NASKAH PUBLIKASI FAKTOR-FAKTOR STRES PADA ORANGTUA

Download Faktor lain yang mempengaruhi stres orang tua adalah: a. Karakteristik anak. Sumber spesifik stres pada orangtua meliputi karakteristik ana...

0 downloads 115 Views 67KB Size
NASKAH PUBLIKASI FAKTOR-FAKTOR STRES PADA ORANGTUA ANAK AUTIS

Oleh: MILLA SURAIYA YULIANTI DWI ASTUTI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR-FAKTOR STRES PADA ORANGTUA ANAK AUTIS

Telah Disetujui Pada Tanggal

_________________________

Dosen Pembimbing Utama

(YULIANTI DWI ASTUTI, S. Psi., M. Soc. Sc)

FAKTOR-FAKTOR STRES PADA ORANGTUA ANAK AUTIS

MILLA SURAIYA YULIANTI DWI ASTUTI

INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor stres pada orangtua anak autis. Dari berbagai referensi Barat dikatakan bahwa banyak faktor penyebab stres orangtua. Lalu apa saja yang menjadi faktor stres dari orangtua yang memiliki anak autis. Subjek penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak menderita autis. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara mendalam. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pengkodean (coding), yang terdiri dari pengkodean terbuka, koding axial dan pengkodean selektif. Responden wawancara berjumlah empat orang dan terdapat informan berjumlah tiga orang. Dalam penelitian ini ditemukan faktor-faktor penyebab stres yang berbeda dan faktor stres paling dominan yang dirasakan oleh orangtua. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini. Kata kunci: konsep stres, faktor penyebab stres

Pengantar Latar Belakang Masalah

Autisme bisa terjadi pada siapa saja, tanpa batasan perbedaan status sosialekonomi, pendidikan, golongan etnik maupun bangsa. Perbandingan antara pria dan perempuan penyandang autisme diperkirakan tiga sampai empat banding satu. Statistik bulan Mei 2004 di Amerika menunjukkan, satu di antara 150 anak berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 300.000 anak-anak memiliki gejala autis. Dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 10 sampai 17 persen per tahun, para ahli meramalkan bahwa pada dekade yang akan datang di Amerika saja akan terdapat empat

juta penyandang autis (Kompas, 2004). Autis

ialah

gangguan

perkembangan berat yang salah satunya mempengaruhi cara berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain (Sutadi,2002).

Menurut Marcus (2002) stres ini mungkin dikarenakan perilaku anti sosial dan maladaptive dari anak autis. Karena anak autis lebih senang menyendiri (individualis) dan kesulitan untuk mengekspresikan apa yang mereka inginkan, maka orang tua merasa frustasi. Reaksi lingkungan juga berpengaruh pada penyebab stres ini dikarenakan orang-orang di lingkungan sekitar menjauh penyebab stres lainya adalah orang tua harus belajar semua metode dan strategi untuk mengajarkan pada anak dari (Autism Society of America).

Berdasarkan fakta-fakta yang dipaparkan, adapun teori yang menjelaskan stres yang telah disesuaikan dengan keluarga yang memiliki anak dengan hambatan perkembangan. Menurut penelitian Perry ada 4 konsep atau definisi

stres yang bisa dibedakan sesuai dengan keadaan tubuh dan dapat digunakan pada keluarga dengan anak yang memiliki hambatan perkembangan (DD):

a. Menurut Seyle(1980) stres dipahami sebagai reaksi physiological dan psychological dimana seseorang harus melewatinya, pada setiap tingkatan untuk beradaptasi dengan pada situasi stresful. Walaupun tidak semuanya dapat diterima oleh orangtua, definisi ini secara meluas digunakan pada keluarga anak dengan DD dengan istilah “ Grieving Models ” (Siegel, 1997) dimana orangtua sedang melewati pada tingkatan shock, penolakan, marah, berusaha keras dan penerimaan (Perry& Condillac, 2003) b. Konsep kedua, stres berkenaan sebagai paradigma “Stresful Life Events”. Paradigma ini percaya bahwa peristiwa kehidupan yang stresful dapat memiliki pengaruh negatif pada kesehatan mental dan fisik. Pada kasus keluarga yang memiliki anak dengan hambatan perkembangan, dari penelitian dan praktek klinik ada keanekaragaman besar diantara keluarga, dengan coping yang baik dan dampak positif, sementara yang lain menerima dengan stres dan ketegangan (Wilgosh & Scorgie, 2000) c. Pendekatan ketiga untuk konsep stres adalah paradigma “ Daily Hassles”, dimana dipercaya bahwa ini tidak penting dalam peristiwa kehidupan yang penuh dengan stres tetapi setiap hari penuh dengan frustasi dan perkelahian yang meliputi dalam perkumpulan. Pada kasus keluarga yang memiliki anak dengan hambatan perkembangan, asumsi ini menunjukkan bahwa ini bukan satu-satunya peristiwa kehidupan dimana memilki seorang anak dengan hambatan perkembangan akan membuat stres tetapi, dampak hasil dari

perkumpulan dengan penjagaan dari hari ke hari penuh dengan keputusasaan dan perkelahian (misal; mengganti popok pada anak yang sudah besar, membawa anak ke setiap pertemuan yang berbeda, dll) d. Definisi ke empat dari konsep stres adalah “Resource Imbalance”(ketidak seimbangan sumber) diantara permintaan (stresors) dan kemampuan coping seseorang. Pada kasus keluarga yang memiliki anak dengan hambatan perkembangan, pendekatan ini menyatakan bahwa stres tidak hanya pada karakteristik anak (stresors). Ini lebih dari peristiwa kehidupan stresful pada perkelahian sehari-hari. Ini bergantung pada besarnya kemampuan orangtua mengatasi stres, sumber keluarga dan dukungan dari keluarga dan lingkungan.

Menurut Willey (2005) terdapat 10 faktor utama yang menyebabkan orangtua anak autis stres, yaitu:

a. Kebingungan diagnosa b. Jalur perkembangan yang tidak biasa dan tidak sama c. Dilema antara “tidak bisa” melawan “tidak mau” d. Tipe komunikasi sosial yang tidak umum e. Tipe penampilan fisik yang khas f. Perilaku di lingkungan g. Fenotype autisme yang lebih luas h. Hubungan profesional i. Terapi yang belum terbukti dan hanya mencoba j. Terapi berdasarkan empiris (bukti nyata)

Faktor lain yang mempengaruhi stres orang tua adalah:

a. Karakteristik anak

Sumber spesifik stres pada orangtua meliputi karakteristik anak seperti kesusahan dalam mengekspresikan verbal dan ketidakserasian kognitif (Moes, 1995). Kedua orangtua anak autis menunjukkan tingkat stres yang tinggi berkenaan kemampuan mereka untuk berhubungan dengan anak mereka (Dyson, 1997)

b. Care-taking demands

Waktu dan energi dibutuhkan untuk intervensi identifikasi, memberikan perhatian untuk anak dan saudaranya, dan stres pada kehilangan waktu di tempat kerja dan biaya tambahan untuk terapis (Kelly &Booth, 1999)

Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa orangtua yang memiliki anak autis merasakan perasaan stresful karena hambatan atau gangguan perilaku pada anak-anak mereka. Kita perlu mengetahui beberapa pengatasan stres pada orangtua anak autis, menurut Shelley E. Taylor (2003) pengalaman individu terhadap suatu peristiwa stresful merupakan suatu tingkat dimana stres seseorang akan dimoderator.

Dukungan Sosial yang dilakukan adalah sebagi cadangan dan sumber daya yang menumpulkan efek stres atau membuat seseorang dapat menanggulangi stres secra lebih efektif ketika mengalami stres tingkat tinggi (Taylor,2003).

Menurut Taylor (2003) kurangnya dukungan sosial saat diperlukan dapat menyebabkan stres tersendiri, khususnya bagi orang dengan kebutuhan dukungan sosial yang tinggi tetapi tidak banyak kesempatan untuk memperolehnya. Sedangkan menurut Cohen (1985) fungsi dari dukungan sosial ada 6, yaitu: a. Dukungan penghargaan b.Dukungan status c. Dukungan informasi d.

Dukungan peralatan

e. Persahabatan f. Dukungan Motivasi Menurut Cohen (taylor,2003) penelitian menyatakan bahwa dukungan sosial memuat beberapa aspek: a. Dukungan penilaian (Informasi yang berhubungan dengan evaluasi) Termasuk membantu individu memahami dengan lebih baik kejadian yang memicu stres dan sumberdaya maupun strategi apa yang bisa dilakukan untuk menghadapinya. b. Bantuan Instrumental ( materi atau pelayanan) Meliputi penyediaan dukungan materi, seperti pelayanan, bantuan keuangan, atau barang. Sebagai contoh, hadiah berupa makanan yang sering diterima saat ada anggota keluarga yang meninggal meringankan beban anggota keluarga sehingga tidak perlu memasak untuk para pelayat dan kerabat yang datang pada

saat energi dan antusias mereka untuk melakukan tugas semacam itu sedang dalam keadaan rendah. c. Dukungan informasi (tentang lingkungan) Dukungan informasi dapat berupa saran-saran, nasehat, petunjuk yang diperoleh dari orang lain. Sebagai contoh, jika individu sedang melakukan pemeriksaan medis yang tidak nyaman, seorang teman yang pernah mengalami hal yang sama dapat menceritakan informasi tentang prosedur yang sebenarnya, berapa lama ketidaknyamanan harus dijalani, dan informasi semacamnya. d.Dukungan emosional (rasa suka, cinta, empati) Dukungan sosial dengan meyakinkan orang tersebut bahwa dia adalah orang yang berharga. Kehangatan dan semangat yang disediakan oleh orang lain dapat membuat seseorang yang sedang stres untuk mengatasi keadaannya dengan lebih pasti. Metode Penelitian Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah beberapa orangtua dari anak autis yang bersekolah di Fajar nugraha. Peneliti mencari responden tersebut salah satunya dengan rekomendasi dari guru yang mengajar di sekolah Fajar Nugraha. Sedangkan responden yang lainnya berdasarkan rekomendasi dari responden yang lainnya. Responden merupakan pasangan suami istri, dalam penelitian ini diambil

empat responden (dua pasangan). Tiga informan pertama adalah nenek kakek anak autis dan yang kedua adalah guru terapis anak autis. Informan direkomendasikan dari responden utama, informan pertama berdasarkan dari responden pertama. Informan kedua adalah keluarga dari responden kedua. Lokasi dan jenis kelamin tidak menjadi patokan dalam mencari responden penelitian. Yang menjadi patokan khusus untuk mencari responden adalah orangtua anak autis dan orang terdekat yang mengenal pasangan tersebut.

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan pada penelitian ini menggunakan wawancara, wawancara adalah salah satu metode yang penting dalam psikologi. Menurut Poerwandari (2005) wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Esterberg (Sugiyono, 2006) wawancara adalah pertemuan antara dua orang yang saling bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Metode analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Ada beberapa model dalam analisis data kualitatif menurut Sugiyono (2006). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data dengan model Miles and Huberman. Ini karena dalam setiap tahapan penelitian Miles and Huberman

menggunakan langkah-langkah

data reduksi, menyajikan data, dan menarik

kesimpulan. Yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Reduksi data

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti, rinci, dan perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hala-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Penyajian data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman(1984) menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.

c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi data

Langkah ketiga dalam analisi data kualitatif menurut Miles and Huberman(1984) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Hasil penelitian Hasil

dari

wawancara

yang

dilakukan

pada

keempat

responden

menghasilkan kaitan dukungan sosial dengan stres. Dengan karakteristik responden yang berbeda, usia yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, jenis

keadaan anak yang berbeda, informan yang berbeda dan pengalaman hidup yang berbeda kesimpulan mengenai Keterlibatan dukungan sosial dalam proses pengatasan stres dari masing-masing responden dan memahami stres orangtua yang memiliki anak autis dari masing-masing responden. Untuk dapat menarik kesimpulan Keterlibatan dukungan sosial dalam proses pengatasan stres dari masing-masing responden dan memahami stres orangtua yang memiliki anak autis dari masing-masing responden, dilakukan pengkategorian dari data-data wawancara yang diperoleh. Kategorisasi meliputi konsep stres pada orangtua anak autis, yang terbagi atas mengalami stres secara bertahap, stres terjadi karena rutinitas terkait penanganan anak, stres terjadi karena harapan dan kenyataan tidak seimbang. Kedua adalah faktor-faktor penyebab stres, yang terbagi atas kebingungan diagnosa, karakteristik pada anak autis, mengikuti serangkaian tes dan tempat terapi yang belum terbukti, dan sikap orang lain. Ketiga aspek dari dukungan sosial, yang terbagi atas dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan pelayanan. Keempat fungsi dukungan sosial, yang terbagi atas reaksi pasangan atau lingkungan sekitar, pengaruh dari dukungan sosial, dukungan sosial sebagai sebuah komunikasi, status, dan persahabatan. Pembahasan Setelah melakukan proses pengumpulan data dengan wawancara dengan seluruh responden ditemukan hasil penelitian seperti yang digambarkan melalui bagan berikut ini :

Konsep Stres Orangtua

Mengalami stres secara bertahap

Stres terjadi karena rutinitas terkait penanganan anak

Faktor-faktor stres: 1. Karakteristik anak 2. Mencari tempat terapi dan proses selama anak menjalani terapi 3. Kebingungan diagnosa 4. Sikap oranglain 5. Dukungan informasi 6. Dukungan Pelayanan 7. Dukungan emosional 8. Dukungan penilaian 9. Reaksi pasangan maupun lingkungan 10. Status 11. Sebagai sebuah bagian dari terjalinnya komunikasi

Bagan 5 Faktor-faktor stres pada orangtua anak autis

Kesimpulan Dukungan sosial dan stres memberikan pemahaman mengenai respon dari orangtua, dan memberikan pemahaman mengenai keterlibatan dari dukungan social sebagai pengatasan stres. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan, yaitu: 1. Banyak konsep atau definisi dari stres orangtua anak autis, definisi ini timbul karena banyak faktor penyebab stres dari orangtua. Stres yang dirasakan oleh orangtua tidak selalu dari penyebab stres yang sama, sehingga perasaan stres yang dirasakan orangtua dapat berubah. Ini dikarenakan perasaan stres orangtua dilalui dengan penyebab yang berbeda dan proses yang tidak secara langsung. Hal ini dikarenakan kurangnya keahlian dari pihak dokter maupun terapis, sehingga menyebabkan kesalahan diagnosa atau keterlambatan penanganan 2. Faktor terberat dirasakan adalah karakteristik anak yang bermacam, ketika perilaku diterapi, akan muncul perilaku lain. Karakteristik anak yang suka menyakiti diri sendiri ketika jenuh atau kesal, karakteristik lainnya adalah pola tidur yang tidak biasa. 3. Perilaku atau tanggapan di lingkungan juga merupakan tekanan bagi orangtua, ketika mereka disalahkan, ketika lingkungan tidak mengetahui penyebab dari munculnya keautisan seorang anak. Ketika pola perilaku tidak normal, lingkungan memaksakan agar anak dapat berinteraksi seperti pada umumnya anak-anak. Hal ini dapat membuat orangtua merasa tertekan.

4. Faktor penyebab stres orangtua lainnya adalah tipe komunikasi sosial yang tidak umum sehingga menyebabkan orangtua tidak dapat berinteraksi secara biasa. Pola interaksi yang tiba-tiba marah tanpa mengerti penyebabnya dapat membuat orangtua merasa tertekan. Ini mungkin juga disebabkan oleh pengaruh perkembangan yang tidak biasa atau normal. 5. Penjagaan atau care-taking demans terasa berat dikarenakan biaya yang ditetapkan untuk sekolah khusus atau tempat terapi untuk anak autis mahal. Sehingga orangtua merasa stres. 6. Aspek dan fungsi dari dukungan sosial untuk beberapa responden dapat membantu, tetapi sebagiannya menganggap tidak. Sehingga dalam hal ini dukungan sosial dikatakan dapat mengurangi perasaan stres secara tidak langsung dan tergantung lingkungan atau individu mana yang memberikan dukungan sosial. 7. Tidak semua orangtua merasa bahwa dukungan sosial dapat mengurangi perasaan stres, hal ini tergantung masing-masing persepsi individu yang merasakan dan melihatnya. Saran 1.

Saran untuk responden Saran untuk responden dalam penelitian ini adalah untuk selalu dapat bersabar

dalam menghadapi anak mereka, dan selalu mencari informasi untuk anak.

Responden juga sebaiknya sering melakukan interaksi dengan sekitar, sehingga anak juga dapat beradaptasi di lingkungan. 2.Saran untuk peneliti selanjutnya Dalam

penelitian

ini

lebih

fokus

pada

konsep,

faktor-faktor

yang

mempengaruhi perasaan stres dan dukungan sosial. Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk lebih menggali faktor-faktor apa saja yang dapat mengurangi perasaan stres orangtua. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk mengambil responden yang lebih variatif, baik dari latar belakang agama maupun usia. Agar lebih banyak mengambil jumlah responden, sehingga hal-hal yang belum muncul dapat keluar

DAFTAR PUSTAKA Baker-Ericzen. M. J., Brookman-Frazee. L., and Stahmer. A. 2005. Stress Levels and Adaptability in Parents of Toodlers With and Without Autism Spectrum Disorders. Journal Research & Practice for Persons with Severe Disabilities. Vol. 30. No. 4, 194-204 Cohen.1986. Social Support and Health, London : Academic Press. Ink Danuatmaja. Terapi Anak Autis Di Rumah, Puspa Swara, Jakarta, 2003 Dunn. M. E., Burbine. T, Bowers. C. A., dan Tantleff-Dunn. S. 2001. Moderators of stress in Parents of Children with Autism. Community Mental Health Journal. Vol. 37. No.1 Fabella, A.1993. Anda sanggup mengatasi stress: Indonesia Publishing House Ofset, Indonesia Hadis. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, Alfabeta, Bandung, 2006 Echols dan Shadily. 1996. Kamus Inggris Indonesia, London : Cornell Univerity Press Majalah Anak Spesial: No.5. 2008. Siap Menerima Anak Berkebutuhan Khusus Mahsun. 2004. Bersahabat dengan stress : prisma media Meliani, dkk. 2007. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dan Depresi pada Ibu yang Memliki Anak Dengan Gangguan Autisme. Jurnal pemikiran dan penelitan psikologi. No. 23. Tahun XII Patton (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods, London: Sage Publications Perry. A. 2003. A Model of Stress in Families of Children with Developmental Disabilities: Clinical and Research Application. Journal on Developmental Disabilities. Volume 11. No. 1 Poerwandari. K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia: LPSP3 UI

Rivers. J. W., Stoneman. Z. 2003. Sibling Relationships when a Child Has Autism: Marital Stress and Support Coping. Journal of Autism and Developmental Disorders. Vol. 33. No. 4 Rohman, T. N., Prihartanti. N. dan Rosyid. H.F.1997. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan BurnOut pada Perawat Putri di Rumah Sakit Swasta. Psikologika. No.4. Tahun II Sivberg. B. 2002. Family System and Coping Behaviours. Sage Publications and The National Autistic Society. Volume 6 (4) Stewart, C. J. And Cash W. B. (2000). Interviewing: Principles and Pratices. USA: Mcgraw Hill Companies, Inc Sugiyono, Prof. Dr. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2006 Taylor. Health Psychology, Singapore, 1995 Taylor.2003. Health Psychology, New York : The McGraw-Hill Companies. Volkman. F. R. 2005. Autism and Pervasive Developmental Disorders: Volume 2. New Jersey: John Willey G Sons.Inc

Sumber dari internet: Coping

with autism-support for families: http://www.articlegold.com/Article/Coping-with-autism-support-forfamilies/198

Kompas, 24 Juli 2004. Anak Autis Memerlukan Perhatian Orangtuanya: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/24/humaniora/1166814.htm Kompas, 20 Juli 2005. Mereka Perlu Perhatian Khusus: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/20/kesehatan/1912267.htm Kompas, 20 Juli 2005. Yang Penting Mental Orangtua: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/20/kesehatan/1912166.htm

Identitas Penulis Nama

: Milla Suraiya

Alamat

: Compleks Perumahan PT. Badak Jl. S. Tampubolon Hop IV/219 Gunung Telihan, Bontang Barat Kalimantan Timur

Nomor telepon / HP : (0548) 22827 / 081392545501 e-mail

: [email protected]