PDF (BAB I)

Download Selain itu, srikaya memiliki kandungan alkaloid yang banyak digunakan sebagai agen antikanker. Pemanfaatan tanaman ini hanya sebatas pada b...

0 downloads 218 Views 61KB Size
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker telah dinyatakan sebagai salah satu penyakit yang menunjukkan angka kematian terbesar setelah jantung, stroke, dan diabetes (Harliansyah, 2010). Diperkirakan lebih dari 75% kasus kanker baru dan kematian akibat kanker akan terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia (Ika, 2010). Salah satu jenis kanker yang memiliki angka pertumbuhan tinggi adalah kanker payudara. Kanker payudara adalah penyebab kematian akibat kanker paling besar bagi perempuan berusia 18 hingga 54 tahun, dan penyebab kematian paling besar bagi perempuan berusia antara 45 hingga 50 tahun (Lee, 2008). Pengobatan kanker yang telah ada masih menimbulkan masalah terutama dalam hal keamanan. Beberapa metode pengobatan menimbulkan efek samping yang cukup membahayakan bagi penderita kanker payudara. Seperti radiasi lokal untuk terapi kanker payudara dapat mengurangi resiko kematian sebanyak 13,2% tetapi dapat meningkatkan resiko kematian akibat penyakit lain, terutama penyakit jantung sebanyak 21,2% (Lee, 2008). Selain itu, beberapa hasil kajian ilmiah juga menyebutkan bahwa salah satu obat kanker payudara seperti tamoxifen masih diragukan keefektifannya (Mitchell, 1999 cit Lee, 2008). Di samping itu pengobatan kanker payudara dengan agen kemoterapi doxorubicin, dapat menimbulkan resistensi sel kanker yang mengakibatkan kegagalan terapi kanker payudara dengan berbagai mekanisme yang memperantarainya antara lain adalah inaktivasi obat, pengeluaran obat oleh pompa pada membran sel, mutasi pada target obat serta kegagalan inisiasi apoptosis (Kumala, 2012; Davis et al., 2003; Tyagi et al., 2004 dan Notarbartolo et al., 2005). Penggunaan senyawa alam khususnya tanaman untuk dijadikan sebagai obat kanker payudara yang efektif dan aman telah banyak dikaji oleh para peneliti. Penelitian secara intensif terhadap tanaman yang memiliki aktivitas antikanker telah dilakukan oleh National Cancer Institute (NCI), Amerika Serikat sejak tahun 1957. Lebih dari 120.000 ekstrak tanaman berasal lebih dari 35.000 spesies 1

2  

telah diskrining (Mc. Laughlin, 1991). Dari penelitian sebelumnya oleh beberapa ahli didapatkan hasil bahwa tanaman Annona muricata famili Annonaceae terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik (Rieser, 1993). Tanaman berpotensi antikanker salah satunya adalah srikaya. Tanaman ini berasal dari kelompok famili yang sama dengan sirsak yakni telah diketahui memiliki efek sebagai antikanker. Selain itu, srikaya memiliki kandungan alkaloid yang banyak digunakan sebagai agen antikanker. Pemanfaatan tanaman ini hanya sebatas pada buah dan daunnya saja, bagian lain dari pohon tersebut belum dimanfaatkan dengan baik terutama kulit kayunya. Telah dibuktikan bahwa bagian-bagian pada pohon srikaya memiliki aktivitas antikanker. Djajanegara (2009) yang menyatakan bahwa daun srikaya (Annona squamosa L.) mempunyai potensi sebagai bahan alami antikanker, hasil penelitian tersebut menunjukkan ekstrak etanol 70% dan fraksi kloroform daun srikaya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai LC50 sebesar 7,6948 µg/mL untuk ekstrak etanol dan 4,5467 µg/mL untuk fraksi kloroform. Annona muricata dan Annona squamosa mempunyai marga yang sama maka diperkirakan memiliki zat kandungan yang mirip, sehingga dalam penelitian ini dipilih tanaman Annona squamosa Linn dengan tujuan untuk mengetahui apakah kulit kayu srikaya memiliki aktivitas sitotoksik seperti Annona muricata dengan melihat nilai IC50-anya. Mengingat adanya berbagai jenis golongan senyawa yang terkandung di dalamnya, maka perlu dilakukan upaya pemisahan berdasarkan kepolarannya (nonpolar, semipolar, dan polar) serta mengidentifikasi kandungan senyawa pada fraksi tersebut melalui kromatografi lapis tipis. Fraksi nonpolar memiliki potensi aktivitas farmakologi yang cukup banyak. Penelitianpenelitian sebelumnya menggunakan bagian-bagian tanaman srikaya lainnya seperti buah, bunga, daun dan biji (Pardhasaradhi, 2004) yang menunjukkan adanya aktivitas antikanker. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antikanker pada kulit kayu srikaya.

   

3  

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1.

Apakah fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya (Annona squamosa L.) memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D dan berapakah nilai IC50nya?

2.

Senyawa kimia apa yang terkandung dalam fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya (Annona squamosa L.) dilihat dari profil kromatografi lapis tipisnya?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.

Mengetahui aktivitas sitotoksik fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya ( Annona squamosa L. ) yang memberikan efek antikanker terhadap sel T47D dengan menetukan nilai IC50-nya.

2.

Mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya ( Annona squamosa L. ) dengan KLT. D. Tinjauan Pustaka

1.

Tinjauan tentang Tanaman Annona squamosa L.

a.

Klasifikasi Menurut Steenis (1981) dan Heyne (1987) nama ilmiah dan klasifikasinya

adalah sebagai berikut: Divisio

: Spermatophyta

Subdivision

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Ranales

Familia

: Annonaceae

Genus

: Annona

Spesies

: Annona squamosa Linn (Steenis, 1981 dan Heyne, 1987)  

 

4  

b.

Nama Daerah dan Nama Asing Di beberapa daerah srikaya memiliki nama lain yakni: Delima bintang,

serba bintang (Aceh), delima srikaya (Melayu), seraikaya (Lampung), sarikaya (Sunda), serkaya, surikaya (Jawa), sarkaya, serekaya, sirikaya (Madura, Gorontalo, Buru), ata (Timor), sirkaya (Bali), srikaya kebo (Sumbawa), nagametawata (Sumba), garoso (Bima), atis (Sulawesi Utara, Ternate, Tidore), atisi dan hirikaya (Halmahera) (Arifin, 2007). c.

Kandungan Kimia Tanaman srikaya memiliki kandungan berbagai senyawa kimia yang berbeda pada tiap bagian tanamannya, berikut kandungan senyawa kimia srikaya: Pada daun

: Alkaloid (Annonain, Retikulin), mirisil alkohol senyawa polifenol, flavonoid, leukosianidin, asam kafeat, asam kumarat.

Pada buah

: Protein, kalsium, fosfor, gula, vitamin A, vitamin C, asam amino, dan tannin pada buah muda.

Pada biji

: Selulosa, amylum, lemak, protein, gula, resin, minyak

lemak,

(annonasin-A, skuamosin-I,

bahan

beracun,

skuamosten-A,

asetogenin neoannonin,

skuamosin-K,

skuamosin-N,

skuamosin-E, skuamosin, annonin-III (metrilin), skuamosin-B,

skuamosin-D

(asiminasin),

skuamosin-F,

skuamosin-A

(almuneguin),

skuamostatin-D, skuamosin-E. Pada akar dan kulit

: Borneol, kampor, terpen, alkaloid annonain, asetogenin,

(skuamon,2,4

cis

dan

trans

bullatasinon). (Hegnaur, 1986)

   

5  

d.

Khasiat Tanaman Berbagai bagian tumbuhan srikaya di Indonesia, seperti daun, akar, buah,

kulit batang, dan biji, digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Misalnya, daun tumbuhan ini digunakan untuk mengatasi encok, batuk, salesma, demam, rematik, gangguan saluran pencernaan seperti diare, disentri, dan penyakit kulit, seperti borok, luka, bisul, kudis, ekzema, dan menurunkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah. Adapun biji srikaya digunakan untuk pengobatan gangguan pencernaan dan cacingan, sedangkan buah tumbuhan ini digunakan pula untuk gangguan pecernaan seperti diare, dan disentri. Selanjutnya akar dan kulit batang digunakan untuk mengatasi gangguan saluran pencernaan seperti sembelit, diare, dan disentri. Dilaporkan pula bahwa buah srikaya, kecuali sebagai bahan minuman dan makanan, digunakan pula sebagai sari rapet, dan biji digunakan sebagai insektisida. Biji srikaya resmi terdaftar dalam Materia Medika Indonesia, jilid V, Tahun 1989, dan digunakan sebagai anthelmintik, insektisida, dan memacu pencernaan (Ahmad, 2007). 2.

Kanker Kanker disebut juga neoplasma yakni suatu keadaan di mana terjadi

pertumbuhan sel karena di dalam organ tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang tumbuh abnormal, cepat, dan tidak terkendali dengan bentuk, sifat, dan gerakan yang berbeda dari sel asalnya, serta merusak bentuk dan fungsi organ asalnya (Dalimartha, 2004). Jenis-jenis kanker yang banyak sekali dan hampir semua organ dapat dihinggapi penyakit ganas ini, termasuk limfe, darah, sumsum dan otak (Tjay & Raharja, 2007). Invasi kanker merupakan suatu proses bergeraknya sel tumor primer dan berjalan menuju jaringan di sekitarnya. Keadaan ini memungkinkan sel bergerak menuju pembuluh darah dan ditransportasikan ke bagian tubuh yang lain, sehingga menyebabkan terjadinya tumor sekunder pada bagian tubuh yang lain (Lumongga, 2008). Penyebab primer untuk terjadinya kanker pada manusia belum diketahui. Seorang ahli bedah dari Inggris menemukan bahwa kanker scrotum banyak dijumpai pada orang yang bekerja di pabrik yang memakai cerobong asap.    

6  

Berbagai faktor penyebab kanker antara lain zat-zat karsinogenik, virus-virus onkogenik, faktor herediter, faktor lingkungan, faktor sosio-ekonomi (Pott, 1775 cit Pasaribu, 2006). Upaya utama untuk mengembangkan obat antikanker baik melalui penapisan empiris maupun rancangan senyawa baru yang rasional hingga sekarang berjalan lebih dari 3 dekade (Katzung, 2004). Sitostatika adalah zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas, tetapi karena sel-sel kanker sangat menyerupai sel-sel normal dan kebanyakan sitostatika tidak bekerja selektif, obat-obat ini dapat menimbulkan efek samping yang serius (Tjay & Raharja, 2007). Obat-obat antikanker yang ideal paling tidak bisa memberantas sel-sel kanker tanpa merusak jaringan-jaringan normal. Sayangnya, agen-agen yang ada sekarang ini belum memenuhi kriteria tersebut dan penggunaan klinis obat-obat ini menyangkut pertimbangan manfaat-manfaatnya terhadap toksisitas dalam upaya mencari indeks terapetik yang menguntungkan (Katzung, 2004). 3.

Kanker Payudara dan Sel T47D Kanker payudara adalah kanker yang berasal dari kelenjar, saluran, dan

jaringan penunjang payudara tetapi tidak termasuk kulit payudara. Kanker payudara merupakan kanker nomor dua terbanyak yang menyerang wanita Indonesia dan menjadi pembunuh nomor satu wanita di dunia (Mangan, 2003). Terdapat beberapa bukti bahwa hormon pertumbuhan dan prolaktin merangsang pertumbuhan karsinoma payudara (Ganong, 2003). Sebagian besar kanker payudara mulai tumbuh di dalam garis duktus susu (saluran kelenjar susu). Payudara terdiri dari sekitar enam sampai delapan sistem duktus. Adanya peningkatan sel dalam duktus disebut hiperplasia. Sel-sel tersebut kemudian menjadi “terlihat aneh” dan disebut hiperplasia atipikal. Dengan berlalunya waktu, sel-sel tersebut akan menyerupai se-sel kanker payudara, namun hanya terbatas di dalam duktus. Ini disebut karsinoma duktus in situ (kanker yang terbatas di dalam duktus), atau DCIS (ductal carcinoma in situ). Yang terakhir, sel-sel kanker akan berinvasi keluar dari duktus dan masuk ke    

7  

jaringan lemak di sekitarnya dan menjadi kanker duktus yang invasif (Ornish et al., 2007). Jaringan payudara bersifat rapuh sebab tidak tersimpan aman dalam perut seperti halnya rahim dan ovarium, serta memiliki kemampuan untuk berubah dalam menyikapi hormon. Payudara akan bertambah besar (dan menjadi lebih lunak) sesaat sebelum menstruasi. Kemampuan untuk tumbuh dengan cepat ini adalah salah satu alasan mengapa sel-sel payudara lebih rawan akan kerusakan DNA melalui kerusakan jaringan (Lee, 2008). Ahli biologi kanker mengatakan bahwa saat sebuah jaringan berlipat ganda secara cepat, kode genetisnya (DNA) lebih mudah rusak akibat bahan kimia, virus dan radiasi yang mungkin setelah beberapa tahun akan berubah menjadi kanker (Lee, 2008). Sel kanker payudara yang sering digunakan dalam penelitian adalah sel T47D dan MCF-7. Sel MCF-7 merupakan sel kanker payudara yang diperoleh dari pleural effusion breast adenocarcinomal dan menunjukkan adanya diferensiasi pada jaringan epitel mammae termasuk diferensiasi pada sintesis estradiol, sel ini bersifat resisten terhadap doxorubicin. (Kumala, 2010). Sedangkan sel T47D sensitif terhadap doxorubicin, namun obat ini dapat menimbulkan efek samping yakni toksis terhadap jaringan normal (Davis et al., 2003). Pada sel tumor dengan mutasi p53, diketahui terjadi pengurangan respons terhadap agen-agen yang menginduksi apoptosis dan tumor-tumor tersebut kemungkinan menjadi resisten terhadap obat antineoplastik yang memiliki target pengrusakan DNA (Anonim, 2009). Sel T47D memiliki sifat dapat melipatgandakan sel dengan cepat, kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi (tidak menjadi dewasa), mengurangi tingkat apoptosis (kematian sel), dapat membentuk persediaan darah untuk keperluan gizi sel tersebut dengan sendirinya (angiogenesis), menginvasi jaringan terdekat, mengusir ke luar sel-sel normal, mengekspresikan protein p53 yang termutasi, serta mengalami peningkatan poliferasi dengan adanya estrogen (Lee, 2008). Sel kanker payudara T47D merupakan continous cell lines yang morfologinya seperti sel epitel yang diambil dari jaringan payudara seorang wanita berumur 54 tahun yang terkena ductal carcinoma. Sel ini dapat ditumbuhkan dengan media    

8  

dasar penumbuh RPMI (Roswell Park Memorial Institute) 1640. Untuk memperoleh media kompleks, maka ditambahkan 0,2 U/mL bovine insulin dan Foetal Bovine Serum (FBS) hingga konsentrasi akhir FBS dalam media menjadi 10%. Sel ditumbuhkan pada suhu 37°C dengan kadar CO2 5% (Lee, 2008). Penatalaksanaan kanker payudara sendiri telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, akan tetapi walaupun demikian angka kematian (mortality rate) dan angka kejadian (incidence rate) kanker payudara masih tetap tinggi, hal ini disebabkan penderita ditemukan pada stadium lanjut (Hawari & Dadang, 2004). Strategi terapi tang tersedia untuk mengobati kanker payudara, termasuk agen sitotoksik (kemoterapi), telah cukup banyak namun sampai saat ini belum ada pengobatan yang tepat untuk kanker payudara yang telah metastasis (Jenie, 2007). 4.

Uji Sitotoksik Uji sitotoksik adalah uji in vitro dengan menggunakan kultur sel yang

digunakan untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari suatu senyawa dengan tujuan untuk mendapatkan obat-obat sitostatik. Sistem ini merupakan uji kualitatif dengan cara menetapkan kematian sel (Freshney, 1986). Uji MTT assay merupakan salah satu metode yang digunakan dalam uji sitotoksik. Metode ini merupakan metode kolorimetrik, dimana pereaksi MTT ini merupakan garam tetrazolium yang dapat dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup. Kristal formazan ini memberi warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan menggunakan ELISA reader (Doyle & Griffith, 2000). Penetapan jumlah sel yang bertahan hidup pada uji sitotoksisitas dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada penetapan yang didasarkan pada parameter kerusakan membran, gangguan sintesis dan degradasi makromolekuler, modifikasi metabolisme, serta perubahan morfologi sel. Petunjuk toksisitas berdasarkan adanya kerusakan membran meliputi perhitungan sel yang mengambil (up take) atau dengan bahan pewarna seperti biru tripan. Sedangkan perubahan morfologi diketahui dengan mikroskop elektron (Snell and Mullock, 1987 cit Indriati, 2002).    

9  

Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel (Meiyanto, 2003). Nilai IC50 dapat menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Semakin besar harga IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak toksik (Melannisa, 2004). Akhir dari uji sitotoksisitas dapat memberikan informasi persen sel yang mampu bertahan hidup, sedangkan pada organ target memberikan informasi langsung tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik (Doyle & Griffths, 2000).

E. Landasan Teori Menurut Hegnaur (1986) dalam kulit batang srikaya (Annona squamosa L.) terdapat senyawa kimia asetogenin yaitu skuamon,2,4 cis dan trans bullatasinon.  Ekstrak etanol biji srikaya yang difraksinasi menggunakan petroleum eter, kloroform, dan butanol terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik, yang di dalamnya terkandung senyawa aktif asetogenin (Yang et al., 2008). Penelitian yang lain menyebutkan bahwa asetogenin dari Annonaceae menunjukkan aktivitas sitotoksik dan penghambat sel pertumbuhan. Bulatasin yang merupakan salah satu derivat dari asetogenin mempunyai aktivitas antitumor secara in vitro. Asetogenin dari Annonaceae yang diisolasi dari biji Annona atemoya menunjukkan sitotoksisitas pada sel kanker HepG2, KB, CCM2, dan CEM. Skuamosin, derivat asetogenin yang lain menunjukkan efek antiproliferatif pada sel kanker HL-60 dengan mengaktivasi caspase-3 (Phardasaradhi, 2005). Asetogenin ini dapat diisolasi dari hasil pemurnian ekstrak biji, daun, dan ranting dari tanaman annonaceae (Spurr, 2010).

F. Hipotesis Fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya (Annona squamosa L.) memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D

   

10  

BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian uji sitotoksik fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya (Annona squamossa L.) terhadap sel T47D termasuk metodologi penelitian eksperimental. Berikut variabel-variabel dalam penelitian ini: 1.

Variabel bebas

: konsentrasi fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya (Annona squamosa L.).

2.

Variabel tergantung

: aktivitas antikanker fraksi nonpolar ekstrak etanol kulit kayu srikaya (Annona squamosa L.) terhadap sel T47D.

3.

Variabel terkendali

: waktu panen, bagian tumbuhan yang digunakan, daerah pengambilan tanaman srikaya, suhu dan waktu inkubasi.

B. Alat dan Bahan 1.

Alat yang digunakan

a.

Peralatan dalam pembuatan serbuk: kain hitam, pisau, gunting, ayakan, oven dan blender.

b.

Peralatan yang digunakan dalam ekstraksi dan fraksinasi : kipas angin, timbangan, peralatan gelas, penangas air, rotary evaporator (Laborota), corong buchner, dan compressor.

c.

Peralatan dalam uji sitotoksik : tangki nitrogen cair, mikroskop fase kontras (Olympus), sentrifuge Sigma (PLC 03), inkubator CO2 Jacketed Incubator (Binder), ELISA reader (BioTek), hemositometer (Neubauer), tabung konikal steril (IWAKI), tissue culture flask (IWAKI), Laminar Air flow (ESCO), pH meter (Merck), microplate 96 sumuran (IWAKI), mikropipet (Soccorex), vortex (Thermolyne), timbangan elektrik (Sartorius), filter, pipet pasteur, yellow tip, blue tip, white tip, kamera digital (Cannon).  

10