MOVING AVERAGE MERUPAKAN INDIKATOR YANG PALING SERING DIGUNAKAN

Download Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu Simple Moving Average, ..... Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator ...

0 downloads 424 Views 242KB Size
Moving Average Merupakan indikator yang paling sering digunakan dan paling standar. Jika di Indonesiakan artinya kira-kira adalah rata-rata bergerak. Moving average sendiri memiliki aplikasi yang sangat luas meskipun sederhana. Dikatakan sederhana karena pada dasarnya metode ini hanyalah pengembangan dari metode rata-rata yang biasa kita kenal di sekolah (nah, ada gunanya juga bukan kita bersekolah?). Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu Simple Moving Average, Weighted Moving Average dan Exponential Moving Average. Masing-masing merupakan metode ratarata bergerak, hanya saja cara me-rata-ratakannya yang berbeda satu sama lain. A. Simple Moving Average (SMA) Jika saya mempunyai data 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 dan 30. Kemudian saya akan menerapkan metode SMA dengan 3 periode dan 4 periode maka hasilnya akan seperti ini: Sampel

SMA 3 periode

SMA 4 periode

23

-

-

24

-

-

25

= (23+24+25)/3 = 24

-

26

= (24+25+26)/3 = 25 (23+24+25+26)/4 = 24.5

27

= (25+26+27)/3 = 26 (24+25+26+27)/4 = 25.5

28

= (26+27+28)/3 = 27 (25+26+27+28)/4 = 26.5

29

= (27+28+29)/3 = 28 (26+27+28+29)/4 = 27.5

30

= (28+29+30)/3 = 29 (27+28+29+30)/4 = 28.5

Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut:

Aplikasi SMA Ada beberapa kegunaan dari SMA. Secara garis besar dapat digunakan untuk hal-hal berikut: 1. Menentukan trend yang akan terjadi. 2. Menentukan titik support dan resistance. 3. Memuluskan indikator lain yang terlalu bergerigi. Pada bagian ini saya akan membahas mengenai menentukan trend dengan memakai SMA. Menentukan titik resistance dan support serta memuluskan indikator saya bahas pada bagian lainnya dari CD ini (pasti saya bahas kok…., jangan khawatir.) Nah,untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan lagi grafik SMA barusan:

Apakah Anda melihat sesuatu dari grafik ini (ayolah, sedikit lebih cerdas lagi…...). Ya Benar! Disini dapat kita lihat bahwa apabila harga bergerak naik, SMA berada dibawah dari candlestick dan sebaliknya bila harga bergerak turun maka SMA berada diatas candlestick. Tentu saja penerapan periode yang tepat amat membantu disini. Apabila terjadi crossing antara harga dengan SMA, dapat kita ketahui bahwa akan terjadi perubahan arah trend. Nah, bagaimana kalau kita menggunakan dua buah SMA dengan dua periode yang berbeda? Hmm.. sangat menarik. Kita akan segera tahu bagaimana hasilnya:

Lebih memudahkan bukan? Dengan penggunaan dua SMA dengan dua periode yang berbeda kita dapat lebih akurat lagi memprediksikan kemana harga akan bergerak. Apabila telah terjadi perpotongan antara harga dengan kedua SMA maka akan dipastikan harga kan berubah arahnya. Dengan demikian kita memiliki tiga buah perpotongan garis yaitu perpotongan antara SMA 20 dan SMA 40 dan perpotongan SMA 20 dengan harga serta perpotongan SMA 40 dengan harga. Dapat kita catat bahwa apabila rentang antara kedua SMA semakin besar maka kemungkinan trend akan terus berlangsung dan bila mulai terjadi penyempitan jarak diantara keduanya dan sampai terjadi perpotongan kebali, bisa disimpulkan bahwa trend sudah berakhir. Mudah bukan? Lalu bagai mana dengan periode? Sayangnya sampai saat ini belum ada aturan pencarian periode yang tepat untuk dipakai. Memang perlu banyak-benyak berlatih dan mencoba (trial and error). Perlu Anda catat bahwa penggunaan periode dapat berubah-ubah menurut kebutuhan meskipun pada pair yang sama karena memang kondisi sebuah mata uang adalah dinamis dari waktu kewaktu. Nah, saya sarikan penggunaan SMA untuk membaca trend dalam bentuk tabel sbb: No 1

Posisi SMA SMA berada dibawah harga.

Arti Kondisi bullish / trend naik.

2 SMA berada diatas harga.

Kondisi bearish / trend menurun.

3 SMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuu bearish.

4 SMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

5

SMA periode lebih pendek memotong SMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bearish.

6

SMA periode lebih pendek memotong SMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

7

SMA dengan periode lebih panjang berada diatas SMA berperiode lebih pendek.

Kondisi bearish / trend menurun.

8

SMA dengan periode lebih panjang berada dibawah Kondisi bullish / trend naik SMA berperiode lebih pendek.

MA dapat digunakan untuk menentukan arah trend, untuk menentukan proteksi, untuk masuk atau keluar (entry maupun exit) untuk meratakan (smoothing) gerakan-gerakan harga yang terlalu kasar, untuk sinyal konfirmasi dengan menggunakannya sebagai sinyal CrossOver,dsb. Fungsi MA adalah meratakan gerakan pasar yang fluktuatif dan mengidentifikasikan arah pergerakan harga, juga dengan MA bisa menunjukan kekuatan trend dari kecuraman dari sudut garisnya.

Jenis-jenis Moving Average yang lain akan dibahas pada artikel terpisah 1. Simple Moving Average SMA dihitung dengan cara menambahkan harga yang akan dihitung kemudian dibagi dengan periode lama waktunya. Harga yang dihitung biasanya adalah harga Close. Tapi bisa juga harga High, Low, atau ratarata dari ketiganya. 2. Weighted (WMA), Exponential (EMA) dan Triangular MA Beberapa trader beranggapan bahwa harga yang terakhir adalah lebih penting daripada harga yang lebih lama. Sehingga naik/turunnya MA itu, karena pengaruh harga terakhir bukan karena pengaruh data beberapa periode yang lalu. Sehingga harga yang terakhir diberi pemberat berupa bilangan bulat yang dikalikan kepada harga terakhir. Jika pemberat tersebut linier maka disebutlah WMA dan bila berbentuk exponensial disebut EMA. Sedang untuki Triangular MA, penekanan pemberatnya ada pada tengah-tengah periode. 3. Variabel MA dan Time Series MA. Variable MA adalah EMA yang parameternya dapat berubah (Adaptif) berdasarkan volatilitas dari data. Sedang Time Series MA dihitung berdasarkan teknik linier regresi. Tips 1 Timing entry dengan menggunakan Single Moving Average (SMA, WMA, EMA) adalah : Buy bila harga (umumnya Close) diatas rata-rata, Sell bila harga dibawah rata-rata. Tips 2 Single Moving Average sering digunakan sebagai trend filter juga. Yaitu bila harga diatas rata-rata, maka ambillah posisi buy tapi gunakan indicator lain untuk Entry demikian untuk sebaliknya. Exponential Moving Average XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita ketahui bahwa pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan sinyal perubahan trend. Pemberian bobot pada XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan periode. Hanya saja perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita gunakan maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi sebaliknya yaitu semakin panjangperiode yang kita pakai maka semakin kecil pembobotan nilai terakhir yang kita pakai. Secara matematis XMA kita tuliskan dalam bentuk sebagai berikut:

Ok, mari kita lihat contoh perhitungannya. Dibawah ini adalah perhitungan XMA 6 periode: No Data Previous XMA 1

XMA

25

2 24 3 28 4 24 5 26 6 27

25,666667

26,047619

7 29

26,047619

26,891155

8 30

26,891155

27,779396

9 31

27,779396

28,699567

10 30

28,699567

29,071119

11 29

29,071119

29,050799

12 31

29,050799

29,607713

Beberapa dari Anda yang memperhatikan data-data yang membosankan ini pastilah bertanyatanya dari mana nilai previous XMA pada data nomor 6 karena bukankah kita belum sama sekali memiliki nilai XMA pada bagian sebelumnya? Jawabannya, nilai previous XMA tersebut adalah nilai SMA. Jadi, nilai XMA untuk data pertama adalah sama persis dengan nilai SMA. Dalam contoh diatas besarnya adalah 25,666667. Diperoleh dari (25+24+28+24+26+27)/6 = 25,666667. Sama persis dengan cara menghitung SMA bukan? (ayo lihat kembali pada bab sebelumnya!!). XMA pada nomor 6 diperoleh dari rumus diatas yaitu :

Perhitungan terus dilakukan seperti cara diatas untuk memperoleh nilai XMA berikutnya. Tapi sudahlah, Anda tidak perlu melakukan perhitungan seperti saya karena semuanya sudah tersedia secara otomatis pada masa sekarang. Namun jika Anda tertarik untuk melakukan cross check dengan apa yang saya berikan, silakan saja. Tidak ada yang menghalangi Anda.

Aplikasi XMA Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya: No 1

Posisi XMA XMA berada dibawah harga.

2 XMA berada diatas harga.

Arti Kondisi bullish / trend naik. Kondisi bearish / trend menurun.

3 XMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuu bearish.

4 XMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

5

XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bearish.

6

XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

7

XMA dengan periode lebih panjang berada Kondisi bearish / trend menurun. diatas XMA berperiode lebih pendek

8

XMA dengan periode lebih panjang berada Kondisi bullish / trend naik. dibawah XMA berperiode lebih pendek.

Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada SMA.

Grafik GBP/USD, Daily. Diambil 1 Juli 2005. Sumber : www.netdania.com

Penggunaan dengan memakai dua buah XMA juga dapat digunakan sama seperti pada SMA.

Grafik GBP/USD, 1 hour. Diambil 04 Juli 2005. Sumber : www.netdania.com Exponential Moving Average XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita ketahui bahwa pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan sinyal perubahan trend. Pemberian bobot pada XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan periode. Hanya saja perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita gunakan maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi sebaliknya yaitu semakin panjangperiode yang kita pakai maka semakin kecil pembobotan nilai terakhir yang kita pakai. Secara matematis XMA kita tuliskan dalam bentuk sebagai berikut:

Ok, mari kita lihat contoh perhitungannya. Dibawah ini adalah perhitungan XMA 6 periode: No Data Previous XMA 1

XMA

25

2 24 3 28 4 24 5 26 6 27

25,666667

26,047619

7 29

26,047619

26,891155

8 30

26,891155

27,779396

9 31

27,779396

28,699567

10 30

28,699567

29,071119

11 29

29,071119

29,050799

12 31

29,050799

29,607713

Beberapa dari Anda yang memperhatikan data-data yang membosankan ini pastilah bertanyatanya dari mana nilai previous XMA pada data nomor 6 karena bukankah kita belum sama sekali memiliki nilai XMA pada bagian sebelumnya? Jawabannya, nilai previous XMA tersebut adalah nilai SMA. Jadi, nilai XMA untuk data pertama adalah sama persis dengan nilai SMA. Dalam contoh diatas besarnya adalah 25,666667. Diperoleh dari (25+24+28+24+26+27)/6 = 25,666667. Sama persis dengan cara menghitung SMA bukan? (ayo lihat kembali pada bab sebelumnya!!). XMA pada nomor 6 diperoleh dari rumus diatas yaitu :

Perhitungan terus dilakukan seperti cara diatas untuk memperoleh nilai XMA berikutnya. Tapi sudahlah, Anda tidak perlu melakukan perhitungan seperti saya karena semuanya sudah tersedia secara otomatis pada masa sekarang. Namun jika Anda tertarik untuk melakukan cross check dengan apa yang saya berikan, silakan saja. Tidak ada yang menghalangi Anda.

Aplikasi XMA Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya: No 1

Posisi XMA XMA berada dibawah harga.

Arti Kondisi bullish / trend naik.

2 XMA berada diatas harga.

Kondisi bearish / trend menurun.

3 XMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuu bearish.

4 XMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

5

XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bearish.

6

XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

7

XMA dengan periode lebih panjang berada Kondisi bearish / trend menurun. diatas XMA berperiode lebih pendek

8

XMA dengan periode lebih panjang berada Kondisi bullish / trend naik. dibawah XMA berperiode lebih pendek.

Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada SMA.

Grafik GBP/USD, Daily. Diambil 1 Juli 2005. Sumber : www.netdania.com Penggunaan dengan memakai dua buah XMA juga dapat digunakan sama seperti pada SMA.

Grafik GBP/USD, 1 hour. Diambil 04 Juli 2005. Sumber : www.netdania.com

Weighted Moving Average Pertanyaan pertama yang timbul di benak kita adalah apakah perbedaan SMA dengan WMA? Tentu saja ada perbedaannya. Cukup berbeda sehingga diklasifikasikan menjadi dua bagian. Tidak cukup banyak berbeda sehingga nama mereka mirip karena menggunakan metodologi yang sama, hanya caranya yang berbeda. Bayangkan begini: Manakah harga yang memiliki bobot penekanan yang lebih besar dalam memprediksi harga didepan, harga satu jam terakhir yang kita miliki atau harga dua bulan lalu yang kita miliki? Tentu saja yang satu jam terakhir. Paling tidak pergerakan harga tidak satu jam terakhir akan lebih representatif dalam memprediksi harga didepan apabila dibandingkan dengan harga dua bulan yang lalu. Atau jika kita aplikasikan dengan kehidupan sehari-hari, ambillah kita akan membeli sebuah telepon genggam. Tentu saja kita akan mencari tahu harga telepon genggam tersebut dalam rentang waktu terakhir. Nah, mungkin kita akan lebih memperhatikan harga satu hari yang lalu dibandingkan harga dua minggu yang lalu karena menurut hemat kita pastilah pergerakan harga tidak akan berbeda jauh dengan harga satu hari lalu. Bobot penilaian inilah yang diatur oleh WMA. Pada SMA, bobot setiap harga baik dua minggu lalu atau pun dua hari yang lalu memiliki bobot penilaian yang sama. Pada WMA data terakhir memiliki bobot yang lebih besar nilainya dibandingkan harga-harga sebelumnya. Pembobotan nilai pada WMA akan tergantung pada panjang periode yang kita tetapkan. Semakin panjang periode yang ditetapkan, maka semakin besar pula pembobotan yang diberikan pada data terbaru. Perhatikan tabel sederhana dibawah: No Data

Bobot WMA untuk 2 periode

Bobot WMA untuk 5 periode

Bobot WMA untuk 7 periode

1

20

2

25

3

28

1

4

23

2

5

24

1

3

6

22

2

4

7

21

3

5

8

20

1

4

6

9

19

2

5

7

Nah, dari sini terlihat pada WMA dengan 2 periode, maka dua data terakhirlah yanga akan dihitung. Semakin besar periode maka data terakhir akan semakin besar bobot penilaiannya.

Dalam bentuk matematis, WMA dirumuskan sebagai berikut:

Sebagai contoh, mari kita hitung WMA untuk 8 periode: No Data Bobot Data x Bobot WMA untuk 8 periode 1

25

1

25

2

26

2

52

3

23

3

69

4

27

4

108

5

29

5

145

6

23

6

138

7

21

7

147

8

20

8

160

36

844

= 844/36 = 23,44

Nah, tidak sulit bukan. Ini hanyalah untuk menjawab pertanyaan Anda dari mana sebenarnya perhitungan WMA itu diperoleh. Pada kenyataannya kita tidak perlu lagi melakukan perhitungan manual seperti ini dan mengeplotnya satu per satu pada kertas bergaris. Cukup dengan menggunakan software analisa gratis seperti pada www.netdania.com kita langsung dapat mengetahui nilai WMA untuk setiap harga mata uang.

Aplikasi WMA Secara keseluruhan, peraturan pada WMA adalah sama seperti pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya: No 1

Posisi WMA WMA berada dibawah harga.

Arti Kondisi bullish / trend naik.

2 WMA berada diatas harga.

Kondisi bearish / trend menurun.

3 WMA memotong harga dari bawah.

Perubahan trend menuu bearish.

4 WMA memotong harga dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

5

WMA periode lebih pendek memotong WMA periode lebih panjang dari bawah.

Perubahan trend menuju bearish.

6

WMA periode lebih pendek memotong WMA periode lebih panjang dari atas.

Perubahan trend menuju bullish.

7

WMA dengan periode lebih panjang berada Kondisi bearish / trend menurun. diatas WMA berperiode lebih pendek.

8

WMA dengan periode lebih panjang berada Kondisi bullish / trend naik. dibawah WMA berperiode lebih pendek.

Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan menggunakan WMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada WMA.

Grafik GBP/USD, Daily. Diambil 1 Juli 2005. Sumber : www.netdania.com Dan dibawah ini pemakaian WMA dengan dua periode yang berlainan:

Grafik GBP/USD, Daily. Diambil 1 Juli 2005. Sumber : www.netdania.com

Terlihat WMA lebih responsif dalam memprediksi perubahan trend pada USD/GBP. Setiap titik peralihan trend tepat berada pada candlestick terakhir trend yang sedang berlangsung. Perhatikan juga pada gambar di atas akan terjadi kembali perubahan trend dari bullish menuju bearish. Dalam hal ini pemilihan periode yang tepat juga berpengaruh pada presisi penentuan trend. Nah, sampai disini kita sudah mengetahui bahwa pembobotan harga pada tiap-tiap rentang waktu yang berbeda nilainya juga berbeda. Namun, apakah metode pembobotan pada WMA merupakan metode pembobotan yang paling cepat dalam memberikan perubahan trend? Tidak. Pada WMA pembobotan dilakukan tidak menyertakan nilai WMA sebelumnya. Pada bagian setelah ini kita akan melihat metode rata-rata bergerak yang melibatkan fungsi eksponensial dalam melakukan pembobotannya. Hasilnya adalah pemberian sinyal peralihan yang dapat lebih dini. Exponential Moving Average (XMA). Namun demikian bukan berarti disini WMA menjadi lebih baik dari SMA dan XMA menjadi lebih baik dari keduanya. SMA, WMA, XMA Mana yang Lebih Baik? Saya sengaja mencantumkan bagian ini karena saya tahu pastilah banyak yang akan menanyakannya setelah membaca penjelasan saya diatas. Dari pada saya kebanjiran email karena pertanyaan seperti judul diatas, lebih baik saya menjawabnya langsung disini. Tentu saja apabila Anda menemui kesulitan yang belum saya bahas jawabannya pada CD ini, Anda dapat bertanya langsung pada saya. Alamat email saya akan saya cantumkan pada bagian terakhir dari modul di CD ini. Dilihat dari pemberian sinyal bullish atau bearish memang XMA merupakan indikator yang dapat memberikan sinyal yang lebih dini dibanding keduanya. Tentu saja demikian karena toh XMA memang diciptakan untuk mengeleminir kekekurangan varian MA pendahulunya. Tapi jika pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, ini menjadi sangat relatif bergantung pada si pemakai. Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator memang akan menjadi sangat membantu untuk memprediksi harga. Namun sebaliknya, semakin sensitif maka akan semakin banyak juga false signal yang dihasilkan yang artinya bisa saja sinyal yang diberikan ternyata salah atau tidak berlangsung lama. Itu sebabnya kembali bergantung pada sang trader. Jika Anda adalah seorang yang lebih menyukai permainan yang lebih “safe”, mungkin SMA menjadi lebih cocok dibandingkan varian lainnya. Dan sebaliknya bila Anda menyukai permainan yang lebih beresiko (yang juga berari kemungkinan memperoleh keunutungan akan sama besarnya dengan resiko yang mungkin terjadi) maka XMA akan lebih baik menurut Anda karena lebih responsif dan lebih cepat dalam pemberian sinyal. Jika Anda seorang penganut “poros tengah”, silakan gunakan WMA. Yang jelas indikator hanyalah sebuah instrumen, kitalah yang menentukan keputusan berdasarkan petunjuk instrumen tersebut. Sebenarnya jika dilakukan perhitungan melalui Mean Percentage Absolute Error (MAPE), maka XMA akan memberikan error yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Namun tetap saja bukan berarti XMA adalah absolut yang terbaik. Saya sengaja tidak mencantumkan perhitungan dengan MAPE karena memang sangat relatif.