NUTRISIA MARET 2015.INDD

Download Berbagai faktor mempengaruhi kualitas hidup pasien diantaranya karakteristik pasien, akses vaskuler, lama hemodialisa ... kualitas hidup. K...

0 downloads 390 Views 190KB Size
Nutrisia, Volume 15 Nomor 2, September 2013, halaman 76-81

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Nita Dwi Astuti1, Nurul Huda Syamsiatun2, Isti Suryani3 1,2,3

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Tata Bumi No. 3 Banyuraden, Gamping, Sleman (Email: [email protected])

ABSTRACT Background : Patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis. Most of them have a lower quality of life. Various factors affect the quality of life include patient characteristics, vascular access, duration undergoing hemodialysis, anemia status, nutrients intake, hypertension and bone disease. Objective : This research aim to determine the factors related to quality of life of patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis. Methods : This research used cross sectional design at Panembahan Senopati Bantul District General Hospital. There were 46 patients chronic renal failure undergoing hemodialysis as samples. Samples was determined by purposive sampling criteria were willing as respondents, aged 17-65 years. The independent variable were nutrients intake (energy and protein), hemoglobin level and duration undergoing hemodialysis, while the dependent variable was quality of life. Nutrients intake was obtained by the method of Semi Quantitative Food Frequency ( FFQ ), hemoglobin level was obtained by looking at patient data, duration undergoing hemodialysis obtained by questionnaire and quality of life using the WHOQOL - BREF questionnaire. Analysis of the relationship using statistical correlation test . Results : There was 50% of respondents who lived lower quality and 50% of respondents who lived good quality. There was 58,7% of respondents had low level of energy intake and 58,7% of respondents had normal level of protein intake. There was 80,4% of respondents had undergone long hemodilalisa. All respondents (100%) had anemia. Quality of live has a relationship with energy intake (p<0,05), quality of live has a relationship with protein intake (p<0,05), quality of live has a relationship with hemoglobin level (p<0,05) and quality of live has a relationship with duration undergoing hemodialysis (p<0,05). Conclusions : Energy intake, protein intake, hemoglobin levels and duration undergoing hemodialysis are factors related to quality of life. Key words : Patients with chronic renal failure, energy intake, protein intake, hemoglobin levels, duration undergoing hemodialysis, quality of life

ABSTRAK Latar Belakang : Semakin banyak jumlah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Sebagian besar pasien tersebut memiliki kualitas hidup rendah. Berbagai faktor mempengaruhi kualitas hidup pasien diantaranya karakteristik pasien, akses vaskuler, lama hemodialisa, status anemia, asupan nutrisi, hipertensi dan penyakit tulang. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross sectional di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Sampel penelitian adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa berjumlah 46 pasien. Sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria bersedia menjadi responden dan berusia antara 17-65 tahun. Variabel bebas adalah asupan nutrisi (energi dan protein), kadar hemoglobin dan lama hemodialisa, sedangkan variabel terikatnya kualitas hidup. Asupan nutrisi diperoleh dengan metode Food Frequency Semi Quantitative (FFQ), kadar hemoglobin diperoleh dengan melihat data pasien, lama hemodialisa diperoleh dengan kuesioner dan kualitas hidup menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF. Analisis hubungan menggunakan uji statistik korelasi. Hasil : Sebanyak 50% responden berkualitas hidup rendah, dan 50% responden berkualitas hidup baik. Sebanyak 58,7% responden tingkat asupan energi masuk dalam kategori kurang. Sebanyak 58,7% responden tingkat asupan protein masuk dalam kategori cukup. Sebanyak 80,4% responden telah lama menjalani hemodilalisa. Semua responden (100%) mengalami anemia. Ada hubungan antara asupan energi dengan kualitas hidup (p<0,05), ada hubungan asupan protein dengan kualitas hidup (p<0,05), ada hubungan kadar hemoglobin dengan kualitas hidup (p<0,05) dan ada hubungan lama hemodialisa dengan kualitas hidup (p<0,05). Kesimpulan: Asupan energi, asupan protein, kadar hemoglobin dan lama hemodialisa adalah faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup. Kata Kunci: Pasien gagal ginjal kronik, asupan energi, asupan protein, kadar hemoglobin, lama hemodialisa, kualitas hidup

10

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup ...

PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbagan cairan dan elektrolit yang akan menyebabkan terjadinya retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah atau disebut uremia1. Jumlah penderita GGK di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya. Diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun2. Pada GGK akan terjadi serangkaian perubahan baik fisik maupun klinis. Pada sistem hematologi, pasien GGK dapat mengalani anemia akibat defisiensi sekresi ginjal berupa eritropoeitin. Pada sistem saluran cerna, pasien mengalami anoreksia, mual, muntah, mulut kering bahkan pendarahan saluran cerna3. Berdasarkan penelitian di RSI Fatimah Cilacap dan RSUD Banyumas sebanyak 47,4% pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa berkualitas hidup rendah dan dipengaruhi oleh tekanan darah pasien dan lama menjalani hemodialisa4. Pada tahun 1997, National Kidney Foundation (NKF) membuat sebuah acuan untuk mengukur kualitas hidup berupa Kidney Diseases Outcomes Quality Initiatives (NKDOQI) yang digunakan pada pasien GGK, dengan faktor-faktor yang dinilai adalah akses vaskuler, lama hemodialisa, anemia, asupan nutrisi, hipertensi, dan penyakit tulang (kontrol phospat dan kalsium)5. Zat Gizi merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat tingginya angka malnutrisi sebagai masalah yang sering timbul pada proses hemodialisa3. Jika penderita tidak dapat mencukupi kebutuhan zat gizi, maka akan semakin menurun kualitas hidup penderita penyakit GGK6. Data epidemiologi menunjukkan sebanyak satu pertiga pasien GGK tahap awal mengalami anemia dengan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl.7) Penurunan kognitif akibat anemia dapat berdampak pada kualitas hidup dan kemampuan bertahan pasien. Semakin tinggi kadar hemoglobin semakin baik kuallitas hidup pasien4. Pada awal menjalani Hemodialisa respon pasien seolah-olah tidak menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya. Pasien merasa marah dan sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan harus menjalani hemodialisa. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masing-masing pasien berbeda, semakin lama pasien menjalani HD adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan8. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan design cross sectional. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul yang beralamat di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Trirenggo, Bantul, Yogyakarta. Sebanyak 46 pasien GGK yang menjalani hemodialisa diteliti sebagai sampel. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel dalam penelitian ini adalah asupan zat gizi (energi dan protein), kadar hemoglobin dan lama hemodialisa yang merupakan variabel bebas, serta kualitas hidup yang merupakan variabel terikat. Penelitian dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner Food Frequency Semi Quantitative (FFQ) untuk mengetahui asupan zat gizi (energi dan protein), kuisioner untuk mengetahui lama hemodialisa dan pemeriksaan kadar Hb oleh petugas laboratorium RSUD Panembahan Senopati. Untuk data kualitas hidup diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner WHOQOLBREF. Analisis data menggunakan uji statistik korelasi dengan tingkat kepercayaan 95% dan estimasi kesalahan 10%. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Sebanyak 46 pasien diteliti sebagai responden. Karakteristik reponden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pemberian konseling dan penyakit lain yang menyertai dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagian besar responden masuk dalam kategori lansia awal (43,5%) dengan umur 46-55 tahun. Umur merupakan faktor resiko terjadi gagal ginjal kronik. Bersamaan dengan bertambahnya umur fungsi ginjal juga akan menurun. Sesudah usia 40 tahun akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga usia 70 tahun, kurang lebih 50% dari normalnya2. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (52,2%), berpendidikan terakhir tamat SMA (32,6%) dan tamat SD (28,3%) serta bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (36,9%). Sebagian besar responden (84,8%) menjalani hemodialisa 2 kali dalam seminggu. Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan hemodialisa adalah 3 kali seminggu dengan setiap kali hemodialisa 3-5 jam3. Hanya sedikit responden (4,3%) yang menjalani hemodialisa 3 kali seminggu karena keterbatasan jumlah alat dan banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani. Sebagian besar responden telah mendapat konseling gizi (76,1%).. Sebanyak 11 responden (23,9%) menyatakan belum pernah mendapat konseling gizi karena pasien merupakan pasien baru dan pelaksanaan

11

Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 10-16

penyuluhan atau konseling gizi di unit hemodialisa belum berjalan sebagaimana mestinya sehingga beberapa pasien belum pernah mendapat konseling gizi. Sebagian besar responden mengaku tidak memiliki penyakit penyerta (67,4%). Meskipun tidak memiliki penyakit penyerta, namun sebagian besar responden ini memiliki penyakit yang mengikuti pada penderita gagal ginjal yaitu penyakit hipertensi. Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan, Frekuensi Hemodialisa, Pemberian Konseling dan Penyakit Penyerta No Karakteristik 1 Umur Remaja akhir (17-25 tahun) Dewasa awal (26-35 tahun) Dewasa akhir (36-45 tahun) Lansia awal (46-55 tahun) Lansia akhir (56-65 tahun) 2 Jenis Kelamin Laki-laki

3

4

5

6

7

12

Perempuan Pendidikan Terakhir Tidak sekolah/tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi (PT) Pekerjaan PNS dan pensiunan Wiraswasta Swasta Petani Buruh Ibu Rumah Tangga (IRT) Tidak bekerja Frekuensi Hemodialisa 1x/minggu 2x/minggu 3x/minggu Pernah Mendapat Konseling Sudah pernah Belum pernah Penyakit Penyerta Tidak ada Diabetes Militus (DM) Gastritis Batu ginjal Hiperkolesterolemia Hepatitis

n

%

2 7 8 20 9

4,3 15,2 17,4 43,5 19,6

22

47,8

24

52,2

4 13 9 15 5

8,7 28,3 19,6 32,6 10,9

7 7 1 3 6 17 5

15,2 15,2 2,2 6,5 13,0 36,9 10,9

5 39 2

10,9 84,8 4,3

35 11

76,1 23,9

31 9 3 1 1 1

67,4 19,5 6,5 2,2 2,2 2,2

Asupan energi dan protein adalah jumlah rata-rata asupan energi dan protein dari bahan makanan yang dikonsumsi responden perhari. Rata-rata kebutuhan energi responden perhari adalah 1891,5 kcal sedangkan rata-rata kebutuhan protein responden perhari adalah 64,2 gram. Distribusi asupan dan tingkat asupan energi dan protein responden dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata asupan energi responden sebesar 1477,6 kkal (78,8%) termasuk dalam kategori kurang. Sedangkan rata-rata asupan protein responden sebesar 56,1 gram (90,6%) termasuk dalam kategori cukup. Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa sebanyak 27 responden (58,7%) tingkat asupan energi kurang dan tingkat asupan protein cukup. Sumber energi yang sering dikonsumsi responden adalah sumber karbohidrat yaitu nasi, mie, singkong dan roti. Sedangkan sumber protein yang sering dikonsumsi adalah protein nabati yaitu tahu dan tempe, serta sumber protein hewani yaitu daging ayam, ikan dan telur ayam. Masih banyak responden yang tingkat asupan energi dan protein kurang disebabkan sebagian besar responden makan pada waktu makan utama saja dengan frekuensi 2-3x/hari. Kurangnya asupan energi dan protein dipengaruhi oleh tidak adanya nafsu makan, mual, muntah dan terbatasnya alternatif untuk memilih bahan makanan sesuai dengan diet yang harus dijalani9. Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Asupan dan Tingkat Asupan Nutrisi (Energi dan Protein) Asupan nutisi Asupan energi (Kcal) Tingkat asupan E (%) Asupan protein (gram) Tingkat asupan P (%)

± SD 1477,6 ± 353,7 78,8 ± 19,3 56,1 ± 13,4 90,6 ± 19,3

Min 810,6 45,1 25,1 43,8

Max 2150,5 124,4 83,4 282,6

Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Tingkat Asupan Energi dan Protein

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup ...

Energi dibutuhkan untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Asupan energi yang adekuat sangat diperlukan untuk mencegah katabolisme jaringan, sehingga dibutuhkan asupan energi yang optimal dari bahan makanan non protein10. Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sangat penting untuk menjalani diet tinggi protein. Protein tinggi pada pasien hemodialisa digunakan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama dialisis. Dianjurkan untuk memilih protein komplit atau protein dengan nilai biologi tinggi yaitu yang mengandung semua jenis asam amino esensial6. Distribusi responden berdasarkan kadar hemoglobin dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa rata-rata kadar hemoglobin responden sebesar 8,2 g/dl dengan nilai terendah 6,5 g/dl dan nilai tertinggi 10,6 g/dl. Semua responden (100%) mengalami anemia. Anemia adalah kondisi klinis yang dihasilkan akibat insufisiensi suplai sel darah merah yang sehat, volume sel darah merah, dan jumlah hemoglobin (Hb) dengan hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb < 11 gr/dl11. Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, anemia disebabkan oleh retensi toksin polyamine dan defisiensi hormone eritropoetin (ESF = Erythropoetic Stimulating Factors), yang berfungsi dalam memproduksi sel darah merah. Selain itu juga disebabkan karena defisiensi Fe berhubungan dengan pendarahan saluran cerna (ulserasi) dan kehilangan besi pada dialiser. Transfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah dan efektif12. Di RSUD Panembahan Senopati standar pasien hemodialisa mendapat transfusi Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Kadar Hemoglobin ± SD Kadar Hemoglobin

8,2 ± 0,9

Min

Max

6,5

10,6

Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Lama Hemodialisa (Bulan) ± SD Lama hemodialisa

27,3 ± 19,8

Min 2

Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan Skor Kualitas Hidup

Max 85

Tabel 5. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Lama Hemodialisa Lama hemodialisa Belum lama (≤11 bulan) Lama (>11 bulan) Jumlah

darah adalah apabila kadar Hb ≤7 gr/dl, sehingga dari semua responden terdapat 5 responden (10,9%) yang mendapat transfusi darah. Distribusi responden berdasarkan lama hemodialisa dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rata-rata lama hemodialisa responden selama 27,3 bulan. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar responden (80,4%) telah lama menjalani hemodialisa (>11 bulan) dengan sebagian besar menjalani hemodialisa 2 kali seminggu. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan3. Kualitas hidup adalah kondisi di mana pasien dengan penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosia maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain13. Distribusi responden berdasarkan kualitas hidup dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa rata-rata skor kualitas hidup responden adalah 59,9 termasuk dalam kategori kualitas hidup rendah namun telah mendekati kategori baik (skor 0-60). Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa setengah dari responden (50%) memiliki kualitas hidup rendah dan setengahnya lagi (50%) memiliki kualitas hidup baik. Kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup empat komponen yaitu kesehatan fisik, status psikologis, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka13.

Frekuensi (n) Persentase (%) 9 19,6 37 80,4 46 100

SKor Kualitas Hidup

± SD 59,9 ± 12,4

Min 35

Max 80

Tabel 7. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Kualitas Hidup Kualitas Hidup Rendah Baik Jumlah

Frekuensi (n) 23 23 46

Persentase (%) 50 50 100

13

Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 10-16

Berdasarkan pada komponen kualitas hidup, faktor yang menyebabkan setengah responden berkualitas hidup rendah adalah pada komponen fisik yaitu seringnya rasa sakit yang mengganggu aktivitas sehari-hari, kurangnya vitalitas dalam beraktivitas, kurang memuaskannya kualitas tidur, kurangnya kemampuan dalam bekerja. Pada komponen psikologis yaitu berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, merasa tidak puas terhadap diri sendiri akibat sakit yang diderita dan seringnya muncul perasaan negatif seperti kesepian, putus asa, cemas dan depresi. Pada komponen hubungan sosial tidak terdapat faktor yang menyebakan kualitas hidup responden rendah. Pada komponen lingkungan yaitu kurangnya rasa aman dalam kehidupan sehari-hari dan kurangnya kesempatan untuk bersenang-senang atau rekreasi. Sedangkan faktor yang menyebabkan setengah lagi dari responden memiliki kualitas hidup baik adalah pada komponen fisik yaitu tidak terlalu seringnya responden membutuhkan terapi medis untuk dapat beraktivitas sehari-hari dan responden masih tetap dapat bergaul dengan baik di masyarakat. Pada komponen psikologis yaitu meskipun dengan kondisi sakit, responden tetap bersyukur dan tetap dapat menikmati hidup dan tetap merasa berarti bagi orang-orang disekitarnya, serta tetap dapat menerima penampilan tubuh mereka. Pada

komponen hubungan sosial yaitu masih memuaskannya hubungan personal dan sosial, serta kehidupan seksual responden, dan adanya dukungan dari keluarga dan teman membuat semangat hidup responden meningkat. Pada komponen lingkungan yaitu puasnya responden dengan kesehatan lingkungan dimana responden tinggal, cukupnya materi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, puasnya responden dengan kondisi tempat tinggal dan alat transportasi yang dimiliki, tersedianya informasi bagi kehidupan responden dan tersedianya akses pelayanan kesehatan bagi responden. Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa sebagian besar responden (34,8%) yang tingkat asupan energinya kurang memiliki kualitas hidup yang rendah. Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa sebagian besar responden (36,9%) yang tingkat asupan proteinnya cukup memiliki kualitas hidup baik. Berdasarkan Gambar 4 diketahui semua responden mengalami anemia, setengah responden yang anemia memiliki kualitas hidup baik dan setengahnya lagi memiliki kualitas hidup rendah. Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa sebagian besar responden yang sudah lama menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup yang baik (43,5%).

Gambar 2. Grafik Tingkat Asupan Energi dengan Kualitas Hidup Responden

Gambar 4. Grafik Status Anemia dengan Kualitas Hidup Responden

Gambar 3. Grafik Tingkat Asupan Protein dengan Kualitas Hidup Responden

Gambar 5.Grafik Lama Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Responden

14

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup ...

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, kualitas hidup bersifat sangat subyektif. Banyak hal yang mempengaruhi kualitas hidup responden, salah satunya adalah adanya dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat responden yang dapat meningkatkan semangat hidup dan kualitas hidup responden. Belum adanya perkumpulan para pasien hemodialisa juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup responden terutama bagi responden yang tidak memiliki keluarga. Responden yang telah lama menjalani hemodialisa memiliki kualitas hidup baik karena secara psikologis lebih siap, sudah dapat beradaptasi dengan keadaan yang harus dijalani, sudah mendapat lebih banyak pendidikan kesehatan dan terjalinnya hubungan sosial baik dengan petugas kesehatan. Sedangkan responden yang telah lama menjalani hemodialisa namun memiliki kualitas hidup rendah disebabkan adanya rasa bosan, stress, seringnya muncul perasaan tidak aman dan tidak adanya dukungan dari keluarga responden. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik adalah karakteristik responden, akses vaskuler, asupan nutrisi, kadar hemoglobin, lama hemodialisa dan hipertensi14. Hubungan antara asupan energi, asupan protein, kadar hemoglobin dan lama hemodialisa dengan kualitas hidup responden dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan kualitas hidup dengan nilai korelasi sebesar 0,456 dan nilai probabilitas sebesar 0,001 (<0,05). Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa asupan energi yang cukup dapat meningkatkan kualitas hidup.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan ada hubungan asupan nutrisi dengan kualtas hidup15. Nutrisi merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat tingginya angka malnutrisi sebagai masalah yang sering timbul pada proses hemodialisa. Hal ini disebabkan adanya gejala gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan muntah disamping proses hemodialisanya sendiri dapat menyebabkan kehilangan protein)3. Ketidakseimbangan

Tabel 8. Analisa Statistik Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein, Kadar Hemoglobin dan Lama Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Responden Variabel Asupan Energi dengan Kualitas Hidup Asupan Protein dengan Kualitas Hidup Kadar Hemoglobin dengan Kualitas Hidup Lama Hemodialisa dengan Kualitas Hidup

R pearson correlation 0,465**

P_Value 0,001

0,443**

0,002

0,363*

0,013

0,385**

0,008

antara asupan dan kebutuhan gizi pada akhirnya menyebabkan berbagai gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan dan hilangnya massa tubuh. Jika penderita tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya, maka akan semakin menurun kualitas hidupnya6. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kualitas hidup dengan nilai korelasi sebesar 0,443 dan nilai probabilitas sebesar 0,002 (<0,05). Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa asupan protein yang cukup dapat meningkatkan kualitas hidup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan ada hubungan asupan nutrisi dengan kualtas hidup15. Diet tinggi protein sangat penting dijalani oleh pasien gagal ginjal yang mengalami hemodialisa. Protein tinggi pada pasien hemodialisa digunakan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama dialisis. Ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan protein pada akhirnya menyebabkan berbagai gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan dan hilangnya massa tubuh. Jika penderita tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya, maka akan semakin menurun kualitas hidupnya6. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan kualitas hidup dengan nilai korelasi sebesar 0,363 dan nilai probabilitas sebesar 0,013 (<0,05). Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin besar kadar hemoglobin maka semakin besar pula skor kualitas hidup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan ada hubungan kadar hemoglobin dengan kualtas hidup4. Secara fungsi fisik, pada pasien dialisis dengan anemia memiliki nilai volume O2 max 50% dibandingkan dengan orang yang sehat ataupun yang seusia. Karena level oksigen yang rendah maka menyebabkan pasien kesulitan untuk melaksanakan aktivitas harian atau bekerja sesuai dengan normal.16) Pasien dengan level Hb yang rendah (<11 g/dl) mengalami peurunan fungsi fisik yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan rutinitas harisan sehingga berefek negative terhadap kualitas hidupnya. Secara fungsi kognitif, pada pasien dengan dialisis mengalami penurunan fungsi kognitif yang dimanifestasikan dengan kebingungan, gangguan memori, tidak mampu berkonsentrasi dan penurunan kesadaran mental. Sedangkan secara fungsi psikologis dan sosial perubahan klinis telah menemukan adanya efek anemia terhadap kesehatan psikologis dan sosial pada pasien hemodialisis, dengan meningkatkan level Hb dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan sosial pasien hemodialisa yang mengalami anemia16. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama hemodialisa dengan kualitas hidup dengan nilai korelasi sebesar 0,385 dan nilai probabilitas sebesar 0,008 (<0,05). Nilai

15

Jurnal Nutrisia, Vol. 17 Nomor 1, Maret 2015, halaman 10-16

korelasi yang positif menunjukkan bahwa semakin lama responden telah menjalani hemodialisa maka semakin besar pula skor kualitas hidup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang juga menunjukkan ada hubungan lama hemodialisa dengan kualtas hidup4,15. Pada awal menjalani HD respon pasien seolah-olah tidak menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang ada dan merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan harus menjalani HD dua kali seminggu. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masing-masing pasien berbeda lamanya, semakin lama pasien menjalani HD adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani HD, maka semakin patuh pasien tersebut karena pasien sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan8. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pada 46 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul diketahui sebanyak 50% responden berkualitas hidup rendah, dan 50% responden berkualitas hidup baik. Sebanyak 58,7% responden tingkat asupan energi masuk dalam kategori kurang. Sebanyak 58,7% responden tingkat asupan protein masuk dalam kategori cukup. Sebanyak 80,4% responden telah lama menjalani hemodilalisa. Semua responden (100%) mengalami anemia. Ada hubungan antara asupan energi, asupan protein, kadar hemoglobin dan lama hemodialisa dengan kualitas hidup. SARAN Perlu dilakukan pengecekan kadar Hb pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa secara rutin dan dilakukan penyuluhan atau konseling gizi pada para pasien agar pengetahuan gizi pasien meningkat sehingga para pasien dapat memenuhi asupan nutrisi dengan baik, dengan begitu kualitas hidup pasien juga dapat meningkat. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menyempurnakan penelitian ini dengan metode food recall atau food record untuk mengetahui asupan nutrisi, dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa seperti karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, dll), akses vaskuler, hipertensi dan asupan nutrisi lainnya. Perlu dibentuk persatuan atau paguyuban pasien yang menjalani hemodialisa agar semangat hidup pasien meningkat, pasien juga bisa lebih produktif sehingga kualitas hidup pasien meningkat.

16

DAFTAR PUSTAKA 1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC 2. Syamsir Alam, dkk. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama 3. Suharyanto, Toto dan Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media 4. Nurchayati, Sofiana. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. 5. Clarkson, KA & Robinson,K. 2010. life on Dialysus; A Lived Experiences. Nephrology Nursing Journal, 37(1),29-35. http://proquest.umi.com/ 6. Pranawa. 1997. Nutrisi pada Penderita Hemodialisa berkesinambungan. Majalah Penyakit Dalam, Vol 23(2). Diakses pada tanggal 29 April 2013. http:// b11nk.wodpress.com/hmdlsa/ 7. National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse (NKUDIC). 2008. Anemia in Kidney Disease and Dialysis. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013. http://kidney.niddk.nih.gov/ 8. Sapri, Akhmad. 2008. Asuhan Gagal Ginjal Kronik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi Asupan Cairan pada Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung 9. Umami, Anisah. 2005. Hubungan Frekuensi Hemodialisa dengan Kepatuhan Diet Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa Di RS Sardjito Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Yogyakarta 2005 10. Budiyanto, Krisno Agus. 2002. Gizi dan Kesehatan. Malang : Bayu Media 11. Black,J.M & Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing: 8th edition. Canada: Elsevier 12. Robbins, S. Contran, R. S. dan Kumar, V. 2011. Intisari Patologi. Alih bahasa: Yunti, M. R. Jakarta: Binapura Aksara 13. The Word Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF. Diakses pada tanggal 29 April 2013 14. National Kidney Foundation (NKF). 2002. Guidelines for Vascular Acces : NKF-KDOQi Clinical Practice Guidelines for Vascular Acces update 2000. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013. http://www.kidney.org/ profesionals/kdoqi/ 15. Lase, Wahyu Ningsih. 2011. Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan 16. Gregory, N. 2005. Quality of Life in Patient on Dialysis: Benefits of Maintaining a Hemoglobin of 11 of 12 g/dl. Nephrology Nursing Journal, 32(3) pg 307