaya dan sekaligus penerapan mutu  turut menjaga sustainabilitas JKN

• Pembentukan tarif INA CBG dalam proses menuju nilai yang representatif (mencerminkan real cost) • Sejalan dengan implementasi tarif INA CBG, beberapa perubahan (respons) harus dilakukan oleh RS  misalnya penerapan standar, melakukan cost containment, perubahan pola pembagian jasa, dsb

www.ppjk.depkes.go.id

Terimakasih

BETTER FINANCING FOR BETTER HEALTH Hotlines:

(021) 5221229, (021) 5277543, (021) 5279409

49