PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PADA PASIEN STROKE

Download itu discharge planning harus diberikan sejak pasien dirawat untuk meningkatkan ... meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan kualitas hi...

0 downloads 384 Views 54KB Size
PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PADA PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAIONEL ABIDIN IMPLEMENTATION DISCHARGE PLANNING FOR PATIEN IN INPATIEN NEUROLOGICAL DISEASES OF dr. ZAINOEL ABIDIN GENERAL HOSPITAL

Anisah Ulfah1; Ahyana2 1 2

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Bagian Keilmuan Keperawatan medikal bedah Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail: [email protected] ; [email protected]

ABSTRAK Stroke merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya tinggi di dunia. Pasien pasca stroke memerlukan perhatian khusus karena masa pemulihannya akan berlangsung lama, dan mengalami gejala sisa. Oleh karena itu discharge planning harus diberikan sejak pasien dirawat untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga, sehingga mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi kekambuhan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan discharge planning pada pasien stroke di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jenis penelitian ini deskriptif eksploratif dengan desain cross sectional study dan menggunakan metode consecutive sampling terhadap 30 responden dengan criteria yang sesuai dengan sampel penelitian.. Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univariat, dan alat pengumpulan data berupa kuesioner. Hasil penelitian didapatkan gambaran pelaksanaan discharge planning pada pasien stroke berada pada kategori baik yaitu sebanyak 23 orang (76,7%). Perawat dan tim medis diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan discharge planning khususnya pada pasien stroke untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan kualitas hidup pasien stroke. Kata Kunci : Stroke, Discharge Planning

ABSTRACT Stroke is one of the most prevalence diseases in the world. The post-stroke patients often suffer certain symptoms and they need special attention because the recovery period will be long. Overcoming these stroke patients is the responsibility of all parties, both from health workers and also the family. To keep patient health’s stability and increase the knowledge of the patient and family, the treatment needs continuity and the discharge planning must be well planned. The purpose of this research is to figure out the implementation of discharge planning of stroke patients at RSUD dr. Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh. This research is a descriptive explorative research using the crosssectional study design and the consecutive sampling method on 30 respondents. The data in this research is by using univariat analysis and the tool of data is by using the questionnaire. The research result shown an overview of the implementation in discharge planning in stroke patients are at a good category based on 23 patients (70.7%). The nurses and medical team are expected to maintain and improve the discharge planning services, especially for the stroke patients in order to improve the quality of nursing care and life hope of stroke patients. Keywords : Stroke, Discharge Planning

1

PENDAHULUAN Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak akibat gangguan suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2010, p.177). Stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada orang dewasa di Amerika Serikat. Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional adalah 750.000 pertahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren. Angka kejadian stroke di antara orang Amerika keturunan Afrika adalah 60% lebih tinggi daripada orang Kaukasian (Broderick et al., 2001 dalam Price & Wilson 2005, p.1106). Berdasarkan data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013, prevalensi stroke di Indonesia 12,1% per 1.000 penduduk. Prevelensi stroke tertinggi terdapat di Sulawesi Utara yaitu 10,8% per 1.000 penduduk dan prevelensi terendah terdapat di Papua sebesar 2,3% per 1.000 penduduk. Sedangkan untuk provinsi Aceh sebesar 6,6% per 1.000 penduduk dan menempati urutan ke-14 di Indonesia (Rikesdas, 2013, p.92). Menurut data awal yang didapatkan pada tanggal 18 Februari 2016, stroke merupakan kategori 10 besar penyakit yang paling tinggi angka kejadiannya. Jumlah pasien stroke yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2015 mencapai 789 orang. Proses penyembuhan dan rehabilitasi pada pasien stroke dapat berlangsung dalam waktu yang lama serta membutuhkan kesabaran dan ketekunan pasien dan keluarga. Pasien akan membutuhkan pelayanan kesehatan profesional yang mana bergantung pada penurunan neurologis spesifik yang disebabkan oleh stroke (Smeltzer & Bare, 2002, p.2143). Penelitian experimental yang dilakukan oleh Upik Rahmi (2011) membandingkan pengaruh pemberian discharge planning terstruktur di RS AlIslam dengan discharge planning rutin di RS Al-Ihsan Bandung terhadap kualitas hidup

pada 44 pasien stroke iskemik, didapatkan hasil bahwa pasien stroke iskemik yang dilakukan discharge planning terstruktur memiliki peluang 20 kali lebih besar untuk memiliki perubahan kearah kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan tanpa dilakukan discharge planning. Timby (2009, p.169) mengatakan bahwa perencanaan pulang pasien membutuhkan identifikasi kebutuhan pasien. Tenaga medis harus menentukan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sumber daya masyarakat yang dibutuhkan pasien untuk mempertahankan derajat kesehatanya. Dalam penerapan discharge planning perawat berkerja sama dengan dokter dan tenaga medis seperti ahli gizi, farmasi dan terapis. Berdasarkan studi pendahuluan pada pasien stroke/keluarga di Ruang Rawat Inap Geulima I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 19 Februari 2016, 4 dari 5 pasien/keluarga menyatakan informasi yang diberikan masih terbatas dan hanya diberikan pada saat pasien pulang. Mengingat pentingnya pelaksanaan discharge planning terutama pada pasien stroke, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pelaksanaan discharge planing pada pasien stroke di Ruang Rawat Inap Geulima I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

METODE Metode penelitian adalah deskriptif eksploratif, dengan desain cross sectional study. Sampel adalah semua pasien stroke yang dirawat di ruang saraf RSUDZA Banda Aceh dengan kriteria inklusi: pasien sadar, pasien tidak mengalami depresi, pasien tidak mengalami gangguan komunikasi (afasia sensorik), pasien tidak mengalami gangguan memori dan pasien dengan hari rawatan terakhir di Ruang Rawat Inap Geulima I Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2

HASIL Didapatkan 30 responden memenuhi kriteria inklusi.

yang

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan discharge planning (n=30) Pelaksanaan f % Disharge Planning Baik 23 76,7 Kurang Baik 7 23,3 Pada tabel 1, terlihat bahwa pelaksanaan discharge planning pada pasien stroke berada pada kategori baik sebanyak 23 orang (76,7%). Hasil pengkategorian tiap-tiap subvariable discharge planning adalah sebagai berikut. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan discharge planning terkait pengetahuan (n=30) Pengetahuan f % Baik 26 86,7 Kurang Baik 4 13,3 Pada tabel 2, dapat diketahui bahwa pelaksanaan discharge planning terkait tahap I pengetahuan (health teaching) pada pasien stroke sebagian besar pada kategori baik sebanyak 26 orang (86,7%) dan kurang baik sebanyak 4 orang (13,3%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan discharge planning terkait tindakan (n=30) Tindakan f % Baik 28 93,3 Kurang Baik 2 6,7 Pada tabel 3, dapat diketahui bahwa pelaksanaan discharge planning terkait tahap II tindakan (treatment) pada pasien stroke sebagian besar pada kategori baik sebanyak 28 orang (93,3 %) dan kurang baik sebanyak 2 orang (6,7%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan discharge planning terkait pecengahan berulang (n=30) Pencegahan f % Berulang Baik 25 83,3 Kurang Baik 5 16,7 Pada tabel 4, dapat diketahui bahwa pelaksanaan discharge planning terkait tahap III Pencegahan Berulang (Medication, Environment, Diet) pada pasien stroke sebagian besar pada kategori baik sebanyak 25 orang (83,3 %) dan kurang baik sebanyak 5 orang (15,7%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan discharge planning terkait pertemuan keluaga (n=30) Pertemuan f % Keluarga Baik 17 56,7 Kurang Baik 13 43,3 Pada tabel 5, dapat diketahui bahwa pelaksanaan discharge planning terkait tahap IV pertemuan keluarga (medication, diet) pada pasien stroke sebagian besar pada kategori baik sebanyak 17 orang (56,7%) dan kurang baik sebanyak 13 orang (43,3%). Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan discharge planning terkait rencana tindak lanjut (n=30) Rencana f % Tindak Lanjut Baik 29 96,7 Kurang Baik 1 3,3 Pada tabel 6, dapat diketahui bahwa pelaksanaan discharge planning terkait tahap V rencana tindak lanjut (outpatient referal) pada pasien stroke sebagian besar pada kategori baik sebanyak 29 orang (96,7 %) dan kurang baik sebanyak 1 orang (3,3%).

3

PEMBAHASAN Pelaksanaan discharge planning pada pasien stroke Berdasarkan tabel terlihat bahwa pelaksanaan discharge planning pada pasien stroke di Ruang Rawat Inap Geulima I berada pada kategori baik sebanyak 23 orang (76,7%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Haryono, dkk (2008) tentang gambaran pelaksanaan discharge planning pada pasien diabetes mellitus terhadap 20 pasien dan 20 perawat, hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan discharge planning pasien diabetes mellitus di IBNA I RSUP Dr. Sarjitp Yogyakarta baik menurut pasien dan perawat dalam kategori baik. Discharge planning dilakukan secara maksimal membutuhkan pengetahuan yang cukup tentang discharge planning itu sendiri oleh tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan pengetahuan merupakan salah satu domain yang penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Dalam penelitian ini perawat, dokter dan tim medis lainnya telah memberikan discharge planning kepada pasien stroke dimulai saat pasien pertama memasuki ruang rawatan. Perawat di ruang Geulima I juga menyatakan pernah mendapatkan pelatihan bagaimana pelaksanaan discharge planning secara tepat dan benar kepada pasien, khususnya pasien stroke. Berdasarkan tabel 2 tahap I pengetahuan (health teaching) berada pada kategori baik dengan frekuensi sebanyak 26 orang (86,7%). Berdasarkan hasil penelitian ini berarti masih ada pasien yang belum mendapatkan discharge planning aspek pendidikan kesehatan sebanyak 7 responden (23,3%) yang mana akan memungkinkan pasien tidak mengetahui hal-hal yang harus dilakukan setelah pasien pulang. Namun sebagian besar pasien menyatakan dokter dan perawat telah memberikan informasi terkait penyakit stroke yang mana informasi tersebut

akan memberikan dampak positif bagi pasien terutama dalam meningkatkan pengetahuan pasien tentang pencengahan stroke berulang. Berdasarkan tabel tahap II terkait tindakan (treatment) berada pada kategori baik sebanyak 28 orang (93.3%). Ketika pasien diperbolehkan untuk meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan, perawat harus memastikan bahwa pengobatan dan tindakan latihan fisik yang diberikan perawat dapat berlanjut setelah pasien pulang. Pasien harus mengetahui tujuan berbagai tindakan tersebut dan mampu mendemonstrasikan secara benar. Intervensi atau tindakan keperawatan terkait kegiatan discharge planning diberikan dengan tujuan untuk membantu mempersiapkan pasien dan keluarga merawat pasien serta pendukung yang lainnya hingga dapat menunjang perbaikan di rumah sampai pasien di rumah (Bullecheck, Butcher & Docterman, 2008 dalam Wahyuni, Nurrachmah, & Gayatri, 2012). Aktivitas fisik, khususnya latihan yang meningkatkan kekuatan dan keseimbangan tungkai bawah, dapat membantu agar pasien tidak mudah jatuh. Apabila timbul masalah spastisitas (kekakuan) otot setelah stroke, hal tersebut dapat dikurangi dengan memanaskan atau mendinginkan atau dengan latihan perenggangan (ROM) pasif dan aktif pada rentan gerakan yang biasanya dilakukakan oleh otot atau sendi yang terkena (Gordon, 2000, p.28). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Marza (2013) dengan judul dukumentasi asuhan keperawatan pada pelaksanaan range of motion pasien stroke di ruang rawat inap saraf Rumah Sakit Daerah dr. Zaionoel Abidin Banda Aceh, dalam penelitian tersebut menunjukkan dokumentasi pelaksanaan ROM pada pasien stroke berada pada kategori baik yaitu 67%. Gangguan bicara seperti disfasia atau afasia dialami sekitar 25% penderita stroke. Beberapa penderita bahkan 4

kehilangan sama sekali kemampuannya untuk bicara (Suwantara, 2004) Menurut Agustina, dkk (2009) sebagai upaya untuk mencegah pasien stroke terkait masalah komunikasi verbal yang terganggu, pasien stroke membutuhkan adanya bantuan untuk terapi bicara. Selain itu sebagian pasien stroke yang diobservasi menunjukkan masalah dengan fungsi menelan. Dalam hal ini, pemasangan sonde merupakan intervensi yang harus diberikan selama klien masih mengalami masalah makan. Berdasarkan penelitian Robbins, Stephanie, Jacqueline, Angela, Gentry, et al. (2007, p. 154) dikatakan bahwa ada peningkatan yang significant pada tekanan isometrik dengan menggunakan alat ukur IOPI yang di letakkan di bagian atas lidah (minggu 4, P < ,001; mingu 8 P < ,001 dan bagian belakang lidah (minggu 4, P < = 0,1; minggu 8 P < ,001. Persentase total terbesar yang diraih selama 4 minggu latihan untuk kedua bagian lidah, 63% lidah bagian depan dan 76% lidah bagian belakang). Penelitian ini disimpulkan bahwa pasien stroke dengan dysphagia dapat meningkatkan kekuatan lidah (menelan) selama 8 minggu program latihan isometric pada lidah. Bantuan untuk pemenuhan ADL (Activity Daily Living) juga dipandang sebagai kebutuhan yang penting untuk dipenuhi pasien stroke (Agustina, dkk, 2009). Penelitian terkait yang dilakukan Shofiana (2014) terhadap 30 responden, didapatkan hasil bahwa ada hubungan persepsi perawat tentang manfaat discharge planning dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penelitianya juga dijelaskan pada item tindakan dalam mempersiapkan pasien dan keluarga yang dilakukan sebelum hari pemulangan pada 17 pasien (100%) berada dalam ketegori baik sebanyak 11 pasien (64,7%). Berdasarkan tabel 4 tahap III terkait pencegahan berulang (medication,

environment, diet) berada pada kategori baik sebanyak 25 orang (83,3%). Pada penelitian ini pasien menyatakan bahwa perawat memeriksa ulang instruksi pemulangan dokter, melakukan intruksi pengambilan obat-obatan dan menjelaskan tentang bagaimana pemberian obat dengan prinsip pemberian yang benar, memberikan materi mengenai perubahan lingkungan rumah yang baik bagi pasien stroke, khususnya untuk mencegah jatuh dan menanyakan kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus (kursi roda) berkaitan dengan perawatan pasien. Lebih dari setengah pasien menilai pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat kategori baik. Berdasarkan tabel 5 tahap IV terkait pertemuan keluarga (medication dan diet) pada pasien stroke yang diperlihatkan pada tabel 5.6 berada pada kategori baik sebanyak 17 orang (56,7%). Menurut Friedman 2000 keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggotanya. Dukungan keluarga pada pasien stroke sangat dibutuhkan untuk mencapai proses penyembuhan/ pemulihan. Ketidaktahuan pihak keluarga akan mempengaruhi perubahan system keluarga yang dapat menghambat proses penyembuhan dan berdampak negatif terhadap keutuhan rumah tangga (Moser & Riegel 2008 dalam Wahyuni, dkk 2012 ). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perawat telah memberikan informasi terkait dukungan keluarga seperti membantu pasien stroke untuk melakukan kegiatan sehari-hari pasca stroke. Menurut penulis pasien stroke sangat membutuhkan perhatian dan bantuan yang berasal dari orang-orang terdekatnya (keluarga) baik saat di rawat di ruang rawat maupun saat telah pulang ke rumah. Berdasarkan tabel 6 tahap V terkait rencana tindak lanjut (outpatient referal) berada pada kategori baik dengan frekuensi sebanyak 29 orang (96,7%). Dalam penelitian pada tahap ini pelaksanaan discharge planning yang 5

dilakukan perawat berada pada kategori baik dimana sebelum pasien dan keluarga meninggalkan rumah sakit perawat mengingatkan kembali kepada keluarga untuk memahami keterbatasan pasien sehingga harus lebih sabar dalam melakukan perawatan dirumah. Mereka juga menyatakan bahwa perawat dan dokter mengingatkan pasien dan keluarga untuk datang kembali ke rumah sakit untuk melakukan kontrol kondisi pasien sesuai jadwal yang ditetapkan.

KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pelaksanaan discharge planning pada pasien stroke di Ruang Rawat Inap Geulima I Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berada pada kategori baik sebanyak 23 orang (76,7%). Adapun saran untuk instansi pelayanan kesehatan adalah diharapkan pada petugas kesehatan agar mempertahankan dan meningkatkan pelayanan discharge planning khususnya pada pasien stroke sehingga dapat mempertahankan kesehatan pasien ketika telah pulang dari rumah sakit.

REFERENSI Agustina, H. R., Ayu, P. P., & Irman, S. (2009). Kajian kebutuhan perawatan di rumah bagi klien dengan stroke di rumah sakit umum daerah cianjur. Diakses pada tanggal 10 November 2015 http://www.scribd.com/doc/399970 61/Kebutuhan-Perawatan-DiRumah-Pasien-Stroke#scribd Haryono, R., Christantie, E., Khudazi, A. (2008). Gambaran pelaksanaan discharge planning pada pasien diabetes mellitus. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3, 98-103. Marza, R. (2013). Dukumentasi asuhan keperawatan pada pelaksanaan range of motion pasien stroke di ruang rawat inap saraf rumah sakit daerah dr. zaionoel abiding banda aceh 2013. Skripsi: Fakultas

Keperawatan Universitas Syiah Kuala Price, S. A. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (Vol. 2, ed. 6). Jakarta: EGC Rahmi, U. (2011). Pengaruh discharge planning terstruktur terhadap kualitas hidup pasien stroke iskemik di RSUD Al- Ihsan dan RS Al-Islam Bandung. Diakses pada tanggal 30 November 2015, dari http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital /20282707T%20Upik%20Rahmi.pd f. Rikesdas. (2013). Laporan nasional riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013 Diakses tanggal 18 November 2015, dari http://www.depkes.go.id/resources/ download/general/Hasil%20Riskes das%202013.pdf Robbins, J., Stephanie, A. K., Ronald, E. G., Jacqueline, A. H., Angela, L. H., Gentry, LR., et al. (2007). The effects of lingual exercice in stroke patients with dysphagia. Arch Phys Med Rehabil, 10.1016/j.apmr.200.11.002.x Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth (Ed. 8). Jakarta: EGC Smeltzer, S. C. (2010). Keperawatan medikal bedah brunner & suddarth (Ed. 12). Jakarta: EGC Timby, B. K. (2009). Fundamental nursing skills and concepts (9th ed). Malaysia: Imago Wahyuni, A., Nurrachmah, E., & Gayatri, D. (2012). Kesiapan pulang pasien penyakit jantung koroner melalui penerapan discharge planning. Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol 15 no 3 hal. 151-158

6