BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang a. Kebijakan dan Kondisi Ketahanan Pangan Jawa Barat Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu. Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga setiap negara akan mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya sebagai fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan ketahanan pangan yang mengacu pada Garis Besar Haluan Negara Indonesia adalah mewujudkan katahanan pangan yang berdasarkan pada optimalisasi pemantapan sumberdaya, budaya dan kelembagaan lokal. Dalam implementasinya, upaya mewujudkan ketahanan pangan dilaksanakan antara lain adalah ; 1) memanfaatkan potensi dan keragaman sumberdaya lokal yang dilaksanakan secara efisien dengan memanfaatkan teknologi sfesik lokasi dan ramah lingkungan; 2) mendorong pengembangan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman melalui pemberdayaan masyarakat; 3) mengembangkan perdagangan pangan regional antar daerah yang mampu meningkatkan pangan;
ketersediaan
4) memanfaatkan pasar pangan Internasional secara bijaksana
bagi pemenuhan konsumen; 5) memberikan jaminan akses yang lebih baik kepada masyakat (terutama masyarakat yang tergolong miskin). Tujuan
pembangunan
ketahanan
pangan
adalah
menjamin
ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.
Mengingat pangan juga merupakan komoditas ekonomi,
maka pembangunannya dikaitkan dengan peluang pasar dan peningkatan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
1
daya saing, yang dibentuk dari keunggulan spesifik lokasi, keunggulan kualitas serta efisiensi dengan penerapan teknologi inovatif. Selain itu ketahanan pangan juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa sehingga pemerintah dan masyarakat, sepakat untuk bersama-sama membangun ketahanan pangan nasional. Peran masyarakat dalam pembangunan ketahanan pangan yaitu penyediaan produksi, distribusi dan konsumsi, sedangkan pemerintah lebih berperan sebagai inisiator, fasilitator, serta regulator agar kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dapat berjalan lancar, efisien, berkeadilan dan bertanggungjawab. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Jawa Barat Tahun
2008-2013
salah
satunya
mengupayakan
untuk
mampu
mengantisipasi perubahan ekonomi global maupun nasional secara dinamis, terprogram dan terkoordinasi, langkah ini sangat strategis karena letak Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan ibu kota negara, akses keluar masuk sangat terbuka, penyedia bahan pangan terbesar secara nasional, jumlah penduduk tertinggi, sumber informasi dan teknologi cukup banyak dan keunggulan-keunggulan lainnya, sehingga kita harus mampu menjadi agent of development (agen pembangunan) bagi pertumbuhan nasional. Pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, revitalisasi pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, perluasan kesempatan
lapangan
kerja,
kesempatan
berusaha,
peningkatan
aksesibilitas dan kualitas pelayanan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan
pendidikan,
pembangunan
infrastruktur
strategis,
perdagangan, jasa dan industri pengolahan yang berdaya saing, rehabilitasi dan konservasi lingkungan serta penataan struktur pemerintahan daerah yang menyiapkan kemandirian masyarakat Jawa Barat, juga merupakan prioritas pembangunan pemerintah Provinsi Jawa Barat. Oleh sebab itu maka Pemerintah Daerah dan Masyarakat Jawa Barat untuk tahun 2008-2013 telah menetapkan Visi, yaitu : “Tercapainya
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
2
Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera”, agar visi tersebut dapat segera tercapai maka ditetapkan 5 (lima) misi yang menjadi agenda pembangunan adalah : 1) Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing. 2) Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal. 3) Meningkatkan Ketersediaan Infrastruktur Wilayah. 4) Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. 5) Meningkatkan Efektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi. Badan Ketahananan Pangan Daerah sebagai salah satu OPD yang diberi
tugas
di
bidang
Ketahanan
Pangan
menkoordinasikan dan mengoprasionalkan ketahanan pangan
terutama kebijakan
diharapkan
mampu
kebijakan pembangunan
peningkatan ketersediaan, dan
peningkatan akses dan keamanan pangan
dengan sasaran yang ingin
dicapai yaitu : 1) Meningkatnya produksi dan produktivitas pangan pokok beras, jagung dan kedelai, 2) Menurunnya tingkat kehilangan hasil pasca panen, 3) Menurunnya kerawanan pangan masyarakat, 4) Tertatanya distribusi dan perdagangan beras, 5) Meningkatnya keanekaragaman konsumsi, kualitas pangan serta menurunnya ketergantungan terhadap pangan pokok beras, ketersediaan dan konsumsi pangan sepanjang tahun sampai tingkat rumah tangga, 6) Meningkatnya pengendalian keamanan pangan. Dalam rangka penyediaan kecukupan pangan, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai
kebijakan
dan
program
dalam
upaya
mempertahankan dan meningkatkan produksi dan produktifitas komoditi pangan, melalui penerapan dan inovasi teknologi produksi, perbaikan manajemen pengelolaan agro input dan proses produksi, pengaturan harga dasar (floor price) komoditi, subsidi pupuk, bantuan permodalan usaha agribisnis, regulasi pengadaan dan penyaluran komoditi pertanian sampai pada pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
3
Jawa Barat merupakan penghasil komoditi pangan dominan secara nasional untuk berbagai komoditas pertanian, perikanan, peternakan khususnya unggas dan perkebunan, oleh karena itu kemajuannya dijadikan barometer Nasional. Pencapaian produksi gabah rata-rata pertahunnya sebesar 10,2 juta ton GKG atau setara dengan kurang lebih 6,4 juta ton beras, kondisi ini memposisikan Jawa Barat sebagai penghasil gabah/beras terbesar secara nasional, produksi yang dihasilkan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan 43 juta lebih masyarakat Jawa Barat, dan sebagian besar masyarakat DKI serta beberapa provinsi di Indonesia. Situasi pangan di Provinsi Jawa Barat sendiri menjadi sangat penting untuk diperhatikan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta Stakeholder terkait. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dituntut mampu memfasilitasi para Stakeholder untuk mewujudkan ketahan pangan daerah yang kuat dan mantap. Aspek Ketersediaan terutama produksi bahan pangan yang melimpah, harus dikelola optimal agar komoditi tersebut bisa dibeli dengan harga wajar dan dikonsumsi masyarakat sesuai kebutuhan tubuh sehingga memenuhi kaidah gizi beragam, berimbang, sehat, aman dan halal. Aspek distribusi dan harga pangan, masih ditemui permasalahan belum efektif dan efisiensinya mekanisme distribusi di seluruh wilayah, terutama di sentra-sentra konsumen (perkotaan) dan didaerah sentra produksi terutama petani gurem dan atau masyarakat miskin. Masyarakat golongan ini biasanya mengalami kesulitan mengakses bahan pangan sesuai waktu yang dibutuhkan dan harga yang terjangkau.
Aspek konsumsi dan
penganekaragaman
pangan, masih menghadapi kendala yaituh : 1) rendahnya tingkat pemahaman masyarakat, 2) belum berkembangkan usaha diversifikasi produksi dan konsumsi, 3) belum berkembangnya industri olahan pangan yang berbasis potensi lokal 4) rendahnya adopsi inovasi teknologi tepungtepungan, 5) terbatasnya permodalan masyarakat, serta 6) belum terpadunya pelaksanaan program pemerintah maupun swasta.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
4
b. Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center) Pada Tahun 2009 Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal ini Bapak
Gubernur
telah
menerbitkan
Keputusan
Gubernur
Nomor
501.05/Kep.1258-Binprod/2009 tentang Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center), yang tugas pokoknya menyusun dan melaksanakan uji coba konsep pengembangan Pusat Pangan (Food Center), sedangkan fungsinya adalah : 1. penyusunan Konsep Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 2. pengkoordinasian pelaksanaan uji coba pengembangan Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat, khususnya untuk komoditas gabah/beras; 3. pelaksanaan uji coba pengembangan pusat pangan (Food Center) Jawa Barat, khususnya untuk komoditas gabah/beras; 4. penyempurnaan pola pengembangan Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 5. penyiapan kelembagaan Pusat Pangan (Fdood center) Jawa Barat; Perencanaan program pengembangan Pusat Pangan (Food Center) disusun secara simultan dan multi years oleh Pemerintah Provinsi bersama Tim Persiapan Pelaksanaan Pusat Pangan (FC). Perencanaan ini dibuat pada tahun sebelumnya untuk menentukan objek kegiatan prioritas yang perlu di suport oleh Tim Pusat Pangan atau Food Center. Penyusunan program dilakukan melalui pencermatan terhadap kebijakan pusat dan daerah bidang ekonomi dan ketahanan pangan, sosial budaya masyarakat dan situasi lapangan secara bottom up
sehinga
kegiatannya dapat diimplementasikan dan diharapkan akan mampu meningkatkan aktifitas ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha dan penguatan ketahanan pangan yang juga dapat berdampak terhadap peningkatan kesejahtraan masyarakat. Perencanaan program yang disusun mengacu pada visi dan misi provinsi Jawa Barat serta program kerja pembangunan ekonomi regional melalui upaya pemberdayan masyarakat guna meningkatkan ekonomi dan kemadirian pangan dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
5
perwujudan ketahanan pangan yang mantap. Selain itu juga dalam menyusun program juga mempertimbangkan potensi SDA, SDM dan sumberdaya lainnya yang dimiliki, menganalisa peluang, tantangan dan hambatan serta permasalahan ditingkat mikro (masyarakat), ditingkat wilayah maupun secara makro nasional maupun internasional. Berdasarkan situasi dan kondisi perekonomian, potensi SDA maupun SDM, peluang, tantangan serta mencermati permasalahan yang berkembang pada masyarakat maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat
membentuk Tim
Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Centre) sebagai lembaga yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pengkajian, penelitian, uji coba dan pengembangan model, layanan bisnis, pengelolaan logistik, penyampaian informasi dan publkasi potensi maupun hasil-hasil pembangunan ketahanan pangan. Oleh sebab itu maka perlu terus melakukan penyempurnaan dan perumusan kelembagaan Food Centre sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat maupun pemerintah Jawa Barat. c.
Sisten Resi Gudang Kehadiran Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang, memberi energi bagi Industri jasa pergudangan. Usaha jasa pergudangan memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi keunggulan yang ditandai oleh kemampuan penguasaan manajemen dan teknologi pergudangan dalam menunjang system persediaan dan distribusi. Karakteristik gudang terdiversifikasi pada gudang penyimpanan (storage warehouses) yang berfungsi sebagai media penyimpanan barang-barang untuk jangka waktu menengah sampai dengan jangka waktu panjang. Disamping itu, gudang distribusi (distribution warehouses) berfungsi sebagai media penerima barangbarang dari berbagai pabrik dan pemasok, dan memindahkannya dalam waktusingkat sesuai dengan permintaan pasar. Resi
Gudang
merupakan
salah-satu
solusi
untuk
memperoleh
pembiayaan dengan jaminan komoditi yang tersimpan di gudang. Komoditi
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
6
hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, sarana pertanian, pupuk dan pestisida, hasil kerajinan dan sebagainya. Resi Gudang yaitu suatu tanda bukti penyimpanan komoditi yang dapat digunakan sebagai agunan kepada bank karena tanda bukti tersebut dijamin dengan adanya persediaan komoditi tertentu dalam suatu gudang yang dikelola perusahaan pergudangan (warehouse manager) secara profesional. Sistem ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem pemasaran dan keuanga. Sistem ini telah mampu meningkatkan efisiensi sektor agro industri, baik ditingkat produsen maupun pedagang, mereka telah mampu merubah status persediaan bahanmentah dan setengah-jadi menjadi suatu produk yang dapat diperjual-belikan. Hal ini dimungkinkan karena Resi Gudang merupakan instrumen keuangan yang dapat diperjual-belikan, dipertukarkan (swapped), digunakan sebagai agunan untuk memperoleh kredit dari bank, dan dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam perdagangan derivatif seperti penyerahan barang di bursa berjangka. Melalui Resi Gudang, akses untuk memperoleh pembiayaan dengan mekanisme yang sederhana dapat mereka (pelaku industri kecil dan menengah) peroleh. Kata kunci dari sistem Resi Gudang adalah warehouse ability (kelaikan gudang). Diharapkan dengan sistem Resi Gudang ini dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan para petani, serta jadual-tanam menjadi strategi. Pada negara-negara maju, Resi Gudang merupakan bagian dari instrumen keuangan yang dapat digunakan dalam bernegosiasi. Instrumen ini merupakan alat yang dapat berperan dalam masa transisi dimana pemerintah mulai mengurangi perannya dalam kebijaksanaan stabilisasi harga dan pemasaran komoditi menuju perdagangan komoditi yang didasarkan kepada mekanisme pasar. Sedangkan pada negara-negara berkembang, sistem ini kurang berkembang karena adanya berbagai hambatan, antara lain
a)
Kurangnya insentif atau peluang bagi berkembangnya sistem pergudangan yang efisien yang diselenggarakan pihak swasta. Hal ini merupakan konsekuensi dari intervensi pemerintah dalam stabilisasi harga komoditi; b)
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
7
Masih kurangnya aspek legalitas yang integratif yang mendukung Resi Gudang sebagai instrumen keuangan yang dapat diperdagangkan; c) Kurangnya pemahaman dari sektor - sektor komersial tentang Resi Gudang sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan; d) Fluktuasi tingkat bunga yang belum stabil, menyebabkan kurang menariknya sistem ini khususnya dukungan dari perbankan. Sistem Resi Gudang, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem perdagangan dan keuangan yang telah dikembangkan di Indonesia. Sistem ini telah mampu meningkatkan efesiensi sector agro industry, karena baik produsen maupun sector komersil telah mampu merubah status persediaan bahan mentah dan setengah jadi menjadi suatu produk yang dapat diperjual-belikan secara luas. Hal ini dimungkinkan karena Resi Gudang digunakan sebagai anggunan untuk memperoleh kredit dari Bank, dan dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam perdagangan derivative seperti penyerahan barang di bursa berjangka. Pada kondisi harga komoditi strategis berada di bawah harga pasar, Pemerintah membeli Resi Gudang, sehingga tidak perlu lagi menerima penyerahan barang secara fisik. Karena adanya jaminan kualitas dan kuantitas komoditi di gudang-gudang penyimpanan, maka pemerintah dalam rangka pengelolaan cadangan komoditi strategis cukup memegang Resi Gudang-nya saja. Sistem Resi Gudang sebagai salah satu instrument penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan diharapkan dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan anggunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Melalui sistem pembiayaan resi gudang diharapkan para pelaku usaha khususnya petani dapat melakukan aktivitas produknya sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat. Kenyataan yang ada para petani seringkali diharadkan pada masalah kebutuhan modalnya, baik untuk membayar pinjaman utang, ataupun untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Keadaan ini, menjadikan sebagian besar para petani memutuskan untuk menjual hasil pertanian sesegera mungkin pada saat panen dimulai, walaupun ada juga sebagian petani yang menyimpan sebagian
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
8
hasil usahataninya untuk dijual pada saat masa tanam berikutnya dengan pertimbangan harga naik. Selain faktor tuntutan ekonomi, kondisi para petani pada umumnya kurang memahami dalam pengelolaan pasca panen terutama dalam pengelolaan pergudangan. Kelemahan dalam penanganan tersebut, dimanfaatkan oleh para tengkulak dan pedagang pengumpul sehingga nilai tambah kegiatan pertanian tidak bisa dinikmati petani produsen. Petani produsen hampir sama sekali tidak mendapatkan informasi harga yang berlaku di pasar secara baik dan transfaran. Oleh karena itu, Sistem Resi Gudang yang diimplementasikan pada kelompok produsen akan membantu juga ke aliran informasi keadaan pasar, juga membuat harga menjadi transfaran. Hal ini membuat para petani membuat keputusan penjualan yang berdasarkan informasi yang ada, tidak menunggu para tengkulak yang seringkali membeli di bawah harga pasar. Undang-Undang
Resi
Gudang,
diharapkan
dapat
memberikan
kepastian hukum, menjamin dan melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, efesiensi biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan secara nasional maupun regional. Implementasi Undang-Undang Resi Gudang oleh pemerintah (pusat dan daerah), sangat dinantikan dan ditunggu-tunggu para petani di daerah. Pemerintah dan jajarannya, dituntut bergerak cepat dalam mensosialisasikan dan mengambil inisiatif langkah-langkah operasional membuat blue print perencanaan, pelaksanaan dan monitoring implementasi undang-undang Resi Gudang secara terintegrasi dan berkesinambuangan. Melalui koordinasi dan sinkronisasi, Bank Indonesia sudah memberikan himbauan kepada Bank pelaksana untuk segera merespon dan menyediakan skim pembiayaan SRG yang kompetitif. Namun walau demikian ternyata Bank Teknis
maupun
non
perbankan/swasta
masih
belum
optimal
dalam
merespon/menyediakan kredit untuk permodalan, mematok rate bunga dalam investasi perkreditan/pembiayaan,
kondisi ini memerlukan pendekatan dan
lobi pemerintah yang intensif agar unsur perbankan lebih responsive. Dalam bisnis Sistem Resi Gudang, sudah ada beberapa Bank yang sudah melakukan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
9
MOU seperti Bank BJB, BRI, Bank Mandiri dan Bukopin mengindikasikan masih panjangnya efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Resi Gudang. Melalui SRG ini bisa dikatakan resiko pembiayaan menjadi diperkecil akibat adanya kolateral yang relative mempunyai nilai pasar yang cukup tinggi karena nilai komersial komoditi yang bisa dipertahankan dan dapat dilikuidasi dengan relative cepat.
Pelaksanaan sistem resi gudang, juga memerlukan
dukungan sarana penyimpanan komoditi atau pergudangan yang dapat beroperasi
dengan
handal
dan
dapat
dipercaya.
Oleh
karena
itu,
membutuhkan konsolidasi sumber daya pergudangan di lokasi-lokasi sentra komoditi, baik menyangkut sumberdaya pengelola (diarahkan dalam bentuk Koperasi
atau Perusahaan/PT), fisik gudang sesuai persyaratan PT.
Sucopindo dan manajemen operasi gudang yang diakui oleh lembaga penjamin dan uji mutu barang. Berdasarkan
pemahaman
tersebut
diatas
maka
perencanaan
pembinaan terhadap Pengelolaan Gudang perlu ditingkatkan dan dipacu mulai dari kebijakan, oprasional dan fasilitasnya sehingga para Pengelola Gudang mampu menjadi Lembaga yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan Resi Gudang terhadap barang-barang yang disimpan di Gudang yang dikelolanya. Terutama pada gudang-gudang yang dibangun oleh Pemerintah Pusat (Kementrian Perdagangan) yang sudah diserahterimakan kepemilikannya kepada Bupati
di 8 Kabupaten
Indramayu, Kuningan, Majalengka,
yaitu Kabupaten Subang, Bogor, Garut, Karawang dan Cianjur. Sedangkan di
Kabupaten Cirebon dalam kegiatan model ini akan dicoba pada Gudang Swasta/Koperasi/Gapoktan yang secara fisik sudah memenuhi persyaratan untuk dapat melaksanakan pola SRG ini. Dalam mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran pelaksanaan kegiatan bisnis Gabah/beras/jagung khususnya dan kegiatan FC serta ketahanan pangan umumnya maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Stakeholder
terkait,
agar
berupaya
meningkatkan
perannya
untuk
mengkoordinasikan program-program yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan pergerakan ekomoni rakyat. Sehingga
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
10
mampu mendorong dan menggerakan Lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan untuk mau berinvestasi lebih luas pada peningkatan produktivitas usaha pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan dan yang lebih utama adalah perbankan mau mengakui sepenuhnya bahwa hasil pertanian sebagai kolateral atau jaminan kredit.
ALUR KETERKAITAN SRG, PASAR LELANG, DAN PERDAGANGAN BERJANGKA SISTEM RESI GUDANG
PASAR LELANG ORIENTASI EKSPOR DOKUME N
DOKUME
RG
N
RG
KOMODITAS – PEMILIK KOMODITAS SELLER/ WR OWNER
PERDAGANGAN BERJANGKA
DOKUME N
PASAR LELANG
RG
PENGELOLA GUDANG
BUYER
HEDGER (CONSUME R)
DOKUME N
KONSUMSI DLM NEGERI / KETAHANAN PANGAN
PHYSICAL DELIVERY
DOKUME N
RG
LIKUIDASI HEDGER (PRODUSEN)
EXCHANGE
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
OFFSET
CASH SETTLEMENT
11
RG
Selain itu juga pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap program – program yang pro rakyat perlu dilakukan melalui proses pemberdayaan. Pemberdayaan
masyarakat
adalah
suatu
proses
dimana
masyarakat,
khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk semakin mandiri dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Dalam proses ini masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang dalam pembangunan yang dimilikinya sesuai dengan lingkungan sosial ekonomi perikehidupan mereka sendiri. Jangka waktu yang dibutuhkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dalam sector ekonomi harus multi year minimal 4 (empat) tahun yaitu : Tahap pertama merupakan Tahap Persiapan, Tahap Kedua merupakan Tahap Penumbuhan, Tahap ke Tiga merupakan Tahap Pengembangan dan Tahun Keempat merupakan Tahap Kemandirian. Dalam konteks pemberdayaan dan pembinaan kepada masyarakat, pelaku usaha kecil dan menengah bidang pertanian yang di dalamnya terdapat petani dan buruh-tani, yang pada dasarnya mereka mempunyai keterbatasan dari segi pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta permodalan untuk mengakses teknologi spesifik lokalita perlu dilakukan melalui pengembangan program yang sinergis dan terintegrasi antar OPD di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam kegitan multi yeart. 1.2. Fungsi a. Fungsi
Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center),
adalah : 1. penyusunan Konsep Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 2. pengkoordinasian pelaksanaan uji coba pengembangan Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat, khususnya untuk komoditas gabah/beras; 3. pelaksanaan uji coba pengembangan pusat pangan (Food Center) Jawa Barat, khususnya untuk komoditas gabah/beras; 4. penyempurnaan pola pengembangan Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 5. penyiapan kelembagaan Pusat Pangan (Fdood center) Jawa Barat;
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
12
b. Tim Persiapan Pembentukan Kelembagaan Fungsi Food center khususnya pada kegiatan Pengembangan system TJ dan atau SRG adalah sebagai berikut : 1) Fungsi komersil a. melakukan
pengadaan,
processing,
penyimpanan,
dan
usaha
perdagangan stock pangan strategis sesuai ketentuan yang berlaku. b. mengelola stock pangan sebagai collatelar dalam system resi gudang berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. c. memfasilitasi proses pendaftaran sebagai pengelola gudang dan sebagai gudang bagi koperasi yang sehat untuk mengembangkan bisnis usaha pertanian perdesaan. d. memfasilitasi atau melaksanakan penyelenggaraan perdagangan pasar terorganisasi komoditi pangan strategis. 2) Fungsi penataan kelembagaan dan struktur pasar a. melakukan intermediasi antara kelembagaan; b. mengadakan jejaring dan harmonisasi dengan lembaga-lembaga pendukung (supporting); c. mengembangkan system pasar komoditi pangan; d. mengembangkan regulasi struktur pasar; e. menstimulasi pemanfaatan instrument keuangan dalam rangka mencapai efesiensi, produktivitas usaha pangan. 3) Fungsi pengembangan pangan; yaitu : a. meningkatkan daya saing dan b. meningkatkan nilai tambah. 1.3. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Food Center (FC) adalah : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1996 tentang Ketahanan Pangan; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang; 3. Keputusan
Gubernur
Nomor
501.05/Kep.1258-Binprod/2009
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
13
Tentang Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center), 4. DPA Kegiatan Pengembangan Food Centre Tahun 2011 1.4. Tujuan a. Tujuan disusunnya Pedoman Teknis Pengembangan Food Centre adalah : 1.
sebagai arah dan batasan ruang lingkup dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan Food Center tahun 2011 bagi Aparat tingkat Provinsi, Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center), Aparat Tingkat Kabupaten, Pengelola Gudang serta Kelompoktani/Gapoktan/ Koperasi;
2.
sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan SRG mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.
b. Tujuan dari kegiatan Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center), adalah : 1.
meningkatkan peran dalam menyusun Konsep Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat;
2.
meningkatkan peran kelembagaan Pengelola Gudang di 9 Kabupaten (Kabupaten Subang, Bogor, Garut, Indramayu, Kuningan, Majalengka, Karawang, Cianjur dan Cirebon).
3.
meningkatkan
keinginan
dan
kemampuan
Masyarakat,
Petani,
Kelompoktani, Gapoktan untuk melaksanakan kegiatan bisnis gabah, beras, jagung maupun kedelai melalui pola Tunda Jual (TJ) dan Sistem Resi Gudang (SRG). 4.
menyusun pola koordinasi dan keterkaitan antara sub system ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan masyarakat.
5.
menyempurnakan dan menyiapkan kelembagaan Pusat Pangan (FC) Jawa Barat.
6.
penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha.
1.5. Manfaat Sistem Resi Gudang a. Pengunaan Resi Gudang juga harus dapat mendorong berkembangnya sektor - sektor lainnya, antara lain :
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
14
1. sektor keuangan, karena memberikan suatu agunan yang likuid kepada kreditor; 2. industri jasa pergudangan; 3. industri sortasi dan inspeksi, karena diperlukannya pengawasan standar mutu bagi komoditi yang diagunkan agar dapat diterima oleh semua pihak yang melakukan transaksi; 4. sektor perdagangan, karena dapat digunakan sebagai dokumen bukti penyerahan barang sehingga meningkatkan efisiensi transaksi; 5. bursa berjangka komoditi, karena dapat meningkatkan likuiditas Bursa dengan meningkatnya Resi Gudang yang dilindung nilaikan (hedge) sehingga kredit yang diberikan kreditor menjadi lebih terjamin; b. Sedangkan untuk pelaku usahatani Sistem Resi Gudang bermanfaat antara lain dapat : 1. Memberikan fleksibilitas waktu penjualan sehingga memungkinkan akan diperolehnya harga jual yang lebih baik; 2. Sebagai anggunan untuk memperoleh dukungan pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya; 3. Bunga pinjaman bisa lebih rendah disbanding kredit komersil dan 4. Memberikan insentif bagi peningkatan produksi baik mutu dan volume. c. Sedangkan untuk
Pemerintah Sistem Resi Gudang bermanfaat dalam
aspek antara lain : 1. Merupakan instrument harga komoditi pertanian; 2. Dapat mendukung sistem informasi nasional bagi stok komoditi; 3. Dapat mendukung pengendalian Sistem Distribusi Pangan. 1.6. Sasaran Sasaran dari pengguna Pedoman Teknis Pengembangan Food Centre adalah Aparat pelaksana di Provinsi dan Kabupaten, Tim Persiapan Pembentukan Kelembagaan Food Center Provinsi dan Petugas Lapangan yang akan melaksanakan pembinaan terhadap Pengelola Gudang maupun kepada Kelompoktani/Gapoktan/Koperasi.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
15
Sedangkan sasaran pelaksanaan kegiatan Food Center dan sasaranan penerima manfaat kegiatan adalah : 1. Kelompoktani/Gapoktan/Koperasi sebanyak
5 – 10 Kelompok per
Kabupaten sebagai pemilik komoditi/barang disekitar Lokasi Gudang. 2. Sembilan Pengelola Gudang sebagai pengelola barang di 9 Kabupaten; 3. Lembaga keuangan (perbankan maupun non perbankan) yang akan memfasilitasi dana resi gudang di Sembilan Kabupaten.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
16
BAB II PENGERTIAN 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sember hayati dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah, diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman. 2. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah, mutunya, aman, merata dan terjangkau. (UU No.7/1996). 3. Cadangan Pangan Nasional adalah meliputi persediaan pangan diselurih peloksosk wilayah Indonesia untuk konsumsi masyarakat, bahan baku industry dan menghadapi keadaan darurat. 4. Cadangan Pangan Pemerintah adalah cadangan pangan milik pemerintah desa, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat yang perwujudannya memerlukan inventarisasi cadangan pangan dengan memperkirakan kebutuhan pangan, kemungkinan kekurangan pangan dan keadaan darurat, sehingga penyelenggaraan pengadaan dan pengelolaannya dapat berhasil dengan baik; 5. Cadangan Pangan Masyarakat adalah cadangan pangan yang dikelola masyarakat atau rumahtangga termasuk petani, koperasi, pedagang dan industri rumahtangga. 6. Distribusi Pangan adalah merupakan salah satu sub system ketahanan pangan yang mengatur atau memfasilitasi agar pangan dapat disalurkan dari daerah produksi sampai kelokasi dimana pangan tersebut dikonsumsi; 7. Sistem Distribusi Pangan adalah serangkaian proses penyaluran pangan yang terdiri dari komponen pengangkutan dan pemasaran/perdagangan dimana setiap komponen saling berinteraksi satu sama lain; 8. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjuan pangan dan kegiatan lainnya yang berkenaan dengan pemindahtangankan pangan dengan memperoleh imbalan; 9. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
17
pembangunan didorong untuk semakin mandiri dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Dalam proses ini masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang dalam pembangunan yang dimilikinya sesuai dengan lingkungan sosial ekonomi perikehidupan mereka sendiri. 10. Lumbung Pangan Masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa/kota yang bertujuan untuk pengembangan penyediaan cadangan pangan dengan sistem tunda jual, penyimpanan, pendistribusian, pengolahan dan perdagangan bahan pangan yang dikelola secara berkelompok. 11. Ketahanan Pangan Masyarakat (Community food Security Coalition/CFSC) adalah kondisi dimana seluruh anggota masyarakat (rumah tangga/individu) mendapatkan pangan yang aman, dapat diterima secara kultural, cukup, bergizi, secara berkelanjutan dengan memaksimalkan kemandirian masyarakat dan keadilan sosial. Kemandirian Pangan a) Makro/Nasional : Kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman berdasarkan optimalisasi pemanfaatan SDM, SDA dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. b) Mikro/Rumah Tangga (RT): Kemampuan RT memenuhi kebutuhan pangannya, dengan jumlah, mutu, keragaman, gizi, aman, dan halal; baik dari hasil produksi sendiri ataupun membeli dari pasar. 12. Kelompok Tani adalah kumpulan para petani yang bergabung dalam kelompok yang berdomisili dalam satu kawasan, yang dibentuk atas dasar kesamaan tujuan, kepentingan, dan keinginan serta kesetaraan potensi dan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya), untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota dalam rangka meningkatkan produksi dan produktifitas yang efisien dan nilai tambah, serta memperluas pasar, beranggotakan paling sedikit 20 (dua puluh) orang; 13. Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan 2 (dua) Kelompok Tani atau lebih yang dibentuk atas dasar kesamaan tujuan, kepentingan, dan keinginan serta kesetaraan potensi dan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya), untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas,
efisien dan nilai tambah, serta memperluas pasar; 14. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perseorangan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
18
atau
badan
hukum
koperasi
dengan
melandaskan
kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan; 15. Dana Bantuan Sosial
adalah dana yang diberikan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Barat untuk penguatan modal usaha dalam rangka membantu Petani/Kelompok/Gapoktan yang melaksanakan kegiatan Tunda Jual dan atau SRG, yang disalurkan kepada rekening Pengelola Gudang yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2011; 16. On Farm adalah sub sistem dalam agribisnis berupa usaha budidaya pertanian dalam arti luas dengan komoditas yang diusahakan terdiri dari tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan; 17. Off Farm adalah
sub sistem agribisnis di luar usaha budidaya untuk
menunjang keberhasilan agribisnis secara keseluruhan, baik sebelum proses budidaya maupun setelah proses budi daya; 18. Tim Persiapan Pembentukan FC adalah Tim
yang dibentuk oleh
Pemerintah Provinsi melalui SK Gubernur Jawa Barat yang bertugas untuk membantu melaksanakan kegiatan pengembangan Food Centre di Jawa Barat. 19. Pengelola Gudang adalah Lembaga yang dintunjuk oleh Bupati/Pejabat yang berwenang Tingkat Kabupaten/Kota untuk mengelola Gudang yang akan melaksanakan kegiatan Tunda Jual dan atau Sistem Resi Gudang di 9 Kabupaten (Kabupaten Subang, Bogor, Garut, Indramayu, Kuningan, Majalengka, Karawang, Cianjur dan Cirebon); 20. Tunda Jual Gabah adalah suatu upaya yang dilakukan dalam rangka membantu masyarakat petani, kelompoktani/gapoktan dalam proses penyimpanan gabah yang dilaksanakan oleh orang perseorangan, kelompoktani, gapoktan dan atau koperasi pada gudang tertentu yang dikelola secara baik dan professional dengan menggunakan manajemen pengelolaan yang adil dan menguntungkan semua fihak sehingga memperoleh posisi tawar dan nilai tambah. 21. Resi Gudang atau dalam bahasa asing disebut warehouse receipt system adalah adalah dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
19
di suatu gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang dan merupakan sekuriti yang menjadi instrumen perdagangan serta merupakan bagian dari sistim pemasaran dan sistim keuangan dari banyak negara industry; atau merupakan instrumen surat berharga maka resi gudang ini dapat diperdagangkan, diperjual belikan, dipertukarkan, ataupun digunakan sebagai jaminan bagi pinjaman, maupun dapat digunakan untuk pengiriman barang dalam transaksi derivatif seperti halnya kontrak serah (futures contract). 22. Gabah adalah hasil tanaman padi yang telah dilepaskan dari tangkainya dengan peromtokan; 23. Gabah Kering Giling adalah gabah yang mengandung kadar air maksimal 14 %, kotoran/hampa maksimum 3 %, butir hijau/mengapur maksimal 5 %, butir kuning/rusak maksimum 3 % dan butir merah maksimum 3 %.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
20
BAB III KERANGKA PIKIR 3.1. Ruang Lingkup Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ketahanan pangan berarti akses setiap Rumah Tangga (RT) atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara hasil World Food Summit tahun 2006, menyebutkan bahwa ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap Rumah Tangga (RT) atau individu untuk memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan yang sesuai dengan nilai-nilai atau budaya setempat. Ketahanan pangan terwujud bila dua kondisi terpenuhi yaitu : (1) setiap saat tersedia pangan yang cukup (jumlah, mutu, keamanan, keragaman, merata dan terjangkau) dan (2) setiap rumah tangga, setiap saat, mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif. Kondisi ketahanan pangan memberi penekanan pada akses setiap Rumah Tangga (RT) dan individu terhadap pangan yang cukup, bermutu, bergizi dan berimbang, dan harganya terjangkau, meskipun kata-kata Rumah Tangga (RT) belum berarti menjamin setiap individu di dalam Rumah Tangga (RT) mendapat akses yang sama terhadap pangan, sesuai kebutuhan individu dalam kehidupan Rumah Tangga (RT) tersebut. Implikasi kebijakan dari konsep pangan seperti ini adalah bahwa pemerintah di satu sisi berkewajiban menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah dan mutu yang baik serta stabilitas harga, sedangkan di sisi lain pemerintah juga berkewajiban menjamin tingkat pendapatan masyarakat terutama masyarakat yang tergolong berpendapatan rendah, termasuk di daerah rawan pangan.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
21
Globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan termasuk bahan pangan, ditandai oleh semakin tajamnya tingkat persaingan antar perusahaan, antar industri, bahkan antar negara. Kemajuan teknologi dan globalisasi yang mencirikan kondisi ekonomi dunia saat ini dan masa depan mendorong proses percepatan perubahan yang signifikan di lingkungan bisnis dan industri. Perkembangan sektor primer (pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan), dan tersier (jasa) dalam tatanan ekonomi Indonesia menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan. Secara sistemik, teori ekonomi menalarkan bahwa sektor primer menyumbang percepatan perkembangan sektor sekunder, yang pada gilirannya diharapkan dapat memacu pertumbuhan sektor tersier.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
22
STRATEGI MERAJUT DAN MEMBANGUN PANGAN DAERAH
PELAKU
PEMANFAATAN INSTRUMEN KEUANGAN (SRG DAN ASURANSI)
MELANCARKAN RANTAI PASOK PANGAN DARI HULU SAMPAI HILIR
USAHA
MENATA STRUKTUR PASAR YANG TERORGANISASI (PAAR BEBAS, LELANG)
Pedagang
1
STAKE HOLDER
DA
PENGELOLA GUDANG
Konsumen OPD
2 PROV/KAB. FOOD CENTER
3Produksen
MELAKSANAKAN STRATEGI LOGISTIK
MENGEMBANG KAN DIVERSIFIKASI PANGAN
MENJADI LEMBAGA INTERMEDIASI ANTAR STAKE HOLDER
------------------------------------ Garis Koordinasi di Hulu =================== Garis Koordinasi di Hilir
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
23
3.2.
Pendekatan Kegiatan a. Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan Tim Persiapan Pembentukan Kelembagaan Food Center, khususnya
yang
terkait
dengan
kegiatan
pengembangan
bisnis
Gabah/Beras/Jagung melalui pola Sistem Tunda Jual (TJ) dan Sistem Resi Gudang (SRG), dilaksanakan melalui pola pemberdayaan masyarakat yang pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat
serta kelompok/
gapoktam/koperasi, kelembagaan Pengelola Gudang dan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka meningkatkan kegiatan bisnis gabah/beras/jagung
serta
pembangunan
ketahanan
pangan.
Pemberdayaan masyarakat pada kegiatan TJ dan atau SRG adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok sasaran agar dapat mengembangkan dan berpartisipasi dalam memanfaatkan potensi dan peluang
khususnya bisnis gabah/beras/jagung untuk meningkatkat nilai
tambah dari aktifitas usahanya untuk mewujudkan kesejahtraan dan kemandirian pangan.
Proses ini dilakukan
dengan
memfasilitasi
masyarakat/petani/ kelompoktani/gapoktan/koperasi serta para pengelola gudang agar mampu melaksanakan kegiatan usaha bisnis, meningkatkan kemampuan untuk mengakses permodalan dari perbankan serta mampu memperluas jangkauan pemasarannya, menganalisis situasi pasar masalah yang dihadapinya.
dan
Permasalah yang harus menjadi perhatian
untuk dibantu pemecahannya antara lain: 1)
Identifikasi permasalahan
dan
pemecahan
masalah
berdasarkan
kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki; 2)
Mengembangkan
kelembagaan
masyarakat
yaitu
kelompoktani/gapoktam/koparasi dan kelembagaan pengelola gudang dengan memperkuat organisasi dan akses permodalan serta usahanya; 3)
Mengembangkan kegiatan bisnis gabah/beras/jagung melalui pola TJ dan atau SRG untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan memperluas dan mengembangkan pasar;
4)
Meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dan pengelola gudang untuk mampu mengakses permodalan dari perbankan maupun swasta.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
24
Dalam
operasionalisasinya
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
melalui Food Center dapat mengambil berbagai bentuk, seperti: 1)
Pemberdayaan sebagai partisipasi diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang mendorong
partisipasi
masyarakat//petani/kelompoktani/gapoktan/koperasi/
pengelola gudang dalam berbagai pelaksanaan bisnis gabah/beras dan program pembangunan maupun dalam proses pengambilan keputusan; 2)
Pemberdayaan sebagai demokratisasi hal ini dimaksudkan agar penerima manfaat program mampu lebih berperanan di dalam proses politik;
3)
Pemberdayaan sebagai pengembangan kapasitas hal ini dimaksudkan agar masyarakat//petani/kelompoktani/gapoktan/koperasi/ pengelola gudang
atau
individu mampu mengembangkan kapasitas dan memberdayakan dirinya sendiri; 4)
Pemberdayaan sebagai perbaikan ekonomi. Asumsinya apabila ekonomi masyarakat//petani/kelompoktani/gapoktan/koperasi/
pengelola
gudang
berkembang, berbagai aspek yang lain akan dapat diselesaikan sendiri oleh masyarakat. 5)
Pemberdayaan sebagai pengembangan individu, sebagian kalangan meyakini bahwa pemberdayaan harus dimulai dari pengembangan kesadaran kritis dari individu dan memampukan individu untuk mengambil sikap berdasarkan kesadarannya
sendiri,
operasionalisasi
pemberdayaan
pemberdayaan merupakan suatu tindakan yang kontekstual,
menjadikan yang tujuan
akhirnya yaitu kondisi dimana berbagai kebutuhan dan hak dasar dari individu dan komunitasnya terlindungi dan terpenuhi.
b. Penguatan Kelembagaan Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penguatan kelembagaan masyarakat antara lain: a) didasarkan pada kebutuhan masyarakat sebagai pelaku, b) disesuaikan dengan kebijakan dan sistem pemerintahan dan atau dengan lembaga lainnya ada, c) diarahkan pada upaya merevitalisasi kelembagaan masyarakat yang sudah ada untuk dikembangkan menjadi kelembagaan pangan sebagai instrumen yang efektif untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dan olahan pangan, d) sebagai sarana belajar efektif
bagi
masyarakat
untuk
meningkatkan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
kemampuan
dan
25
keterampilannya, e) diarahkan kepada pengembangan kapasitas kerjasama internal maupun kerjasama eksternal dengan kelembagaan lain. 3.3.
Strategi Kegiatan Kegiatan Pengembangan Food Center umumnya dan khususnya kegiatan TJ maupun SRG ini dilaksankan melalui proses pemberdayaan yang dilakukan selama kurun waktu 4 (empat) tahun dengan rencana pentahapannya adalah 1) Tahun Pertama (Tahun 2010) yaitu Tahap Persiapan, 2) Tahun Kedua (Tahun 2011) yaitu Tahap Penumbuhan; 3) Tahun Ketiga (Tahun 2012) Tahap Pengembangan dan 4) Tahun Keempat Tahun 2013) Tahap
Kemandirian,
dengan tahapan kegiatan sbb : TAHAPAN
KEGIATAN 1. Seleksi kab, lokasi dan kel sasaran 2. Sosialisasi Kegiatan 3. Penetapan Kel Sasaran 4. Penyusunan RUPG 5. Penyaluran dana Bansos 6. Penyusunan Data Base. 7. Pembinaan, Monev.
Tahap Persiapan
Input SDM Dana Sarana dan Prasar ana
P E M Tahap B Penumbuhan E R D A Y Tahap A Pengembangan A N
Tahap Kemandirian
1. Seleksi lokasi dan kel sasaran 2. Sosialissi dan Bimtek, Pelatihan 3. Penguatan kelembagaan, penumbuhan usaha kelompok 4. Penyaluran dan pemanfaatan dan a Bansos 5. Penguatan kerjasama usaha 6. Pengawalan 7. Pembinaan dan Monev Pengb. dan penerapan teknologi Pengb. Usaha Menuju skala ekonomi Pengb. diversifikasi usaha Pembentukan jaringan Usaha/ Kemitraan 5. Pengem Kel. Pengelola Gudang 6. Pengawalan 7. Pembinaan, dan Monev 1. 2. 3. 4.
Output 1. Meningkatnya Pengetahuan dan Keteram pilan Kel/ Gapoktan/ Pengl.Gudang 2. Terlaksananya Kegiatan Usaha Gabah /Beras/jagung oleh Kel/ Gapoktan/Kop erasi/Pengelol a Gudang 3. Berkembangn ya organisasi, administrasi dan jaringan usaha. 4. Tersedianya stok Gabah/ Beras/jagung
1. Perluasan penerapan teknologi 2. Pengb. Usaha skala ekonomi 3. Perluasan diversifikasi usaha 4. Pengembangan jaringan Usaha/ Kemitraan 5. Pengem Kemandirian Pengelola Gudang 6. Pengurangan Peran Pengawalan 7. Pembinaan, dan Monev
Gambar 1. Kerangka Pikir Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
Outcome 1. Meningkatnya Nilai Tambah /pendapatan anggota kelompok 2. Meningkatnya usaha Gabah /Beras di Kel/ Gapoktan/kop erasi/Penge. Gudang 3. Berkembangny a Manajemen Pengelola Gudang 4. Meningkatnya Kemampuan Kel/Gapok/Ko perasi mengakses Permodalan Perbankan
Binefit 1.Tersedianya Stok Pangan Daerah 2. Terkendalinya Distribusi dan Harga Gabah r
Impact Terciptanya Kemandirian dan Ketahanan pangan Daerah
26
3.3.1. Tahap Persiapan Tahun pertama (Tahap Persiapan) merupakan tahap persiapan yang dilaksanakan dalam waktu satu tahun dan melibatkan unsur-unsur kelembagaan perdesaan dan stakeholder terkait. Tahap persiapan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1.
Seleksi kabupaten, lokasi dan kelompok sasaran
2.
Sosialisasi Kegiatan
3.
Penetapan Kelompok Sasaran
4.
Penyusunan Rencana Usaha Pengelola Gudang (RUPG)
5.
Penyaluran dana Bansos
6.
Penyusunan Data Base.
7.
Pembinaan, Monev.
3.3.2. Tahap Penumbuhan Tahun Kedua (Tahap penumbuhan) ini dilaksanakan dalam satu tahun yang dimulai pada tahun kedua, penumbuhan atau penguatan
kelembagaan
dilakukan
dengan
memperkuat
organisasi/kelembagaan sesuai dengan peran dan fungsinya serta pembenahan
prosedur
administrasi
baku
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain: 1.
Seleksi lokasi dan kelompok sasaran
2.
Sosialissi dan Bimbingan teknis serta pelatihan teknis untuk Kelompok/Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang
3.
Penguatan kelembagaan, penumbuhan usaha Kelompok/Gapoktan/ Koperasi dan Pengelola Gudang
4.
Penyaluran dan pemanfaatan dan Bansos
5.
Penguatan kerjasama usaha dan kemitraan
6.
Pengawalan
7.
Pembinaan dan Monev
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
27
3.3.3. Tahap Pengembangan Tahap
Ketiga (tahap Pengembangan) ini dilaksanakan dalam
kurun waktu satu tahun dimulai pada tahun ketiga, arah dari kegiatan pengembangan
adalah
dalam
rangka
pengembangan
peran
kelembagaan Kelompok/Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang dilakukan
melalui
pengembangan
kapasitas
kelembaga
sesuai
perkembangan dan peluang pasar yang ada, seperti: 1. Pengembangan dan penerapan teknologi 2. Pengembangan usaha menuju skala ekonomi 3. Pengembangan diversifikasi usaha 4. Pembentukan jaringan Usaha/ Kemitraan 5. Pengem Kelembagaan Pengelola Gudang 6. Pengawalan 7. Pembinaan, dan Monev 3.3.4. Tahap Kemandirian Tahap Kemandirian ini dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun dimulai pada tahun keempat, arah proses kemandirian dalam rangka
optimalisasi
peran
kelembagaan
perdesaan
khususnya
kelembagaan Kelompok/Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang dilakukan melalui proses penumbuhkebangkan kemampuan dan kapasitas kelembaga dalam mengelola organisasinya, melaksanakan kegiatan usahanya, menangkap peluang usaha dan peluang pasar komoditas, mampu memanfaatkan dan mengakses permodalan dari swasta dan perbankan yang ada, seperti: 1. Proses penumbuhkebangkan kemampuan dan kapasitas kelembaga dalam mengelola organisasinya, 2. Mengembangkan dan meningkatkan kegiatan usahanya, 3. Menangkap peluang usaha dan peluang pasar komoditas, 4. Meningkatkan
kemampuan
memanfaatkan
dan
mengakses
permodalan dari swasta maupun Perbankan;
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
28
5. Perluasan penerapan teknologi spesifik lokalita 6. Pengembangan
usaha
skala
ekonomi
dan
perluasan
jaringan
pemasaran 7. Perluasan diversifikasi usaha dan pengembangan Kemitraan usaha 8. Pengem Kemandirian kelompoktani/gapoktan/koperasi dan Pengelola Gudang 9. Pengurangan
Peran
Pengawalan
dan
peningkatan
kemandirian
pengelolaan kegiatan 10. Pembinaan, dan Monev
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
29
BAB IV PERENCANAAN ANGGARAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1. Dukungan Pembiayaan Dukungan dana untuk pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Food Center sebesar Rp.1.000.000.000,- yang terdiri dari lima Sub Kegiatan yaitu 1) Oprasional
Food
Perencanaan
Center
Partisipatif
sebesar
Rp.
Pengembangan
147.625.000,-, Kelembagaan
2)
Pertemuan
Food
Center,
Sosialisasi, Bintek dan Simulasi Sistem Resi Gudang di 9 Kaupaten sebesar Rp.175.000.000,-, 3) Identifikasi, Monitoring dan Pembinaan Pengembangan Kelembagaan Food Center sebesar Rp. 151.6500.000,- dan 4) Penyediaan Alat Tulis Kantor sebesar Rp.20.842.500,-. 5) Bansos untuk pengembangan Modal Kelembagaan Pengelola Gudang sebesar Rp.450.000.000,-, 4.2. Sasaran, Indikator Masukan (Input) dan Indikator Keluaran (Output) 4.2.1. Kegiatan Pengembangan Pusat Pangan (Food Center) a. Sasaran Sasaran dari kegiatan Kegiatan Pengembangan Pusat Pangan (Food Center), adalah : 1. Tersusun Konsep Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 2. Terlaksananya aktifitas TJ dan SRG di 9 Gudang yang berada di 9 Kabupaten
(Kabupaten
Subang,
Bogor,
Garut,
Indramayu,
Kuningan, Majalengka, Karawang, Cianjur dan Cirebon);. 3. Meningkatnya pendapatan Masyarakat, Petani, Kelompoktani dan Gapoktan dan Pengelola Gudang dari kegiatan TJ dan SRG; 4. Meningkatnya pemahaman, koordinasi dan gerak langkah antara pemerintah, swasta, strakeholder dan masyarakat pada kegiatan ketahanan pangan khususnya pada sub system ketersediaan dan distribusi; . 5. Tersusunnya kelembagaan Pusat Pangan (FC) Jawa Barat.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
30
b. Indikator Masukan (Input) Indikator Masukan (Input) dari kegiatan Pengembangan Pusat Pangan (Food Center), adalah : 1. Fasilitasi Oprasional Tim Pembentukan Food Certer; 2. Fasilitasi Rapat Evaluasi Tim Pembentukan Food center; 3. Fasiltasi Pertemuan Perencanaan Partisipatif, Pengembangan Kelembagaan Food Center dan Simuasi Sistem Resi Gudang, Bimtek bagiPengelola gudang; 4. Fasilitasi Dana Bantuan Sosial Untuk Pengelola Gudang. c. Indikator Keluaran (Out put) Indikator Keluaran (Out Came) dari kegiatan Pengembangan Pusat Pangan (Food Center), adalah : 1. Tersusun Konsep Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 2. Terlaksananya aktifitas TJ dan SRG di 9 Gudang yang berada di 9 Kabupaten
(Kabupaten
Subang,
Bogor,
Garut,
Indramayu,
Kuningan, Majalengka, Karawang, Cianjur dan Cirebon);. 3. Meningkatnya pendapatan Masyarakat, Petani, Kelompoktani dan Gapoktan dan Pengelola Gudang dari kegiatan TJ dan SRG; 4. Meningkatnya pemahaman, koordinasi dan gerak langkah antara pemerintah, swasta, strakeholder dan masyarakat pada kegiatan ketahanan pangan khususnya pada sub system ketersediaan dan distribusi; . 5. Terbentuknya kelembagaan Pusat Pangan (FC) Jawa Barat yang sudah mempunyai legalitas dari Pemerintah Daerah.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
31
4.2.2. Sasaran, Indikator Masukan (Output) dan Indikator Keluaran (Out Came) Kegiatan Oprasional Food Center a. Sasaran Sasaran dari kegiatan Oprasional Pusat Pangan (Food Center) adalah : 1. Tersusun Konsep Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 2. Terbentuknya kelembagaan Pusat Pangan (FC) Jawa Barat. b. Indikator Masukan (Output) Indikator Masukan (Output) dari kegiatan Oprasional Pusat Pangan (Food Center) adalah : 1. Terfasilitasi Honor Tim Food Center; 2. Terfasilitasi Oprasional Room Food Center; 3. Terfasilitasinya Sewa Kendaraan Roda Empat untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Tim Persiapan Pembentukan Food Center; 4. Terlaksananya pelaksanaan Rapat Tim Persiapan Pembentukan Food Center. c. Indikator Keluaran (Out Came) Indikator Keluaran (Out Came) dari kegiatan Oprasional Pusat Pangan (Food Center) adalah : 1. Meningkatnya kinerja Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center) Jawa Barat; 2. Terdokumentasikannya pelaksanaan kegiatan dan perkembangan kegiatan Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center); 3. Meningkatnya kelancaran pelaksanaan kegiatan Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center); 4. Fasilitasi Rapat Tim Persiapan Pembentukan Food Center.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
32
4.2.3. Sasaran, Indikator Masukan (Output) dan Indikator Keluaran (Out Came)
Pertemuan
Perencanaan
Partisipatif
Pengembangan
Kelembagaan Food Center dan Simuasi Sistem Resi Gudang a. Sasaran Sasaran dari kegiatan Pertemuan Perencanaan Partisipatif Pengembangan Kelembagaan Food Center dan Simuasi Sistem Resi Gudang di 9 kabupaten adalah : 1. Tersosialisasikan dan dipahaminya rencana pelaksanaan kegiatan Food Center, kegiatan bisnis gabah/beras/jagung melalui pola Tunda Jual serta SRG kepada Pengurus Kelompok/Gapoktan/ Koperasi, Pengelola Gudang dan Aparatur di 9 Kabupaten. 2. Terfasilitasinya
pelaksanaan
kegiatan
pertemuan/sosialisasi/
bimtek/pelatihan bagi Pengurus Kelompok/ Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang sebanyak 675 orang dalam melaksanakan bisnis gabah/beras/jagung melalui sistem TJ dan SRG; 3. Meningkatnya koordinasi dan gerak langkah antara pemerintah, swasta, strakeholder, masyarakat serta Pengurus Kelompok/ Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang dalam melaksanakan system
Tunda
Jual
dan
terkendalinya sub system
SRG
Gabah/Baras/Jagung
serta
distribusi dan cadangan pangan
komoditas gabah/beras /jagung di 9 Gudang; b. Indikator Masukan (Input) Indikator Masukan (Input) dari kegiatan
ini adalah
terfasilitasinya pertemuan Perencanaan Partisipatif Pengembangan Kelembagaan Food Center dan Simuasi Sistem Resi Gudang di 9 kabupaten,dan perrtemuan fartisipatif Pengembangan Sistem Logistik.
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
33
c. Indikator Keluaran (Out put) Indikator Keluaran (Out Came) dari kegiatan Pertemuan Perencanaan Partisipatif Pengembangan Kelembagaan Food Center dan Simuasi Sistem Resi Gudang di 9 kabupaten adalah : 1. Meningkatnya
Pemahaman,
Pengetahuan
dan
Keterampilan
Pengurus Kelompok/Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang dan aparatur tingkst Provinsi maupun Kabupaten/Koata sebanyak 675 orang dalam melaksanakan bisnis gabah/beras/jagung melalui sistem TJ dan SRG; 2. Meningkatnya
pelaksanaan
kegiatan
pengelolaan
gabah/beras/jagung melalui pola Tunda Jual serta SRG oleh pengurus Kelompok/Gapoktan/ Koperasi dan Pengelola Gudang serta efekifnya pembinaan oleh aparatur tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di 9 Kabupaten . 3. Terciptanya koordinasi dan gerak langkah antara pemerintah, swasta, strakeholder, masyarakat serta Pengurus Kelompok/ Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang khususnya pada sub system ketersediaan dan distribusi komoditas gabah/beras /jagung; 4.2.4. Sasaran, Indikator Masukan (Input) dan Indikator Keluaran (Output) Penyediaan Alat Tulis Kantor a. Sasaran Sasaran dari kegiatan
Penyediaan Alat Tulis Kantor adalah
meningkatkan kelancaran pelaksanaan dan terdokumentasikan Kegiatan Pengembangan Food Center Jawa Barat b. Indikator Masukan (Input) Indikator masukan (Input) dari kegiatan Penyediaan Alat Tulis Kantor adalah
tersedianya Alat Tulis Kantor untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Food Center Jawa Barat Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
34
c. Indikator Keluaran (Output) Indikator Keluaran (Out put) dari kegiatan Tulis
Kantor
adalah
terdokumentasikannya
meningkatnya
administrasi
Penyediaan Alat
kinerja,
terarsifkanya/
pelaksanaan
Kegiatan
Pengembangan Food Center Jawa Barat. 4.2.5. Sasaran, Indikator Masukan (Input) dan Indikator Keluaran (Output) Bantuan Sosial Pengembangan Modal Kelembagaan Pengelola Gudang a. Sasaran Sasaran
Bantuan
Sosial
Pengembangan Modal Kelembagaan Pengelola Gudang
adalah
meningkatkan Pengelola
dari
kegiatan
kegiatan
Gudang
usaha
serta
Pemberian dan
permodalan
terbantunya
Kelembagaan
Kelompoktani/Gapoktan/
Koperasi dalam melaksanakan kegiatan bisnis Gabah/Beras/Jagung melalui pola TJ dan SRG pada 9 Gudang di 9 kabupaten. b. Indikator Masukan (Input) Indikator Masukan (Input) dari kegiatan Pemberian Bantuan Sosial Pengembangan Modal Kelembagaan Pengelola Gudang adalah tersalurkannya bantuan social untuk permodalan Kelembagaan Pengelola Gudang dan atau membantu kelompoktani/gapoktan dalam melaksanakan kegiatan bisnis Gabah/Beras/Jagung melalui pola TJ dan SRG pada 9 Gudang di 9 kabupaten. . c. Indikator Keluaran (Out put) Indikator Keluaran (Out put) dari kegiatan Pemberian Bantuan Sosial Pengembangan Modal Kelembagaan Pengelola Gudang adalah
termanfaatkannya dana bantuan social tersebut untuk
peningkatan kualitas dan kuantitas bisnis Gabah/Beras dan Jagung Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
35
oleh 9 Pengelola Gudang. Serta tersedianya gabah/beras/jagung sebesar 4.500 s/d 9.000 ton selama 1 tahun (500 s/d 1.000 Ton GKG/Beras/Jagung Pipilan Kering/Gudang) melalui pola TJ dan SRG pada 9 Gudang di 9 kabupaten. 4.3. Perencanaan Kegiatan Rencana pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Food Center terdiri dari
lima Sub Kegiatan yaitu 1) Oprasional Food Center sebesar, 2)
Pertemuan Perencanaan Partisipatif Pengembangan Kelembagaan Food Center dan Simulasi Sistem Resi Gudang di 9 Kaupaten dan 3) Identifikasi, Monitoring dan Pembinaan Pengembangan Kelembagaan Food Center
4)
Penyediaan Dana Bantuan Sosial (Bansos) untuk pengembangan Modal Kelembagaan Pengelola Gudang. Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Food Center diawali dengan kegiatan perencanaan, kegiatan ini terdiri dari seleksi lokasi sasaran, pendataan kondisi awal dan sosialisasi program dengan table sbb : Tabel 1. Pelaksana Kegiatan Food Center Pengelola No
Kegiatan
Propinsi
Kabupaten
Gudang
1
Koordinasi
√
–
2
Identifikasi
√
√
–
3
Advokasi
√
–
–
4
Sosialisasi
√
√
–
5
Verifikasi
√
√
–
6
Pembinaan
√
√
–
7
Pendampingan
-
√
-
8
Monitoring dan Evaluasi
√
√
–
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
36
Pengelola No
4.4.
Kegiatan
Propinsi
Kabupaten
Gudang
9
Pertemuan Evaluasi Kegiatan
√
√
–
10
Pelaporan
√
√
√
11
Pelatihan Petugas dan Pengelola
√
√
–
12
Bangunan Fisik Gudang
–
–
√
13
Kerjasama (MOU) dengan Kel/Gapoktan/Koperasi
–
–
√
14
Pengembangan Usaha Kelompok dan Pengelola Gudang
–
–
√
15
Pengembangan Usaha Kelompok
–
–
√
Organisasi Pelaksanaan Kegiatan 4.4.1. Tingkat Propinsi Berdasarkan
Keputusan
Gubernur
Nomor
501.05/Kep.1258-
Binprod/2009, tentang Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center),
bertindak sebagai organisisasi pelaksana kegiatan model/pilot
projek yang berperan sebagai koordinator pelaksana kegiatan, yang dalam pelaksanaannya melibatkan anggota Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center) yang sudah ada pada Badan/Dinas/Instansi yang membidangi kegiatan bisnis Gabah/Berras/jagung dari Hulu sampai Hilir dan tugas Propinsi adalah sebagai berikut : a. Menyusun petunjuk pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Pusat Pangan (Food Center). b. Melakukan koordinasi, identifikasi dan seleksi calon penerima dan calon
lokasi,
sosialisasi,
verifikasi,
dan
pembinaan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
terhadap
37
penyelenggaraan kegiatan Kegiatan Pengembangan Pusat Pangan (Food Center) . c. Menetapkan kelompok sasaran dengan SK Kepala Badan/Instansi yang menangani ketahanan pangan Propinsi dan melaporkannya ke Gubernur. d. Melakukan Monitoring dan Evaluasi secara berkala. e. Melaporkan pelaksanaan kegiatan secara berkala kepada Gubernur. 4.4.2. Tingkat Kabupaten Bupati/Kepala OPD yang menangani Ketahanan Pangan dan yang menangani Perdagangan dan Perindustrian kabupaten membentuk Tim Pelaksana Kegiatan Food Center Khususnya TJ dan atau SRG,
dan
bertindak sebagai koordinator pelaksana kegiatan di tingkat kabupaten. Dalam pelaksanaan kegiatan Kegiatan Food Center Khususnya TJ dan atau SRG,
melibatkan Pokja-Pokja DKP Tingkat Kabupaten yang sudah
ada. 1) Bersama propinsi melakukan identifikasi, sosialisasi, dan seleksi calon penerima dan calon lokasi, verifikasi, dan pembinaan terhadap penyelenggaraan kegiatan Food Center Khususnya TJ dan atau SRG,. 2) Bersedia menyediakan dana dari APBD Kabupaten untuk dialokasikan dalam kegiatan pengembangan system TJ dan atau SRG; 3) Mendorong agar terlaksanaanya MUO antara Pengelola Gudang dengan Kelompoktani/Gapoktan/Koperasi sebagai pemilik Barang yang akan disimpan di Gudang; 4) Mendorong agar terlaksanaanya MUO antara Pengelola Gudang dengan Pihak yang sudah mempunyai sertifikasi pengelolaan gudang; 5) Bersama propinsi melakukan Monitoring dan Evaluasi. 6) Melakukan pendampingan dengan memanfaatkan Kegiatan Food Center Khususnya TJ dan atau SRG;
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
38
7) Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan Kegiatan Food Center Khususnya TJ dan atau SRG ke propinsi secara berkala. 4.4.3. Tingkat Pengelola Gudang Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan gudang, pengelola harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Mempunyai organisasi kepengurusan yang lengkap dan aktif; 2) Mempunyai surat pengukukan/pengesahandari Bupati/Kepala OPG yang menangani fungsi Gudang; 3) Berbadan Hukum/berbadan Usaha dari Pejabat berwenang; 4) Laporan RAT Koperasi tahun terakhir (untuk Koperasi) 5) Menyusun Rencana Usaha Pengelolaan Gudang selama satu tahun termasuk rencana pemanfaatan dana penguatan modal usaha untuk pengelola gudang sebesar Rp.50.000.000,-. 6) Tidak mempunyai persoalan hokum dan tunggakan kredit; 7) Mempunyai Pengurus Gudang/Pengelola Gudang yang terpisah dari kepengurusan Koperasi; 8) Mempunyai
MUO/Kerjasama
dengan
PT.
Pertani/yang
BUMN/Perusahaan Swasta yang sudah mempunyai sertifikasi sebagai Pengelola Gudang’ 9) Mempunyai bangunan fisik gudang dengan kapasitas minimal 1000 ton dan sudah tersertifikasi dan atau dalam proses pengajuan sertifikasi ke BAPEKTI. 10) Menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan/mengikuti kegiatan program sesuai dengan pedoman teknis dan peraturan per Undangundangan;
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
39
11) Mempunyai
MOU/Kerjasama
dengan
Kelompoktani/Gapoktan/
Koperasi dalam melaksanakan system Tunda Jual dan atau SRG Minimal sebesar 5.000 – 1.000 ton Gabah/Beras/Jagung. 12) Meningkatkan kapasitas kemampuan manajemen dan ekonomi; 13) Bersedia
melaporkan
perkembangan
kegiatan
pengembangan
kegiatan pengelolaan gudang khususnya kegiatan TJ dan atau SRG untuk komoditi Gabah/Beras/Jagung ke kabupaten secara berkala. 4.5. Seleksi Kabupaten Sasaran Kabupaten sasaran adalah
pelaksana kegiatan Pengembangan Food Center
Kabupaten sentra produksi Padi/Jagung yang menerima stimulus
bantuan gudang dari kementrian Perdagangan dan Perindustrian dan atau Kabupaten yang mempunyai binaan Kelompoktani/Gapoktan/Koperasi yang mempunyai Gudang sesuai spesifikasi persyaratan teknis dari BAPEKTI untuk lokasi Uji Coba Sistem TJ dan SRG Gabah/Beras/Jagung. Serta bersedia melaksanakan dan mendukung kegiatan Food Center khususnya kegiatan TJ dan atau SRG. 4.6. Seleksi Lokasi Sasaran Seleksi lokasi dilakukan melalui proses identifikasi dan verifikasi terhadap lokasi sasaran dengan kriteria sebagai berikut : a. Seleksi lokasi sasaran dilaksanakan melalui penentuan lokasi Kabupaten yang
mendapatkan
bantuan
stumulus
pembangunan
gudang
dari
Kementerian Perindag (sebanyak 8 Kabupaten). b. Khusus untuk Kabupaten Cirebon adalah Gudang milik Kelompoktani/ Gapoktan/Koperasi yang memenuhi persyaratan teknis Gudang sesuai dengan persyaratan gudang yang dipersyaratan oleh BAPEPTI. c. Mempunyai potensi produksi dan atau sentra produksi Padi/Jagung; d. Mempunyai/memiliki SDA, SDM dan untuk dikembangkan;
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
40
e. Kelompok
sasaran
penerima
manfaat
adalah
kelompoktani/Gapoktan/Koperasi dan Pengelola Gudang’ f. Pengelola Gudang sebagai sasaran program tersebut belum pernah mendapat penguatan modal, atau fasilitasi lain pada saat yang bersamaan atau pada tahun-tahun sebelumnya; Tabel 2. Tugas Propinsi dan Kabupaten dalam Seleksi Lokasi dan Pengelola Gudang maupun Kelompok/Gapoktan/Koperasi Tugas Kabupaten
Pengelola Gudang
NO
Tugas Propinsi
1
Menentuan kabupaten dan Calon Pengelola Gudang Penerima Bantuan Modal,
Bersama propinsi menyeleksi Pengelola Gudang
Mengikuti seleksi
2
Mendorong terjadinya MOU antara Pengelola Gudang dan Kelompok/Gapoktan/Koper easi serta dengan PT/BUMN yang telah mempunyai Sertifikasi Pengelola Gudang
Mengupayakan MOU antara Pengelola Gudang dan Kelompok/Gapoktan/ Kopereasi serta dengan PT/BUMN termaksud
Membuat MOU dengan Kelompok/ Gapoktan/ Koperasi dan dengen PT/BUMN
3
Menyeleksi calon Penerima Bantuan Modal Usaha
Membantu Pengelola Gudang untuk melengkapi persyaratan Administrasi maupun teknis.
Melengkapi persyaratan sesuai dengan JUKLAK
4
Memverifikasi calon kelompok sasaran
-
-
Identifikasi Gapoktan/Koperasi Kelompoktani dan Pengelola Gudang a. Tim Persiapan Pembentukan Pusat Pangan (Food Center) atau P4 Jawa Barat bersama Tim Teknis Kabupaten melakukan pemetaan atau
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
41
identifikasi Gapoktan/Koperasi/Kelompoktani yang akan dilibatkan dalam Uji Coba Pengembagan Food Center; b. Tim P4 melakukan diskusi focus group dengan Timdan Pemda Kabupaten untuk untuk menjelaskan maksud dan tujuan Uji Coba Pengembangan pusat pangan (Food Center) Jawa Barat; c. Tim P4 Provinsi Jawa Barat bersama Tim Kabupaten melaksanakan verifikasi data base yang dimiliki kelembagaan Gapoktan/Koperasi dan Kelompoktani sebagai calon pelaksana Uji Coba. Adapun data base yang diperlukandan harusada adalah sebagai berikut : Persyaratan Pengelola Gudang adalah : - Mempunyai kepengurusan yang masih aktif (Koperasi maupun Swasta) - Mempunyai pengesahan dari Bupati - Badan Hukum atau Akta Notaris Pendirian (untuk Koperasi) - Laporan RAT dua tahun terakhir berturut-turut - Kemitraan dengan Bulog dan pasar sejenis lainnya - Tidak sedang menghadapi persoalan hukum - Tidak mempunyai persoalan tunggakan kredit dengan perbankan - Memiliki fasilitas pergudangan gabah/beras berkapasitas 1.000 ton milik Koperasi - Sanggup bekerjasama dengan Gapoktan/Kelompoktani/petani dalam memfasilitasi pengadaan gabah sejumlah minimal 1.000 ton GKP yang dikelolanya sebagai
Uji Coba Pengembangan Food Center Jawa
Barat - Menyatakan
kesanggupan
bahwa
Pengelola
Gudang/Koperasi
nantinya disertifikasi sebagai gudang peserta Sistem Resi Gudang sesuai perundang-undangan yang berlaku - Menyatakan kesanggupan untuk menunjuk pengelola gudang yang terpisah dari pengurus koperasi untuk mendukung pelaksanaan Uji Coba Pengembangan Food Center
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
42
- Menyatakan
kesanggupan
untuk
melaksanakan
ketentuan
dan
pedoman yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait dalam pelaksanaan Uji Coba Pengembangan Food Center Jawa Barat dengan pendekatan pola Sistem Resi Gudang. 4.7. Sosialisasi, Bimbingan Teknis , Pelatihan Dipahami bahwa, hasil kajian pengembangan food center yang selanjutnya dielaborasi oleh Tim Persiapan Pembentukan Food Center Jawa Barat, merekomendasikan perlu adanya uji coba Pengembangan Model Kelembagaan Pangan Food Center di lapangan dengan pendekatan penerapan pola Sistem Resi Gudang Sebelum uji coba itu diimplementasikan, diawali dengan tahapan identifikasi dan pertemuan partisipatif dan simulasi agar semua komponen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan uji coba sistem Food Center dengan pendekatan pola Sistem Resi Gudang memahami dan mengerti. Unsur kelembagaan dan stake holders yang akan dilibatkan dalam uji coba, diharapkan menyadari dan berperan aktifsesuai tugas dan fungsinya. Unsur atau kelembagaan yang akan dilibatkan dalam simulasi adalah sebagai berikut : 1. Kelompoktani sebagai pemilik komoditi, dalam hal ini gabah 2. Pengelola gudang sebagai pihak yang akan membeli, menyimpan, menerbitkan resi dan menjual (mengeksekusi) gabah 3. Pengurus Koperasi dan atau Gapoktansebagai lembaga yang menyiapkan dan menunjuk pengelola gudang 4. PT. KBI sebagai lembaga yang meregistrasi resi gudang 5. PT. Bank Rakyat Indonesia Wilayah Jawa Barat di 9 Kabupaten, sebagai lembaga keuangan yang berperan memfasilitasi pembiayaan Sistem Resi Gudang 6. PT. Pertani di 9 Kabupaten
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
43
7. PT. KBI sebagai lembaga Pusat Registrasi 8. BAPPEBTI sebagai badan pengawas 9. Perum Bulog di 9 Kabupaten yang akan berfungsi sebagai lembaga sertifikasi produk (penentuan kadar air, kelayakan gudang dansebagainya) 10. UPT Penyuluh Pertanian dan Penyuluh 11. Dinas/Badan/Lembaga yang terkait dalam pengembangan pangan. 4.8. Penetapan Pengelola Gudang/Sasaran Kelompok
penerima
manfaat/sasaran
ditetapkan
dengan
SK
Gubernur/Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat. Kelompok sasaran yang telah ditetapkan membuka rekening tabungan pada Bank terdekat dan memberitahukan kepada Pengguna Anggran (PA) dan atau kepada Kuasa Penguna Anggran (KPA) atas usulan (P2K) Propinsi. 4.9. Penyusunan Rencana Usaha Pengelola Gudang (RUPG) Penyusunan RUPG dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh
kepengurusan pengelola gudang, kelompok/gapoktan/koperasi yang
melaksanakan MUO, difasilitasi oleh aparat kabupaten. Rencana yang disusun oleh Pengelola Gudang adalah perencanaan pengelolaa gudang selama satu tahun yang mencakup waktu rencana pemanfaatan gudang, rencana kerjasama dengan kelompoktani/gapoktan/koperasi sebagai mitra yang akan menyimpan gabah/beras/jagung,
rencana pemeliharaan barang di dalam gudang, rencana
penguatan kelembagaan pengelola gudang (sertifikasi) dan renvcana kebutuhan biaya. RUPG tersebut diverifikasi oleh Badan/Dinas/Instansi yang menangani ketahanan pangan dan Tim Food Center di provinsi yang merupakan syarat pencairan dana. 4.10.
Mekanisme Pencairan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat memfasilitasidana dalam rangkauji coba sebagaiberikut :
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
44
1. Menyediakandana untuk pengadaan gabah kering panen senilai Rp. 450.000.000,- (empa ratus lima puluh juta rupiah) untuk 9 Pengelola Gudang; 2. Menyediakan
dana
untuk
koordinasi
dalam
bentuk
pertemuan
perencanaan partisipatif di 9 Kabupaeten uji coba di lapangan 3. Menyediakan dana pertemuan teknis dalam rangka pematangan hasil uji coba dan penentuan format kelembagaan pusat pangan (food center) 4. Menyediakan dana untuk sewa kendaraan uji coba; 5. Pembinaan
teknis,
monitoringdanevaluasi
(Provinsi)dan
harapan
dukungan dana dari Kabupaten. SkProses pengajuan dan pencairan dana bantuan sosial dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. RUPG yang telah disusun oleh Pengelola Gudang dan ditandatangani ketua dan manajer Gudang; b. Pengelola Gudang memberitahukan nomor rekening tabungan kepada Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguana Anggaran (KPA) di propinsi c.
Pengelola Gudang mengusulkan RUPG kepada Kepala BKPD (PA) / Kepala Bidang (KPA) setelah diverifikasi oleh aparat propinsi.
d. PA/KPA meneliti RUPG tersebut dan mengusulkannya ke Gubernur; e. Gubernur menerbitkan SK Penetapan Pengelola Gudang f.
KPA mengajukan SPM-LS kepada KASDA dengan melampirkan : 1) SK Gubernur/Kepala Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang penetapan Pengelola Gudang. 2) Rekapitulasi RUPG dengan mencantumkan: - Nama Koperasi sebagai Pengelola Gudang - Nama Ketua Koperasi sebagai Pengelola Gudang - Nama Anggota Pengelola Gudang - No Rekening atas nama ketua Koperasi sebagai Pengelola Gudang - Nama bank - Jumlah dana dan susunan keanggotaan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
45
3) Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua Koperasi sebagai Pengelola Gudang dan diketahui oleh KPA 4) Surat Perintah Kerjasama (SPK) antara PPK dengan Pengelola Gudang tentang pemanfaatan dana. g. Atas dasar SPP-LS, selanjutnya Biro Keuangan menyampaikan SPM-LS ke Kasda Provinsi Jawa Barat. h. Biro Keuangan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sesuai ketentuan dan aturan per Undang-Undangan. Dana bantuan sosial untuk modal usaha pengelolaan gudang merupakan dana bantuan pemerintah provinsi Jawa Barat yang digunakan sebagai dana untuk pengembangan usaha pengelolaan gudang yang mampu membantu kelompoktani/gapoktan/koperasi
sehingga
mau
dan
gabah/beras/jagung melalui pola TJ dan atau SRG
mampu
menyimpan
yang juga stimulan
permodalan untuk usaha pengelolaan lumbaung. Dana tersebut disalurkan melalui perbankan yang ditunjuk sebagai penyalur dana penguatan modal kepada kelompok sasaran di sekitar lokasi gudang yang dijadikan model pengembangan system TJ dan atau SRG yang telah ditetapkan. Dana yang telah diterima oleh pengelola gudang dapat digunakan untuk 1) meringankan biaya sewa gudang bagi
kelompok/gapoktan/koperasi yang
menyimpan gabah/beras/jagung, 2) juga dapat dimanfaatkan untuk uang muka/pinjaman kelompok/gapoktan/koperasi yang menyimpan gabah di gudang maksimal sebesar 5 % dari total nilai barang yang disimpan, 3) dan atau digunakan untuk menunjang aktifitas kegiatan usaha pengelola gudang yang dianggap penting dan mendesak. 4.11. Mekanisme Pengelolaan Gudang dan Food Center Propinsi melakukan verifikasi untuk mengetahui kesesuai antara RUPG dengan realisas pemanfaatan dana bantuan permodalan tersebut oleh Kabupaten dan Pengelola Gudang harus dilaporkan ke Provinsi. Untuk mengendalikan dan meningkatkan manfaat dari kegiatan termasud kabupaten
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
46
wajib melakukan pembinaa , monitoring dan melakukan evaluasi dan hasil monitoring tersebut harus dilaporkan kepada Provinsi. Mekanisme dan alur pembinaan kegiatan Food Center adalag sebagai berikut : Pembentukan Tim Food Cebter Prov
Menyusun Juklak
KPA
SPM-LS
Seleksi Kabupaten dan Pengelola Gudang
Verifikasi Pengelola Gudang oleh propinsi dan Kabupaten
Biro Keuangan
Diverifikasi oleh propinsi SP2D Didampingi petugas Kab. Menyusun RUPG
Penetapan Kelompok oleh Propinsi Kelompok Sasaran
Membuka rekening di Bank •
Bank terdekat
Pencairan dana
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
47
BAB V PEMANTAUAN, PENGENDALIAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pemantauan dan Pengawasan pelaksanaan Uji Coba merupakan keharusan yang mesti dilakukanoleh Tim Food Center maupun BKP Jawa Barat serta Pemda Kabupaten setempat (9 Kabupaten) yang dijadikan lokasi ujicoba. Hal yang krusial adalah pada saat pengadaan dan penyerahan gabahkepada Koperasi/Gapoktan. Tahap berikutnya yang perlu mendapat pengawasan ketat adalah pada saat mutasi barang/gabah dari Koperasi/Gapoktan menuju gudan. Barang mungkin tidak sekaligus diangkut ke gudang, tetapi bertahap. Oleh karena itu, perlu dicatat serinci mungkin agar tonase gabah yang masuk ke gudang sesuai ketentuan yaitu 1.000 ton setiap gudang sehingga menjadi 9.000 ton, dimana
sewa
gudangnya
di
fasilitasi
oleh
Pemprov
Jabar
milik
Koperasi/Gapoktan/Kelompok/petani. Demikian juga pada saat eksekusi (penjualan) gabah oleh pengelola gudang dengan persetujuan pemilik barang/pemegang resi gudang dapat harus diawasi secara seksama, serta ke depan diharapka agar pemilik maupun pengelola gudang dapat menjual ke Pasar Lelang Komoditas Agro Jawa Barat di Jalan Sampurna Bandung. (Blanko pelaporan terlampir).
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
48
BAB VI PENUTUP
Demikian beberapa hal pokok yang dapat dituangkan dalam pedoman ini sebagai landasan pelaksanaan Uji Coba Pengembanga Food Center di Jawa Barat. Hasil akhir dari Uji Coba ini dijadikan sebagai salah satu rekomendasi menentukan bentuk atau format kelembagaan food center yang akan dikembangkandi Jawa Barat. Terdapat Substansi meningkatkan efesiensi pendistribusian komoditi pangan untuk mendapatkan nilai tambah dan daya saing yang baik komoditi itu sendiri maupun bagi petani dan pelaku usaha yang terlibat.
Bandung, Januari 2011 KEPALA BADANKETAHANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT,
Ir. LUCKI RULYAMAN. D, MS Pembina Utama Muda/IV D NIP. 19540404 198203 1 018
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
49
Tabel 1. LAPORAN PERKEMBANGAN KEGIATAN TUNDA JUAL (TJ) DAN ATAU SISTEM RESI GUDANG (SRG) Periode Bulan.................... Tahun 2011 Pengelola Gudang :.......................................... Kabupaten :........................................... NO Tanggal Nama Jenis Volume Nomor Pemanfaatan Masuk Pemilik Barang Barang Resi Resi (Volume/Tonase) Barang (Ton) Anggunan Pasar Jual Bank Lelang Bebas
................................,Tgl, Bulan dan Tahun Pengelola Gudang
Nama Jelas (.........................................) Jabatan
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
50
Pedoman Teknis Pengembangan Food Center dan Sistem Resi Gudang
51