osteoatritis lutut - Digilib Esa Unggul

Osteoatritis adalah suatu patologi yang mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, kondisi ini berpengaruh pada pengerasan jaringan subchondral, rawa...

15 downloads 818 Views 198KB Size
Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

BEDA PENGARUH PENAMBAHAN LONG AXIS OSCILLATED TRACTION PADA INTERVENSI MWD DAN TENS TERHADAP PENGURANGAN RASA NYERI PADA CAPSULLAR PATTERN AKIBAT OSTEOATRITIS LUTUT

M.Irfan, Rizka Gahara Fisioterapi Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Fisioterapi Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utra Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan pengaruh penambahan Long axis oscillated traction pada intervensi MWD dan TENS terhadap penurunan nyeri pada kondisi capsullar pattern akibat osteoatritis lutut. Penelitian ini dilaksanakan di unit Fisioterapi RSAL MINTOHARDJO Bendungan Hilir, Jakarta. Dimulai pada tanggal 11 Juli sampai 20 Agustus 2005. Penelitian bersifat Quasi eksperimental dan mengunakan teknik perposive sampling. Osteoatritis adalah suatu patologi yang mengenai kartilago hialin dari sendi lutut, kondisi ini berpengaruh pada pengerasan jaringan subchondral, rawan sendi mengeras, pemendekan capsulligament, spasme otot dan terjepitnya saraf poli modal yang berada di sekitar sendi oleh osteofite maka keluhan yang dapat timbul yaitu berupa nyeri. Pemberian intervensi MWD, TENS dan long axis oscillated traction memberikan pengaruh yang sangat bermakna pada penurunan nyeri akibat osteoatritis lutut. Hal ini disebabkan karena efek terapetik dari MWD dan TENS melalui level sensoris dan level spinal serta efek traksi pada jaringan sekitar sendi. Hasil uji Mann-Whitnay selisih nilai VAS akhir pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menunjukan nilai P = 0,001, terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan pada kedua kelompok. Peneliti menyimpulkan bahwa penambahan long axis oscillated traction pada intervensi MWD, TENS berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut. Dengan demikian pemilihan salah satu metoda dapat digunakan sebagai solusi dan juga kombinasi kedua intervensi tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kata Kunci: Long Axis Oscillated Traction, Capsular Pattern, Osteoarthritis

Pendahuluan Pada seorang lansia kemungkinan terjadi masalah kesehatan sangatlah rentan karena dengan bertambahnya usia maka terjadi penurunan fungsi struktur tubuh dan juga daya tahan yang menyebabkan timbulnya gangguan penyakit. Salah satu jenis penyakit degeneratif yang banyak menyerang yaitu osteoatritis lutut. Osteoatritis lutut merupakan suatu patologi yang dimulai dari kartilago hialin sendi lutut, dimana terjadi pembentukan osteophite pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral yang menyebabkan penurunan

elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang rawan sendi) osteoatritis juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi dan tulang subchondral, capsul sendi yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi. Akibat dari semua itu akan menimbulkan keluhan berupa adanya nyeri pada lutut terutama pada bagian medial lutut, kekakuan atau keterbatasan gerak dalam pola capsular pattern sendi lutut, gangguan stabilitas sendi dan menurunnya fungsi lutut yaitu sebagai penerima beban tubuh dan juga fungsionalnya dalam berjalan. Secara fisiologis

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

25

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

rasa nyeri terjadi oleh karena trauma jaringan, atau penyakit yang mengawali perubahan kimiawi dan elektris dalam tubuh. Pada kasus osteoatritis lesi berkenaan dengan perubahan biokimiawi dibawah permukaan kartilago yang meningkatkan sintesa timidin dan glisin. Lesi permulaan ini disusul oleh lesi pemusnahan kartilago secara progresif. Kartilago yang hancur mengakibatkan sela persendian menjadi sempit walaupun kartilago persendian tidak peka nyeri dan lesi inisial berada di kartilago, tetapi manifestasi klinis dini dan osteoatritis berupa rasa sakit. Mungkin sekali rasa “sakit” ini merupakan ungkapan klinis dari membrana sinovialis persendian yang mulai terlibat dalam proses degenerasi di kartilago. Membrana sinovialis memang terdapat banyak akan reseptor nyeri. Keluhan yang sering di rasakan diantaranya rasa nyeri, kekakuan dan keterbatasan gerak dengan pola capsular pattern pada lutut adalah fleksi lebih terbatas dari ekstensi dan ekstensi lebih terbatas dari rotasi. Rasa nyeri lutut dapat disebabkan karena terjepitnya saraf afferen poly modal oleh perlekatan kolagen, penekanan jaringan karena deformitas serta adanya pembengkakan jaringan disekitar sendi. Pengobatan dengan metode elektroterapi dan teknik mobilisasi dalam hal ini long axis oscillated traction merupakan salah satu treatment yang dapat di berikan untuk mengurangi nyeri pada kasus osteoathritis lutut.

Osteoatritis

Osteoatritis merupakan gangguan pada sendi yang bergerak, gangguan ini dapat versifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang yang seakan-akan proses penuaan dari rawan sendi yang mengalami kemunduran atau degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru permukaan persendian (Carter, 1995). Penyebab pasti belum jelas di ketahui, namun berikut ini faktor predisposisi yang dapat mengakibatkan osteoatritis lutut: umur, gangguan mekanik, kecacatan genu valgus atau genu varus, kegemukan, penyakit endokrin, penyakit sendi lain, jenis kelamin.

26

Patofisiologi

Pada awalnya proses metabolisme sendi, sintesa kolagen dan jaringan lunak di sekitar sendi berjalan normal. Namun perubahan pada kartilago sendi dapat terjadi sejalan dengan penambahan usia antara lain gangguan mikro sirkulasi, penurunan kandungan air, pengurangan kekuatan daya regang dan kekakuan kolagen, pengurangan panjang rantai glikosa-minoglikans dan fragmentasi mata rantai glikoprotein. Ada empat tahapan kerusakan rawan sendi yang saling tumpang tindih, yaitu: 1. Tahap awal, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedang kolagen masih normal. Meskipun kadar proteoglikan berkurang, justru sintesa awal sel rawan meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas dari mitosis sel rawan yang bertambah. Hal ini membuktikan bahwa sel rawan berperan dalam menjaga keseimbangan antara aktivitas produksi dengan aktivitas destruksi yang diperankan oleh enzim tadi yang dalam keadaan normal aktivitasnya rendah, jadi proteoglikan yang menururn tadi karena destrksinya melebihi produksi, penurunan ini menimbulkan rawan sendi menjadi lunak secara lokal. Warna matrik menjadi kekuningan kemudian timbul retakan dan terbentuknya celah. 2. Tahap ke dua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen. 3. Tahap ke tiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista dapat menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak teratur. 4. Tahap ke empat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan di fagosit sel-sel membran synovial dan terjadilah reaksi radang. Selanjutnya kondrosit mati, proteoglikans dan kolagen tidak di produksi lagi dan matrik memucat.

Osteoathritis pada sendi lutut sering

menimbulkan perubahan pada tulang rawan sendi, bahkan seluruh jaringan sekitar sendi, sehingga sendi menjadi tebal, hiperplastis dan

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

hipertropi,

secara

klinis

sendi

mengalami

deformitas. Tulang rawan hialin memiliki fungsi sebagai shock-absorber dan kegagalan fungsinya dapat memperberat kerja tulang rawan. Pada awal proses patolgi kemungkinan terjadi gangguan aktivitas metabolisme dan pada proses lanjutan fungsi kondrosit mengalami kegagalan dan aktivitasnya menurun. Keadaan ini menyebabkan kekurangan Proteoglikan, dimana akan terjadi kekakuan yang mudah merobek tulang rawan hialin karena tekanan mekanis. Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah diserap oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium pyrophospatte dan hydroxyapatite) diantara persendian. Kedua faktor diatas dapat menimbulkan reaksi radang. Tulang subkhondral aktivitasnya juga abnormal, dengan bertambahnya kepadatan tulang dan timbulnya sejumlah sel baru. Maka bentuk tulang baru (osteofit) pada tepian sendi dapat menghambat gerakan sendi. Menurut Dandy 1993, “Microfraktur dapat terjadi di mana penyembuhannya dalam bentuk kalus yang membuat tulang lebih keras, lebih padat dan kurang lentur. Cairan sendi dapat masuk kedalam celah-celah tulang dan bisa membentuk kiste subkondral”. Bila penyakit berlanjut sendi lebih tidak teratur dengan penyempitan permukaan sendi, adanya osteofit, instabilitas dan deformitas. Hubungan terbentuknya osteofit dengan proses degenerasi rawan sendi pada osteoatritis tidak seluruhnya dapat di terangkan. Meskipun merupakan gambaran radiologis klasik osteoatritis, tetapi bukan karakteristik, karena osteofit juga bisa di temukan karena proses usia tanpa di sertai kerusakan rawan sendi. Proses terbentuknya osteofit: 1. Osteofit terjadi sebagai akibat proliferasi pembuluh darah pada tempat di mana rawan sendi berdegenerasi. 2. Osteofit tumbuh karena kongesti vena yang di sebabkan perubahan sinusoid sumsum yang tetekan oleh krista subkondral.

3. Osteofit tumbuh karena rangsagan serpihan rawan sendi yang menimbulkan sinofitis. Hal ini akan menimbulkan osteofit pada tepi sendi atau tempat perlekatan tendon atau ligamen dengan tulang. Bila osteoathritis berjalan lambat, osteofit dapat tumbuh sangat besar, sebaliknya bila osteoatritis berjalan cepat, osteofit yang berbentuk kecil atau tidak berbentuk sama sekali.

Mekanisme Timbulnya Nyeri Pada OA Lutut Pada osteoatritis, kerusakan awal di mulai dari hyalin cartilago sendi lutut, dimana

terjadi pembentukan osteofit pada rawan sendi dan jaringan subchondaral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang rawan sendi), juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi seperti: tulang subchondral, capsulligament yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi (hyalin cartilago) berkenaan dengan perubahan biokimiawi di bawah permukaan kartilago yang meningkatkan sintesa timidin dan glisin. Lesi permulaan ini disusul oleh proses pemusnahan kartilago secara progresif. Akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai corpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak. Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang dapat membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi membrana sinovialis dimana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung-ujung saraf poli-modal yang

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

27

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

terdapat disekitar sendi oleh karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. Nyeri yang ditimbulkan akan menyebabkan spasme otot dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Jika hal ini dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan kontraktur sehingga lingkup gerak sendi akan lebih terbatas. Pada capsulligament sebagai pembungkus sendi akan terjadi iritasi atau pemendekan seluruh capsulo–ligamenter sendi, sehingga menimbulkan pembatasan gerak dengan pola tertentu serta menimbulkan nyeri regang. Pada sendi lutut pola capsular pattern adalah fleksi lebih terbatas dari ekstensi dan ekstensi lebih terbatas dari rotasi (fleksi < ekstensi < rotasi). Capsular pattern bervariasi dari satu sendi dengan sendi yang lainnya. Menurut Hertling dan Kessler, bahwa kondisi yang terjadi pada pembatasan kapsular pattern, secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua katagori yaitu: 1. Kondisi dimana sendi benar-benar mengalami efusi atau sinofial inflamasi. Joint efussion dan sinovial inflamasi menyertai kondisi rheumatoid athritis dan gout dimana kapsul sendi membengkak karena produksi synovial fluid yang berlebihan pada intra articular. Nyeri di rasakan jika kapsul mengalami peregangan dan lebih lanjut terjadi spasme otot yang merupakan proteksi dari kapsul sendi. Pembatasan gerak menyebabkan terjadinya keterbatasan capsular pattern. 2. Kondisi dimana terjadi kapsular fibrosis. Capsular fibrosis sering terjadi pada kondisi kronik, dimana tingkat inflamasi kapsular rendah, immobilisasi sendi dan setelah terjadi resolusi pada kapsular inflamasi. Kondisi ini meningkatkan jumlah kolagen dibandingkan mucopolysacharida di dalam kapsul sendi atau terjadinya perubahan struktur dari kolagen. Akibatnya akan menurunkan ekstensibilitas dari seluruh kapsul yang menyebabkan terjadi keterbatasan pola kapsuler. 28

Micro Wave Diathermy

Micro Wave Diathermy (MWD) merupakan suatu alat sebagai pengobatan yang menggunakan stessor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik berfrekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.

Mekanisme Penurunan Nyeri Pada OA Oleh MWD Penurunan nyeri oleh penerapan micro wave diatermy diperoleh dari efek panas

melalui perbaikan sirkulasi darah, metabolisme dan pengurangan oedema. Panas akan meningkatkan temperatur jaringan sekitar, akibat dari meningkatnya temperatur tersebut akan terjadi reflek vasodilatasi pembuluh darah dan kenaikan sirkulasi darah. Pada tahap selanjutnya akan terjadi dilatasi arteriol yang terjadi akibat peningkatan metabolisma dalam jaringan serta peningkatan aliran darah kapiler. Dengan peningkatan aliran darah kapiler maka suplai bahan seperti oksigen, nutrien antibodi dan leukosit akan meningkat. Maka dengan peningkatan temperatur, peningkatan metabolisma jaringan, peningkatan aliran darah kapiler, perbaikan sirkulasi darah serta peningkatan suplai bahan, maka akan menimbulkan efek analgesik pada jaringan serta menurunnya spasme otot. Selain hal tersebut, panas secara langsung dapat memperbaiki fleksibilitas jaringan ikat, otot, myelin dan capsul sendi akibat dari menurunnya viskositas jaringan.

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu cara peng-

gunaan energi listrik yang digunakan untuk merangsang sistem saraf dan peripheral motor yang berhubungan dengan perasaan melalui permukaan kulit dengan penggunaan energi listrik dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri (Meryl Roth, 1992). TENS mampu mengaktivasi baik syaraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke saraf pusat.

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

Efektifitas TENS dapat diterangkan lewat teori gerbang kontrol (Melzack P and Wall PD).

Mekanisme Penurunan Nyeri Pada Oa Oleh Tens Pengaruh TENS dalam menurunkan

nyeri didapat melalui saraf halus tidak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. TENS dapat merangsang pelepasan endorphine dependent sistem dan serotonin dependent oleh tubuh. Pelepasan endorpine dependent sistem dirangsang oleh TENS frekuensi rendah dengan merangsang reseptor sensorik. Impuls rangsang selanjutnya melakukan: 1. Level spinal Bila diberikan TENS dengan bentuk arus simetris bolak-balik maka akan diperoleh pengurangan nyeri melalui enkefalin dependen sistem pada level ini, sesuai dengan teori Melzack Wall. Perangsangan subtansia grisea perialkuaduktus menghasilkan enkefalin yang selanjutnya akan mengaktifkan nucleus raphe dan nucleus retikular magnoseluler. Dari kedua nucleus itu dikirimkan impuls penghambat nyeri ke medula spinalis melalui jaras caudal reticuler. Jaras caudal-retikuler yang berasal dari nucleus raphe adalah serabut sirotinergik, sedang yang berasal dari nucleus retikuler magnoseluler adalah serabut norepinefrnergik. Di medula spinalis kedua jenis serabut saraf tersebut bersinaps dengan serabut enkefalinergik yang juga melakukan penghambat presineptik melalui penghambatan pelepasan substansi P oleh serabut saraf halus tak bermyelin. Jalur pertama ini disebut juga TENS efferent patway. 2. Level supraspinal Bila digunakan TENS dengan bentuk arus asimetris bolak–balik atau searah maka akan menimbulkan pengaruh pengurangan nyeri pada sistem endorfine dependen system yaitu supra spinal level sesuai dengan teori Satto Smith. Perangsangan hipotalamus menghasilkan endorphine yang berkaitan dengan reseptor opiat di substansia grisea periakuaduktus, nucleus

accumbens, amiglada, hubenula, termasuk nucleus arcuatus hipotalami yang di kenal sebagai mesozombic loop of analgesic

sehingga terjadi central pain relief. Perangsangan hipotalamus juga menghasilkan releasing factor yang akan merangsang pelepasan endorhine dari hipofisis dan ACTH. Endorphine dan hipofisis ini dilepaskan oleh sirkulasi sistemik dan kembali ke otak serta medula spinalis setelah menembus blood brain barrier untuk selanjutnya berikan dengan reseptor opiat disusunan saraf pusat ACTH akan merangsang pelepasan kortisol untuk menekan reaksi inflamasi. Jalur kedua ini disebut juga TENS afferent pathway. Disamping pengaruh pada syaraf juga pada otot oleh pumping action. Terjadi vasodilatasi cutaneus pada area aplikasi dengan intensitas yang kuat. Hal ini akan menstimulasi saraf sensoris yang menyebabkan aktivasi vasodilatasi arteriol dan kemudian terjadi pelepasan histamin (Wadsworth dan Chanmugan, 1980).

Dosis

Kondisi osteoathritis menggunakan konvensional dengan pulsa pendek sekitar 50 s pada 40-150 Hz, dengan frekuensi tinggi dan intensitas rendah berdurasi 200 msec. Tipe konvensional dapat mengurangi nyeri dalam waktu 10–15 menit dengan lama pemberian antara 30 menit. Intensitas rendah akan menstimulasi serabut A untuk menginhibisi nyeri dengan pain gate mechanism.

TENS

Long Axis Oscillated Traction

Merupakan suatu teknik mobilisasi dimana dilakukan penarikan sepanjang aksis tulang tibia, dilakukan pada posisi keterbatasan ROM, baik dalam keadaan fleksi maupun ekstensi (CPP). serta dilakukan gerakan pasif dengan amplitudo besar atau kecil. Penarikan ini terjadi pada sendi tibiofemoral, yaitu sendi tulang tibia yang konkav terhadap tulang femur yang konveks. Menurut Maitaind, gerakan oscillasi adalah suatu bentuk gerakan pasif pada sendi yang dengan ampli-

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

29

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

tudo besar atau kecil diaplikasikan pada semua jarak gerakan dan dapat dilakukan ketika permukaan sendi di distraksi atau dikompresi. Pengaruh gerakan Oscilasi mengakibatkan terjadinya depolarisasi (peningkatan potensial aksi) mecha-nosensor I dan II yang berada di dalam capsul sendi. Akibatnya menghambat modulasi nyeri pada serabut afferent myelin besar terutama yang berada pada level spinal melalui proses adaptasi ambang rangsang (Wyke, 1988). Gerakan oscillasi yang diaplikasikan pada sendi bertujuan untuk membloking pengiriman informasi noci-sensoris level spinal dan supra spinal serta menghilangkan tahanan dan spasme otot (Cranenburgh, 1988). Dosis dan derajat gerakan: 1) Dosis a. Derajat I: Oscillasi secara ritmik dengan amplitudo kecil yang dilakukan pada awal derajat gerakan. b. Derajat II: Oscillasi secara ritmik dengan amplitudo besar yang dilakukan dalam lingkup gerakan tetapi tidak mencapai batas keterbatasan gerakan. c. Derajat III: Oscillasi secara ritmik dengan amplitudo besar yang dilakukan sampai mencapai batas keterbatasan gerakan yang memugkinkan. d. Derajat IV: Oscillasi secara ritmik dengan amplitudo kecil yang dilakukan sampai mencapai batas keterbatasan gerakan yang memungkinkan. e. Derajat V : Oscillasi yang dilakukan dengan amplitudo kecil, gerakan mendorong dengan kecepatan tinggi yang dilakukan untuk melepaskan perlengketan pada batas gerakan yang memungkinkan. 2) Kecepatan, ritme dan durasi gerakan a. Dilakukan secara perlahan, oscillasi yang beraturan 2 atau 3 kali perdetik selama 1 sampai 2 menit. b. Kecepatan oscillasi yang bervariasi sesuai dengan efek yang diharapkan. 3) Penggunaan Pada grade I dan II digunakan pada osteoathritis primer untuk mengatasi keterbatasan gerak sendi yang dilakukan oleh rasa nyeri. Gerakan oscillasi dapat meng30

inhibisi persepsi rangsangan nyeri dengan stimulasi mechano-receptor yang repetitive untuk memblok alur nyeri dari spinal cord atau pada tingkat brain stem. Gerakan yang tidak disertai dengan stertch ini membantu gerakan sinovial fluid untuk meningkatkan suplay nutrisi pada kartilago. Grade III dan IV digunakan pada osteoathitis primer disertai dengan stretching. Variasi kecepatan gerakan oscillasi adalah untuk membedakan efek seperti pada gerakan dengan amplitudo yang rendah dan kecepatan yang tinggi bertujuan untuk menginhibisi nyeri atau gerakan dengan kecepatan yang rendah adalah untuk relaksasi otot. Gambar 1

Grade oscillasi I II III IV V

---------------------------------------------- Stretch ------------------------------

Awal gerakan

Tissue resistance

Anatomi limit Resistence

Sumber: Therapeutic Exercise Foundations and

techniques, Kisner Colby (Thrie Edition)

Teknik pelaksanaan oscillasi manual terapi adalah: 1) Untuk tulang panjang (femur, tibia fibula), pegangan bagian proksimal pada tulang yang akan digerakan. 2) Lakukan oscilasi sesuai gerak yang dikehendaki hingga nyeri yang dirasakan pasien menjadi berkurang atau hilang.

Pengaruh Gerakan Long Axis Oscillated Traction Pada Nyeri OA Lutut Mobilisasi long axis oscillated traction

merupakan teknik mobilisasi yang digunakan untuk mengontrol dan penurunan nyeri yang dilakukan secara ritmik dan lemah-lembut atau untuk meregangkan. Nyeri yang timbul pada osteoatritis sangat komplek penyebabnya, dan salah satu Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

dari penyebab nyeri adalah diakibatkan oleh terjepitnya saraf poli modal pada membrana sinovialis, Yaitu saraf A-delta dan C yang merupakan saraf penghantar nyeri. Dalam teknik mobilisasi ini terjadi peregangan jaringan capsul ligamenter yang dihasilkan oleh teknik long axis traction serta terjadinya efek sedatif, sirkulasi daerah sekitar menjadi lebih baik dan juga terjadinya peregangan pada submaksimal stretch yang berpengaruh pada pengontrolan dan penurunan nyeri. Pengaruh yang ditimbulkan oleh gerakan long axis oscillated traction pada penurunan nyeri didapat dari gerakan oscilasi dan traksi pada sepanjang axis tulang tibia yang mengakibatkan terjadinya penguluran atau peregangan otot-otot, ligament-ligament dan meniscus disekitar sendi serta terjadinya peregangan dari permukan sendi. Pada saat meregang akan memberi kesempatan pada sinovial fluid untuk meningkatkan suplai nutrisi pada cartilago. Nutrisi yang berupa cairan tersebut, masuk ke dalam permukaan sendi menjadi mudah, dan dengan demikian diharapkan dapat memperbaiki kartilago dan tulang subchondral yang rusak, dengan menghambat terbentuknya osteofit-osteofit baru, sehingga mengurangi nyeri. Kemudian terjadinya pelebaran jarak antara permukaan sendi diharapkan akan mengurangi penekanan ujung-ujung saraf sensoris polimodal yang berada disekitar sendi sehingga akan mengurangi nyeri. Depolarisasi (peningkatan potensial aksi) mechanosensor I dan II yang berada dalam kapsul sendi yang mengakibatkan penghambatan modulasi nyeri pada serabut afferen myelin besar terutama yang berada pada level spinal melalui proses ambang rangsang. Intinya, gerakan oscilasi dapat menginhibisi persepsi rangsangan nyeri dengan stimulasi mechano-reseptors yang repetitive untuk memblok alur nyeri dari spinal cord atau pada tingkat brain stem. Gerakan yang disertai stretch ini dapat membantu gerakan sinovial fluid untuk meningkatan suplai nutrisi pada kartilago dan gerakan dengan kecepatan yang rendah mempengaruhi pada relaksasi otot.

Penggabungan teknik mobilisasi berupa long axis oscillated traction diharapkan dapat menurunkan nyeri pada kasus osteoatritis.

Metode

Posisi ekstensi dan posisi fleksi pada pembatasan ROM (closed packed position)

Posisi ekstensi a. Berikan penjelasan pada pasien sebelum melakukan terapi. b. Pasien tidur terlentang c. Terapist berada didekat tungkai yang akan di terapi d. Kedua tangan terapist memegang bagian proksimal tungkai bawah dengan mengapit tungkai bawah distal dengan siku dan badan. e. Kemudian lakukan tarikan lurus searah axis longitudinal tibia dan dibatas akhir tarikan. f. Lakukan traksi oscillasi, setelah itu berikan istirahat kemudian lakukan traksi oscillasi kembali.

Posisi fleksi a. Berikan penjelasan sebelum melakukan traksi. b. Pasien tidur telungkup c. Terapist berada di samping tungkai yang akan di terapi. d. Kemudian posisikan tungkai pasien sesuai keterbatasan ROM fleksi. e. Kedua tangan terapist memegang bagian distal tungkai bawah, proksimal tulang maleolus, kemudian lakukan tarikan lutut ke arah axiz longitudinal tibia dan dibatas akhir tarikan. f. Lakukan traksi oscillasi, setelah itu berikan istirahat kemudian lakukan traksi oscillasi kembali.

Hasil

Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta, dengan sampel dalam penelitian ini diambil dari pasien yang datang dan terapi di instalasi

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

31

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

Fisioterapi R.S AL MINTOHARDJO Bendungan Hilir, Jakarta. Sampel dalam penelitian ini dibagi dalam dua kelompok, berusia 50 tahun atau lebih. Kelompok perlakuan diberikan intervensi MWD, TENS dan Long axis oscilasi traksi dengan jumlah sampel 10 orang dan kelompok kontrol di berikan intervensi MWD dan TENS sebanyak 10 orang yang selanjutnya dilakukan identifikasi data menurut jenis kelamin dan usia. Berikut adalah gambaran tentang sampel yang diambil sebagai objek penelitian:

Nilai VAS Pada Kelompok Perlakuan I Pengukuran nilai VAS pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi, dengan parameter skala VAS sebagai berikut: Tabel 1 Nilai pengukuran VAS pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah intervensi Sebelum Sesudah Sampel intervensi I intervensi IV 1 58 31 2 61 30 3 52 23 4 42 17 5 70 25 6 65 20 7 54 25 8 38 12 9 57 27 10 52 23 Mean 54,9 23,3 SD 9,72 5,79 Sumber: Data Primer di RSAL Mintohardjo

Sesuai dengan data dari hasil pengukuran Skala Nyeri VAS pada kelompok perlakuan di atas, sebelum intervensi I di peroleh nilai mean sebesar 54,9 dan standar deviasi 9,72 sedangkan sesudah intervensi VI di peroleh nilai mean 23,3 dan standart deviasi 5,79. Terdapat penurunan nilai skala VAS sesudah mendapatkan intervensi selama 6 kali.

Nilai VAS Pada Kelompok Perlakuan II

Pengukuran skala nyeri VAS pada kelompok perlakuan II sebelum dan sesudah intervensi, dengan parameter VAS seperti yang tercantum dalam tabel dibawah ini: Tabel 2 Nilai skala nyeri VAS pada Kelompok Kontrol sebelum dan sesudah intervensi VI Sampel Sebelum Sesudah Intervensi I Intervensi VI 1 64 49 2 28 14 3 53 41 4 49 36 5 53 31 6 62 38 7 39 21 8 58 26 9 28 6 10 45 29 Mean 47,9 29,1 SD 12,88 12,93 Sumber: Data Primer di RSAL Mintohardjo

Berdasarkan data dari hasil pengukuran skala nyeri VAS pada kelompok kontrol di atas, sebelum intervensi I diperoleh nilai mean sebesar 47,9 dan standart deviasi 12,88, sedangkan sesudah intervensi VI di peroleh nilai mean 29,1 dan standart deviasi 12,93. Terdapat penurunan skala VAS sesudah mendapatkan intervensi selama 6 kali.

Grafik Pengukuran VAS

Grafik nilai pengukuran VAS sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat divisualisasikan sebagai berikut: 60 40 20 0

Sebelum I

Sesudah VI

Perlakuan

54.9

23.3

Kontrol

47.9

29.1

Grafik: Nilai Pengukuran Nyeri 32

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui pengaruh pemberian intervensi MWD, TENS dan Long axis oscilated traction, terhadap penurunan nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut, maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji

Tabel 4 Nilai Pengukuran Skala Nyeri VAS Kelompok Control Sampel

Wilcoxon.

Tabel 3 Nilai Pengukuran Skala Nyeri VAS Kelompok Perlakuan Nilai VAS Kelompok Sampel Perlakuan Selisih Sebelum Sesudah 1 58 31 27 2 61 30 31 3 52 23 29 4 42 17 25 5 70 25 45 6 65 20 45 7 54 25 29 8 38 12 26 9 57 27 30 10 52 23 29 Mean 54,90 23,30 31,6 SD 9,72 5,79 7,29 Sumber: Data Primer di RSAL Mintohardjo Berdasarkan hasi Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai P=0,005 (P< =0,05) berarti bahwa Intervensi MWD, TENS yang ditambah dengan teknik Long axis oscillated traction memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengurangan nyeri yang pada capsular pattern akibat osteoatritis lutut.

Pada Kelompok Perlakuan II Untuk mengetahui pengaruh pemberian intervensi MWD, TENS terhadap pengurangan rasa nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut, maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Mean SD

Nilai VAS Kelompok Kontrol Sebelum Sesudah 64 28 53 49 53 62 39 58 28 45 47,90 12,88

49 14 41 36 31 38 21 26 6 29 29,10 12,93

Selisih 15 14 12 13 22 24 18 32 22 16 18,8 6,21

Sumber: Data Primer di RSAL Mintohardjo Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon menunjukan bahwa nilai P=0,005 (P< = 0,05) berarti bahwa intervensi MWD dan TENS memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut Setelah dilakukan pembuktian hipotesis pada pengaruh intervensi pada kelompok perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II, maka sesuai dengan masalah yang diteliti maka hipotesis tentang perbedaan pengaruh antara intervensi yang diberika pada kelompok perlakuan I dan Kelompok perlakuan II. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara pemberian MWD, TENS dengan MWD, TENS dan Long axis oscillated traction pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji Mann-Whitney U-tes. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitnay menunjukan bahwa nilai P=0,001 (P< =0,05) sehinnga Ho ditolak atau Ha diterima, yaitu ada perbedaan pengaruh yang sangat signifikan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan intervensi MWD, TENS dengan long axis oscillated traction terhadap penurunan nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut.

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

33

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

Tabel 5 Selisih Nilai VAS pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol sesudah intervensi VI Selisih Nilai VAS Sampel Kelompok Kelompok Perlakuan Kontrol 1 27 15 2 31 14 3 29 12 4 25 13 5 45 22 6 45 24 7 29 18 8 26 32 9 30 22 10 29 16 Mean 31,6 18,8 SD 7,29 6,21 Sumber: Data Primer di RSAL Mintohardjo Dari hasil pengujian di atas, maka dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Intervensi MWD dan TENS memberi pengaruh terhadap pengurangan nyeri yang sangat bermakna pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut. 2. Intervensi MWD, TENS dan Long axis oscillated traction memberikan pengaruh terhadap pengurangan nyeri yang sangat vermakna pada capsular pattern akibat osteoatritis lutut. 3. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitnay didapatkan bahwa ternyata ada tingkat perbedaan pengaruh yang sangat bermakna dari intervensi penambahan long axis oscillated traction pada terapi MWD dan TENS terhadap penurunan nyeri pada kapsular pattern akibat osteoatitis lutut.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pada penambahan long axis oscillated traction pada intervensi MWD dan TENS terhadap pengurangan rasa nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut. Gerakan long axis oscillated traction dapat menurunkan intensitas nyeri karena 34

gerakan ini dapat menstimulasi serabut afferent tipe II dan III yang keluar dari persendian, menghilangkan tahanan dan sepasme otot serta terjadinya depolarisasi/ peningkatan potensial aksi mechanosensoris I dan II yang berada di kapsul sendi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan intervensi MWD, TENS dan Long axis oscillated traction yang tepat dapat memberikan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis. Ini disebabkan karena efek terapeutik dari MWD, TENS yaitu dari perbaikan sirkulasi dan metabolisme, relaksasi otot, peningkatan kelenturan capsulligament, spasme otot berkurang, efek sedatif, dan efek terapeutik dari long axis oscillated traction adalah terjadinya inhibisi persepsi rangsangan nyeri dengan stimulasi mechanoreseptor, terjadinya stretching otot, terjadinya peregangan permukaan kartilago yang menghambat osteofit serta mengurangi penekanan ujung-ujung syaraf sensoris di sekitar sendi. 2. Penerapan intervensi MWD, TENS dapat memberikan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada capsullar pattern akibat osteoatritis lutut. Hal ini disebabkan karena efek terapeutik MWD dan TENS yaitu penurunan nyeri dari perbaikan sirkulasi dan metabolisma, relaksasi otot, peningkatan kelenturan capsulligament, spasme otot menjadi berkurang serta memperoleh efek sedatif. 3. Penambahan intervensi MWD, TENS dan long axis oscillated traction dapat memberikan perbedaan pengaruh yang bermakna dari penerapan MWD, TENS saja terhadap pengurangan nyeri, dimana telah dibuktikan dalam uji Mann-Whitnay yang menunjukan bahwa nilai P=0.001. hal ini disebabkan karena gabungan dari efek terapeutik MWD, TENS dan long axis oscillated traction.

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

Beda Pengaruh Penambahan Long Axis Oscillated Traction Pada Intervensi MWD Dan TENS Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Capsullar Pattern Akibat Osteoatritis Lutut

Implikasi

Penerapan MWD, TENS dan long axis traction dengan memperhatikan struktur jaringan spesifik, patologi jaringan serta teknik yang tepat dapat menghasilkan penurunan nyeri yang baik dan bermakna pada kondisi nyeri pada capsullar pattern akibat osteoartritis lutut sehinnga dapat menambah metode dalam tindakan fisioterapi.

oscillated

Low John et al, “Electrotherapy Explained Principles and Practice”, ButterworthHeinemann, Jordan Hill, Oxford, 2000. M. D. Satyanegara, “The Theory and Therapy of Pain”, Jakarta, 1978. Olaf

Evjenth

&

Jern

Hamberg,

“Muscle

Stretching in Manual Therapy”, Vol I, II, Milan, Italy 1988.

Priguna Shidarta, ”Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum”, Jakarta, 1983.

Daftar Pustaka

Atkinson Karen et al, “Physiotherapy in Orthopaedics, A Problem Solving Approach”, Churchil Livingstone, Edinburgh, 2000. Cyriax James, “Illustrated Manual of Orthopaedic Medicine”, London, 1983. Deusen Van Julia, Brunt Denis, “Assesment in

Ocupaional Therapy and Physical Therapy”, W.B. Saunder Company, Philadelphia, 1997.

Prentice, E William, “Therapeutic Modalities for

Sport Medicine and Athletic Training”, New York, 2003.

Putz R, Pabst R, ”Sobotta Atlas Der Anatomie Des Menschen Band 2”, Urban & Schwarzenberg 2000. RA. Mc. Kenzie, “The Cervical & Thoracic Spine,

Mechanical

Diagnosis

&

Therapy”,

Spinal Publication, New Zealand, 1990

Donatelli Robert et al, “Orthopaedic Physical Therapy”, Churchill Livingstone Inc, 1989.

Subiayakto. Haryono, ”Statistik 2 Seri Diktat Kuliah”, Gunadarma, Jakarta, 1994.

Hollis Margaret, “Practical Exercise Therapy”, Blackwell Science, Oxford, 1989. Kahle Werner et al, “Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia Sistem Lokomotor Muskuloskeletal dan Topografi”, Alih Bahasa: dr H.M. Syamsir, MS, Hipokrates, Jakarta, 1995. Kisner Carolyn, Colby Lynn Allen, “Therapeutic

Exercise, Foundation and Techniques”, FA. Davis Company, St. Salem, 1990.

Kuntono Heru Purbo, “Penata Laksanaan Elektroterapi Pada Low Back Pain”, Makalah Disampaikan Pada TITAFI VIII IFI, Semarang, 2000.

Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 6 No. 1, April 2006

35