PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PENGKONDISIAN LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMK PGRI 3 KOTA MALANG The Implementation Of Character Education Trough Conditioning The School Environment At SMK PGRI 3 Kota Malang KARLINA MURPRATIWI Pembimbing : Dr. H. Yudhi Batubara, SH., MH. Dra. Arbaiyah Prantiasih, M.Si. Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan E-mail :
[email protected] ABSTRAK:Pendidikan karakter diartikan usaha pendidikan untuk membentuk sikap yang bertolak pada nilai budaya bangsa yang dilakukan melalui pembelajaran di kelas maupun budaya sekolah (pengkondisian). Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pengembangan pendidikan karakter yang dikondisikan oleh SMK PGRI 3 Kota Malang. Subyek penelitian adalah beberapa stakeholder SMK PGRI 3 Kota Malang, dengan prosedur pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan hasilnya pengembangan nilai karakter melalui pengkondisian lingkungan sekolah di SMK PGRI 3 Kota Malang cukup efektif untuk menumbuhkembangkan nilai karakter pada siswa serta perlu adanya tindaklanjut dalam pembiasaan karakter yang dikembangkan sekolah. Kata Kunci :Pendidikan Karakter, Pengkondisian Lingkungan Sekolah. ABTRACK:Character education meant as the educational effort to built the attitudes which based on the national culture value which done trough teaching and learning activities conditioning and conditioning school‟s environment. The purpose of this research was to describe the development of character education which conditioned by SMK PGRI 3 Malang. The subject of the research was some of the stakeholders of SMK PGRI 3 Malang, and the data collected by used observation, interview, and documentation. The data analized by using descriptive
1
2
qualitative method and the result of the developing characters value through conditioning school environment at SMK PGRI 3 Malang was effective to raised the characters value of the student and it need follow up in the activities which developed in that school. Key word: Character Building Education, Conditioning School‟s Environment Menurut Muslich (2011: 201) karakter bangsa sangat tergantung pada kualitas karakter sumber daya manusianya (SDM). Salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia melalui perbaikan pendidikan. Mengingat sistem pendidikan Indonesia yang ada sekarang hanya berorientasi pada pengembangan kognisi siswa dan kurang memperhatikan aspek afektif sehingga lulusan pendidikan di Indonesia hanya mencetak robot canggih yang unggul dalam kompetisi namun minim rasa empati. Menurut Wynne (dalam Mulyasa, 2012: 3) mengemukakan bahwa karakter yang berarti „to mark‟ (menandai) memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilainilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Selagi karakter dapat dibentuk maka saatnya pemerintah mengupayakan program pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang santun dan bermoral sedini mungkin agar menghasilkan lulusan dengan karakter yang berkualitas. Beberapa waktu terakhir pemerintah sedang mengembangkan program pendidikan karakter sebagai salah satu upaya perbaikan kualitas karakter anak didik. Sekolah mendapat perhatian besar pemerintah dalam peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter sebagai pertolongan pertama pada pembentukan karakter anak yang tidak banyak mendapat pendidikan dari keluarga. Menurut Saptono (2011:
3
24) sedikitnya ada empat alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat pendidikan karakter. Keempat alasan itu adalah: 1) karena banyak keluarga (tradisional maupun nontradisional) yang tidak melaksanakan pendidikan karakter; 2) sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas tetapi juga anak yang baik; 3) kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan; 4) karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan sekedar tugas tambahan bagi guru melainkan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru. Pelaksanaan pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di kelas dengan menyisipkan nilai kaarakter bangsa dalam mata pelajaran maupun melalui pembiasaan budaya sekolah. Pembiasaan karakter melalui budaya sekolah dilakukan dengan mengkondisikan lingkungan sekolah demi terwujudnya keterlaksanaan pendidikan karakter pada siswa.SMK PGRI 3 Kota Malang memiliki ciri khas dalam penataan lingkungan sekolah untuk melaksanakan pendidikan karakter dan cukup efektif dalam membangun karakter siswa terutama sikap disiplin. Sesuai dengan motto sekolah “SUCCESS BY DICIPLINE” pengkondisian sekolah terhadap nilai-nilai disiplin sangat diutamakan. Pengkondisian tersebut dituangkan dalam buku peraturan SMK PGRI 3 Kota Malang yang mengatur jam masuk siswa dengan mengkondisikan, apabila siswa terlambat sekolah akan mendapat sanksi alpa 3 jam pelajaran dan adanya sms gate way yang dikirim kepada nomor orang tua sampai pada surat peringatan yang dikirim ke rumah apabila siswa telah mencapai jumlah alpa tertentu sebagaimana yang dijelaskan pada buku peraturan. Selain itu, bagi siswa yang sakit atau tidak masuk, orang tua wajib datang ke sekolah melakukan perijinan sebab sekolah tidak menerima perijinan melalui surat
4
dokter atau telepon. Hal tersebut dimaksudkan sebagai salah satu bentuk komunikasi sekolah terhadap orang tua. Bentuk komunikasi lainnya adalah adanya guru wali atau istilah lain guru Bimbingan Konseling (BK) di SMK PGRI 3 Kota Malang yang bertugas membimbingdan memberi arahan pada siswa termasuk menjalin komunikasi dengan orang tua siswa perwalian. Adanya intensitas yang tinggi antara pihak sekolah dan orang tua dianggap sebagai bentuk co-parenting sehingga orang tua tidak lagi khawatir pada atau merasa dibohongi oleh anaknya serta meningkatkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah. Beberapa pengkondisian lingkungan sekolah di SMK PGRI 3 Kota Malang tersebut dimaksudkan untuk membiasakan disiplin tinggi pada siswa, menekan perilaku kurang baik seperti membolos, serta mengurangi kecemasan wali murid. Kuatnya sistem pendidikan karakter yang dikembangkan oleh SMK PGRI 3 Kota Malang menjadi fokus penelitian penulis untuk lebih memahami sejauh mana keefektifan pengkondisian tersebut dalam mengembangkan karakter siswa. METODE Penelitian tentang “Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMK PGRI 3 Malang melalui Pengkondisian Lingkungan Sekolah” termasuk dalam pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini mengungkapkan fenomena sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar dalam bentuk kata-kata dan bahasa berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan di lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan penjabaran secara alamiah berdasarkan situasi yang terjadi di lapangan yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya.
5
Dalam penelitian ini peneliti melakukan serangkaian kegiatan mulai dari wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Kemudian peneliti mendeskripsikan dan menganalisa data secara intensif dan terperinci tentang Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMK PGRI 3 Malang melalui Pengkodisian Lingkungan Sekolah. Peneliti ingin mengungkapkan nilai-nilai pendidikan karakter yang dikondisikan oleh SMK PGRI 3 Kota Malang yang berhasil dalam membiasakan karakter baik siswanya tertutama pada nilai kedisiplinan. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah sumber data tidak tertulis yaitu, semua hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan informan yang terpilih melalui kegiatan tatap muka langsung. Informan yang dipilih oleh peneliti adalah kepala sekolah SMK PGRI 3 Malang, bidang proses, bidang kesiswaan, guru mata pelajaran agama, guru wali, wali murid, dan siswa. Sumber data lainnya yaitu,arsip sekolah dan foto dokumentasi hasil penelitian sebagai data tambahan sebagai penguat data utama. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Pendidikan Karakter melalui Pengkondisian Lingkungan Sekolah di SMK PGRI 3 Kota Malang Pertama, SMK PGRI 3 Kota Malang memiliki kriteria khusus terhadap tampilan diri siswa yang meliputi seragam sekolah, model rambut, dan asesoris yang boleh dikenakan di sekolah. Ketentuan terhadap tampilan diri siswa dimaksudkan untuk mendisiplinkan siswa serta untuk keselamatan kerja saat praktikum. Peraturan sekolah yang serupa dengan peraturan di industri bertujuan untuk pembiasaan awal siswa sebelum terjun ke dunia kerja. Temuan penelitian di atas selaras dengan
6
pendapat Lickona (2012: 176) yang menyatakan “hasil disiplin memang menyakitkan dalam jangka pendek tetapi menguntungkan dalam jangka panjang. Dengan disiplin, anak mempunyai patokan dalam berperilaku”. Kedua, SMK PGRI 3 Kota Malang memiliki aturan terhadap jam masuk sekolah. Jam belajar yang dimulai 07.00-15.00 WIB wajib dipatuhi oleh siswa. Penciptaan kondisi disiplin waktu dilakukan sekolah dengan adanya pemberian punishment berupa sanksi alpa 3 jam pelajaran bagi siswa yang terlambat. Temuan penelitian di atas selaras dengan pendapat puskurbuk (2010: 11) “prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan salah satunya melalui pengkondisian yang meliputi penyediaan sarana, keteladanan, serta penghargaan dan pemberdayaan”. Pemberdayaan sekolah dalam bentuk pemberian punishment 3 jam pelajaran tersebut mampu membiasakan siswa lebih disiplin. Ketiga, SMK PGRI 3 Kota Malang mengatur mekanisme perijinan siswa dalam rangka menciptakan kondisi tertib dan disiplin siswa. Mekanisme perijinan juga dimaksudkan untuk menghindari siswa bolos sekolah. SMK PGRI 3 Kota Malang mempunyai proses perijinan dengan melibatkan orang tua siswa langsung. Sekolah tidak menerima perijinan siswa yang tidak masuk dalam bentuk surat dokter maupun telepon yang belum jelas orangnya. Temuan penelitian di atas selaras dengan pendapat Mulyasa (2012: 41) “Dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi siswa jika tidak didukung oleh lingkungan keluarga penanaman nilai-nilai karakter pada siswa akan sulit dikembangkan bahkan perlahan akan hilang. Oleh karena itu
7
sekolah dan keluarga hendaknya bekerja sama secara beriringan membangun kekuatan dalam mengembangkan nilai-nilai karakter siswa”. Keempat, setiap siswa berkewajiban melaksanakan tugas piket sesuai jadwal, bagi yang tidak melaksanakan tugas piket akan diperlakukan sama dengan tidak hadir dan dinyatakan alpa 9 jam pelajaran. Pemberian amanah tersebut untuk menanamkan tanggung jawab pada siswa. Temuan penelitian di atas selaras dengan pendapat Lickona (2012: 196) menyatakan “hal terbaik untuk menanamkan nilai tanggung jawab pada anak dengan memberikan peran pada anak”. Kelima, keterlibatan siswa untuk ikut serta menjaga kebersihan lingkungan sekolahdilakukan sekolah dengan penyediaan sarana sekolah berupa rak piring yang disediakan di kantin sekolah. Sarana tersebut untuk membiasakan siswa bertanggung jawab setiap selesai makan dengan tidak lagi meletakkan piring kotor menumpuk di tangga sekolah. Temuan penelitian di atas selaras dengan pendapat kemendiknas (2010: 17) “pengkondisian suasana sekolah yang bersih didukung oleh fasilitas yang memadai”. Keenam, kegiatan kuliah tujuh menit (kultum) merupakan kegiatan keagamaan yang dilaksanakan setiap Jumat pagi minggu kedua. Kegiatan kultum berisi ceramah agama yang disampaikan oleh guru agama dengan jadwal bergantian. Kultum yang berlangsung selama 15 menit bertujuan untuk menanamkan nilai religius pada siswa. Sajian materi biasanya mengenai karakter atau adab seorang siswa terhadap orang tua dan guru. Temuan penelitian di atas selaras dengan pendapat Naim (2012: 127) menjelaskan “pengembangan nilai religius dapat terintegrasi
8
melalui pembelajaran maupun melalui kegiatan yang telah diprogramkan oleh sekolah”. Ketujuh, Pada saat pelajaran agama siswa putri diwajibkan memakai kerudung sebagai syarat untuk dapat mengikuti pelajaran. Tim guru agama mengkondisikan siswa putri mengenakan kerudung pada saat pelajaran agama dengan tujuan membentuk siswa yang berkarakter islami. Dalam artian siswa tidak hanya dibimbing secara teori tetapi dipandu untuk mengaplikasikan ilmu agama yang ada. Temuan penelitian di atas selaras dengan pendapat Naim (2012: 124) menyatakan “religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari”. Kedelapan, tim guru agama melakukan pengkondisian siswa dalam menanamkan aspek religius siswa dengan membiasakan siswa melakukan sholat sunnah berjamaah saat pelajaran agama. Pengkondisian Pelaksanaan sholat sunnah berjamaah dilakukan selama satu jam pelajaran yang dipimpin oleh salah seorang siswa. Kesembilan, siswa SMK PGRI 3 Kota Malang tidak memiliki guru kelas maupun guru bimbingan konseling (BK) di sekolah. Posisi guru kelas dan guru BK digantikan oleh guru wali. Setiap minggunya guru wali melakukan bimbingan konseling kepada siswa perwaliannya yang bertujuan untuk menjalin komunikasi yang intens antar siswa dan guru wali serta menciptakan suasana bersahabat. Dengan konseling, siswa akan merasa nyaman di sekolah merasa terperhatikan dapat berbagai cerita terkait kesehariannya terlebih saat mendapat masalah. Kesepuluh, menciptakan karakter bersahabat kepada siswa juga dikondisikan oleh SMK PGRI 3 Kota Malang melalui budaya salaman setiap pagi hari.Temuan
9
penelitian di atas selaras dengan pendapat Amri, Jauhari, Elisah, 2011: 61 “dalam membangun suasana bersahabat sekolah dapat menggunakan kekuatan jabat tangan setiap paginya. Sebisa mungkin posisikanlah sebagai seorang teman bagi siswa baik dalam keseharian, memasuki dunia siswa dengan perkenalan yang bergairah dan penuh rasa empati. Kemudian, SMK PGRI 3 Kota Malang menyediakan fasilitas tempat sampah yang cukup banyak agar siswa tidak membuang sampah sembarangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengkondisikan nilai peduli lingkungan pada siswa. Kendala yang Dihadapi Terhadap Nilai Karakter yang Dikembangkan dalam Pengkondisian Lingkungan Sekolah Kendala yang dihadapi terhadap nilai karakter yang dikembangkan melalui pengkondisian lingkungan sekolah di SMK PGRI 3 Kota Malang diantaranya tampilan diri siswa yang tidak sesuai karena pengaruh lingkungan, adanya siswa yang masih terlambat, kurangnya dukungan orang tua dalam proses pendisiplinan siswa, beberapa siswa yang lalai menjalankan piket, kesadaran siswa untuk meletakkan piring kotor di tempatnya masih minim karena kebiasaan di rumah yang akhirnya terbawa ke sekolah, terbatasnya waktu kultum yang hanya 15 menit disertai siswa yang kurang antusias dalam mendengarkan kultum, siswa yang masih malu dan tidak terbiasa mengenakan kerudung, siswa terutama laki-laki yang sulit dikondisikan untuk melaksanakan sholat sunnah berjamaah, kurangnya waktu bagi guru wali untuk melakukan konseling pada siswa perwalian yang jumlahnya cukup banyak, serta kurangnya kepedulian siswa terhadap kebersihan lingkungan sekolah.
10
Upaya yang Dilakukan oleh Sekolah untuk Mengatasi Kendala Terhadap Nilai Karakter yang Dikembangkan Melalui Pengkondisian Lingkungan Sekolah Upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi kendala terhadap nilai karakter yang dikembangkan melalui pengkondisian lingkungan sekolah adalah: patroli berkeliling sekolah untuk mengingatkan siswa yang tampilan dirinya tidak sesuai peraturan dan dilakukan pengecekan saat salaman pagi hari, siswa yang terlambat diingatkan dan diberlakukan surat peringatan untuk lebih mendisiplinkan siswa, sosialisasi ulang terkait peraturan sekolah kepada orang tua dan adanya keringanan perijinan bagi orang tua yang sibuk atau jauh, siswa yang tidak piket diberikan punishment yang dapat memberikan efek jera pada siswa, dipasang poster tentang larangan meletakkan piring kotor sembarangan, adanya buletin agama mingguan untuk mengatasi kurangnya penyampaian materi saat kultum, pendekatan personal terutama dari guru agama untuk membiasakan siswa berkerudung, pemberian tambahan nilai sikap bagi siswa yang rajin sholat sunnah berjamaah, meningkatkan koordinasi dengan orang tua siswa perwalian untuk memaksimalkan konseling siswa, serta menegur dan mengingatkan berulang-ulang agar tidak membuang sampah sembarangan. PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan paparan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter melalui pengkondisian lingkungan sekolah di SMK PGRI 3 Kota Malang cukup efektif diterapkan dalam membiasakan nilai-nilai karakter terutama nilai disiplin. Namun masih ada beberapa kendala dalam pelaksanaannya, seperti
11
secara teknis terkendala waktu maupun secara personal berasal dari kurangnya kesadaran siswa untuk menjalankan ketentuan dari sekolah. kemudian, untuk mengatasi kendala tersebut sekolah telah berupaya untuk meminimalisir kendala yang ada seperti koordinasi intensif dengan pihak orang tua terkait siswa serta pemberian sanksi sebagai penguatan negatif untuk membangun karakter siswa. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran atau rekomendasi yang diajukan adalah bagi siswa diharapkan pembiasaan karakter di sekolah dapat menjadi kebiasaan sehari-hari siswa tidak semata-mata karena kendali aturan sekolah melainkan lebih pada prinsip hidup dan perbaikan kualitas kehidupan. Sedangkan bagi orang tua diharapkan mendapat respon positif dengan adanya dukungan dari orang tua untuk memberikan teladan pendidikan yang baik pula terhadap anak saat di rumah. DAFTAR RUJUKAN Amri, Sofan., Jauhari, Ahmad., dan Elisah, Tatik. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Kementrian Pendidikan Nasional. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (berdasarkan pengalaman di satuan pendidikan rintisan). Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Badan Peneliti dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
12
Lickona, Thomas. 2012. Character Matter, Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa, H.E. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara. Muslich, Mashur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT Bumi Aksara. Naim, Ngainun. 2012. Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa. Jogjakarta: ArRuzz Media. Saptono. 2011. Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter(Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis). Salatiga: Esensi (Erlangga Group).