Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
MODEL PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA PADA PEMBELAJARAN ANAK DIDIK KELOMPOK BERMAIN (MODEL-BASED DEVELOPMENT OF TOOLS EDUCATIONAL GAMES SOCIO CULTURAL LEARNING TO CHILDREN PLAY GROUP) Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim FKIP dan Program Pascasarjana Universitas Haluoleo Kendari Jalan: H. Eddy Agussalim Mokodompit Kendari email:
[email protected] Diterima tanggal:11/08/2012, Dikembalikan untuk revisi tanggal: 11/11/2012, Disetujui tanggal: 31/05/2013 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengembangkan alat permainan edukatif yang mudah dibuat, tersedia bahan bakunya dan biaya yang relatif murah, dapat meningkatkan kecerdasan naturalis anak didik, 2) memberikan nilai ekonomi bagi kelompok bermain. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan penelitian dan pengembangan. Subjek penelitian terdiri atas 2 kelompok bermain di kota Kendari dan 2 kelompok bermain di Kabupaten Kolaka. Setiap daerah dipilih satu kelompok bermain masing-masing perkotaan dan pedesaan. Selanjutnya, setiap kelompok bermain mengembangkan minimal empat alat permainan bekerja sama dengan orang tua, dan masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan diskusi terfokus, sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) keempat kelompok bermain telah mengembangkan sebanyak 12 jenis permainan edukatif. Permainan ini dapat mengenalkan anak pada lingkungan alam sekitarnya serta dapat dengan mudah mengembangkan kecerdasan naturalis anak; dan 2) alat permainan yang dikembangkan mudah diperoleh bahan bakunya, murah, dan mendapatkan respon yang jauh lebih baik dari anak-anak didik kelompok bermain, serta memiliki nilai ekonomi untuk kelompok bermain. Kata kunci: pembelajaran, permainan edukatif, berbasis sosial budaya, kecerdasan naturalis, dan kelompok bermain. Abstract: This research aims are: 1) to develop tools of educational games that easily made available and relatively low cost, to increase the natural intelligence of children, 2) to provide economic value for play group. This study was designed by using research and development. The subject of the research consisted of 2 play groups in Kendari city and 2 districts play groups in Kolaka. Every region selected one play group each characterized by urban and rural. Furthermore, each play group develop at least four tools of educational games in collaboration with parents, and community. Data collection consisted of observations, interviews, and focus group discussion, while data analysis was qualitative. The results showed: first, all the four play groups have developed as many as 12 types of educational games. This game can introduce children to the surrounding natural environment through the tools used in the game to easily develop naturalist intelligence of children. Second, game tools can be developed easily and cheaply, get a much better response from children out of play group, and therefore it has economic value for the play group. Keywords: learning, educational games, based socio-cultural, naturalist intelligence and play group.
236
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
Pendahuluan
dan 6) seni. Selain itu, juga perlunya pengem-
Pengembangan kecerdasan natural anak Ke-
bangan manajemen pembelajaran yang men-
lompok Bermain (KB) sangat penting, karena akan
cakup pengembangan metodologi pembelajaran,
menentukan perkembangan anak selanjutnya.
pengemb anga n sa rana dan bahan b elaj ar,
Masa ini merupakan masa yang tepat untuk
termasuk bacaan anak, pengembangan per-
meletakkan dasar-dasar pengembangan kemam-
mainan dan alat permainan, termasuk penggalian
puan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri,
permainan tradisional, serta pengembangan
seni, moral dan nilai agama, sehingga upaya
evaluasi tumbuh kembang anak dini usia. Meskipun
pengembangan seluruh potensi anak usia dini
anak dilahirkan dengan suatu bekal kemampuan,
harus dimulai agar pertumbuhan dan perkem-
te tapi
bangan anak tercapai secara optimal (Direktorat
lingkungannya agar ia tumbuh menjadi manusia
Pendidikan Anak Usia Dini, 2002; Anwar dan
dewasa yang berkualitas (Anwar dan Ahmad,
Ahmad, 2004).
2004).
per lu
d iduk ung
ole h
ke luar ga d an
Sesuai dengan hak anak sebagaimana diatur
Hasil penelitian Anwar dkk (2009) di kota
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003
Kend ari da n Kabupaten Kolaka menem ukan
tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak
bahwa terdapat 45 permainan sebagai APE-
berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan
BESBUD (Alat Permainan Edukatif-Berbasis Sosial
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat
Budaya) pada 5 kelompok permainan tradisional,
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
masing-masing, yaitu: 1) permainan ketangkasan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
menangkap binatang liar sebanyak 8 jenis, 2)
Salah satu implementasi dari hak warga negara,
permainan ketangkasan fisik sebanyak 5 jenis, 3)
setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
permainan keseimbangan badan sebanyak 9
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi
jenis, 4) permainan otot sebanyak 13 jenis, dan
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
5)
dan bak atny a (K ementeri an Pembe rday aan
ketangkasan sebanyak 10 jenis. Sebanyak 45
Perempuan, 2003).
jenis permainan dari 5 kelompok tersebut, tidak
KB merupakan salah satu bentuk layanan pe ndid ikan bag i anak usia 3-5 tahun ya ng
per mainan
y ang
meng anda lkan
ota k/
semua relevan untuk dikembangkan bagi anak usia KB.
berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-
APE (Alat Permainan Edukatif) yang mengakar
dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan,
pada sosial budaya masyarakat sekitar telah
dan keterampilan yang diperlukan bagi anak dini
dip erke nalk an
usi a dal am me nyesuaikan diri deng an li ng-
memperoleh sambutan yang baik dari mereka.
kungannya d an untuk
Untuk itu, perlu dikembangkan baik jumlah
per tumb uhan ser ta
perkembangan selanjutnya. Tuj uan pend idik an K B me ngem bang kan berbagai potensi anak sejak dini sebagai per-
k epad a
pe sert a
di dik
dan
maupun bentuk aplikasi dalam pembelajaran inovatif, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan naturalis anak.
siapan untuk hidup dan dasar menyesuaikan diri
Jika unsur budaya itu dapat dikembangkan,
dengan lingkungannya, termasuk siap memasuki
mak a ad a be bera pa k eunt unga n ya ng b isa
pendidikan dasar (Direktorat Pendidikan Anak Usia
diperoleh, seperti: 1) nilai edukatif (pengetahuan
Dini, 2002). Untuk mencapai tujuan pembelajaran
dan keterampilan); 2) nilai etika (sikap positif);
di KB p ende kata n ha rus dida sark an p ada
dan 3) nilai ekonomi yaitu dengan modal yang kecil
kebutuhan anak, menggunakan berbagai media
dapat memperoleh bahan belajar yang potensial,
dan sumber belajar, yaitu belajar dari sumber yang
sedangkan di pihak lain dapat dikembangkan
sengaja disiapkan maupun yang berasal dari
untuk dijual di pasaran. Bagi anak didik dapat
lingkungan alam sekitar (Direktorat Pendidikan
mengembangkan kecerdasan naturalis mereka
Anak Usia Dini, 2002). Melalui strategi pem-
sesuai potensi dan bakat anak, tanpa harus
belajaran itu, perlu dikembangkan beberapa
dihambat akibat keterbatasan alat permainan di
aspek, yaitu: 1) moral dan nilai-nilai agama; 2)
lembaga pendidikannya. Dalam jangka panjang
fisik; 3) bahasa; 4) kognitif; 5) sosial emosional;
akan mengembangkan kecakapan hidup (life skills)
237
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
khususnya vocational skills (Anwar, 2004). Melalui
7) kecerdasan interpersonal; 8) kecerdasan intra
kreasi dari APE tersebut akan menjadi bekal kelak
personal; dan 9) kecerdasan spiritual (Direktorat
set elah
Pendidikan Anak Usia Dini, 2002).
dew asa
untuk
me lakukan
krea si,
sehingga sejak awal anak sudah dididik mencintai
Pertumbuhan otak anak perlu mendapatkan
dan mengembangkan lingkungannya. Pengem-
stimulasi psikososial seperti: disentuh atau diajak
bangan APE ini menjadikan anak dekat dengan
bermain. Oleh karena itu, berbagai permainan
lingkungannya yang memudahkan untuk me-
se bena rnya bisa di rancang seca ra senga ja
melihara dan melakukan kreasi tanpa harus
(intentionality) agar anak meningkatkan beberapa
merusak lingkungannya.
kemampuan tertentu berdasarkan pengalaman
Fokus permasalahan pengembangan alat
belajar tersebut. Bagi anak, bermain merupakan
permainan edukatif (APE), yaitu: 1) bagaimanakah
suatu kegiatan yang alamiah, namun meng-
jenis-jenis APE yang dapat dikembangkan dari
asyikkan. Bermain adalah aktivitas yang dipilih
latar budaya sekitar KB? 2) bagaimana strategi
sendiri oleh anak, karena menyenangkan, bukan
yang dilakukan oleh KB dalam mengembangkan
karena untuk memperoleh hadiah atau pujian.
APE?
Bermain sebagai salah satu alat utama yang
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengem-
menjadi latihan untuk pertumbuhannya, dan
bangkan APE dari latar budaya sekitar KB, dan 2)
medium, di mana si anak mencobakan diri, bukan
mengapl ikasi suatu stra tegi bag i KB dal am
saja dalam fantasinya, tetapi juga benar nyata
mengembangkan APE dengan prinsip mudah
secara aktif. Bila anak bermain secara bebas sesuai
dip erol eh, murah, da n da pat m eningkat kan
kemauan maupun kecepatannya sendiri, maka ia
kecerdasan anak, m ening katka n kre ativi tas
melatih kemampuannya (Semiawan, 2002).
pendidik,
dan dapat memberi nilai ekonomi bagi
KB.
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak
Kajian Literatur
dapat diperbuatnya, sampai mampu melaku-
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya
kannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri
sek edar mem beri kan berb agai pengala man
yang penting dalam kemajuan perkembangan
belajar seperti pendidikan pada orang dewasa,
kehidupan sehari-hari seorang anak. Bermain
tet api juga ber fung si m engoptim alka n pe r-
memiliki berbagai arti, namun pada permulaan,
kembangan kapabilitas kecerdasannya. Pen-
setiap pengalaman bermain memiliki unsur risiko.
di dika n he ndak nya
lua s,
Belajar sambil bermain menurut Semiawan (2002)
mencakup seluruh proses stimulasi psikososial
dap at m emahami arti ber main bag i anak,
yang tidak terbatas pada proses pembelajaran
sehingga bermain merupakan suatu kebutuhan
yang dilakukan secara klasikal. Artinya, pendidikan
bagi anak. Melalui rancangan pelajaran tertentu
dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja,
untuk dilakukan sambil bermain, anak belajar
baik yang dilakukan sendiri di lingkungan keluarga
sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya.
maupun oleh lembaga pendidikan di luar ling-
Bahkan
kungan keluarga. Pembelajaran harus dilakukan
terpenuhi, maka ada satu tahap perkembangan
secara menyenangkan, yaitu melalui bermain.
yang kurang baik dan tidak akan terlihat secara
Kesenangan yang diperoleh melalui bermain
nyata segera, melainkan kelak bila ia sudah
memungkinkan anak akan belajar tanpa tekanan,
remaja.
diar tika n
se cara
sehingga semua aspek termasuk kecerdasannya berkembang secara optimal (Gutama, 2002).
kala u
ke butuhan
tersebut
tid ak
Be laja r sa mbil ber main sangat meny enangkan bagi anak peserta didik KB. Permainan
Kegiatan PAUD, khususnya KB hendaknya
yang lebih efektif bersumber dari lingkungan sosial
memperhatikan sembilan kemampuan belajar
budaya peserta didik. Permainan tersebut telah
ana k, y aitu: 1) kecerda san ling uist ik; 2)
memiliki dasar keterampilan untuk mengem-
kecerdasan logika-matematika; 3) kecerdasan
bangkannya,
visual- spasial; 4) kece rdasan m usik al; 5)
masyarakat dalam upaya mengembangkan alat
kecerdasan kinestetika; 6) kecerdasan naturalis;
permainan tradisional menjadi bahan belajar yang
238
sek alig us
d apat
mel ibat kan
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
potensial dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual.
Ber dasa rkan usulan inov atif Konfere nsi Pendidikan Indonesia Mengatasi Krisis Menuju
Sarana pendidikan berupa alat permainan
Pem baha ruan tahun 1 999 teta ng p erlunya
yang bersumber dari lingkungan sosial terdekat
pendekatan Community Base Education (CBE).
peserta didik dapat mempengaruhi peningkatan
Semangat pemberdayaan masyarakat menurut
kecerdasan natural termasuk penalaran moral
CBE bahwa beberapa nilai tradisional dan potensi
anak. Oleh karena itu, jika perkembangan kognitif
lingkungan alam sekitar dapat dilestarikan dan
tidak diperkaya, selanjutnya perkembangan moral
dimanfaatkan dalam implementasi pembelajaran
anak sampai tingkat diyakini atau menyatu dengan
menuju pemberdayaan masyarakat setempat.
hati nurani sulit untuk dicapai (Saputra, 2003).
Konsep
ter sebut
me ndor ong
masy arak at
Pem bela jara n kontek stua l be rasa l da ri
bertanggung jawab terhadap pendidikan, baik
konsep contextual teaching and learning (CTL).
untuk diri sendiri maupun terhadap lingkungannya
Johnson (2006) mengartikan CTL sebagai sebuah
(Ja lal dan Supr iadi , 20 01). Di ling kung an
sistem belajar yang didasarkan pada filosofi
masyarakat Indonesia, termasuk di Sulawesi
bahwa semua peserta didik mampu menyerap
Tenggara, dijumpai permainan tradisional dan
pelajaran apabila mereka menangkap makna
permainan modern.
dalam materi akademis yang mereka terima.
Menurut perspektif antropologi, pembelajaran
Mereka menangkap makna dalam tugas-tugas
dia ngga p
sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi
pe mbel ajar an sebag ai peng uasa an b uday a.
baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang
Pembelajaran dianggap sebagai proses transmisi
sudah
I stil ah
budaya dari sumber belajar kepada peserta didik
pendekatan kontekstual merupakan suatu kondisi
(Wahyudi, 2003). Latar belakang budaya peserta
di mana pendidik menghadirkan situasi nyata ke
didik mempunyai efek yang lebih besar dalam
dalam kelas. Pendekatan kontekstual mendorong
proses pendidikan daripada efek yang disum-
siswa membuat hubungan antara pengetahuan
bangkan dari pemberian materi pelajaran. Konsep
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
tersebut dapat dimaknai bahwa ada pengaruh
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
kebudayaan dalam proses pembelajaran.
mere ka
m ilik i
sebel umny a.
masyarakat.
se baga i
tr ansm isi
buda ya
d an
Pendidikan anak di usia prasekolah meru-
Berpangkal dari kondisi tersebut, perlu kiranya
pakan fase pendidikan terpenting dalam rentang
pengkajian yang lebih mendalam tentang manfaat
pendidikan yang harus ditempuh oleh anak.
yang dapat diperoleh melalui permainan tradisi-
Kondisi umat pada masa mendatang sangat
onal baik secara kognitif, psikologis, maupun
dipengaruhi oleh kualitas pendidikannya sejak
sosial. Bagi anak usia Pendidikan Anak Usia Dini
dini. Implikasi dari pembelajaran kontekstual,
(PAUD) permainan adalah suatu bentuk penye-
misalnya anak diajak untuk bertanggung jawab
suaian diri yang sangat berguna untuk menolong
memelihara tanamannya. Orang tua dan pendidik
ana k
PAUD harus mampu melestarikan atau mengem-
me ngua sai
kece masa n
da n
konfli k.
Pe rmai nan seba ikny a be rsif at spont an d an
bangkan budaya baru.
sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan
Hasil pengembangan Alat Permainan Edukatif
bebas dipilih oleh anak, sehingga permainan dapat
Trasidisional (APET) yang dilakukan oleh Umar
ber fung si seb aga i me dia ya ng dapa t m e-
(2004) terbukti sangat diminati anak usia 3-5
ningkat kan
anak.
tahun. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Galib
Pembelajaran di PAUD, pengajar hendaknya tidak
(2002) menunjukkan bahwa pendekatan Sains
ber tind ak sebag ai g uru, mel aink an sebag ai
Teknologi Masyarakat (STM) berarti mengajarkan
fasilitator (Yufiarti, 2002). Guru memberikan
peserta didik dalam konteks pengalaman dan
kesempatan kepada anak untuk mengutarakan
kehidupan mereka sehari-hari bertitik tolak pada
pengalaman, perasaan, melalui berbagai interaksi
ma sala h-ma sala h
antara guru dengan anak atau antara sesama
masyarakat, baik secara lokal, regional, maupun
anak.
na sional.
perk emba ngan
kog niti f
ya ng
sedang
di hada pi
Seca ra e mpir is d item ukan
hasil
penelitian sejenis yang dilakukan oleh Zuhara
239
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
(2002) yang menunjukkan bahwa keinovatifan
dirancang dengan karakteristik KB yang ada di
yang dimiliki oleh seseorang pada pengetahuan
perkotaan dan di pedesaan. Melalui monitoring
tentang lingkungan yang dimilikinya merupakan
dan evaluasi diperoleh fakta konkrit tentang
kombinasi faktor pendorong seseorang untuk
masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.
ber peri laku
Hasil uji coba digunakan untuk bahan evaluasi dan
ber wawa san
ling kung an
y ang
diperlukan dalam pembangunan berkelanjutan.
revisi model/juknis yang lebih menyeluruh guna
Pengenalan dan pemanfaatan lingkungan
perbaikan model selanjutnya. Tahap pengem-
budaya dalam arti formulasi dari istilah STM pada
bang an, ad alah uji coba mod el t ahap ked ua
kegiatan pembelajaran di KB dapat mendorong
kepada subjek yang lebih luas, diikuti dengan
peserta didik berpartisipasi langsung dalam upaya
monitoring, refleksi, dan evaluasi yang akhirnya
pemecahan masalah yang dihadapi sehari-hari.
menghasilkan model pengembangan APE pada KB
Dalam konteks penelitian ini alat permainan
di daerah perkotaan dan pedesaan.
tradisional yang ada di lingkungan KB dipandang
Subjek dalam penelitian merupakan peng-
sebagai sesuatu yang kontekstual dan akan
ganti populasi dan sampel, yaitu KB yang ada di
efektif memberikan daya kreasi, motivasi, dan nilai-
wilayah kota Kendari dan Kabupaten Kolaka.
nilai edukatif yang dapat memacu imajinasi anak
Setiap daerah dipilih 2 KB, di mana masing-masing
untuk kelak melakukan kreasi yang bersifat
mengembangkan dua APE pada Tahun I, dan dua
inovatif.
APE pada Tahun II yang dilakukan oleh pendidik
Jik a
dengan
bekerja sama dengan masyarakat dan atau orang
pendekatan kontekstual, maka penerapan dalam
tua anak didik. Setiap APE diujicobakan dalam
pembelajaran seperti ditemukan Galib (2002)
pembelajaran di lingkungan KB, selanjutnya
mendorong siswa berpartisipasi. Selama ini belum
dilakukan evaluasi untuk melihat efektivitasnya.
ada tes bakat terhadap anak usia dini di Sulawesi
Sampel sebagai subjek validasi model terdiri atas:
Tenggara. Meskipun diakui bahwa potensi kreatif
2 Kepala Taman Kanak-kanak dan 2 orang pakar
anak berbakat dengan anak normal sama (Yusuf,
pendidikan.
20 05),
ST M
justru
da pat
dianalog ikan
sang at
Instrumen/teknik pengumpulan data, terdiri
berpengaruh terhadap kreativitas anak, baik
pote nsi
lingkungan
atas: 1) pedoman pengamatan; 2) pedoman
lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial
wawancara; dan 3) diskusi terfokus. Data yang
budaya.
dikumpulkan, selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk memformulasi model pengembangan
Metode Penelitian
APE yang ap lika tif. Prosedur analisis d ata
Penelitian ini dilaksanakan selama dua tahun
dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif meng-
(2009-2010) bertempat di kota Kendari dan
gunakan model analisis domain dan taksonomi
Kabupaten Kolaka. Secara metodologis penelitian
(Spradley, 1980). Validasi data dilakukan dengan
ini dilaksanakan melalui prosedur penelitian pe-
teknik triangulasi (metode dan sumber) serta
ngembangan (research and development) yang
ketekunan pengamatan.
mengadaptasi pendapat dari Borg dan Gall (1989) dari 10 tahap menjadi 7 tahap.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tahun pertama (2009), tahap-tahap yang
Jenis-jenis APE yang Dikembangkan
dilakukan meliputi: 1) Perencanaan, mencakup:
Kelompok Bermain
identifikasi kebutuhan, temuan terdahulu, potensi
Kelompok Bermain Anwai
KB/sosial budaya sekitar KB; 2) Pengorganisasian,
KB Anwai yang terletak di pusat kota Kendari telah
me ncak up: peng elom pok an K B, j enis-jenis
mengembangkan 4 permainan tradisional yang
permainan berdasarkan potensinya, dan pe-
mencoba memadukan unsur tradisional Tolaki
rumusan model konseptual. Untuk tahun kedua
seb agai
(201 0)
di laksana kan
tahap- taha p
basis
utama
bud aya
masy arak at
sebag ai
setempat dengan unsur-unsur budaya pendidikan
kelanjutan t ahun pertama, yaitu: Tahap im-
anak didiknya, yaitu: Tolaki, Bugis-Makassar, dan
plementasi, melalui uji coba terbatas tentang
Muna.
kelayakan dan kesesuaian suatu model yang
240
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
Pogolu (Main Bola)
baik di daerah Kendari maupun daerah lain di
Pogolu (ma in b ola) me rupa kan sala h sa tu
Sulawesi. Sifatnya praktis, sederhana serta tidak
permainan semi tradisional. Permainan ini banyak
butuh biaya. Dilakukan secara berkelompok yang
digemari anak-anak serta orang dewasa, baik di
terdiri atas 2-4 orang. Alat permainan yang
daerah Muna maupun daerah lain di Sulawesi.
digunakanpun sangat sederhana mudah diper-
Sifatnya praktis, sederhana serta tidak butuh
oleh di sekitar tempat tinggal anak.
biaya. Dilakukan secara berkelompok 2-4 orang
Peralatan permainan: pelepah pohon sagu
tergantung kesediaan ketua kelompoknya. Alat
ata u da pat
permainan yang digunakanpun sangat sederhana
potongan papan atau tripleks limbah dari tukang
juga menggunakan pot onga n-
mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak.
kayu, tongkol jagung serta bulu ayam. Jumlah alat
Peralatan permainan terdiri atas: 1) buah
untuk kedua tim masing-masing orang satu
pinang sebagai bola, papan sebagai lapangan,
pel epah
potongan-potongan bambu sebagai pemain, lem
sedemikian rupa, sehingga menyerupai sebuah
sag u
at au
p apan
yang
di bent uk
atau paku serta karet gelang sebagai gawang
raket.
untuk memasukkan bola atau buah pinang; dan
Cara memainkan: peraturan yang diterapkan
2) jumlah alat untuk kedua tim cukup satu macam
dalam permainan ini sangat sederhana, yaitu
saja dengan potongan-potongan bambu tadi yang
hanya dengan menghitung berapa kali setiap
mewakili setiap pemain.
anak dapat menyeberangkan bola ke dalam
Cara memainkan: peraturan yang diterapkan
daerah lawan dengan jangka waktu permainan
dalam permainan ini sama dengan permainan bola
2x10 menit. Anak atau kelompok yang paling
pada umumnya dengan jangka waktu permainan
ba nyak menyebe rang kan bol a da pat keluar
2x10 menit pergroup dan apabila selama itu belum
sebagai pemenang, sedangkan yang kalah dapat
ada yang dap at me masukan b ola k e da lam
diganti dengan anak atau pemain dari kelompok
gawang lawan maka pemain dapat digantikan
be rikutnya . Si stem ya ng d igunakan dal am
dengan kelompok berikutnya (dopololi). Namun,
permainan ini adalah kalah ganti. Artinya kelompok
apabila salah satu tim dapat memasukkan bola
yang kalah harus berhenti main dan diganti oleh
(defopesua), maka yang kalah akan digantikan
kelompok yang lain.
oleh tim yang lain (pobansuleki). Permainan ini
Permainan ini membutuhkan kesabaran dan
memb utuhkan kesabar an dan kekompa kkan
kekompakkan setiap pemain, yang diawali dengan
setiap pemain, diawali dengan penentuan tim
penentuan tim siapa yang berhak memulai duluan
sia pa y ang b erhak mem ulai duluan (l ahae
(lahae somampeno wawo): a) dapat dilakukan
somampeno wawo): a) dapat dilakukan dengan
dengan kesepakatan, dan b) melalui suten.
kesepakatan, dan b) melalui suten (cara mengundi
Pe rmai nan diaw ali ole h ke lomp ok p erta ma
dengan mengadu jari untuk menentukan siapa
dengan meny eber angk an b ola deng an cara
yang menang bermain duluan). Ketiga, permainan
memukulnya.
diawali oleh tim pertama dengan menendang bola
Jumlah tim dalam permainan ini terdiri atas
ata u buah p inang ya ng b erad a di tengah
dua kelompok, masing-masing beranggotakan 2-
lapangan. Jumlah tim dalam permainan ini terdiri
4 orang. Selain kecerdasan naturalis anak dapat
dari dua kelompok, masing-masing beranggotakan
berkembang melalui pengenalan alat permainan
2-4 orang. Selain kecerdasan naturalis anak dapat
dari alam sekitar, juga dapat meningkatkan
berkembang melalui pengenalan alat permainan
kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan
dari alam sekitar, juga dapat meningkatkan
jari-jari dan seluruh anggota tubuhnya.
kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan jari-jari untuk bergerak dan berhitung.
Permainan Mekuo-kuo (Conglak) Mek uo-kuo
ad ala h
sa lah
sa tu
perm ainan
Pobulutangkisi (Main Bulu Tangkis)
tradisional, baik yang dilakukan oleh masyarakat
Pobulutangkisi (main bulu tangkis) adalah salah
Tolaki maupun oleh masyarakat Muna. Pada
satu permainan semi tradisional. Permainan ini
mulanya wadah berupa 6 pasang lubang kiri-
banyak digemari anak-anak serta orang dewasa,
kanan dan masing-masing ujung kanan dan ujung
241
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
ki ri d apat dib uat deng an m elub angi tanah
Permainan Kalego
memakai kayu selanjutnya dengan tumit mereka
Kalego adalah salah satu permainan tradisional,
sendiri untuk penghalusan. Adapun alat lainnya
ba ik oleh masyarak at Tola ki m aupun ol eh
berupa biji-bijian seperti biji buah asam atau juga
masyarakat Muna. Permainan ini digemari anak-
bisa digunakan kerikil.
anak di daerah pedalaman, karena sifatnya tanah
praktis dan dilakukan secara berkelompok. Alat
dilubangi enam masing-masing sisi dan satu
Pe rala tan perm aina n, y aitu:
1)
yang digunakan mudah diperoleh di sekitar tempat
masing-masing di ujung, adakalanya juga di batu
tinggal anak berupa belahan tempurung kelapa
besar yang dilubangi/atau di tanah. Perubahan:
yang telah dibersihkan isi dan kulitnya.
dalam penelitian ini dibuat dari kayu/papan
Peralatan permainan, terdiri atas: 1) belahan
set ebal 3 cm yang leb ih d ahul u dihaluskan
tem purung k elap a ya ng d iber sihk an i siny a,
kemudian dilubangi, pemilihan papan karena di
kemudian dihaluskan dari serabut kelapa yang
sekitar KB masih terdapat beberapa pohon dan
melengket pada tempurung; 2) jumlah alat untuk
terdapat pula tukang kayu, sehingga dapat secara
setiap tim sebanyak 4-6 buah; dan 3) alat setiap
nat ural ana k me maha mi b ahan bak u al at
tim sebaiknya memiliki warna yang berbeda
permainan ini; 2) biji-bijian dari buah dadara yang
dengan tim lawan
dip erol eh d i hutan- huta n. K arena sulitnya
Cara memainkan, yaitu: 1) permainan ini
memperoleh biji dadara, kemudian anak-anak
membutuhkan ketangkasan setiap pemain, diawali
mengganti dengan kerikil yang jumlahnya sama
dengan penentuan tim siapa yang memulai: (a)
yaitu 56 biji, karena masing-masing lubang berisi
dapat dilakukan dengan kesepakatan, dan (b)
4 biji. Perubahan: dalam penelitian ini biji-biji
melalui suten, 2) permainan diawali oleh tim
diganti dengan biji buah asam dan biji jagung
pertama dengan cara menjepit tempurung kelapa
karena di sekitar KB terdapat batang asam dan
di antara dua tumit, kemudian ditendang ke
per kebunan jagung, sehi ngga mem udahkan
belakang (do simpae=Bahasa Muna). Kedua tim
pemahaman anak tentang alam sekitarnya yang
berbeda dalam meletakkan tempurungnya, jika tim
bersifat natural.
pertama menghadap ke atas/terbuka (nondaka),
Cara memainkan: pemain terdiri atas dua tim,
tim lawannya menghadap ke bawah/tertutup (no
setiap tim terdiri atas 1-2 orang. Teknik permainan:
langko), 3) apabila tim pertama berhasil mengenai
untuk memulai permainan dilakukan undian atau
tempurung lawan, maka mereka telah melewati
suten, yang menang memulai permainan dengan
rintangan pertama, selanjutnya masuk rintangan
mengangkat keempat biji yang ada pada suatu
kedua kagamburu lawan sebanyak satu pasang
lubang di depannya, kemudian diisi sebiji setiap
atau rawaka dibuat bersusun seperti parabola
lubang selanjutnya. Jika habis, maka isi lubang
atau de rabu la sunru. Jika la sunru berhasil
terakhir diambil semuanya untuk selanjutnya diisi
dijatuhkan, maka satu poin telah dikumpulkan
ke lubang berikutnya, permainan dinyatakan
begitu seterusnya. Jumlah tim dalam permainan
berhenti untuk tim pertama jika pada saat biji
ini
terakhir menemui lubang kosong. Selanjutnya
be rang gota kan anta ra 4-6 orang. M anfa at
dimulai untuk tim kedua, dengan langka yang
per maina n ka lego ini sela in m eni ngk atk an
sama dengan tim pertama. Pemenang ditentukan
kecerdasan naturalis anak, juga dapat melatih
be rdasarka n
motorik dalam bentuk ketangkasan badan dan
kr iter ia
yang
pal ing
bany ak
memperoleh poin. Selain kecerdasan naturalis
te rdir i
dua
ke lom pok,
masing- masi ng
kaki.
anak b erke mbang me lal ui p enge nala n al at permainan dari alam sekitarnya, juga dapat
Kelompok Bermain Al-Muhajirin
meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik
KB Al-Muhajirin yang terletak di pusat kota Kolaka
melalui latihan jari-jari tangan untuk bergerak dan
telah mengembangkan 4 permainan tradisional
berhitung.
ya ng m encoba m emad uka n unsur
buda ya
tradisional Mekongga sebagai basis budaya utama li ngkungan sek itar nya deng an unsur -unsur modern dan unsur-unsur dar i la tar buda ya
242
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
masyarakat di sekitarnya khususnya BugisMakassar.
Cara memainkan: permainan ini perkelompok bia sany a 2 orang at au l ebih, at au i ntinya berpasangan. Untuk memulai permainan ini, kita
Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol)
ha rus mela kuka n suten, si apa yang har us
Permainan ini merupakan permainan tradisional
memainkan pertama. Untuk mengetahui peme-
masyarakat Mekongga, tetapi kemudian dikem-
nangnya, yang tidak pernah menjatuhkan bele
bangkan oleh: Israjuddin Thamrin (salah seorang
tempurung dialah pemenangnya.
or ang tua muri d KB Al- Muha jiri n Kolaka ). Permainan ini secara khusus dikem bangkan
Kawelo-welo (Kipas Bambu)
sebagai rangkaian penelitian ini yang merupakan
Pe rmai nan ini sang at d igem ari masy arak at
prakarsa pendidik KB, setelah melalui diskusi
Mekongga, karena pembuatannya cukup praktis
dengan Tim Peneliti.
dan menarik bagi anak, baik dimainkan/dibawa
Bahan baku, terdiri atas: 1) papan dari kayu jenis apa saja yang a gak k eras, berukuran
lari ke arah sumber angin maupun dipajang menghadap sumber angin.
sepanjang 60cm lebar 50cm; 2) kayu (boneka
Bahan baku: 1) Owulo (bambu) berukuran
pemain) berukuran 7cm sebanyak 12 buah; 3)
garis tengah 3cm dan ukuran panjang 30cm; 2)
gawang 2 buah yang terbuat dari jaring plastik;
Otali (tali) ukuran kecil panjang 50cm; 3) Kawula-
4) stik dari bambu sebanyak 2 buah; dan 5) bola
wula (baling-baling) terbuat dari bambu atau dari
berukuran kelereng besar sebanyak 2 buah dari
plastik bekas kaleng oli; 4) tiang baling-baling dari
kertas perak bekas pelapis bungkus rokok.
bambu yang masuk dalam ruas bambu induk,
Cara memainkan: permainan Cugol ini terbagi 2, yaitu: Cugol Enbi (Enam Bidak) dan Cugol Seribu.
berfungsi sebagai tempat mengikat tali balingbaling.
Cara memainkan Cugol Enbi: susunan pemain
Cara memainkan: tali digulung dengan diputar
(formasi) diawali dengan adu pus (ozam) yang
pada tiang baling-baling, selanjutnya dilakukan
kalah, pertama menyusun bidak disusul pe-
pemutaran dengan cara pelan-pelan melalui
me nang , di mana car a p asang sa tu p ersa tu
penarikan tali secara perlahan dan dilakukan
dilanjutkan bergantian.
secara berulang-ulang, sehingga menghasilkan
Cara memainkan Cogol Seribu: 1) perubahan
putaran yang menarik dan kencang.
formasi (susunan pemain) dimana semua bidak terpakai; 2) bola dicukke/disepak dari tengah
Sodokoro (Tembak-tembak Bambu)
lingkaran lapangan ke gawang lawan; 3) tempat
Bahan baku: sebelum kita membuat permainan
bola berhenti dimulainya kembali cukkekan; dan
sodokoro (tembak–tembak bambu) yang terbuat
4) semua aturan main I (Enbi) terpakai, kecuali
dari bambu, berikut cara memainkannya, yaitu:
aturan yang menggantikan (aturan Cugol Serbu).
diambil buah jambu merah, yang kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam tembak-tembak bambu yang
Bele Tempurung
tadi, lalu dipukul-pukul dengan memakai sodok
Permainan ini merupakan alat permainan tra-
tembakan bambu setelah rata buah jambunya
disional masyarakat Mekongga, tetapi sekarang
baru ditusuk (sedok) sampai timbul bunyi seperti
nya ris
senjata.
terl upak an.
Namun
se cara
khusus
dikembangkan sebagai rangkaian penelitian ini,
Cara membuat: diambil satu batang bambu
yang merupakan prakarsa pendidik KB, setelah
kecil lalu dipotong pendek, kemudian diambil satu
melalui diskusi dengan Tim Peneliti.
batang bambu, yang paling kecil untuk dijadikan
Bahan baku: permainan ini memakai alat
penusuknya ke dalam yang pertama tadi, maka
tempurung kelapa, tempurung dibentuk bundar
jadilah permainan tembak-tembak (panah api).
ukuran kecil dan sebelum permainan ini dimainkan,
Permainan ini semacam adu ketangkasan.
harus membuat garis batas, garis pertama tempat
Car a
me mainkan:
bisa
dil akuk an
p er
untuk memulai permainan garis kedua untuk batas
kelompok bisa juga sendiri-sendiri, pertama-tama
permainan.
kita mengambil benda untuk sasaran tembak, cara menembaknya bergantian diawali dengan suten.
243
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
Siapa yang menang suten dia yang menembak
dan bola bisa kita pakai bermain memasukkan bola,
pertama. Untuk mengetahui pemenangnya siapa
anak belajar melompat-lompat, melatih daya pikir
ya ng m enja tuhk an sasa ran temb ak, dial ah
dan kreativitas anak terhadap permainan bola
pemenangnya.
keranjang dan juga bisa melatih daya fisik dan jiwa anak.
Kelompok Bermain Indira
Car a me mainkan: perm aina n ini da pat
KB Indira yang terletak di pinggir kota Kendari
dilakukan satu lawan satu, dan juga secara tim
(K ecam atan Mandong a) m enge mbangkan 4
lawan tim. Permainan per individu satu lawan satu
(empat) permainan tradisional yang berbasis
dengan masing-masing anak diberi 6 buah bola
unsur budaya tradisional Muna yang merupakan
untuk dilemparkan masuk ke dalam keranjang
dominan latar budaya masyarakat di sekitarnya.
rotan. Apabila permainan berkelompok, masingmasing tim beranggotakan 2 atau 3 orang, setiap
Bola Basket Keranjang
tim diberikan 12 buah bola. Permainan kelompok
Bola b aske t ke ranj ang ada lah sala h sa tu
ya ng b eranggot akan 2 orang, m aka seti ap
per maina n yang mer upak an modifik asi d ari
anggota memperoleh kesempatan melemparkan
tradisional ke permainan modern. Permainan
6 buah bola, dan jika setiap tim beranggotakan 3
dasarnya adalah raga (bola dari rotan) yang
orang, maka setiap anggota tim memperoleh
merupakan permainan tradisional masyarakat
kesempatan melemparkan 4 buah bola. Skor
remaja di Sulawesi. Sifatnya
praktis, sederhana,
ditentukan berdasarkan jumlah bola yang masuk
serta tidak butuh biaya yang besar, karena
ke dalam keranjang, yang terbanyak memasukkan
bahannya tersedia di sekitar tempat tinggal
bola di antara dua kelompok, maka menjadi
mereka yang berupa rotan. Permainan raga
pemenangnya.
merupakan uji ketangkasan bagi kaum remaja, Namun dapat juga dimainkan oleh anak KB.
Main Kemiri
Pe rala tan perm aina n: p eral atan uta ma
Main kemiri merupakan permainan yang telah
permainan ada dua, yaitu: 1) bola raga (bola yang
lama dikembangkan oleh masyarakat Muna,
terbuat dari rotan), dan 2) keranjang bola yang
se belumnya
berfungsi sebagai gawang, juga terbuat dari
wadahnya, namun dalam perkembangannya mulai
rotan. Bahan tanaman rotan merupakan suatu
memakai wadah papan dari jenis kayu.
menggunakan
tanah
sebag ai
bahan a lam yang dap at d igunakan unt uk
Peralatan permainan: Buah kemiri dan balok
membuat berbagai ragam seperti: keranjang, dan
papan berukuran 5X5 cm. Aturan permainan: 1)
bola. Cara membuat keranjang, pertama-tama
masing-masing regu membuat satu lingkaran dan
rotan dibelah, kemudian dibersihkan isi dalamnya,
meletakkan satu biji kemiri ke tengah lingkaran
selanjutnya dijemur. Setelah itu dianyam dibuat
te rseb ut; 2) sebel um b erma in, kedua re gu
menjadi suatu keranjang bola, dan setelah jadi
melakukan kesepakatan regu mana yang berhak
keranjang dicat supaya menarik perhatian anak
memulai permainan; 3) regu yang memperoleh
maupun masyarakat yang berminat terhadap
kesempatan pertama itulah yang berhak memulai
bahan alam. Bola juga terbuat dari rotan, seperti
lemparan; 4) seterusnya secara bergantian; 5)
halnya bahan keranjang, membuat bola keranjang
regu yang memulai lemparan, melemparkan balok
tidak hanya dari bahan yang jadi, tetapi bisa juga
papan tersebut ke arah lingkaran lawan. Apabila
da ri b ahan ala m se kita r supaya ana k bi sa
lemparan mengenai biji kemiri, dan biji kemiri
mengeta hui tent ang tana man yang ada di
ke luar dar i li ngka ran ber arti reg u te rseb ut
lingkungan rumahnya.
dinyatakan berhasil, dan regu yang kalah harus
Bermain Bola Basket Keranjang anak dapat
melaksanakan hukuman yang telah disepakati.
melatih motorik kasar dan motorik halus dan dapat melatih kecerdasan anak dalam memasukkan bola
Permainan Mehule/Gasing
dalam wadah. Bola keranjang sangat membantu
Mehule adalah permainan gasing yang merupakan
anak berolahraga untuk menggerakkan seluruh
salah satu permainan tradisional yang dimainkan
anggota badannya dan bisa menyimak. Keranjang
ba ik oleh masyarak at Tola ki m aupun ol eh
244
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
masyarakat Mekongga dan masyarakat Muna.
individual, namun dapat diperlombakan antara
Permainan ini digemari anak-anak di daerah
satu orang/tim dengan orang/tim lainnya; dan 5)
pedalaman, karena sifatnya praktis dan dilakukan
manfaat permainan ini selain meningkatkan
secara individual yang mengutamakan ketang-
kecerdasan naturalis anak, juga dapat melatih
kasan dan keterampilan.
motorik dalam bentuk ketangkasan badan dan
Peralatan permainan, yaitu: 1) potongan kayu
kaki.
apa saja, namun terdapat kecenderungan memilih kayu nangka karena selain mudah membuatnya,
Kelompok Bermain Tunas Terapung
juga hasilnya cukup bagus berputar; 2) kayu
KB Tunas Terapung yang terletak di pinggir kota
dibuat dalam bentuk bulat lonjong, menyerupai
Kolaka (Kelurahan Dawi-dawi, Kecamatan Pomala)
tempayang; 3) untuk menggerakkan dibutuhkan
mengembangkan 4 permainan tradisional yang
tali yang dililitkan pada leher gasing (tali terbuat
berbasis pada unsur budaya tradisional Mekongga,
dari kulit kayu atau benang dari daun pandan)
Baj o da n Bugis- Maka ssar yang me rupa kan
kemudian dipintal sesuai kebutuhan dan selera.
dominan latar budaya masyarakat sekitarnya.
Cara memainkannya, yaitu: 1) pertama-tama tali dililitkan pada leher gasing, kemudian tali
Sandale Mendaa (Sandal Panjang)
ditarik bersamaan dengan itu gasing dilepas di
Sandale mendaa adalah berasal dari bahasa
lantai/tanah untuk menghasilkan putaran yang
Mekongga, yang merupakan permainan tradi-
maksimal; 2) pemenang dari permainan ini,
sional yang dimainkan oleh masyarakat Mekongga
ditunjukkan dari lamanya putaran, siapa yang
yang
paling lama gasingnya berputar, maka dinyatakan
Tenggara. Pemai nan ini banyak di gemari di
sebagai pemenang.
kalangan anak-anak, karena sifatnya bergembira.
me rupa kan
pend uduk
asl i
Sulawe si
Peralatan permainan: dua pasang sandale Permainan Tinggo Kasu
mendaa yang terbuat dari kayu panjang 40cm
Metinggo Kasu adalah salah satu permainan
tebal 2cm, karet jepitan dari ban dalam bekas,
tradisional yang dimainkan baik oleh masyarakat
paku, dan seng buat jepitan. Cara memainkan:
Tolaki maupun oleh ma syarakat Mek ongg a.
1) menentukan lokasi permainan; 2) menentukan
Permainan ini digemari anak-anak di daerah
pemain yang menjadi peserta sandale mendaa dua
pedalaman, karena sifatnya praktis dan dilakukan
orang dengan posisi depan dan belakang sambil
secara tatap muka antara lawan. Alat yang
memegang pundak teman; dan 3) Sepasang
digunakan mudah diperoleh di sekitar tempat
pe main mel angk ah k aki kanan/k iri seca ra
tinggal anak berupa kayu/pelepah sagu/bambu.
bersamaan dan bergantian.
Peralatan permainan: 1) batangan kayu yang berukuran 125 cm, garis tengah 10 cm, kemudian
Magacci
dihaluskan; 2) pada ketinggian 50 cm diberi stan
Magacci be rasa l da ri baha sa Bugi s, b erar ti
tumpuan yang berfungsi sebagai tempat pijakan
melakukan suatu permainan yang menggunakan
kaki ketika menggunakan alat ini.
beberapa biji keong dan papan gacci. Permainan
Cara memainkan: 1) permainan ini mem-
ini dahulu dilakukan di tanah yang dilubangi,
butuhkan ketangkasan setiap pemain, diawali
namun sekarang diganti dengan menggunakan
dengan latihan keseimbangan badan; 2) tinggo
pa pan. Per mainan i ni d ilak ukan/dim aink an
kasu diletakkan di depan pemain, kemudian kaki
sebanyak 3 orang secara bergantian.
diangkat perlahan-lahan satu-persatu menuju ke
Peralat an permainan: papan gacci ya ng
pijakan kaki/stan tumpuan; 3) setelah kedua kaki
terbuat dari papan panjangnya 40 cm tebal 3 cm.
nai k da n be rada di stan tum puan, pe rlu
dan biji keong. Aturan permainan: 2 atau 3 orang
diperhatikan keseimbangan badan agar tidak
anak terlebih dahulu diundi siapa pemain yang
jatuh. Selanjutnya secara perlahan kaki/tinggo
terlebih dahulu berhak main.
kasu d iang kat seca ra b erga ntia n ba gaik an
Teknik permainan: untuk memulai dilakukan
berjalan dengan kaki biasa; 4) jumlah tim dalam
undian atau suten. Siapa yang menang, maka dia
permainan ini terdiri satu orang atau permainan
berhak bermain lebih dahulu, seterusnya secara
245
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
bergantian. Pemain pertama mengambil 10 biji
lawan. Kelereng kembali diletakkan di tengah
keong dan menghamburnya di atas permainan/
arena.
papan gacci yang telah disediakan. Kemudian ibu jari pemain diletakkan di atas papan permainan
Starategi Pengembangan APE
sambil mendorong biji keong yang ada di atas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak bisa
pap an
Pem ain
di beda kan seca ra e kstr im a ntar a APE ya ng
berikutnya meletakkan ibu jari dan telunjuknya di
p erma inan
ter sebut
ha bis.
dikembangkan di wilayah pedesaan dan per-
atas lubang papan permainan yang telah tersedia
kotaan, karena homoginitas pendidik dan peserta
untuk menjaga masuknya biji keong ke lubang.
didiknya. Demikian pula antara wilayah dan etnis tampaknya tidak banyak berbeda dalam jenis
Mepae Tenggore
per mainan, kecuali alat per leng kapa n ya ng
Mai n ka cang ata u da lam baha sa M ekongga
disesuaikan dengan lingkungan alam sekitarnya.
disebut mepae tanggore. Peralatan permainan: biji
Be rdasarka n fe nome na t erse but, dal am
keong atau siput laut dan balok papan berukuran
penelitian ini tidak dibuat pengelompokan antara
5x5 cm.
kota d an d esa. Proses pengemb anga n al at
Aturan permainan: 1) masing-masing regu
permainan untuk masing-masing KB juga tidak
membuat satu lingkaran dan meletakkan satu biji
dib erik an b atasan, sehi ngga pengelola d an
keong ke tengah lingkaran tersebut; 2) sebelum
pendidik masing-masing KB mengembangkan
bermain, kedua regu melakukan undian untuk
kreativitas mereka sendiri berdasarkan potensi
mengeta hui regu yang mana yang memulai
sosial budaya dan potensi lingkungan alam sekitar
permainan; 3) regu yang menang dia yang berhak
peserta didik.
mem ulai
secara
Proses pengembangan alat permainan dalam
bergantian; dan 5) regu yang memulai lemparan
lem para n; 4 )
se terusnya
penelitian ini diawali diskusi studi kepustakaan
melemparkan balok papan tersebut ke arah
dan pengamatan terhadap lingkungan sekitar KB
lingkaran lawan, apabila lemparan mengenai biji
antara tim peneliti dengan para pendidik KB secara
keong, dan biji keong keluar dari lingkaran berarti
terpisah antara satu KB dengan KB lainnya.
regu tersebut dinyatakan berhasil, dan regu yang
Sebanyak 45 jenis permainan dari 5 kelompok
kalah harus melaksanakan hukuman yang telah
yang ditemukan dalam penelitian tahun pertama,
disepakati.
tidak semua relevan untuk dikembangkan bagi anak usia KB, namun ternyata ada potensi lain
Megolu Baguli
yang terselubung, yaitu permainan dari latar
Meg olu b agul i ad alah pe rmai nan bol a ya ng
budaya guru dan atau peserta didik/orang tua
dilakukan di atas papan yang berukuran 50 x 20
(budaya Muna, Bugis/Makassar, Bajo, dan Jawa).
cm. Permainan ini dilakukan oleh dua orang anak.
Da lam proses d iskusi deng an p endi dik KB
Megolu baguli berasal dari kata megolu yang
disepakati mengembangkan minimal 2 jenis
artinya bola dan baguli artinya kelereng.
permaian setiap tahun, baik yang ada di daerah
Peralatan permainan: 1) papan permainan
tersebut maupun yang berasal dari luar, tetapi
yang berukuran 50cmx20cm; 2) paku sebagai
bagian dari budaya masyarakat sekitar yang
tiang sebanyak 22 batang; 3) karet sebagai
merupakan imigran dengan kriteria: 1) tidak
pembatas keliling medan permainan; 4) stik
berbahaya bagi anak usia KB; 2) mengandung
sebagai alat menggerakkan kelereng.
unsur edukatif yang mengarah pada kecintaan
Cara bermain: pemain berjumlah dua orang.
anak terhadap alam sekitar; 3) bahan bakunya
Sebelum per mainan dimulai terle bih dahulu
tersedia di sekitar lingkungan alam peserta didik;
dilakukan pengundian untuk mengetahui siapa
4) muda h di buat dan mur ah harga bahan
yang mulai bermain terlebih dahulu. Aturan
bakunya; dan 5) mudah dimainkan dan melibatkan
permainannya yaitu kelereng disodok memakai
lebih satu orang untuk permainan yang tersedia.
stik dan berusaha memasukkan kelereng ke
Setiap KB diberi informasi bahwa setiap
gawang lawan. Apabila kelereng keluar dari arena
per mainan y ang bersifat ind ivid ual dibuat
permainan, maka yang berhak bermain lagi adalah
sebanyak minima l 5 perma inan. Seda ngkan
246
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
permainan yang berpasangan/tim dibuat minimal
Jenis-jenis permainan tersebut mendapat
2 permainan. Setelah berlangsung selama satu
respon baik dari KB lain untuk memilikinya,
bulan, dilakukan monitoring untuk melihat secara
sehingga beberapa KB lain datang membeli APE
langsung hasil pengembangan alat permainan.
dan bel ajar dar i KB yang te lah ikut dal am
Semua KB telah menyelesaikan masing-masing 2
penelitian ini. Dengan demikian terdapat nilai
jenis alat permainan tradisional (baik pada tahun
tambah ekonomi bagi KB yang telah ikut dalam
pertama maupun tahun kedua). Hasil pengem-
penelitian ini.
bangan yang dihasilkan terbagi dua, yaitu: 1)
Suatu prakarsa yang menarik dari pendidik
buatan tenaga pendidik terdiri atas: (a) buatan
seperti yang dilakukan KB Al-Muhajirin, yaitu
sepenuhnya oleh pendidik, (b) rancangan pendidik
mengajak orang tua berpartisipasi dalam pengem-
selanjutnya diberikan kepada tukang kayu untuk
bangan APE melalui lomba dengan mengirim surat
dibuat; 2) buatan orang tua anak didik.
kepada orang tua untuk mengembangkan APE,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para
dengan imbalan hadiah yang menarik. Hasilnya
pendidik telah berkembang kreativitasnya. Mereka
cukup banyak jenis permainan yang dibuat oleh
telah mengembangkan bahan belajar kontekstual
orang tua dan mutunya cukup baik, serta terbukti
berasal dari latar sosial budaya dan lingkungan
menarik dan digemari oleh anak didik. Akhirnya,
alam sekitar KB. Fenomena tersebut terjadi pada
para pendidik dan orang tua tidak menyangka jika
semua KB. KB Anawai dan KB Indira mengem-
APE buatan mereka dapat diterima oleh keba-
bangkan APE dari latar belakang budaya Tolaki
nyakan anak didik. Meskipun demikian APE buatan
dan Muna. KB Al-Muhajirin mengembangkan APE
orang tua dilakukan seleksi sesuai dengan kriteria
dari latar belakang budaya Mekongga, Bugis dan
yang telah ditetapkan, terutama aspek keamanan
Jawa. KB Tunas Terapung mengembangkan APR
terhadap anak didik Kober.
dari latar budaya Mekongga, Bugis, dan Bajo. Para
Penelit ian ini berhasil mengemb angk an
pendidik berusaha memanfaatkan beberapa hasil
permainan yang berbasis pada budaya masya-
alam yang ada di sekitar KB untuk dijadikan
rakat sekitar KB. Temuan tersebut sesuai dengan
seb agai
Tunas
penekanan Hanurani (2003) bahwa pendidik telah
Terapung, memanfaatkan akar bahar yang telah
bahan/a lat
perm aina n.
KB
melakukan identifikasi lebih jauh tentang kebu-
rusak bersama dengan bintang laut dan di-
tuhan peserta didik terhadap potensi lingkungan
keringkan untuk kemudian dirangkai, sehingga
alam sekitarnya untuk dimodifikasi menjadi bahan
menjadi media pembelajaran yang menarik bagi
belajar kontekstual. Umumnya permainan yang
anak didik. Potensi lain berupa kerang laut ber-
dibuat/digunakan dari tumbuhan, buah-buahan,
ukuran kecil yang dimanfaatkan sebagai bahan
batu, dan kerang. Aktivitas tersebut mendekatkan
pelengkap permainan galaceng dan magacci.
anak terhadap alam sekitarnya, sehingga anak
Bahan-bahan tersebut tidak dibeli, melainkan
leb ih
diambil dari lingkungan laut sekitar KB, sehingga
budayanya.
m enya tu
t erha dap
alam
dan
sosial
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan
Perlu diingatkan kepada orang tua dan orang-
kontekstual yang me muda hkan ana k di dik
orang yang terdekat dengan kehidupan anak,
memahami lingkungan alamnya atau terjadi
karena mereka memberi pengaruh yang sangat
peningkatan kecerdasan naturalis.
besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan
Permainan tersebut cukup murah dan mudah
anak. Hasil penelitian yang dilakukan The Reiner
diperoleh, karena tersedia di sekitar lingkungan
Foundation tahun 1999, menyebutkan 10 hal yang
KB/lingkungan anak didik. Untuk itu, setiap KB
dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan
mengembangkan permainan yang bahan bakunya
status kesehatan dan perkembangan otak. Hal
tersedia di sekitarnya. Kalaupun ada yang harus
itu dilakukan dengan cara memberi rangsangan
dibeli, seperti paku, potongan papan, dan cat,
be rupa kehanga tan dan cinta y ang tulus,
harganya cukup murah. Seperti permainan Cugol
memberi pengalaman langsung dengan meng-
yang dikembangkan KB Al-Muhajirin memerlukan
gunakan inderanya (penglihatan, pendengaran,
papan, paku, dan cat dalam ukuran dan jumlah
perasa, peraba, penciuman), interaksi melalui
yang relatif kecil.
sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian, men-
247
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
dengarkan dengan penuh perhatian, menanggapi
lekang oleh waktu; dan 5) tidak ada yang paling
ocehan anak, mengajak bercakap-cakap dengan
unggul, karena setiap orang memiliki kelebihan
suara yang lembut, dan memberikan rasa aman
masing-masing untuk setiap permainan yang
(Jalal, 2007).
berbeda.
Secara umum permainan yang dikembangkan
Pengembangan permainan yang dimainkan
dapat mengembangkan kecerdasan majemuk
lebih dari satu orang anak dimaksudkan untuk
ana k. K ecer dasa n intele ktua l anak, sepe rti
mengembangkan keterampilan sosial anak, tanpa
pemainan Cugol mampu membantu anak untuk
mengabaikan kecerdasan natural dan spiritual
mengembangkan kecerdasan intelektualnya.
anak. Pada dasarnya PAUD dinilai berhasil bila
Permainan tersebut akan menggali wawasan anak
anak cinta kepada Tuhan, hormat kepada orang
terhadap beragam pengetahuan dan mengem-
tua, mempunyai hobi, dan bisa berteman.
bangkan kecerdasan emosi dan antarpersonal
APE ini bersifat edukatif dan tradisional, yang
anak. Umumnya permainan tradisional dilakukan
salah satu tujuannya untuk memperkenalkan
secara berkelompok, melalui berkelompok anak
permainan yang sudah menjadi tradisi dan budaya
akan:1) mengasah emosinya sehingga timbul
sekitarnya. Dalam penelitian ini pendidik telah
toleransi dan empati terhadap orang lain; dan 2)
bersikap kreatif dan inovatif, karena selain dapat
nyaman dan terbiasa dalam kelompok.
membuat alat permainan, juga dapat meng-
Mengembangkan kecerdasan logika anak.
ajarkan permainan kepada anak didiknya.
Beberapa permainan tradisional melatih anak
Hasil uji coba permainan secara kontekstual
untuk berhitung da n m enentuka n la ngka h-
menujukkan hasil yang positif, misalnya saat anak
langkah yang harus dilewatinya. Mengembangkan
bermain mekuo-kuo, akan timbul pertanyaan
kecerdasan kinestetik anak. Pada umumnya,
bahwa buah/biji asam yang dijadikan alat ke-
mendorong para pemainnya untuk bergerak,
lengkapan permainan apakah sama yang dipakai
seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan
ibu memasak ikan? Pendidik menjawab sama.
gerakan-gerakan lainnya.
Demikian pula saat anak diajak keluar di sekitar
Mengembangkan kecerdasan spasial anak,
KB untuk melihat langsung pohon asam, mereka
bermain peran dapat mendorong anak untuk
memperhatikan secara cermat, bahkan mereka
mengenal konsep ruang dan berganti peran
berusaha memeluk pohon asam, dan selanjutnya
(teatrikal). Mengembangkan kecerdasan musikal
mereka mencari buah asam, kemudian mereka
anak. Nyanyian atau bunyi-bunyian sangat akrab
mengupas untuk melihat isi dan biji buah asam.
pada permainan tradional, umumnya dilakukan
Dengan demikian, timbul kecerdasan naturalis
sambil bernyanyi.
anak, yaitu mereka semakin mencintai lingkungan
Mengembangkan kecerdasan spiritual anak:
alam sekitarnya, memelihara lingkungan alam,
1) dalam permainan tradisional mengenal konsep
gemar menanam buah-buahan dan kembang.
menang dan kalah. Namun, menang dan kalah ini
Dalam hal ini terjadi dampak pengiring, yaitu
tidak menjadikan para pemainnya bertengkar
dampak yang tidak me rupakan tujuan awal
atau minder. Bahkan ada kecenderungan, orang
kegiatan ini.
yang sudah bisa melakukan permainan meng-
Pemanfaatan permainan tradisional yang
ajarkan tidak secara langsung kepada teman-
bersumber dari budaya daerah semakin urgen
tem anny a ya ng b elum bisa; 2 ) pe rmai nan
untuk dikaj i lebi h menda lam, ka rena d apat
tradisional dilakukan lintas usia, sehingga para
diperoleh manfaat, baik secara kognitif, psikologis,
pemain yang usianya masih beli a ada yang
maupun sosial. Dari permainan tradisional dapat
me njag anya , ya itu para pem ain yang leb ih
mengajarkan nilai-nilai kejujuran, sportivitas,
dew asa; 3) para pem ain yang bel um b isa
kegigihan, dan kegotong-royongan.
melakukan permainan dapat belajar secara tidak
Secara empiris, dalam permainan cugol (cukke
langsung kepada para pemain yang sudah bisa,
gol) menonjolkan kerja sama, dan kompetisi
wal aupun usiany a ma sih di b awahnya; 4)
(keterampilan sosial). Permainan bola keranjang
permainan tradisional dapat dilakukan oleh para
menonjolkan keterampilan kognitif, keterampilan
pemain dengan multi jenjang usia dan tidak
motorik, dan keseimbangan. Permainan tradisional
248
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
memiliki makna simbolis di balik gerakan, ucapan,
tradisional dapat diproduksi dalam ukuran rumah
maupun alat-alat yang digunakan. Pesan-pesan
boneka. Bentuknya bisa mirip rumah adat, tetapi
tersebut bermanfaat bagi perkembangan kognitif,
pernak-perniknya tidak perlu sedetail rumah
emosi, dan sosial anak sebagai persiapan/sarana
aslinya. Melalui rumah adat untuk boneka anak
belajar menuju kehidupan pada masa dewasa.
mengenal rumah adat Indonesia.
Upaya pengembangan dan pelestarian budaya
Selama ini pendidik dan pengelola KB dan
tradisional ini harus senantiasa dilakukan agar
PAUD pada umumnya menempatkan pengadaan
anak sejak usi a di ni dapa t me ngenal d an
APE sebagai salah satu kendala utama dalam
mencintai budayanya, sehingga tidak tergilas oleh
pengembangan KB. Mereka memahami bahwa
zaman dan dinamika masyarakat modern. Bagi
APE yang baik hanya dapat diperoleh melalui
ana k, p erma inan mer upak an sesua tu y ang
pembelian dari buatan luar. Kreativitas guru dalam
mengasy ikka n da n me nyenangk an, kare na
mengembangkan bahan belajar berupa per-
permainan itu memuaskan dorongan penjelajahan
mainan edukatif tradisional merupakan dampak
li ngkungan
pengiring yang mendeskripsikan dampak jangka
dengan ber baga i va riasi ya ng
melibatkan panca indera anak.
panjang yang dapat dicapai dari suatu program
Peraturan untuk mengawali suatu permainan
pendidikan (Wulandari, 2009).
ada dua cara, yaitu: 1) kesepakatan di antara
Dampak pengiring lainnya bisa terjadi ialah
kedua pihak/kelompok tanpa ada paksaan oleh
pelibatan orang tua dan peserta didik untuk
lawan atau pihak luar; 2) melalui suten/undian
membuat bahan belajar berupa alat permainan,
dengan memakai batu ceper atau kayu/papan,
yang merupakan dampak pengiring sekaligus
da n se lanj utny a pe rmai nan dimulai. Dal am
dampak ekonomis. Dengan demikian, hal ini
kenyataannya hampir tidak ditemukan sikap
mengubah pemikiran pendidik dan orang tua yang
protes, melanggar aturan yang disepakati, dan
selama ini memahami bahwa permainan yang
sakit hati di antara pihak-pihak yang bermain
harus dipelajari di KB harus permainan dari luar
(Wardani, 2009).
yang dibeli dengan harga mahal. Para pendidik
Pesatnya perkembangan permainan elektro-
dan orang tua akan perlahan-lahan menyadari
nik membuat posisi permainan tradisional semakin
perlunya kreativitas dalam mengembangkan
tergerus dan nyaris tak dikenal. Penanaman
bahan belajar bagi anak, sekaligus akan ber-
wawasan kebangsaan pada anak usia dini melalui
dampak pengiring lebih jauh lagi, kelak anak
APE, diharapkan dapat mempersiapkan mereka
setelah dewasa akan muncul pemikiran kreatif dan
kelak sebagai manusia-manusia yang mempunyai
inovatif untuk mengeksplorasi sumber daya alam
identitas di dalam masyarakat lokalnya sekaligus
sek itar nya seca ra p roduktif, ek onom is, dan
mempunyai visi global untuk membangun dunia
senantiasa memelihara lingkungan alam karena
bersama.
sejak kecil mereka telah ditanamkan kecerdasan
Penelitian ini mengajak pendidik, orang tua, dan
masyara kat
al at
Baik dampak instruksional maupun dampak
permainan edukatif yang dapat membangun
pengiring ditemukan dalam rangkaian penelitian
karakter anak sejak usia dini dengan mainan yang
ini, sekal igus menunj ukka n ba hwa proses
mengandung unsur budaya Indonesia. Meskipun
penelitian ini telah berjalan dengan baik karena
di sisi lain, anak juga tidak bisa dijauhkan dari
selain mencapai tujuan yang telah dirumuskan,
mainan impor dengan jalan memilih yang relevan
juga dapat memperoleh manfaat ganda, yaitu
dengan perk emba ngan usia ana k da n ti dak
berupa dampak pengiring yang merupakan salah
merusak budaya bangsa. Mainan impor dari
satu indikator keberhasilan penelitian. Untuk
negara lain secara tidak sadar akan menjadi
melihat sejauh mana efektivitas dalam imple-
pe njaj ahan bud aya mela lui alat per mainan
mentasi pembelajaran dalam bentuk permainan
tersebut.
bagi anak KB, perlu diadakan keberlanjutan
Unsur-unsur
dapa t
bud aya
me nyed iaka n
mencintai alam sekitarnya (kecerdasan naturalis).
Indonesi a
da pat
program dalam bentuk disiminasi melalui kegiatan
diintegrasikan dalam pembuatan APE buatan
pengabdian pada masyarakat, agar efektivitas
pendidik, home industry atau pabrik. Rumah adat
pembelajaran yang memanfaatkan alat per-
249
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
mainan edukatif berbasis sosial budaya dapat
oleh anak di sekitarnya, 3) dapat meningkatkan
diukur secara lebih efektif karena dapat ditransfer
kr eati vita s
atau diadopsi oleh subjek yang lebih luas.
pendidikan dapat merancang dan membuat sendiri
te naga
pendidi k,
k arena
pa ra
Te muan ini mem beri nuansa kesadaran
APE yang bersumber dari lingkungan sosial budaya
masyarakat akan potensi lingkungannya baik
dan alam sekitarnya, 4) sebanyak 12 jenis alat
li ngkungan ala m ma upun lingkungan sosi al
permainan yang dikembangkan cukup ekonomis,
budayanya. Potensi ini akan lebih baik, jika dapat
pengada annya mudah dan murah di banding
didukung oleh manusia kreatif, yang bisa lahir dari
dengan alat permainan nontradisional, tidak
program pengembangan seperti ini baik dari
berbahaya bagi anak, serta dapat dikembangkan
pendidik, anak didik, maupun dari masyarakat
untuk dijual di pasaran, sehinga memberi nilai
sekitarnya. Dampak edukatif dan psikologis dari
ekonomis bagi KB.
pengembangan ini merupakan titik pangkal untuk mengkaji dampak dalam bidang pelestarian dan
Saran
pengembangan budaya dan lingkungan alam,
Mengacu pad a si mpul an d isar anka n pe rlu
yang pada akhirnya berdampak ekonomi terhadap
mengadakan: 1) pelatihan terhadap guru PAUD
KB melalui kemasan APE dalam bentuk industri
untuk pengembangan alat permainan, baik yang
kecil/kerajinan.
berasal dari budaya tradisional maupun dari motif baru sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian
Simpulan dan Saran
bangsa; 2) perumusan kurikulum PAUD dengan
Simpulan
me mper hati kan pote nsi sosial buda ya d an
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama 2
lingkungan alam sekitar; dan 3) mengadakan
tahun dengan subjek 4 KB, yang setiap KB
lomba permainan APET untuk anak didik PAUD,
mengembangkan 2 jenis APE setiap tahun. Pada
sehingg a
akhirnya berhasil dikembangkan 12 jenis APE yang
terhadap budaya bangsa; 4) mengadakan lomba
berasal dari latar sosial budaya dan lingkungan
pengemb anga n APET untuk pendidi k PAUD,
alam sekitar KB. APE yang telah dikembangkan
se hing ga p endi dik
terbukti disenangi anak untuk memainkannya
pengadaan bahan belajar baik dalam jumlah
kar ena
maupun kual itas perm aina n; d an 5 ) di na s
terk ait
deng an
p otensi
a lam
dan
lingkungan sosial budaya sekitar peserta didik.
se maki n
be rkem bang
sem akin
kecinta an
kre atif
dal am
pendidikan dan kebudayaan, tokoh masyarakat,
St rate gi p enge mbangan APE dil akuk an
guru, serta orang tua melakukan kajian dan
de ngan pri nsip : 1) mud ah d iper oleh bahan
melestarikan melalui pembelajaran ulang kepada
bakunya, karena ada di sekitar KB, 2) dapat
generasi sekarang melalui proses modifikasi yang
meningkatkan kecerdasan natural anak, karena
disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
bahan bakunya dapat secara langsung diamati
Pustaka Acuan Anwar dan Ahmad, Arsyad. 2004. Pendidikan Anak Dini Usia. Bandung: Alfabeta. Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta. Anwar, Mursidin T, dan Ibrahim, Husaian. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran melalui Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya untuk Meningkatkan Kecerdasan Naturalis pada Anak Didik Kelompok Bermain. Kendari: Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti. Borg, Walter. R and Gall, Meredith. D. 1989. Educational Research An Introduction. New York: Longman. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada Kelompok Bermain. Jakarta: Ditjen PLSP Depdiknas. Galib, La Marota. 2002. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di
250
Anwar, Mursidin T, dan Husain Ibrahim, Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya pada Pembelajaran Anak Didik Kelompok Bermain
Sekolah. Dalam Jurnal Pendidikan dan kebudayaan. No. 034 Jauari 2002. Gutama. 2002. Tantangan yang Harus Dijawab Pendidikan Anak Dini Usia dalam Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi 01 April 2002 Hanurani, L. 2003. Beberapa Cara Mengidentifikasi Sumber Belajar dan Kebutuhan Belajar dalam Masyarakat. Dalam Jurnal Gita Setrai. No. 2 tahun 2003. Jalal, Fasli. 2007. Pendidikan, Input Tumbuh Kembang Anak. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 0902/09/teropong/lain01.htm. Akses, 14 Maret 2007. Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedy. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Johnson, Elaine B. 2006. Contextual Teaching and Learning. Penerjemah Ibnu Setiwan. Bandung: Miza Media Utama. Kementerian Pemberdayaan Perempuan.2003. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Jakarta. Saputra. 2003. Anak dan Perkembangan Moral dalam Jurnal Visi: Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. Nomor 15 Tahun XI 2003. Semiawan, Cony R. 2002. Pendidikan Anak Dini Usia Belajar melalui Bermain dalam Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi 01 April 2002 Spradley, James P. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Reneihart and Winston. Umar, Muhammad. 2004. Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Tradisional Anak Usia 3-6 Tahun. Kendari: Balai Pengembangan Kegiatan Belajar. Wardani, Dani. 2009. Potret Permainan Tradisional Indonesia. http://webcache. googleusercontent.com/search?q=cache:DSObB4dWWikJ:www.tokoacc.com/news/9/PotretPermainan-Tradisional-Indonesia+permainan+tradisional &cd=15&hl=id&ct=clnk&gl=id.
Akses
26 November 2010 Wahyudi. 2003. Tinjauan Aspek Budaya pada Pembelajaran IPA: Pentingnya Kurikulum IPS Berbasis Kebudayaan Lokal. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 040 Januari 2003. Wulandari, Irene Evy. 2009. Pembelajaran yang Menumbuhkan Kepedulian: Studi Kualitatif Fenomenologis di Sekolah Dasar Gunung Brintik, Semarang, Jawa Tengah. Disertasi Doktor: UM Malang. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/ article/ view/1038/0. Akses, 30 Oktober 2009. Yusuf, Muhammad. 2005. Penelitian tentang Perbandingan Beberapa Variabel antara Anak Berbakat dan Anak Normal di Beberapa SD di Kota Madya Surakarta. Dalam Jurnal Rehabilitas dan Remediasi. No. 12 Tahun ke-14. Zuhara, T.D. 2002. Perilaku Berwawasan Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan Dilihat dari Keinovatifan dan Pengetahuan tentang Lingkungan. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 036 Mei 2002.
251