MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN

Download Asinar serous pada kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat netral maupun asam dengan intensitas rendah. Karbohidrat dalam saliva pada ...

0 downloads 521 Views 9MB Size
MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS LANDAK JAWA (Hystrix javanica)

Tresna Setia

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Landak Jawa (Hystrix javanica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Tresna Setia NIM B04120005

ABSTRAK TRESNA SETIA. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Landak Jawa (Hystrix javanica). Dibimbing oleh I KETUT MUDITE ADNYANE dan SUPRATIKNO. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari morfologi kelenjar parotis dan kelenjar mandibularis landak jawa secara makro dan mikro. Sampel didapatkan dengan melakukan preparir di daerah kepala, selanjutnya jaringan dibuat preparat histologi menggunakan metode paraffin. Slide jaringan kemudian dilakukan pewarnaan histokimia Hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) pH 2.5, periodic acid Schiff (PAS), dan Casson trichrome. Hasil dari penelitian menunjukkan kelenjar parotis landak jawa memiliki tekstur lunak, berlobus, dan berukuran lebih besar dari kelenjar mandibularis. Kelenjar mandibularis memiliki tekstur kenyal dan tidak berlobus. Secara mikroskopis kelenjar parotis merupakan kelenjar serous murni, sedangkan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar campuran. Asinar sereous pada kelenjar parotis tidak mengandung karbohidrat netral dan asam. Asinar mukous pada kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat asam dan netral dengan intensitas kuat (+++). Asinar serous pada kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat netral maupun asam dengan intensitas rendah. Karbohidrat dalam saliva pada landak jawa utamanya dihasilkan oleh kelenjar mandibularis. Kata kunci: kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, landak jawa

ABSTRACT TRESNA SETIA. Morphology of Parotid and Mandibular Gland Sunda Porcupine (Hystrix javanica). Supervised by I KETUT MUDITE ADNYANE and SUPRATIKNO. This research aimed to examine morphology of parotid and mandibular glands of javan porcupine (Hystrix javanica) in macro and micro anatomy. Samples were obtained from the head and processed histologically with paraffin method. Slide were stained using histochemical method with hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB) pH 2.5, periodic acid Schiff (PAS), and Casson’s trichrome. The result showed that parotid glands have a soft texture, lobulated, and larger than mandibular gland. Mandibular gland have a hard texture and not lobulated. From microscopic observation showed that parotid gland was a pure serous gland, where as mandibular gland was a mixed gland. Serous acinar of parotid gland was not contain acid and neutral carbohydrate. Mucous acinar of mandibular gland was contain acid and neutral carbohydrate with high intensity (+++). Neutral and acid carbohydrate with weak concentration (+) were found in the serous acinar of mandibular gland. Carbohydrate in the saliva of javan porcupine mainly produced by mandibular gland. Keywords : mandibular gland, parotid gland, javan porcupine

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS LANDAK JAWA (Hystrix javanica)

TRESNA SETIA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 adalah Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Landak Jawa (Hystrix javanica). Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet dan Drh Supratikno, MSi, PAVet selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingan, masukan, nasihat, dan dukungannya selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Ibu (Geugeu), ayah (Munajat), dan adik (Setia dan Dea), atas semua doa, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini kepada penulis. 3. Teknisi Laboratorium Histologi: Pak Iwan atas bantuan selama di Laboratorium Histologi. 4. Rekan satu penelitian di laboratorium (April, Puput, Nadia, Eka, Denty, Mentari, Lida, Apri, dan Indri) atas semangat, dukungan, dan bantuannya selama penelitian. Penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, adanya kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh Penulis untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi Penulis sendiri.

Bogor, Oktober 2016 Tresna Setia

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Alat dan Bahan

4

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

7 7

Makroanatomi kelenjar parotis

7

Makroanatomi kelenjar mandibularis

7

Mikroanatomi kelenjar parotis

8

Mikroanatomi kelenjar mandibularis

8

Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN

11 11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL 1 Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa 2 Intensitas warna rata-rata kelenjar parotis dan mandibularis terhadap pewarnaan alcian blue (AB) pH 2.5 dan periodic acid schiff (PAS)

9 12

DAFTAR GAMBAR 1 Gambaran umum landak jawa (Hystrix javanica) 2 Gambaran makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa

3

(Hystrix javanica) 3 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (Hystrix javanica) 4 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis dengan pewarnaan Cason’s trichrome, AB pH 2.5, dan PAS

8 10 12

PENDAHULUAN Latar Belakang Landak jawa (Hystrix javanica) atau disebut juga javan porcupine merupakan salah satu satwa endemik di Indonesia. Landak jawa memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai ternak harapan karena daging dan durinya dapat dimanfaatkan. Ternak harapan merupakan satwa liar yang mempunyai prospek baik dan dapat dimanfaatkan dengan cara dikembangbiakkan untuk kebutuhan manusia. Landak jawa dapat dimanfaatkan dagingnya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (Farida et al. 2010). Menurut Maruyama (2014) persentase kandungan lemak dalam daging landak jawa sebesar 0% atau tidak mengandung lemak. Daging landak juga mengandung penguat stamina dan kitotefin yang berguna bagi penderita asma dan hampir seluruh bagian tubuh landak memiliki khasiat bila dimakan. Hati landak jika dibakar dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit asma dan diabetes (Abbas 2012). Duri landak jawa dapat dimanfaatkan sebagai bahan dekorasi rumah tangga dan bahan baku pembuatan aksesoris (Sheila 2011). Berdasarkan informasi tersebut, landak jawa menjadi sangat potensial untuk diternakkan. Data-data informasi mengenai habitat, perilaku dan biologi yang cocok diperlukan untuk menunjang pemeliharaan landak jawa ketika diternakkan. Datadata tersebut sampai saat ini masih sangat terbatas. Salah satu data yang penting untuk diketahui yaitu data mengenai sistem pencernaan. Data ini sangat diperlukan berkaitan dengan adaptasi terhadap jenis dan pola pakan landak jawa saat diternakkan. Kelenjar ludah merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berfungsi membantu proses pencernaan. Kelenjar ludah menghasilkan saliva yang mempunyai fungsi penting untuk kesehatan rongga mulut. Saliva mempunyai peran sebagai lubrikan rongga mulut, melindungi permukaan dalam mulut, membantu proses mengunyah dan menelan, serta menginisiasi proses reaksi enzimatis di rongga mulut (Depamede et al. 2014). Pengetahuan mengenai morfologi kelenjar ludah diperlukan untuk mengetahui fisiologi sistem pencernaan dan pola pakan landak. Penelitian mengenai morfologi kelenjar ludah landak jawa menarik untuk dilakukan karena dapat menambah data-data informasi mengenai sistem pencernaan landak jawa. Selain itu, informasi kelenjar ludah landak jawa dapat dibandingkan dengan berbagai hewan lain yang telah dilaporkan, yaitu pada tikus (Parks 1961), sapi (Shackleford dan Wilborn 1969), anjing (Nagato dan Tandler 1986), tupai (Zainuddin et al. 2000), tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al. 2010), burung walet (Novelina 2010), musang luak (Pratama 2014). Perumusan Masalah Landak jawa memiliki potensi sebagai ternak harapan sehingga pengetahuan mengenai sistem pencernaan landak jawa sangat diperlukan untuk mengetahui fisiologi sistem pencernaan dan pola pakan landak jawa.

2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan kelenjar mandibularis landak jawa. Morfologi diamati secara makro anatomi dan mikro anatomi yang mencakup bentuk, ukuran, letak anatomis, sel-sel penyusun serta studi histokimia dengan tinjauan kandungan dan distribusi karbohidrat serta kandungan jaringan ikat. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya dan memberikan informasi mengenai kelenjar ludah landak jawa.

TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa Landak jawa (Hystrix javanica) atau dengan nama lain javan porcupine merupakan satwa endemik Jawa. Ciri khas dari hewan ini yaitu seluruh tubuhnya ditutupi dengan duri (Gambar 1). Selain Pulau Jawa, landak jawa juga tersebar di beberapa pulau, yaitu Bali, Sumbawa, Flores, Lombok, Madura, dan Sulawesi. Klasifikasi landak jawa adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Hystricidae Spesies : Hystrix javanica ( Lunde dan Aplin 2008)

Gambar 1 Gambaran umum landak jawa (Hystrix javanica). Seluruh permukaan tubuh ditutupi dengan rambut keras berupa duri (Hastuwi 2012)

3 Menurut Parker (1990) landak memiliki ciri-ciri fisik dengan panjang badan 40-91 cm dan berat badan 5.4-16 kg (tergantung spesies). Landak dapat beradaptasi dan ditemukan di berbagai tempat yaitu gurun, daerah berbatu, pegunungan, sabana, lahan pertanian dan hutan. Landak umumnya merupakan hewan nokturnal, hewan ini aktif pada malam hari sedangkan siang hari digunakan untuk istirahat dan berlindung di dalam tanah (Michael et al. 2003). Menurut Sastrapradja (1996) di habitat aslinya landak jawa memakan bagianbagian tanaman seperti akar, umbi-umbian, kulit kayu, dan buah-buahan. Landak jawa yang dikandangkan menyukai pakan berupa apel, kembang kol, bengkoang, kangkung, sawi, mentimun, pisang, dan ubi jalar (Wahyuningsih 2013).

Kelenjar Ludah Kelenjar ludah merupakan salah satu bagian dari sistem pencernaan. Fungsi kelenjar ludah yaitu menghasilkan sekreta yang berfungsi membantu melunakkan makanan. Kelenjar ludah terdiri atas gabungan kelompok alveoli berbentuk kantung yang membentuk lubang-lubang kecil. Saluran dari setiap alveolus bersatu membentuk saluran yang lebih besar, kemudian sekreta disalurkan ke saluran utama untuk selanjutnya masuk ke dalam mulut. Kelenjar ludah yang utama yaitu kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, dan kelenjar sublingualis (Andriyani et al. 2015). Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar, terletak satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri dan terletak di bawah telinga. Sekreta dialirkan ke dalam mulut melalui ductus parotideus yang bermuara di pipi sebelah dalam berhadapan dengan geraham mollar kedua bagian atas (Andriyani et al. 2015). Secara histologis kelenjar parotis terdiri atas sel-sel serous berbentuk piramid, mempunyai inti bulat terletak di tengah dan sitoplasmanya bersifat asidofilik (Adnyane 2009). Kelenjar mandibularis merupakan kelenjar terbesar kedua setelah kelenjar parotis. Kelenjar mandibularis terletak di bawah kedua tulang rahang, sekretanya dialirkan ke dalam mulut melalui saluran mandibularis atau wharton duct yang bermuara di dasar mulut dekat frenulum linguae (Andriyani et al. 2015). Secara histologis kelenjar mandibularis terdiri atas sel serous dan sel mukous. Sel mukus mempunyai inti berbentuk oval, terletak di basal dan sitoplasmanya bersifat basofilik. Jumlah sel mukous lebih banyak dari sel serous (Adnyane 2009). Secara histologis setiap kelenjar disusun oleh epitel yang terdiri atas parenkim dan stroma. Parenkim terdiri atas unit sekretori dan duktus penyalur, sedangka stroma terdiri atas jaringan ikat yang mengelilingi dan menembus masuk sehingga membagi kelenjar menjadi lobus-lobus. Produk sekretori disintesis intraseluler kemudian dilepaskan dengan berbagai mekanisme. Kelenjar dibagi menjadi dua yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin. Kelenjar endokrin tidak memiliki duktus dan produk sekreta dilepaskan secara langsung ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limfe. Sebaliknya, kelenjar eksokrin melepaskan produk sekretanya melalui duktus yang terhubung dengan permukaan epitel. Kelenjar ludah termasuk ke dalam kelenjar eksokrin yang struktur sekretorinya dinamakan salivary acinus (Holsinger dan Bui 2007).

4

METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan April 2016, di Laboratorium Anatomi dan Laboratorium Histologi, Divisi Anatomi, Histologi, dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan bedah minor, peralatan histoteknik, rotary microtome, peralatan fotografi, tissue, sarung tangan, timbangan digital, botol sampel, tissue basket, inkubator, cup untuk embedding, kulkas, mikrotom putar, pisau mikrotom, gelas objek, cover glass, rak gelas objek, pipet tetes, pipet mohr, gelas piala, gelas ukur, tabung Erlenmeyer, mikroskop dan dino eye. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis dari landak jawa, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 94%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, akuades, air keran, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5, periodic acid Schiff dan Cason’s trichrome. Prosedur Pembuatan Preparat Anatomi Preparasi kelenjar ludah parotis dan mandibularis dilakukan dengan melakukan insisi pada kulit di profundal dagu, selanjutnya dilakukan preparir untuk lapisan superfisial sampai daerah buccalis. Setelah didapatkan musculus masseter, lapisan musculus dipreparir sehingga dapat ditemukan kelenjar parotis tepat di profundal lapisan musculus masseter, selanjutnya dilakukan pengamatan makroskopis secara in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran morfometri meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehid 4% selama satu minggu untuk difiksasi. Pembuatan Preparat Histologi Kelenjar ludah difiksasi dalam larutan paraformaldehid 4% kemudian dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya kelenjar ludah dipotong (trimming) menjadi ukuran dadu kemudian dimasukkan ke dalam tissue basket. Organ di dalam tissue basket kemudian didehidrasi menggunakan alkohol 80%, 90%, dan 95% yang dilakukan masing-masing selama 24 jam. Proses dehidrasi selanjutnya menggunakan alkohol absolut (100%) I, II dan III masing-masing selama 1 jam. Proses selanjutnya dilakukan clearing ke dalam xylol I, II, dan III masingmasing selama 1 jam. Clearing pada xylol III dilakukan selama 30 menit pada suhu ruang dan 30 menit pada suhu 60 ˚C dalam inkubator, dilanjutkan dengan infiltrasi dalam parafin cair I, II, III pada suhu 60 °C masing-masing 30 menit di dalam inkubator. Setelah infiltrasi parafin diilakukan penanaman kelenjar ludah pada cetakan dengan menggunakan paraffin kemudian didinginkan. Organ yang

5 telah diembedding dan sudah mengeras disimpan dalam refrigerator. Cetakan parafin yang berisi organ dipotong dadu dan ditempelkan pada balok kayu. Parafin yang sudah berisi organ dan berbentuk balok dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom yang disebut dengan sectioning. Organ yang sudah berhasil dipotong direndam dalam akuades. Hasil pemotongan yang bagus dengan ketebalan yang sesuai dimasukkan ke dalam akuades dalam suhu 37oC menggunakan waterbath. Preparat yang telah jadi diinkubasi terlebih dahulu dalam inkubator selama 1-3 hari dalam suhu 37°C sebelum dilakukan pewarnaan. Pewarnaan yang digunakan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur umum jaringan, periodic acid Schiff (PAS), alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mengamati distribusi karbohidrat dan Cason’s trichrome untuk mengamati kandungan jaringan ikat. Pewarnaan Hematoksilin Eosin Pewarnaan hematoksilin eosin dilakukan untuk mengamati morfologi sel dari jaringan kelenjar ludah landak. Tahapan awal pewarnaan adalah preparat yang tersedia diinkubasi minimal selama 1 malam (1-3 hari) dalam suhu 370C kemudian dalam inkubator 600C selama 5 menit. Selanjutnya adalah tahap deparafinisasi dan rehidrasi. Proses deparafinisasi dilakukan dengan merendam preparat dalam xylol III, II, I secara berurutan masing-masing selama 3 menit. Proses rehidrasi dilakukan dari alkohol bertingkat (alkohol absolut III, II, I), alkohol 95%, 90%, 80%, sampai 70% masing-masing dilakukan selama 3 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam air keran dan akuades masing-masing selama 5 menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan dengan Hematoksilin. Preparat disiapkan untuk ditetesi dengan pewarna Hematoksilin selama 3 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam air keran selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam akuades sebagai stopping point. Berikutnya adalah pewarnaan Eosin dengan meneteskan preparat dengan pewarna Eosin selama 2 menit. Kemudian dicuci sebentar dalam akuades. Setelah itu dilakukan dehidrasi pada alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, absolut I, II, dan III). Selanjutnya dilakukan clearing menggunakan xylol I, II, dan II. Waktu yang digunakan saat dehidrasi pada alkohol 70% sampai dengan alkohol absolut 1 masing-masing selama 3 detik. Absolut II dan III serta xylol I, II, dan III masingmasing dilakukan selama 1 menit. Setelah clearing selesai dilakukan selanjutnya adalah mounting yaitu menutup preparat dengan cover glass menggunakan entelan. Preparat yang telah selesai diwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dan didokumentasikan dengan kamera. Pewarnaan Alcian Blue pH 2.5 Pewarnaan alcian blue pH 2.5 dilakukan untuk mendeteksi karbohidrat asam pada jaringan. Pewarna AB dengan pH 2.5 dapat mewarnai mukosubstan sulfat dan nonsulfat. Tahap awal dilakukan proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit. Selanjutnya dilakukan proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam

6 akuades selama 5 menit. Penurunan pH dilakukan dengan merendam preparat ke dalam larutan asam asetat 3% pada suhu kamar selama 5 menit. Preparat diwarnai dengan alcian blue pH 2.5 selama 30 menit, kemudian preparat dicuci dengan asam asetat 3% pada suhu kamar 3 kali selama 5 menit, lalu dibilas dengan akuades 3 kali selama 5 menit. Selanjutnya preparat dicelupkan dalam counterstain (nuclear fast red). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop. Preparat dicuci dengan akuades pada suhu kamar 3 kali selama 5 menit. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS dan kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pewarnaan Periodic Acid Schiff Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi karbohidrat netral, gula heksosa, dan asam sialit. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam akuades selama 5 menit. preparat dioksidasi di dalam larutan 0.5-1 periodic acid selama 5 menit pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan akuades selama 5 menit dan akuabides selama 2 kali selama 5 menit. Preparat direndam di dalam Schiff’s reagen selama 15-30 menit. Preparat direndam dalam air sulfit selama 3 kali selama 5 menit dan kemudian dibilas dengan akuades selama 3 kali selama 5 menit. Preparat dicelupkan dalam counterstain (mayer hematoksilin). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 1060 menit lalu dibilas dengan akuades selama 2 kali selama 1 menit. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS dan kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pewarnaan Cason’s Trichrome

Pewarnaan Cason’s trichrome dilakukan untuk mendeteksi kandungan jaringan ikat. Tahapan awal pewarnaan adalah preparat yang tersedia diinkubasi minimal selama 1 malam (1-3 hari) dalam suhu 370C kemudian dalam inkubator 600C selama 5 menit. Selanjutnya adalah tahap deparafinisasi dan rehidrasi. Proses deparafinisasi dilakukan dengan merendam preparat dalam xylol III, II, I secara berurutan masing-masing selama 3 menit. Proses rehidrasi dilakukan dari alkohol bertingkat (alkohol absolut III, II, I, alkohol 95%, 90%, 80%, sampai 70%) masing-masing dilakukan selama 3 menit. preparat diwarnai dengan Weigert’s iron-hematoxylin selamat 5 menit dan dicuci dengan air mengalir selama 2 menit. Setelah itu air dalam preparat diserap dengan kertas saring lalu dilakukan dehidrasi cepat dengan alkohol 100% sebanyak 3 kali. Selanjutnya dilakukan clearing menggunakan xylol I, II, dan II. Waktu yang digunakan saat dehidrasi pada alkohol 70% sampai dengan alkohol absolut 1 masing-masing selama 3 detik. Absolut II dan III serta xylol I, II, dan III masing-masing dilakukan selama 1 menit. Setelah clearing selesai dilakukan selanjutnya adalah mounting yaitu menutup preparat dengan cover glass menggunakan entelan.

7 Prosedur Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat (+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan hasil penelitian terdahulu.

HASIL Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis Kelenjar parotis Landak jawa memiliki sepasang kelenjar parotis, kelenjar ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan kelenjar madibularis. Letak dari kelenjar parotis yaitu tepat di ventral telinga dan di caudal angulus mandibula. Kelenjar ini berwarna krem berbentuk tipis melebar dengan tekstur kenyal, seluruh permukaan dilapisi jaringan ikat, dan lobulasi terlihat dengan jelas (Gambar 2). Kelenjar parotis diukur secara makroanatomi dan didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 4.03 cm, lebar 2.96 cm, tebal 1.61, dan berat 4.43 gram. Kelenjar mandibularis Landak jawa memiliki sepasang kelenjar mandibularis dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan kelenjar parotis dan terletak di profundal angulus madibularis os mandibula. Kelenjar mandibularis ini berwarna krem, bentuk seperti kacang tanah dengan tekstur lebih kenyal dibanding dengan kelenjar parotis. Lobulasi pada kelenjar mandibularis tidak terlihat jelas dan seluruh permukaannya dilapisi dengan jaringan ikat (Gambar 2). Kelenjar mandibularis diukur secara makroanatomi dan didapatkan rataan ukuran kelenjar mandibularis yaitu panjang 2.81 cm, lebar 2.29 cm, tebal 1.13 cm, dan berat 2.36 gram (Tabel 1).

Gambar 2 Gambaran makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (Hystrix javanica). Kelenjar parotis (Pt), mandibularis (Md), dan musculus masseter (M) tampak lateral kanan. Bar = 1cm arah cranial.

8 Tabel 1. Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (H. javanica) Rata-rata Letak Kelenjar ludah Kiri Kanan.’ 4.03 Kelenjar parotis panjang (cm) 4.30 3.77 2.96 lebar (cm) 2.83 3.10 1.61 tebal (cm) 1.63 1.60 4.43 berat (g) 4.93 3.93 Kelenjar mandibularis

panjang (cm)

2.80

2.83

2.81

lebar (cm) tebal (cm) berat (g)

2.26 1.13 2.43

2.33 1.13 2.30

2.29 1.13 2.36

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis Secara umum struktur mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis tersusun dari dua bagian utama yaitu bagian parenkim dan stroma. Parenkim terdiri dari atas ujung kelenjar dan alat penyalur, sedangkan stroma terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Kelenjar parotis Kelenjar parotis pada landak jawa bertipe serous murni. Asinar pada kelenjar parotis ini tersusun atas sel yang berbentuk piramida dengan inti sel berbentuk bulat dan terletak di basal. Pewarnaan hematoksilin eosin (HE) pada ujung kelenjar parotis menunjukkan inti sel berwarna ungu tua dengan sitoplasma berwarna merah muda (Gambar 3A). Selain ujung kelenjar, pada kelenjar parotis ditemukan pula alat penyalur (duktus) yang berfungsi mengalirkan sekreta ke rongga mulut. Pada landak jawa, terdapat tiga jenis alat penyalur yang ditemukan yaitu duktus interkalatus, duktus striatus, dan duktus eksretorius. Ketiga alat penyalur ini dibedakan berdasarkan jenis epitel penyusun dan ukurannya. Duktus interkalatus merupakan alat penyalur yang paling kecil, duktus ini tersusun atas epitel pipih selapis hingga kubus sebaris, duktus striatus berukuran sedang tersusun atas epitel silindris sebaris, dan duktus eksretorius berukuran besar yang tersusun atas epitel silindris banyak baris. Pembuluh darah pada kelenjar parotis ditemukan mulai dari kapiler yang terdapat diantara lobulus-lobulus dan arteri serta vena yang berada di dekat alat penyalur. Kelenjar mandibularis Asinar pada kelenjar mandibularis bertipe campuran, tersusun atas sel asinar serous dan mukous dengan jumlah sel mukous yang lebih dominan. Bentuk sel mukous yaitu kubus dengan inti sel pipih dan terletak di basal, sedangkan sel serous berbentuk piramida dengan inti sel berbentuk bulat dan terletak di tengah. Kelenjar mandibularis dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) menunjukkan inti sel berwarna ungu tua dengan sitoplasma berwarna biru cerah (Gambar 3B). Selain asinar, ditemukan pula alat penyalur (duktus) yang berfungsi mengalirkan sekreta ke rongga mulut. Seperti pada kelenjar parotis, terdapat tiga jenis alat penyalur yang ditemukan yaitu duktus interkalatus, duktus striatus, dan duktus eksretorius. Pembuluh darah pada kelenjar mandibularis ditemukan mulai dari

9 kapiler yang terdapat diantara lobulus-lobulus sampai arteri dan vena yang berada di dekat alat penyalur.

Gambar 3 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa (H. javanica). Kelenjar parotis (A), kelenjar mandibularis (B), asinar serous (as), asinar mukus (am), duktus interkalatus (di), duktus striatus (ds), jaringan ikat interstitial (ji). Pewarnaan HE. Bar = 30µm.

Kandungan jaringan ikat kelenjar parotis dan mandibularis Pewarnaan Cason’s trichrome dilakukan untuk melihat kandungan jaringan ikat pada kelenjar parotis dan mandibularis. Pada pewarnaan Cason’s trichrome, keberadaan jaringan ikat ditandai dengan jaringan yang berwarna biru. Hasil pewarnaan Cason’s trichrome pada kelenjar parotis menunjukkan jaringan ikat yang mengelilingi alat penyalur dan pembuluh darah. Jaringan ikat ini terlihat jelas mengelilingi alat penyalur dan pembuluh darah, namun sangat tipis dan hampir tidak terlihat diantara lobulus-lobulus kelenjar parotis (Gambar 4A). Hasil pewarnaan Cason’s trichrome pada kelenjar mandibularis yaitu ditemukannya jaringan ikat yang mengelilingi alat penyalur dan pembuluh darah. Berbeda dengan kelenjar parotis, pada kelenjar mandibularis jaringan ikat juga terlihat dengan jelas berada diantara lobulus-lobulus ujung kelenjar mandibularis (Gambar 4B). Jaringan ikat yang membungkus ujung kelenjar pada kelenjar mandibularis terlihat lebih tebal dibandingkan dengan jaringan ikat pada ujung kelenjar parotis. Kandungan jaringan ikat yang lebih banyak ini menyebabkan konsistensi kelenjar mandibularis lebih keras dibandingkan kelenjar parotis. Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis Pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS dilakukan untuk melihat kandungan dan distribusi karbohidrat asam dan netral pada kelenjar parotis dan mandibularis. Hasil positif pada pewarnaan AB pH 2.5 ditandai dengan warna biru, sedangkan hasil positif pada pewarnaan PAS ditandai dengan warna merah magenta. Hasil pewarnaan pada kelenjar parotis yaitu tidak terdeteksi adanya karbohidrat netral maupun karbohidrat asam. Sel-sel asinar serous, epitel duktus dan sekreta pada lumen duktus memberikan reaksi negatif (-) terhadap pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Hasil dari pewarnaan pada kelenjar mandibularis terdeteksi adanya karbohidrat netral dan asam. Sel-sel asinar mukous bereaksi positif dengan intensitas kuat (+++) dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS, sedangkan epitel duktus dan membran basal duktus bereaksi negatif (-). Sekreta lumen duktus bereaksi positif dengan intensitas sedang sampai kuat (++~+++) dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Sel-sel asinar serous pada kelenjar mandibularis

10 bereaksi positif dengan intensitas rendah (+) dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Tabel 2 Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis terhadap pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Pewarnaan Kelenjar ludah AB pH 2.5 PAS Kelenjar parotis Sel-sel asinar serous Epitel duktus Sekreta pada lumen duktus Kelenjar mandibularis Sel-sel asinar mukous Sel-sel asinar serous Epitel duktus Sekreta pada lumen

+++

+++

+

+

++~+++

++~+++

Berdasarkan hasil deteksi distribusi karbohidrat, asinar serous kelenjar parotis, epitel duktus dan sekreta pada lumen tidak bereaksi dengan pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 4B) maupun dengan pewarnaan PAS (Gambar 4C). Asinar mukous pada kelenjar mandibularis bereaksi positif dengan intensitas kuat terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 4E) dan pewarnaan PAS (Gambar 4F). Asinar serous pada kelenjar mandibualris bereaksi positif dengan intensitas lemah dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS. Sekreta di dalam lumen duktus bereaksi positif dengan intensitas sedang sampai kuat, dan epitel duktus bereaksi negatif pada kedua pewarnaan. Hasil ini menunjukkan bahwa asinar mukous pada kelenjar mandibularis merupakan sumber utama yang menghasilkan karbohidrat asam maupun netral pada air ludah landak jawa. Hasil positif pada sekreta dalam lumen duktus dan negatif pada epitel duktus menunjukkan bahwa karbohidrat asam maupun netral tidak dihasilkan oleh duktus penyalur.

11

Gambar 4 Fotomikrograf kelenjar parotis dan mandibularis dengan pewarnaan Cason’s trichrome, AB pH 2.5, dan PAS. Pewarnaan Cason’s trichrome (A,D), pewarnaan AB pH 2.5 (B,E) dan PAS (C,F). Kelenjar parotis (A,B,C) dan kelenjar mandibularis (D,E,F). Jaringan ikat pada kelenjar parotis mengelilingi duktus, jaringan ikat pada kelenjar mandibularis mengelilingi duktus dan diantara lobus. Karbohidrat asam dan netral hanya terdeteksi pada asinar mukus dan sekreta lumen duktus kelenjar mandibularis. Asinar serous (as), asinar mukus (am), epitel duktus (ed). Bar = 50 µm.

PEMBAHASAN Kelenjar ludah merupakan organ asesoris sistem pencernaan yang membantu sistem pencernaan baik secara mekanis maupun enzimatis. Kelenjar ludah menghasilkan sekreta berupa saliva yang berfungsi membantu membasahi dan melunakkan makanan yang kering, mempertahankan pH dalam rongga mulut, dan sebagai antibakteri (Aughey dan Frye 2001). Kelenjar ludah terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, kelenjar sublingualis dan kelenjar minor. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada kelenjar parotis dan kelenjar mandibularis landak jawa untuk mengetahui morfologi, komposisi jaringan ikat, serta kandungan dan distribusi karbohidrat.

12 Hasil pengamatan secara makroanatomi yaitu terdapat sepasang kelenjar parotis dan mandibularis dengan ukuran kelenjar parotis yang lebih besar dibandingkan kelenjar mandibularis. Warna kelenjar parotis dan mandibularis yaitu krem, berbentuk tipis memanjang pada kelejar parotis sedangakan lonjong pada kelenjar mandibularis. Konsistensi kelenjar parotis lunak dan berlobus sedangkan kelenjar mandibularis keras dan tidak berlobus. Perbandingan ukuran kelanjar parotis dan mandibularis pada beberapa jenis hewan dapat berbeda. Menurut Humer dan Warmer (1980) pada hewan karnivora ukuran kelenjar mandibularis lebih besar dibandingkan kelenjar parotis. Landak jawa merupakan hewan herbivora, sehingga perbandingan ukuran kelenjar parotis dan mandibularis berbeda dengan hewan karnivora yaitu kelenjar parotis landak jawa lebih besar dibandingkan dengan kelenjar mandibularis. Perbedaan konsistensi pada kelenjar parotis dan mandibularis disebabkan oleh komposisi jaringan ikat, pada kelenjar mandibularis komposisi jaringan ikat lebih banyak dibandingkan pada kelenjar parotis. Kandungan jaringan ikat diketahui dengan melakukan pewarnaan Casson’s trichrome. Hasil dari pewarnaan Cason’s trichrome pada kelenjar parotis dan mandibularis menunjukkan jaringan ikat yang membalut ujung kelenjar pada kelenjar mandibularis terlihat lebih tebal dibandingkan dengan jaringan ikat pada ujung kelenjar parotis. Sel asinar kelenjar parotis pada landak jawa bertipe serous murni. Bentuk kelenjar serous murni ini mirip dengan kelenjar parotis kelinci (Al-Saffar dan Simawy 2014), kambing, babi (Adnyane 2009), muntjak (Adnyane et al. 2010), dan sapi (Adnyane et al. 2007). Kelenjar parotis dengan asinar sereous murni biasanya terdapat pada hewan-hewan herbivora, omnivora, dan insektivora, sedangkan pada hewan karnivora kelenjar parotis bersifat campuran. Sel asinar kelenjar mandibularis pada landak jawa bertipe campuran, dengan asinar mukous yang lebih dominan. Sifat campuran pada kelenjar mandibularis ditemukan pada semua jenis hewan seperti pada anjing (Dellmann dan Brown 1981), kambing, kucing, babi (Adnyane 2009), muntjak (Adnyane et al. 2010), dan musang luwak (Pratama 2013). Karbohidrat kompleks merupakan komponen yang berperan dalam berbagai proses di dalam tubuh seperti perlekatan dan komunikasi antar sel, regenerasi dan diferensiasi sel, serta sebagai bahan penyusun matriks sel dan sekreta kelenjar. Karbohidrat kompleks terbagi dua, yaitu karbohidrat netral dan asam. Contoh dari karbohidrat netral yaitu glikogen, glikolipid, dan amilase sedangkan karbohidrat asam yaitu asam hialuronat, kondroitin sulfat, hialurosulfat, mukoitinsulfat dan sialomusin (Brancoft 1967). Distribusi dan sebaran karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis dapat diketahui menggunakan pewarnaan alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat netral. Hasil dari pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS yaitu pada kelenjar parotis tidak terdeteksi adanya karbohidrat netral maupun karbohidrat asam (-). Pada asinar mukous kelenjar mandibularis terdeteksi adanya karbohidrat netral dan asam dengan intensitas kuat (+++) sedangkan asinar serous pada kelenjar mandibularis terdeteksi karbohidrat netral dan asam dengan intensitas rendah (+). Berdasarkan hasil tersebut, karbohidrat dalam saliva pada landak jawa utamanya dihasilkan oleh kelenjar mandibularis.

13 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kelenjar parotis landak jawa berukuran lebih besar dibandingkan dengan kelenjar mandibularis. Kelenjar parotis landak jawa (Hystrix javanica) merupakan kelenjar serous murni sedangkan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar campuran. Berdasarkan ukuran dan tipe kelenjar, kelenjar parotis dan mandibularis landak jawa mirip dengan hewan herbivora. Asinar sereous pada kelenjar parotis tidak mengandung karbohidrat netral maupun asam. Asinar mukous pada kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat asam dan netral dengan intensitas kuat. Asinar sereous mengandung karbohidrat netral dan asam dengan intensitas rendah. Karbohidrat dalam saliva pada landak jawa utamanya dihasilkan oleh kelenjar mandibularis. Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis biokimia pada sekreta kelenjar ludah landak jawa dan persebaran glikokonjugat menggunakan histokimia lektin untuk mengetahui jenis karbohidrat spesifik. DAFTAR PUSTAKA Abbas I. 2012. Khasiat daging landak untuk kesehatan. [internet]. [diunduh 2016 Feb 3]. Tersedia pada: http://www.tanyaibnu.com/khasiat-daging-landakuntuk-kesehatan/. Al-safar FJ, Simawy MSH. 2014. Histomorphological and histochemical study of the major salivary glands of adult local rabbits. International Journal of Advanced Research 2(11): 378-402. Adnyane IKM. 2009. Morfologi kelenjar ludah kambing, kucing dan babi dengan tinjauan khusus pada distribusi dn kandungan karbohidrat. Jurnal Kedokteran Hewan 3(2): 190-195. Adnyane IKM, Novelina S, Wresdiyati T, Winarto A, Agungpriyono S. 2007. Sel penghasil lisozim terdeteksi pada kelenjar ludah sapi dengan teknik imunohistokimia. Jurnal Veteriner 8(1): 10-15. Adnyane IKM, Zuki AB, Noordin MM, Agungpriyono S. 2010. Histological study of the parotid and mandibular glands of barking deer (Muntiacus muntjak) with special reference to the distribution of carbohydrate content. Anatomia Histologia Embryologia 39: 516-520. Andriyani R, Ani T, Widya J. 2015. Biologi Reproduksi dan Perkembangan. Yogyakarta : CV Budi Utama. Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology. (UK): Iowa State University Press. Bancroft DEJ. 1967. An Introduction to Histochemical Technique. London (UK): Division of Meredith. Dellmann HD, Brown EM. 1981. Textbook of Veterinary Histology. Philadelpia (US): Lea and Febriger.

14 Depamede SN, Rosyidi A, Sriasih M, Dahlanuddin, Yulianti E, Suparman. 2014. Potensi air liur sebagai perantara dalam pemeriksaan noninvasive pada hewan piaraan. Jurnal Veteriner 15(4): 564-569. Farida WR, Ridwan R, Wulansari D. 2010. Kajian domestikasi landak (Hystrix sp.) guna pemanfaatan berkelanjutan. Laporan akhir tahun 2010, Kegiatan Program Kompetitif LIPI. Hastuwi. 2012. Landak jawa dari Gua Pangandaran. [internet]. [diunduh 2016 Feb 6]. Tersedia pada: http://www.flickr.com/photos/hastu/11997363944. Holsinger FC, Bui DT. 2007. Salivary Gland Disorders. Germany (DE) : Springer. Humer ID, Warner AC. 1980. Digestive Physiology and Metabolism in Ruminants. USA (US): Avi Publishing. Kimura J. 2005. Observation of the salivary glands of northern smooth-tailed tree shrew (Dendrogale murina) and common tree shrew (Tupaia glis) di dalam Mysterious Arboreal Tupai. Kyoto (JP): Primate Research Institute. Lunde D, Aplin K. 2008. Hystrix javanica. Di dalam: IUCN Red list of Threatened Species. [Terhubung berkala] http: //www.iucnredlist.org [12 Februari 2016]. Maruyama A. 2014. Analisis bobot kompenen penyusun karkas dan non karkas pada landak jawa (Hystric javanica) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Michael H, Devra G, Kleiman, Valerius G, Mellisa CM. 2003. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Ed ke-2. Michigan : Gale Group. Nagato T, Tandler B. 1986. Ultrastructure of dog parotid gland. Journal Submicroscopic Cytology 18: 67-74. Novelina S. 2010. Dinamika Perubahan Morfofungsi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) Selama Masa Berbiak dan Bersarang [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Parker SB. 1990. Grzimek’s Encyclopedia of Mammals. New York (US): McGraw Hill. Parks HF. 1961. On the fine structure of the parotid gland of mouse and rat. American Journal of Anatomy 108: 303-329. Pratama A. 2013. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaproditus) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sastrapradja S. 1996. Binatang Hama. Bogor (ID): LIPI Shackleford JM, Wilborn WH. 1969. Ultrastructure of bovine parotid gland. Journal of Morphology 127: 453-474. Sheila. 2011. Klasifikasi Duri Landak Jawa (Hystrix javanica) Berdasarkan Morfologi dan Pola Distribusi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahyuningsih A. 2013. Prefensi pemilihan jenis pakan dan kombinasi menu untuk landak jawa (Hystrix javanica) yang dikandangkan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wulansari FM. 2012. Kajian Morfologi Lambung Landak Jawa (Hystrix javanica) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zainuddin N, Agungpriyono S, Wresdiyati T, Adnyane IKM, Sari DK. 2000. Studi histologi dan histokimia kelenjar submandibularis dan kelenjar parotis

15 tupai (Tupaia glis) dengan tinjauan khusus pada jenis dan distribusi karbohidrat. Jurnal Primatologi Indonesia 3: 9-16.

16

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur, 10 April 1994 dari Bapak Munajat dan Ibu Geugeu Sopiah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Kosgoro Kota Bogor, Jawa Barat dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dengan jurusan Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama kuliah di FKH IPB Penulis pernah magang di Balai Inseminasi Buatan Lembang. Penulis pernah mengikuti program pengabdian Masyarakat Pembebasan Brucellosis di Banten pada tahun 2015. Penulis pernah menjadi Bendahara di Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI) cabang IPB (2014/2015). Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Histologi Veteriner II (2016). Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sebagai Sarjana Kedokteran Hewan. Judul penelitian adalah Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis landak jawa (Hystrix javanica).