MODEL KEPRIBADIAN SEHAT DALAM BUDDHISME

Download dan mendeskripsikan model kepribadian sehat menurut Buddhisme Maitreya ... Kata kunci: model kepribadian sehat, Buddhisme Maitreya, penelit...

0 downloads 431 Views 2MB Size
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MODEL KEPRIBADIAN SEHAT DALAM BUDDHISME MAITREYA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Oleh : Anthon Jason NIM : 019114167

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama

: Anthon Jason

Nomor Mahasiswa

: 019114167

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : MODEL KEPRIBADIAN SEHAT DALAM BUDDHISME MAITREYA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 20 Januari 2008

Yang menyatakan

(Anthon Jason)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta,

11 Februari 2008 Penulis

Anthon Jason

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK Tren perkembangan psikologi saat ini telah meluas ke arah psikologi pertumbuhan, yakni tidak lagi sekadar berurusan dengan penyakit mental pada manusia, namun juga membicarakan taraf pencapaian potensi psikologis terbaik yang bisa diraih manusia. Untuk mencapai hal ini dibutuhkan sebuah model kepribadian sehat untuk dijadikan sebagai acuan dan contoh dalam pengembangan potensi psikologis seorang manusia. Lebih jauh lagi, pemahaman sebuah model kepribadian sehat sangat erat kaitannya dengan pemahaman tokoh yang melahirkan model tersebut serta budaya setempat dimana model itu dikembangkan. Bertolak dari pemikiran ini maka penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan model kepribadian sehat menurut Buddhisme Maitreya dengan menggunakan kerangka konseptual perbandingan sifat-sifat kepribadian sehat Schultz. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dan penganalisisan data penelitian menggunakan analisis isi. Hasil analisis berupa pembahasan disusun dalam bentuk teks naratif dengan sewaktu-waktu berpaling pada data untuk mengonfirmasi kesimpulan yang diambil. Dari hasil penelitian dapat disusun sebuah pandangan khas Buddhisme Maitreya mengenai kepribadian sehat. Dari hasil penelitian juga dapat dilihat beberapa kesamaan dan perbedaan gagasan dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya dengan konsep para ahli psikologi pertumbuhan mengenai kepribadian sehat. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya menggunakan konsep teoretis yang lebih spesifik dan mendalam terhadap kelompok budaya lain yang ingin diteliti.

Kata kunci: model kepribadian sehat, Buddhisme Maitreya, penelitian deskriptif– kualitatif, analisis isi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT The development trend of psychology recently has extended up at growth psychology that is not only dealing with mental illness of human but also discuss the level attainment of best psychological potency, which human being can reach. To reach this matter, it is required a healthy personality model to be made as reference and example in the development of psychological potency for human. Moreover, the understanding of healthy personality model is very close associated with the understanding of the figure bear the model and local culture where that model is developed. Starting from this idea this research aim is to comprehend and describe healthy personality model according to Maitreya Buddhism by using conceptual framework of Schultz’s comparison attribute of healthy personality. This research conducted by using qualitative-descriptive approach and the analysis of research data use content analysis. The result of analysis in the form of discussion constructed in narrative text form with at any times look away to data to confirm the taken conclusion. From the result of the research it can be compiled a typical view of Maitreya Buddhism regarding healthy personality. It is also could be seen some similarities and differences of idea between teaching concept of Maitreya Buddhism and concept of growth psychology experts concerning healthy personality. Suggestion for research hereinafter is better to use the specific and exhaustive theoretical concept to other cultural group that wish to be researched.

Keyword: healthy personality model, Maitreya Buddhism, qualitative–descriptive research, content analysis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR Dengan segenap rasa syukur dan sukacita penulis menghaturkan terima kasih kepada Tuhan, Bunda semesta alam, karena dalam kasih-Nya yang tidak pernah putus mengalir telah memberkati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Juga kepada seluruh Buddha-Bodhisatva dan segenap makhluk yang mendukung penulis dengan menjadi sumber inspirasi, kearifan dan kebijaksanaan yang sangat berharga. Skripsi ini merupakan karya tulis ilmiah yang disusun sebagai tugas akhir penelitian dalam rangka pelatihan dan pendidikan di bidang karya ilmiah universitas Sanata Dharma. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk meyelesaikan program S1 psikologi dan mendapatkan gelar sarjana psikologi. Terselesaikannya skripsi ini merupakan hasil dari sebuah proses yang melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu. Pihak-pihak tersebut adalah: •

Pak Pratik sebagai dosen pembimbing atas segala jerih payahnya dalam membaca dan memberikan masukan dan saran yang sangat berharga bagi penulis.



Segenap dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, orang-orang yang membuat penulis tumbuh dan berkembang.



Papa, mama, kakak dan adik atas segala dukungan kasih, semangat, pengertian, dan kebaikan yang berlimpah kepada penulis.



Pandita Halim Zen Bodhi dan Pandita Lusia Anggraini yang telah membuka pikiran penulis untuk bisa menulis dan menyelesaikan skripsi ini.



Tc. Chai yen atas segalanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



Seluruh keluarga besar Vihara Bohicitta Maitreya dan Vihara Sukhavati Maitreya atas momen-momen yang indah dan berarti dalam kehidupan penulis.



Serta seluruh pihak lain yang telah membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Meskipun tidak disebutkan disini, namun itu tidak bermaksud mengurangi rasa syukur dan terima kasih penulis kepada semuanya. Pada akhirnya penulis terbuka terhadap segala kritik, saran dan masukan

terhadap skripsi ini, demi kemajuan pengembangan ilmu pengetahuan. Setiap kekurangan dan kesalahan yang ada pada skripsi ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Yogyakarta, 22 Januari 2008

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL..............................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................

iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS..........

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................

vi

ABSTRAK.............................................................................................................

vii

ABSTRACT...........................................................................................................

viii

KATA PENGANTAR...........................................................................................

ix

DAFTAR ISI..........................................................................................................

xi

DAFTAR TABEL..................................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................

xvi

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................

1

A. Latar belakang..............................................................................................

1

B. Perumusan Masalah.....................................................................................

5

C. Tujuan penelitian.........................................................................................

5

D. Manfaat penelitian........................................................................................

5

BAB II. KEPRIBADIAN SEHAT...........................................................................

6

A. Tinjauan umum............................................................................................

6

B. Pandangan Para Ahli Psikologi Pertumbuhan.............................................

7

1. Model Allport (Orang Yang Matang).....................................................

7

2. Model Rogers (Orang Yang Berfungsi Sepenuhnya).............................

13

3. Model Fromm (Orang Yang Produktif)..................................................

18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Model Maslow (Orang Yang Mengaktualisasikan Diri).......................

23

5. Model Jung (Orang Yang Terindividuasi).............................................

26

6. Model Frankl ( Orang Yang Mengatasi Diri)........................................

30

7. Model Perls (Orang “Disini Dan Kini”).................................................

33

C. Kesimpulan.................................................................................................

35

BAB III. BUDDHISME MAITREYA...................................................................

40

A. Sejarah Singkat Buddhisme Maitreya........................................................

40

B. Keimanan Terhadap Buddha Maitreya.......................................................

41

1. Sabda-sabda Buddha Sakyamuni Tentang Buddha Maitreya Serta Perkembangan Keimanan Terhadap Buddha Maitreya di Dunia..........

41

2. Siapakah Buddha Maitreya ?.................................................................

43

a. Ciri Khas Wujud Suci Buddha Maitreya...........................................

44

b. Jejak Kasih Buddha Maitreya (berbagai inkarnasi Buddha Maitreya)..............................................

45

3. Makna Iman Maitreya Dalam Buddhisme Maitreya..............................

50

C. Perkembangan Buddhisme Maitreya ..........................................................

50

1. Perkembangan di Dunia Internasional....................................................

50

2. Perkembangan di Indonesia, MAPANBUMI (Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia)........................................

52

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN..............................................................

54

A. Jenis Penelitian .........................................................................................

54

B. Metode Penelitian......................................................................................

54

C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah...................................................

56

D. Sumber Data..............................................................................................

58

E. Alur penelitian, Penyajian Data dan Pembahasan.....................................

59

F. Kredibilitas Penelitian...............................................................................

60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V. MODEL KEPRIBADIAN SEHAT DALAM BUDDHISME MAITREYA (ORANG YANG MENGAKTUALISASIKAN NURANI)...................

61

A. Konsep Ajaran Buddhisme Maitreya Dalam Perspektif Kepribadian Sehat..........................................................................................................

61

1. Pandangan Buddhisme Maitreya Tentang Hakikat Manusia ( Diri dari Kepribadian Sehat) ..........................................................

61

HATI NURANI DAN DINAMIKANYA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI...........................................................................................

66

2. Signifikansi Hati Nurani (Kodrat Eksistensi Kepribadian Sehat)............ 70 B. Aspek – aspek Kepribadian Sehat Buddhisme Maitreya (Hasil Analisis Kerangka Konseptual Penelitian Pada Data)..................... 78 1. Dorongan Pada Kepribadian Sehat..........................................................

79

2. Fokus Pada Kesadaran atau Ketidaksadaran...........................................

81

3. Tekanan Pada Masa Lampau, Masa Sekarang, Serta Masa yang Akan Datang...................................................................................................

82

4. Tekanan Pada Peningkatan Atau Reduksi Tegangan.............................

84

5. Sifat Persepsi..........................................................................................

86

6. Peranan Pekerjaan, Tugas – Tugas dan Tujuan Bagi Kepribadian Sehat.................................................................................

87

7. Hubungan Serta Tanggung Jawab Terhadap Orang Lain.....................

88

BAB VI KESIMPULAN, SARAN SERTA REFLEKSI......................................

91

A. Kesimpulan................................................................................................

91

B. Saran.........................................................................................................

92

C. Refleksi......................................................................................................

93

SENARAI .............................................................................................................

94

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

96

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN-LAMPIRAN....................................................................................

98

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan sifat-sifat model kepribadian sehat menurut Schlutz............ 35 Tabel 2. Aspek-aspek kepribadian sehat.................................................................... 57 Tabel 3. Pembagian Siginifikansi Hati Nurani dalam Lokus Aktualisasi Serta Bentuk Aktualisasinya................................................................................. 78 Tabel 4. Ringkasan Aspek-aspek Kepribadian Sehat Buddhisme Maitreya (Orang Yang Mengaktualisasikan Nurani)................................................... 90

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Buddha Maitreya.......................................................................................... 44 Gambar 2. Komponen-komponen analisis data............................................................. 55 Gambar 3. Dinamika Kepribadian Sehat Dalam Konsep Ajaran Buddhisme Maitreya........................................................................................................ 64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang didambakan oleh setiap manusia, baik secara sadar maupun tidak. Sementara orang tidak menyadari pentingnya kesehatan, sampai ketika ia jatuh sakit. Tanpa kesehatan, banyak hal menjadi tidak berarti dan sulit dilakukan. Sebaliknya dengan kesehatan yang baik, maka lebih banyak hal yang bisa dikerjakan dibanding ketika sakit. Pada masa lampau, para ilmuwan mendefinisikan kesehatan secara sederhana yaitu “tidak adanya gangguan kesehatan atau penyakit”. Akan tetapi, ketika WHO (World Health Organization) didirikan pada tahun 1948, kesehatan didefinisikan sebagai A complete state of physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity . Berdasarkan definisi di atas, kita menyadari bahwa individu bisa sehat dalam salah satu aspek kehidupannya (misalnya tekanan darah normal), tapi tidak sehat dalam aspek yang lain (misalnya menderita depresi). Dalam Notosoedirjo dan Latipun (2005), dijelaskan bahwa : “Sehat mengandung pengertian keadaan yang sempurna secara biopsikososial, lebih dari sekadar terbebas dari penyakit atau kecacatan. Sakit juga mengandung makna biopsikososial, yang meliputi konsep disease (berdimensi biologis), illness (berdimensi psikologis) dan sickness (berdimensi sosiologis). Faktor subjektif dan kultural juga turut menentukan konsep sehat dan sakit.” (hal. 11) Untuk mengetahui kesehatan fisik seorang individu tidaklah terlampau sulit, setidaknya pada saat sekarang. Hal ini bisa dilakukan dengan mengukur dan menilai tekanan darah, kadar kolesterol, fungsi organ tubuh, dan lain sebagainya. Sebaliknya untuk mengetahui kesehatan individu dari segi mental (psikologis) dan sosial lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sulit dan menantang. Pikiran, persepsi-persepsi internal, motif-motif pribadi, semuanya bersifat subjektif dan lebih sulit untuk dikuantifikasi. Sebenarnya, pengertian kesehatan mental sangat banyak, pandangan dari tiap ahli saling melengkapi satu sama lain. Namun demikian, merumuskan pengertian kesehatan mental secara komprehensif bukan suatu hal yang mudah dilakukan. Untuk membantu memahami makna kesehatan mental, terdapat prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai pegangan bagi kita (Altrocchi, 1980; Lehtinen, 1989 dalam Notosoedirjo dan Latipun, 2005: 26-27). Prinsip-prinsip kesehatan mental adalah sebagai berikut: 1. Kesehatan mental adalah lebih dari tiadanya perilaku abnormal. Prinsip ini menegaskan bahwa orang yang dikatakan sehat mentalnya tidak cukup kalau dikatakan sebagai orang yang tidak mengalami abnormalitas atau orang yang normal. Karena pendekatan statistik memberikan kelemahan pemahaman normalitas itu. Konsep kesehatan mental lebih bermakna positif ketimbang makna keadaan umum atau normalitas sebagaimana konsep statitistik. 2. Kesehatan mental adalah konsep yang ideal. Prinsip ini menegaskan bahwa kesehatan mental menjadi tujuan yang amat tinggi bagi seseorang. Apalagi disadari bahwa kesehatan mental itu bersifat kontinum. Jadi sedapat

mungkin orang

mendapatkan kondisi sehat yang paling optimal, dan berusaha terus untuk mencapai kondisi sehat yang setinggi-setingginya. 3. Kesehatan mental sebagai bagian dan karakteristik kualitas hidup. Prinsip ini menegaskan bahwa kualitas hidup seseorang salah satunya ditunjukkan oleh kesehatan mentalnya. Secara khusus, penulis tertarik pada kondisi-kondisi puncak di mana kesehatan mental seorang manusia mencapai titik optimum. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa kesehatan mental bersifat kontinum. Dalam Notosoedirjo dan Latipun (2005: 27)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lebih lanjut dijelaskan bahwa kalangan ahli kesehatan mental telah membuat kriteriakriteria atau kondisi optimum seseorang dapat dikatakan berada dalam kondisi sehat. Meskipun istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi optimum itu berbeda-beda, serta kriteria yang dibuat pun tidak sama secara tekstual, namun memiliki maksud yang sama. Misalnya, Maslow menyebut kondisi optimum itu dengan selfactualization, Rogers menyebutnya fully functioning, Allport memberi nama mature personality, dan sebagainya. Penelitian ini memilih menggunakan istilah healthy personality (kepribadian sehat). Istilah healthy personality (kepribadian sehat) dipinjam dari Duane Schultz (1993). Kepribadian sehat yang dimaksud lebih dari sekadar terbebas dari gangguan mental, namun bagaimana seorang manusia memaknai hidupnya secara penuh, merasakan kepenuhan hidup, dan menjadi seorang yang mampu mengaktualisasikan dirinya. Salah satu kunci untuk memahami kesehatan mental adalah dengan mendefinisikannya dalam konteks kultural, yaitu lahir dari cara pandang sekelompok orang terhadap sebuah fenomena. Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengeksplorasi kesehatan mental yang optimal menurut pandangan Buddhisme Maitreya, yaitu model kepribadian sehat dalam konteks konsep ajaran Buddhisme Maitreya. Keimanan utama dalam Buddhisme Maitreya adalah pengagungan terhadap Buddha Maitreya. Maitreya atau Maitri berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti Cinta kasih. Dikatakan bahwa selama berkali-kali kehidupan, Buddha Maitreya telah membina diri secara intensif dengan berfokus pada pengamalan cinta kasih semesta. Ikrar agung Buddha Maitreya adalah merombak dunia yang penuh kekacauan menjadi dunia damai sentosa, dunia yang kotor menjadi Bumi Suci, dunia yang penuh kegelapan dan penuh dosa menjadi kerajaan Tuhan, samudra duka menjadi Sukhavati Maitreya. Ikrar agung-Nya yang adalah membawakan kebahagiaan semesta bagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

langit, bumi, umat manusia, serta laksa benda dan kehidupan. Doktrin inilah yang melatarbelakangi kelahiran Maha Tao Maitreya/Buddhisme Maitreya (Wang Che Kuang, 2002). Buddha Maitreya mengajarkan bahwa hanya dengan mengembangkan keindahan kodrati yang kita miliki sebagai manusia kita dapat mendatangkan keterbebasan dan kebahagiaan pada diri sendiri, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi keluarga, kerukunan dan kedamaian bagi masyarakat, kemakmuran, stabilitas, dan kesentosaan bagi negara, terang dan kedamaian bagi dunia. Lebih lanjut M. S Yen dan M. S Wang (Majalah Maitreyawira, “Visi Tunggal...”, 2004), pemimpin tertinggi Buddhisme Maitreya, mengatakan bahwa “Visi perjuangan umat Maitreya sedunia adalah satu dan sama, yaitu mewujudkan nurani sadar cemerlang dan mewujudkan Bumi Suci Maitreya” (hal. 20). Visi inilah yang menjadi titik akhir dalam perjalanan pembinaan diri bagi umat Maitreya sedunia. Nurani yang sadar cemerlang adalah perwujudan dari keindahan kodrati manusia (baca: kepribadian sehat). Perjuangan mewujudkan keindahan kodrati manusia adalah perjuangan mencemerlangkan nurani, perjuangan selanjutnya yaitu mencemerlangkan nurani orang lain, demikianlah Bumi Suci Maitreya bisa terwujud. Seperti yang dijelaskan oleh M. S Wang (2003), bahwa “hanya dengan mewujudkan keindahan kodrati manusia, maka terciptalah hidup yang bahagia-leluasa dan penuh makna, keluarga yang harmonis sejahtera, masyarakat yang rukun-damai, bangsa yang makmur sentosa dan dunia yang damai bahagia.” (hal. 12). Berdasarkan uraian diatas, maka melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana model kepribadian sehat menurut konsep ajaran Buddhisme Maitreya. Konsep ajaran yang ingin ditemukan dalam Buddhisme Maitreya yaitu yang merepresentasikan model kepribadian sehatnya, berupa karakteristik dari potensi psikologis manusia yang terbaik yang mampu dicapai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Perumusan Masalah Bagaimana model kepribadian sehat dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya tentang kepribadian sehat menurut kerangka konseptual sifat kepribadian sehat dari Schultz?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsep ajaran Buddhisme Maitreya tentang kepribadian sehat menurut kerangka konseptual sifat kepribadian sehat dari Schultz.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis Berfungsi sebagai pembanding ataupun sebagai pelengkap terhadap teori-teori

psikologi pertumbuhan yang sudah ada. Hasil penelitian ini

diharapkan bisa memperkaya teori kepribadian dengan menemukan teoriteori yang lebih grounded, yang dikembangkan oleh masing-masing kebudayaan atau kelompok tertentu. 2. Praktis Untuk meningkatkan pemahaman terhadap Buddhisme Maitreya dari perspektif psikologis. Hal ini berguna khususnya bagi umat Buddhisme Maitreya sendiri. Bagi orang-orang di luar Buddhisme Maitreya penelitian ini juga berguna untuk meningkatkan pemahaman terhadap Buddhisme Maitreya, sehingga sikap toleransi antar umat beragama dapat dibangun dari pandangan yang benar dan seimbang terhadap konsep ajaran agama lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II KEPRIBADIAN SEHAT

A. Tinjauan umum Pada bagian teoretis mengenai kepribadian sehat ini, penulis ingin memperjelas konsep mengenai kepribadian sehat yang diacu oleh penulis. Disini penulis mengacu pada konsep yang digunakan oleh Duane Schultz (1993) yang menggunakan istilah healthy personality/kepribadian sehat untuk menggambarkan tingkat kesehatan psikologis yang paling sempurna. Jadi kepribadian sehat yang dimaksud adalah optimalisasi dari kesehatan mental. Studi tentang healthy personality (kepribadian sehat) tampak diabaikan pada masa awal perkembangan ilmu psikologi tradisional, yaitu psikoanalisis dan behaviorisme. Baik psikoanalisis maupun behaviorisme tidak berbicara mengenai potensi kita untuk bertumbuh, namun yang menjadi perhatian adalah memeriksa sakit jiwa bukan kesehatan jiwa yang optimal. Akan tetapi dalam beberapa dekade belakangan ini, studi-studi dan ahli psikologi yang mempelajari potensi manusia untuk bertumbuh dan berkembang telah meningkat. Ahli-ahli psikologi pertumbuhan ini (kebanyakan dari mereka lebih senang disebut sebagai ahli psikologi humanistik) memiliki suatu pandangan yang segar terhadap kodrat manusia. Apa yang mereka lihat terhadap manusia berbeda dari apa yang digambarkan oleh behaviorisme dan psikoanalisis. Seperti yang dikatakan oleh Eddington dan Shuman (2005): Whereas behaviorists see individuals as passive responders to external stimuli and psychoanalysts see people as victims of biological forces and childhood conflicts, the humanistic psychologists believe we can strive to become all we are capable of becoming and in the process transform from normality to healthy personality. (hal. 2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Selanjutnya Eddington dan Shuman (2005) juga menyatakan bahwa “Healthy personality has proven to be a difficult and elusive concept to define” (hal. 2). Pernyataan ini menunjukkan bahwa hanya terdapat sedikit persesuaian pendapat di kalangan ahli-ahli psikologi yang mempelajari bidang ini. Hal yang dapat dicapai pada tingkat pengetahuan kita adalah meneliti konsepsi-konsepsi tentang kesehatan psikologis yang positif itu, kemudian melihat apa yang dikatakan oleh konsepsikonsepsi itu tentang diri kita (Schultz, 1993).

B. Pandangan Para Ahli Psikologi Pertumbuhan Para ahli psikologi pertumbuhan di dunia Barat telah membahas orang-orang dengan kesehatan mental yang optimal. Dalam bukunya, Schultz (1993) memaparkan tujuh model kepribadian sehat menurut tujuh orang ahli psikologi, yang disebutnya para ahli psikologi pertumbuhan atau psikologi humanistik. Model-model kepribadian sehat itu antara lain dikemukakan oleh: Gordon Allport, Carl Rogers, Erich Fromm, Abraham Maslow, Carl Jung, Viktor Frankl, dan Fritz Perls. Selanjutnya penulis akan membicarakan model-model kepribadian sehat ini. Teori-teori mereka ini dipilih karena mereka tergolong ke dalam mainstream psikologi pertumbuhan. Teori-teori mereka tergolong diantara pendirian-pendirian yang diakui dan dikembangkan secara lebih lengkap dan pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu psikologi pada saat ini cukup besar.

1. Model Allport (Orang Yang Matang) Allport mengembangkan teorinya berdasarkan data yang diperoleh dari studi tentang orang-orang dewasa yang sehat dan matang. Allport percaya bahwa orangorang yang matang dan sehat diarahkan ke masa kini dan ke masa depan. Dalam Schultz (1993: 19) dijelaskan bahwa orang-orang yang matang dan sehat ini memiliki

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kekuatan untuk mengontrol kehidupan mereka, dalam tingkat yang rasional dan sadar ke arah masa depan. Sebaliknya orang-orang yang neurotik terikat oleh masa kanakkanak dan pengalaman-pengalaman traumatik mereka. Alih-alih membuat sebuah garis kontinum antara orang yang neurotik dan sehat, Allport malah melihat sebuah jurang atau dikotomi antara orang yang neurotik dan sehat. Hal ini karena Allport melihat tidak ada kesamaan fungsional antar orang yang neurotik dan orang yang sehat, mereka berbeda dalam jenisnya, bukan dalam tingkatnya (Schultz, 1993: 20). Allport menekankan pentingnya menerangkan motivasi bagi ahli-ahli yang ingin mempelajari kepribadian, karena motif-motif orang dewasa adalah otonom secara fungsional (functionally outonomous) terhadap masa kanak-kanak (Schultz, 1993: 20). Orang yang matang (baca: sehat) akan membuat rencana-rencana yang sesuai dengan cita-cita, aspirasi dan harapan-harapan mereka. Meskipun tidak terikat oleh masa lalu, tapi pandangan mereka terhadap dunia adalah objektif, dan sesuai realitas. Hal ini berarti mereka tetap belajar dari masa lampau, namun tidak berfokus pada masa lampau, dan tidak terikat oleh pengalaman-pengalaman traumatik di masa lampau. Yang terpenting bagi kepribadian yang sehat adalah bagaimana mencari suatu arah ke masa depan, dimana mereka dapat menuangkan aspirasi-aspirasi, harapanharapan, dan cita-cita mereka ke dalamnya. Perjuangan untuk mewujudkan semua itu mendorong orang yang matang untuk semakin bertumbuh dan berkembang (bukan sekedar reduksi tegangan). Allport (1955, dalam Eddington dan Shuman, 2005), menjelaskan:

The possession of long-range goals, regarded as central to one s

personal existence, distinguishes the human from the animal, the adult from the child, and in many cases the healthy personality from the sick.

(hal. 2). Lebih lanjut

Allport menyatakan dengan jelas: “Keselamatan hanya berlaku bagi dia yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

henti-hentinya menyibukkan diri dalam mengejar tujuan-tujuan yang pada akhirnya tidak tercapai sepenuhnya” (dalam Schultz 1993: 24). Memang tujuan-tujuan yang dicita-citakan oleh orang yang sehat pada dasarnya tidak dapat dicapai (Schultz, 1993: 23). Hal ini tampak menjadi suatu paradoks bagi orang dengan kepribadian sehat, tetapi begitulah kenyataannya. Tujuan akhir bagi orang yang matang ini pada dasarnya memang tidak pernah dapat dicapai. Yang dapat dicapai adalah subtujuan-subtujuan dari tujuan yang sebenarnya. Karena manusia yang sehat memiliki kebutuhan terus-menerus akan variasi, akan sensasi-sensasi dan tantangan baru (lihat Schultz, 1993: 22), maka dapat dibayangkan kalau tujuan-tujuan terakhir sudah tercapai, sama halnya dengan perahu layar yang tidak memiliki angin lagi untuk berlayar, tenaga pendorongnya telah hilang. Oleh karena itu Allport mengemukakan prinsip untuk menjelaskan kebutuhan dalam menemukan motif-motif baru apabila ternyata motif-motif yang ada ternyata tidak cukup atau tidak cocok lagi. Dia menyebutnya

principle of organizing the

energy level . Orang yang matang dan sehat terus-menerus membutuhkan motif-motif kekuatan dan daya hidup yang cukup untuk menghabiskan energinya (Schultz, 1993: 24). Prinsip ini juga dipakai Allport untuk menjelaskan kenakalan dan kriminalitas yang dilakukan oleh anak remaja. Menurut Allport mereka tidak mempunyai jalan untuk menyalurkan energinya secara konstruktif, sehingga energi keluar melalui jalan destruktif. Allport (dalam Schultz, 1993: 25) juga memasukkan “prinsip penguasaan dan kemampuan” (principle of mastery and competence). Menurut prinsip ini, orangorang yang matang dan sehat didorong untuk melakukan yang tertinggi dan terbaik dalam usaha mereka mewujudkan tujuan akhir yang mereka impikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tujuh kriteria kematangan berikut ini merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat (Schultz, 1993: 30-36): 1. Perluasan perasaan diri Disini Allport mengemukakan pentingnya seorang individu yang ingin menjadi matang dan sehat untuk mengembangkan perhatian di luar dirinya. Disini Allport sedikit menyamakan ‘perhatian’ dengan ‘diri’. Dengan meluaskan perhatian yang awalnya hanya berpusat pada individu, maka dirinya pun ikut meluas dan berkembang. Perluasan perasaan diri meliputi tidak hanya benda-benda dan orangorang disekitar individu, namun juga meliputi nilai-nilai, cita-cita, dan terutama yang ditekankan oleh Allport adalah aktivitas. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport menamakan hal ini “partisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha manusia” (dalam Schultz, 1993: 30). Penting bagi seorang individu yang sehat dan matang untuk melibatkan diri dalam aktivitas yang relevan dan penting bagi dirinya. Ketika aktivitas-aktivitas itu mendukung tercapainya tujuantujuan hidup, menciptakan perasaan yang berharga pada diri, maka saat mengerjakannya akan membuat individu menjadi sehat secara psikologis. Perasaan partisipasi otentik ini berlaku bagi aktivitas kita dengan orang-orang terdekat, spritualitas, serta nilai-nilai yang kita anut, sehingga ini dapat menjadi perluasan perasaan diri. 2. Hubungan diri yang hangat dengan orang-orang lain Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orangorang lain, kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu (dalam Schultz, 1993: 31). Suatu perasaan perluasan diri yang berkembang dengan baik terhadap orang-orang di sekitar kita akan memperlihatkan apa yang disebut Allport sebagai kapasitas untuk keintiman. Ketika individu yang matang dan sehat telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melibatkan dirinya secara penuh ke dalam orang-orang di sekitarnya, ini berarti orang-orang itu adalah orang-orang yang mendukung tujuan hidupnya, yang membuat hidupnya menjadi berharga. Maka bagi individu yang sehat dan matang memberi cinta untuk orang-orang di sekitarnya sama pentingnya dengan kesejahteraannya sendiri. Oleh karena itu cinta dari orang yang matang tidak bersyarat, tidak melumpuhkan dan tidak mengikat. Untuk dapat mencintai dengan sepenuh hati dan memperlihatkan kapasitas keintiman, maka seorang individu harus mempunyai perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik. Jenis lain dari kehangatan hubungan diri dengan orang-orang lain adalah sejenis perasaan empati yang meluas yang disebut ‘perasaan terharu’. Schultz (1993: 31) menjelaskan bahwa perasaan terharu, tipe kehangatan yang kedua adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Dengan memiliki kapasitas perasaan terharu ini, maka orang yang matang mampu memaklumi setiap tingkah laku orang-orang lain. Dia mampu menerima kesalahan-kesalahan orang lain dan memahami sifat universal dari pengalamanpengalaman dasar manusia. 3. Keamanan emosional Keamanan emosional yang merupakan sifat ketiga dari kepribadian sehat ini dtandai dengan penerimaan diri yang baik. Orang yang sehat dan matang akan mampu menerima kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri mereka, namun tidak berarti membuat mereka menjadi menyerah terhadap keadaan diri mereka. Orang yang matang dan sehat juga mengenali dan mampu mengontrol emosi-emosi mereka, sekaligus menyalurkannya dengan cara yang konstruktif, bukan direpresikan atau disalurkan dengan cara yang destruktif. Dengan kemampuan untuk mengontrol emosi-emosi yang mereka rasakan, maka orang-orang yang matang ini akan mampu bertahan dalam menghadapi ketakutan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ketakutan hidup dan ancaman-ancaman terhadap ego mereka. Berarti mereka telah memiliki perasaan dasar akan keamanan, terutama keamanan emosional. 4. Persepsi realistis Orang-orang yang sehat akan melihat dunia sebagaimana adanya, baik ataupun buruk dapat dibedakan dengan jelas. Mereka dapat mengontrol prasangka pribadi, perasaan-perasaan, serta kebutuhan-kebutuhan mereka supaya tidak mendistorsi realitas yang mereka hadapi. Dengan kata lain orang yang sehat melihat dunia secara objektif sedangkan orang sakit mencampurkan khayalan mereka ke dalam realitas. 5. Ketrampilan-ketrampilan dan tugas-tugas Disini Allport menekankan pentingnya mempunyai pekerjaan-pekerjaan yang baik, yang memerlukan komitmen dan dedikasi yang tinggi. Hal ini akan membuat orang menjadi lebih sehat dan matang. Dengan melakukan pekerjaan atau aktivitas yang bernilai dan memerlukan komitmen dan dedikasi, akan memberikan perasaan kontinuitas dan perasaan positif untuk hidup. 6. Pemahaman diri Orang-orang yang matang dan sehat akan menuju ke arah pemahaman diri yang baik. Hal ini terutama juga ditunjang oleh keterbukaannya pada pendapat orang lain dalam merumuskan gambaran dirinya yang objektif. Diri dapat dibedakan sebagai diri yang menurut keadaan sesungguhnya, diri menurut gambaran yang dimiliki oleh individu itu sendiri, dan diri menurut pendapat orang lain. Semakin dekat hubungan ketiga gagasan ini, maka individu akan semakin matang. Selain itu Allport mengemukakan bahwa individu yang memiliki wawasan diri lebih baik adalah lebih cerdas dan memiliki perasaan humor lebih baik (bukan humor yang menyangkut seks dan agresi) (Schultz, 1993).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Filsafat hidup yang mempersatukan Sifat ketujuh yang digambarkan Allport tentang kepribadian sehat dan matang ini adalah tentang nilai-nilai yang dimiliki individu, serta pengaruhnya dalam memberi “arah” (directness) bagi individu tersebut. Nilai-nilai itu mungkin berupa tujuan-tujuan, cita-cita, aspirasi, harapan-harapan yang diperjuangkan oleh individu tersebut. Perjuangan itulah yang penting bagi orang yang sehat dan matang. Adanya arah dan tujuan ke masa depan akan menyatukan semua segi kehidupan, serta memberi suatu keberhargaan dan perasaan kontinuitas pada kehidupan. Suara hati ikut berperan dalam memilih nilai-nilai. Suatu filsafat hidup yang mempersatukan hanya akan tercipta oleh suara hati yang matang, yang bisa memilih nilai-nilai yang cukup kuat untuk menyatukan semua segi kehidupan. Schultz (1993: 36) menjelaskan bahwa suara hati yang matang adalah suatu perasaan kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada orang-orang lain, yang berakar dalam nilai-nilai agama atau nilai-nilai etis.

2. Model Rogers (Orang Yang Berfungsi Sepenuhnya) Rogers, sama seperti Allport, menekankan pentingnya kesadaran bagi kepribadian yang sehat. Yang berbeda adalah bahwa dorongan yang kuat pada kepribadian yang sehat menurut Allport adalah tujuan ke masa depan, sedangkan menurut Rogers kecenderungan aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi-potensi psikologis yang unik (Schultz, 1993: 46). Rogers percaya bahwa masa kini dan bagaimana kita menjalaninya adalah jauh lebih penting daripada masa lampau. Meskipun fokus Rogers adalah pada masa kini, tetapi dia juga menyadari bahwa masa lampau dapat mempengaruhi cara kita memandang masa kini. Cara pandang seseorang terhadap realitas akan berbeda-beda,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tergantung pengalaman yang dialaminya. Menurut Rogers persepsi yang unik terhadap realitas merupakan hal nyata dan penting bagi setiap orang. Oleh karena itu setiap orang harus dipahami dan diperiksa melalui pengalaman-pengalaman subjektifnya sendiri (Schultz, 1993). Dorongan untuk tumbuh dan berkembang bukan semata-mata berasal dari usaha untuk mereduksikan tegangan ataupun untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis. Kecenderungan aktualisasi diri merupakan dorongan utama pada diri individu untuk tumbuh dan berkembang dan jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan perjuangan. Rogers membandingkannya dengan perjuangan dan rasa sakit yang terjadi pada anak yang belajar berjalan. Meskipun berkali-kali jatuh dan merasa sakit, namun anak itu tetap berusaha untuk berjalan lagi. Hal inilah yang disebut sebagai kecenderungan aktualisasi oleh Rogers (Schultz, 1993: 44). Kecenderungan aktualisasi ini ada pada setiap makhluk hidup, setidaknya pada tingkat biologis dan dari segi fisiologis. Pada manusia kita dapat melihat kecenderungan aktualisasi diri beralih dari yang fisiologis kepada yang psikologis. Orang-orang yang berfungsi secara penuh (berkepribadian sehat) berarti menjalani kecenderungan aktualisasi dirinya dengan optimal. Aktualisasi diri itu sendiri bukanlah

sebuah hasil

berkesinambungan

akhir,

dalam

namun

kehidupan

Kecenderungan aktualisasi adalah

merupakan proses orang

satu

yang

yang tetap

berfungsi

motivasi dasar

dan

sepenuhnya.

yang tidak hanya

mempengaruhi tingkah laku manusia, melainkan semua organisme yang hidup dan seluruh

universum.

Kecenderungan

aktualisasi

ini

mau

mewujudkan

dan

mengembangkan semua kemungkinan inheren dari organisme, sehingga organisme bukan hanya dipertahankan tetapi juga diperkaya. Setiap organisme adalah inisiator aktif yang menunjukkan suatu tendensi konstruktif yang terarah kepada tujuan tertentu yaitu perwujudan diri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ada tiga hal yang dikemukakan Rogers (Schultz, 1993: 50-51) mengenai aktualisasi diri. Pertama, aktualisasi diri lebih merupakan sebuah arah, sebuah proses. Aktualisasi diri adalah kondisi yang tidak pernah selesai dan tidak statis sampai akhir hayat. Kedua, aktualisasi diri bukanlah proses yang mudah untuk dijalani. Seringkali proses itu menyakitkan dan penuh dengan ujian, namun ini adalah proses yang menantang dan membuat kehidupan menjadi lebih kaya dan berarti. Oleh karena itu Rogers menyatakan bahwa kebahagiaan bukan suatu tujuan dalam diri orang yang mengaktualisasikan diri tersebut. Ketiga, orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak hidup di dalam topeng-topeng ketika menghadapi realitas. Mereka adalah diri mereka sendiri, apa adanya. Mereka dapat hidup menurut arah dan jalan yang dipilih oleh mereka sendiri. Meskipun masyarakat atau orang tua dapat memberi nilai-nilai kepada mereka, tetapi mereka bebas untuk memilih apa yang akan mereka ambil dan jalani. Meskipun demikian Rogers mengatakan bahwa mereka tetap dapat hidup dan berprilaku dalam batas-batas sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari masyarakat. Rogers (dalam Schultz, 1977: 51-55) memberikan lima sifat dari orang-orang yang berfungsi sepenuhnya, yaitu: 1. Keterbukaan pada pengalaman Sifat yang pertama dari fully functioning person adalah keterbukaan kepada pengalaman (openness to experience). Artinya, kebebasan dari rasa takut terhadap pengalaman yang terjadi di sekitarnya. Individu tidak bersikap kaku dan defensif terhadap pengalaman, melainkan menerimanya dan menggunakannya sebagai dasar bagi penilaian dan pilihan dalam bertingkah laku. Keterbukaan pada pengalaman juga berarti individu mampu untuk menyampaikan semua perasaan-perasaan pribadi dan pesan yang datang dari luar ke sistem syaraf tanpa terdistorsi. Keterbukaan pada pengalaman juga berarti bahwa rasionalitas lebih berpengaruh daripada irasionalitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam keadaan seperti itu diharapkan individu dapat hidup dan bertingkah laku sesuai potensi kodrat aslinya dan mengalami lebih banyak pengalaman emosional yang lebih mendalam daripada orang yang defensif. 2. Kehidupan eksistensial Kehidupan eksistensial atau hidup secara eksistensial (existential living), sifat kedua dari fully functioning person, berarti individu dapat merasakan bahwa setiap momen kehidupan memiliki kekayaan dan keunikan yang terus-menerus dan senantiasa dirasa baru dan segar. Setiap momen adalah unik, belum pernah ada dalam cara yang persis sama. Setiap saat yang ada dalam hidup akan dijalani dengan sepenuh-penuhnya sebagai sesuatu yang memiliki makna dalam hidup. Individu akan menjadi pusat pengalaman yang aktif bagi dunianya yang senantiasa berubah. Setiap masa sekarang dialami sebagai proses yang terus berubah dan terus mengalir ke masa depan. Mengalami sesuatu secara eksistensial berarti seperti hidup dalam kapal yang mengikuti aliran sungai yang terus berubah. Setiap detik akan memberikan pengalaman baru, ketika individu mampu menarik makna dari setiap momen kehidupan. Inilah yang membuat kehidupannya menjadi kaya dan berarti. Individu rela menjadi suatu proses, merespons setiap kemungkinan-kemungkinan yang berkembang dan tidak akan puas tinggal dalam struktur kaku yang sudah ada. 3. Kepercayaan terhadap Organismenya sendiri Sifat ketiga dari fully functioning person adalah kepercayaan terhadap organismenya sendiri (a trust in one s own oganismic ). Disini individu tidak dikuasai oleh faktor luar dalam membuat suatu keputusan tentang dirinya. Individu mampu untuk mempercayai pengalaman indrawi dan perasaannya sendiri terhadap dunia nyata. Pengalaman ini dapat mereka gunakan sebagai pedoman yang sah dan sumber yang tepat untuk menentukan apa yang baik dan yang tidak baik bagi mereka pada saat itu. Mereka tidak tunduk begitu saja pada aturan-aturan sosial dan tekanan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tekanan dari orang lain (persetujuan, kritk, celaan, maupun dorongan). Kepercayaan organismik menekankan perasaaan-perasaan batin sebagai dasar pokok untuk mengambil keputusan-keputusan yang baik. Dengan demikian mereka lebih berhatihati dan bisa memperhitungkan semua segi yang relevan dalam mengambil keputusan. 4. Perasaan Bebas Sifat kepribadian sehat dari fully functioning person yang keempat adalah perasaan bebas (a sense of freedom ). Sebenarnya sifat ini sudah terkandung dalam sifat-sifat yang telah dibicarakan di atas. Rogers melihat bahwa berdasarkan konteks pengalaman pribadi, manusia adalah pusat dan aktor kebebasan yang seharusnya merencanakan arah hidupnya sendiri dan menciptakan makna hidup pribadinya. Dengan adanya perasaan bebas maka individu yang sehat dapat melihat banyak kemungkinan yang bisa dipilih dalam kehidupannya dan akan bertanggung jawab atas tindakannya beserta segala konsekuensi yang ditimbulkannya. Sebaliknya orang yang defensif (tidak sehat) yang tidak memiliki perasaan bebas melihat keterbatasanketerbatasan dalam pilihan hidupnya, karena merasa dikontrol oleh kekuatan luar. Dengan demikian ia tidak akan siap untuk bertanggung jawab terhadap keputusannya sendiri. 5. Kreativitas Sifat khas kelima dari fully functioning person adalah kreativitas (creativity). Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang-orang yang bebas dalam berpikir dan mengambil tindakan, maka kreativitas mereka dapat diwujudkan keluar. Mereka adalah manusia-manusia kreatif yang menciptakan ide-ide dan rencana-rencana konstruktif serta dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan. Mereka bukanlah orang-orang dengan konformitas sosial yang berlebihan sehingga menjadi pasif dan tidak bisa menyesuaikan diri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan tekanan-tekanan sosial dan kultural.

3. Model Fromm (Orang Yang Produktif) Dalam Schultz (1993: 63), dijelaskan bahwa Fromm melihat kepribadian hanya sebagai suatu produk kebudayaan, karena itu dia percaya bahwa kesehatan jiwa harus didefinisikan menurut bagaimana baiknya individu-individu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Yang terpenting adalah bagaimana sebuah masyarakat dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan anggotanya. Masyarakat

yang sehat akan

menghasilkan manusia-manusia yang sehat, sebaliknya masyarakat yang sakit akan menghasilkan individu-individu yang tidak produktif, tidak sehat dan penuh dengan permusuhan. Fromm melihat irasionalitas masyarakat ketika terjadi Perang Dunia I. Fromm melihat bagaimana suatu kekuatan yang berlandaskan sosio-ekonomi, politik dan historis-budaya sewaktu Perang Dunia I itu menjadi sebab terjadinya kekejaman antar sesama manusia. Setiap anggota masyarakat yang hidup dalam kekuatan itu mau tidak mau

terpengaruh

dan

menjadi

masyarakat

penuh

dengan

kecurigaan,

ketidakpercayaan dan permusuhan. Fromm mempelajari hal ini lebih dalam pada ahliahli terkemuka dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik seperti Karl Marx, Max Weber dan Hebert Spencer. Karena kesehatan jiwa seorang individu tergantung dari masyarakat dimana dia berada, maka tentunya definisi kesehatan jiwa ini dapat berbeda-beda pada setiap masyarakat, sesuai dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda. Dalam penelitiannya yang mendalam terhadap sejarah panjang spesies manusia, Fromm mengemukakan banyak tingkah laku yang dianggap sehat pada suatu masa, namun tidak sehat pada masa yang lain. Menurut Fromm, dorongan dan kebutuhan pada setiap organisme hidup pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dasarnya adalah sama, yang berbeda adalah cara bagaimana kebutuhan itu dipuaskan. Kebutuhan-kebutuhan itu misalnya kebutuhan fisiologis dasar, seperti makan, minum seks dan beristirahat. Namun pada manusia ada kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tidak ada atau sedikit dimiliki oleh organisme lain. Dalam Schultz (1993: 66) dijelaskan bahwa orang-orang yang sehat memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif, sementara orang-orang yang sakit memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan cara-cara yang irasional. Produktif disini berarti menggunakan seluruh kemampuan dalam usaha memenuhi kebutuhan psikologis. Mereka menjadi diri mereka sekuat kemampuan mereka untuk menjadi, menggunakan seluruh kapasitas mereka untuk berkembang. Fromm (dalam Schultz 1993: 66-70) mengemukakan 5 kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan keamanan. Dalam 5 kebutuhan ini kita dapat melihat bagaimana cara orang yang sehat memuaskan kebutuhan ini serta bagaimana orang yang sakit memuaskan kebutuhannya. 1. Hubungan (Relatedness) Yang dimaksud Fromm dengan kebutuhan ‘hubungan’ ini adalah cara kita dalam berhubungan dengan dunia, dengan alam beserta orang-orang di sekitar kita. Cara yang sehat dalam berhubungan dengan dunia ini adalah melalui ‘cinta’ (love). Cinta yang dimaksud Fromm lebih luas dari sekadar cinta asmara antara dua orang mudamudi, tetapi meliputi juga solidaritas kepada semua orang, mencintai mereka, juga termasuk mencintai diri sendiri. Sedangkan cara yang tidak sehat dalam berhubungan dengan dunia adalah ‘bersikap tunduk’ (submissive) kepada dunia atau dengan bersikap ‘menguasainya’ dengan memaksa orang lain tunduk kepadanya. 2. Transendensi (Transcendence) Kebutuhan yang kedua ini lahir dari kebutuhan manusia untuk bersikap aktif dalam menyikapi kodrat dirinya sebagai ciptaan, sehingga terdorong untuk mencipta,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjadi arsitek bagi kehidupannya sendiri. Kebutuhan ini dapat juga diartikan sebagai kebutuhan untuk berkreativitas. Tentu saja cara yang sehat dalam memuaskan kebutuhan ini tidak lain adalah dengan ‘mencipta’. Namun jika manusia tidak mampu untuk berkreativitas, tidak mampu untuk mencipta, maka jalan lain yang tidak sehat adalah ‘destruktivitas’. Ketika orang tidak mampu untuk mencipta sebagai jalan dalam menyikapi kodratnya, mengatasi keadaan pasif,

maka dia akan terdorong

untuk bersikap merusak atau destruktif. 3. Berakar (Rootedness) Menurut Fromm manusia telah lama terpisah dengan alam, karena telah mengatasi alam. Akibatnya adalah terputusnya ikatan-ikatan dengan alam, dan tanpa ikatanikatan ini manusia menjadi tidak berdaya. Dalam teorinya, Fromm menyebut hakikat keberadaan manusia adalah kesepian dan ketidakberartian (loneliness and insignificance). Oleh karena itu perlu dibangun ikatan-ikatan baru untuk menyatu dengan alam. Cara yang ideal (baca: sehat ) dalam memenuhi kebutuhan ini adalah dengan membangun suatu perasaan ‘persaudaraan’ (brotherliness) dengan sesama umat manusia. Persaudaraan ini adalah persaudaraan semesta yang membangun solidaritas dengan seluruh umat manusia tanpa memandang perbedaan. Ini adalah cara yang sehat dalam berakar, berkoneksi dan berhubungan dengan dunia. Cara yang tidak sehat adalah dengan membangun ‘ikatan-ikatan sumbang’. Ikatan-ikatan sumbang adalah ikatan yang membatasi manusia untuk hanya mencintai beberapa orang atau kelompok tertentu. Rasa nasionalisme dan patriotisme menurut Fromm juga termasuk ikatan-ikatan sumbang yang diciptakan oleh manusia. Selama seseorang masih membatasi perasaan kemanusiaannya hanya untuk orang-orang tetentu atau kelompok tertentu, ia belum mengembangkan seluruh potensinya sebagai manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Perasaan Identitas (A sense of Identity) Meskipun manusia perlu senantiasa berhubungan dengan dunia, namun ia juga membutuhkan perasaan untuk bisa menampilkan dirinya yang unik, yang berbeda, yang bisa mencirikan keberadaannya sebagai individu yang terpisah dengan orang lain dalam hal yang pribadi. Manusia butuh personalitas untuk mengembangkan dirinya. Cara yang sehat dalam memuaskan kebutuhan ini menurut Fromm (dalam Schultz 1993: 69) adalah ‘individualitas’ (individuality), yaitu proses dimana seseorang mencapai suatu perasaaan tertentu tentang identitas dirinya. Lebih lanjut Fromm menjelaskan bahwa cara yang sehat untuk mencapai individualitas ini tidak lain adalah dengan memutuskan ikatan-ikatan sumbang yang ada pada diri individu. Sebaliknya, cara yang tidak sehat dalam mencapai perasaan identitas ini adalah ‘menyesuaikan diri’ dengan sifat-sifat suatu bangsa, ras, agama, atau pekerjaan. Dalam hal ini individu hanya meminjam nilai-nilai dari kelompok, sehingga identitas yang didapat adalah identitas kelompok, bukan identitas diri yang asli. 5.Kerangka orientasi (A Frame of Orientation) Kerangka orientasi adalah semacam kacamata yang digunakan individu untuk memaknai dan memahami gejala yang ada pada dunia di sekitarnya. Dalam Schultz (1993: 70 ) dikatakan bahwa dasar yang ideal (sehat) untuk kerangka orientasi adalah ‘pikiran’, yakni sarana yang digunakan seseorang untuk mengembangkan suatu gambaran realistis dan objektif tentang dunia. Sedangkan cara yang tidak ideal (tidak sehat) adalah lewat ‘irasionalitas’, yakni orang menggunakan pandangan yang subjektif ketika melihat dunia. Dunia dengan segala macam peristiwa dan gejalanya tidak dilihat sebagaimana adanya karena terdistorsi oleh motif-motif yang ada pada diri individu. Lebih lanjut Fromm memberikan gambaran yang lebih jelas tentang orang dengan kepribadian yang sehat (Schultz 1993: 71). Mereka adalah orang yang mampu untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mencintai sepenuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara objektif, memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dan berakar di dunia, subjek atau pelaku dari diri dan nasib, dan bebas dari ikatan-ikatan sumbang. Ada empat segi dalam kepribadian sehat yang ditambahkan oleh Fromm (Schultz 1993: 72-73), yaitu cinta yang produktif, pikiran yang produktif, kebahagiaan, dan suara hati. Cinta yang produktif adalah cinta yang tidak mengikat, yaitu ketika seorang individu menjalin hubungan dengan sesamanya ia masih dapat mempertahankan identitas dirinya. Melalui cinta ini, individu bisa semakin mengembangkan dirinya dan menjadi lebih terbuka. Menurut Fromm cinta yang produktif tidak mudah untuk dilakukan, karena cinta yang produktif meliputi juga empat sifat yang menantang yaitu: perhatian, tanggung jawab, respek (rasa hormat) dan pengetahuan. Ketika seorang individu benar-benar mau melakukan cinta yang produktif, maka berarti ia mau memberikan perhatian yang penuh terhadap orang lain. Memperhatikan perkembangan mereka dan turut memikul tanggung jawab atas diri mereka, dalam artian siap mendengarkan kebutuhan-kebutuhan mereka. Respek dan pengetahuan berarti menghormati individu yang dicintai serta memiliki pengetahuan akan diri mereka sehingga individu dihormati sesuai dengan individualitas mereka apa adanya. Pikiran yang produktif tercapai ketika seorang individu mau mencurahkan seluruh kemampuannya untuk melihat objek dan masalah secara menyeluruh, objektif, penuh rasa hormat, penuh pertimbangan, perhatian yang mendalam (ketelitian), serta mampu berpikir secara cerdas. Fromm menyamakan kebahagiaan dengan kesehatan mental yang baik, tidak seperti ahli lainnya yang umumnya menganggap kebahagiaan hanyalah hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sampingan dari kepribadian sehat. Fromm menyatakan bahwa kehidupan produktif akan menghasilkan kebahagiaan. Suara hati dibedakan menjadi dua, suara hati sehat yang disebut suara hati humanistis dan suara hati tidak sehat yang disebut suara hati otoriter. Suara hati humanistis adalah suara hati yang berasal dari diri internal individu. Suara hati ini akan membimbing individu dalam melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang cocok dengan dirinya. Sebaliknya suara hati otoriter berasal dari kekuatan luar yang kemudian terinternalisasi dalam diri individu. Kekuatan luar itu bisa siapa saja atau apa saja yang punya kekuasaan pada diri individu. Suara hati otoriter ini akan menghambat pertumbuhan yang penuh dari individu karena suara hati ini seringkali tidak cocok dengan keadaan diri individu yang sesungguhnya.

4. Model Maslow (Orang Yang Mengaktualisasikan Diri) Agak berbeda dengan ahli yang lain, Maslow mendasarkan penelitiannya tentang kepibadian sehat pada orang-orang yang benar-benar ‘terpilih’, yaitu orangorang yang tampaknya extremely healthy atau the healthiest personalities. Dia percaya, dengan mempelajari orang-orang ini dia akan memperoleh informasi tentang sifat-sifat kepribadian sehat yang paling dalam dan lengkap dari diri manusia. Maslow memulai penyelidikannya tentang orang-orang yang bermental sehat ini bukan sebagai suatu proyek ilmiah, melainkan sekadar sebagai upaya memuaskan rasa ingin tahunya. Ia tidak sadar bahwa ternyata hasil yang didapatkan akan begitu menakjubkan. Meski penelitian itu sendiri jauh dari persyaratan metodologi penelitian yang ilmiah, namun hasil-hasilnya tetap bernilai penting dan berguna (Goble, 1987). Maslow menyimpulkan dari hasil penyelidikannya bahwa semua individu punya

kebutuhan-kebutuhan

yang

harus dipenuhi untuk

mencapai tingkat

perkembangan diri yang lebih tinggi. Kebutuhan itu dapat berupa kebutuhan instinktif

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

maupun kebutuhan lain yang lebih tinggi seperti estetika, cinta dan aktualisasi diri. Setiap kebutuhan bersifat hirarkis. Artinya setiap kebutuhan harus dipuaskan terlebih dahulu, atau paling tidak sebagian, baru bisa mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi. Yang terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri. Hirarki kebutuhan itu adalah (Eddington dan Shuman, 2005): (1) kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological needs); (2) kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman (safety needs); (3) kebutuhankebutuhan akan memiliki dan cinta (love and belonging needs); (4) kebutuhankebutuhan akan penghargaan (esteem needs); (5) kebutuhan-kebutuhan kognitif (cognitive needs); (6) kebutuhan-kebutuhan estetika (aesthetic needs); dan (7) kebutuhan-kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualizing needs). Kebutuhan-kebutuhan itu janganlah dipandang kaku. Meskipun bersifat hirarkis, namun tidak dapat dijamin bahwa kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman tidak akan muncul sebelum kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya, atau bahwa kebutuhan akan cinta akan muncul sebelum kebutuhan akan rasa aman terpenuhi. Kebanyakan orang di dalam masyarakat telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan-kebutuhan dasar mereka meski belum secara penuh, dan masih ada beberapa kebutuhan dasar yang belum terpuaskan sama sekali. Kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama sekali belum terpuaskan itulah yang memiliki pengaruh terbesar pada tingkah laku. Begitu terpuaskan, maka suatu kebutuhan tidak lagi memiliki pengaruh yang berarti pada motivasi. Lalu bagaimana pandangan Maslow tentang orang-orang dengan kepribadian sehat? Dia menyebut orang-orang ini sebagai orang-orang yang ‘teraktualisasikan dirinya’. Menurut Maslow (Goble 1987: 50), aktualisasi diri hanya terdapat pada orang-orang berusia lanjut, cenderung dipandang sebagai keadaan puncak atau keadaan akhir, suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai proses dinamis yang terus aktif sepanjang hidup, lebih sebagai Ada daripada Menjadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sehubungan dengan motivasi orang yang mengaktualisasikan diri, Maslow menulis (Schultz, 1993) “motif yang paling tinggi ialah tidak didorong dan tidak berjuang”(hal. 94). Orang-orang yang sangat sehat ini bukannya didorong-dorong oleh kebutuhan mereka, atau pun karena ada suatu tegangan yang perlu direduksikan, namun mereka bergerak sendiri ke arah kepribadian sehat karena mereka berkembang. Maslow menyebut dorongan pada pengaktualisasi-pengaktualisasi diri ini metamotivation, sedangkan dorongan yang didasarkan pada kekurangan atau karena ada yang tidak beres pada organisme disebut deficiency motivation atau Dmotivation. Ada kalimat yang bagus dari Maslow (1967, dalam Eddington dan Shuman, 2005) yang cukup baik untuk menggambarkan apa itu aktualisasi diri:

If you

deliberately plan to be less than you are capable of being, then I warn you that you ll be unhappy for the rest of your life. (hal. 2). Orang yang mengaktualisasikan diri adalah orang yang menjadi sekemampuan mereka untuk menjadi dan berkembang. Mereka mengungkapkan diri mereka sebagai manusia yang mengalami kepenuhan, spontanitas, keunikan dan kegembiraan. Dalam Schultz (1993: 95) diungkapkan bahwa orang-orang yang sangat sehat (pengaktualisasi-pengaktualisasi diri) memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi: memenuhi potensi-potensi mereka dan mengetahui serta memahami dunia sekitar mereka. Secara eksplisit Maslow (Schultz, 1993) memberikan 15 sifat yang menggambarkan pengaktualisasi-pengaktualisasi diri ini, yaitu sebagai berikut: (1) mengamati realitas secara efisien; (2) pcnerimaan umum atas kodrat, orang-orang lain dan diri sendiri; (3) spontanitas, kesederhanaan, kewajaran; (4) fokus pada masalahmasalah di luar diri mereka; (5) kebutuhan akan privasi dan independensi; (6) berfungsi secara otonom; (7) apresiasi yang senantiasa segar; (8) pengalaman-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengalaman mistik atau puncak; (9) minat sosial; (10) hubungan antarpribadi; (11) struktur watak demokratis; (12) perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk; (13) perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan; (14) kreativitas; dan (15) resistensi terhadap inkulturasi.

5. Model Jung (Orang Yang Terindividuasi) Teori kepribadian Jung pada awalnya bermula dari psikoanalisis, karena memang dari aliran psikologi inilah dia pertama kali mengenal psikologi, namun kemudian akhirnya ia berpisah dengan Freud dan psikoanalisis. Meskipun teori kepribadian Jung biasanya dipandang sebagai teori psikoanalitik karena tekanannya pada proses-proses tak sadar (dalam hal ini ia bahkan melebihi psikoanalisis), namun berbeda dalam sejumlah hal penting dengan teori psikoanalisis Freud. Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dalam arti bahwa ia melihat ke masa depan atau ke arah garis perkembangan individu di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau. Ciri khas dari teori Jung ialah tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Kepribadian adalah hasil warisan akumulatif dari generasi terdahulu. Manusia saat ini dibentuk dari pengalaman-pengalaman kumulatif nenek moyangnya yang merentang jauh ke belakang. Jung menyelidiki sejarah manusia untuk mengungkap apa saja yang bisa diungkapnya tentang asal-usul ras dan evolusi kepribadian (Schultz, 1993). Kepribadian yang sehat menurut Jung adalah individuasi. Individuasi adalah pengintregasian kepribadian yang merupakan hakekat kodrati manusia. Dalam Schultz (1993: 122) dikatakan, kesehatan psikologis menurut Jung adalah bimbingan dan pengarahan secara sadar terhadap kekuatan-kekuatan tak sadar. Alam kesadaran dan ketidaksadaran harus dintegrasikan sehingga kedua sisi bisa berkembang dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bebas. Proses ini adalah proses menjadi diri atau realisasi diri, perkembangan diri ke arah kesatuan yang stabil. Dalam tulisan-tulisannya, Jung tidak menyajikan suatu daftar yang eksplisit tentang orang yang terindividuasi ini, namun gambaran-gambarannya tersebar dalam tulisan-tulisannya. Dalam Schultz (1993: 135-140) disajikan beberapa sifat dan karakteristik yang menyertai proses individuasi pada seseorang. Schultz tidak menyajikan sifat-sifat ini dalam poin-poin yang tersusun rapi, akan tetapi berupa deskripsi yang tersebar dalam paragraf-paragraf. Sejumlah sifat itu adalah sebagai berikut: 1. Menyadari segi-segi diri yang telah diabaikan. Syarat pertama dalam proses individuasi adalah individu menyadari segi-segi dalam dirinya yang telah diabaikan, yaitu kekuatan-kekuatan ketidaksadaran dalam diri kita. Untuk itu kita harus berjuang dalam mengenali ketidaksadaran, menghadapinya dengan terbuka dan tanpa syarat. Dalam Schultz (1993: 136) dijelaskan bahwa kita harus membawa suara ketidaksadaran kepada kesadaran kita, mendengar, menerima, dan mengikuti apa yang dikatakannya kepada kita. Bukan hanya ketidaksadaran, namun kita juga harus menyadari setiap segi kepribadian kita, setiap archetypus, dan membawanya ke dalam suatu kesimbangan yang harmonis. Bahkan kita juga tidak hidup dengan faktor-faktor yang murni rasional saja, Jung menulis (dalam Schultz, 1993) “kita tidak akan pernah mengidentifikasikan diri kita dengan pikiran karena manusia tidak pernah akan menjadi makhluk pikiran saja” (hal. 136). 2. Sifat yang kedua ini berkaitan erat ataupun dapat dikatakan lanjutan dari sifat yang pertama. Individu yang terindividuasi ini (Jung mengatakan orang-orang ini adalah orang-orang dalam usia setengah baya) harus melepaskan atau tidak lagi terikat dengan tujuan-tujuan material yang pernah dimiliki dalam masa remaja dan dewasanya. Semua segi kepribadian yang menonjol dan dimiliki sebelumnya harus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bisa dilepaskan, karena dalam individuasi tidak ada satu fungsi atau satu sikap pun yang dominan. Semua sisi kepibadian yang pernah ada tidak boleh lagi mendominasi, namun harus di imbangi dengan segi kepribadian yang selama ini diabaikan. Semua segi kepribadian ini dibawa ke dalam suatu keseimbangan yang harmonis. Perubahan dalam orang-orang yang menuju individuasi itu antara lain berupa perubahan pada kodrat archetypus-archetypus mereka. Ada empat archetypus utama yang diperkenalkan oleh Jung, yaitu persona, bayang-bayang, anima/animus, dan diri. Menurut Jung kita harus menerima semua perubahan pada archetypus kita, dimulai dari pelepasan persona (topeng-topeng) yang selama ini kita pakai. Lalu kita juga harus bisa menerima kekuatan-kekuatan bayang-bayang, baik yang bersifat destruktif maupun yang bersifat konstruktif. Kemudian kita harus menerima biseksualitas kita (anima dan animus). Kedua sisi kepribadian dalam diri kita harus diungkapkan untuk mengganti dominasi yang eksklusif dari salah satu pihak. Dengan pengungkapan ini maka orang-orang yang terindividuasi akan mencapai suatu tingkat pengetahuan diri yang tinggi dalam semua segi kepribadian mereka, baik pada tingkat sadar maupun pada tingkat tidak sadar. Dengan pengetahuan diri, maka orang-orang yang terindividuasi akan mengalami penerimaan diri. Mereka bukannya menyerah pada satu sisi kepribadian mereka yang ditekan selama ini, ataupun menyembunyikannya lebih lama lagi, namun mereka menerimanya apa adanya. 3. Sifat ketiga dalam proses individuasi ini yaitu integrasi diri. Ini juga merupakan kelanjutan dari proses yang kedua. Seperti yang dikatakan diatas, semua segi kepribadian tidak boleh lagi ada yang dominan. Semua segi kepribadian, baik itu kompleks-kompleks, sifat-sifat jenis kelamin, sikap-sikap, fungsi-fungsi psikologis, dalam tingkat sadar maupun tak sadar, semuanya dintegrasikan dan diharmoniskan. (Schultz, 1993). 4. Pada akhirnya, sifat yang keempat dari semua proses individuasi ini yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ungkapan-diri.

Semua

segi

kepribadian

yang disadari,

diintegrasikan dan

diungkapkan haruslah dianggap sebagai suatu ungkapan diri. Semua proses di atas bukanlah sebuah proses yang mudah. Orang-orang yang terindividuasi ini biasanya adalah orang-orang yang telah berusia setengah baya atau lebih tua dan telah melewati krisis-krisis yang hebat akibat perubahan kodrat kepribadian yang dialaminya. Ada ciri-ciri tambahan dari orang-orang yang terindividuasi yang merupakan implikasi dari proses yang dilewati mereka saat menuju individuasi (Schultz 1993: 140). Ciri-ciri tersebut yang pertama adalah penerimaan dan toleransi terhadap kodrat manusia. Akibat terbukanya gudang ketidaksadaran kolektif (akumulasi dari semua pengalaman ketidaksadaran manusia), maka mereka akan mempunyai wawasan yang luas terhadap tingkah laku manusia pada umumnya. Mereka dapat memahami mengapa suatu tindakan tertentu diambil oleh orang tertentu. Dengan begitu berarti mereka punya rasa empati yang lebih besar terhadap sesamanya. Yang kedua adalah bahwa orang-orang yang sehat menerima apa yang tidak diketahui dan misterius. Semua hal yang berada dalam batas-batas pikiran dan logika rasional telah dirasakan oleh mereka. Kini mereka mulai menerima kekuatankekuatan ketidaksadaran, mimpi-mimpi, fantasi-fantasi dan segala peristiwa supernatural dan spiritual. Bukan berarti mereka membuang semua logika rasional dan kesadaran mereka, namun mereka menempanya untuk membimbing mereka dalam menerima kekuatan-kekuatan ketidaksadaran. Yang ketiga adalah apa yang disebut Jung sebagai suatu kepribadian yang universal. Sifat dari orang dengan kepribadian sehat ini adalah bahwa mereka kehilangan kualitas-kualitas yang dominan pada diri mereka. Hal ini dapat terjadi karena proses individuasi yang telah mereka alami di atas, sehingga keunikan pada individu ini telah hilang. Mereka tidak dapat lagi digolongkan dengan tipe-tipe

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepribadian tertentu. Tidak ada lagi, misalnya, sebutan kepribadian introvert atau ekstrovert pada diri mereka, karena keduanya sama dominannya pada diri mereka.

6. Model Frankl ( Orang Yang Mengatasi Diri) Teori-teori dan terapi Frankl tumbuh dan berkembang terutama berdasarkan pengalamannya di kamp-kamp maut konsentrasi Nazi selama tiga tahun. Pada saat itu seluruh keluarganya dibantai dan banyak teman-temannya yang mati karena disiksa atau dimasukkan di kamar gas. Selama disana dia melihat dan merasakan sendiri banyak penderitaan, kekejaman dan kengerian yang sangat mendalam. Tidak banyak orang yang dapat bertahan ketika menghadapi kenyataan seperti itu. Dia melihat hanya orang-orang yang memiliki harapan, cita-cita yang belum selesai, atau iman yang kuat cenderung mampu untuk bertahan dengan lebih baik. Frankl menulis tentang kawan-kawan setahanannya (Schultz 1993): “celakalah dia yang tidak lagi melihat arti dalam kehidupannya, tidak lagi melihat tujuan, tidak lagi melihat maksud, dan karena itu tidak ada sesuatu yang dibawa serta. Dia segera kehilangan” (hal 151). Frankl menamakan sistem terapi atau teorinya dengan sebutan logotherapy. Kata ini berasal dari bahasa Yunani “logos” yang dapat diartikan sebagai “arti” (meaning) dan terapi. Logoterapi mengatakan bahwa hakikat dan keberadaan manusia untuk hidup adalah untuk menemukan arti dalam hidupnya. Logoterapi sebenarnya adalah suatu metode psikoterapi yang dikembangkan oleh Frankl untuk membantu pasiennya menemukan arti dalam hidupnya. Lebih berupa sebuah sistem atau metode, daripada sebuah teori. Namun penulis tidak akan membahas teknik-teknik dan metode yang digunakan Frankl dalam psikoterapinya, karena fokus tulisan pada bagian ini adalah membicarakan pandangan Frankl tentang orang-orang dengan kepribadian yang sehat. Logoterapi memiliki tiga konsep yang menjadi landasan filosofisnya (Schultz

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1993: 150), yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup. Dengan tiga konsep ini tampak jelas Frankl menolak pandangan bahwa manusia ditentukan oleh dorongan seksual, atau oleh instink-instink biologisnya atau oleh konflik-konflik masa kanak-kanaknya. Frankl berpendapat, kita sendirilah yang harus bertanggung jawab atas diri kita. Kita yang harus menemukan arti pada kehidupan kita, jangan sampai hidup kita ditentukan oleh sesuatu hal ataupun orang dari luar diri kita. Logoterapi menunjukkan kepada manusia untuk mencari arti bagi kehidupannya agar bisa mencapai tingkat kesehatan psikologis yang lebih baik. Untuk memberi arti pada kehidupan, Frankl (Schultz 1993) melalui sistem logoterapinya mengemukakan tiga cara, yakni: apa yang kita berikan bagi dunia berkenaan dengan suatu ciptaan, apa yang kita ambil dari dunia dalam pengalaman, dan sikap yang kita ambil terhadap penderitaan (hal. 152). Berkaitan dengan tiga cara ini, terdapat tiga sistem nilai yang fundamental yang dikemukan Frankl (Schultz 1993). Nilai-nilai itu adalah nilai-nilai daya cipta (kreatif), nilai-nilai pengalaman, dan nilai-nilai sikap. Nilai-nilai daya cipta berhubungan dengan bagaimana individu menciptakan suatu karya bagi kehidupannya. Nilai-nilai daya cipta mendorong kreativitas dan produktivitas, baik berupa hasil yang kelihatan maupun berupa ide-ide yang brilian. Ini sepenuhnya adalah tentang memberi kepada dunia. Yang kedua adalah nilai-nilai pengalaman, yakni berkaitan dengan penghayatan individu dalam menerima dunianya. Individu memenuhi arti bagi kehidupannya dengan menyerahkan diri kepada dunia. Yang ketiga adalah nilai-nilai sikap, nilai ini berperan terutama ketika individu mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, yang menimbulkan ketakutan, keputusasaan,

situasi

dimana

kita

tak

mampu

untuk

mengubahnya

atau

menghindarinya. Satu-satunya cara ketika kita menghadapi hal-hal seperti ini adalah dengan menerimanya, namun yang paling penting adalah kita harus tetap dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menemukan dan memberi arti bagi kehidupan kita, sampai momen kehidupan kita yang terakhir. Disinilah nilai-nilai sikap memegang peranan penting dalam memberi arti bagi kehidupan. Orang-orang yang mampu untuk mencapai ketiga nilai-nilai ini disebut mencapai keadaan transendensi-diri, yakni keadaan terakhir untuk kepribadian sehat. Frankl tidak menyajikan suatu daftar dari sifat-sifat kepribadian yang sehat. Akan tetapi dapat dikemukan secara umum, beberapa sifat mereka adalah (dalam Schultz, 1977: 159): 1. Mereka bebas memilih langkah tindakan mereka sendiri. 2. Mereka secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka dan sikap yang mereka anut terhadap nasib mereka. 3. Mereka tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di luar diri mereka. 4. Mereka telah menemukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka. 5. Mereka secara sadar mengontrol kehidupan mereka. 6. Mereka mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau nilai-nilai sikap. 7. Mereka telah mengatasi perhatian-terhadap diri. (hal. 159). Selain itu ada beberapa sifat lain yang tidak dimasukkan Schultz dalam daftar diatas. Ia menjelaskan pemikiran Frankl tentang sifat-sifat kepribadian sehat ke dalam paragraf-paragraf. Tiga sifat lain yang dijelaskannya ialah: (1) Mereka berorientasi kepada masa depan, diarahkan kepada tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang akan datang; (2) Memiliki komitmen terhadap pekerjaan. Salah satu cara untuk memperoleh arti ialah dengan mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, memberi sesuatu kepada dunia, dan nilai-nilai ini dapat diungkapkan dengan sangat baik melalui pekerjaan atau tugas seseorang. Segi yang penting dari pekerjaan bukan isi dari pekerjaan tersebut, melainkan cara bagaimana kita melakukannya. Inilah yang memberikan arti kepada kehidupan; (3) Memiliki kemampuan untuk memberi dan menerima

cinta. Dengan cinta kita dapat membuat orang yang dicintai sanggup

merealisasikan potensi-potensi yang belum dimanfaatkan dengan menyadarkan mereka tentang potensi mereka untuk menjadi apa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Model Perls (Orang “Disini Dan Kini”) Fritz Perls adalah seorang ahli psikoanalisis asal Afrika Selatan yang mengalami reorientasi aliran psikologi karena kekecewaannya dengan Freud. Perls kemudian menjadi seorang tokoh hebat dalam aliran terapi Gestalt. Semua filsafat tentang kodrat manusia yang diajarkannya dipraktekkan dalam kehidupannya sendiri. Perls adalah seorang individu yang memiliki kecakapan luar biasa, kuat, dinamis, sensitif, dan intuitif dalam interaksi-interaksi klinisnya. Karya Perls sangat berpengaruh dalam gerakan potensi manusia (pertumbuhan manusia) di Amerika Serikat. Gaya hidup dan penampilan Perls mungkin menjadi daya tarik tersendiri, karena hal itu sesuai dengan keadaan jiwa masyarakat pada saat itu yaitu sekitar akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an (Schultz, 1993). Hampir sama seperti Frankl, pendekatan Perls terhadap kepibadian sebenarnya lebih merupakan sebuah terapi daripada sebuah teori (Schultz 1993: 171). Akan tetapi tentunya sebuah terapi pun harus memiliki kerangka yang jelas tentang bagaimana sebuah sistem kepribadian bekerja. Selain karena konflik pribadinya dengan Freud, teori-teori Perls tentang kepribadian juga banyak dipengaruhi oleh orang-orang seperti Kurt Goldstein, Max Wertheimer, Martin Buber dan lain sebagainya. Perls kemudian banyak mengkritik doktrin-doktrin psikoanalisis ortodoks. Perls juga meminjam hasil-hasil kerja akademis dari para pendiri dan ahli psikologi Gestalt. Meskipun dia mengagumi hasil karya para pendahulu psikologi Gestalt, namun Perls berkata bahwa dia bukanlah ahli Gestalt murni dan dia tidak pernah diterima oleh ahli-ahli Gestalt akademis (Schultz: 172). Perls mengemukakan suatu dorongan yang berbeda dengan para ahli lain dalam tulisan ini, yaitu bahwa kita didorong oleh situasi-situasi yang belum selesai atau Gestalt-Gestalt yang tidak sempurna. Perls menyebutnya situasi yang belum selesai (unfinished situation).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Karena menghadapi situasi-situasi yang belum selesai, maka setiap individu terdorong untuk menyelesaikannya. Pada orang-orang dengan kepribadian yang sehat, mereka bisa menyelesaikannya dengan baik karena mereka melakukannya dengan menyusunnya sesuai dengan tingkat kepentingannya. Selain itu mereka tidak dikontrol oleh kekuatan luar dalam meyelesaikan Gestalt-Gestalt mereka yang tidak paripurna itu. Hal ini tampaknya agak mirip dengan konsep Rogers yakni “kepercayaan terhadap organisme orang sendiri”. Dengan kesadaran penuh kita percaya pada diri kita untuk bisa mengambil tindakan yang terbaik dalam menyelesaikan Gestalt-Gestalt yang belum selesai itu. Kita sendirilah yang mempunyai tanggung jawab untuk mengatur kehidupan kita. Orang-orang dengan kepribadian sehat juga tidak hidup di masa lampau dan di masa depan. Perls mengatakan (Schultz, 1993) bahwa kita harus hidup sepenuhnya pada masa sekarang, kita tidak boleh hidup pada masa lampau (watak retrospektif) juga tidak hidup pada masa depan (watak prospektif) (hal. 174-175). Kita mungkin boleh saja mengingat masa lampau untuk belajar darinya atau kita juga boleh saja membuat rencana-rencana untuk masa depan, tetapi fokus utama perhatian kita adalah di masa kini, karena satu-satunya yang nyata adalah masa kini. Segi lain dalam pandangan Perls tentang orang dengan kepribadian sehat bahwa pilihan yang sehat bagi diri kita adalah tidak lagi bergantung pada lingkungan kita. Kita tidak lagi bergantung pada pujian, afeksi ataupun dorongan dari orang lain (Schultz, 1993), karena jika demikian maka mereka akan menjadi tuan bagi diri kita. Mengganti bantuan dari lingkungan dengan berdiri sendiri adalah ciri orang dengan kepribadian yang sehat (hal.185).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Kesimpulan Demikianlah pemaparan model-model kepribadian sehat menurut tujuh ahli psikologi

pertumbuhan.

Masing-masing

ahli

mengemukakan

pendapatnya

berdasarkan pengalaman hidupnya, penelitian yang dilakukan, serta interaksi mereka dengan para kliennya. Secara lebih jelas dapat dilihat tabel perbandingan sifat-sifat model kepribadian sehat berikut ini: Tabel 1. Perbandingan Sifat-Sifat Model Kepribadian Sehat Menurut Schlutz Model-model kepribadian sehat—suatu perbandingan sifat-sifat* Sifat Dorongan

Fokus pada kesadaran atau ketidak sadaran Tekanan pada masa lampau Tekanan pada masa sekarang Tekanan pada masa yang akan datang Tekanan pada peningkatan atau reduksi tegangan Peranan pekerjaan dan tujuantujuan Sifat persepsi

Allport Intensiintensi ke masa depan Kesadaran

Rogers Aktualisasi diri

Fromm Produktivitas

Maslow Aktualisasi diri

Jung Realisasi diri

Frankl Arti

Perls Ada di sini dan kini

Kesadaran

Kesadaran

Kesadaran

Keduaduanya

Kesadaran

Kesadaran

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

(?)

(?)

Ya

Ya

Tidak

Peningkat an

Peningkatan

(?)

Peningkatan

(?)

Peningkat an

(?)

Sangat penting

Sama sekali tidak

(?)

Sangat penting

(?)

Sangat penting

Sama sekali tidak

Objektif

Subjektif

Objektif

Objektif

Objektif

(?)

Objektif

Tanggung Ya (?) Ya Ya (?) Ya Tidak jawab terhadap orang lain * ( ? ) menunjukkan bahwa ahli teori yang bersangkutan itu sendiri tidak menjelaskan hal ini, atau penulis (Schultz—red) tidak menemukan suatu uraian tentang persoalan itu dalam tulisan-tulisannya.

(Schultz, 1993: 200)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Seperti yang telah dibahas di awal bab ini bahwa untuk mendefinisikan kepribadian sehat tidaklah mudah. Seperti yang kita lihat pada tabel 1, untuk menemukan titik-titik kesamaan diantara para ahli itu tidaklah mudah. Penulis menyadari bahwa masing-masing ahli psikologi mempunyai pengalaman hidup yang tentunya berbeda-beda. Hal ini tampaknya melatarbelakangi perbedaan model-model kepribadian sehat yang mereka kemukakan. Seperti misalnya, Jung yang banyak meneliti tentang Buddhisme dan agama-agama Timur, kemudian mengemukakan konsep yang cukup kontroversial tentang ketidaksadaran kolektif. Ataupun Maslow, setelah kelahiran anaknya yang pertama, langsung membuang kepercayaannya terhadap behaviorisme. Frankl yang punya pengalaman berada di dalam kamp-kamp konsentrasi Nazi, kemudian mengembangkan Logoterapi. Dan lain sebagainya. Masing-masing ahli punya teori sendiri tentang kepribadian sehat ini sesuai dengan keyakinan mereka yang terus mereka ujikan dalam laboratorium kehidupan mereka bersama dengan klien-klien mereka, ataupun bersama dengan murid-murid mereka. Bahkan ada sifat-sifat kepribadian sehat yang dikemukakan, saling bertentangan antara satu ahli dengan ahli yang lain. Salah satu hal yang mendapat suara bulat adalah bahwa mereka sependapat, orang yang sehat secara psikologis berfokus pada kesadaran. Mereka dapat mengatur tingkah laku mereka dan bertanggung jawab terhadap tindakan yang mereka ambil. Mereka dapat menjadi nahkoda bagi nasib mereka sendiri. Meskipun tindakan mereka tidak selalu rasional, tetapi mereka melakukannya dengan suatu kesadaran. Bahkan Jung yang teorinya sangat kental dengan nuansa ketidaksadaran pun sependapat bahwa ketidaksadaran ini harus dibawa ke alam sadar. Selain itu para ahli juga sependapat tentang pentingnya masa sekarang bagi kepribadian sehat. Hal ini tampaknya sejalan dengan penekanan kesadaran bagi orang dengan kepribadian sehat. Meskipun beberapa ahli mengemukakan pengaruh masa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lampau, dan mereka juga umumnya menyadari bahwa individu tidak kebal terhadap masa lampau, namun orang-orang yang sehat secara psikologis tidak menjadi koban dari bayang-bayang ataupun konflik masa lampau. Mereka dapat mengolah masa lampau sebagai bahan pembelajaran dan masa depan sebagai tenaga pendorong. Akan tetapi, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tidak semua ahli menekankan masa depan dan masa lampau. Hal pertama yang paling banyak menimbulkan perbedaan pendapat diantara para ahli ini yaitu mengenai dorongan pada kepribadian sehat. Apa yang menjadi dorongan bagi orang-orang untuk mencapai kepribadian sehat? Bagi Allport tujuan ke masa depan menjadi dorongan utama bagi kepribadian sehat. Tujuan ke masa depan adalah ladang dimana mereka (kepribadian sehat) menaruh aspirasi-aspirasi, harapanharapan dan cita-cita mereka ke dalamnya. Selanjutnya, Rogers dan Maslow mengemukakan aktualisasi diri sebagai dorongan bagi kepribadian sehat. Namun, aktualisasi diri yang dimaksud Rogers agak berbeda dengan pengertian aktualisasi diri yang dibuat oleh Maslow. Bagi Rogers aktualisasi diri adalah sebuah proses terusmenerus dalam hidup, proses yang seringkali sulit dan menyakitkan untuk dijalani, namun merupakan jalan untuk mengembangkan seluruh potensi diri yang unik. Kecenderungan aktualisasi diri menurut Rogers, terdapat dalam setiap makhluk hidup. Sedangkan menurut Maslow (Goble 1987: 50), aktualisasi diri hanya terdapat pada orang-orang berusia lanjut, cenderung dipandang sebagai keadaan puncak atau keadaan akhir, suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai proses dinamis yang terus aktif sepanjang hidup, lebih sebagai ‘Ada’ daripada ‘Menjadi’. Bagi ahli yang lain, seperti Fromm, memandang kepribadian sehat melalui cara seseorang dalam memuaskan kebutuhannya. Dorongan kebutuhan bagi orang yang memiliki kepribadian sehat dipuaskan dengan cara yang kreatif dan produkif. Sedangkan Jung memandang dorongan kepribadian sehat adalah realisasi diri, yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

usaha untuk mengintegrasikan dan mengungkapkan semua segi kepribadian yang merupakan hakekat diri manusia. Dua ahli yang terakhir, Frankl dan Perls, sama-sama menekankan pentingnya tanggung jawab diri sendiri bagi kepibadian sehat untuk menjalankan kehidupannya. Frankl mengemukakan dorongan bagi kepribadian sehat adalah tanggung jawab dan kebebasan untuk menemukan arti kehidupannya. Bagi Frankl, kemauan akan arti adalah dorongan yang fundamental, sehingga mengalahkan dorongan lainnya. Ahli yang lain, Perls mengemukakan dorongan bagi kepribadian sehat adalah situasi-situasi yang belum selesai (unfinished situation). Kalau Fromm menyebutkan bahwa orang berkepribadian sehat akan memuaskan kebutuhannya dengan cara yang kreatif dan produktif, maka Perls menjelaskan orang berkepribadian sehat akan menyelesaikan unfinished situation dengan menyusunnya menurut tingkat kepentingan. Apa yang penting bagi Perls adalah bahwa orang-orang yang sehat dapat mengatur diri mereka sendiri untuk hidup sepenuhnya pada masa sekarang. Rogers menjadi satu-satunya ahli yang menyatakan bahwa sifat persepsi bagi kepribadian sehat bersifat subjektif. Satu-satunya kenyataan bagi seseorang haruslah dilihat melalui persepsinya pada dunia. Pandangan Rogers ini tampak bertentangan dengan para ahli yang lain. Bagi Fromm misalnya, kepribadian yang sehat adalah kepribadian yang produktif, yang berpijak kuat pada kenyataan. Orang-orang yang produktif akan mengamati dunia sekelilingnya dengan objektif dan berada dalam dunia nyata, tidak hidup dalam dunia subjektif buatan mereka sendiri seperti orang yang berfungsi sepenuhnya dari Rogers. Pandangan Rogers yang menekankan subjektifitas menjadikan peranan pekerjaan dan tujuan-tujuan tidak penting bagi kepribadian sehatnya Rogers. Rogers juga tidak menyebutkan keharusan ‘orang yang berfungsi sepenuhnya’ untuk bertanggung jawab terhadap orang lain, hal ini menjadikan teori Rogers kelihatan benar-benar berpusat pada diri. Lain halnya dengan Perls, meskipun Perls juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menolak pentingnya peranan pekerjaan dan tujuan bagi ‘orang disini dan kini’, namun dia menyatakan orang berkepribadian sehat harus mendasarkan diri dengan persepsi yang objektif. Perls juga menyatakan ‘orang disini dan kini’ tidak harus memiliki tanggung jawab terhadap orang lain. Perls menjelaskan orang yang sehat harus melepaskan tanggung jawab terhadap orang lain. Hal ini dikemukakan Perls dalam doa Gestalt (Schultz, 1993): “saya melakukan halku dan kamu melakukan halmu”(hal 186). Sebaliknya, sebagian ahli lainnya sangat menekankan peranan pekerjaan dan tujuan-tujuan bagi kepribadian sehat. Mereka diantaranya adalah Allport, Maslow dan Frankl. Allport misalnya, sangat menekankan pentingnya tujuan-tujuan ke masa depan bagi kepribadian sehat. Sedangkan Frankl menjelaskan melalui (bukannya dalam) pekerjaan kita dapat menemukan arti kehidupan (hal yang sangat penting bagi ‘orang yang mengatasi-diri’). Baik Allport, Maslow, Frankl, ditambah dengan Fromm juga menyatakan adanya sifat bertanggung jawab terhadap orang lain bagi kepribadian sehat. Baik melalui interaksi dalam pekerjaan maupun melalui kemampuan untuk memberi dan menerima cinta bersama orang lain. Demikianlah ringkasan sifat-sifat tujuh model kepribadian sehat dari para ahli psikologi pertumbuhan, beserta perbandingan akan kesamaan dan perbedaannya. Selanjutnya tabel perbandingan sifat-sifat ini akan dipakai sebagai kerangka teori penelitian sebagai upaya untuk mengambarkan model kepribadian sehat menurut Buddhisme Maitreya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III BUDDHISME MAITREYA

A. Sejarah Singkat Buddhisme Maitreya Jejak sejarah Buddhisme Maitreya - sama seperti aliran Buddhisme lainnya berawal dari Buddha Sakyamuni

di India (Sidharta Gautama/pangeran Sidharta,

orang suci yang kemudian dikenal sebagai pendiri Buddhisme). Secara historis Buddhisme Maitreya adalah bagian dari Buddhisme Mahayana. Buddhisme Mahayana sendiri adalah salah satu aliran besar dalam Buddhisme. Pada masa awal perkembangan Buddhisme terdapat dua aliran besar yaitu Hinayana dan Mahayana. Meski saat ini terdapat beragam aliran dalam Buddhisme, namun hampir seluruhnya berasal dari kedua aliran besar ini. Berkembangnya berbagai aliran dalam Buddhisme dapat dipandang sebagai suatu perwujudan karakter yang khas dalam Buddhisme, yaitu untuk memecahkan masalah hidup manusia sesuai dengan masa dan tempat berkembangnya ajaran buddhisme itu berada. Demikian sesungguhnya spirit yang terkandung dalam Buddhisme adalah sesuatu yang hidup dan berkembang. Buddhisme akan terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan panggilan serta tuntutan zaman dan tempat di mana ia berada. Dalam perkembangan hingga ke bentuknya yang sekarang, Buddhisme Maitreya memiliki doktrin dan garis kepatriatan (garis pewaris ajaran) yang langsung dan kontinu dari Buddhisme Zen. Buddhisme Zen sendiri merupakan salah satu dari delapan mazhab (aliran) Buddhisme Mahayana yang amat populer. Dilihat dari garis sejarah dapat disimpulkan bahwa Buddhisme Maitreya adalah bagian dari Buddhisme Mahayana, sebuah perkembangan lanjutan dari Buddhisme Zen, yang memiliki garis kepatriatan yang panjang yang berawal dari Sang Buddha Sakyamuni di India

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sama seperti Buddhisme Zen, Buddhisme Maitreya menyakini sepenuhnya akan adanya ajaran yang turun-temurun dalam Buddhisme sejak Sang Buddha Sakyamuni di India, yang ditransmisikan dari hati ke hati antara satu Patriat (pewaris ajaran) dengan Patriat penerusnya. Tradisi ini adalah warisan dari peristiwa di gunung Grdhkuta, ketika Sang Buddha mentransmisikan Dharmanya kepada siswa utamanya, Maha Kasyapa. Tradisi ini terus berlangsung dari satu Patriat ke Patriat lainnya, turun-temurun hingga membentuk suatu garis nadi kepatriatan hingga sekarang. Secara umum Buddhisme Maitreya dapat dilihat sebagai salah satu sekte dari Buddhisme yang mengagungkan dan mengimani Buddha Maitreya sebagai penuntun hidup. Bukan berarti di dalam Buddhisme Maitreya tidak mengenal dan menghormati Buddha Sakyamuni. Di dalam Buddhisme Maitreya juga mengenal dan menghormati Buddha Sakyamuni, namun saat ini fokus keimanan umat Buddhisme Maitreya adalah kepada Buddha Maitreya. Hal ini karena di dalam Buddhisme Maitreya, Buddha Maitreya diyakini sebagai Buddha yang akan membawa terang dan harapan ke dunia pada saat ini, yaitu 2500 tahun setelah Sang Buddha Sakyamuni parinibbana.

B. Keimanan Terhadap Buddha Maitreya Keimanan terhadap Buddha Maitreya telah dibangun sejak zaman sang Buddha Sakayamuni. Hal ini dapat diketahui melalui sabda-sabda sang Buddha Sakayamuni tentang Buddha Maitreya. Setelah sang Buddha Sakayamuni parinibbana, kepercayaan terhadap Buddha Maitreya terus berkembang hingga saat ini. 1.

Sabda-sabda

Buddha

Sakyamuni

Tentang

Buddha

Maitreya

Serta

Perkembangan Keimanan Terhadap Buddha Maitreya di Dunia Bodhi (1994) menjelaskan dalam “Sutra tentang Bodhisatva Maitreya Mencapai Surga Tusita (Mi Lek Sang Sen Cin)” diceritakan bahwa pada suatu hari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sang Buddha Sakyamuni setelah beristirahat di atas gunung Passa pada musim panas, Beliaupun kemudian berkenan berjalan-jalan di pegunungan Passa bersama-sama dengan Sariputra. Dalam perjalanan tersebut Sang Buddha bersabda kepada Sariputra demikian : “Camkanlah dan hayatilah dengan kesadaran Hati Rohani serta dengarkanlah dengan seksama. Ketahuilah O Sariputra ada seorang Pembina diri yang tubuhnya memancarkan sinar cemerlang; sedang melaksanakan samadhi suci. Orang itu mempunyai jasa dan pahala yang sangat besar menjelang saat kelahirannya di dunia ini. Beliau akan mengajarkan Dharma Agung yang akan memuaskan hati semua makhluk, yang mana dengan tekun, penuh semangat akan menghayati Dharma yang agung itu bagaikan orang yang haus mendapatkan jalan kebebasan.” (hal 31)

Pada saat selesainya kotbah Buddha Sakyamuni yang pertama tentang Buddha Maitreya yang berjudul “Sutra tentang Bodhisatva Maitreya Mencapai Surga Tusita (Mi Lek Sang Sen Cin)” Buddha Sakyamuni kemudian bersabda (Bodhi, 1994): “Setelah aku mencapai maha pari-nirwana bila ada bhiksu-bhiksuni, upasakaupasika, deva, naga, yaksa dan sebagainya hingga kelompok rahulata, yang begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus timbul rasa gembira maka setelah akhir hidupnya dalam waktu yang seketika akan mencapai surga tusita dan berkesempatan mendengarkan Maha Dharma Bodhisatva Maitreya!” (hal. 32-33) Sang Buddha melanjutkan (Bodhi, 1994): “Bila ada bhiksu-bhiksuni, upasaka-upasika, deva, naga, yaksa dan sebagainya hingga kelompok rahulata, yang begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus bersikap anjali dan memberi hormat yang tulus, maka terbebaslah orang atau makhluk ini dari dosa karma samsara 500 kalpa. Dan kepada mereka yang dapat melaksanakan bhakti-puja menghormati Buddha Maitreya maka orang itu akan segera terbebas dari ikatan dosa karma samsara puluhan milyar kalpa, sekalipun tidak berhasil menjumpai Surga Tusita, namun pasti dapat berjumpa dengan Buddha Maitreya pada masa yang akan datang, mendengar Maha Dharma yang tak terhingga dan mencapai kesempurnaan.”(hal. 33)

Setelah mendengar kotbah Sang Buddha, serta merta massa yang tak terhitung, dengan perasaan yang senang dan puas memberikan hormat pada Bodhisatva Ajita yang terus berdiri dari semula dan mendengarkan kotbah Sang Buddha. Bodhisatva

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ajita inilah Buddha Maitreya yang akan datang. Berdasarkan catatan sejarah ini kita dapat menyimpulkan bahwa bibit tradisi pemujaan terhadap Buddha Maitreya telah tertanam dengan kuat pada semua massa yang serta merta berdiri dan bersikap anjali (sikap penghormatan dalam agama Buddha) serta dipenuhi perasaan gembira dan hormat yang mendalam itu. Tradisi bhakti puja pada Buddha Maitreya berkembang pesat terutama di India bagian Barat Laut kemudian terus menyebar hingga ke negeri Tiongkok, Tibet, Nepal, Mongol dan sekitarnya (Bodhi, 1994: 33). Sejalan dengan penyebaran tradisi bhakti puja tersebut, kegiatan-kegiatan terjemahan sutra (kitab suci/teks-teks keagamaan) yang berhubungan dengan Buddha Maitreya pun diadakan. Terjemahan-terjemahan itu dilakukan oleh para bhiksu dan cendekiawan buddhis yang sangat terkenal pada masa itu, seperti Yang Arya Kumarajiva yang menerjemahkan Sutra tentang Kelahiran Bodhisatva Maitreya Mencapai Ke-Buddhaan. Tokoh-tokoh lain yang melaksanakan penerjemahan Sutra dan bhakti puja kepada Buddha Maitreya yaitu antara lain Mahathera Sik Tao An (312-385 SM), Bhiksu Fa Shien (399-415 SM), Bhiksu Tan Sien Cuang, seorang Master Tripitaka Tang (abad ke-7 M), dan muridnya Bhiksu Kui Ci, yang menerjemahkan Sutra tentang Bodhisatva Maitreya mencapai Surga Tusita (Bodhi, 1994: 33).

2. Siapakah Buddha Maitreya ? Buddha Maitreya dikenal secara umum sebagai Buddha kebahagiaan, Buddha pembawa keberuntungan dan kesukacitaan. Kata Maitreya atau Maitri itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti Cinta Kasih. Dalam Wang Che Kuang (2000) dikatakan bahwa selama berkalpa-kalpa (puluhan ribu) kali kehidupan, Buddha Maitreya telah membina dan melatih diri secara intensif dengan berfokus pada pengamalan Cinta Kasih Semesta. Sehingga pada masa ini, Buddha Maitreya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

datang membawa kabar sukacita bagi dunia, yaitu misi kehadiran bumi suci Sukahavati ke dunia. Beliau datang mewujudkan Ikrar agung yang telah ditegakkan sejak berkalpa-kalpa kehidupan yang lampau. Ikrar agung Buddha Maitreya adalah merombak dunia yang penuh kekacauan menjadi dunia damai sentosa, dunia yang kotor menjadi Bumi Suci, dunia yang penuh kegelapan dan dosa menjadi kerajaan Tuhan, samudra duka menjadi Sukhavati Maitreya. Ikrar agungnya adalah membawakan kebahagiaan semesta bagi langit, bumi, dan umat manusia (Wang Che Kuang, 2000).

Gambar 1. Buddha Maitreya

a. Ciri Khas Wujud Suci Buddha Maitreya Versi pratima Buddha Maitreya yang saat ini lebih dikenal umum adalah pada saat kelahiran Beliau sebagai Bhiksu berkantong (Buddha Maitreya telah berinkanasi berkali-kali dalam berbagai wujud). Ciri khas beliau adalah: •

Senyum kasih memenuhi wajah



Telinga Beliau yang panjang



Perut yang bulat



Membawa kantong mustika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



Dada yang terbuka



Wajah yang lugu polos Gambar 1. adalah gambar pratima Buddha Maitreya perunggu setinggi 72

meter yang telah dibangun di pulau Erl Mei, Taiwan dengan perjuangan seluruh umat Buddhisme Maitreya di seluruh dunia. Sosok pratima Buddha Maitreya itu dibangun dengan keadaan Buddha Maitreya sedang menggengam bola bumi. Maknanya adalah bahwa Buddha Maitreya mencintai bumi, mencintai umat manusia, mencintai alam semesta dan seisinya (Wang Che Kuang, 2005).

b. Jejak Kasih Buddha Maitreya (berbagai inkarnasi Buddha Maitreya) Dalam Buddhisme Maitreya, dikatakan bahwa Buddha Maitreya telah datang ke dunia dalam berbagai wujud. Untuk mewujudkan ikrarnya, beliau telah mempersiapkan diri jauh sebelumnya. Bodhi (1994) menjelaskan bahwa sejak berkalpa-kalpa kehidupan Buddha Maitreya telah menjalin jodoh Ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan dengan umat manusia yang tak terhitung banyaknya. Hal ini bemakna bahwa umat Buddhisme Maitreya percaya bahwa Buddha Maitreya telah lahir berulang kali ke dunia untuk menjalin hubungan dengan berbagai makhluk. Berikut ini adalah sebagian dari inkarnasi suci beliau diantara sekian banyak kelahiran beliau ke dunia. Kisah-kisah ini secara lengkap terdapat di dalam buku “Buddha Maitreya” terbitan DPP MapanBumi Sumatera Utara. •

Orang Suci Prajna Cemerlang Sang Buddha Sakyamuni pernah berkisah, pada zaman dahulu hiduplah

seorang pembina yang dengan penuh ketulusan mengamalkan ajaran kebenaran dan bertekad untuk mencapai kesempurnaan. Kehidupan duniawi pun ia tinggalkan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pergilah ia ke rimba belantara untuk membina diri. Oang-orang di sekitar memanggilnya dengan sebutan “Pembina Suci atau Pembina Prajna Cemerlang” Tibalah pada suatu masa, hutan tempat Pembina Prajna Cemerlang ini dilanda banjir yang dahsyat. Semua tetumbuhan dan palawija rusak dilanda banjir. Dalam keadaan demikian semua orang dan binatang di sekitar hutan tersebut amat kekurangan makanan. Demikian juga dengan Sang Pembina, sudah tujuh hari beliau tak mendapat makanan apapun untuk mengisi perut. Saat itu di dalam hutan tersebut hiduplah lima ratus ekor kelinci hutan. Ratu kelinci melihat sang pembina sudah hampir mati kelaparan, ia langsung terpanggil untuk berkorban diri demi kelangsungan hidup Sang Pembina dan mempertahankan roda Dharma agar dapat terus berputar di dunia. Ratu kelinci pun mulai meninggalkan pesan kepada kelinci-kelinci yang sebentar lagi akan ditinggalkannya.

Aku akan

mengorbankan raga demi Buddha Dharma, nanti setelah kita semua berpisah, jagalah diri baik-baik! (Hao Che Ta Ti, 2001: 7). Pada waktu yang sama dewa hutan dan dewa pohon langsung datang membantu menyiapkan api unggun. Untuk terakhir kali ratu kelinci meninggalkan pesan kepada anaknya,

Sebentar lagi mama akan

meninggalkanmu, anakku. Biarlah aku mati demi kelangsungan hidup Pembina dan kelanjutan penyebaran Buddha Dharma. Semoga dengan demikian akan semakin banyak umat manusia yang diberkahi dan mencapai pencerahan. Anakku, jagalah dirimu baik-baik! . Tak disangka anak kelinci menjawab, Mama berkorban demi seorang Pembina dan Buddha Dharma, sungguh ini adalah perbuatan yang mulia, aku pun ingin melakukannya (Hao Che Ta Ti, 2001: 7). Tak lama kemudian datanglah dewa hutan dan dewa pohon untuk menyampaikan bahwa api unggun telah siap dan api telah berkobar. Di luar dugaan, anak kelinci langsung mendahului induk kelinci melompat ke dalam api yang berkobar. Induk kelinci segera menyertainya melompat ke dalam kobaran api juga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tak berapa lama daging dua ekor kelinci pun terbakar matang. Dewa hutan segera pergi menyampaikan peristiwa ini kepada Sang Pembina dan mempersilakan beliau untuk menyantap daging kelinci. Begitu mendengar penyampaian dewa hutan, sedih pilu tak terkira dalam hati Sang Pembina. Detik itu juga Sang Pembina berkata: Biarlah ragaku luluh lantak, biarlah sakit derita menyayat diriku, selama-lamanya aku tak akan tega melahap daging makhluk hidup manapun juga.

Selanjutnya beliau berikrar

Semoga aku

selama berkalpa-kalpa kehidupan tak pernah timbul niat pembunuhan dan selamanya tak akan melahap daging makhluk hidup. Selamanya aku akan mengamalkan sila pantang daging. Demikianlah aku berjuang memancarkan mahakasih hingga mencapai kesempurnaan (Hao Che Ta Ti, 2001: 8). Setelah meneguhkan ikrar, Sang Pembina langsung melompat ke dalam kobaran api dan wafat bersama kedua ekor kelinci. Sang Buddha Sakyamuni kemudian bersabda,

Saat itu induk kelinci adalah

diriku sendiri. Anak kelinci itu adalah anakku Rahula, dan Sang Pembina adalah Bodhisatva Maitreya sekarang ini (Hao Che Ta Ti, 2001: 8). •

Bhiksu Berkantong Pada Akhir Dinasti Thang Pada akhir dinasti Thang, Buddha Maitreya pernah terlahir sebagai Bhiksu

Berkantong (tahun kelahiran beliau tidak diketahui, parinibbana sekitar tahun 916) di kabupaten Feng Hua daerah Zhi Jiang, Ming Zhou (China), asal usul keluarganya kurang diketahui. Berdasarkan catatan Buddhisme Mahayana di Tiongkok, disana tertulis bahwa ada seorang Bhiksu gemuk yang selalu bertelanjang dada, sambil membawa tasbih, sebuah kantong besar dan sebatang tongkat. Tiada seorang pun yang mengetahui asal usul Bhiksu ini, nama dan marga beliau juga tidak begitu jelas. Namun konon Beliau biasa dipanggil Chik Che. Beliau juga dijuluki Pu-Tai-He-Sang (Bhiksu Berkantong) karena selalu membawa kantongnya yang besar dan senantiasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tertawa lebar. Kemanapun Beliau pergi pastilah terjadi peristiwa penerangan atau penyelamatan terhadap bencana/malapetaka. Dimana pun Beliau berada, disanalah anak-anak akan berkumpul dan bermain bersamanya. Pada masa akhir tahun pemerintahan Liang (China), tahun Niang Cing Ming (916) pada bulan ketiga, ketika Bhiksu Pu Tai berada di Vihara Yek Lin, dengan mata tertutup, ia duduk sendirian diteras tengah. Ia tenggelam dalam kedamaian batinnya, Bhiksu Pu tai tidak lagi membuka matanya. Demikianlah seorang suci mengunjungi dunia dan meninggalkannya, dan kemudian datang lagi untuk melanjutkan misi kasih berikutnya. Sebelum wafatnya, Beliau menulis dua bait syair di tembok biara (Bodhi, 1994): Kebatilan dan kebenaran tidak sejalan, Cobalah pikirkan apa hendak dikata? Luasnya perut menampung penghinaan, Dari situ datangnya gelak tawa Maitreya oh .....Maitreya Telah lahir dengan berbagai wujud rupa Guna menyadarkan kesesatan umat manusia Tetapi sungguh menyedihkan...... Umat manusia yang tidak mengenali-Nya........(hal. 43) Berselang beberapa hari setelah wafatnya Bhiksu Pu Tai di Vihara Yek Lin, seorang bhiksu yang baru pulang dari pengembaraannya yang jauh berkata kepada para bhiksu sambil menunjukkan sebuah sepatu kain:

Tadi di tengah jalan aku

bertemu dengan yang agung Pu Tai He Sang. Beliau berpesan agar aku mengembalikan sepatu kain ini, karena Beliau telah salah mengambil sebuah sepatu ketika masih berada di Vihara Yek Lin ini. (Bodhi, 1994, p. 44) Setelah mendengar perkataan bhiksu yang baru pulang itu, semua bhiksu di Vihara Yek Lin menjadi sangat kaget, karena bukankah Pu-Tai He Sang baru saja wafat? Akhirnya mereka memutuskan untuk membuka peti jenazah Pu-Tai He Sang. Tetapi setelah peti itu dibuka ternyata di dalam peti itu kosong tiada sesuatu, hanya terlihat sebuah sepatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kain (pasangan sepatu yang dibawa pulang oleh bhiksu pengembara tadi). Menyaksikan kenyataan aneh ini semua bhiksu sangat tersentak, seperti kehilangan diri. Dalam keadaan yang serba tak paham ini, pelan-pelan mereka teringat pada sabda Sang Bhiksu menjelang wafatNya:

Maitreya oh.....Maitreya .

Setelah peristiwa yang luar biasa ini, bhiksu-bhiksu Yek Lin mulai mengukir patung Pu Tai He Sang untuk memperingati keagungan dan kesucian Beliau. Sebelum kejadian ini, rakyat dinasti Tang menghormati dan memuja Buddha Maitreya dengan Buddha rupang yang berupa seorang pertapa kurus, tetapi setelah peristiwa Pu Tai He Sang maka rakyat pun segera mengganti Buddha rupang mereka dengan yang baru, yang melukiskan seorang Bhiksu gemuk, duduk sambil tertawa, dan di kedua tangannya memegang seuntai tasbih dan sebuah kantong besar yang dapat kita temukan di setiap altar Vihara Buddha Maitreya. •

Sebagai Patriat Ke-13 Dan Patriat Ke-17 Dalam Buddhisme Maitreya dipercayai juga bahwa Buddha Maitreya telah

lahir ke dunia ini, sebagai patriat ketiga belas dalam garis kepatriatan Buddhisme Maitreya, dengan nama Shi Huan U. Dalam kelahirannya sebagai patriat ke-13, Beliau menunjukkan diri sebagai sebuah pribadi yang biasa dan amat sederhana, namun terkenal dengan kerendahan hati, kejujuran, dan keluguan sikap hidupnya. Selanjutnya Beliau menyatakan kembali kepribadian agung beliau ini sebagai patriat ke-17. Sebagai patriat ke-17, Buddha Maitreya lahir bermarga Lu dan bernama Cung Ik (1853-1925), di China. Beliaulah yang kemudian merintis penyebaran Buddhisme Maitreya dari daratan China. Sebagai patriat ke-17, Buddha Maitreya juga dikenal dengan gelar kesempurnaan Cin Kung Cu She atau Buddha Cin Kung atau Maitreya Cin Kung. Maitreya Cin Kung mewariskan silsilah Buddhisme Maitreya kepada kedua guru Agung Nurani, yaitu Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci untuk meneruskan misi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penyebaran kepada dunia. Selanjutnya ketiga Buddha ini, yaitu Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci dikenal sebagai Tri Buddha yang sangat dihormati oleh seluruh umat Maitreya. Mereka adalah Guru Agung Nurani yang akan membimbing umat manusia menuju jalan terang, membangun Bumi Suci Maitreya. 3. Makna Iman Maitreya Dalam Buddhisme Maitreya Dalam Wang Che Kuang (2005) dijelaskan tentang makna beriman yang benar kepada Buddha Maitreya dan makna dari bersujud memohon tuntunan Buddha Maitreya. Wang Che Kuang (2005) menjelaskan bahwa iman yang benar adalah keyakinan yang benar, pandangan hidup yang benar, pola hidup yang benar, konsep terhadap ‘nilai’ dan ‘keindahan’ yang benar. Lebih jauh beliau menjelaskan bahwa beriman yang benar kepada Buddha Maitreya bukanlah melekat pada sebutan ‘Buddha Maitreya’, juga bukan pada sosok pratimanya. Iman yang benar berarti meneladani pribadi luhur Buddha Maitreya. Pada dasarnya Buddha Maitreya tidak ingin kita terikat pada kata ‘Maitreya’. Buddha Maitreya hanya ingin kita merealisasikan makna ‘Maitreya’ dalam hidup kita, yaitu hidup yang sejalan dengan kasih, sejalan dengan hati nurani, sejalan dengan alam semesta. Pribadi yang mampu meneladani Buddha Maitreya inilah yang kemudian disebut sebagai wujud nyata dari keindahan korati manusia, manusia yang bernurani sadar cemerlang.

C. Perkembangan Buddhisme Maitreya 1. Perkembangan di Dunia Internasional Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa Buddhisme Maitreya menyakini adanya ajaran esoteris yang diturunkan dari satu patriat ke patriat berikutnya. Sampai pada masa patriat ke-17, yaitu Patriat Lu, maka ajaran ini disebarluaskan dan setiap orang yang berjodoh Kebuddhaan bisa mendapatkannya. Selanjutnya misi penyebaran / pembabaran agung ini diemban oleh kedua Guru Agung, Bapak Guru Agung dan Ibu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Guru Suci, yang juga sebagai patriat ke-18 Buddhisme Maitreya. Selanjutnya ketiga patriat ini (Patriat ke-17, Patriat Lu/Cin Kung Cu She, sebagai Inkarnasi suci dari Buddha Maitreya dan Patriat ke-18, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci) dikenal sebagai Tri Buddha yang dikenang sepanjang masa. Seluruh umat Buddhisme Maitreya mengenang ketiga Buddha ini sebagai Buddha yang berjasa besar dalam misi persiapan kedatangan Buddha Maitreya yang akan datang ke dunia. Patriat ke-18 adalah patriat yang terakhir dalam silsilah garis kepatriatan, selanjutnya tongkat estafet kepemimpinan Buddhisme Maitreya dilanjutkan oleh Wakil Ibu Guru Suci Yang Arya Maha Sesepuh W ng (Beliau bermarga W ng dan bernama Hao Te), yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Yang Arya Maha Sesepuh Ong. Tahun 1987, Yang Arya Maha Sesepuh W ng mendirikan Pusdiklat Rahmat Kasih Tuhan yang mengajarkan tentang moral kebajikan Hati Nurani yang telah menciptakan kader-kader Maitreya yang penuh dedikasi, senantiasa bersyukur dan menghormati segalanya. Pusdiklat Rahmat Kasih Tuhan secara perlahan-lahan telah banyak membuahkan hasil, kader-kader Maitreya tersebut kini telah tersebar ke seluruh mancanegara. Yang Arya Maha Sesepuh W ng telah berjuang keras menyebarkan Misi Maitreya ke seluruh dunia, menyatukan Wadah Ketuhanan (tempat berkembangnya Buddhisme Maitreya) di seluruh dunia, merintis pembangunan Mahavihara-Mahavihara di seluruh dunia, dan mempelopori berkembangnya seni dan budaya Maitreya melalui Tembang Suci Ketuhanan yang liriknya ditulis sendiri olehnya. Tanggal 25 Desember 1999 Yang Arya Maha Sesepuh W ng mencapai Parinibbana dengan gelar kesucian Hao Che Ta Ti. Pada tahun 2000 tongkat estafet kepemimpinan Buddhisme Maitreya dilanjutkan oleh Maha Sesepuh Yen dan Maha Sesepuh Wáng (Beliau bermarga Wáng bernama Che Kuang—bedakan dengan Hao Che Ta Ti—red.).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Perkembangan di Indonesia, MAPANBUMI ( Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia ) Penyebaran Buddhisme Maitreya di Indonesia berawal pada masa Patriat 18Ibu Guru Suci. Atas restu beliau pada tahun 1950 Maha Sesepuh Maitreyawira (Maha Sesepuh Tan) datang ke Indonesia untuk merintis Buddhisme Maitreya. Saat ini, Buddhisme Maitreya merupakan salah satu sekte agama Buddha di Indonesia yang bernaung dalam kelembagaan WALUBI (Perwalian Umat Buddha Indonesia) dengan nama MAPANBUMI (Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia). MAPANBUMI (Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia) didalam perkembangannya hingga sekarang tak lepas dari perjuangan Maha sesepuh Maitreyawira yang dibantu oleh Sesepuh Sasanawira, Sesepuh Dharmawira, Sesepuh Prajnamitra, Sesepuh Cahaya Maitri dan Sesepuh Gautama Harjono serta para pandita yang melaksanakan pengembangan Buddhisme Maitreya diseluruh Indonesia. Patriat ke-18 Ibu Guru Suci memberikan perhatian terhadap perkembangan Buddhisme Maitreya di Indonesia dengan mengutus wakilnya, Yang Arya Maha Sesepuh Ong, datang membantu perkembangan Buddhisme Maitreya Indonesia. Saat ini Buddhisme Maitreya di seluruh Indonesia dipimpin oleh Y.M Maha sesepuh Gautama Harjono, sebagai suksesi dari Maha Sesepuh Maitreyawira. Perkembangan Buddhisme Maitreya di Indonesia terlihat dari jumlah umat yang bertambah banyak dan meningkatnya umat yang bervegetaris serta jumlah tempat ibadah yang terus bertambah. Dalam umurnya yang telah lebih dari setengah abad, Buddhisme Maitreya menunjukkan perkembangan yang pesat dengan jumlah maha vihara, vihara dan cetya yang mencapai sekitar 500-an dan tersebar di seluruh Indonesia, serta terbagi dalam 6 wilayah koordinasi (KORDA). Setiap Korda dipimpin oleh pimpinan Korda yang bertanggung jawab atas perkembangan Buddhisme Maitreya didaerah tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pembagian daerah koordinasi tersebut yaitu: •

Korda I meliputi daerah Jawa Timur, Bali dan NTB yang berpusat di Maha Vihara Maitreya, Surabaya. Dipimpin oleh: Bapak P. M. Ir. Arief Harsono, MM.



Korda II meliputi daerah Jawa Tengah yang berpusat di Vihara Mahaboddhi Maitreya, Semarang. Dipimpin oleh: Ibu M. P. Dra. Dharmawati Utomo Ang, MM.



Korda III meliputi Jakarta dan Jawa Barat yang berpusat di Maha Vihara Maitreyawira, Jakarta. Dipimpin oleh: Bapak M. P. Citra Surya, SE, MM.



Korda IV meliputi daerah Sumatera Utara, Riau dan Sumbar yang berpusat di Maha Vihara Maitreya, Batam. Dipimpin oleh: Bapak M. P. Jeo Tjin Bok.



Korda V meliputi daerah Sumsel, Jambi, Kalsel, Kaltim dan Sulawesi yang berpusat di Maha Vihara Maitreya, Palembang. Dipimpin oleh: Bapak M. P. Selamet Santoso.



Korda VI meliputi daerah Kalbar dan sekitarnya yang berpusat di Maha Vihara Maitreya, Pontianak. Dipimpin oleh: Bapak M. P. Hendra Ngantung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Menurut Wahyono (2004: 2-3), penelitian kualitatif dilakukan untuk mengeksplorasi central phenomenon,

ketimbang

mendeskripsikan

kecenderungan

atau

menjelaskan

perbedaan atau hubungan di antara variabel. Selain itu, metode pengumpulan, penganalisisan dan penginterpretasian data dilakukan dengan menggunakan protokol yang dapat dikembangkan selama penelitian. Data penelitian berupa teks atau gambar, menggunakan analisis teks ketimbang analisis statistik, serta laporan penelitiannya lebih fleksibel. Metode ini bertujuan untuk menjelaskan dan memaparkan fakta secara jelas, komprehensif, serta mendalam terhadap fenomena yang diteliti. Penelitian ini bertujuan mengumpulkan detil-detil yang diperlukan untuk memperoleh sebuah gambaran yang lengkap. Tidak ada hipotesis khusus yang diajukan, namun peneliti telah mempunyai konsep dasar mengenai hal yang hendak diteliti.

B. Metode Penelitian Karena data penelitian ini berbentuk teks dan dokumen tertulis, maka metode pengklasifikasian, penganalisisan, serta penginterpretasian data yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi. Krippendorff (2004) menyatakan bahwa, “Content analysis is a research technique for making replicable and valid inferences from texts (or other meaningful matter) to the contexts of their use”(p.18). Secara bebas dapat diterjemahkan sebagai berikut: “analisis isi adalah metode penelitian untuk membuat kesimpulan yang valid dan reliabel dari teks (atau sumber lain yang berguna) sesuai dengan konteks penggunaannya”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Secara lebih spesifik, metode analisis data yang digunakan adalah illustrative method. Neuman (2000: 427) menjelaskan bahwa dengan illustrative method seorang peneliti akan mengaplikasikan teori tertentu terhadap suatu situasi historis atau situasi sosial kongkret tertentu, atau mengorganisasikan data berdasarkan teori tertentu yang sudah ada. Dengan illustrative method, peneliti akan membuat sejenis empty boxes (kotak-kotak penampung) dengan teori yang sudah dipilih sebelumnya, selanjutnya peneliti memeriksa apakah data-evidensi bisa dimasukkan ke dalam kotak tersebut. Data-evidensi yang ditemukan peneliti akan mengukuhkan atau sebaliknya mengugurkan teori yang dipilih. Fakta ini kemudian bisa dipakai oleh peneliti sebagai alat untuk menginterpretasikan fenomena yang menjadi objek penelitian. Selanjutnya Miles & Huberman (1994) menjelaskan bahwa aktivitas analisis penelitian kualitatif merupakan aktivitas yang interaktif, saling berhubungan, dan berkelanjutan. Proses analisis sebenarnya telah dimulai sejak awal mula pengumpulan data. Selanjutnya proses ini berlanjut pada penyeleksian dan penyajian data, kemudian pengambilan kesimpulan atau konfirmasi. Lebih jelasnya mengenai komponen analisis data dapat dilihat pada gambar berikut ini: Components of Data Analysis: Interactive Model (Miles & Huberman, 1994: 12) Data collection

Data reduction

Data display

Conclusions: drawing/verifying

Gambar 2. komponen-komponen analisis data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Melalui gambar 2. dapat dilihat aktivitas analisis data dalam penelitian ini cenderung fleksibel dengan sifat mengalir, berkesinambungan, cenderung berulang (terjadi proses bolak-balik antara tiap komponen), sehingga membentuk sebuah siklus analisis.

C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah Penelitian ini ingin menemukan serta menggambarkan model kepribadian sehat menurut Buddhisme Maitreya, maka variabel yang akan diteliti adalah aspekaspek kepribadian sehat. Sedangkan batasan istilah dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai istilah tersebut. Istilah yang dipakai pada penelitian ini adalah sebagai berikut: •

Kepribadian sehat: karakteristik potensi psikologis manusia yang terbaik yang bisa dicapai, tingkat kesehatan psikologis yang maksimal, gambaran manusia ideal, serta terwujudnya harmonisasi pada seluruh fungsi-fungsi jiwa dengan lingkungannya.



Aspek-aspek kepribadian sehat (berdasarkan perbandingan sifat-sifat 7 teori kepribadian sehat menurut Schultz) yaitu: 1. Dorongan 2. Fokus pada kesadaran atau ketidaksadaran 3. Tekanan pada masa lampau, tekanan pada masa sekarang, serta tekanan pada masa yang akan datang 4. Tekanan pada peningkatan atau reduksi tegangan 5. Peranan pekerjaan dan tujuan-tujuan 6. Sifat persepsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Tanggung jawab terhadap orang lain •

Model kepribadian sehat Buddhisme Maitreya: konsep karakteristik potensi psikologis manusia yang terbaik yang bisa dicapai, tingkat kesehatan psikologis yang maksimal, gambaran manusia ideal, serta perwujudan harmonisasi pada seluruh fungsi-fungsi jiwa dengan lingkungannya yang diungkap melalui penelitian terhadap konsep ajaran Buddhisme Maitreya. Pengungkapan konsep dilakukan dengan mendekati data melalui kerangka

konseptual aspek-aspek kepribadian sehat. Secara lebih jelas dan eksplisit, aspekaspek kepribadian sehat yang ingin diungkap pada kepribadian sehat menurut Buddhisme Maitreya diuraikan pada tabel berikut ini: Tabel 2. Aspek-aspek Kepribadian sehat (berdasarkan rangkuman perbandingan sifat-sifat 7 teori kepribadian sehat menurut Schultz, 1993) Sifat-sifat utama pada Hal-hal yang ingin diungkap kepribadian sehat 1. Dorongan pada

a. Dorongan yang membuat seseorang menjadi

kepribadian sehat

kepribadian yang sehat b. Harapan atau cita-cita yang dimiliki orang yang berkepribadian sehat

2. Fokus pada kesadaran

a. Keyakinan untuk dapat secara sadar mengontrol

atau ketidaksadaran

kehidupan b. Keyakinan bahwa ada kekuatan ketidaksadaran yang juga mengontrol dan mempengaruhi kehidupan

3. Tekanan pada masa

a. Pandangan orang yang berkepribadian sehat terhadap

lampau, masa sekarang,

masa lampau, masa sekarang, dan masa depannya

serta masa yang akan datang

b. Pengaruh pandangan tersebut bagi kepribadian sehat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Tekanan pada

a. Sikap orang yang berkepribadian sehat dalam

peningkatan atau reduksi

menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya

tegangan

b. Pengaruh peningkatan maupun reduksi tegangan dalam kehidupan seseorang bagi kepribadian sehat

5. Sifat persepsi

a. Jalan penemuan ‘kebenaran’ bagi orang yang berkepribadian sehat yang selanjutnya dipakai untuk mengambil keputusan dalam menghadapi realitas kehidupan sehari-hari

6. Peranan pekerjaan, tugas- a. Peranan pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan bagi tugas

dan

tujuan

bagi kepribadian sehat

kepribadian sehat

b. Pengaruh pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan bagi kepribadian sehat

7. Hubungan serta tanggung a. Sikap orang yang berkepribadian sehat dalam jawab terhadap orang lain

berhubungan dengan orang lain b. Tanggung jawab terhadap orang lain c. Pengaruh orang lain bagi kepribadian sehat

Tabel 2. berfungsi sebagai panduan bagi penulis untuk ‘mendekati’ konsepajaran dalam Buddhisme Maitreya, yaitu semacam kerangka konseptual penulis untuk menganalisis data-data yang ada di lapangan.

D. Sumber Data Sumber data adalah ajaran-ajaran Buddhisme Maitreya yang diperoleh dalam bentuk buku-buku. Secara lebih lengkap deskripsi buku-buku yang digunakan sebagai sumber data akan dicantumkan dalam lampiran. Pemilihan buku-buku yang digunakan sebagai sumber data dilakukan dengan cara purposive dan theory-driven,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yaitu pemilihan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian, seperti kecenderungan penelitian kualitatif pada umumnya (Miles & Huberman, 1994).

E. Alur Penelitian, Penyajian Data Dan Pembahasan Dalam penelitian ini penulis akan mempelajari ajaran-ajaran di dalam Buddhisme Maitreya untuk memperoleh pemahaman secara mendalam. Selanjutnya penulis akan mengumpulkan data-data mengenai ajaran Buddhisme Maitreya. Pengumpulan data dilakukan dengan memilih buku-buku yang kira-kira relevan dengan tujuan penelitian kemudian diringkas dengan mengambil bagian-bagian inti dalam buku berupa kutipan-kutipan langsung. Data-data ini kemudian akan dimasukkan kedalam tabel untuk dianalisis. Pada bagian analisis, dengan pemahaman teoretis dari model-model kepribadian sehat para ahli psikologi pertumbuhan, penulis akan mengolah data yang ada serta menyusun sebuah model kepribadian sehat menurut ajaran Buddhisme Maitreya. Dengan berpijak pada data-evidensi yang ditemukan dalam buku-buku penulis akan memaparkan model kepribadian sehat menurut Buddhisme Maitreya. Selanjutnya dalam bagian diskusi, penulis akan membandingkan hasil temuannya dengan konsep-konsep teoretis para ahli psikologi pertumbuhan. Penulis setuju dengan pendapat Miles & Huberman (1994) yang menyarankan penyajian data kualitatif dalam bentuk yang sederhana dan mudah dimengerti, yaitu dalam bentuk matriks, grafik, diagram, ataupun berupa network daripada berupa teksteks yang panjang lebar dan cenderung ‘berat’ untuk dipahami. Oleh karena itu data hasil ringkasan dan hasil analisis kerangka konseptual akan disajikan dalam bentuk tabel, hal ini juga untuk memudahkan penulis. Namun, untuk mencapai tujuan penelitian maka pembahasan hasil penelitian akan dipaparkan dalam bentuk teks

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

naratif, yaitu berupa parafrase penulis mengenai ajaran Buddhisme Maitreya yang dianalisis menggunakan kerangka konseptual penelitian. Dalam pembahasan ini hasilnya bisa dibuktikan sewaktu-waktu dengan konfirmasi kembali kepada data yang telah diambil.

F. Kredibilitas Penelitian Poerwandari (1998) menjelaskan bahwa kredibilitas penelitian dapat dilihat pada keberhasilannya dalam mencapai tujuan pengeksplorasian masalah. Dan pada penelitian kualitatif hal ini dicapai dengan deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek. Untuk bisa menguraikan dan menjelaskan kepada pembaca kompleksitas hubungan antar aspek dan kaitannya dengan data penelitian, maka penulis akan menjelaskan secara jelas langkah-langkah, pedoman, batasan dan ukuran penelitian, alasan pemilihan subjek penelitian, sampai analisis yang dilakukan. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi kredibilitas penelitian ini menggunakan metode validasi argumentatif. Poerwandari (1998: 117) menjelaskan bahwa: “validasi argumentatif tercapai bila presentasi temuan dan kesimpulan dapat diikuti dengan baik rasionalnya, serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah”. Pada penelitian ini, hal ini dilakukan dengan memilih metode yang sesuai untuk mencapai tujuan yang diinginkan serta pemaparan alur penelitian yang jelas sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Untuk membuktikan hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan sewaktu-waktu melihat kembali ke data mentah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V MODEL KEPRIBADIAN SEHAT DALAM BUDDHISME MAITREYA (ORANG YANG MENGAKTUALISASIKAN NURANI)

Pada bab ini penulis akan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan. Secara garis besar pembahasan ini dibagi atas dua bagian. Bagian pertama akan membahas konsep ajaran Buddhisme Maitreya dalam perspektif kepribadian sehat. Bagian ini akan membahas mengenai “diri”, “kodrat eksistensi”, dan “jalan pencapaian” bagi kepribadian sehat. Pada bagian kedua, penulis akan memaparkan aspek-aspek kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya yang diperoleh melalui hasil analisis teks ajaran-ajaran Buddhisme Maitreya dengan kerangka konseptual perbandingan sifat-sifat kepribadian sehat Schultz (1993). Pemaparan hasil pada kedua bagian ini akan merupakan hasil kerja penelitian mulai dari membaca, memahami, meringkas dan mengkodekan data. Penulisan pembahasan ini sendiri juga sebenarnya masih dalam kerangka kerja analisis penelitian (lihat gambar 2. yang penulis tampilkan di bab IV). Sehingga penulisan pembahasan akan dilakukan dengan segala upaya penulis agar selalu merujuk pada data dan kemudian di ulas dengan perspektif teoretis para tokoh kepribadian sehat dari buku Schultz.

C. Konsep Ajaran Buddhisme Maitreya Dalam Perspektif Kepribadian Sehat 1. Pandangan Buddhisme Maitreya tentang hakikat Manusia ( diri

dari

Kepribadian Sehat) Pertanyaan tentang hakikat manusia barangkali setua usia keberadaan manusia di Bumi. Setiap jawaban, dari tinjauan filsafat, sampai obrolan di cafe maupun kakilima, lahir dari bagaimana manusia memandang dirinya. Setiap jawaban telah mempengaruhi pola pandang yang berimbas pada pola perilaku manusia. Sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

anak kandung filsafat, psikologi juga banyak mendapat pengaruh terhadap pandangan tentang hakikat manusia ini. Sejak zaman sarjana klasik Sokrates, Aristoteles, Plato hingga Nietzsche, Locke, Foucault, dan lain sebagainya, pemikiran-pemikiran mereka tentang hakikat manusia masih mempengaruhi pandangan-pandangan para ahli psikologi hingga saat ini. Pandangan tentang “diri” juga menjadi konsep dasar yang penting bagi para ahli psikologi pertumbuhan. Oleh karena itu, penulis menganggap penting untuk memaparkan temuan penulis mengenai hakikat manusia dalam pandangan Buddhisme Maitreya yang pada gilirannya akan berguna untuk memahami model kepribadian sehatnya. Setiap manusia, dalam pandangan Buddhisme Maitreya, adalah anak Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan dalam Buddhisme Maitreya di sebut sebagai LaoMu yang berarti Bunda. Seperti yang dinyatakan oleh Wang Che Kuang (2002), “LaoMu berarti Bunda Ilahi, Bunda alam semesta, Bunda bagi segalanya”. Sebagai anak Tuhan, setiap manusia memiliki emanasi (percikan) roh Tuhan dalam dirinya. Di dalam diri setiap manusia ada “sesuatu” yang merupakan bagian dari Tuhan yang ditempatkan dalam diri setiap manusia yang disebut sebagai hati nurani. Kehidupan beragama dalam Buddhisme Maitreya disebut dengan Siu Tao yang artinya membina diri. Membina diri adalah proses mengenali diri yang bermartabat melalui kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran Buddhisme Maitreya seorang manusia bermartabat bukan karena kekayaan atau kedudukannya akan tetapi sadar untuk memuliakan hati nuraninya. Proses memuliakan hati nurani berarti proses pencarian diri yang kodrati. Proses mengenali diri adalah proses menemukan Tuhan di dalam diri, yaitu proses mengembalikan nurani untuk menjadi pengendali atas diri. Hati nurani dalam pengertian Buddhisme Maitreya di sini berbeda dari pengertian umum. Hati nurani yang dimaksud adalah jati diri yang sesungguhnya dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

seorang manusia, yang juga sering disebut sebagai Aku yang sejati. Secara lebih jelas dapat dilihat dalam pernyataan Wang Che Kuang (2001) : “Rohku yang sejati adalah emanasi dari Roh Suci Tuhan. Dengan demikian Pribadi Tuhan yang mulia yang sesungguhnya ada di dalam diri kita. Itulah yang diistilahkan dengan ‘Hati Nurani’. Hati nurani adalah Aku Sejati, watak semula diriku. Hati nurani adalah kebenaran yang tertinggi, karena Ia adalah Hati Tuhan. Hati nurani adalah sebuah hati yang dipenuhi oleh kasih dan kebijaksanaan. Perilaku bakti, perikebenaran, perikeadilan, norma susila dan segala sifat mulia, semua bersumber dari hati nurani.” (hal. 34)

Hati nurani menjadi tema sentral dalam ajaran Buddhisme Maitreya. Seperti yang dinyatakan oleh Wang Che Kuang (2002) : “Inti ajaran Buddhisme Maitreya adalah Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci datang atas titah Tuhan dan Buddha Maitreya secara langsung mengungkapkan bahwa bagian jiwa Tuhan ada dalam diriku” (p.279). Bagian dari jiwa Tuhan inilah, yang disebut sebagai hati nurani, yang kemudian menjadi pembicaraan utama di dalam ajaran Buddhisme Maitreya. Bisa dikatakan

bahwa

dalam

pandangan

Buddhisme

Maitreya

manusia

yang

berkepribadian sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan hati nuraninya dalam kehidupannya. Secara ringkas dan padat beberapa konsep ajaran Buddhisme Maitreya beserta dinamikanya penulis kemukakan pada gambar 3. Konsep ajaran yang penulis ambil ini yang terutama relevan dalam usaha mendeskripsikan model kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya sesuai tujuan penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 3. Dinamika Kepribadian Sehat Dalam Konsep Ajaran Buddhisme Maitreya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Melalui gambar 3. ini dapat dilihat beberapa konsep ajaran Buddhisme Maitreya dalam dinamika kepribadian sehatnya. Beberapa konsep itu antara lain adalah tiga hati (hati masa lalu, hati sekarang, hati akan datang), empat konsepsi (konsepsi keakuan, konsepsi orang lain, konsepsi umat manusia, konsepsi panjang usia), tujuh emosi (kebahagiaan, amarah, kesedihan, ketakutan, kasih sayang, kebencian, nafsu), serta enam nafsu (mata, telinga, mulut, hidung, badan raga, pikiran). Sedangkan yang dimaksud kemelekatan ego disini adalah pikiran dan perbuatan yang bertujuan mendatangkan keuntungan pribadi. Sedangkan kenyataan dualisme dunia adalah dua kenyataan yang selalu ada dalam kehidupan seorang manusia, seperti hina – mulia, kaya – miskin, gagal – berhasil, dan lain sebagainya. Setiap manusia dalam pandangan Buddhisme Maitreya pada dasarnya adalah baik karena setiap manusia adalah emanasi dari Tuhan. Akan tetapi akibat dosa karma yang diperbuat dalam kehidupan lampaunya, manusia cenderung menjadi jahat. Hal ini yang menjadi faktor penghambat bagi pribadi sehat. Dosa-dosa karma pada kehidupan lampau menyebabkan kebodohan, kemelekatan serta kegelapan batin pada diri manusia yang menghambatnya dalam proses pencapaian kepribadian sehat. Oleh karena itulah setiap individu membutuhkan kekuatan dari luar dirinya, dalam Buddhisme Maitreya kekuatan itu dipandang berasal dari Tuhan dan Para Buddha, khususnya Buddha Maitreya. Buddha Maitreya dipandang sebagai pengaktualisasi nurani yang sempurna, yang menjadi teladan nyata sekaligus pendorong untuk mengaktualisasikan nuraninya. Dalam Wang Che Kuang (2005) dijelaskan lebih lanjut tentang makna beriman yang benar kepada Buddha Maitreya. Iman yang benar berarti meneladani pribadi luhur Buddha Maitreya. Pada dasarnya Buddha Maitreya tidak ingin kita terikat pada kata ‘Maitreya’. Buddha Maitreya hanya ingin kita merealisasikan makna ‘Maitreya’ dalam hidup kita, yaitu hidup yang sejalan dengan kasih, sejalan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hati nurani, sejalan dengan alam semesta. Pribadi yang mampu meneladani Buddha Maitreya inilah yang kemudian disebut sebagai wujud nyata dari keindahan korati manusia, manusia yang mengaktualisasikan nuraninya. Lebih tegasnya Wang Che Kuang (2005) menyatakan bahwa “Yang dimaksud tuntunan Buddha Maitreya menuju terang adalah melalui perjuangan kita dalam meneladani semangat Buddha Maitreya, disertai kekuatan Ilahi Buddha Maitreya, pada akhirnya kita pun dapat memulihkan terang nurani” (p. 139). Sesuai dengan gambar 3. serta penjelasan di atas dapat dilihat bahwa dalam dinamika

kepribadian

mengaktualisasikan

sehat

nurani)

dalam

terdapat

Buddhisme beberapa

Maitreya

aspek

yang

(orang

yang

membentuknya.

Selanjutnya aspek-aspek ini akan di analisis dengan teori kepribadian sehat dari bab 2. Teori-teori ini digunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan hasil temuan penulis dalam penelitian ini.

PENGAKTUALISASIAN HATI NURANI DAN DINAMIKANYA DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI Konsep tentang hati nurani dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya dapat di pandang sejajar dengan konsep “diri” dalam perspektif teori struktur kepribadian. Dalam perspektif psikologi, khususnya psikologi kepribadian konsep tentang “diri” adalah suatu bagian yang penting namun juga sulit untuk dibicarakan. Dari tujuh ahli psikologi pertumbuhan yang teorinya dibahas di bab 2, tidak semuanya membahas tentang “diri”. Salah satu ahli yang cukup lengkap membahas dinamika tentang “diri” adalah Jung dengan teori psikologi analitisnya. Pandangan Jung terhadap struktur kepribadian beserta konsep-konsep yang dikemukakan mengandung sejumlah kesamaan dengan konsep ajaran Buddhisme Maitreya. Hati nurani adalah “diri” yang sejati dalam pandangan Buddhisme

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Maitreya. Bagi pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya, hati nurani akan menjadi panduan dalam setiap tindakan dan perbuatan. Pengaktualisasian nurani adalah tujuan dalam seluruh kehidupan dan merupakan upaya pengungkapan “diri” secara utuh untuk menjadi sebuah kebulatan kepribadian bagi seorang pribadi sehat. Bagi Jung, “diri” (self) merupakan tujuan akhir dalam kehidupan, menggambarkan kekompakan dan keseimbangan semua bagian kepribadian, suatu asimilasi proses sadar dan proses tak sadar sedemikian rupa sehingga pusat kepribadian beralih dari aku kepada titik pertengahan antara kesadaran dan ketidaksadaran (Schultz, 1993:131). Proses ini dalam dalam Buddhisme Maitreya adalah upaya untuk memfungsikan nurani dalam kehidupan sehari-hari yang dicapai lewat penginsafan dan pertobatan, baik secara spontan ataupun di depan altar. Pengakuan dan pertobatan akan dosa kesalahan adalah upaya untuk membongkar kekuatan negatif yang seringkali masuk kedalam ketidaksadaran seorang manusia. Hati nurani sebagai pengendali aspek-aspek kepribadian dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya bukan berarti menindas dan meniadakan aspek-aspek tersebut, melainkan memandu dan mengaturnya sesuai dengan prinsip nurani. Aspek-aspek kepribadian itu dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya yaitu tiga hati, empat konsepsi, tujuh emosi dan enam nafsu. Aspek-aspek kepribadian ini merupakan semacam fungsi-fungsi psikologis dalam konsep Jung. Hati nurani akan memandu dan mengatur fungsi-fungsi ini yang merupakan cara-cara untuk mengamati dan bereaksi terhadap dunia luar dan dunia dalam (batin) seorang manusia. Dosa karma pada masa lampau menyebabkan kemelekatan akan ego dan merupakan sumber dari kebodohan dan kegelapan batin pada jiwa seorang manusia. Dalam pandangan Buddhisme Maitreya hal ini akan mengikat dan membentuk seorang manusia menjadi berbagai tipe dan karakter yang berbeda satu sama lain, sesuai karma masa lampaunya. Dalam hal ini Jung membicarakan mengenai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kompleks-kompleks, yakni kelompok emosi, ingatan, dan pikiran. Komplekskompleks ini sedikit banyak akan mempengaruhi kepribadian seorang manusia. Dosa karma dalam pandangan Buddhisme Maitreya berasal dari masa lampau, baik kehidupan sekarang ataupun kehidupan yang lampau. Sedangkan kompleks-kompleks milik Jung berasal dari pengalaman-pengalaman tertentu dalam sejarah evolusi spesies-spesies, yang diwariskan secara herediter dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pengalaman-pengalaman evolusi universal yang berasal dari semua spesies manusia inilah yang merupakan tingkat kepribadian yang paling dalam dan sama sekali tidak dapat dicapai, yang dinamakan Jung sebagai ketidaksadaran kolektif. Sama seperti dosa karma, ketidaksadaran kolektif itu juga merupakan kekuatan yang paling berpengaruh dalam kepribadian (Schultz, 1993). Pengaktualisasian nurani dalam pandangan Buddhisme Maitreya adalah proses perjuangan seumur hidup untuk kembali kepada “diri” yang semula. Proses ini seringkali sulit dan menyakitkan karena harus membuang kotoran batin yang telah menumpuk dalam kelahiran dan kematian yang berulang kali. Oleh karena itu ada banyak halangan untuk mencapai pengaktualisasian nurani yang penuh. Dalam istilah Jung, perjuangan untuk membuang kotoran batin ini dinamakan sebagai konfrontasi dengan ketidaksadaran. Lebih jauh Jung menyebutkan bahwa proses ini adalah sesuatu yang kodrati, bersifat instinktif, suatu tujuan yang harus diperjuangkan tetapi jarang tercapai. Konsep Jung untuk hal ini adalah individuasi yaitu proses pengintegrasian kepribadian untuk mencapai sesuatu yang terakhir dalam diri, yakni pemahaman,

kematangan dan

kesehatan psikologis,

sebuah keutuhan dari

kemanusiaan yang penuh. Jung memberi contoh kepribadian yang terindividuasi sepenuhnya adalah Jesus Kristus dan Buddha, yang mana juga di akui dalam Buddhisme Maitreya sebagai pribadi-pribadi yang telah mencapai pengaktualisasian nurani secara sempurna.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Jung menjelaskan bahwa untuk mencapai realisasi “diri” secara penuh salah satu syaratnya adalah memiliki pengetahuan yang objektif tentang diri sendiri. Dalam Schultz (1993), Jung menulis bahwa tidak mungkin memenuhi diri sendiri tanpa terlebih dahulu mengetahui kodrat yang penuh dari diri. Oleh karena itu Jung memaparkan bahwa orang yang terindividuasi akan mencapai suatu tingkat pengetahuan diri yang tinggi. Selanjutnya bersamaan dengan pengetahuan diri muncullah penerimaan diri dan kemudian integrasi diri. Dalam model kepribadian sehat Buddhisme Maitreya, pencapaian aktualisasi nurani di mulai dari penginsafan dan pemahaman yang benar dan utuh terhadap hati nurani dan signifikansinya (yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya). Selanjutnya barulah seorang pribadi sehat mampu untuk mengaktualisasikan hati nuraninya lewat fungsi-fungsi psikologisnya, yaitu tiga hati, empat konsepsi, tujuh emosi dan enam nafsu. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa untuk mencapai pengaktualisasian nurani secara penuh adalah sebuah proses yang tidak mudah bagi seorang manusia sehingga dalam pandangan Buddhisme Maitreya dibutuhkan bantuan kekuatan dari luar, dalam hal ini yaitu tuntunan Buddha Maitreya. Makna dari tuntunan Buddha Maitreya telah penulis jelaskan pada hal. 68. Berbeda dengan Allport yang memberikan gambaran bahwa proprium (self/diri menurut konsep Allport) adalah sesuatu yang unik, yang disebut Allport sebagai “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui” (Schultz, 1993), maka Jung berpandangan bahwa orang-orang yang sehat memiliki suatu kepribadian yang universal. Semua segi kepribadian akan terintegrasi dengan baik, sehingga keunikan individu akan hilang dan orang-orang yang serupa itu tidak lagi dianggap memiliki tipe psikologis yang khusus. Konsep Jung ini bersesuaian dengan konsep universalitas hati nurani dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya mengenai kepribadian sehat. Konsep universalitas hati nurani ini termuat dalam signifikansi hati nurani yang akan dibahas berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Signifikansi Hati Nurani (Kodrat Eksistensi Kepribadian Sehat) Seberapa jauh seorang manusia mampu mencapai tingkat kesehatan psikologis, sebesar apa potensi terdalam dari seorang manusia, semuanya itu dalam pandangan Buddhisme Maitreya menunjuk pada seberapa banyak seorang manusia mampu menyadari, menginsafi, dan melakukan perbuatan yang sesuai dengan hati nuraninya. Hati nurani merupakan sumber kekuatan dan sumber kearifan yang tiada habisnya bagi diri seorang manusia. Karena itu, ketika berbicara tentang sifat-sifat kepribadian sehat pada Buddhisme Maitreya, maka otomatis hal ini merujuk pada sifat-sifat hati nurani. Hal ini kemudian dikonfirmasi dalam sebuah perbincangan singkat penulis dengan seorang pandita (pemimpin agama) Buddhisme Maitreya, dinyatakan bahwa untuk menemukan model kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya dapat merujuk pada sifat-sifat hati nurani yang diuraikan oleh maha sesepuh Wang Che Kuang (Halim Zen Bodhi, komunikasi personal, 15 Januari 2005). Dalam Bukunya Liang Xin De Zhen Yi (Signifikansi Hati Nurani), maha sesepuh Wang Che Kuang menguraikan sepuluh (10) signifikansi hati nurani. Oleh DPP Mapanbumi pusat, buku tersebut diterjemahkan menjadi 10 buah buku kecil dengan dilengkapi dengan penjelasan ceramah beliau pada diklat Buddha siswa angkatan I di Pusdiklat Buddhis Maitreyawira Jakarta. Makna frase ‘signifikansi hati nurani’ disini penulis artikan sebagai keadaan hati nurani yang paling hakiki, kenyataan yang sesungguhnya, yang kemudian menjadi karakteristik dasar dari hati nurani. Selanjutnya penulis akan menuliskan ringkasan berupa intisari dari tiap-tiap buku tersebut. Ringkasan ini merupakan upaya untuk menggambarkan model kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kesepuluh signifikansi hati nurani yang diuraikan oleh maha sesepuh Wang Che Kuang (2000) adalah sebagai berikut: 1. Hati nurani Yang Paling Universal: Menghormati Segalanya, Segalanya Dimuliakan Wang Che Kuang (2000) menjelaskan sifat hati nurani paling universal mengandung makna bahwa sesungguhnya setiap insan adalah satu dan sama karena berasal dari emanasi roh suci Tuhan. Semua makhluk adalah anak-anak dari Bunda yang sama, dengan kata lain semuanya adalah saudara. Oleh karena itu sesungguhnya hubungan antara seorang manusia dengan sesamanya adalah sangat erat, baik dia mengenalnya atau tidak. Sesuai dengan kenyataan ini maka jika seorang manusia mampu menghargai dan menghormati orang lain berarti dia juga telah menghormati roh Tuhan dalam diri mereka. Penghormatan ini timbul bukan karena kekayaan, kedudukan, kekuasaan, keelokan fisik juga bukan karena pencapaian prestasi tertentu, namun didasarkan atas semua makhluk adalah satu dan bersaudara dari Bunda yang sama. Sikap non diskriminatif, penuh respek dan penghormatan terhadap semua kehidupan adalah perwujudan dari sifat universalitas hati nurani. 2. Hati Nurani Yang Paling Berlimpah: Memiliki Segalanya, Segalanya Ada Dalam Diriku Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa keberadaan hati nurani dalam diri seorang manusia merupakan mustika yang tak ternilai. Manusia awam tidak menyadari keberadaan hati nurani yang berlimpah, mustika sejati yang ada di dalam diri. Karena tidak menyadari keberadaan mustika dalam dirinya, manusia senantiasa dirisaukan dengan pengejaran mustika di luar diri. Mustika yang dikejar oleh manusia awam itu bisa berupa kekayaan, kekuasaan, keelokan fisik, dan lain sebagainya. Misalnya, bagi seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ilmuwan mustika itu bisa berupa hasil ciptaannya, bagi seorang kolektor mustika itu berupa barang-barang koleksinya, bagi seorang artis atau penyanyi mustika itu adalah kecantikan fisiknya dan suaranya yang merdu, dan seterusnya. Ketika hati nurani yang paling berlimpah berkuasa atas diri maka kepuasan sejati akan diperoleh. Kepuasan yang sejati adalah ketika seorang manusia berada dalam kondisi apa pun tetap merasa bersyukur, berbahagia dan bersukacita. Hal ini dilandaskan atas kenyataan hati nurani yang paling berlimpah ada di dalam diri, yaitu bahwa Tuhan sang pemilik jagat raya dan alam semesta ada di dalam diri. Hati yang tahu puas dan senantiasa berbahagia adalah perwujudan dari sifat hati nurani yang paling berlimpah. 3. Hati Nurani Yang Paling Cemerlang: Merefleksi Diri Dalam Segala Hal, Dalam Segala Hal Merefleksi Diri Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa hati nurani yang paling cemerlang ada pada diri setiap insan. Hati nurani yang paling cemerlang adalah Tuhan yang paling cemerlang. Hanya cahaya Tuhan, yaitu terang hati nurani yang mampu menerangi kegelapan batin manusia. Segala perbuatan yang dilakukan manusia – baik perbuatan bajik ataupun jahat – akan dilihat dengan jelas oleh hati nurani. Sepandai-pandainya berbohong, seorang manusia tidak akan pernah dapat membohongi diri sendiri, ini adalah manifestasi dari kecemerlangan hati nurani. Hati nuranilah yang membuat batin menjadi tidak tenang ketika manusia berbuat dosa. Perbedaan pada orang yang sadar dan sesat adalah, orang yang sadar senantiasa menyadari kesalahan dan peka dalam menginsafi kebenaran sedangkan orang yang sesat selalu mengabaikan suara nurani sehingga kesadaran nuraninya semakin melemah. Selama sekian banyak kelahiran, seorang manusia telah dipenuhi oleh kesesatan dan dosa karma, banyak kesalahan yang dilakukan tanpa disadari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Oleh sebab itu diperlukan refleksi diri agar cahaya terang nurani dapat berpancar. Realisasi keinsafan hati nurani ini dilakukan dalam tindak nyata yaitu senantiasa merefleksi diri dalam perilaku setiap indra. 4. Hati Nurani Yang Paling Sempurna: Bersyukur Atas Segalanya, Senantiasa Bersyukur Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa hati nurani adalah yang paling sempurna. Sedangkan badan raga penuh dengan noda dan kekotoran batin, sehingga sulit untuk sempurna. Namun jika bisa menempatkan nurani yang paling sempurna sebagai penguasa, badan raga bisa mengukir karya yang luhur dan mulia. Demikian pula dengan segala macam hubungan dengan manusia, masalah dan benda yang dihadapi. Dengan sifat hati nurani yang sempurna, bersyukur atas segalanya, seorang manusia akan menghadapi dengan sempurna segala jenis kondisi manusia, masalah dan benda yang penuh dengan ketidaksempurnaan. Dengan hati penuh syukur menghadapi kejayaankejatuhan,

pujian-celaan,

mendapatkan-kehilangan,

berkah-musibah,

kelancaran maupun hambatan. Menghadapi semua fenomena tersebut dengan hati yang penuh syukur maka bebas leluasalah jiwa seorang manusia. Saat hati nurani yang paling sempurna menjadi pengendali maka terwujudlah kepribadian mulia yang selalu mensyukuri segalanya. Kesempurnaan hati nurani ditunjukkan dari kepribadian yang bisa mensyukuri segalanya. Bahagia leluasa dalam syukur nurani adalah perwujudan dari sifat hati nurani yang sempurna. 5. Hati Nurani Yang Paling Sejati: Kehidupan Adalah Alam Mimpi Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa segenap fenomena dalam kehidupan manusia adalah mimpi. Ketika hati nurani yang paling sejati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjadi pengendali maka kebijaksanaan dan cinta kasih yang tiada tara akan berpancar. Dengan kebijaksanaan seorang manusia menginsafi bahwa dunia hanyalah sebuah alam mimpi yang khayal, sehingga dia tidak perlu terikat pada segala sesuatu di dalamnya. Akan tetapi, dengan kasih dia tidak lari darinya, melainkan tetap masuk ke dalam alam mimpi ini demi membangunkan umat manusia dari mimpinya. Kebijaksanaan dan cinta kasih pada hakekatnya telah dimiliki oleh seorang manusia, selanjutnya bergantung kepada diri masing-masing untuk memanifestasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hanya dengan perpaduan cinta kasih dan kebijaksanaan seorang manusia dapat bebas keluar masuk dunia mimpi. Tiada kemelekatan namun juga tiada penolakan, merupakan perwujudan hati nurani yang paling sejati. 6. Hati Nurani Yang Paling Bajik: Mengasihi Segalanya, Segalanya Ada Dalam Kasih Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa pada dasarnya hati nurani memiliki laksa kebajikan dan jasa pahala yang tak terhingga. Orang yang telah menginsafi hati nurani tidak akan melakukan perbuatan jahat sehingga kelak tidak akan mendapatkan balasan karma jahat. Namun dia juga tidak terikat pada kebajikan, sehingga tidak terikat oleh pengharapan akan balasan atas perbuatan baiknya. Segala perbuatan baik yang dilakukan hanyalah merupakan kewajiban hati nurani. Kebahagiaan nurani akan terwujud pada proses pengorbanan dan perjuangan demi umat manusia, bukan pada hasil akhirnya. Dengan kasih sejati yang berupa cinta dan perhatian tanpa syarat dan ego yang bersumber dari penginsafan hati nurani yang paling bajik itulah baru seorang manusia akan mampu mengasihi segalanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Hati Nurani Yang Paling Indah: Bersukacita Atas Segalanya, Selalu Bersukacita Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa keindahan di luar diri tak ada yang kekal abadi, hanya keindahan hati nuranilah yang kekal. Wanita tercantik sekalipun, kecantikannya akan pudar dimakan usia. Pandangan manusia tentang kecantikan dan keindahan yang keliru telah membuat manusia menjadi saling membandingkan-bandingkan dengan sesamanya. Saling membandingkan-bandingkan segala kemilikan eksternal telah menjadi penyakit masyarakat yang membuat manusia saling bertikai dan berselisih. Ketika hati nurani yang paling indah telah menjadi penguasa atas diri, maka akan menyadari bagian jiwa Tuhan yang paling indah dan mulia telah dimiliki dalam diri, maka secara wajar dan alamiah seorang manusia akan mampu bersukacita atas segalanya. 8. Hati Nurani Yang Paling Abadi: Bebas Diluar Ikatan Sebab-Jodoh Fana Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa jagat raya dan segenap isinya merupakan ciptaan Tuhan. Meskipun Dia yang menciptakan jagat raya ini namun Dia sendiri bebas dari kelahiran. Realitas Sang tak dilahirkan melampaui jangkauan intelektualitas manusia, dialah Tuhan yang tiada tara yang kekal abadi. Tak dilahirkan mencerminkan kebijaksanaan, sedangkan mampu melahirkan segalanya mencerminkan kasih. Keabadian merupakan watak asali kita, karena hati nurani yang abadi – bagian dari diri Tuhan yang abadi – ada di dalam diri kita. Manifestasi dari hati nurani yang abadi adalah dalam melakukan segala aktivitas dan pengorbanan haruslah didasari atas kesadaran nurani, karena tanpa kesadaran nurani setiap hal yang kita lakukan bersifat fana dan sementara. Dengan kesadaran nurani, seorang manusia akan bebas dari ikatan sebab jodoh fana.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9. Hati Nurani Yang Paling Bahagia: Senantiasa Memancarkan Senyuman Kasih Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa sumber dari segala kebahagiaan sejati ada di dalam hati nurani kita. Kebahagiaan nurani bukanlah diciptakan oleh segala sesuatu yang bersifat eksternal. Jika ingin mendapatkan kebahagiaan nurani, terlebih dahulu seorang manusia harus mendapatkan ketenangan dan kedamaian nurani. Hidup menjadi tidak berbahagia karena belum terbebas dari deraan dan hukuman nurani. Jika perbuatan yang dilakukan tidak sesuai dengan nurani maka seorang manusia tidak akan bisa berbahagia. Sebaliknya jika hidup senantiasa sesuai dengan nurani, maka dalam kondisi yang bagaimanapun seorang manusia akan bisa berbahagia. Saat demikianlah maka seorang manusia akan senantiasa berwajah kasih, bisa tersenyum dengan leluasa menghadapi fenomena dunia, karena dalam nuraninya sangat tenteram dan damai. 10. Hati Nurani Yang Paling Bebas Leluasa: Kosong Mukjizat Dalam Segala Hal Wang Che Kuang (2000) menjelaskan bahwa hati nurani adalah realitas yang bebas leluasa. Diantara langit dan bumi, tiada sesuatu apapun yang bisa mengikat hati nurani. Sesungguhnya kebebasleluasaan ada secara utuh di dalam diri, karena emanasi roh Tuhan yang bebas leluasa ada di dalam diri. Namun karena manusia telah mengikatkan diri pada kefanaan dunia, kini jiwa diliputi derita dan kegelisahan. Hanya dengan hati nurani yang bebas leluasa bisa tercapai realitas kosong mukjizat dalam segala hal . Kosong disini berarti kondisi hati tanpa kemelekatan dan kemilikan. Kosong juga berarti suci bersih dalam seluruh indra. Ketika hati suci bersih dan tiada kemelekatan barulah terdapat kemukjizatan. Demikian barulah tak ada yang bisa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membelenggu diri, jiwa bebas leluasa. Tak perlu mengayunkan langkah sudah bisa mengelilingi semesta. Dengan hati nurani yang paling bebas leluasa, seorang manusia akan hidup namun tak terikat pada kehidupan, sekalipun bebas tak terikat pada kehidupan, namun tetap menjalani hidup dengan penuh perjuangan dan tanggung jawab.

Hati nurani akan memandu dan mengatur fungsi-fungsi psikologis seorang manusia dalam mengamati dan bereaksi terhadap dunia luar (lingkungan) dan dunia dalam (batin) seorang manusia. Berdasarkan hal ini maka sepuluh signifikansi hati nurani ini penulis kelompokkan menurut fungsi aktualisasinya dalam mengamati dan bereaksi terhadap dunia dalam, yaitu diri sendiri (berupa pikiran (kognisi), perasaan (afeksi), perbuatan (konasi), dan dunia luar yaitu orang lain (berupa relasi kemanusiaan dengan sesama), benda (berupa harta, kekayaan, dan segala kepemilikan materi), dan masalah (berupa kejadian atau peristiwa yang dihadapi seperti kejayaan—kegagalan, keberuntungan—kemalangan dan lain sebagainya). Sebenarnya masing-masing signifikansi hati nurani dapat saja berfungsi pada lebih dari satu lokus dengan mengambil bentuk aktualisasi yang berbeda namun penulis membaginya berdasarkan kecenderungan fungsi aktualisasinya yang paling kuat menurut penulis. Sedangkan pada lokus aktualisasi masalah, penulis menyatukan bentuk aktualisasinya karena penjelasan signifikansinya hampir mirip dan sulit dibedakan dalam bahasa sehari-hari. Secara lebih jelas hal ini penulis tuangkan dalam tabel 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 3. Pembagian Siginifikansi Hati Nurani dalam Lokus Aktualisasi Serta Bentuk Aktualisasinya Lokus

Siginifikansi Hati

Aktualisasi

Nurani

Diri sendiri

Bentuk Aktualisasi

Cemerlang

Merefleksi diri, mawas diri

Sempurna

Bersyukur

Indah

Bersukacita

Bahagia

Ketenteraman, kedamaian

Universal

Menghormati

Bajik

Mengasihi

Benda

Berlimpah

Tahu puas

Masalah

Sejati

Tiada kemelekatan namun juga tiada

Abadi

penolakan, bebas di luar ikatan, sebuah

Bebas Leluasa

kondisi yang tenang dan stabil

Orang lain

B. Aspek-aspek Kepribadian Sehat Buddhisme Maitreya (Hasil Analisis Kerangka Konseptual Penelitian Pada Data) Sesuai dengan kerangka konseptual yang dipakai untuk menganalisis sumber data pada penelitian ini, maka pembahasan pada bagian ini akan dibagi menjadi tujuh bagian aspek kepribadian sehat. Pembahasan ini merupakan parafrase dan sintesis penulis terhadap hasil analisis data dalam lampiran. Pembahasan ini dapat sewaktuwaktu dikonfirmasikan dengan hasil analisis aspek-aspek kepribadian sehat pada data, yang ada dalam lampiran. Kutipan yang diambil dari data akan menggunakan aturan penomoran data yang ada pada lampiran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Dorongan Pada Kepribadian Sehat Dorongan yang menjadi motivasi bagi kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya adalah aktualisasi nurani. Atas dasar dorongan inilah seorang manusia dalam pandangan Buddhisme Maitreya mencapai kepribadian sehat. Aktualisasi nurani juga berarti kembali menjadi diri sendiri, ‘realisasi diri’ ini tampak mirip dengan konsep Jung yang juga menyatakan bahwa proses indviduasi ini ini adalah proses ‘realisasi diri’ dan proses ini juga merupakan sesuatu yang bersifat kodrati. Jung mengambil contoh orang terindividuasi sepenuhnya adalah Yesus Kristus dan Buddha (Schultz, 1993). Dalam Buddhisme Maitreya juga memandang kepribadian sehat adalah sesuatu yang kodrati, dan contoh orang-orang yang mengaktualisasikan nurani (baca: kepribadian sehat) adalah para Nabi, para Buddha, serta berbagai contoh orang suci sepanjang zaman. Seperti yang disebutkan dalam data (4: 96), “Walaupun badan raga dari Buddha Sakyamuni, Nabi Yesus, Nabi Khong Ce, Nabi Lao ce, dan Nabi Muhammad telah tiada namun semua yang telah dilakukan dengan raga ini selalu dikenang oleh umat manusia. Demikianlah hanya dengan kasih yang tiada batas baru bisa memiliki hidup yang tiada batas, hidup yang kekal abadi”. Pandangan Buddhisme Maitreya juga senada dengan Rogers dalam hal bahwa aktualisasi nurani (baca: kepribadian sehat) merupakan suatu proses, keadaan yang berlangsung terus dan bukan merupakan suatu kondisi yang selesai dan statis. Lebih lanjut Rogers juga menjelaskan bahwa proses itu merupakan suatu proses yang sukar dan kadang-kadang menyakitkan. Rogers mengemukakan bahwa aktualisasi diri (baca: kepribadian sehat) merupakan suatu ujian, rentangan, dan pecutan terusmenerus terhadap semua keadaan yang ada (Schultz, 1993). Senada dengan hal ini dalam data (4: 81) disebutkan, “Cara terbaik untuk mengobati kanker nurani adalah ‘ujian’. .... Proses penyembuhan kanker nurani penuh dengan kesakitan. Mampu tabah menghadapi kesakitan, kanker nurani baru bisa disembuhkan”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kembali menjadi diri sendiri melalui aktualisasi nurani juga merupakan tujuan akhir dari kehidupan pribadi sehat, yaitu bersatu dengan Sang Sumber, Tuhan Yang Maha Esa. Kerinduan untuk bersatu dengan Tuhan ini dalam Buddhisme Maitreya digambarkan sebagai kerinduan seorang anak untuk berjumpa dengan sang Bunda. Pertemuan dengan Bunda Ilahi ini menjadi momen yang amat dirindukan oleh setiap pribadi sehat. Saat seorang manusia mengaktulisasikan nuraninya maka dikatakan sesungguhnya ia telah menyatu dengan ‘Sang Bunda’. Seperti yang dinyatakan dalam data (4: 14), “Peristiwa bersatupadunya Bunda dan anak bukanlah sebuah keadaan yang hanya akan terjadi setelah kehidupan ini berakhir. Namun dalam keseharian, saat kita mampu menjadikan hati nurani dan roh Tuhan sebagai tuan sejati atas jasmani ini, seketika itu juga Bunda dan anak bersatu-padu”. Dorongan untuk mengaktualisasikan nurani ini menjadi kepuasan yang terbesar, kebahagiaan yang tertinggi bagi kepribadian sehat. Kebahagiaan dan sukacita itu sendiri pada dasarnya merupakan sesuatu yang telah ada di dalam nurani, sehingga dikatakan bahwa kebahagiaan adalah kewajiban nurani bagi kepribadian sehat. Jika dalam pandangan Allport dan Rogers kebahagiaan hanya merupakan hasil sampingan yang didapat oleh kepribadian sehat. Maka sebaliknya Fromm menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan suatu bagian integral dari kepribadian sehat (Schultz, 1993). Lalu apa pandangan Buddhisme Maitreya mengenai kebahagiaan? Hal yang pertama perlu diperjelas adalah konsep kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan dalam pandangan Buddhisme Maitreya bukanlah kebahagiaan karena kepuasan indrawi atau karena situasi yang terjadi di luar kondisi manusia. Dalam pandangan Buddhisme Maitreya kebahagiaan adalah salah satu karakteristik dari hati nurani, sehingga kebahagiaan secara kodrati ada dalam diri seorang manusia. Kebahagiaan adalah bagian dari keutuhan kita sebagai manusia sejak awal. Kebahagiaan yang ada di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam diri adalah kebahagiaan nurani, sehingga kebahagiaan itu menjadi sesuatu yang diaktualisasikan alih-alih diperoleh dari luar. Sehingga dikatakan kebahagiaan menjadi kewajiban bagi seorang pribadi sehat. Semakin manusia mampu untuk mengaktualisasikan nuraninya, maka semakin dia dapat kembali pada dirinya yang sejati, yang sempurna dalam kebahagiaan nurani. Demikian pribadi dikatakan sehat antara lain karena dia dapat merealisasi kebahagiaan yang sejak semula adalah bagian dari keberadaanya. Dalam data (1g: 14) disebutkan, “Menghadapi kehidupan dengan kesedihan dan tangisan tidak akan menyelesaikan semua masalah dengan baik. Lebih baik menghadapi semua rintangan, halangan, masalah, dan kesulitan itu dengan Hati Nurani yang Paling Indah, yaitu dengan penuh syukur, sukacita dan senyum bahagia”.

2. Fokus Pada Kesadaran Atau Ketidaksadaran Sama seperti pendapat para ahli psikologi pertumbuhan, dalam Buddhisme Maitreya juga menekankan pentingnya kesadaran bagi pribadi sehat. Seorang pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya percaya dirinya mampu menjadi penentu arah kehidupannya, selain bantuan kekuatan dari Tuhan. Dengan demikian ia akan dapat mengontrol tingkah lakunya dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Kesadaran pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya adalah kesadaran nurani, yaitu segala hal kembali direfleksikan kedalam nurani. Seperti yang terungkap dalam data (4: 108), “Sebelum berpikir, berbicara, dan berbuat, pertimbangkanlah terlebih dahulu apakah ini sesuai dengan bagian jiwa LaoMu (Tuhan)”, bagian jiwa Tuhan yang dimaksud adalah hati nurani. Dalam pandangan Buddhisme Maitreya seorang manusia memiliki kebebasan penuh untuk memilih. Dan seorang pribadi sehat adalah dia yang memilih untuk menampilkan sisi terbaik dari dirinya. Sisi terbaik itu tidak lain adalah nurani yang ada di dalam diri setiap manusia. Pilihan untuk bisa senantiasa mengikuti nurani

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dilakukan dalam sikap hati yang senantiasa menilik diri, sikap hati yang introspektif. Karena ‘sadar’ juga berarti peka dalam menyadari kesalahan dan bisa menginsafi kebenaran. Sebaliknya, dalam diri seorang manusia juga ada kekuatan ketidaksadaran yang ikut mempengaruhi kehidupannya. Kekuatan ini dalam pandangan Buddhisme Maitreya merupakan akumulasi dari dosa karma yang mengakibatkan kegelapan dan kemelekatan batin dalam diri seorang manusia. Kegelapan dan kemelekatan batin inilah yang menghalangi seseorang mencapai pribadi sehat. Pribadi sehat adalah dia yang berjuang membersihkan kegelapan dan kemelekatan batinnya. Dan perjuangan itu ditempuh dengan proses yang tidak mudah, menyakitkan, dan penuh dengan halangan. Namun sejalan dengan proses itu, ketika nuraninya semakin mampu menjadi pengendali atas diri, maka jiwa sang pribadi sehat akan dipenuhi kebahagiaan dan sukacita. Menyadari adanya kekuatan dosa karma membuat seorang pribadi sehat akan senantiasa mengendalikan diri dan waspada dalam kehidupannya. Pengendalian diri yang dilakukan akan semakin membuat dirinya berbahagia karena nuraninya bebas dari deraan. Dengan demikian seorang pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya akan berfokus pada kesadaran namun juga tidak mengabaikan kekuatan ketidaksadaran yang bisa mempengaruhinya. Keadaan ini serupa dengan pandangan Jung bahwa pribadi sehat mampu untuk menerima dan membimbing ketidaksadaran menuju kesadaran.

3. Tekanan Pada Masa Lampau, Masa Sekarang, Serta Masa Yang Akan Datang Semua ahli psikologi tampak sependapat bahwa salah satu ciri kepribadian yang sehat adalah hidup di masa kini dan dapat melalui tiap momen kehidupannya dengan penuh dan apresiasi yang senantiasa segar. Demikian pula dalam pandangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Buddhisme Maitreya, masa sekarang sangat penting bagi pribadi sehat. Seorang pribadi sehat akan menggunakan tiap detik waktunya dengan sepenuh hati, dan menganggap waktu adalah harta sangat yang berharga. Karena setiap momen adalah saat yang tepat untuk mengaktualisasikan nurani. seperti yang dinyatakan dalam data (1j: 7) “Sekarang adalah saat yang tepat sekaligus merupakan kesempatan terakhir bagi kita untuk…menjadikan Hati Nurani yang Paling Leluasa sebagai pengendali diri”. Akan tetapi bukan berarti pribadi sehat akan mengabaikan masa lampau dan masa yang akan datang. Sebab dari masa lampau dia bisa belajar banyak hal dan kesalahan di masa lampau akan memacunya untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Dengan bertobat atas kesalahan masa lampau, memperbaiki diri setiap hari, memanfaatkan waktu sekarang dengan sepenuhnya, seorang pribadi sehat akan menyongsong masa yang akan datang yang lebih baik dan sempurna. Demikianlah pribadi sehat memandang tiga ruas waktu ini, masa sekarang, masa lampau dan masa yang akan datang. Kesalahan dan kenangan di masa lampau tentu saja tidak bisa dianggap remeh pengaruhnya di masa kini. Bahkan dalam pandangan Buddhisme Maitreya akar dari kegelapan jiwa yang menghalangi pertumbuhan pribadi sehat adalah dosa karma pada kehidupan-kehidupan lampau. Kunci untuk bisa memanfaatkan masa sekarang dengan baik tidak lain dengan penginsafan kebenaran nurani. Seperti yang dinyatakan dalam data (1c: 11), “Dengan keinsafan nurani, kita tidak lagi terseret dalam kenangan yang semu. Kita dapat berdiri mantap dengan jiwa yang stabil”. Dengan pandangan mengenai tiga ruas waktu inilah seorang pribadi sehat akan semakin bertumbuh setiap saat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Tekanan Pada Peningkatan Atau Reduksi Tegangan Menjalankan perintah-perintah yang tersurat dalam ajaran agama, dalam kosakata Buddhisme Maitreya disebut membina Ketuhanan. Pandangan yang khas dari Buddhisme Maitreya yaitu meletakkan membina Ketuhanan lebih pada panggilan internal, yakni kewajiban nurani. Dalam data disebutkan (1f: 1) “Membina Ketuhanan sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat wajar dan biasa, yaitu melaksanakan kewajiban nurani”. Meskipun pada akhirnya kembali pada pemahaman bahwa hati nurani sebagai emanasi Tuhan, dan berarti dengan melaksanakan kewajiban nurani manusia melaksanakan kehendak Tuhan, tetapi setidaknya dengan ‘perintah-perintah’ yang terprasasti dalam hati nurani membebaskan manusia dari ‘keterikatannya’ sebagai objek dari perintah yang tersurat. Manusia adalah subjek, partisipan yang aktif dalam proses menjadi dan mengenali dirinya melalui kewajiban nuraninya. Oleh sebab itu, ketika menghadapi tantangan dalam kehidupannya maupun ketika ketentraman batinnya tergoncang, seorang pribadi sehat terlebih-lebih akan kembali pada hati nuraninya melalui refleksi diri dan pertobatan. Inilah yang dikenal dalam Buddhisme Maitreya sebagai ungkapan iman sejati, bahwa melalui penilikan diri secara intensif, seorang manusia berpartisipasi dalam kasih Tuhan yang memberkati

manusia

dengan

pengampunan.

Demikianlah

dalam

tantangan

kehidupannya seorang pribadi sehat akan mengenali kesalahannya terlebih dahulu melalui pertobatan dan pengampunan, lahir menjadi manusia baru, daripada menyalahkan orang lain dan lingkungannya. Bagi pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya, tantangan adalah pisau yang tajam untuk membuang segala sifat buruk yang bukan bagian dari dirinya. Oleh karena itu penting bagi pribadi sehat untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya. Seperti di sebutkan dalam data (4: 81): “Cara terbaik untuk mengobati kanker nurani adalah ‘ujian’. Dalam membina Ketuhanan kita menghadapi ujian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merupakan berkah besar bagi kita. Yang menjadi kunci masalah adalah bagaimana kita mengatasi ujian. Proses penyembuhan kanker nurani penuh dengan kesakitan. Mampu tabah menghadapi kesakitan, kanker nurani baru bisa disembuhkan.”. Tantangan yang datang dalam bentuk berbagai kejadian dan peristiwa yang dihadapi oleh kepribadian sehat penting sebagai sarana pengaktualisasian nurani bagi kepribadian sehat. Tanpa tantangan dalam kehidupan seorang pribadi sehat, maka aktualisasi nurani sulit untuk tercapai. Dalam kerangka sifat kepribadian sehatnya Schultz (1993), menjelaskan bahwa orang-orang yang sehat secara psikologis tidak merindukan ketenangan dan kestabilan, tetapi merindukan tantangan dan kegembiraan dalam hidup, tujuan-tujuan baru dan pengalaman-pengalaman baru. Lebih jauh dia juga menjelaskan bahwa peningkatan tegangan itu di capai melalui kontak yang semakin bertambah dengan bermacam-macam bentuk perangsang pancaindera. Gagasan ini mendukung pernyataan Maslow (dalam Schultz, 1993) bahwa cita-cita dari pribadi sehat ialah meningkatkan tegangan melalui bermacam-macam pengalaman baru yang menantang. Tokoh yang lain, Frankl (dalam Schultz, 1993) juga melihat peningkatan tegangan sebagai prasyarat untuk kesehatan psikologis. Kemampuan kita untuk menerima penderitaan, keberanian yang kita perlihatkan ketika menghadapi bencana, serta keagungan yang kita tampilkan dalam situasi yang sulit akan menunjukkan kualitas dan ukuran yang terakhir dari pemenuhan kita sebagai manusia. Itulah sebabnya orang-orang ini terus-menerus harus berhadapan dengan tantangan dan tegangan untuk mencapai tujuan dalam hidupnya, yaitu transendensi-diri bagi Frankl, aktualisasi diri bagi Maslow, dan aktualisasi nurani bagi Buddhisme Maitreya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Sifat Persepsi Dalam perspektif religi, muara kebenaran adalah Tuhan. ‘Penemuan’ kebenaran dengan kata lain adalah penemuan Tuhan. Bagaimana Tuhan dapat ditemukan, atau di pahami, dihayati keberadaannya, atau dapatkah Tuhan ditemukan? Dalam pandangan Buddhisme Maitreya, eksistensi manusia dan Tuhan sungguh sangat dekat, bahkan tidak ada jarak sedikit pun. Tanda keberadaan-Nya dapat dilacak oleh sesuatu dalam diri setiap manusia tanpa terkecuali. Dan sesuatu itu tidak lain adalah nurani. Nurani menjadi pedoman kebenaran yang paling mendasar bagi pribadi sehat. Dalam data disebutkan (1c: 7) “Nurani adalah pedoman untuk merealisasikan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.”. Penemuan kebenaran dalam literatur penting bagi sang pencari kebenaran. Demikian pula dalam pandangan Buddhisme Maitreya pentingnya untuk menghayati kebenaran dalam literatur. Namun ada dua kelemahan dengan metode ini, yang pertama adalah bagaimanapun kata punya keterbatasan, dan yang kedua pemahaman kita sendiri pun sering kali terkungkung. Oleh karena itu, dikatakan jalan penemuan kebenaran bagi sang pencari ada di dalam pengamalan nyata nurani yang tiada henti. Karena kebenaran nurani adalah sesuatu yang baru akan muncul di dalam aktualisasi, bukan sekadar dalam konsep intelektual. Memahami hal ini, seorang pribadi sehat tidak akan kukuh pada pandangannya sendiri, mampu menerima pandangan orang lain dan lebih-lebih tidak akan berputar-putar dalam konsep pemikirannya sendiri. Dalam data disebutkan (1e: 15) “Pemahaman intelektual tidaklah cukup, kita harus memasuki kesempurnaan penginsafan nuraniah....Gapailah dengan mengamalkannya secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mencapai puncak kesadaran Nurani”. Demikianlah pribadi sehat dalam pandangan Buddhisme Maitreya adalah dia yang menggunakan perspektif nurani dalam kehidupannya. Dalam

kerangka

sifat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepribadian sehat Schultz persepsi ini bersifat objektif. Hal ini berbeda dengan model dari Rogers yang memandang bahwa individu yang sehat akan bertindak menurut perasaan organismiknya terhadap suatu situasi, sehingga sifat persepsinya adalah subjektif. Dalam Buddhisme Maitreya, seorang pribadi sehat tidak akan terpaku pada pengalamannya sendiri namun juga menerima segala pertimbangan dari orang lain dan mengolahnya dengan pikiran untuk membantunya mengamati dunia luar dengan lebih lengkap, sehingga sifat persepsinya adalah objektif.

6. Peranan Pekerjaan, Tugas-Tugas Dan Tujuan Bagi Kepribadian Sehat Dalam pandangan Buddhisme Maitreya, bumi adalah sebuah ladang raksasa, lahan pekerjaan yang tiada habisnya. Setiap orang mempunyai tempat dan perannya masing-masing. Terlebih bagi kepribadian sehat tidak akan kebinggungan apa yang harus dilakukan olehnya. Melalui pekerjaan, tugas-tugas, dan tujuan-tujuan dalam hidupnya dia mengaktualisasikan nuraninya. Karena nurani yang sesungguhnya ada di dalam aktualisasi nyata, maka pekerjaan dan tugas menjadi sarana yang sangat penting baginya. Dalam data (1j: 9) disebutkan, “Jika kita bermaksud mencari Hati Nurani yang Bebas Leluasa itu di dalam berbagai buku dan kitab, maka sampai kapanpun tidak akan menemukannya, karena realitas Hati Nurani yang sesungguhnya berada dalam pengamalan secara nyata”. Dalam pekerjaan dan tugas, seorang pribadi sehat akan berjuang mencapai tujuannya yaitu aktualisasi nurani secara nyata. Dalam aktualisasi nurani secara berkesinambungan itulah seorang pribadi sehat mengembangkan dirinya, membina kepribadiannya. Dia akan selalu sadar semua tugas dan pekerjaan yang dilakukannya merupakan sarana untuk mencapai tujuannya. Antara sarana dan tujuan sangatlah berbeda, namun manusia biasa seringkali mencampuradukannya. Bagi seorang pribadi sehat, dia akan sangat sadar tujuannya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

oleh karena itu dia akan bisa menjalani tugas dan pekerjaannya dengan hati yang penuh kewajaran. Hal ini seringkali sulit bagi seorang manusia biasa karena tugas dan pekerjaan itu seringkali sulit dan melelahkan. Keadaan ini juga diterangkan oleh Maslow (dalam Schultz, 1993) bahwa orang-orang yang sehat sepenuhnya senang “melakukan” atau “menghasilkan”. Dalam data (4: 30) disebutkan, “Seumur hidup berjuang demi Wadah Ketuhanan dan umat manusia, namun dalam hati merasa itu merupakan sebuah hal yang sudah semestinya. Seperti saat haus kita minum, lapar – makan, lelah – istirahat. Demikianlah sangat biasa. Inilah kewajiban nurani, merupakan pancaran kebajikan tiada tara dari percikan roh Tuhan”. Secara sederhana, dalam pandangan Buddhisme Maitreya setiap manusia sebenarnya diundang untuk berparitisipasi dalam perubahan dunia yang sekarang menuju Bumi Sukhavati. Dan hal itu tidak selalu berarti dengan melakukan hal-hal ‘besar’, tetapi dengan kembali menjadi dirinya yang berhati nurani. Dalam data (5: 60) disebutkan, “Mengapa kini dunia sarat akan bencana? Karena Bumi telah kehilangan hawa kebenaran. Oleh karena itu, kita harus membangun kembali hawa kebenaran. Kita harus memiliki hati yang gembira, bersukacita dan bebas leluasa. Kemudian pancarkanlah hingga hawa sukacita, kebahagiaan dan kehangatan, dan kedamaian tersebar dan memenuhi atmosfer Bumi”.

7. Hubungan Serta Tanggung Jawab Terhadap Orang Lain Dalam pandangan Buddhisme Maitreya setiap manusia adalah emanasi Tuhan, tak ada yang bukan datang dari-Nya. Lebih dari asal yang sama, setiap manusia berada dalam jaring-jaring psikis yang saling bertautan, baik saling mengenal ataupun tidak. Sebab hati nurani dalam diri setiap manusia bukan entitas yang saling terpisah. Demikianlah yang dikatakan tentang sifat universalitas hati nurani. Dengan pemahaman seperti ini, maka seorang pribadi sehat akan bersikap menghormati setiap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

manusia, karena semua manusia dalam pandangannya adalah bersaudara, sebuah persaudaraan yang Ilahi. Dengan dasar pemahaman ini pula maka ketika seorang manusia berjuang dalam aktualisasi nurani, akan memberi inspirasi dan kekuatan kepada sesamanya untuk meniti hati nuraninya. Semakin banyak yang berjuang untuk hidup bernurani, maka kekuatan untuk melakukan perubahan positif akan makin besar pula. Menakjubkannya, karena sifat pengaruh yang timbal-balik, maka semakin manusia dapat mengaktualisasikan nuraninya dan membangkitkan nurani sesamanya, maka kemampuannya untuk bersiteguh dalam nurani akan meningkat dengan sendirinya. Demikianlah seorang pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya akan memiliki sebuah perasaan afeksi dan empati yang kuat dan dalam terhadap semua manusia seperti pandangan Maslow. Perasaan persaudaraan dengan seluruh umat manusia dalam Buddhisme Maitreya senada dengan konsep milik Fromm yaitu “Berakar”, yang menerangkan bahwa pribadi sehat akan membangun suatu perasaan persaudaraan dengan sesama umat manusia dan partisipasi dalam masyarakat. Secara ringkas dan padat hasil penelitian yang didasarkan pada kerangka konseptual perbandingan sifat-sifat Schultz untuk menganalisis aspek-aspek kepribadian sehat Buddhisme Maitreya dituangkan dalam tabel 4. berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 4. Ringkasan Aspek-aspek Kepribadian Sehat Buddhisme Maitreya (Orang Yang Mengaktualisasikan Nurani) Sifat

Buddhisme Maitreya

Dorongan

Aktualisasi nurani

Fokus pada kesadaran atau ketidak sadaran

Kedua-duanya

Tekanan pada masa lampau

Ya

Tekanan pada masa sekarang

Ya

Tekanan pada masa yang akan datang

Ya

Tekanan pada peningkatan atau reduksi tegangan

Peningkatan

Peranan pekerjaan dan tujuan-tujuan

Sangat penting

Sifat persepsi

Objektif

Tanggung jawab terhadap orang lain

Ya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB VI KESIMPULAN, SARAN SERTA REFLEKSI

A. Kesimpulan Melalui penelitian ini ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil oleh penulis, yaitu: •

Pribadi sehat dalam konsep ajaran Buddhisme Maitreya adalah orang yang mengaktualisasikan hati nuraninya.



Karakteristik kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya adalah karakteristik hati nurani atau dalam Buddhisme Maitreya disebut sebagai signifikansi hati nurani. Aktualisasi dari signifikansi hati nurani tersebut adalah menghormati segalanya, senantiasa bersyukur, merefleksi diri dalam segala hal, mengasihi segalanya, bersukacita atas segalanya, tiada kemelekatan namun juga tiada penolakan, serta bebas di luar ikatan sebab jodoh fana.



Dorongan bagi kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya adalah aktualisasi nurani. Selain itu pribadi sehat dalam Buddhisme Maitreya memiliki persepsi yang objektif, memiliki fokus atau penekanan pada kesadaran dan ketidaksadaran, peningkatan tegangan, masa lampau, masa sekarang, serta masa yang akan datang. Pekerjaan dan tujuan-tujuan serta hubungan dengan orang lain juga memiliki pengaruh yang penting bagi kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya.



Iman dalam pribadi sehat Buddhisme Maitreya adalah iman yang humanis, yaitu iman yang berpusat pada manusia dengan segala kebutuhannya untuk mengembangkan diri dan menjalin relasi kemanusiaan dengan sesama. Iman dalam Buddhisme Maitreya juga memandang Tuhan sebagai sumber kekuatan di dalam diri pribadi sehat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Saran Saran terhadap penelitian selanjutnya adalah sebaiknya menggunakan konsep yang lebih spesifik namun lebih mendalam terhadap objek yang ingin diteliti, sehingga memudahkan dalam penganalisisan data serta pengambilan kesimpulan. Peneliti selanjutnya juga sebaiknya mendalami latar belakang belakang teoretis dengan baik dan memperkaya diri dengan bacaan teoretis yang sesuai dengan fenomena yang ingin diteliti sehingga meningkatkan kepekaan teoretis yang sangat dibutuhkan dalam penelitian-penelitian semacam ini. Saran lain dari penulis bagi peneliti psikologi selanjutnya yaitu sebaiknya memperkaya diri dengan berbagai pendekatan metode penelitian yang ada, sehingga bisa mengembangkan sebuah pendekatan metodologi yang tepat untuk fenomena yang ingin diteliti. Baik itu pendekatan kualitatif, kuantitatif, ataupun penggabungan dari keduanya. Misalnya dalam penelitian ini, jika penulis ingin mengembangkan hasil penelitian dan melakukan uji verifikasi hasil penelitian bisa dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini berfokus pada pendeskripsian dan pembangunan konsep kepribadian sehat dalam Buddhisme Maitreya. Diharapkan hal ini bisa mendorong penelitian lain yang sejenis pada agama ataupun kebudayaan yang berbeda untuk membangun kerangka pemahaman yang lebih utuh terhadap hubungan keagamaan, kebudayaan dan kemanusiaan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh sebuah konsep psikologi Indonesia yang lebih universal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Refleksi Posisi penulis sebagai ‘orang dalam’ Buddhisme Maitreya menjadi kelemahan sekaligus kekuatan dalam penelitian ini. Sebagai kelemahan adalah kekhawatiran terjadinya bias dalam analisis data. Kelemahan ini berusaha diatasi dengan berpegang pada metode evaluasi penelitian yaitu validasi argumentatif. Dengan metode ini, hasil penelitian disusun dan dianalisis dengan jalan yang dapat diikuti rasionalnya, serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali kepada data mentah. Sebagai kekuatannya adalah penulis lebih mudah memahami data yang diambil sehingga memudahkan dalam pengkodean dan penganalisisan data. Dapat kita lihat bersama bahwa masing-masing agama punya kosakata bahasa yang khas dan tersendiri, kemungkinan hal ini terjadi sebagai akibat penerjemahan dari bahasa tempat agama itu berkembang. Dan dalam hal inilah penulis lebih beruntung sebagai ‘orang dalam’ karena lebih mudah untuk memahami bahasa agama yang diteliti. Dalam penelitian psikologi kualitatif sering kali tantangan yang paling berat adalah mengomunikasikan kepada pembaca langkah metodologi penelitian yang diambil sehingga menghasilkan kesimpulan tertentu yang bisa diyakini kadar keilmiahan-nya. Dan hal ini dialami oleh penulis. Tidak adanya aturan yang baku dan tertulis jelas untuk sebuah situasi penelitian (kualitatif) tertentu terkadang membuat penulis merasa goyah alih-alih mengembangkan kreativitas. Dengan metode analisis kualitatif yang tampaknya ‘sederhana’ dan kurang canggih dibanding dengan metode statistik membuat penulis sering merasa tidak percaya diri dengan metode penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini penulis berhutang budi terhadap buku-buku penelitian kualitatif yang lebih sering menjadi ‘dukungan moril’ bagi penulis untuk melanjutkan penelitian, daripada sebuah bacaan ilmiah belaka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SENARAI •

Anjali: Sikap hormat dalam Buddhisme dengan merangkapkan kedua belah telapak tangan di dahi atau di depan dada.



Bodhisatva: Mahluk calon Buddha, bercita-cita menjadi sammasam-Buddha



Bhiksu: Biarawan pria dalam agama Buddha



Bhiksuni: Biarawan wanita dalam agama Buddha



Buddha: Yang sadar, yang bangun



Buddha rupang: Arca; patung Buddha



Bodhisatva Ajita: Salah satu inkarnasi Buddha Maitreya di zaman Buddha Sakyamuni



Cetya: Vihara kecil, biasanya terdapat di dalam sebuah rumah yang ditinggali oleh keluarga penganut agama Buddha



Dasa Dharma lokya: Sepuluh alam kehidupan



Deva: Dewa, makhluk surgawi



Dhamma (Dharma): Kebenaran, kesunyataan ajaran, hukum alam, peraturan, pengalaman hidup



Dosa karma: Perbuatan buruk di masa lalu yang akan membawa pengaruh negatif bagi seorang individu di kehidupannya saat ini dan yang akan datang



Emanasi roh Tuhan: Percikan/bagian dari Tuhan



Kalpa: Sepuluh ribu kali, biasanya digunakan untuk satuan waktu dalam berbagai kitab agama Buddha (satu kalpa = sepuluh ribu tahun)



Karma: Hasil perbuatan dari satu individu di masa lalu yang akan mempengaruhi kehidupannya di masa sekarang dan yang akan datang



Laksa: Jumlah yang sangat banyak



LaoMu : Sebutan untuk Tuhan Yang Maha Esa dalam Buddhisme Maitreya



Metta (Maitri): Cinta kasih universal



Memohon Ketuhanan: Menjadi penganut penganut Buddhisme Maitreya



Naga: Sejenis binatang seperti Ular raksasa yang seringkali disebutkan dalam berbagai kitab Buddhis



Parinibbana: Pencapaian Nibbba; wafat, akhir dari kehidupan di dunia untuk selanjutnya terlahir kembali di alam Nibbana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



Patriat: Penerus garis ajaran di dalam Buddhisme, khususnya dalam Buddhisme Zen



Pandita: Orang yang bijaksana; Pemimpin sebuah wilayah dalam Buddhisme Maitreya (dibawah sesepuh)



Sahalokya: Dunia fana



Sammasam-Buddha: Buddha Sempurna, yang mencapai penerangan sempurna secara mandiri



Sesepuh: Pimpinan tertinggi pada suatu wilayah (biasanya sebuah negara) dalam Buddhisme Maitreya



Sila: Aturan moral, tata susila



Sutra-sutra: Ajaran-ajaran berupa khotbah-khotbah dharma yang telah dibukukan



Triloka: Tiga alam kehidupan



Upasaka: Umat Buddhis awam pria



Upasika: Umat Buddhis awam wanita



Vihara: Tempat ibadah bagi umat Buddha



Wadah Ketuhanan: Tempat berkembangnya Buddhisme Maitreya



Yaksa: Hantu, setan, raksasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Bodhi, Halim Zen Pdt., (1996). Makna Ikrar Bervegetaris. Majalah Maitreyawira, edisi III bulan April—Juni 1996. hh. 42-45 Bodhi, Halim, Zen, Pdt., (1994). Sejarah Singkat Buddhisme Maitreya. Dalam Buku Kenang-kenangan Peresmian Pusdiklat Buddhis Maitreyawira. hh. 8-40 Jakarta: DPP Mapanbumi. Buddha Maitreya, (tanpa tahun). Bidang Seni & Budaya DPP Mapanbumi Sumatera Utara. Bustaman, H. D. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cremers, Agus. (1987). Rogers (Antara Engkau dan Aku). Jakarta: PT. Gramedia. Eddington, Neil & Shuman, Richard. (2005). Healthy Personality. Austin: Continuing Psychology Education. Retrieved March 27, 2005, from www.texcpe.com. Goble, Frank. (1987). Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Mazhab Ketiga. (Penerjemah: A. Supratiknya)Yogyakarta: Kanisius. (Karya asli terbit tahun 1971). Hao Che Ta Ti, (2001). Pancabudi Nurani (terjemahan). Jakarta: DPP MAPANBUMI. Holden, Robert. (1998). Stress News. April 1998 Vol. 10 No. 2. Dalam Majalah Maitreyawira edisi 21 bulan Maret 2004. Obatnya Satu Dosis Tertawa, hh. 24-28. Krippendorff, Klaus. (2004). Content Analysis: An Introduction to its methodology (2nd edition). United States of America: Sage Publications Inc. Mental Health Foundation (2003). What Is mental health. Last up dated on 2 July, 2003. Retrieved March 27, 2005, from www.mentalhealth.org.uk. Miles, Matthew B. & Huberman, A. Michael. (1994). Qualitative Data Analysis: an expanded sourcebook (2nd edition). United States of America: Sage Publications Inc. Neuman, W. L. 2000. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches (4th edition). Boston: Allyn and Bacon. Notosoedirjo, Moeljono & Latipun. (2005). Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Poerwandari, E. Kristi. (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Schultz, Duane. (1993). Psikologi Pertumbuhan, Model-Model Kepribadian Sehat. (Penerjemah: Yustinus). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. (karya asli terbit 1977) Visi Tunggal dalam Berkarya. (Edisi 22 bulan Desember 2004) Majalah Maitreyawira,. hh. 19-21. Wahyono, Tekad. (2004, Maret). Metodologi Penelitian Kualitatif. Disampaikan Dalam Kolokium Bulan Maret 2004 di Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta, tidak diterbitkan. Wang Che Kuang, M.S., (2001). Thien Ming: Kebenaran Agung Tertinggi. Jakarta: DPP Mapanbumi. Wang Che Kuang, M.S., (2002). Maha Tao Maitreya. Jakarta: DPP Mapanbumi. Wang Che Kuang, M.S., (2003). Keindahan Kodrati Manusia. Jakarta: DPP Mapanbumi. Wang Che Kuang, M.S., (2005). Tuntunan Buddha Maitreya. Jakarta: DPP Mapanbumi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 : Deskripsi Buku-Buku Yang Digunakan Sebagai Sumber Data Penelitian Lampiran 2 : Tabel Pemberian Kode Aspek-Aspek Kepribadian Sehat Lampiran 3 : Hasil Analisis Sumber Data Penelitian Berupa Ringkasan Dalam Bentuk Kutipan-Kutipan Langsung Yang Kemudian Dianalisis Dengan Pengkodean Aspek-Aspek Kepribadian Sehat Lampiran 4 : Ringkasan Hasil Analisis Pengkodean Aspek-Aspek Kepribadian Sehat Pada Data

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DESKRIPSI BUKU-BUKU YANG DIGUNAKAN SEBAGAI SUMBER DATA DALAM PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan 6 buku yang ditulis oleh maha sesepuh Wang Che Kuang, pimpinan Buddhisme Maitreya seluruh dunia. Dalam versi aslinya buku-buku ini ditulis dalam huruf mandarin, dan buku yang dianalisis oleh penulis adalah versi terjemahannya. Penulisan judul buku asli, penulis dan penerbit di bawah ini menggunakan aturan penulisan ejaan mandarin secara internasional (hanyu pinyin). 1. Judul Buku Asli : Liang Xin De Zhen Yi (Signifikansi Hati Nurani) Penulis : Wang Ci Guang Tahun penerbitan : 2000 (edisi ke-3) Penerbit : Ci Guang chu ban she, Taipei, Taiwan.

Diterjemahkan menjadi 10 buah buku kecil, yang masing-masing terdiri dari 1 poin signifikansi hati nurani. Judul kesepuluh buku tersebut masing-masing adalah : •

Hati Nurani Yang Paling Universal



Hati Nurani Yang Paling Kaya Berlimpah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



Hati Nurani Yang Paling Cemerlang



Hati Nurani Yang Paling Sempurna



Hati Nurani Yang Paling Sejati



Hati Nurani Yang Paling Bajik



Hati Nurani Yang Paling Indah



Hati Nurani Yang Paling Abadi



Hati Nurani Yang Paling Bahagia



Hati Nurani Yang Paling Leluasa

Tahun penerbitan : 2001-2003 Alih Bahasa : Tim Maitreyawira Penerbit : DPP Mapanbumi, Jakarta, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Judul Buku Asli : Mi Lek Da Dao Tan Yuan Penulis : Wang Ci Guang Tahun penerbitan : 2002 (edisi ke-2) Penerbit : Ci Guang chu ban she, Taipei, Taiwan Judul Buku Terjemahan : Maha Tao Maitreya Alih Bahasa : Tim Maitreyawira Penerbit : DPP Mapanbumi, Jakarta, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Judul Buku Asli : Da Ci Chun Ben Xing Liu Du Penulis : Wang Ci Guang Tahun penerbitan : 2002 Penerbit : Ci Guang chu ban she, Taipei, Taiwan Judul Buku Terjemahan : Pribadi Mahakasih Lugu Polos, Amalkan Enam Perbuatan Mulia Sang Pengasih Alih Bahasa : Tim Kasih Lestari Penerbit : DPP Mapanbumi, Jakarta, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Judul Buku Asli : Zha Gen Yu Shen Geng Penulis : Wang Ci Guang Tahun penerbitan : 2002 Penerbit : Ci Guang chu ban she, Taipei, Taiwan Judul Buku Terjemahan : Insaf Nurani Alih Bahasa : Tim Kasih Lestari Penerbit : DPP Mapanbumi, Jakarta, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Judul Buku Asli : Mi Lek Fo De Yin Ling Penulis : Wang Ci Guang Tahun penerbitan : 2005 Penerbit : Ci Guang chu ban she, Taipei, Taiwan Judul Buku Terjemahan : Tuntunan Buddha Maitreya Alih Bahasa : Tim Maitreyawira Penerbit : DPP Mapanbumi, Jakarta, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Judul Buku: Mengasihi Semesta, Memancarkan Keindahan Kodrati Manusia Penulis : Wang Che Kuang Tahun penerbitan : 2005 Alih Bahasa : Tim Maitreyawira Penerbit : DPP Mapanbumi, Jakarta, Indonesia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

TABEL PEMBERIAN KODE ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN SEHAT Hal-hal yang ingin diungkap

Sifat-sifat utama

Kode

pada kepribadian sehat 1. Dorongan pada

a. Dorongan yang membuat seseorang menjadi

kepribadian sehat

kepribadian yang sehat

DKS

b. Harapan atau cita-cita yang dimiliki orang yang berkepribadian sehat 2. Fokus pada

a. Keyakinan untuk dapat secara sadar

kesadaran atau

mengontrol kehidupan

ketidaksadaran

b. Keyakinan bahwa ada kekuatan ketidaksadaran

FKS

yang juga mengontrol dan mempengaruhi kehidupan 3. Tekanan pada

a. Pandangan orang yang berkepribadian sehat

masa lampau, masa

terhadap masa lampau, masa sekarang, dan masa

sekarang, serta masa

depannya

yang akan datang

b. Pengaruh pandangan tersebut bagi kepribadian

TML

sehat 4. Tekanan pada

a. Sikap orang yang berkepribadian sehat dalam

peningkatan atau

menghadapi tantangan-tantangan dalam

reduksi tegangan

kehidupannya b. Pengaruh peningkatan maupun reduksi tegangan dalam kehidupan seseorang bagi kepribadian sehat

TPR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5. Sifat persepsi

a. Jalan penemuan ‘kebenaran’ bagi orang yang

SP

berkepribadian sehat yang selanjutnya dipakai untuk mengambil keputusan dalam menghadapi realitas kehidupan sehari-hari 6. Peranan pekerjaan, a. Peranan pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan bagi tugas-tugas dan

kepribadian sehat

tujuan bagi

b. Pengaruh pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan

kepribadian sehat

bagi kepribadian sehat

7. Hubungan serta

a. Sikap orang yang berkepribadian sehat dalam

tanggung jawab

berhubungan dengan orang lain

terhadap orang lain

b. Tanggung jawab terhadap orang lain c. Pengaruh orang lain bagi kepribadian sehat

PPT

HTO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HASIL ANALISIS SUMBER DATA PENELITIAN BERUPA RINGKASAN DALAM BENTUK KUTIPAN-KUTIPAN LANGSUNG YANG KEMUDIAN DIANALISIS DENGAN PENGKODEAN ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN SEHAT 1. Signifikansi Hati Nurani (Liang Xin De Zhen Yi) a. Hati Nurani Yang Paling Universal No 1.

2.

3.

4. 5. 6.

7. 8. 9. 10.

11. 12. 13.

Unit data Kita semakin sibuk untuk memenuhi keinginan pribadi, dan semakin melupakan kepentingan orang lain. Sikap ego mengajak kita untuk menjadikan kepentingan pribadi dan kelompok sebagai yang utama, dan di luar dari itu tak ada yang perlu diperhitungkan. Sikap inilah yang menciptakan jurang pemisah yang terus melebar. Dari sinilah segala pertikaian bermula. p.3-4 Di kalangan masyarakat, manusia telah terbiasa dengan pola pandang yang keliru. Kita menjadikan kedudukan yang tinggi, harta kekayaan yang banyak, reputasi yang baik, serta prestasi yang cemerlang, sebagai tolok ukur dalam relasi kemanusiaan…Pernahkah kita bayangkan, bahwa sesungguhnya sikap diskriminasi seperti ini akhirnya membawa dampak pada kenyataan yang sebaliknya. Lihatlah bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang miskin, orang yang tidak berpendidikan, orang yang sama sekali tidak berkedudukan. p.4 Akhirnya, dunia ibarat sebuah perangkap besar yang kita ciptakan sendiri. Marilah bertanya kepada hati kecil di dalam diri, “Dunia seperti inikah yang kita inginkan?” p.8 Dengan sikap ego, walaupun di dunia hanya tersisa dua orang manusia saja, tetaplah pertikaian dapat terjadi. p.8 Demikianlah sesungguhnya hubungan kita dengan orang lain adalah sangat erat, baik kita mengenalnya ataupun tidak. p.13 Di mata Kebenaran Tuhan, jika kita mampu menghormati dan menghargai orang-orang tanpa diskriminasi, berarti kita juga telah menghormati dan menghargai Roh Tuhan di dalam diri mereka. Juga sebaliknya, bila kita merendahkan sesama, berarti kita telah memandang rendah Roh Tuhan di dalam dirinya, merendahkan kuasa Tuhan yang bekerja pada diri mereka, dan secara tidak langsung berarti kita telah merendahkan Hati Nurani sendiri. p.13 Kebajikan sejati adalah segala sifat mulia yang dipancarkan seseorang di dalam kehidupan sehari-hari. p.15 Penghormatan yang sejati lahir dari kebajikan hati nurani, bukan dari apa yang ada pada tubuh jasmani ini. p.15 Dengan menghormati seisi semesta ini, barulah dikatakan bahwa kita sungguh-sungguh menghormati LAOMU. p.21-22 Makhluk-makhluk yang hidup di air, darat, dan udara, semuanya harus kita hormati karena pada diri mereka juga terdapat bagian Roh Tuhan yang sama dengan diri kita. p.23 Jikalau kita benar-benar mampu menginsafi hati nurani yang paling universal, maka inilah wujud persaudaraan Ilahi. p.26 Sebab jodoh terjalinnya hubungan antarmanusia adalah pengaturan Tuhan. Manfaatkan dan hargailah segala sebab jodoh yang ada. p.38 Hargailah dan manfaatkan segala sebab jodoh dengan siapapun, baik ikatan sebab jodoh budi ataupun dendam, bajik ataupun batil, sedih ataupun bahagia. Hargailah semua itu sebagai sarana untuk menggembleng dan melatih diri, memperbaiki sikap, temperamen,

Kode HTO

HTO

HTO HTO HTO

HTO HTO

HTO HTO HTO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14.

maupun kebiasaan buruk hingga tuntas. p.39 Bukan Buddha Maitreya yang menyaring diri kita memasuki Bumi Suci, melainkan diri FKS kita sendirilah yang menyaring diri sendiri. p.49

b. Hati Nurani yang Paling Berlimpah No 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10.

Unit data Di dalam diri sesungguhnya kita semua sama-sama memiliki Sang Akar Pokok dari langit, bumi dan laksa makhluk. p. 3 Hentikanlah segala pencarian ke luar diri yang sangat meletihkan, karena semua itu siasia adanya. Inilah saatnya untuk berpaling ke dalam diri. Di dalam kebesaran kasih dan kuasa-Nya, kini kita sadari bahwa mustika yang tiada-tara ada di dalam diriku. Dialah Hati Nuraniku. p.10 Orang yang telah sadar akan Nuraninya, melakukan semua itu semata karena panggilan Hati Nurani, untuk menunaikan kewajiban Nurani. p.17 Membina Ketuhanan adalah perjuangan agar di dalam kesadaran Nurani, hati ini senantiasa damai, bahagia dan tiada penyesalan. p.19 Semua ini hanya dapat dijawab dengan menjalankan kewajiban Nurani. p.19 Semua Buddha dan orang suci sepanjang masa, walaupun semasa hidup telah mencapai kesucian tinggi, tetaplah hidup di dalam kewajaran. p.26 Kebenaran yang sejati ada pada sesuatu yang sangat wajar dan biasa. Kebenaran yang sejati tidak terlepas dari kehidupan yang sehari-hari. p.26 Senantiasa berpaling ke dalam diri, sadar dan perbaiki diri, sehingga keenam indera dapat dikendalikan oleh Hati Nurani. p.32 Sebagai seorang pembina Ketuhanan, hal yang paling penting adalah membersihkan segala kesesatan dan dosa karma yang telah menyelimuti Hati Nurani. Dengan demikian Hati Nurani yang Kaya Berlimpah akan berpancar terang. p.40 Jika kita senantiasa menginsafi dan merealisasikan ’Hati yang tahu puas senantiasa bahagia’, maka hidup bagaikan awan yang bebas menari di angkasa. Biarpun perjalanan hidup penuh dengan kesusahan, diri ini tetap berbahagia. p.41

Kode

DKS FKS DKS

FKS DKS

c. Hati Nurani yang Paling Cemerlang No. Unit data 1. Hati Nurani yang Paling Cemerlang ada pada diri setiap insan. Ia tidak lebih terang pada diri buddha, dan tidak lebih gelap pada diri manusia. p.3 2. Sebagai langkah awal pembinaan, kita harus selalu berintrospeksi diri, merefleksi diri sehingga cahaya terang Nurani dapat kembali berpancar dalam kehidupan sehari-hari. p.7 3. Sadar berarti dapat segera menyadari kesalahan dan peka dalam menginsafi kebenaran. p.8 4. Ironisnya, seiring dengan kemajuan teknologi, kehidupan spiritual manusia justru semakin merosot. Kasus depresi semakin meningkat dari hari ke hari. Banyak orang yang merasakan kehampaan hidup, merasa dirinya tak berarti. Penyebab semua ini adalah karena selama ini kita tidak mengembangkan jiwa kita dengan kehidupan spiritual. p.11 5. Kehidupan spiritual berarti menyelami makna hidup yang sesungguhnya, dan kuncinya ada pada penginsafan Hati Nurani, yaitu dengan senantiasa merefleksi diri. p.11 6. Hanya dengan refleksi diri, barulah kita dapat merasakan kekayaan jiwa, kebahagiaan yang sejati. p.11 7. Nurani adalah pedoman untuk merealisasikan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. p.12

Kode

DKS FKS

SP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8.

9.

10.

11. 12.

13. 14.

15.

16.

17. 18. 19. 20.

Untuk mendapatkan respek dari orang lain, tidak harus memakai baju mewah, mengendarai mobil mewah, dan tinggal di rumah mewah. Kalaulah kita mendapatkan penghormatan hanya dari hal-hal semacam ini, kalau kita baru merasa percaya diri dengan gaya hidup seperti ini, betapa kita adalah orang yang gagal menjalani kehidupan. Sebab yang dihormati dan dihargai sesungguhnya hanyalah rumah dan mobil mewah yang kita miliki, sama sekali bukan kepribadian kita. p.14-15 Dengan keinsafan nurani kita menjadi responsif terhadap keadaan sekitar. Segala fenomena yang terlihat menjadi ladang pembinaan untuk melaksanakan panggilan kasih. p.20 Karena selalu tenggelam di alam kenangan yang semu, emosional kita tidak pernah stabil. Kita tidak pernah benar-benar merdeka, bebas leluasa dari segala ikatan hati. Inilah yang dinamakan kemelekatan batin. Dan inilah penyebab timbulnya dosa karma dan tumimbal lahir! p.21-22 (cetak tebal sesuai aslinya) Dengan keinsafan nurani, kita tidak lagi terseret dalam kenangan yang semu. Kita dapat berdiri mantap dengan jiwa yang stabil. p.22 Tetapi bagaimana jika sesungguhnya kita tidak bersalah, namun masih tetap dikritik dan dimarahi? Bukankah ini sebuah ketidakadilan? Pada situasi seperti ini, kitapun harus tetap berterima kasih kepadanya. Karena sesungguhnya semua ini adalah ‘bonus’ untuk kita. Mengapa? Karena ia telah mendatangkan kesempatan besar, membantu kita melunasi dosa karma. Karena hanya dengan cara demikian barulah kita dapat menghancurkan keakuan dan kemelekatan diri. Hanya dengan kejadian seperti ini, kita dapat menempa diri menjadi lebih tabah dan kuat. Segala kejadian ini justru membuka gerbang kebudhaan bagi pembinaan diri kita. p.29 Inilah yang dimaksud, ‘Meminjam segala bentuk sebab jodoh untuk menjalin jodoh Ilahi.’. p.30 (berhubungan dengan poin no.9 – red) Jika hidup kita senantiasa sejalan dengan Kebenaran Nurani, kita akan hidup dalam semangat keberanian. Dalam pandangan kita, segala dualisme dunia hanyalah kefanaan yang selalu berubah dan segera berlalu, sama sekali tak dapat mengikat diri kita. Inilah semangat seorang Ksatria. p.46 Jika niat-pikiran dikendalikan oleh Hati Nurani, dalam hati kita tidak timbul keterikatan dan perbedaan dalam menghadapi segala fenomena. Benda apapun yang dilihat, suara apapun yang didengar, bau apapun yang dicium, rasa apapun yang dicicipi, tidak akan menimbulkan kemelekatan ataupun sikap dualis – sukatak suka. Semua ditanggapi secara wajar secara apa adanya. p.49 Saat makan, yang ada di hati kita adalah makan. Saat tidur, yang ada dalam benak kita adalah tidur, tiada niat kedua. Saat masalah datang kita hadapi, namun setelah semua berlalu jiwa kembali hening dan tidak berjejak. Demikianlah jika niat-pikiran telah sejalan dengan Hati Nurani. Demikianlah jiwa Buddha yang bebas dari segala ikatan. p.50 Dengan penginsafan nurani, semua fenomena akan mendatangkan pencerahan jiwa, dan kondisi jiwa tetap stabil. p.59 Kondisi apapun dapat mendatangkan masalah, jika kita tidak memiliki penginsafan Nurani. p.60 Berintrospkesi diri berarti belajar mendisiplinkan diri demi kebaikan sendiri, dan bersifat fleksibel terhadap orang lain. p.63 Dalam Bumi Sukhavati Maitreya, setiap orang memanifestasikan Hati Nurani yang

HTO

SP

SP TML

SP TML HTO TPR

SP

SP TML

SP SP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21.

paling Cemerlang. Setiap orang selalu memancarkan cahaya Nurani dalam kehidupan sehari-hari. Tiada pikiran, ucapan, dan perbuatan yang tak sesuai dengan Hati Nurani, sehingga tak akan ada pertikaian. Semua hal berjalan sesuai dengan realitas Kebenaran Tertinggi. p.64-65 Perjuangan mewujudkan Dunia Sukhavati dimulai dari diri kita. Yaitu dengan melakukan refleksi diri dalam segala hal hingga mencapai keinsafan Nurani. p.65

d. Hati Nurani yang Paling Sempurna No. Unit data 1. Dalam membina diri janganlah bersikap ekstrim. Jangan terlalu melonggarkan diri sendiri, juga sebaliknya jangan terlalu menyiksa diri. p.5 2. Saat Hati Nurani yang Sempurna menjadi pengendali badan raga, secara wajar kita akan bersyukur atas segalanya, senantiasa bersyukur. p.11 3. Sekuntum bunga, setangkai rumput, sebatang kayu, sebuah batu, bahkan hingga sebutir pasir pun sesungguhnya telah menguntungkan kita. p.12 4. Selama laksaan tahun sudah begitu banyak dosa karma yang telah kita lakukan. Keakuan dan keterikatan telah mengakar kuat di dalam hati. Ditambah lagi berbagai sifat buruk seperti malas, iri hati, dan benci, semua ini bagaikan noda yang menutupi Hati Nurani. p.13-14 5. Pada saat itu, bila yang keluar dari hati kita yang terdalam adalah pikiran-pikiran tak baik, seperti gunung api yang meletus memuntahkan laharnya, berarti kita telah menampilkan sisi terburuk dari diri kita sendiri. p.14 6. Segala macam konflik dan ketidakharmonisan kita dengan orang lain sesungguhnya dapat membantu kita menggali keluar semua penyakit hati. Setiap konflik biasanya membuat kita menderita. Hati dipenuhi kegelisahan dan beban batin, sehingga makan tak enak tidur pun tak nyenyak. Akhirnya kita merasa tak bersemangat, putus asa untuk melanjutkan pembinaan. Pada kondisi kritis seperti inilah kita benar-benar diuji, apakah kita dapat berintrospkesi, menilik ke dalam diri. Jika dapat berpaling ke dalam diri, berarti kita sedang melanjutkan perjalanan menuju pantai keselamatan dan keterbebasan. Sebaliknya jika kita tidak dapat berpaling, kita semakin tidak puas dan selalu menyalahkan orang lain. Ini berarti kita sedang menuju arah sebaliknya, yaitu jurang kehancuran dan kebinasaan jiwa. p.15 7. Cara terbaik dan termudah untuk menghancurkan ego dan keterikatan diri adalah dengan gesekan permasalahan atau konflik yang timbul antarmanusia, walau itu menyakitkan. Sadarlah, saat itu kita sedang menjalani operasi pembedahan tumor Nurani yang ganas. Tumor ini telah mendarah daging dan berurat akar karena telah dibiarkan hidup selama laksaan tahun. Tanpa menjalani proses pengobatan dan operasi besar-besaran, bagaimana mungkin bisa mencabutnya? Walaupun sangat menyakitkan, kita harus bisa dan rela menjalaninya dengan tabah demi kesembuhan dan keselamatan jiwa. Hanya dengan menghadapi semua ini, barulah kita dapat memecahkan segala kemelekatan dan keakuan yang telah mengakar dalam jiwa. Segala keterikatan, keakuan, iri, benci, sombong, semuanya harus dikorek habis. Agar tidak kambuh lagi, maka operasi yang dijalankan harus bisa mencabut sampai ke akarakarnya.

Kode

SP

FKS

TPR

TPR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8.

Jika tidak demikian, sulit bagi kita untuk kembali sembuh dan pulih seutuhnya seperti sedia kala. Inilah saat terbaik lahir menjadi manusia baru, kembali berganti wajah. Inilah saat yang tepat untuk mengubah…kilesa menjadi Watak Bodhi. Inilah momen-momen peralihan dari dunia samsara menuju alam abadi. Inilah saat-saat yang penuh dengan pelepasan, meraih kebebasan, merdeka tanpa ikatan kesesatan diri. p.17-18 Jika senantiasa bersyukur atas segalanya, jiwa pasti terasa damai dan bebas leluasa, bebas dari belenggu duniawi. p.33

e. Hati Nurani yang Paling Sejati No. Unit data Kode 1. Walau sepanjang hari kita hidup secara sadar, di mata Kebenaran Sejati sebenarnya kita FKS tetap sedang bermimpi. p.2 2.

3. 4. 5.

6. 7.

8.

9.

10.

Janganlah diperdayai oleh kefanaan hidup sehingga jiwa kita terus terikat oleh rasa sakit hati yang sesungguhnya palsu. Baik-buruknya perlakuan orang kepada kita, seiring berlalunya waktu, semuanya kembali menjadi kenangan bagai sebuah mimpi. p.13 Demikianlah sesungguhnya tiada sesuatu apapun yang dapat dipertahankan, hanya hati ini saja yang tak mau merelakannya. p.14 Kita tak mau hidup dalam kesadaran nurani karena merasa tidak mampu melakukannya. p.15 Memang membina dan melaksanakan ketuhanan juga adalah mimpi, karena semua ini berlangsung di alam semesta yang fana. Namun inilah bedanya, dalam mimpi yang satu ini kita berkesempatan untuk mengikis dosa karma kita, memperbaiki kesalahan di masa lalu. Walau apa yang kita lakukan tersebut masih berada dalam mimpi, inilah satusatunya cara untuk terbebas dari mimpi—hidup dalam samudera impian, namun tetap sadar dalam pancaran terang nurani. p.22 Buddha dan Bodhisatva dapat keluar dan memasuki mimpi dengan bebas leluasa tanpa keterikatan. p.24 Sesungguhnya, orang yang bisa mencapai tingkat kesucian terbebas dari alam mimpi dunia seperti Pacceka Buddha dan Arahat ini sudah cukup luar biasa. Tetapi sayang sekali mereka tidak melangkah jauh untuk kembali masuk ke dalam alam mimpi, untuk menyelamatkan umat manusia. Sehingga dikatakanlah para Arahat dan Pacceka Buddha memang mampu melepaskan diri dari alam mimpi dunia, tetapi terjatuh ke dalam alam mimpi kekosongan. Mereka tahu untuk hidup bebas di dalam kekosongan diri, tetapi tidak mampu melepaskan diri dari kekosongan itu sendiri. p.26 Oleh karena itu kita masih perlu membina kepribadian kita melalui tugas-tugas Ketuhanan, untuk membangkitkan kembali Sang Nurani yang telah sekian lama tertimbun oleh dosa kesesatan. p.27 Kebebasleluasaan sebenarnya tidak perlu diuraikan dengan kata-kata karena kebebasan itu telah ada di dalam diri kita. Terlebih kita tak perlu mencarinya di luar diri, karena perbuatan ini sama dengan makna pepatah, ‘bagaikan orang yang mencari kerbau yang ditungganginya.’ p.29 Semua amal yang kita lakukan hanyalah sekedar pelaksanaan kewajiban Nurani saja, realisasi panggilan Nurani, yaitu memancarkan cinta kasih yang ada di dalam diri kita.

FKS TML

FKS

PPT

DKS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11. 12. 13. 14.

15.

p.34 Kebijaksanaan dan cinta kasih pada hakekatnya kita miliki di dasar jiwa. p.41 Penginsafan bahwa semua amal yang kita lakukan itu pada akhirnya kosong dan hampa, ini hanyalah agar kita tidak terikat pada keakuan saja. p.41 Kemuliaan Orang suci, Buddha, dan Bodhisatva terletak pada hati yang tetap hening, FKS tenang, damai, penuh sukacita, dan bebas-leluasa dalam beramal. p.42 Bila membaca Dharma Hati secara literatur saja kita belum betul-betul menginsafi, SP bagaimana kita bisa memiliki pandangan yang benar sebagai dasar realisasi? Pemahaman Dharma Hati dalam literatur pun sebenarnya baru babak pendahuluan. Tahap selanjutnya, kita harus mempraktikkan Dharma Hati ini dalam kehidupan sehari-hari. p.48 Pemahaman intelektual tidaklah cukup, kita harus memasuki kesempurnaan penginsafan SP nuraniah.... Gapailah dengan mengamalkannya secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mencapai puncak kesadaran Nurani. p.59

f. Hati Nurani yang Paling Bajik No. Unit data 1. Membina Ketuhanan sesungguhnya adalah sesuatu yang sangat wajar dan biasa, yaitu melaksanakan kewajiban nurani. p.15 2. Jika dapat memancarkan kebajikan Nurani secara sempurna dalam aspek relasi kemanusiaan, maka pasti sempurna pula dalam aspek Ketuhanan. p.17 3. Orang yang paling kaya di dunia ini bukanlah orang yang memiliki kekuasaan, kedudukan, reputasi, dan harta benda yang melimpah, tetapi adalah orang yang senantiasa memancarkan cinta kasih. p.22 4. Bagi orang yang telah menginsafi Hati Nurani yang Paling Bajik, kasih sejati akan menyelimuti setiap jengkal kehidupan yang dilaluinya. Tak ada yang tak ia kasihi, karena ia memandang seluruh jagat raya ini sebagai bagian dari dirinya. Marilah kita hayati. Jika langit dan atmosfir adalah diri kita; gunung, samudera, sungai, dan telaga juga adalah diri kita; pohon, sebatang rumput, hingga sekuntum bunga pun adalah diri kita; sebatang sapu, sikat gigi, odol, sepatu, kaus kaki adalah diri kita; bahkan hingga yang sekecil-kecilnya seperti sebutir pasir kita pandang sebagai diri kita; dan semua makhluk yang beterbangan di udara, berenang di dalam air, yang berjalan di daratan adalah diri kita; keluarga, negara, dunia, trilokya, hingga dasaloka kita pandang sebagai diri kita; maka serta-merta kita akan mengasihi segalanya. Kita tidak akan sampai hati untuk melakukan tindakan yang bisa merusak atau melukai makhluk maupun benda di sekeliling kita. p.23-24 5. Orang yang mengaktualisasikan cinta kasih di dalam segenap kehidupannya akan selalu berpikir untuk kepentingan orang lain, dalam segala hal ia akan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Hatinya senantiasa terjaga, apakah ada tindakannya yang bersalah terhadap orang lain? Apakah ia telah merugikan orang lain? Inilah semangat moralitas kebajikan yang lahir dari watak dasar diri kita, yaitu Hati Nurani yang Paling Bajik. Inilah pancaran cinta kasih yang ‘mengasihi segalanya, segalanya ada dalam kasih.’ p.29-30 6. Sekilas ini semua sungguh bukanlah hal yang mudah. Butuh kekuatan jiwa untuk menghadapinya. Kasih adalah sumber kekuatan jiwa yang tak terbatas, dan ia telah ada di dalam diri kita. p.32 7. Orang yang memiliki cinta kasih tahu kapan ia harus maju dan kapan ia harus mengalah.

Kode DKS HTO

HTO

DKS

SP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8.

9. 10.

11. 12.

13. 14.

Kalaulah ia tak mengerti kapan saatnya aktif dan kapan saatnya pasif, maka akan mendatangkan kesulitan bagi dirinya sendiri. p.38 Cinta kasih adalah sifat yang paling kaya di dunia…Karena hanya dengan memiliki hati kasih barulah kita bisa memancarkan getaran cinta kasih dan dengan demikian barulah kita sanggup memikul misi yang agung. Hanya dengan memiliki kasih dan misi hidup yang agung, barulah mungkin kita menjalin jodoh kebajikan dengan seluruh umat manusia. Inilah yang menjadikan hidup kita mulia dalam kasih yang tak terbatas. p.47 Realisasi Hati Nurani yang Paling Bajik berarti menginsafi bahwa memberi lebih membahagiakan daripada menerima. p.58 Tak perlu menunggu dan mengharapkan orang lain mengasihi kita. Sebaliknya kitalah yang harus selalu berusaha mengasihi orang lain tanpa pamrih. Dengan demikian barulah dapat menginsafi bahwa memberi lebih bahagia daripada menerima. p.59 Orang yang paling bahagia di dunia ini adalah orang yang bisa mengasihi orang lain. p.58 Kasih adalah memikirkan dan mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Bukan sebaliknya, berusaha membuat orang lain memikirkan dan mendatangkan kebahagiaan bagi diri kita. p.59 Membina Ketuhanan harus menitikberatkan proses, bukan pada hasil akhirnya p.63.

HTO

HTO HTO

DKS

Kasih adalah cinta dan perhatian tanpa syarat dan ego. Kasih adalah pengorbanan tanpa pamrih dan tak berbekas. p.67

g. Hati Nurani yang Paling Indah No. Unit data 1. Sadari bahwa kecantikan yang sesungguhnya itu berasal dari Hati Nurani. p.5 2. Hanya hati nurani yang paling indah yang dapat membuat umat manusia benar-benar tergugah dan senang bersama dengan kita. p.8 3. Proses membina dan mengamalkan Ketuhanan adalah bagaimana kita berjuang untuk kembali ke hati bayi yang lugu dan polos, agar dapat senantiasa berbahagia dan bersukacita. p.14 4. Seorang anak kecil akan menangis tersedu-sedu saat dipukul orang tuanya. Tapi tak lama kemudian, ia sudah bermain kembali seperti biasa, bahkan ia pun sudah bisa meminta makan lagi kepada orang tuanya. Dalam jarak waktu yang singkat, ia sudah melupakan kejadian sebelumnya yang menyakitkan hati. Memang saat dipukul terasa sakit, namun setelah berlalu, ia tak akan menyimpan benci ataupun dendam kepada orangtuanya. Inilah manifestasi Hati Nurani Paling Indah, hati lugu-polos yang ada di dalam diri kita. p.15 5. Saat ada yang mengritik dan mencacimaki, saat menghadapi masalah yang tak menyenangkan, tentu kita akan merasa sedih. Namun jika Hati Nurani yang Paling Indah menjadi pengendali atas diri, rasa sedih pun hanya berlangsung sesaat saja. Setelah lima menit berlalu, hati sudah tenang kembali dan melupakannya tanpa bekas. p.16 6. Sederhana itu indah. Jalan pikiran seorang anak kecil sangat sederhana sehingga tidak ada rasa dendam, iri, ataupun benci. Hidupnya sungguh leluasa, tak mengenal muslihat dan segala pertikaian. p.22 (cetak tebal sesuai aslinya) 7. Jika Hati Nurani yang Paling Indah telah menjadi penguasa di dalam diri, kita pun tidak tahu bagaimana harus memendam segala kejadian yang menyakitkan di dalam hati, sebab hati ini telah terbebas dari segala konsep benci dan dendam. p.16

Kode

DKS

SP

TPR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8.

9. 10.

11.

12.

13.

14.

15.

Seseorang yang telah merealisasikan Hati Nurani yang Paling Indah, dimanapun berada, ia selalu bergembira seakan berada di Nirwana. Dimana kaki berpijak, di sanalah Nirwana. Inilah kebahagiaan yang mutlak – abadi, kebahagiaan yang melampaui segala kondisi. p.17 Dalam membina Ketuhanan milikilah jalan pikiran yang sederhana. Sederhana di sini bukan berarti bodoh, tak tahu apa-apa, melainkan sederhana karena arif bijaksana. p.24 Orang yang memiliki kasih yang besar akan tampak begitu biasa, lugu dan sederhana. Hati Nurani yang Paling Indah adalah hati yang lugu-polos. Untuk mengamalkannya kita harus belajar bersikap tiada iri, tiada benci, tiada persaingan, tiada diskriminasi, tiada sikap egois, serta mengembangkan sikap rendah hati, sabar serta tahan derita dan nista. Semua ini kita realisasikan dalam Dharma Gaib Buddha Maitreya ‘Dipukul tak melawan, dimarah tak membalas.’ p.33 Saat menemui masalah yang menyedihkan, tentu hati akan merasa pedih. Namun dengan kesadaran nurani kita tidak akan berlarut di dalam kesedihan, dan segera kembali kepada hati semula, yaitu hati yang penuh sukacita. p.42 Dalam kehidupan ini, dari 10 permasalahan yang kita hadapi mungkin ada 8 hingga 9 di antaranya yang tidak menyenangkan. Dan sesungguhnya kita memiliki kebebasan untuk menentukan, lewat sisi mana kita memandang masalah – masalah tersebut. Jika kita dapat memandang dari setiap sudut yang ada, ini adalah yang terbaik. Namun tentu saja ini memerlukan kebijaksanaan dan kearifan yang cukup. Yang terpenting, keputusan terakhir tetap harus kita refleksikan dengan hati nurani.(cetak tebal sesuai aslinya) p.43 Bila kita terbiasa memandang setiap masalah secara negatif, di dalam benak akan selalu timbul niat-pikiran yang negatif. Di dalam hati selalu ada rasa iri, benci, dan tidak puas, sehingga setiap hari kita hidup di dalam kegelisahan. p.43-44 Menghadapi kehidupan dengan kesedihan dan tangisan tidak akan menyelesaikan semua masalah dengan baik. Lebih baik menghadapi semua rintangan, halangan, masalah, dan kesulitan itu dengan Hati Nurani yang Paling Indah, yaitu dengan penuh syukur, dengan sukacita dan senyum bahagia. Inilah yang dimaksud bersatu hati dengan LAOMU. p.49 Pandangan hidup di dunia Sukhavati adalah moral kebajikan dan Hati Nurani. p.60

SP

SP

FKS

FKS TPR

SP

DKS

h. Hati Nurani yang Paling Abadi Unit data Kode No. 1. Realitas Sang Tak Dilahirkan melampaui jangkauan intelektualitas manusia.Ia berada di SP luar daya pikir manusia, sehingga tak dapat dilukiskan secara sempurna dengan kata-kata p.3 2. Kalau kita berteori bahwa Tuhan ada , jelas tidak tepat dan menyangkal kesejatian Tuhan karena pada waktunya semua yang ada pasti akan menjadi tiada atau musnah. Sedangkan bila dikatakan Tuhan itu tiada , pernyataan ini lebih tidak tepat lagi, malah menjadi sebuah kesalahan besar. p.3 3. Realitas Tuhan melampaui segala dualitas. Kesejatian Tuhan sungguh sulit diungkapkan dengan kata-kata. p.5 4. Istilah yang paling tepat untuk mendeskripsikan Tuhan adalah, Ia melahirkan segalanya, namun Ia sendiri tak dilahirkan . p.5 5. Contoh konkretnya, dalam bola mata manusia bekerja Hukum Tak Dilahirkan yang SP menakjubkan. Mata dapat melihat dan membaca segala macam warna, namun mata sendiri tidak terikat pada warna tersebut. Saat mata melihat warna merah, rekaman warna merah tidak membuat mata terikat menjadi merah; saat melihat kuning mata tak ikut menjadi kuning. Karena mata tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. 7. 8. 9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

terikat dengan salah satu warna tertentu (mata memanifestasikan pribadi kosong ), barulah ia bisa berfungsi sempurna sehingga dapat melihat semua warna (mata menghasilkan kesempurnaan mukjizat ) Karena ‘kosong’, barulah menghasilkan mukjizat Seandainya saja mata terikat pada satu warna tertentu (tidak memanifestasikan pribadi kosong ), maka mata tak akan dapat melihat semua warna dengan sempurna (tak menghasilkan kesempurnaan mukjizat ) Inilah salah satu contoh sederhana tentang bekerjanya Hukum Tak Dilahirkan dalam kehidupan sehari-hari. p.8-9 Kebenaran Agung ini telah ada pada mata, telinga, mulut, hidung, badan, lidah, dan pikiran kita secara sempurna. Mau kemana lagi mencari Kebenaran Sejati. p.9 Adanya berbagai pikiran responsif ini menandakan bahwa hati kita belum ‘kosong’. Dari sini terbentuklah jalinan sebab jodoh yang buruk dengan orang lain. p.10 Tak dilahirkan mencerminkan kebijaksanaan, sedangkan mampu melahirkan segalanya , mencerminkan kasih. p.11 Pembina yang mencapai puncak kebijaksanaan akan menginsafi bahwa segalanya adalah kosong tiada. Ia menyadari bahwa semua yang ada di dunia ini adalah fana, dan tak ada apapun yang menjadi miliknya yang abadi. (cetak tebal sesuai aslinya) p.11 Dengan menginsafi dan memanifestasikan pribadi ‘kosong’ sejati, pribadi yang tiada keakuan dan tiada keterikatan, barulah ia dapat memancarkan kasih yang tiada batas, kasih yang tak terhingga, kasih tanpa diskriminasi. Inilah pribadi para buddha dan orangorang suci. (cetak tebal sesuai aslinya) p.11 Tanpa menginsafi ‘kosong sejati’, maka apa yang dilakukan bukanlah ‘mukjizat’. Jika hati masih dipenuhi keterikatan, diskriminasi, keakuan, ataupun kepentingan pribadi, maka kasih sejati tak dapat terpancar. p.11 Demikianlah pribadi Sang Tiada Tara, Sang Abadi, Dia yang Tak Dilahirkan. Demikianlah perpaduan antara kebijaksanaan tertinggi dengan cinta kasih yang tiada batas. Keduanya sesungguhnya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dimana kebijaksanaan tertinggi termanifestasi (kosong sejati), di sana pula cinta kasih yang tak terbatas (mukjizat sempurna) terealisasi. Saat sesorang mampu mencapai pribadi ‘kosong’, barulah ia dapat memancarkan fungsi yang tak terbatas. Karena ia tak terikat pada suatu bentuk, maka ia mampu melahirkan segala bentuk. Karena ia memancarkan pribadi ‘Tak Dilahirkan’, maka mampu ‘melahirkan segalanya’. p.12 Bila kita dapat mengamalkan Hukum ‘Tak Dilahirkan’ ini dalam kehidupan sehari-hari secara mendetail, baik di kala bergerak maju atau mundur, aktif atau pasif, dalam ucapan, perbuatan, sikap duduk, berdiri, berjalan, atau berbaring, niscaya setiap perbuatan kita akan menjadi Hukum ‘Tak Dilahirkan’ itu sendiri, menjadi Hukum Kebenaran yang hidup. Dengan demikian kita telah merealisasikan kemuliaan Emanasi Roh Tuhan di dalam diri kita. p.12-13 Seorang pembina Ketuhanan adalah dia yang berjuang untuk kembali ke pribadi asal – roman sejatinya. Perjuangan seorang pembina Ketuhanan adalah agar jati dirinya dapat terbebas dari dosa karma. p.14 Perjuangankanlah tingkat keinsafan kekosongan dosa dan karma mulai sekarang, jangan menunggu sampai tibanya masa penentuan akhir zaman. Sebab semuanya akan menjadi terlambat dan sia-sia.Mulai sekarang belajarlah untuk berpijak secara mantap dalam Hati Nurani. Misalnya bila kita masih merasa marah, benci, dan timbul niat untuk membalas

SP SP SP

DKS

DKS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16.

17.

18.

dendam saat mengalami penghinaan, makian, fitnahan, cemoohan, maka seketika itu juga ingatkanlah diri sendiri bahwa Tuhanlah yang berkuasa dan telah mengatur segalanya termasuk yang sedang terjadi sekarang ini.Permasalahan yang hadir di hadapanku adalah sebab jodoh yang harus dituntaskan. Inilah kesempatan untuk melunasi titik demi titik dosa karma di masa lampau. p.15 Imanilah bahwa pengaturan Tuhan adalah wujud kasih-Nya, adalah yang terbaik untuk diri kita. Dengan menginsafi hal ini, kita akan senantiasa berjuang melunasi dosa dan karma dengan hati yang penuh rasa syukur, rela dan bahagia, hingga akhirnya mencapai tahap kosongnya dosa karma. p.16 Saat terwujudnya negeri Buddha nanti, semua bentuk manggala (berkah) dan karma baik tidak lagi bersifat dualis dan karma baik tidak lagi bersifat dualis dan samsarik (lahirmati, muncul-musnah). Bahkan kehidupan pada masa itu bebas dari ikatan karma dan samsara. p.26 Pada setitik kesempatan yang tersisa dalam membina dan mengamalkan Ketuhanan, DKS hendaklah kita terus berjuang memanifestasikan pribadi ‘Tak Dilahirkan’ Sebelum tiba masa penentuan terakhir, kita harus dapat berpegang teguh pada hati yang kosong tiada sesuatu. Catatlah dalam hati, bahwa hal yang paling mendesak untuk direalisasikan sekarang adalah menjiwai Kebenaran ‘Tak Dilahirkan’, dengan tidak lagi melakukan perbuatan yang membuahkan karma buruk, dan juga tidak terikat dengan amal perbuatan bajik. Dengan inilah kita terbebas dari segala pembalasan karma. Dengan inilah kita dapat terbebas dari segala roda pembalasan tumimbal lahir, menuju kehidupan abadi Dunia Sukhavati – Nirwana di dunia yang penuh dengan kebahagiaan ilahi. p.29

i. Hati Nurani yang Paling Bahagia No. Unit data Kode 1. Sejak dimulainya peradaban, manusia selalu beranggapan bahwa kebahagiaan dicari dan SP didapatkan di luar diri. Namun dengan pandangan seperti ini, apa yang didapat pada akhirnya sungguh bertolak belakang dengan apa yang diharapkan, yaitu penderitaan dan kilesa. p.2 2. Apa yang ada di luar diri adalah fana adanya. Makanya kebahagiaan di luar diri pun tak ada yang kekal sifatnya. p.3-4 3. Walaupun kita bisa menghiasi dan mengisi kekosongan jiwa dengan segala kebahagiaan di luar diri itu, tetapi jauh di dasar hati sesungguhnya kita sangat miskin, kesepian dan menderita, karena kebahagiaan yang didapatkan bukanlah kebahagiaan yang bersumber dari pokok-akar tetapi dari cabang-ranting, sehingga kebahagiaan yang sesungguhnya tak mungkin dirasakan. p.4-5 4. Hati Nurani yang Paling Bahagia ada di dalam diri. Ini berarti sumber dari segala DKS kebahagiaan sejati ada di dalam Hati Nurani kita…kita harus senantiasa berpaling ke dalam diri dan berintrospeksi agar bisa menemukan Kebahagiaan Nurani itu. p.7 5. Kebahagiaan Nurani bukanlah kebahagiaan semu yang diciptakan oleh sebab-jodoh yang ada di luar diri. p.7 6. Semua sifat dan sikap buruk kita, serta semua dosa dan kesalahan kita, telah menutupi kecemerlangan Nurani sehingga kebahagiaan yang ada di dalamnya tak dapat berpancar. Hampir semua yang kita bicarakan dan kerjakan setiap harinya tak sesuai dengan Hati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. 8.

9.

10.

11.

j.

Nurani. Akibatnya Nurani senantiasa merasa gelisah dan tak tenang. Jelaslah, bahwa kita tak bisa berbahagia, karena dosa-dosa dan kesesatan kita. Kekhilafan, kesalahan, dan dosa-dosa kitalah yang telah menindas kebahagiaan Nurani. p.9 Kebahagiaan Nurani bersifat abadi sedangkan kebahagiaan inderawi hanya bersifat sementara, bahkan mengakibatkan keterikatan dan penderitaan. p.10 Saat Hati Nurani telah menjadi pengendali diri, apapun yang dilakukan melalui keenam indera kita, pasti akan mendatangkan kebahagiaan yang melampaui dualitas dunia. p.1314 Berjuanglah menjadi seorang pembina yang semakin membina justru semakin DKS menemukan sumber kebahagiaan Nurani sehingga kita dapat menjadi seorang abdi kasih yang memiliki kebahagiaan Nuraniah. p.17 Jika hati kita masih dipenuhi dengan niat-pikiran duniawi yang didasari oleh keakuan, FKS dengan sendirinya kebahagiaan Nurani tak akan pernah hadir di dalam kehidupan kita. p.24 Orang yang selalu merasakan kebahagiaan Nuraniah, dimanapun dia berada, akan HTO mendatangkan kebahagiaan bagi orang-orang di sekelilingnya. Jika dia sedang duduk maka orang yang duduk di sampingnya akan merasakan getaran kebahagiaan. Dari setiap hembusan nafasnya mengalir hawa kebahagiaan, sehingga getaran kebahagiaan ini sampai pada orang di sampingnya. p.29 Hati Nurani yang Paling Leluasa

No. Unit data Kode 1. Mengapa emosiku labil? Mengapa aku mudah curiga dan keras kepala? Mengapa hati ini SP semakin sesak akan dendam dan benci? Mulailah berintrospeksi, melihat ke dalam diri. Jika kita berintrospeksi dengan sungguh-sungguh, maka kita akan menemukan kunci kebebasleluasaan itu. p.7 2. Dharma Hati Buddha Maitreya adalah dharma yang tepat sasaran, tidak lagi membahas tentang pencerahan jiwa. Karena sesungguhnya tujuan dari pencerahan jiwa itu sendiri adalah tercapainya kesadaran akan Hati Nurani yang Bebas leluasa di dalam diri. Lihatlah dari zaman dahulu hingga sekarang, ada berapa orang yang mampu mencapai pencerahan? Sangat sedikit sekali! p.8 3. Karena jiwa kita telah diliputi oleh dosa karma, kemelekatan, dan keakuan yang begitu SP kuat, maka Hati Nurani yang Bebas Leluasa tidak bisa berpancar sempurna. Diibaratkan sebuah cermin yang pada dasarnya sangat bersih dan cemerlang, jika cermin tersebut dibiarkan begitu saja tanpa pernah dibersihkan, maka setengah tahun kemudian akan banyak debu yang menempel pada cermin tersebut. p.9-10 4. Pada dasarnya cermin itu sangat cemerlang, bukan karena dibersihkan baru cemerlang. ecemerlangan itu tidak tergantung pada ada tidaknya debu.Walaupun jutaan debu menutupinya, realitas cermin itu sendiri sesungguhnya tetap cemerlang. Demikian juga dengan Hati Nurani kita yang senantiasa bebas leluasa. Saat kita gelisah, Hati Nurani kita tetap bebas leluasa. Saat kita tidak gelisah, Hati Nurani juga tetap bebas leluasa. Saat ada debu kemelekatan, Hati Nurani tetap bebas leluasa, namun tak berpancar. Insafilah hal ini. p.10 5. Bila Hati Nurani yang Bebas Leluasa menjadi pengendali raga ini, kita tidak mudah terpengaruh oleh kondisi luar diri. Baik itu kehinaan, kemuliaan, perolehan, kehilangan, pujian, maupun celaan, semua tidak bisa mengikat dan mempengaruhi kondisi jiwa kita. p.13 6. Bila Hati Nurani yang Bebas Leluasa menjadi pengendali diri, tiada apapun yang dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. 8.

9.

10.

11.

12.

mengikat, menjerat, dan membius diri kita, karena di dalam diri kita tiada lagi keserakahan dan diskriminasi. p.15 Sekarang adalah saat yang tepat sekaligus merupakan kesempatan terakhir bagi kita untuk…menjadikan Hati Nurani yang Paling Leluasa sebagai pengendali diri. p.18-19 Jika kita berjuang agar Hati Nurani yang Bebas Leluasa menjadi pengendali diri, segala dualisme itu akan sirna dengan sendirinya. Semuanya menjadi indah dan gaib. Saat melihat seorang anak yang nakal dan kumal, tentu kita merasa jijik dan berusah menjauhinya. Namun di mata ibunya, anak itu tetaplah buah hatinya yang tercinta. Begitu bertemu dengan buah hatinya itu, segala penderitaan yang dirasa sang ibu seakan sirna. Rasa sayang seorang ibu kepada anaknya inilah gambaran realisasi Hati Nurani yang Bebas Leluasa. p.28 Jika kita bermaksud mencari Hati Nurani yang Bebas Leluasa itu di dalam berbagai buku dan kitab, maka sampai kapanpun tidak akan menemukannya, karena realitas Hati Nurani yang sesungguhnya berada dalam pengamalan secara nyata. p.33-34 Selama berkalpa kehidupan, kita telah membuat ego kita menjadi sedemikian kuat, emosi begitu besar, sehingga kini sedikit saja tidak cocok dengan seseorang langsung bertengkar. Jika terus demikian, sampai kapan kita baru bisa bebas leluasa? p.37 Bila dalam kehidupan sekarang ini kita tidak sungguh-sungguh berjuang agar mencapai realitas bebas leluasa, pada kehidupan yang akan datang kita akan tetap seperti ini. Berarti selamanya kita tak akan pernah bisa bebas leluasa. p.38 Walau dituangkan ke dalam sepuluh poin, apabila kita bisa menginsafi salah satunya saja, berarti semua Dharma telah kita lampaui. Demi memudahkan pemahaman, Kebenaran Agung Hati Nurani ini dibagi ke dalam sepuluh poin. Sebenarnya satu adalah sepuluh, sepuluh adalah satu, pada dasarnya sama. Semuanya adalah satu Nurani yang sangat gaib. p.46

DKS TML FKS

PPT

TML

DKS TML

2. Maha Tao Maitreya No 1.

2. 3. 4. 5.

6.

7. 8. 9.

Unit data Doktrin yang melatarbelakangi kelahiran Maha Tao Maitreya adalah Ikrar Agung Buddha Maitreya berkalpa kehidupan yang lampau, yaitu ikrar untuk merombak samudera duka ini menjadi Sukhavati Maitreya. p.5 Keimanan utama dalam Maha Tao Maitreya adalah pengagungan terhadap Buddha Maitreya. p.5 Berhasil menjadi manusia berarti berhasil menjadi Buddha (kemanusiaan yang sempurna adalah kesempurnaan kebuddhaan). p.15 Buddha Maitreya memandang penderitaan semua makhluk sebagai penderitaan-Nya sendiri. p. 29 Maha Tao Maitreya tidak mengajarkan kita untuk meninggalkan atau menjauhi dunia ini dan mencari bumi suci di suatu alam lain, melainkan mengajak kita untuk merombak dunia yang penuh penderitaan menjadi bumi suci Maitreya, dunia Nirwani. p.34 Enam miliar manusia di dunia memiliki emanasi roh Tuhan yang sama, karena itu setiap manusia memiliki hak hidup yang tidak boleh dijajah atau diganggu gugat. Setiap manusia memiliki hak untuk tidak disakiti, ditekan, dikekang, dihina, dinista, difitnah, direndahkan, dicampakkan, atau ditindas. p.35 Kebebasan nurani berarti kebebasan dari ketidaktenteraman nurani, rasa bersalah, deraan, dan penderitaan nurani. p.37 Kebebasan nurani berarti keterbebasan dari semua belengggu kesesatan dan kegelapan. p.37 Kebebasan nurani merupakan sumber utama kebahagiaan, kesejahteraan, dan keindahan

Kode DKS

DKS

DKS

HTO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10.

11. 12. 13.

14.

15.

16. 17. 18. 19.

20.

21. 22. 23. 24.

25.

hidup. p.38 Doktrin Maha Tao Maitreya sederhana danjelas, yaitu Inisiasi Guru Sejati Firmani (Dhiksa Maitreya). Dalam inisiasi Guru Sejati Firmani telah diungkap secara langsung bahwa emanasi Roh Tuhan Yang Maha Esa, Sang Penguasa Laksa Roh & Kehidupan, ada dalam diriku! p.42. (cetak tebal sesuai aslinya) Mencari kebenaran sejati di luar diri dan melakukan pemujaan Buddha dengan mengabaikan Nurani sejati, adalah perjuangan keliru dan menyesatkan. p.44 Maitreya adalah emanasi pribadi LaoMu yang paling sempurna. p.49 Kini Dharma Hati Ajita, Dharma Hati Mahamaitri yang Lugu-polos, justru mengajarkan umat manusia untuk tidak menolak 3 hati – 4 konsepsi, 7 emosi – 6 nafsu, melainkan mengendalikannya dengan kasih! Dibawah pengendalian nurani, semua unsur ini menjadi mustika tiada tara! p.50 Tiga hati sang pengasih Hati masa lalu sang pengasih Bertobat atas kesalahan masa lalu, dan memperbaiki diri setiap hari. Hati sekarang sang pengasih Manfaatkan waktu sekarang seketika tanpa niat kedua. Hati akan datang sang pengasih Besok akan lebih baik dan sempurna. p.51-55 Empat konsepsi sang pengasih Konsepsi keakuan sang pengasih Menjadi seorang pembina Ketuhanan yang memiliki harga diri nurani. harga diri nurani adalah sikap dapat menghormati nurani sendiri. p.57 Konsepsi orang lain sang pengasih Memandang orang lain bagai diri sendiri, semua bangsa satu keluarga. p.58 Konsepsi umat manusia sang pengasih Penuh prilaku kasih untuk membawakan kebahagiaan semesta. p.59 Konsepsi panjang usia sang pengasih Panggilan kasih yang tiada batas melahirkan kehidupan yang tiada batas. p.60 Dalam pandangan orang yang bijaksana dan mahakasih, semua rupa dunia adalah rupa Ilahi. Bumi, gunung, telaga, matahari, bulan, bintang, bunga, rumput, pasir, kerikil, cangkir, kapur dan sebagainya, semua dilihat sebagai manifestasi kasih. p.73 Jika dalam setiap niat, setiap peristiwa, kapan dan dimanapun berada selalu diiringi kasih, maka seketika itu juga, seseorang telah mencapai Sumber Pokok Semula, bersua dengan Bunda, menyatu Bunda dan anak, abadi bersama Bunda Ilahi. Itulah saat seseorang menjadi manifestasi Pribadi Maitreya dan memasuki Sukhavati Maitreya. p.105 Tanpa landasan hati nurani, peradaban akan menjerumuskan dan meracuni pikiran manusia yang akhirnya menuju pada kehancuran yang mengerikan. p.150 Semua prestasi gemilang sebuah peradaban niscaya akan mendatangkan kemuliaan bagi hidup manusia bila ia sejalan dengan hati nurani. p.150 Jika seorang manusia senantiasa bersyukur, mengahrgai berkah dan bersukacita, ia pasti memiliki kehidupan yang bahagia, sejahtera, dan harmonis. p.160 Bagaimana supaya hidup kita senantiasa dipenuhi rasa bersyukur, menghargai berkah, dan bersukacita? Jawabnya adalah, terlebih dahulu harus memancarkan kecemerlangan nurani. Bagaimana agar kita dapat memancarkan kecemerlangan nurani? langkah pertama adalah sungguh-sungguh mengenali dan menginsafi keluhuran hati nurani! p.161 Keabadian ada dalam setiap momen, dalam setiap tindakan, perbuatan, dan ucapan; dalam setiap kegiatan indera: melihat, mendengar, membaui, mencicipi, meraba, merasa, dan berpikir, yang sejalan dengan kesadaran nurani. Aktualisasi nurani adalah keabadian hidup. p.164

SP

TML

HTO

SP

DKS TML

SP

DKS SP

TML

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Pribadi maha kasih lugu polos, amalkan enam perbuatan mulia sang pengasih. No 1. 2. 3. 4. 5.

6. 7.

8. 9. 10.

11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

18. 19. 20. 21. 22.

Unit data Hidup bahagia karena setiap perilaku tidak meninggalkan hati nurani. p.3 Setelah beramal kalau terikat pada jasa pahala dan kebajikan diri sendiri, ini lebih-lebih merupakan seorang pembina Ketuhanan yang sesat nurani. p.12 Amal yang tidak berbekas merupakan perwujudan dari hati Ilahi, hati Tuhan, hati nurani – hati kita yang asali. p.14 Dalam segenap hidup mampu mewujudkan amal yang tidak berbekas dengan tanpa keluh kesah dan penyesalan sedikit pun, inilah kebahagiaan nurani yang tiada tara. p.14 Kita harus memahami bahwa dari dulu hingga sekarang, jalan menuju kebuddhaan merupakan jalan yang sunyi sendiri. Jalan pembinaan diri juga merupakan jalan dalam kesunyian. Karena sebagian besar manusia tak akan bisa memahami tekad perjuanganmu, bahkan takkan mengerti apa yang engkau perbuat. p.17 Oleh sebab itu, dalam membina harus memiliki keyakinan diri dan keberanian untuk menghadapi kesendirian dan kesunyian. p.19 Tak ada seorang pun yang bisa membebaskan kita dari kilesa, ketakutan, dan kegalauan, bahkan LaoMu, Buddha Maitreya dan Kedua Guru agung pun hanya bisa membantu dari samping, diri sendirilah kunci penyelesaian dari semua masalah itu. p.19 Dengan kata lain, sendiri makan sendirilah yang kenyang; sendiri tidak makan, sendirilah yang kelaparan. Saat diri sakit, dirilah yang harus disuntik dan meneguk pil pahit. p.19 Tujuan kita membina dan melaksanakan Ketuhanan adalah demi mencemerlangkan hati nurani. p.18 Walaupun tampaknya amal sang pengasih tak dipahami orang lain, namun sesungguhnya dalam hati nurani sang pengasih penuh dengan ketenteraman, karena senantiasa bersua dan bertatap muka dengan LaoMu. p.21 Oleh sebab itu kalau di dalam diri kita penuh dengan keresahan dan penderitaan maka diri sendirilah yang harus menyelesaikannya. p.22 Perjalanan membina dan melaksanakan Ketuhanan akan sulit dilalui jika kita tak mampu menghayati nilai luhur dari kesendirian. p.22 Kalaulah kita mampu menggunakan Dharma hati sesuai keadaan maka Dharma hati itu menjadi milik kita yang hidup. p.23 Makna sejati dari kasih adalah pengorbanan, pengabdian, dan dedikasi yang tidak meninggalkan bekas. p.23 Pengendalian diri sang pengasih adalah pengendalian diri yang penuh kebahagiaan. p.27 Pengendalian diri atau pengamalan sila disini mengandung makna menempatkan semua tindak-tanduk, tutur kata, dan pikiran dalam ruang lingkup hati nurani. p.27 Walaupun dalam pengendalian diri, namun hati nurani justru semakin berbahagia karena kita tidak melakukan perbuatan yang bertolak belakang dengan hati nurani. Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan yang kekal abadi. p.28 Seorang pengasih semakin hidup dalam pengendalian diri semakin berbahagia dalam jiwa. p.29 Semua ini merupakan kebahagiaan nurani bukan kesenangan indera jasmani. p.29 Kendalikan jiwa raga dengan hati penuh kasih, maka semakin mengendalikan diri akan semakin berbahagia. p.29 Segala hal yang bertolak belakang dengan nurani tidak diucapkan, tidak dilakukan, dan tidak dipikirkan. p.29 Yang bertentangan dengan kasih juga tidak diucapkan, dilakukan dan dipikirkan. Dengan

Kode FKS

DKS

PPT

FKS

FKS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.

39. 40. 41.

42.

43. 44. 45. 46. 47. 48.

demikian kebahagiaan akan memenuhi jiwa dan kehidupan kita. p.29 Kebahagiaan muncul karena kita tak meninggalkan hati nurani. p.29 Penderitaan dan deraan nurani jauh lebih menderita daripada penderitaan jasmani, jauh lebih sakit daripada irisan sembilu. p.31 Seorang manusia sesat tidak menyadari adanya deraan nurani yang terus terjadi pada dirinya. p.33 Karena tak menyadari adanya deraan nurani ini maka semua ini dianggap tidak ada. p.33 Deraan nurani akan mempengaruhi emosi dan suasana hati seorang manusia. p.33 Timbunan deraan nurani yang menggulung seperti benang kusut inilah yang kemudian menajdi suratan dosa karma kita. p.34 Satu-satunya cara untuk melenyapkan deraan nurani adalah dengan tobat nurani. p.35 Diri kita yang penuh berbalut dosa karma juga mengakibatkan kita tak mampu menyadari dan memahami adanya deraan nurani ini. p.35 Sepanjang hari kalaulah mata, telinga, hidung, badan, dan pikiran bertolak belakang dengan kasih dan hati nurani, harus segera berpaling. p.38 Di sinilah letak kemuliaan pengendalian diri yaitu mengurangi kesalahan yang harus di pertobatkan. p.44 Oleh sebab itu pertobatan merupakan hal yang harus dilakukan seiring tarikan napas kita hingga akhir hayat. p.45 Ingatlah dalam membina ketuhanan, 30 % adalah perjuangan manusia sedangkan 70% mengandalkan kekuatan Tuhan dan para buddha. p.47 Asalkan kita memiliki hati sejati, ketulusan, dan tekad pembinaan, pastilah kita dapat menyelesaikan perjalanan pembinaan ini. p.48 Kesabaran yang berlandaskan kasih adalah kesabaran yang penuh rasa syukur. p.52 Dalam keadaan yang penuh rintangan, justru menjadi saat terbaik bagi kita untuk menemukan diri sejati. p.53 Hanya dengan terus menghadapi banyak masalah dan perlakuan yang menyakitkan, untuk kemudian kita bergelut dan berjuang secara nyata dalam jiwa sendiri, barulah dapat menyembuhkan penyakit nurani hingga tuntas. p.59 Setiap hari harus terus menuntut diri untuk lebih baik dan mendekati kenyataan nurani. p.76 Apa yang paling memprihatinkan dalam diri setiap manusia? Keterikatan pada pemahaman sendiri. p.82 Sebenarnya menaklukkan orang lain bukanlah luar biasa, namun mampu menaklukkan diri sendiri inilah yang termulia. Mampu mengalahkan orang lain bukanlah ksatria sejati namun mampu mengalahkan diri sendiri barulah ksatria sejati. p.83 Suasana hati Ilahi Di tengah proses membabarkan kebenaran, menyelematkan manusia, melaksanakan triamal, dan membawakan berkah bagi semesta, seorang pengasih mencapai suasana jiwa hening dan suci. p.95 Hakekat kesunyataan sejati adalah proses membawakan berkah bagi semesta untuk mencapai suasana jiwa suci-hening dan tiada keterikatan. p.96 Sesuatu bila meninggalkan hati nurani berarti meninggalkan kebenaran. p.98 Nurani kita itulah jiwa LaoMu yang sama persis dengan pribadi LaoMu. p.108 Kebodohan dan kesesatan bagaikan kegelapan. Begitu terang kearifan dinyalakan lenyaplah kegelapan dari kebodohan dan kesesatan. p.109 Semakin bijaksana seorang manusia semakin luaslah pandangannya, ia akan semakin sempurna dalam memandang setiap masalah, manusia, dan benda. p.110 Kearifan nurani membuat kita mampu melangkah dengan pasti dan mengambil keputusan dengan tepat. Begitu di dalam hati ada keterikatan, maka kita menajdi buta

FKS FKS FKS FKS FKS FKS FKS

DKS

SP

SP SP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49.

50. 51. 52. 53.

54.

55.

akan benar dan salah. p.118 Dalam segala hal janganlah terlalu bersikukuh. Kalau kita terlalu bersikeras akhirnya sejalan waktu yang bergulir mungkin saja apa yang kita anggap benar itu ternyata salah. p.119 Pada masa lalu, semua yang kita anggap benar, yang kita anggap sesuai dengan nurani, sekarang kita tilik kembali dengan kearifan ternyata semua itu salah belaka. p.120 Dengan kearifan kita membina dan melaksanakan ketuhanan barulah tidak melekat pada segalanya namun juga tidak menolak atau membenci segalanya. p.120 Cara yang paling tepat untuk memancarkan kearifan nurani adalah dengan sujud nurani, tobat nurani, dan karya nurani. p.121 Kita seorang manusia sesat, kalaulah hanya mengandalkan kekuatan sendiri untuk bisa memancarkan kearifan nurani, semua ini tidak mungkin tercapai. Dibawah naungan Kuasa Tuhan, limpahan kasih-Nya, bantuan para buddha, disertai perjuangan diri yang penuh ketulusan, semua ini baru dapat dicapai. p.121-122 Sadarilah, kita setiap manusia memiliki banyak keterikatan. Karena inilah kita sering salah dan timpang dalam mengambil keputusan atas suatu masalah, manusia, dan benda. p.124 Sang pengasih hanya ingin proses dan hanya proses. Proses perjuangan berarti kesempatan untuk berkarya tiada titik akhir. Karena inilah, hidup seorang pengasih menjadi kekal abadi. Kekal abadi bukan menikmati pahala kesempurnaan melainkan kekal abadi dalam karya dan manifestasi kasih. p.146

SP

SP SP SP

SP

DKS TML

4. Insaf Nurani No Unit data 1. Dalam membina, berkarya, mengamalkan, membabarkan kebenaran; dalam bekerja, dalam kehidupan sehari-hari, serta setiap tindak tanduk dan perilaku; tak meninggalkan hati nurani, demikian barulah sungguh-sungguh mencengkeram akar pokok pembinaan. p.vii 2. Dengan menginsafi kebenaran sejati hati nurani, maka walaupun anda telah menjadi seorang sesepuh, pandita, pandita muda atau seorang Dharma duta yang handal, dalam hati sangat jelas, bahwa semuanya itu semata-mata hanyalah kewajiban hati nurani saja. p.8 3. Yang paling utama dalam siutao-pantao adalah mendapatkan pengakuan dari LaoMu, Buddha Maitreya, Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci; mampu hidup sesuai dengan kenyataan nurani, bebas deraan nurani, nurani pun bebas leluasa. p.11 4. Seseorang yang tak peduli pada sikap hormat atau tidak hormat orang lain kepadanya, itu tidak berarti bahwa dia memiliki harga diri nurani. p.11 5. Dengan sifat dan perilaku yang teledor, sesuka hati, tak mematuhi aturan, egois, pasti akan terjerumus ke dalam lingkaran mara dan akhirnya pasti gagal. p.11 6. Di dalam perjalanan siutao-pantao, kita harus bisa mempertanggungjawabkan perbuatan kita ke hadapan nurani sendiri. p.12 7. Dengan siutao-pantao, berjuang menjadi orang yang memiliki harga diri nurani. p.12 8. Harga diri ditinjau dari keinsafan hati nurani adalah diri sendiri harus bisa menghargai hati nurani sendiri, diri sendiri harus menghormati percikan roh Tuhan yang ada didalam diri ini. p.13 9. Seorang pembina yang memiliki harga diri nurani tidak akan risau ataupun menjadi resah oleh segala bentuk penghormatan dan penghargaan. p.14 10. Seseorang yang menghormati hati nurani sendiri, baik dalam tingkah laku ataupun ucapan, tidak akan pernah meninggalkan kebenaran nurani. p.16

Kode

DKS

HTO

DKS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11. Mari kita bersama-sama menjadi orang yang memiliki harga diri nurani! p.17 12. Pahamilah, respek dari dasar nurani jauh lebih mulia daripada respek dalam wujud rupa belaka. p.19 13. Orang yang memiliki harga diri nurani, pasti “menghormati segalanya, segalanya dihormati”. p.19 14. Peristiwa bersatupadunya Bunda dan anak bukanlah sebuah keadaan yang hanya akan terjadi setelah kehidupan ini berakhir. Namun dalam keseharian, saat kita mampu menjadikan hati nurani dan roh Tuhan sebagai tuan sejati atas jasmani ini, seketika itu juga Bunda dan anak bersatu-padu. p.21 15. Studi keinsafan hati nurani menuntun kita untuk mengenali ternyata ratna mustika watak diri yang kekal abadi pada dasarnya telah kita miliki. p.29 16. Akan tetapi begitu meninggalkan hati nurani, semuanya menjadi sampah. p.34 17. Lalu mengapa kita tidak bisa berbahagia? Karena kita selalu merasa diri sendiri adalah orang yang paling miskin, selalu merasa tak cukup, selalu merasa berkekurangan. p.35 18. Terus mencari di luar diri akan menjadi sumber kilesa bagi diri sendiri. Inilah lingkaran mara yang tiada akhir. p.35 19. Kekuatan jiwa yang tak terbatas akan lahir dari iman yang teguh pada Transmisi Sejati berfirman Tuhan dari Shecun-Shemu, yang secara langsung menunjukkan ratna mustika ada dalam diriku. p.37 20. Apa yang ada pada diri lima pembabar agung dan pada diri buddha-bodhisatva, kita pun memilikinya. p.40 21. Jika tidak mengenali aku sejati, tidak mengenali nurani diri yang paling utuh, sekalipun diri menjadi penguasa jagad raya, namun jiwa tetap terasa gersang dan kesepian. p. 41 22. Karena begitu niat tersebut timbul, maka kita telah menggariskan jalan kehidupan kita sendiri menuju kegersangan dan kesepian jiwa. p.43 23. Di seluruh alam semesta, benda yang paling berharga sekalipun, tak bisa menandingi nurani yang paling mulia yang ada dalam diriku. p.44 24. Bola dunia yang terbuat dari emas jika dibandingkan dengan nurani tiada tara yang ada dalam diri, bagaikan sebutir pasir di tengah samudera luas yang tak bertepi. p.45 25. Apabila manusia tidak mulai menghargai, mencintai dan hidup rukun dengan alam semesta, terus ingin menguasai, menaklukkan, bahkan merusak alam semesta, ketika alam semesta murka, itulah detik kehancuran manusia. p. 50 26. Siutao bukan masalah yang santai dan sekehendak hati. Kita harus bisa mendisiplinkan diri, memperbaiki semua temperamen yang tidak stabil, sifat yang jelek, dan kebiasaan yang buruk. p.51 27. Kebebasan nurani merupakan kebebasan sejati yang tidak akan menyakiti diri sendiri dan orang lain. p.52 28. Sangat penting bagi diri kita untuk senantiasa berintrospeksi diri, kenali aku sejati, jati diri yang sebenarnya. p.53 29. Yang dimaksud dengan jasa kebajikan sejati yaitu apabila dapat mengamalkan kenyataan nurani dalam setiap perbuatan. p.54 30. Seumur hidup berjuang demi Wadah Ketuhanan dan umat manusia, namun dalam hati merasa itu merupakan sebuah hal yang sudah semestinya. Seperti saat haus kita minum, lapar – makan, lelah – istirahat. Demikianlah sangat biasa. Inilah kewajiban nurani, merupakan pancaran kebajikan tiada tara dari percikan roh Tuhan. p.54 31. Jasa kebajikan tiada tara akan berpancar saat tiada lagi kepemilikan dalam hati. p.55 32. Dimana letak perbedaan antara buddha dengan manusia awam? Buddha dapat memancarkan kebajikan diri yang tiada tara, sedangkan manusia awam selalu ingin memasukkan kebajikan ke dalam dirinya. Yang dimaksud dengan memasukkan kebajikan ke dalam diri yaitu terikat pada amal kebajikan. Ada jasa kebajikan baru dikerjakan. p.56

DKS

DKS

FKS FKS

PPT

FKS

PPT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33. Jika anda telah mengenali diri sendiri bahwasanya bunda laksa buddha, raja segala mustika ada dalam diri, lalu kebajikan dan kedudukan kesucian apalagi yang masih anda inginkan? p.57 34. Apakah anda menjadi buddha, nabi ataukah bodhisatva, hati nuranimulah yang menentukannya. p.57 35. Siutao-pantao seumur hidup haruslah berteguh dalam kenyataan kebenaran nurani, menjaga setiap niat dan hati ketuhanan. p. 78 36. Dengan meyakini sepenuhnya akan Dharma ‘nurani yang berpuas diri, itulah kebahagiaan sejati, barulah bisa mendatangkan kekuatan. p.82 37. Dalam membina ketuhanan sampai akhirnya tiada sesuatu pun yang kumiliki. Di luar badan raga harus dibina sampai tiada sesuatu pun yang dimiliki, karena bila badan jasmani semakin tidak memiliki apa pun, maka aku sejati ratna mustika semakin dapat terpancarkan. p.83 38. Karena pada dasarnya, bumi suci adalah sebuah bumi yang terbentuk di atas landasan rasa syukur dan kesukacitaan dalam jiwa. p.84 39. Manusia yang peka dalam refleksi nurani akan memiliki disiplin diri yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. p.90 40. Untuk memupuk daya refleksi diri yang jeli, maka dalam kehidupan sehari-hari hendaknya sangat disiplin terhadap diri sendiri. p.90 41. Refleksi nurani harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sampai hal yang sekecilkecilnya. p.92 42. Begitu melontarkan kata-kata yang menyakiti orang lain harus langsung direfleksi. p.92 43. Refleksi nurani merupakan suatu teknik untuk membimbing diri sendiri. P.92 44. Dengan refleksi nurani yang jeli, barulah kita tidak menjalin jodoh batil dengan orang lain. p.92 45. Semakin jeli daya refleksi nurani maka semakin seringlah menjalin jodoh bajik dengan orang-orang disekitar kita. p.92 46. Di depan hati nurani yang paling cemerlang, semua menjadi transparan, tak ada sedikit pun yang bisa ditutupi. p.94 47. Hati nurani melihat kemunafikan kita dengan sangat jelas. Ia akan terus mengecam dan mendera kita. Walaupun kita terus berusaha menutupi perasaan tidak tenang, kecaman nurani tetap tak akan berhenti. Demikianlah kerja hati nurani yang paling cemerlang. p.96 48. Asalkan kita tetap berpijak dan berbuat sesuai hati nurani, walaupun semua manusia tak mau menerima kita, hati nurani tetap menerima kita. Walaupun semua manusia menolak dan menjauhi kita, hati nurani tetap merangkul kita dengan erat. p.96 49. Hati nurani menerima kita berarti LaoMu, Buddha Maitreya, Bapak dan Ibu Guru Suci juga menerima kita. Hati nurani melindungi kita, berarti kuasa LaoMu, Buddha Maitreya, Bapak dan Ibu Guru Suci memberikan perlindungan yang paling aman dan terjamin bagi kita. Tentu saja tenteram, damai dan bahagia dalam jiwa. p.96 50. Apa yang kita anggap benar, belum tentu dianggap benar oleh hati nurani. Sedangkan apa yang dianggap baik oleh hati nurani belum tentu disukai oleh diri kita. Nilai yang diberikan oleh hati nurani dengan apa yang kita lakukan seringkali bertentangan. p.97 51. Apa yang diperintahkan hati nurani seharusnya itulah yang dilakukan badan jasmani. p.97 52. Dalam membina ketuhanan cukup hati nurani yang mengetahui dan jelas atas segalanya. Hati nurani yang memahami sama dengan LaoMu yang memahami, karena hati nurani merupakan percikan jiwa LaoMu. p.99 53. Kita membina dan melaksanakan ketuhanan hanya berjuang menuju kecemerlangan nurani. Selain ini, tiada tuntutan apa pun dalam hati. p.99 54. Kalaulah kita terus menuntut orang-orang di sekitar kita bahkan semua orang di dunia harus memahami kita, maka kita akan hidup dalam ketidaktenteraman, selalu gelisah, dan

FKS DKS FKS

FKS HTO HTO HTO

FKS

SP

DKS

DKS HTO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55. 56.

57. 58.

59.

60. 61. 62.

63.

64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74.

penuh ketidakpuasan. Semakin membina ketuhanan justru semakin menderita dan merana dalam jiwa. Menuntut pemahaman orang lain berarti terus berlari mencari di luar diri. Pencarian demikian hanya akan mendatangkan keputusasaan. Berpaling ke dalam nurani, inilah pantai bahagia. p.99-100 Inilah kunci pembinaan sejati, perjuangan dalam nurani, dan pemutusan keterikatan pada prestasi wujud rupa. p.102 Contoh lain, Bunda Teresa yang berjuang di Kalkuta, India. Dalam segenap hidup beliau selalu mengamalkan ‘Biarlah hanya Tuhan yang maha memahami”. Pembina sejati seperti ini sulit sekali ditemukan pada akhir zaman ini. p.103 Sebagai seorang pembina ketuhanan yang ingin berjuang menuju nurani cemerlang hendaknya senantiasa hidup dalam refleksi nurani. p. 105 Dengan hati nurani merefleksi dan menilik setiap pikiran, ucapan, dan perbuatan diri dari waktu ke waktu. Untuk itu kita harus memiliki daya refleksi nurani yang jeli dan peka agar setiap kesalahan dapat disadari sedini mungkin. p. 105 Bagaimana caranya agar daya refleksi nurani semakin jeli? Sebagai seorang manusia awam, kita amat membutuhkan kekuatan dari LaoMu. Ini semua bisa kita peroleh dengan cara sering bersujud dan bertobat dengan hati nurani. p. 105 Dalam aktivitas sehari-hari, kita harus sering berdoa memohon LaoMu membimbing kita menuju jalan yang benar dan jauh dari kesalahan. p.106 Saat bersujud, kita juga memohon berkahNya agar kita semakin menginsafi nurani dan dapat mengenal diri dengan jelas. p.106 Begitu kita melanggar hukum kebenaran, maka hati nurani akan langsung mengingatkan dan mendera kita. Ini akan terus mengarahkan kita menuju pribadi dan perbuatan yang mulia, sesuai dengan hati nurani yang maha mulia, karena memang demikianlah jati diri kta yang paling asali. Berpaling dan kembalilah ke dalam diri sejati. p.110-111 Dengan keinsafan nurani seperti ini, kita akan hidup dalam kedamaian dan kebahagiaan nurani. Saat sukes tak perlu angkuh, saat gagal juga tak perlu minder. Di hadapan orang kaya, kita tak perlu minder. Di hadapan si miskin, kita pun tak perlu sombong. Kondisi luar sama sekali tak mempengaruhi nurani. Dengan ini semua manusia hidup dalam kesetaraan nurani yang paling hakiki. p.111-112 Tanpa keinsafan nurani, meskipun dunia menjadi milik kita, jiwa tetap terasa gersang. p.113 Yang dimaksud harga diri nurani di sini adalah senantiasa menghargai nurani sendiri dengan cara tidak melakukan perbuatan yang bertolak belakang dengan hati nurani. p.121 Bersyukur merupakan sumber kekuatan dalam menjalin jodoh kebajikan, jodoh kebuddhaan, jodoh ketuhanan, dan jodoh ilahi. p.130 Kesempurnaan hati nurani ditunjukkan dari kepribadian yang bisa mensyukuri segalanya. p.131 Manusia yang bisa bersyukur tak akan mengecewakan, menindas, memalukan, dan meremehkan orang lain. p.131 Kita jatuh dalam samsara karena tidak tahu bersyukur dan membalas budi. p.133 Sikap bisa bersyukur merupakan kepribadian manusia yang mulia. p.138 Dunia damai sentosa adalah dunia penuh syukur. p.138 Hati nurani yang paling sempurna menjadi pengendali, manusia yang tak baik terhadap kita pun berjasa. p.141 Semua orang yang tak baik terhadap kita sebenarnya sedang memaksa keluar semua penyakit nurani kita. p. 143 Tanpa perlakuan orang yang tidak baik terhadap kita, tak mungkin bisa memaksa keluar semua racun dari dasar hati. Inilah sebabnya kita harus berterima kasih kepada mereka. p.143

DKS

FKS

DKS DKS

HTO

HTO TPR TPR

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75. Proses membina Ketuhanan tidaklah sesederhana yang kita pikirkan. Dengan mendengarkan Dharma dan membaca beberapa buku tak akan melenyapkan sifat dan tabiat buruk kita. p.145 76. Orang yang merugikan dan menyakiti saya adalah orang yang berbudi kepadaku, dia membuat diriku sungguh-sungguh memperbaiki diri. p.146 77. Selama menghadapi ujian harus rajin bersujud dan bertobat untuk mendapatkan limpahan kekuatan dari LaoMu, Buddha Maitreya, Shecun-Shemu, dan para buddha-bodhisatva. p.147 78. Dengan hati penuh syukur juga mengahdapi jaya-hina, dipuji-dicela, mendapatkankehilangan, berkah-musibah, kelancaran maupun rintangan. Mampu menghadapi semua ini dengan penuh syukur maka bebas leluasalah jiwa kita. p.149 79. Tanpa hati penuh syukur, kita gampang membelenggu diri dengan kata-kata dan perlakuan orang lain terhadap kita. p.139 80. Dengan hati penuh syukur, baru bisa menetralisir semua rintangan, hambatan, iri, prasangka, dan ketidakpuasan. p.139 81. Cara terbaik untuk mengobati kanker nurani adalah ‘ujian’. Dalam siutao-pantao kita menghadapi ujian merupakan berkah besar bagi kita. Yang menjadi kunci masalah adalah bagaimana kita mengatasi ujian. Proses penyembuhan kanker nurani penuh dengan kesakitan. Mampu tabah menghadapi kesakitan, kanker nurani baru bisa disembuhkan. p.152 82. Orang yang merintangiku adalah penyelamat jiwaku. Dialah yang mengobati kanker nuraniku. Karena perlakuannya dengan keras menggali keluar semua niat mara yang terpendam dalam hatiku. p.155 83. Yang terpenting dalam siutao-pantao adalah giat dan ulet dalam kehidupan sehari-hari. p.161 84. Meminjam semua kefanaan untuk mewujudkan keagungan pribadi LaoMu dan memanifestasikan kenyataan nurani. Dengan ini meninggalkan karya suci yang abadi. Badan raga adalah fana namun raga ini mampu mewujudkan kenyataan dari bagian jiwa LaoMu, kenyataan nurani. p.168 85. Manfaatkan sebab jodoh fana untuk membawakan berkah dan menyelamatkan umat manusia. Inilah makna sejati dari cinta kasih. p.170 86. Terikat pada sebab jodoh fana berarti kurang arif, selamanya akan berada dalam roda samsara. Sebaliknya jika meninggalkan sebab jodoh fana berarti kurang hati kasih, gampang terikat dalam kekosongan. Hanya dengan kearifan dan hati kasih bersatu padu barulah sempurna. p.174 87. Kalaulah bisa menjadikan hati nurani sebagai pengendali atas badan ini maka semua yang dilakukan jadi kekal abadi. p.184 88. Manfaatkan sebab jodoh lancar maupun penuh rintangan yang datang silih berganti untuk mewujudkan kenyataan nurani yang kekal abadi. p.187 89. Demikianlah sebab jodoh datang silih berganti. Semua harus dimanfaatkan untuk membangun pribadi. p.189 90. Hati biasa itulah kebenaran. p.206 91. Walaupun kita telah menyelesaikan semua tugas suci di seluruh dunia, tapi diri tetap sangat biasa seperti makan, minum, buang air dan tidur. p.207 92. Oleh sebab itu, jika menuntut balasan dan pemahaman setelah melakukan kebajikan, ini berarti tak menginsafi hati nurani yang paling bajik. p.207 93. Kita melakukan kebajikan merupakan hal yang wajar dan sepantasnya. p.207 94. Saat kita makan dan tidur, tak perlu memberitahukan kepada orang lain. Hal ini sama dengan kita beramal dan menyelamatkan umat manusia juga tak perlu menuntut balasan dan pemahaman dari orang lain. p.208

TPR

TPR TPR

TPR

TPR TPR TPR

TPR

PPT

HTO

DKS

PPT PPT

HTO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95. Dengan bersujud, bertobat, dan menyelamatkan umat manusia berdasarkan nurani, kita dapat bersua dengan LaoMu. p.209 96. Walaupun badan raga dari Buddha Sakyamuni, Nabi Yesus, Nabi Khong Ce, Nabi Lao ce, dan nabi Muhammad telah tiada namun semua yang telah dilakukan dengan raga ini selalu dikenang oleh umat manusia. Demikianlah hanya dengan kasih yang tiada batas baru bisa memiliki hidup yang tiada batas, hidup yang kekal abadi. p.214 97. Di tengah proses pengabdian dan pengorbanan mendapatkan kebahagiaan nurani tertinggi, kepuasan nurani terbesar. p.214 98. Jika dalam siutao menuntut hasil akhir dari pengabdian dan pengorbanan yang telah dilakukan berarti kasih akan berakhir dan hidup pun menjadi terbatas. p.215 99. Mampu berbuat demikian, maka momen itu juga bersua dengan LaoMu. p.219 100. Dari segi duniawi kita berendah hati, justru semakin mulia dari segi ilahi. p.231 101. Manusia sekarang selalu ingin menang dan bersaing. Sekalipun kita berperilaku penuh kasih, orang lain belum tentu menyukai. Karena dengan kita bercinta kasih membuat mereka semakin terlihat tak bercinta kasih. Kita juga tak bisa menunjukkan diri sangat bijaksana karena hal ini akan membuat orang lain tampak kurang bijaksana. p.231 102. Teramat dalam kesesatan manusia sekarang sehingga kita bersikap bijaksana dan penuh kasih pun tidak disukai. Pada zaman sekarang, arif dan cinta kasih juga tak boleh ditampakkan, melainkan harus dibungkus dengan topeng lugu polos. Topeng bagi hati nurani adalah lugu polos. p.232 103. Penderitaan dan kebahagiaan adalah satu raga dua sisi, bagaikan telapak tangan dan punggung tangan. p.249 104. Mengapa kita tidak bahagia? Karena hati nurani tertekan dan tidak tenteram. p.252 105. Ingin menikmati kebahagiaan nurani yang sejati, ingin mendapatkan sukacita, kecemerlangan, dan ketenteraman nurani haruslah selalu memiliki keinsafan diri. p.272 106. Bahagia dalam nurani adalah kewajiban kita. p.272 107. Inti ajaran buddhisme Maitreya adalah Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci datang atas titah Tuhan dan Buddha Maitreya secara langsung mengungkapkan bahwa bagian jiwa Tuhan ada dalam diriku. p.279 108. Sebelum berpikir, berbicara, dan berbuat, pertimbangkanlah terlebih dahulu apakah ini sesuai dengan bagian jiwa LaoMu. p.280 109. Yang dimaksud membina ketuhanan pada dasarnya tak ada yang dibina, melainkan merupakan perjuangan membersihkan semua yang bukan merupakan bagian dari nurani yang ilahi. p.288 110. Dalam hati nurani penuh dengan sampah yang bukan merupakan bagian dari nurani. Semua ini membuat hati nurani yang hampa mukjizat tak bisa memancarkan fungsinya. p.300 111. Bagai cermin yang bersih dari semua debu sehingga bisa memancarkan semua bayangan benda dengan mukjizat. p.300 112. Semakin kosong hati kita maka semakin mukjizatlah dia. Kearifan semakin berpancar, hati kita semakin peka menangkap semua ilham. p.300 113. Segenap hidup berjuang membina ketuhanan bertujuan untuk memulihkan watak diri yang ilahi – hampa mukjizat. p.302

DKS PPT DKS

HTO

HTO

FKS SP DKS

FKS SP FKS SP FKS SP DKS

5. Tuntunan Buddha Maitreya No 1. 2.

Unit data Kode Hanya dengan menerima tuntunan Buddha Maitreya, barulah kita dapat merealisasikan makna dan nilai luhur iman yang benar. p.vii Iman yang benar adalah keyakinan yang benar, pandangan hidup yang benar, penertian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. 4. 5.

6. 7. 8. 9. 10.

11. 12. 13.

14. 15. 16. 17. 18.

19.

20. 21. 22. 23.

24.

kelangsungan hidup yang benar, pola hidup yang benar, konsep terhadap ‘nilai’ dan ‘keindahan’ yang benar. p.vii Dengan iman yang benar, barulah kita dapat merasakan kebahagiaan sejati, sukacita, memiliki kecemerlangan hidup, penuh harapan, dan penuh dengan kepercayaan diri. p.ix Kekuatan manusia sangatlah terbatas. Manusia sesungguhnya sangatlah kecil dan lemah. p.ix Terang berarti tiada masalah yang perlu dirahasiakan, tiada niat yang harus disembunyikan, dan tiada ucapan yang harus ditutup-tutupi. Terang berarti terbuka, jujur, dan lurus. Hati bagaikan terangnya surya – rembulan. p.2 Asalkan hati kita terang, hidup pun akan menjadi terang. p.2 Akar dari kegelapan jiwa yaitu dosa-karma kita pada kehidupan-kehidupan lampau dan sekarang, yang telah membelenggu kita dengan sangat kuat. p.3 Seorang yang hidup dalam terang, dalam segenap hidupnya tiada henti berkarya, berdedikasi, dan berkorban untuk masyarakat, negara, dan dunia. p.5 Menaklukkan orang lain, seorang diri berdiri di puncak kesuksesan, menjadi orang terdepan adalah konsep yang keliru akan masa depan yang gemilang! p.6 Masa depan yang gemilang dari aspek rohaniah berarti mencapai kesadaran nurani yang cemerlang, dan dari aspek jasmaniah berarti dapat memasuki Bumi Sukhavati, berpadu dengan Sumber Sejati, yaitu Tuhan Sang Pencipta p.9 Iman yang benar adalah sumber kekuatan. p.10 Memohon tuntunan Buddha Maitreya untuk menjauhi kegelapan menuju terang berarti melibatkan dan mengandalkan kuasa ilahi untuk menggapai kegemilangan. p.11 Segala macam tabiat buruk, dosa dan kesalahan, serta pikiran jahat berupa kebencian, ketidakpuasan, kedengkian, keangkuhan adalah karena kemelekatan dan kebodohan batin yang bersumber dari keakuan. p.18 Dengan kebijaksanaan kita melampaui masa lalu, untuk menapak di jalan kehidupan yang gemilang, dan mengukir sejarah hidup yang bermakna. p.19 Semakin maju iptek dan kehidupan materiil, kebijaksanaan manusia semakin pudar. Hal ini menjadi ancaman terbesar bagi umat manusia. p.20 Tiada yang mendahulukan kepentingan diri, demikianlah wujud nyata kebijaksanaan. p.22 Seorang yang bijak tidak mengutamakan kepentingan sendiri, tetapi selalu mengutamakan kepentingan umum. p.23 Memohon tuntunan Buddha Maitreya menuju kebijaksanaan, berarti harus memiliki kelapangan dada seperti Buddha Maitreya, dalam segala hal selalu mengutamakan kepentingan orang lain. p.23 Orang bijaksana selalu berjiwa simpatik atas prestasi, keberhasilan, dan kemuliaan orang lain. Ia bebas dari rasa benci, dengki, iri, egois, angkuh dan sombong. Orang bijaksana adalah yang paling bahagia dan bebas leluasa. p.27 Dewasa ini, seiring pesatnya perkembangan teknologi dan tingginya tuntutan materi, kemelekatan dan kebodohan batin pun semakin menjadi! p.29 Jika seseorang telah terperangkap dalam kemelekatan egonya, dirinya takkan sadar dan juga tidak percaya apabila dinasehati. p.29 Bukan hanya pada hal duniawi, terikat pada konsep filosofi dan kebenaran tertentu juga merupakan kemelekatan. p.29 Perjuangan puluhan tahun pun belum tentu dapat melenyapkan kemelekatan tersebut. Karena itulah kita membutuhkan tuntunan fan kekuatan Buddha Maitreya untuk mencapai kegemilangan dan kebijaksanaan. p.30 Kita tidak bisa merasakan sukacita dan kebahagiaan yang bertahan lama…karena kasih yang kita pancarkan masih terbatas. p.32

TML DKS HTO HTO TML

DKS

TML

HTO

SP SP SP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25. 26. 27. 28.

29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.

39. 40. 41. 42. 43.

44. 45.

46. 47. 48.

Hanya dengan memancarkan kasih, barulah kebahagiaan dan kegembiraan semakin bersemi dalam hidup kita. p.32 Manusia mengira dengan memiliki kekayaan, kedudukan dan kekuasaan maka kebahagiaan dan sukacita akan menjadi miliknya. p.32 Kasih adalah akar kebahagiaan. Kasih adalah sumber segala sukacita, senyum ceria. p.35 Mengimani Buddha Maitreya bukanlah mengimani wujud pratimanya semata, juga bukan mengimani sebutan ‘Buddha Maitreya’ ini. Yang harus kita imani adalah kebajikan dan pribadi agung Buddha Maitreya, yaitu semangat kasih-Nya. p.38 Selama ini kita tidak mampu memancarkan kasih karena jiwa ini ditutupi ikatan karma yang berat, serta tabiat, kebiasaan dan sifat buruk yang telah mendarah daging. p.40 Hanya tersedia satu jalan untuk mencapai kebahagiaan sejati, yaitu memancarkan cinta kasih. p.42 Selalu mendahulukan dan mempertimbangkan kepentingan orang lain, rela berkorban dan merugi diri, inilah sumber sukacita. p.44 Salah satu karakteristik pribadi agung Buddha Maitreya adalah sifatnya yang penuh sukacita. p.44 Kunci utama untuk bersukacita adalah terlebih dahulu menghantarkan sukacita bagi orang lain. p.44 Tragedi manusia modern: menjadi budak emosi dan kehilangan akal sehat. Mengapa? dosa-karma dan kesesatan sekarang. p.45 Hati nurani yang merupakan sumber sukacita ada di dalam diri kita. p.45 Jika kita tidak mendatangkan kebahagiaan bagi sesama, namun selalu mendambakan sukacita, ini adalah sebuah harapan yang kosong. p.46 Orang yang senantiasa bersukacita, bagaimanapun kondisi hidupnya, semua dihadapinya dengan penuh keberanian dan rasa syukur. p.47 Pada dasarnya sukacita telah kita miliki secara kodrati, karena sukacita adalah sifat luhur nurani. Dan sesungguhnya, hati nurani Buddha Maitreya dengan hati nuraniku adalah satu dan sama…Marilah kita menerima tuntunan Buddha Maitreya untuk memuliakan kesadaran nurani kita, sehingga sukacita kembali berpancar dari dalam diri kita. p.49 Kesucian buddha dan bodhisatva merupakan hasil dari aktualisasi kewajiban hati nurani. p.54 Jika seorang demi seorang mengaktualisasikan realitas nuraninya, setiap orang menjadi manifestasi pribadi Maitreya. p.55 Bisakah kita sungguh-sungguh berbahagia, apabila perbuatan kita sepanjang hari hanyalah menimbulkan penderitaan dan kegelisahan bagi orang lain. p.55 Jika perbuatan kita senantiasa sejalan dengan suara nurani, kita pasti senantiasa berbahagia. p.55 Karena kekuatan introspeksi kita lemah, kita tidak sadar bahwa ucapan dan perilaku kita selama ini telah mendatangkan kegelisahan dan kesedihan bagi orang lain…merasa biasa dan wajar-wajar saja. p.56 Hanya dia yang memiliki sikap hati introspektif, yang dapat merasakan kebahagiaan hidup yang sejati. p.57 Orang suci senantiasa melakukan introspeksi diri. Mata bukan untuk menilai orang lain, tetapi untuk menilai diri sendiri. Telinga untuk mendengar kata-kata sendiri. Mulut untuk menasehati diri sendiri. Hati untuk mengevaluasi diri sendiri. p.59 Dengan mengamalkan pribadi luhur sebagai seorang manusia dengan sempurna, tercapailah kesempurnaan kebuddhaan. p.60 Dengan kesadaran nurani, barulah kita dapat setulus hati berlutut di hadapan Buddha Maitreya untuk memohon pengampunan-Ny. p.63 Hati nurani yang damai, bebas dari penyesalan, bebas dari deraan, inilah kebahagiaan.

DKS

HTO

HTO SP

HTO TPR

PPT PPT HTO

FKS

FKS

FKS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49.

50. 51. 52. 53. 54. 55.

56. 57.

58.

59. 60.

61. 62.

63. 64.

65. 66.

p.63 Hal yang terpenting dalam hidup bermasyarakat adalah senantiasa mendatangkan berkah bagi sesama. Hanya dengan menjadi pembawa berkah bagi sesama, barulah hidup kita penuh berkah. p.66 Jika seumur hidup ini pikiran, ucapan dan perbuatan kita selalu mendatangkan berkah bagi sesama, niscaya berkah akan memenuhi hidup kita. p.67 Selalu waspada dalam setiap tutur-kata dan perilaku kita, agar jangan sampai menyebabkan penderitaan dan kemalangan bagi sesama. p.69 Perjuangan menampilkan wajah kasih dimulai dari dasar nurani. p.76 Wajah kasih bersumber dari hati nurani yang sadar cemerlang. Asalkan nurani kita berpancar cemerlang, dengan sendirinya kasih berpancar dari wajah kita. p.77 Dengan berwajah kasih, seseorang dapat mengubah nasibnya, nasib orang lain, keluarga, masyarakat maupun negaranya dan dunia. p.80 Bagaimana kita menjalin kembali hubungan antarmanusia yang telah renggang tersebut? Bagaimana cara untuk menghancurkan tembok pemisah, menghilangkan segala perbedaan yang ada? Jawabannya hanya satu, yaitu dengan memancarkan wajah kasih. p.81 Sarana yang paling ampuh untuk membantu Buddha Maitreya mewujudkan Bumi Sukhavati adalah wajah kasih. p.82 Jika hati kita penuh dengan kebencian maka nafas yang kita hembuskan pun mengandung hawa kebencian…Perubahan cuaca yang tidak normal akhir-akhir ini bukanlah merupakan kehendak Tuhan. Semua ini adalah akumulasi hawa kejahatan yang terpancar dari diri seluruh umat manusia di dunia. p.88 Oleh karena itu, jika ingin memulihkan dunia ini, membuat cuaca menjadi normal kembali sehingga tiada lagi bencana, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah merombak hati kita sendiri. Demikianlah kita membina Ketuhanan berarti membina hati. p.88 Bagaimana caranya? Pertama-tama kita harus memperhatikan setiap niat, tutur-kata dan perilaku kita. p.92 Mengapa kini dunia sarat akan bencana? Karena Bumi telah kehilangan hawa kebenaran. Oleh karena itu, kita harus membangun kembali hawa kebenaran. Kita harus memiliki hati yang gembira, bersukacita dan bebas leluasa. Kemudian pancarkanlah hingga hawa sukacita, kebahagiaan dan kehangatan, dan kedamaian tersebar dan memenuhi atmosfer Bumi. p.93 Penuhi hati dengan niat bajik, niat kebenaran, niat Ketuhanan. Dengan demikian musibah dan bencana akan sirna. Cuaca pun akan menjadi normal kembali. p.94 Jika kita telah meraih kesadaran, maka kita harus membantu sesama untuk sadar. Jika hanya kita sendiri yang sadar, sedangkan orang lain masih terlena dalam kesesatan, berarti kesadaran yang demikian tidaklah sempurna. p.96 Jasmani mendorong kita bersifat egois. ... Oleh karena itu Nabi Lao tze bersabda, Saya membenci jasmani ini, karena jasmanilah sumber dari segala malapetaka! p.98 Kala nurani yang mahasempurna semakin menjadi pengendali tubuh ini, maka semua perbuatan yang dilakukan pun akan semakin sempurna. Maka jasmani bukan lagi menjadi penghambat, namun justru semakin menjadi sarana menuju kecemerlangan nurani. p.98 Buddha Maitreya hanyalah mengaktualisasikan realitas nurani yang mahasempurna saja! p.99 Setulus hati bersujud memohon tuntunan Buddha Maitreya untuk menjauhi sifat munafik dan inkonsistensi (selalu berubah) menuju kesejatian, menjauhi dosa menuju kebajikan, menjauhi sifat buruk menuju sifat yang indah. p. 102

HTO

HTO HTO

HTO

PPT

DKS

PPT

PPT HTO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67. 68.

69.

70.

71.

72.

73. 74. 75.

76.

77. 78.

79. 80.

81.

82.

83.

Kesejatian hati berarti keteguhan hati yang tak berubah. Lawan dari keteguhan hati adalah hati yang labil, selalu berubah-ubah. p.102 Mengapa hidup kita sarat akan penderitaan dan kegelisahan? Mengapa hidup ini dipenuhi dosa dan kegelapan? Jawabannya karena kita munafik. Hati kita tidak tulus, sering berprasangka, dan selalu berubah-ubah, tidak berpendirian. p.102 Jalan pembinaan adalah sebuah jalan yang bertujuan mendatangkan berkah bagi seluruh umat manusia, mendatangkan berkah bagi seluruh umat manusia, mendatangkan harapan dan kegemilangan bagi dunia, mendatangkan kebahagiaan dan sukacita abadi bagi umat manusia. p.106 Keabadian, hidup abadi, bebas dari ikatan lahir-mati adalah buah dari perjuangan memanifestasikan kesadaran nurani. Berdedikasi besar bagi umat manusia, hidup pun menjadi abadi. p. 110 Pedoman dan prinsip yang harus dipegang teguh selamanya adalah, ”kesuksesan pembinaan dan pengamalan ketuhanan 70% bergantung pada kekuatan Ilahi, dan 30% mengandalkan kekuatan sendiri”. p. 117 Memiliki iman yang benar pada Buddha Maitreya berarti meneladani pribadi luhur Buddha Maitreya, bukanlah melekat pada sosok pratima Buddha Maitreya atau kata ’Buddha Maitreya” ini. p. 120 Iman yang benar berarti meneladani pribadi luhur Buddha Maitreya, yaitu berjiwa kasih, berprilaku kasih, dan berwajah kasih. p. 120 Hati Buddha Maitreya adalah hati yang memandang dunia – seluruh bangsa dan negara – sebagai satu keluarga. p. 122 Buddha Maitreya tidak membedakan apa latar belakang religi kita, termasuk kepada yang tidak berkeyakinan sekalipun. Beliau tidak membedakan antara siapa yang mengenal maupun tidak mengenal-Nya. Beliau tak membedakan apakah kita menghormati dan bersembah sujud pada-Nya atau tidak. Asalkan kita berniat menjauhi kegelapan menuju kegemilangan, menjauhi kejahatan menuju kebajikan, menjauhi tekanan jiwa dan kesedihan menuju sukacita, maka Buddha Maitreya akan mengandeng tangan kita dan senantiasa menuntun kita mencapai tujuan. p. 122 Orang yang paling bahagia, paling bijaksana, paling diberkati adalah orang yang mempunyai jiwa kasih. Semakin penuh akan kasih, diri kita akan semakin memiliki berkah dan kebahagiaan. Hidup pun semakin sempurna. p. 123 Melaksanakan tugas-tugas yang mendatangkan berkah dan kebaikan bagi sesama inilah wujud nyata jiwa kasih. p.124 Didalam diri Buddha, Bodhisatva, dan orang suci sesungguhnya tidak ada sesuatu yang luar biasa. Buddha, Bodhisatva dan orang suci hanyalah senantiasa berteguh dalam di dalam jiwa kasih, dan merealisasikannya dalam keseharian. Inilah yang disebut perilaku kasih. p.125 Mengapa di belakang kata ’senyuman’ harus ditambahi kata ’kasih’? Karena senyuman tanpa kasih tidaklah mulia. p.126 Didalam Maha Tao Maitreya yang menjunjung tinggi kuasa Firman Tuhan, membina diri tidak boleh terikat pada individu tertentu. Yang harus selalu kita ikuti adalah Tuhan, Buddha Maitreya, dan Dwiguru Agung Nurani. p.131 Kita harus memahami bagaimana proses terjadinya pertemuan antara Buddha Maitreya dengan siswa – siswa-Nya, yaitu pertemuan melalui kasih dalam hati (penekanan sesuai aslinya). p. 134 Yang dimaksud tuntunan Buddha Maitreya menuju terang adalah, melalui perjuangan kita dalam meneladani semangat Buddha Maitreya, disertai kekuatan Ilahi Buddha Maitreya, pada akhirnya kita pun dapat memulihkan terang nurani. p. 139 Dalam mengapai terang nurani, walaupun peran kekuatan manusia hanyalah tiga puluh

HTO

FKS PPT

DKS

DKS HTO

PPT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84. 85. 86. 87. 88. 89. 90.

91. 92.

93.

94. 95.

96. 97.

98.

99.

persen, namun juga sangatlah penting dan menentukan! p. 139 Melalui Buddha Maitreya-lah kita jadi mengerti bagaimana sesungguhnya manifestasi terang nurani yang tak terbatas. p. 140 Kita harus berjuang mengenapi 30% penentu kesuksesan, yaitu iman sejati dan perjuangan kita sebagai manusia. p. 140 Kebahagiaan sesungguhnya adalah kodrat nurani. Kebahagiaan sejati tidak terdapat di luar diri, karena itu tidak perlu dicari dan dikejar. p.142 Nurani kita sama dengan nurani Buddha Maitreya, sama-sama meiliki kebahagiaan universal. Masalahnya adalah, maukah kita berjuang untuk memancarkannya? p.144 Oleh karena itu, ketika kita melihat Buddha Maitreya sebenarnya yang kita lihat bukanlah orang lain, melainkan aku sejati, sang hati nurani! p.147 Marilah kita sadari, bahwa didalam diri kita juga terdapat Maitreya. Maitreya adalah hati nurani, hati nurani adalah Maitreya. p.147 Mengapa Buddha Maitreya senantiasa memancarkan senyum kasih? Karena senyum kasih adalah manifestasi hati nurani. Buddha Maitreya hanya melaksanakan kewajiban nurani-Nya saja. p. 147 Jadi, melihat senyuman kasih Buddha Maitreya sesungguhnya adalah melihat sosok diri kita yang asali. p.148 Beriman kepada Buddha Maitreya bukanlah mengimani pratima-Nya, melainkan beriman teguh kepada hati nurani, beriman teguh kepada percikan roh Tuhan, beriman teguh kepada sang aku sejati! p.150 Marilah bersama kita memohon Buddha Maitreya untuk menuntun kita berpaling ke dalam diri, berintrospeksi – menilik diri, kembali kepada aku sejati, kembali kepada hati nurani, menyadari bahwa sang aku sesungguhnya adalah mahasejati, mahabajik, dan mahaindah (cetak tebal dari penulis). p.150 Masa depan umat manusia akan penuh dengan keindahan, kegemilangan, keceriaan, berkah, dan kebahagiaan. p.152 Para ilmuwan terus berpikir, bagaimana menemukan sebuah tempat yang sesuai bagi kehidupan manusia selain di planet bumi ini, seperti di bulan, di Mars ataupun planet lainnya. Sungguh memprihatinkan, seakan bumi ini sudah tidak layak huni lagi. Demikianlah, para ilmuwan umumnya hanya terfokus pada pencarian solusi ke luar diri – pada pengembangan iptek dan kebendaan. Seharusnya kita mencari jawaban ke dalam diri dan memikirkan cara untuk melestarikan bumi ini agar tetap layak huni. p.153 Selama enam puluh ribu tahun kita terlena, menghabiskan waktu dalam ketidaktahuan dan kesesatan. Kini tibalah saatnya kita bangkit dan sadar. p. 158 Keluhuran nurani yang sadar cemerlang melebihi keluhuran Nirwana, alam Buddha, Tanah Suci, Kerajaan Tuhan, dan alam Surga. Memiliki sebuah nurani yang sadar cemerlang melebihi keluhuran kedudukan Buddha, Nabi dan Bodhisatva. p. 164

SP DKS

SP SP

SP DKS

DKS FKS

TML PPT

FKS TML DKS

Terang Nurani adalah yang termulia…. . Keluhuran terang nurani jauh melebihi DKS keluhuran segala pengorbanan dan dedikasi. Mengapa? Karena terang nurani adalah FKS sumber dan dasar dari segalanya! Tanpa kesadaran nurani, berarti semua aktivitas dan pengorbanan kita adalah sia-sia, karena tanpa didasari kesadaran nurani, maka segala hal yang kita lakukan masih berada dalam kefanaan! p.164-165

Yang Suci Hao Che Ta Ti bersabda, “Jika di dalam hati masih ada keterikatan, berarti kita adalah pendosa”. p. 166 100. Tanpa didasari kesadaran nurani, berarti persujudan, pertobatan, dan penyelamatan umat FKS manusia yang kita lakukan didasari dengan hati duniawi yang fana, yang bertolak belakang dengan kebenaran nurani. p.168

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101. Bila di dalam hati masih ada konsep akulah yang menyelamatkan , berarti masih ada ikatan hati. p.168 102. Pelaksanaan segala urusan haruslah dilandasi kesadaran nurani. Lepas dari kesadaran DKS nurani, sia – sialah semua jerih payah! p.170 FKS 6. Mengasihi semesta memancarkan keindahan kodrati manusia No. Unit data 1. Dengan memancarkan keindahan kodrati dari dalam dirinya, barulah seorang manusia menampilkan harkat yang sesungguhnya, memancarkan kemuliaan sebuah kehidupan. p.10 2. Bahaya terbesar dewasa ini adalah manusia tidak lagi menghormati harkat setiap individu, malah menginjak-injak kemuliaan kehidupan. p.10 3. Manusia dan alam semesta pada hakekatnya seraga, satu keluarga, erat tak terpisahkan! p.11 4. Kekayaan dan kebijaksanaan sejati adalah secara tegas meyakini harkat sebagai seorang manusia, juga meyakini kemuliaan kehidupan. p.15 5. Yang paling penting adalah bagaimanan kita memancarkan keindahan kodrati sebagai seorang manusia, memancarkan kemuliaan kehidupan. Bagaimanakah caranya? Datangkanlah berkah dan kebahagiaan untuk orang disekitarmu, berdedikasilah untuk masyarakat, bangsa, negara, bahkan untuk dunia. p.18 6. Seiring berpancarnya keindahan kodrati dari dalam diri, maka kita akan mendatangkan kebahagiaan, sukacita, optimisme, harapan, serta kecemerlangan bagi diri sendiri dan orang lain. p.19 7. Manusia umumnya bersikukuh pada ‘pandanganku’, ‘pemikiranku’, dan ‘ideku’, sulit untuk mengalah dan menerima pendapat orang lain walaupun sebenarnya baik. Manusia cenderung bersikap subyektif dan individualis. Relasi manusia menjadi rumit, sesama manusia sulit hidup bersama. Kalau saja kita menginsafi harkat sejati setiap manusia, mengakui kemuliaan kehidupan sesama, maka kita menjadi fleksibel bagai air, tidak terikat pada pandangan sendiri, tidak lagi menganggap diri sendiri yang paling benar. p.33 8. Pada hakekatnya sekuntum bunga, sehelai rumput, dan sebatang pohon juga merupakan anggota keluarga kita! p.39 9. Melalui apakah kita mengenali dan melihat Sang Pencipta? Yaitu melalui keberadaan langit, bumi, laksa makhluk dan benda! Sebenarnya cahaya surya, sinar rembulan, angin, awan, hujan, embun, udara, semuanya adalah wujud nyata kasih Sang Bunda kepada anak-anak-Nya di muka bumi. p.43 10. Apakah kebodohan terbesar manusia? Kebodohan terbesar umat manusia yaitu lupa bahwa dirinya merupakan bagian dari semesta. Manusia menjauhkan diri dari alam semesta. Inilah yang menyebabkan kita terjatuh ke dalam lembah penderitaan. p.46 11. Inilah yang sering disabdakan oleh Orang-orang suci yang hidup selaras dengan langit dan bumi, yaitu ikut ambil bagian dalam maenyadarkan umat manusia. p.47 12. Karena memisahkan diri dari alam semesta yang bahagia, sejahtera, dan indah ini, barulah manusia bisa merasa sepi, hampa dan kosong! p.49 13. Mengasihi manusia, mengasihi alam semesta, menghormati harkat setiap orang, menghormati kemuliaan setiap kehidupan adalah pondasi dari semangat mengasihi alam. p.56 14. Sungguh alam semesta adalah rumah kita yang sebenarnya. p.63 15. Alam selalu tepat waktu dan paling dapat dipercaya, sepanjang masa tak pernah berubah. Manusia sungguh harus belajar dari alam, meneladani pribadi langit dan bumi, matahari

Kode

PPT

PPT

SP

PPT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16. 17. 18.

19. 20.

21.

dan rembulan. p.66 Alam semesta adalah ladang mutiara kebijaksanaan yang tak ada habisnya. p.67 Hanya jiwa yang hening yang mampu menambang ilham yang tak berkesudahan. p.72 Jika kita semua memancarkan getaran kesucian, kebajikan, prikebenaran, sukacita, PPT kedamaian, keharmonisan, kehangatan, dan getaran tersebut memenuhi alam semesta, maka cuaca di seluruh pelosok bumi dengan sendirinya kembali normal, bencana alam dan segala musibah pun sirna. p.74 Seharusnya manusialah pengendali teknologi, bukan teknologi yang mengendalikan manusia. p.83 Kapan Buddha Maitreya datang ke dunia, ini bukanlah hal terpenting. Yang paling SP penting adalah meneladani semangat Buddha Maitreya hingga mengakar dalam hidup kita, hingga mempengaruhi pola pikir, prilaku, dan ucapan kita, hingga mempengaruhi seluruh manusia di dunia. p.88 Pada dasarnya Buddha maitreya tidak ingin kita terikat pada kata ‘Maitreya’. Buddha DKS Maitreya hanya ingin kita merealisasikan makna ‘Maitreya’ dalam hidup kita, yaitu hidup yang sejalan dengan kasih, sejalan dengan hati nurani, sejalan dengan alam semesta. (cetak tebal sesuai aslinya) p.95

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

RINGKASAN HASIL ANALISIS PENGKODEAN ASPEK-ASPEK KEPRIBADIAN SEHAT PADA DATA Aspek-aspek pada kepribadian sehat 1. Dorongan pada kepribadian sehat

Hal-hal yang ingin diungkap

Kode

a. Dorongan yang membuat seseorang menjadi kepribadian yang sehat b. Harapan atau cita-cita yang dimiliki orang yang berkepribadian sehat

DKS

a. Keyakinan untuk dapat secara sadar mengontrol kehidupan b. Keyakinan bahwa ada kekuatan ketidaksadaran yang juga mengontrol dan mempengaruhi kehidupan 3. Tekanan pada a. Pandangan orang yang berkepribadian sehat masa lampau, masa sekarang, terhadap masa lampau, serta masa yang masa sekarang, dan masa depannya akan datang b. Pengaruh pandangan tersebut bagi kepribadian sehat 4. Tekanan pada a. Sikap orang yang berkepribadian sehat peningkatan dalam menghadapi atau reduksi tantangan-tantangan tegangan dalam kehidupannya b. Pengaruh peningkatan maupun reduksi tegangan dalam kehidupan seseorang bagi kepribadian sehat 5. Sifat persepsi a. Jalan penemuan ‘kebenaran’ bagi orang yang berkepribadian sehat yang selanjutnya dipakai untuk mengambil keputusan dalam menghadapi realitas kehidupan sehari-hari

FKS

2. Fokus pada kesadaran atau ketidaksadaran

Unit data yang relevan*

(1b: 3, 4, 9), (1c: 2), (1e: 10), (1f: 1, 6), (1g: 3, 14), (1h: 10, 14, 18), (1i: 4, 9), (1j: 7, 11), (2: 1, 2, 5, 20, 24), (3: 9, 34, 56), (4: 3, 7, 14, 19, 35, 51, 53, 55, 61, 62, 87, 97, 98, 109, 113), (5: 8, 11, 28, 58, 72, 73, 85, 92, 93, 97, 98, 102), (6: 21) (1a: 14), (1b: 3, 8), (1c: 3), (1d: 5), (1e: 1, 5, 6, 13), (1g: 11, 12), (1i: 10), (1j: 8), (3: 1, 16, 20, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31), (4: 21, 22, 28, 34, 35, 41, 47, 59, 108, 110, 111, 112), (5: 43, 44, 47, 70, 93, 96, 98, 100, 102)

TML

(1e: 5), (1c: 10, 11, 16), (1j: 7, 10, 11), (2: 14, 20), (3: 55), (5: 7, 9, 14, 94, 96)

TPR

(1c: 12), (1d: 6, 7), (1g: 7, 12), (3: 37, 38), (4: 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82), (5: 37)

SP

(1c: 7, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18), (1d: 4), (1e: 14, 15), (1f: 7), (1h: 1, 5, 7, 8, 9), (1i: 1), (1j: 1, 3), (2: 11, 19, 21, 24), (3: 40, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 54), (4: 50, 108, 110, 111, 112) (5: 21, 22, 23, 24, 84, 88, 89, 91), (6: 7, 20)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Peranan pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan bagi kepribadian sehat

a. Peranan pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan bagi kepribadian sehat b. Pengaruh pekerjaan, tugas-tugas dan tujuan bagi kepribadian sehat

PPT

(1e: 8), (1g: 5, 8, 9, 13), (1j: 9), (2: 14), (4: 26, 30, 83, 91, 92, 97), (5: 39, 40, 56, 60, 61, 70, 77, 95), (6: 5, 6, 11, 18)

7. Hubungan serta tanggung jawab terhadap orang lain

a. Sikap orang yang berkepribadian sehat dalam berhubungan dengan orang lain b. Tanggung jawab terhadap orang lain c. Pengaruh hubungan dengan orang lain bagi kepribadian sehat

HTO

(1a: 1, 2, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13), (1c: 12), (1e: 2, 5, 10, 11, 12), (1i: 11), (2: 6, 16), (4: 4, 42, 44, 45, 54, 68, 72, 85, 94, 101, 102), (5: 8, 9, 19, 31, 33, 36, 41, 49, 50, 51, 55, 62, 69, 74)

* Keterangan cara melihat unit data : Contoh : (1b: 3, 4, 9) 1b:à

Menunjukkan buku sumber no. 1b, yaitu Hati Nurani Yang Paling Berlimpah

3, 4, 9à Angka selanjutnya, didepan titik dua menunjukkan urutan unit data dalam tabel pada buku sumber 1b, yaitu unit data ke-3, ke-4, dan ke-9.

Masing-masing buku sumber akan dipisahkan oleh tanda kurung. Dengan demikian maka angka 2: menunjukkan buku sumber no. 2 yaitu Maha Tao Maitreya, angka 3: menunjukkan buku sumber no. 3, yaitu Pribadi maha kasih lugu polos, amalkan enam perbuatan mulia sang pengasih, dan seterusnya. Dengan aturan penomoran unit data seperti ini maka pembaca bisa sewaktu-waktu dengan mudah melihat pada unit data yang dimaksud dan juga memudahkan dalam penulis dalam penyajian data.