OPTIMASI KONDISI PROSES EKSTRAKSI ZAT PEWARNA DALAM

Download 3 Nov 2012 ... OPTIMASI KONDISI PROSES EKSTRAKSI ZAT PEWARNA DALAM DAUN SUJI. DENGAN PELARUT ETANOL. Murni Yuniwati, Ari Wijaya ...

0 downloads 513 Views 227KB Size
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

OPTIMASI KONDISI PROSES EKSTRAKSI ZAT PEWARNA DALAM DAUN SUJI DENGAN PELARUT ETANOL Murni Yuniwati, Ari Wijaya Kusuma, Fajar Yunanto Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta E-mail: [email protected] ABSTRACT Traditionally, suji plant (Pleomele Angustifolia) has been used both for the field of food, cosmetics and medicine. In the food sector, suji leaf extract used as a dye variety of traditional foods. The dye suji leaf only contained in the fresh leaves, if the leaves are wilted, dye in it can not be used anymore. To determine the operating condition of good extraction, need to be studied factors affecting the extraction process and how it affects. In this research will be studied effect of time, temperature, stirrer speed and the volume of solvent, to the extraction results. In this study determined the optimal conditions for extraction. Optimal conditions obtained can be used as a basis for studying the extraction process even further, namely to determine the mass transfer coefficient is necessary to design an efficient extraction. Research carried out by extracting dye (Chlorophyl) in suji leaf using ethanol solvent, the three-neck flask equipped with a heater, stirrer, and cooling, the research carried out with variations of time, temperature, stirrer speed, and volume of solvent. Chlorofil concentration in the solvent were analyzed by gas chromatography to determine what percentage of chlorofil be extracted. By using 5 grams suji leaf, obtained optimal conditions of chlorophyl extraction process is to use a 3 hour, 60OC temperature, stirrer speed of 300 rpm, and 200 mL of solvent volume. With this condition obtained percentage yield of 1.2917%. Keywords: chlorofil, extract, solvent

PENDAHULUAN Zat pewarna seperti halnya citarasa merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan, minuman, serta bumbu masak. Penambahan zat pewarna dalam makanan, minuman, dan bumbu masak mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen (Djarismawati, 2004). Pewarna yang terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker, akan dilarang digunakan. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker. Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor pemicu semakin berkembang dan dibutuhkannya bahan tambahan pangan. Sayangnya, penggunaannya sering kali tidak benar. Sebagai contoh, penggunaan pewarna tekstil untuk bahan makanan karena harganya lebih murah daripada pewarna makanan. Kurangnya sosialisasi tentang dosis, manfaat, dan bahaya akibat penggunaan bahan tambahan pangan secara salah, mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, mulai dari pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna (Saparianto dan Hidayati, 2006). Penggunaan pewarna sintesis/tekstil dapat digantikan dengan pewarna alam, salah satunya adalah daun suji (Pleomele Angustifolia) yang bisa dipakai sebagai pewarna alami makanan karena menghasilkan warna hijau yang dihasilkan oleh pigmen yang bernama khlorofil. Selain itu daun suji memberikan aroma harum yang khas, meskipun tidak seharum daun pandan. Sebenarnya, daun suji dapat secara langsung dijadikan pewarna alami hanya dengan menambahkannya ke dalam masakan. Namun, ada beberapa kelemahan dalam mekanisme ini, salah satunya adalah daya tahan daun suji tersebut. Kelemahan ini tampak terlihat jelas pada daun suji yang telah dipetik beberapa hari yang lalu. Daun tersebut akan mengalami penurunan kualitas baik kualitas dari kesegaran daun maupun kualitas warna (dari hijau berubah menjadi kecoklatan dan akhirnya hitam) sehingga zat warna dalam daun suji tidak dapat digunakan lagi. A-257

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

Oleh karena itu, untuk memaksimalkan ketahanan dari kualitas zat warna dalam daun suji perlu dilakukan ekstraksi untuk memisahkannya. Selain itu, dengan diekstraksinya zat warna hijau ini menjadi ekstrak zat hijau, maka penggunaan zat warna hijau untuk berbagai keperluan menjadi lebih praktis dan diharapkan nilai ekonomis dapat meningkat. Adanya faktor faktor yang mempengaruhi ekstraksi misalnya waktu, suhu, kecepatan pengaduk serta volume pelarut, maka dalam penelitian ini akan dipelajari lebih jauh tentang bagaimana pengaruh faktor faktor tersebut terhadap hasil ekstraksi. Dengan penelitian tersebut dapat ditentukan kondisi yang optimal untuk ekstraksi. Kondisi optimal yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar untuk mempelajari proses ekstraksi lebih jauh lagi, yaitu untuk menentukan koefisien transfer massa yang sangat diperlukan untuk perancangan alat ekstraksi yang efisien. Khlorofil adalah pigmen hijau fotosintetis yang terdapat dalam tanaman, Algae dan Cynobacteria. nama "chlorophyll" berasal dari bahasa Yunani kuno : choloros = green (hijau), and phyllon= leaf (daun). Fungsi krolofil pada tanaman adalah menyerap energi dari sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintetis yaitu suatu proses biokimia dimana tanaman mensintesis karbohidrat (gula menjadi pati), dari gas karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari (Subandi, 2008). Khlorofil atau pigmen utama tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food suplement yang dimanfaatkan untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik, sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan menyeimbangkan sistem hormonal (Limantara, 2007). Khlorofil juga merangsang pembentukan darah karena menyediakan bahan dasar dari pembentuk haemoglobin (Anonim, 2008). Peran ini disebabkan karena struktur khlorofil yang menyerupai hemoglobin darah dengan perbedaan pada atom penyusun inti dari cincin porfirinnya (gambar 1.). Salah satu suplemen makanan yang telah dikonsumsi adalah liquid chlorophyll atau chlorophyillin yang berbahan dasar dari ekstrak khlorofil daun alfalfa (Medicago sativa L.). Suplemen tersebut telah banyak diperdagangkan sebagai suplemen siap saji. Selain berbahan dasar tanaman alfalfa, suplemen siap saji berbahan dasar khlorofil juga sudah diproduksi dari alga contohnya Spirulina sejenis alga biru hijau, dan Chlorella sejenis alga hijau (Anonim, 2008). Khlorofil merupakan pigmen hijau tumbuhan dan merupakan pigmen yang paling penting dalam proses fotosintesis. Sekarang ini, khlorofil dapat dibedakan dalam 9 tipe : khlorofil a, b, c, d, dan e. Bakteri khlorofil a dan b, khlorofil chlorobium 650 dan 660. khlorofil a biasanya untuk sinar hijau biru. Sementara khlorofil b untuk sinar kuning dan hijau. Khlorofil lain (c, d, e) ditemukan hanya pada alga dan dikombinasikan dengan khlorofil a. bakteri khlorofil a dan b dan khlorofil chlorobium ditemukan pada bakteri fotosintesis (Devlin, 1975). Khlorofil pada tumbuhan ada dua macam, yaitu khlorofil a dan khlorofil b. perbedaan kecil antara struktur kedua khlorofil pada sel keduanya terikat pada protein. Sedangkan perbedaan utama antar khlorofil dan heme ialah karena adanya atom magnesium (sebagai pengganti besi) di tengah cincin profirin, serta samping hidrokarbon yang panjang, yaitu rantai fitol (Santoso, 2004). Kloroplas berasal dari proplastid kecil (plastid yang belum dewasa, kecil dan hampir tak berwarna, dengan sedikit atau tanpa membran dalam). Pada umumnya proplastid berasal hanya dari sel telur yang tak terbuahi, sperma tak berperan disini. Proplastid membelah pada saat embrio berkembang, dan berkembang menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Kloroplas muda juga aktif membelah, khususnya bila organ mengandung kloroplas terpajan pada cahaya. Jadi, tiap sel daun dewasa sering mengandung beberapa ratus kloroplas. Sebagian besar kloroplas mudah dilihat dengan mikroskop cahaya, tapi struktur rincinya hanya bias dilihat dengan mikroskop elektron (Salisbury dan Ross, 1995). Struktur khlorofil berbeda-beda dari struktur karotenoid, masing-masing terdapat penataan selang-seling ikatan kovalen tunggal dan ganda. Pada khlorofil, sistem ikatan yang berseling mengitari cincin porfirin, sedangkan pada karotenoid terdapat sepasang rantai hidrokarbon yang menghubungkan struktur cincin terminal. Sifat inilah yang memungkinkan molekul-molekul menyerap cahaya tampak demikian kuatnya, yakni bertindak sebagai pigmen. Sifat ini pulalah yang memungkinkan molekul-molekul menyerap energi cahaya yang dapat digunakan untuk melakukan fotosintesis (Santoso, 2004). Khlorofil akan memperlihatkan fluoresensi, berwarna merah yang berarti

A-258

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

warna larutan tersebut yang diluruskan dan akan yang dipantulkan (Noggle

ISSN: 1979-911X

tidak hijau pada cahaya merah tua pada cahaya dan Fritz, 1979).

Gambar 1. Tanaman suji jenis minor (Pleomele Angustifolia) Daun tanaman suji berbentuk lancet-garis, agak kaku, berwarna hijau gelap, meruncing atau sangat runcing dengan panjang 10 sampai 25 cm dan lebar 0,9 sampai 1,5 cm. Jenis bunga termasuk bunga majemuk, berbentuk malai dengan banyak bunga yang panjangnya 8 sampai 30 cm. Pada tiap kelopak terdapat 1-4 bunga, tangkai bunga pendek (2,5-2,7 cm). Mahkota bunga berwarna putih kekuningan, dan kalau malam hari berbau harum. Buah yang matang berwarna jingga dengan diameter 1-2 cm (Heyne 1987). Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen dari padatan atau cairan dipindahkan ke cairan yang lain yang berfungsi sebagai pelarut. Ekstraksi dapat dilakukan untuk campuran yang mempunyai titik didih berdekatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi.Perpindahan massa antar fase terjadi bila terdapat perbedaan konsentrasi dimana berpindah dari sistem yang lebih tinggi konsentrasinya ke sistem yang lebih rendah konsentrasinya (Treyball, 1984 ). METODE Daun segar sebanyak 5 gram dipotong kecil-kecil, kemudian bahan dimasukkan kedalam labu leher tiga dan ditambahkan etanol dengan volume tertentu. Ekstraksi dilakukan dengan pemanasan dalam waterbath dan pengadukan menggunakan motor pengaduk, untuk menjaga volume pelarut digunakan pendingin balik. Ekstraksi zat warna hijau dilakukan dengan variasi waktu, suhu, kecepatan pengaduk dan volume pelarut Kadar khlorofil dalam ekstrak dihitung dengan mengikuti prinsip Gross (1991). Sejumlah ekstrak (1,5 ml) dicampur dengan 8,5 ml aseton 99,5%, kemudian dibiarkan selama 1 malam dalam refrigerator. Selanjutnya campuran disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Untuk menganalisis kadar total khlorofil, supernatan yang diperoleh diukur absorbansinya pada 645 dan 663 nm atau pada 652 nm. Perhitungan kadar khlorofil dilakukan dengan menggunakan rumus berikut : Kadar khlorofil (mg/L) = 20.2 A 645.0 nm + 8.02 A 663.0 nm Atau Kadar khlorofil (mg/L) =

A 652 nm

Pengaruh waktu terhadap persentase hasil khlorofil yang terekstrak Untuk mempelajari pengaruh waktu ekstraksi terhadap persentase hasil khlorofil yang terekstrak dalam daun suji, dilakukan penelitian dengan variasi waktu proses sedangkan variabel yang lain (Berat bahan, Konsentrasi etanol, volume pelarut, kecepatan pengaduk, suhu) dibuat tetap. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Dari Tabel 1 dan Gambar 2 terlihat bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka semakin besar % hasil khlorofil yang terekstrak. Hal ini disebabkan karena semakin besar kesempatan ekstrak khlorofil mendifusi ke dalam solven. Namun dengan waktu 3 jam % khlorofil yang terambil mencapai titik optimal dan waktu diatas 3 jam % khlorofil yang terambil mengalami penurunan hal ini mungkin disebabkan karena semakin lama waktu ekstraksi, konsentrasi pewarna dalam solven sudah berada A-259

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

dalam kesetimbangan jadi laju difusi pewarna dari permukaan padatan ke solven sama besarnya dengan laju difusi pewarna dari solven ke permukaan padatan. Selain itu, pemanasan yang terlalu lama pada proses ekstraksi akan membuat khlorofil terdegradasi menjadi feofitin yang mengakibatkan % khlorofil terekstrak mengalami penurunan (Gross, 1991). Tabel 1. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap persentase hasil khlorofil yang terekstrak (Berat bahan = 5 gr, konsentrasi etanol = 96%, volume pelarut = 200 ml, kecepatan pengadukan = 300 rpm, dan suhu = 75C) No.

Waktu (jam) 1 2 3 4 5 6

1 2 3 4 5 6

Konsentrasi (mg/L) 8,285 9,544 10,184 10,169 9,690 9,684

Persentase Hasil (%) 0,3314 0,3817 0,4073 0,4067 0,3876 0,3873

Gambar 2 Grafik hubungan antara waktu ekstraksi dengan % hasil Pengaruh suhu ekstraksi terhadap persentase hasil khlorofil yang terekstrak Untuk mempelajari pengaruh waktu ekstraksi terhadap persentase hasil khlorofil yang terekstrak dalam daun suji, dilakukan penelitian dengan variasi suhu proses sedangkan variabel yang lain (Berat bahan, Waktu, Konsentrasi etanol, volume pelarut, kecepatan pengaduk) dibuat tetap. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 3 Tabel 2 Pengaruh suhu ekstraksi terhadap khlorofil yang terekstrak (Berat bahan = 5 gr, konsentrasi etanol = 96%, volume pelarut = 200 ml, kecepatan pengadukan = 300 rpm, waktu = 3 jam) No. 1 2 3 4 5

Suhu (C)

Konsentrasi (mg/L)

Persentase Hasil (%)

30 40 50 60 75

11,949 13,002 13,668 32,229 10,184

0,4770 0,5201 0,5467 1,2917 0,4073

Dari Tabel 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa semakin bertambahnya suhu ekstraksi maka semakin besar % khlorofil terekstrak. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya suhu maka semakin besar daya larut khlorofil pada solven. Namun dengan suhu 60C % khlorofil yang terambil mencapai titik optimal dan suhu diatas 60C % khlorofil yang terambil mengalami penurunan hal ini karena pemanasan melebihi suhu optimal mengakibatkan khlorofil mengalami degradasi menjadi feofitin yang berwarna hijau agak kecoklatan hal ini membuat nilai konsentrasi khlorofil kecil (Gross, 1991).

A-260

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap persentase khlorofil terekstrak No 1 2 3 4 5 6 7

Kecepatan pengadukan (rpm) 60 150 220 300 400 500 700

Konsentrasi (mg/L) 9,381 9,882 15,287 32,229 27,027 11,381 9,466

Persentase Hasil(%) 0,3752 0,3928 0,6114 1,2917 1,0816 0,4552 0,3786

Untuk mempelajari pengaruh kecepatan pengaduk terhadap persentase hasil khlorofil, dilakukan penelitian dengan variasi kecepatan pengaduk sedangkan untuk variabel lain dibuat konstan. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4. Tabel 3. Pengaruh Kecepatan Pengaduk terhadap Konsentrasi dan persentase khlorofil terektrak (berat daun suji 5 gr, suhu 600C, volume etanol 200 mL,konsentrasi etanol = 96%, dan waktu 3 jam) Gambar 3 Grafik hubungan antara suhu ekstraksi dengan % khlorofil terekstrak

Gambar 4. Grafik Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Persentase Khlorofi terekstrak Dari Tabel 3 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin besar kecepatan pengaduk maka persentase hasil khlorofil yang terekstrak semakin besar. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya turbulensi dalam larutan yang mengakibatkan peningkatan pengacakan dan distribusi antara etanol dan daun suji. (Hartanto,Subagja.2008) Namun, dari penelitian dapat dilihat bahwa kecepatan diatas 300 rpm terjadi penurunan persentase hasil karenaterjadinya vorteks yang menyebabkan turbulensi semakin kecil sehingga kecepatan transfer massa dari daun ke dalam pelarut menurun. Untuk menghindari terjadinya vorteks dapat dilakukan menggunakan alat yang dilengkapi dengan baffle. Dengan menggunakan alat yang dilengkapi baffle kemungkinan dapat dilakukan proses dengan pengadukan yang lebih besar lagi. Pengaruh volume terhadap persentase khlorofil terekstrak Untuk mempelajari pengaruh volume etanol terhadap persentase hasil khlorofil, dilakukan penelitian denganvariasi volume etanol sedangkan untuk variabel lain dibuat konstan. Adapun hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 5. Dari Tabel 4 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah pelarut maka semakin besar pula persentase khlorofil terektrak. Hal ini disebabkan oleh distribusi khlorofil akan semakin banyak yang bisa ditransfer ke dalam solvent. Namun, persentase hasil mengalami penurunan setelah 200 mL, hal ini disebabkan karena jumlah volume yang terlalu besar menyebabkan turbulensi yang terjadi semakin kecil sehingga mengurangi khlorofil yang terekstrak

A-261

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

ISSN: 1979-911X

Tabel 4. Pengaruh Variasi Volume terhadap persentase hasil (berat daun suji 5 gr, suhu 600C, kecepatan pengaduk 300 rpm dan waktu 3 jam) No 1

Volume (mL) 100

Konsentrasi (mg/mL)

Persentase Hasil (%)

38,411

0,7682

2

150

34,957

1,0487

3

200

32,229

1,2917

4

220

18,048

0,7941

6

300

9,604

0,5762

7

400

6,599

0,5279

Gambar 5. Grafik pengaruh volume solvent terhadap persentase khlorofil terekstrak. KESIMPULAN 1. Semakin lama waktu ekstraksi maka % hasil khlorofil yang terekstrak semakin besar, namun setelah waktu 3 jam terjadi penurunan. 2. Semakin besar suhu ekstraksi maka % hasil khlorofil yang terekstrak semakin besar, namun setelah suhu 60C terjadi penurunan. 3. Semakin besar kecepatan pengadukmaka khlorofil yang dapat terekstrak semakin besar, setelah 300 rpm terjadi penurunan. 4. Semakin besar volume etanol sebagai solvent maka khlorofil yang terekstrak juga semakin besar, setelah 200 mL terjadi penurunan. 5. Dengan menggunakan bahan sebanyak 5 gram daun suji, diperoleh kondisi optimal waktu ekstraksi 3 jam, suhu 60°C kecepatan pengadukan 300 rpm dan volume etanol sebesar 200mL. Dengan kondisi tersebut persentase khlorofil yang dapat terekstrak 1,29 %. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Waspadai Makanan Mengandung BTP Berbahaya di Sekitar Kita. Sumber Desperindag Kab.Sukabumi 25 September. Devlin, Robert M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York : D. Van Nostrand. Djarismawati. 2004. Pengembangan model/kemitraan dalam peningkatan sanitasi pengelolaan makanan di daerah objek wisata. Badan litbang kesehatan departemen kesehatan RI. Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables. Van Nostrand Reinhold. New York. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Hidayati, Diana, Saparianto C. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius, Yogyakarta. Noggle, Ray, R dan Fritzs, J. George. 1979. Introductor Plant Physiology. New Delhi : Mall of India Private Ilmited. Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Bandung : ITB. Santoso. 2004. Fisiologi Tumbuhan. Bengkulu : Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Subandi, Aan. 2008. Metabolisme. http://metabolisme.blogspot.com/2007/09. Treybal, R.E.,1984, Mass Transfer Operations, MaGraw-Hill Book Co., New York. Wikipedia. 2011. Zat adiktif Makanan. Selasa 29 Oktober. A-262

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012

Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

A-263

ISSN: 1979-911X