PELATIHAN KETRAMPILAN MANAJEMEN MARAH UNTUK AGRESI VERBAL

Download organisasi pembicaraan atau disorgani- sasi perilaku atau perilaku katatonik. ( Nevid, Rathus, & Greene, 2014). Gangguan psikotik singkat in...

0 downloads 438 Views 254KB Size
PELATIHAN KETRAMPILAN MANAJEMEN MARAH UNTUK AGRESI VERBAL ORANG DEWASA DENGAN GANGGUAN PSIKOTIK SINGKAT EFFECTIVENESS OF ANGER MANAGEMENT SKILL TRAINING TO REDUCE VERBAL AGGRESSION ON PERSON WITH BRIEF PSYCHOTIC DISORDER Yanuarty Paresma Wahyuningsih Program Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang Email: [email protected] ABSTRACT The purpose of this study is to test the effectiveness of anger management skill training to reduce verbal aggression level. With a single case design, a 24 years man who had a brief psychotic disorder participated this study. Data were collected by interview, observation, and behavior checklist. Anger management skill training was delivered in six sessions. Data analysis showed that the verbal aggression frequency of the patient decrease, from five times to once a day. Key words: anger management skill training, verbal agression, brief psychotic disorder ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan keterampilan manajemen marah dalam menurunkan tingkat agresi verbal pasien dengan model single case desain. Subjek adalah seorang laki-laki berusia 24 tahun yang mengalami gangguan psikotik singkat. Metode asesmen yang dilakukan pada subjek adalah wawancara, observasi dan behavior checklist. Intervensi yang diberikan adalah anger management skill training yang dilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil dari intervensi ini menunjukkan adanya perubahan yaitu berkurangnya frekuensi agresi verbal dari lima kali sehari menjadi sekali sehari. Kata kunci: manajemen marah, agresi verbal, gangguan psikotik singkat

Psikotik singkat merupakan salah

sasi perilaku atau perilaku katatonik

satu gangguan yang berlangsung dari satu

(Nevid,

hari hingga satu bulan dan ditandai

Gangguan psikotik singkat ini dapat

dengan setidaknya satu dari ciri-ciri

terjadi pada individu di usia muda, yaitu

seperti adanya waham, halusinasi, dis-

antara usia 20 hingga 30 tahun (Kring,

organisasi pembicaraan atau disorgani-

Johnson, Davison, & Neale, 2010).

Rathus,

&

Greene,

2014).

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 67

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Gangguan psikotik singkat merupakan

yang tidak rasional dari lingkungan, yaitu

penyakit akut di mana seorang individu

saat subjek diajak ke pondok pesantren.

mengalami setidaknya salah satu atau lebih

gejala

utama

seperti

vidu dengan gangguan psikotik juga

halusinasi, delusi, disorganisasi dalam

berisiko mengembangkan perilaku agresi,

berbicara

baik

serta

psikosis,

Selain simtom-simtom positif, indi-

perilaku

katatonik

itu

verbal

maupun

nonverbal.

(American Psychiatric Association, 2013).

Adapun faktor risiko tersebut dapat

Gejala-gejala psikotik singkat muncul

dilihat melalui karakteristik kepribadian,

minimal satu hari dan/atau kurang dari

adanya komorbiditas penyakit lain atau

satu bulan (Kring dkk, 2010).

faktor lingkungan (Nederlof, Koppenol-

Gangguan psikotik ini dapat terjadi

Gonzalez, Muris, & Hovens, 2013). Hal

karena adanya kerentanan dari faktor

ini dialami oleh subjek pada kasus yang

kepribadian maupun kegagalan dalam

diceritakana di atas. Agresi verbal yang

mengatasi sumber stres atau masalah

terjadi pada individu dengan gangguan

(Memon & Larson, 2009). Gangguan

psikotik singkat pada kasus tersebut

psikotik pada kasus ini juga terjadi

disebabkan oleh pengaruh faktor ekster-

karena disertai faktor belajar yang salah.

nal. Faktor tersebut adalah kondisi di

Menurut teori belajar, individu melaku-

mana subjek kehilangan pekerjaannya

kan pengamatan terhadap perilaku model

dan merasa kehilangan penguatan berupa

disertai proses penerimaan informasi

dukungan

yang tidak rasional (Bandura, 1977).

mengajaknya ke pondok.

dari

teman

yang

pernah

Setelah mengamati dan melakukan apa saja yang dilakukan oleh model, individu

Gambaran Kasus Subjek

tersebut memperoleh penguatan sehing-

Subjek adalah seorang laki-laki

ga memproduksi perilaku tersebut terus-

berusia 24 tahun dan berdomisili di

menerus (Bandura, 1989). Pada sebuah

Sidoarjo. Sejak lulus dari STM (Sekolah

kasus, seseorang mengalami gangguan

Teknik Menengah), subjek bekerja seba-

psikotik singkat disebabkan oleh proses

gai montir di bengkel. Dinamika terben-

belajar yang salah dari lingkungannya.

tuknya gangguan psikotik singkat pada

Individu tersebut mengalami gejala-gejala

subjek dapat dijelaskan melalui perspek-

positif, seperti delusi, halusinasi dan

tif diathesis stres disertai faktor lainnya,

perilaku katatonik karena adanya proses

yaitu adanya proses belajar yang keliru

penerimaan dan pengolahan informasi

yang dilakukan subjek.

68 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

Berdasarkan

perspektif

diathesis

Setelah bebas dari penjara, subjek

stres, individu dapat mengalami gang-

disarankan oleh orangtuanya untuk tidak

guan patologis seperti psikotik disebab-

lagi menemui teman-teman lama di

kan oleh adanya interaksi antara keren-

tempatnya bekerja dan diminta untuk

tanan genetik, kepribadian dan stresor

menganggur sementara waktu. Subjek

lingkungan (Myin-Germeys dkk, 2001;

kadang masih menemui dan membantu

Brennan & Walker, 2001). Stresor ling-

temannya walaupun itu kemungkinan

kungan yang menjadi salah satu faktor

dapat membahayakan dirinya. Subjek

penyebab

subjek

menyatakan bahwa tidak lama setelah

berawal ketika subjek dipindahtugaskan

kejadian tersebut, subjek memilih untuk

ke pangkalan bengkel yang ada di daerah

menghindari teman-teman dan tempat-

Rungkut Surabaya. Saat pindah ke tempat

tempat mana saja yang sering dikunjungi-

pangkalan tersebut, subjek mulai meng-

nya saat masih bekerja. Kepribadian yang

alami masalah. Teman-teman kerja mem-

tidak stabil disertai buruknya kemam-

fitnah subjek lalu mengadukannya ke bos

puan dalam mengatasi masalah, yaitu

pemilik bengkel hingga akhirnya dipecat.

dengan menghindari situasi penuh tekan-

Setelah dipecat, subjek kemudian ber-

an, semakin memperparah kerentanan

wirausaha dan bekerja sama dengan

individu terhadap gangguan psikopato-

beberapa teman lainnya sebagai tukang

logis seperti psikotik singkat (Ciorner,

servis keliling. Subjek juga bermaksud

Bumbu, & Spinu, 2011). Hal ini tercer-

baik untuk membantu temannya yang

min dalam hasil tes kepribadian (TAT)

tidak bekerja. Keterbatasan biaya menye-

bahwa subjek cenderung suka menolong

babkan subjek dan teman-teman harus

orang lain yang dianggap lemah dan

meminjam peralatan dari bengkel. Sete-

membutuhkan

lah meminjam peralatan, teman-teman

berada dalam posisi membahayakan diri-

kerja subjek merusak dan mencuri per-

nya. Subjek juga cenderung menghindar

alatan tersebut. Tidak mau bertanggung

ketika menghadapi situasi atau konflik

jawab,

yang

gangguan

teman

psikotik

subjek

mengadukan

sangat

bantuannya

meskipun

membuatnya

tertekan.

kepada bos pemilik bengkel bahwa

Kerentanan subjek terhadap gangguan

subjeklah yang mencuri dan merusaknya.

psikotik ini juga disebabkan oleh ketidak-

Akhirnya subjek dimasukkan ke penjara

stabilan dirinya. Hal ini seperti yang

selama dua minggu.

terlihat pada hasil tes kepribadiannya (grafis), yaitu

subjek adalah

pribadi

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 69

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

tertutup, mudah merasa kecewa dan

nasi dan lauk tahu tempe, mengaji tanpa

putus asa, mudah menarik diri, serta

henti dan lainnya, dipelajari subjek

ketidakmampuannya

bersikap

melalui proses pengamatan di lingkungan

tegas dalam mengambil keputusan dalam

pondok pesantren. Sebelum perilaku itu

situasi penuh tekanan.

dipelajari, subjek terlebih dahulu mena-

untuk

Faktor internal berupa kerentanan

uh perhatian pada model yang ada di

kepribadian dan stresor dari lingkungan

lingkungannya (Olson & Hergenhahn,

tersebut semakin diperparah oleh faktor

2008). Subjek merasa takjub terhadap

kesalahan dalam belajar yang dilakukan

teman dekat dan para kyai yang ada di

oleh

ajakan

pondok tersebut lalu mempelajari peri-

temannya masuk ke pondok pesantren.

laku serta mematuhi seluruh perintah

Menurut orangtua subjek, pondok pesan-

mereka.

subjek

saat

mengikuti

tren tersebut terletak di sebuah tempat

Individu juga memperhatikan mo-

yang jauh dari pusat kota dan tidak

del karena perilaku yang pernah dipela-

banyak diketahui masyarakat. Subjek

jari oleh model memberikan penguatan

merasa bahwa masuk pondok adalah

di masa lalu sehingga individu pengamat

cara terbaik agar subjek dapat terbebas

meyakini bahwa perilaku serta proses

dari beban pikiran. Selama berada di

berpikir yang sama akan mendapatkan

pondok,

penguatan

subjek

mulai

mempelajari

pada

situasi

berikutnya

banyak kekeliruan. Meskipun demikian,

(Bandura & Harris, 1966). Hal ini seperti

subjek tetap mengamati dan melakukan

yang dialami oleh subjek yang menaruh

berbagai ritual di pondok tersebut.

perhatian pada para kyai dan teman-

Perspektif behaviorisme mengemu-

teman

karena

model

yang

diamati

kakan bahwa individu dan lingkungan

tersebut memiliki status yang lebih tinggi

merupakan dua hal yang saling berkaitan

dan dihormati.

dan mempengaruhi satu sama lain untuk

Melalui proses mengamati orang

menciptakan sebuah perilaku (Bandura,

lain, individu juga memperoleh penge-

1977). Individu dapat mengalami gang-

tahuan, keterampilan, strategi, sikap dan

guan karena adanya proses belajar dan

kepercayaan. Pembelajaran yang dilaku-

penyerapan informasi yang salah atau

kan oleh subjek terjadi secara alami

tidak rasional dari lingkungan. Perilaku-

dengan cara menerima informasi lalu

perilaku ritual seperti membakar benda

melakukan modifikasi pantas tidaknya

di dalam kamar, makan hanya dengan

subjek melakukan apa yang subjek amati

70 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

dan sesuai atau tidak dengan kebutuhan-

dapat menjauhkannya dari pengaruh jin

nya (Schunk, 2008). Pada saat menjalan-

jahat dan terbebas dari berbagai masalah.

kan seluruh ritual di pondok, subjek tidak

Setelah proses retensi berjalan,

hanya sekadar mengobservasi apa yang

subjek kemudian melakukan representasi

dilihatnya. Subjek juga menerima infor-

terhadap perilaku dan keyakinan model

masi

apabila

yang mendapat perhatian sebelumnya.

subjek mau melakukan semua ritual

Representasi yang dilakukan oleh indivi-

tersebut, maka subjek akan terbebas dari

du pengamat terdiri atas dua jenis, yaitu

berbagai masalah maupun pengaruh jin

dengan membuat simbol atau verbalisasi

jahat.

(Bandura,

dari

temannya bahwa

Informasi

yang

diterima

oleh

1989).

Subjek

melakukan

individu selama proses belajar diproses

representasi dalam bentuk verbalisasi.

secara kognitif. Individu akan bertindak

Perilaku yang dipelajari subjek dari kyai

sesuai dengan informasi tersebut karena

maupun teman-teman di pondok diingat

itu dianggap sebagai kebutuhan dan

oleh subjek dan dianggap sebagai suatu

demi kebaikan dirinya (Bandura, 1989).

proses pembebasan diri dari berbagai

Proses penyerapan informasi ini dapat

masalah. Verbalisasi ini merupakan salah

terjadi karena subjek memiliki kapasitas

satu cara individu untuk menetapkan

intelektual yang cukup baik. Berdasarkan

simbolisasi terhadap aspek penting dari

hasil tes inteligensi (CFIT) diperoleh skor

perilaku model yang diamati ke dalam

106 yang menunjukkan bahwa kapasitas

kata-kata (Feist & Feist, 2006). Repre-

intelektual subjek tergolong rata-rata.

sentasi verbal yang tertanam dalam diri

Kemampuan intelektual yang dimiliki

subjek adalah saat temannya berpesan

subjek membuatnya mampu menyerap

bahwa apabila terjadi konflik dengan

informasi apapun dengan mudah, tetapi

orang lain atau memiliki masalah pribadi

dalam

menyerap

atau keluarga, lebih baik diatasi dengan

informasi yang buruk, salah atau negatif.

melakukan ritual yang sudah dipelajari di

Informasi

pondok.

kasus yang

ini

subjek

salah

ini

kemudian

Dengan

demikian,

subjek

menimbulkan keyakinan irasional pada

menganggap

diri subjek. Hal ini sesuai dengan

terhindar dari berbagai masalah dan

pernyataan yang pernah disampaikan

dijauhkan dari bahaya jin jahat apabila

oleh subjek bahwa subjek berkeyakinan

rutin melakukan ritual tersebut. Proses

bahwa semua ritual yang dijalankannya

representasi pesan yang irasional inilah

bahwa

subjek

akan

yang menyebabkan munculnya delusi

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 71

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

pada subjek. Subjek meyakini bahwa

banyak

subjek adalah utusan yang bertugas

aturan-aturan

melindungi keluarganya dari pengaruh

menghindari kontrol terhadap apa yang

jin jahat.

dilakukan oleh anak (Hoskins, 2014).

menuntut,

tidak

baku

menetapkan

dan

cenderung

Berdasarkan asumsi dari teori bela-

Orangtua tidak pernah berani menuntut

jar sosial, individu kemudian memprak-

subjek untuk menghentikan perilakunya

tekkan perilaku yang sudah diamatinya

karena

ke hadapan orang-orang sekitar (Bandura,

menyerang mereka. Selain itu, subjek

1989). Hal ini seperti yang dilakukan

juga memperoleh dukungan dari teman

oleh subjek. Setelah keluar dari pondok

dekatnya yang sudah memberikan jamin-

dan pulang ke rumah, subjek memprak-

an bahwa subjek beserta keluarganya

tekkan berbagai ritual sebelumnya ke

akan terbebas dari masalah.

dalam

kehidupan

sering

marah

sehari-hari.

takut

apabila

subjek

akan

Subjek

Satu minggu sebelum dimasukkan

sendiri,

ke RSJM, subjek masih tetap melakukan

mengamuk dan mengurung diri kamar-

ritual-ritualnya. Informasi lain yang per-

nya. Subjek juga selalu membaca Al-

nah subjek peroleh dari teman dekat

Qur’an dalam waktu yang lama sehingga

(yang pernah mengajaknya ke pondok)

membuatnya

adalah

atau

lupa

ngomel

sholat

dan

tidak

ada

jin

jahat

yang

sedang

makan. Saat itu, subjek menganggap

menguasai keluarganya. Informasi yang

bahwa perilaku tersebut akan membawa

tidak

kebaikan bagi diri maupun keluarganya

menyebabkan subjek mempercayainya

sehingga akan terhindar dari bahaya.

hingga

rasional muncul

tersebut

kemudian

halusinasi.

Subjek

Beberapa perilaku yang ditiru dari

mendengar seperti ada sebuah bisikan

model semakin memperoleh penguatan

yang menyuruhnya untuk meninju wajah

dari lingkungan. Penguatan yang diper-

ayahnya

oleh individu pengamat dapat berupa

dirasuki jin jahat. Subjek pun benar-

motivasi positif maupun negatif dari

benar menuruti bisikan tersebut dengan

orang-orang sekitar (Feist & Feist, 2006).

meninju wajah ayahnya.

karena

sang

ayah

sedang

Hal ini seperti yang terjadi pada subjek.

Saat awal masuk RSJM, perilaku

Subjek mempertahankan sejumlah peri-

mengamuk dan marah-marah sendiri

laku katatonik tersebut karena didukung

masih sering muncul. Subjek mengatakan

oleh pola pengasuhan orangtua yang

bahwa subjek marah pada kejenuhan

permisif. Orangtua yang permisif tidak

yang subjek rasakan dan menganggap

72 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

bahwa kejenuhan itu akan membunuh-

peka terhadap stimulus internal maupun

nya secara perlahan. Setelah dua minggu

eksternal, mudah marah baik diwujudkan

dirawat di RSJM, gejala-gejala positif

dalam perilaku ataupun melalui verbal.

psikotik singkat yang dialaminya seperti

Beberapa faktor eksternal yang dapat

halusinasi, delusi dan beberapa perilaku

meningkatkan risiko agresi pada individu

katatoniknya sudah tidak lagi muncul.

psikotik antara lain komorbiditas gang-

Satu minggu sebelum dipulangkan ke

guan kepribadian, tidak patuh pada peng-

rumah, agresi verbal subjek muncul

obatan yang diberikan, hiperaktivitas dan

kembali dan hal itu bertahan hingga

pengangguran atau kehilangan pekerjaan

subjek dipulangkan ke rumah. Individu

(Milton, Amin, Singh, Harrison, Jones, &

psikotik juga rentan mengembangkan

Croudace, 2001). Hal ini sesuai dengan

perilaku agresi baik verbal ataupun non-

keadaan subjek di mana subjek pernah

verbal. Perilaku agresi ini disebabkan

kehilangan pekerjaan. Selain itu, perilaku

oleh adanya sindrom agitasi yang dialami

agresi pada subjek ini bertahan karena

oleh tiap individu dengan gangguan

adanya

psikotik (Sachdev & Kruk, 1996). Hal ini

lingkungan. Penguatan negatif tersebut

juga sesuai dengan hasil tes kepribadian

adalah hilangnya dukungan dari teman

yang menunjukkan bahwa meskipun

dekat yang pernah membawanya ke

subjek adalah pribadi yang introvert,

pondok serta tidak adanya dukungan dari

tetapi subjek juga memiliki dorongan

orangtua agar subjek menemui teman-

untuk bertindak agresi ketika terlibat

nya.

dalam sebuah konflik.

tersebut dapat dilihat lebih jelas melalui

Agitasi

tersebut

menyebabkan

penguatan

Dinamika

negatif

permasalahan

dari

subjek

Bagan 1.

individu psikotik mudah gelisah, sangat

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 73

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

External Factors (Stressor):

Internal Factors (Personality): 1. 2. 3. 4.

Mudah kecewa dan putus asa Mudah menghindar dan menarik diri Kurang mampu bersikap tegas Kurang mampu mengambil keputusan dalam situasi penuh tekanan

1. 2. 3.

Difitnah oleh teman saat bekerja di bengkel Dibenci oleh bos pemilik bengkel Diberhentikan dari pekerjaannya

Ikut dengan teman lamanya masuk ke pondok pesantren ilegal

Mengamati, mengingat dan menirukan apa yang diajarkan oleh teman dan kyai di pondok sehingga muncul keyakinan bahwa apabila subjek melakukan semua yang ditirukan tersebut, maka dia dan keluarganya akan terbebas dari pengaruh jin jahat dan terbebas dari berbagai masalah

Simtom 1. Muncul delusi bahwa ia adalah penangkal yang bisa menolong keluarganya dari pengaruh jin jahat. 2. Muncul halusinasi yang memintanya untuk meninju wajah ayahnya karena di dalam diri ayahnya ada makhluk jahat pada saat itu. 3. Perilaku katatonik: a. Mengaji berhari-hari tanpa henti dan tanpa diselingi aktivitas lain. b. Berdiam diri di kamar mandi berjamjam tiap hari 4. Durasi episode gangguan terjadi kurang dari 1 bulan (halusinasi dan delusi muncul tiga minggu sebelum masuk RSJM dan tidak muncul lagi setelah masuk RSJM & mendapat pengobatan)

Gangguan Psikotik Singkat

Behavioral Factors: Temannya mengajarkan bahwa subjek harus mengikuti semua yang diajarkan di pondok pesantren tersebut agar permasalahannya selesai. Hal-hal yang ditiru oleh subjek antara lain: 1. Makan nasi hanya dengan lauk tahu atau tempe 2. Membakar sampah/barang di atas tempat tidur 3. Mengaji satu hari penuh tanpa berhenti 4. Meyakini bahwa dengan menirukan apa yang dilakukan teman, dia akan terbebas dari masalahnya. 5. Makan serpihan batu bata 6. Menghisap batu akik ukuran kecil

Penguatan 1. Teman satu pondok menjanjikan bahwa masalah subjek pasti akan selesai setelah melakukan serangkaian ritual di pondok. 2. Orangtua membiarkan karena takut diserang 3. Tidak ada dukungan sosial (dari temanteman)

Problem Psikologis: Satu minggu setelah pulang dari RSJM, sering marah-marah (mengeluarkan kata bodoh dan membantah dengan intonasi tinggi)

Bagan 1. Dinamika Terbentuknya Gangguan dan Permasalahan

74 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

Pelatihan

Keterampilan

Manajemen

Marah

Berdasarkan uraian di atas, maka pada laporan kasus ini hendak melihat

Salah satu bentuk terapi perilaku

sejauh mana perilaku agresi pada orang

yang digunakan untuk mengurangi agre-

dewasa dengan kasus psikotik ini dapat

si, yaitu dengan teknik Anger Manage-

dikurangi dengan pemberian intervensi

ment Skill Training (Pelatihan Ketram-

Anger Management Skill Training.

pilan Manajemen Marah) yang dicetuskan oleh Novaco (1975). Di dalam Anger

METODE PENELITIAN

Management individu diajarkan untuk mengidentifikasi

hal-hal

yang

dapat

Desain Penelitian

membuatnya marah serta cara untuk

Penelitian ini menggunakan pende-

mengelola pikiran dan perasaan agar

katan kualitatif dengan metode riset aksi

menjadi lebih tenang. Pelatihan Ketram-

(action research) di mana pelaksanaan-

pilan Manajemen Marah ini didasarkan

nya dilakukan dengan siklus mulai dari

oleh teori sosial kognitif yang menjelas-

perencanaan,

kan bahwa perilaku marah atau agresi

observasi, refleksi, rencana ulang, melak-

yang muncul dapat disebabkan oleh

sanakan tindakan selanjutnya dan sete-

proses

rusnya (McKniff & Whitehead, 2002).

belajar

yang

dilakukan

oleh

melaksanakan

tindakan,

individu sehingga individu tersebut perlu

Padak dan Padak (2001) mengemu-

belajar kembali cara-cara mengurangi

kakan bahwa pada terdapat beberapa

atau menahan amarahnya dengan meng-

tahap pada pendekatan actioj research.

amati atau mempelajari perilaku baru

Pertama: tahap perencanaan. Terapis me-

yang lebih positif. Intervensi ketrampilan

rumuskan tujuan yang akan dicapai

manajemen marah ini juga efektif untuk

bersama klien dan menentukan perla-

mereduksi perilaku agresi pada kasus ibu

kuan yang akan diberikan atau dilaksa-

yang memiliki anak ADHD (Valizadeh,

nakan. Terapis mengidentifikasi permasa-

2010), pada kasus individu dengan

lahan yang dialami oleh klien berdasar-

penyalahgunaan zat (Rahmati, Akbar, &

kan hasil wawancara terhadap diri klien

Faghirpoor, 2013), kasus orang dewasa

maupun terhadap keluarga dan orang

dengan

sekitar klien. Terapis juga melakukan

retardasi

mental

(Neetu

&

Ahmad, 2014) dan agresi yang terjadi

pengukuran

pada siswa (Hedayati & Taghiloo, 2015).

verbal klien. Kedua: tahap pelaksanaan

terhadap

tingkat

agresi

tindakan, yaitu memberikan perlakuan

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 75

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Apperception

Test)

yang telah disepakati di awal sesuai

(Thematic

dengan rancangan model intervensi yang

mengungkap dinamika kepribadian da-

telah disusun. Ketiga: Tahap observasi.

lam hubungan interpersonal, dorongan

Pada tahap pengamatan atau observasi,

emosi serta konflik pribadi yang dominan

terapis mengumpulkan informasi tentang

dalam diri subjek. Kelima: Checklist

proses intervensi yang dilakukan dalam

perilaku untuk mengetahui sejauhmana

setiap pertemuan. Hasil observasi diguna-

terjadi

kan sebagai refleksi terhadap berbagai

verbal pada subjek. Keenam: Tes Grafis

kekurangan dalam intervensi yang telah

untuk mengungkap kepri-badian subjek

diberikan. Keempat: Tahap terakhir, yaitu

yang

refleksi yaitu mencari kekurangan atau

permasalahannya.

perubahan

ada

penurun-an

kaitan

untuk

agresi

dengan

hambatan yang terjadi saat pelaksanaan intervensi dimulai pada pra terapi hingga pasca

terapi.

Refleksi

ini

Prosedur Intervensi

dilakukan

Pada kasus ini, intervensi yang

dengan cara terapis dan klien saling

digunakan adalah Pelatihan Ketrampilan

bertukar pikiran mengenai segala hal

Manajemen Marah (anger management

yang berkaitan dengan proses dan hasil

skill

intervensi.

Manajemen Marah (PKMM), yang dipra-

training).

Pelatihan

Ketrampilan

karsai oleh Novaco (1975), adalah suatu Metode Pengambilan Data

bentuk strategi untuk mereduksi perasaan

Ada beberapa metode pengumpul-

emosional dan ekspresi kemarahan yang

an yang digunakan. Pertama: Wawancara

mungkin dapat merusak diri sendiri,

klinis yaitu wawancara yang dilakukan

orang lain serta lingkungan. Ini merupa-

guna mengumpulkan informasi secara

kan

mendalam baik melalui subjek maupun

perilaku yang dilandasi oleh perspektif

orang-orang sekitar subjek. Kedua: Ob-

perilaku kognitif bahwa individu perlu

servasi harian guna mengetahui kondisi

diajarkan cara mengelola emosi dan

subjek di lingkungan sekitarnya.

perilaku amarahnya dengan melakukan

salah

satu

metode

manajemen

Ketiga: CFIT (Culture Fair Intelli-

latihan atau pembelajaran berulang-ulang

gence Test) untuk mengetahui kapasitas

(Novaco, 1975; King dkk, 1999). Strategi

intelektual guna memprediksi seberapa

ini menggabungkan antara terapi psiko-

jauh pemahaman subjek terhadap inter-

logis dan latihan sehingga efektif untuk

vensi yang akan diberikan. Keempat: TAT

meminimalisasi derajat dan efek dari

76 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

kemarahan (Neetu & Ahmad, 2014).

mengurangi kemarahan atau agresi verbal

Pada intervensi ini, individu juga dilatih

subjek. Terapis kemudian membantu

untuk memahami pola kemarahannya

subjek mengenali apa yang dimaksud

agar mereka dapat mengatasinya dengan

dengan agresi dan apa saja bentuk-

baik. Pelatihan Ketrampilan Manajemen

bentuk agresi.

Marah ini telah banyak digunakan untuk

Sesi kedua adalah proses iden-

membantu mengatasi masalah agresi pa-

tifikasi masalah dan pemicunya. Pada

da orang dewasa dengan disabilitas inte-

sesi ini terapis meminta subjek untuk

lektual (King dkk, 1999), orang dengan

mengenali masalah atau situasi yang

disabilitas belajar (Moore dkk, 1997)

dapat

maupun untuk anggota keluarga yang

bentuk

mengalami gangguan penyalahgunaan

subjek untuk mengenali situasi yang

alkohol (Ju-Yong & Yun-Jong, 2010).

seperti apa yang dapat membuat subjek

memicu verbal.

kemarahannya Terapis

dalam

mengarahkan

Pelatihan Ketrampilan Manajemen

marah. Terapis juga memberikan pen-

Marah ini terdiri atas 6 sesi. Pada pelak-

jelasan mengenai konsekuensi jangka

sanaannya, terapis memberikan 7 sesi.

pendek dan jangka panjang apabila sub-

Sesi pertama, terapis membangun rapport

jek berhasil mengelola agresi verbalnya.

kemudian menjelaskan kepada subjek

Terapis kemudian memberikan pema-

mengenai

latihan

haman kepada subjek bahwa kemarahan-

mengelola kemarahan ini untuk mem-

nya berdampak pada hubungan dengan

bantu mengurangi agresi (kemarahan)

orang-orang

verbalnya seperti yang tampak dalam

dapat menyinggung perasaan orang lain

bentuk

apabila subjek marah.

tujuan

berkata-kata

dilakukan

negatif

(berkata

sekitar

misalnya

subjek

bodoh) dan membantah ucapan orang

Sesi ketiga adalah melakukan eva-

lain dengan intonasi tinggi seperti mem-

luasi atau mengulangi kembali apa saja

bentak. Terapis juga menjelaskan prose-

yang telah dipelajari subjek pada sesi

dur apa saja yang akan dijalani oleh

pertama dan kedua sebelumnya. Terapis

subjek selama terapi sehingga subjek

meminta subjek untuk mengingat dan

perlu memperhatikan setiap instruksi

menyampaikan kembali target perubahan

terapis dengan sebaik-baiknya. Pada sesi

yang hendak dicapai, apa saja bentuk-

ini

subjek

bentuk agresi atau kemarahan, situasi apa

membuat kesepakatan mengenai target

saja yang dapat memicu kemarahan

perubahan yang hendak dicapai, yaitu

subjek dan dampak yang ditimbulkan

terapis

juga

mengajak

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 77

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

oleh kemarahan subjek serta konsekuensi

subjek

yang diperoleh bila subjek dapat me-

mengajarkan subjek untuk melakukan

ngendalikan atau mengelola kemarahan-

relaksasi pernapasan, yaitu subjek meng-

nya dengan baik.

hirup napas dalam dan mengeluarkannya

untuk

bersikap

tenang

dan

Sesi keempat adalah terapis ber-

melalui mulut secara berulang. Setelah

sama dengan subjek melakukan bermain

melakukan relaksasi, terapis meminta

peran (role play), berbicara ke diri (self-

subjek untuk belajar memaafkan dirinya

talk), dan latihan relaksasi pernapasan.

dan orang lain, yaitu dengan menyadari

Pada tahap bermain peran, terapis ber-

dan menerima bahwa diri subjek mau-

sama dengan subjek dan adik perempuan

pun orang lain sama-sama memiliki

subjek memeragakan peran dalam se-

kekurangan dan sama-sama memiliki

buah situasi di mana terapis berperan

mulut yang bisa membuat penilaian

sebagai teman yang jahat —yang ber-

sekehendak hati. Oleh sebab itu, subjek

maksud untuk mengadu domba subjek.

perlu memaafkan agar kemarahannya

Sedangkan

subjek

terhadap diri sendiri maupun orang lain

berperan sebagai bos pemilik bengkel

berkurang. Proses memaafkan ini dapat

tempat subjek bekerja. Subjek berperan

mencegah

sebagai diri subjek sendiri. Saat tahap

bersifat dendam sehingga kemarahan

bermain peran berlangsung, terapis, sub-

akan berkurang.

adik

perempuan

subjek

dari hal-hal

yang

jek, dan adik perempuan subjek berusaha

Selanjutnya terapis mengajarkan

untuk memeragakan peran masing-ma-

berbicara ke diri yang positif (positive

sing dengan serius dan alami sehingga

self-talk) kepada subjek. Subjek diminta

dari bermain peran itu subjek dapat

untuk mengganti kalimat negatif yang dia

mengeluarkan amarahnya. Pada tahap

ucapkan saat marah dengan kalimat yang

bermain peran ini terapis hendak melihat

lebih

bagaimana proses munculnya kemarahan

“Astaghfirullah” dan mengajarkan subjek

subjek secara nyata baik dalam bentuk

untuk berkata, “Bersabar itu lebih baik

mengeluarkan kata-kata negative, seperti

daripada marah”. Terapis juga meng-

“bodoh” dan “goblok” serta bagaimana

ajarkan kepada subjek untuk mengurangi

subjek membantah pembicaraan orang

kemarahannya dalam bentuk membantah

lain dengan nada membentak.

dengan menggantinya dengan kalimat

Setelah

tahap

bermain

positif

yaitu

dengan

berkata,

peran

yang lebih sopan. Apabila subjek tidak

selesai, terapis kemudian segera meminta

menyukai sesuatu, maka terapis meng-

78 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

ajarkan pada subjek untuk menolak

(berkata-kata negatif dan membantah

dengan menyelipkan kata “Maaf, tapi…”

dengan nada membentak) muncul lebih

agar terdengar lebih santun sehingga

banyak atau berkurang. Terapis juga

tidak terkesan membantah.

memberikan tugas pengamatan lanjutan

Terapis kemudian mengajak ang-

selama satu minggu ke depan dengan

gota keluarga untuk memberikan peng-

lembar checklist baru kepada ibu dan

hargaan berupa pujian setelah subjek

adik perempuan subjek untuk melihat

berhasil mengelola kemarahannya deng-

perubahan frekuensi kemarahan subjek.

an latihan yang telah dilakukan ini.

Sesi keenam adalah evaluasi dan

Latihan terutama self-talk dan relaksasi

terminasi. Terapis melakukan evaluasi

pernapasan dilakukan sebanyak tiga kali

terhadap tugas yang telah dilakukan

dalam satu kali pertemuan. Selanjutnya

subjek pada sesi kelima. Setelah itu

terapis memberikan tugas pada subjek

terapis menyimpulkan hal-hal yang telah

agar mengulang-ulang kata positif dan

dipelajari oleh subjek selama proses

latihan relaksasi pernapasan di luar sesi

intervensi, memberikan bekal perilaku

terapi terutama saat tanda-tanda hendak

agar subjek mau membiasakan diri untuk

marah itu muncul. Orangtua terutama

mengucapkan kalimat positif dan tidak

ibu dan adik perempuan subjek diminta

lagi membantah dengan nada memben-

untuk melakukan observasi selama satu

tak. Terapis meminta pada keluarga

minggu untuk melihat apakah kemarahan

untuk tetap mengontrol subjek meskipun

subjek

dengan

proses intervensi sudah berakhir. Terapis

memberikan lembar pengecekan (check-

kemudian menyampaikan pada subjek

list).

dan keluarganya untuk mengakhiri inter-

muncul

atau

tidak

Sesi kelima adalah terapis bersama dengan

subjek

mengulang

vensi. Terminasi ini dilakukan ketika

kembali

target perubahan yang diinginkan sudah

latihan yang telah dilakukan pada sesi

muncul secara stabil, yaitu ketika kema-

keempat sebelumnya. Terapis dan subjek

rahan atau agresi verbal subjek sudah

mengulangi latihan role play, self-talk

berkurang.

dan melakukan relaksasi pernapasan.

Sesi ketujuh adalah terapis mela-

Pada sesi ini terapis juga mengevaluasi

kukan sesi follow-up dua minggu setelah

hasil pengamatan yang telah dilakukan

intervensi berakhir. Follow-up dilakukan

oleh ibu dan adik perempuan subjek

untuk mengetahui perkembangan subjek

guna melihat apakah kemarahan subjek

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 79

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

HASIL PENELITIAN

dalam mengelola kemarahan atau agresi verbalnya.

Setelah menjalani rangkaian Anger Teknik Analisis Data

Management Skill Training, agresi verbal

Analisis data pada penelitian ini

yang dilakukan subjek dapat berkurang.

dilakukan dengan dua teknik, yaitu

Hal ini dapat dilihat dari Grafik 1 yang

kualitatif dan kuantitatif. Gambaran per-

menunjukkan perubahan (penurunan) in-

bandingan kondisi agresi verbal subjek

tensitas perilaku saat sebelum diberikan

pada pra terapi, terapi dan pasca terapi

intervensi dan setelah diberikan interven-

dijelaskan secara deskriptif atau kualitatif

si yang diukur selama satu minggu. Inten-

(Crewell, 2007). Data yang telah terkum-

sitas agresi verbal diukur berdasarkan

pul melalui checklist perilaku kemudian

dua ciri yang telah disepakati bersama

diolah dan dianalisis dalam bentuk kuan-

(subjek dan keluarga) untuk diubah yaitu

titatif berupa grafik. Martin dan Pear

mengucapkan kalimat negatif yang ber-

(2003) mengemukakan bahwa analisis

tujuan menyalahkan diri sendiri atau

grafik ini bertujuan memperoleh gambar-

orang lain dan membantah pembicaraan

an perubahan dari waktu ke waktu

orang lain ketika sedang kesal. Total

mengenai kondisi fenomena atau subjek

pengukuran tersebut diperoleh dari jum-

yang dipelajari sehingga hasil intervensi

lah kemunculan perilaku dalam tujuh

terlihat lebih jelas. Sementara analisis

hari.

data kualitatif dilakukan dengan koding dan penentuan tema-tema agresi.

80 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

16 14 12 10

mengucapkan kalimat negatif

8

membantah pembicaraan orang lain saat kesal

6 4 2 0 pra terapi mgu 1 terapi mgu 2 terapi follow-up

Grafik 1. Perubahan Perilaku Subjek Saat dilakukan proses pengamatan

pembicaraan orang lain muncul seba-

pada pra terapi, frekuensi munculnya

nyak 14 kali dalam satu minggu. Kemu-

agresi verbal subjek adalah sebanyak 15

dian, pada pemberian tugas di minggu

kali dalam seminggu. Pada saat diberikan

kedua proses terapi, negative self-talk

tugas pertama setelah menjalani sesi

dan perilaku membantah pembicaraan

kelima terapi, subjek mampu menerap-

orang lain muncul sebanyak 10 kali

kan cara-cara menahan agresi verbalnya

(dalam satu minggu). Pada evaluasi tugas

dengan segera mengucapkan kalimat

ini, subjek sudah mampu memahami

positif. Hal ini memberikan dampak pada

konsekuensi negatif yang timbul apabila

penurunan frekuensi munculnya agresi

ia tetap memelihara agresi verbalnya.

verbal baik itu berupa berkurangnya

Subjek menyatakan bahwa meskipun

mengucapkan kalimat negatif maupun

amarahnya tidak ditujukan untuk orang

perilaku membantah pembicaraan orang

lain, tetapi orang lain terutama anggota

lain saat sedang kesal. Saat dilakukan

keluarganya pasti merasa tidak nyaman

pengamatan pasca sesi kelima, perilaku

dengan

mengucapkan kalimat negatif (negative

kerap diucapkannya dengan intonasi

self-talk) muncul sebanyak 13 kali dalam

tinggi.

kalimat-kalimat

negatif

yang

satu minggu dan perilaku membantah

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 81

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Selanjutnya pada sesi follow-up,

nitif individu. Oleh sebab itu, perilaku

keluarga melaporkan bahwa perilaku

sederhana cenderung mudah untuk ditiru

mengucapkan

masih

(Bandura, 1989). Proses pengamatan dan

muncul sebanyak 4 kali dan perilaku

pembelajaran perilaku verbal baru yang

membantah pembicaraan muncul seba-

disajikan dalam bentuk sederhana ini

nyak 3 kali. Agresi verbal tersebut masih

diharapkan mampu ditiru dan dijadikan

muncul disebabkan oleh faktor personal

acuan oleh subjek untuk mengurangi

subjek.

agresi verbalnya.

kalimat

Subjek

negatif

masih

sulit

untuk

memberikan penghargaan berupa pujian

Pelibatan

fungsi

kognitif

pada

pada dirinya sendiri sebagai penguatan.

proses belajar sosial meliputi beberapa

Subjek merasa tidak berani memuji diri-

tahap, yaitu atensi, representasi, produksi

nya sendiri karena menganggap kegiatan

dan motivasi (Feist & Feist, 2006;

tersebut hanya akan membuatnya som-

Bandura, 1986). Pada rangkaian sesi

bong. Oleh karena itu, terapis lebih

Anger

menekankan agar orangtua dan adik

individu

mula-mula perlu

perempuan subjeklah yang harus lebih

perilaku

agresinya

sering memberikan penghargaan pada

Subjek mengidentifikasi bahwa agresi

subjek sebagai penguatan positif agar

verbalnya merupakan kata-kata negatif

agresi verbal subjek berkurang. Subjek

yang

lebih memperhatikan penguatan yang

kondisinya saat ini. Setelah itu, subjek

diberikan orang terdekat, orang yang

diarahkan untuk melakukan role play

lebih tua maupun yang memiliki status

guna menirukan perilaku verbal baru

lebih tinggi daripada dirinya.

yang diamati melalui terapis. Pada sesi

Management

diucapkan

Skill

Training, mengenali

(Novaco,

guna

1975).

menyalahkan

tersebut, subjek diberikan kesempatan PEMBAHASAN

memperhatikan

agresi

verbal

yang

diperagakan sendiri serta perilaku verbal Teori belajar sosial mengemukakan

baru yang diamati dari model yaitu

bahwa individu mempelajari sesuatu

terapis. Hasil yang diperoleh adalah

melalui pengalaman langsung atau obser-

subjek dapat mengetahui kapan agresi

vasi (Bandura, 1986). Proses pengamatan

verbalnya muncul dan mampu meniru-

ini tentunya tidak berlangsung begitu

kan dengan baik kalimat-kalimat positif

saja, melainkan melibatkan fungsi kog-

guna

82 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

mengurangi

agresi

verbalnya.

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

Proses tersebut menghasilkan perubahan

sehari-hari (Bandura, 1986). Pada proses

yaitu

tersebut, orang-orang di sekitar subjek

berkurangnya

frekuensi

agresi

verbal pada subjek. Berdasarkan laporan

akan

anggota keluarga, subjek sangat menaruh

subjek akan menilai apakah perilakunya

perhatian pada apa yang dicontohkan

benar atau tidak (Feist& Feist, 2006).

oleh terapis sebab subjek menganggap

Pada proses terapi, subjek juga diberikan

terapis sebagai salah satu figur yang

tugas untuk menerapkan perilaku baru

dihargainya.

yang dipelajari di luar sesi terapi atau

Selanjutnya, pada tahap represen-

memberikan

dalam

kehidupan

respon

sehingga

sehari-hari.

Saat

tasi, individu belajar mentransformasikan

observasi berlangsung—yang dilakukan

informasi yang diperoleh melalui model

oleh terapis maupun ibu dan adik

yang diamati ke dalam bentuk simbol

perempuan subjek—agresi verbal subjek

(Bandura, 1986). Simbol tersebut dapat

tidak lagi muncul pada pagi, siang atau

berupa kode bahasa atau kalimat yang

sore hari saat bertemu dengan terapis,

akan

untuk

melainkan masih muncul pada malam

mempertahankan perhatian pada perilaku

hari ketika subjek hendak tidur. Anggota

barunya—yang dipelajari (Feist& Feist,

keluarga kemudian mengingatkan untuk

2006). Saat proses terapi berlangsung,

bersikap tenang sambil mengucapkan

subjek

memaafkan

kalimat positif. Saat sesi evaluasi, subjek

dirinya dan orang lain. Subjek juga diajak

menyatakan bahwa agresi verbal yang

untuk berpikir bahwa kalimat-kalimat

diucapkan tersebut secara tidak langsung

negatif dan kasar yang diucapkan hanya

membuat ibunya khawatir dan adik

akan menimbulkan dampak buruk bagi

perempuannya ikut kesal sehingga subjek

dirinya

menganggap bahwa hal itu tidak baik.

memudahkan

Kalimat

diajarkan

sendiri

individu

untuk

maupun

pemaafan

lain.

pengenalan

Ketika individu mengamati apa

mengenai konsekuensi perilaku merupa-

yang dilakukan oleh orang lain, secara

kan dua simbol yang dapat diingat jelas

langsung juga melihat proses apakah

oleh subjek sehingga agresi verbalnya

perilaku tersebut memperoleh penghar-

berkurang dari waktu ke waktu.

gaan atau hukuman (Mischel & Shoda,

Pada

tahap

dan

orang

produksi,

individu

1995).

Di

dalam

rangkaian

Anger

diajarkan untuk menerapkan perilaku

Management Skill Training, subjek diajak

yang telah dipelajari ke lingkungan nyata

untuk melakukan role play yaitu dengan

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 83

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

memeragakan perilaku seperti saat agresi

Secara

keseluruhan,

perubahan

verbalnya muncul kemudian diajarkan

frekuensi perilaku agresi verbal dapat

untuk menirukan perilaku verbal baru

terjadi karena individu telah menjalani

yang diamati melalui terapis. Pemberian

proses belajar yang melibatkan unsur

motivasi ini berdasarkan asumsi bahwa

pengamatan, adanya pemberian penge-

individu akan mudah atau tertarik meniru

tahuan mengenai konsekuensi perilaku

sebuah perilaku jika subjek memperoleh

agresi, dan latihan guna memperoleh

penghargaan segera setelah perilaku yang

keterampilan perilaku baru yang secara

diharapkan

terus-menerus (Bandura, 1977). Hal ini

muncul

(Bandura,

1965;

Bandura, Ross & Ross, 1963). Saat subjek

tercermin

berhasil menirukan perilaku verbal baru

agresi verbal subjek dari waktu ke waktu.

yang lebih positif, terapis beserta ibu dan

Meskipun demikian, frekuensi agresi

adik perempuan subjek segera memberi-

verbal tersebut belum dapat hilang secara

kan penguatan positif berupa motivasi

permanen. Hal itu terjadi karena subjek

serta pujian.

belum

pada

dapat

perubahan

memahami

frekuensi

arti

dari

Penguatan positif juga bertujuan

penguatan positif yang diberikan oleh

agar proses belajar yang dilakukan oleh

keluarganya. Selama proses belajar ber-

individu dapat bertahan dan tercermin

langsung, pemberian penguatan positif

dalam kehidupan nyata di luar sesi

dari

pengamatan (Bandura, 1986). Di dalam

mampu meningkatkan motivasi individu

kehidupan sehari-hari di luar sesi terapi,

untuk memperkuat perilaku baru yang

anggota keluarga subjek

melaporkan

dipelajari (Bandura, 1989). Asumsi dari

bahwa muncul kalimat kasar baru yang

teori belajar sosial ini tidak sesuai dengan

mana subjek seolah menyalahkan diri

apa yang terjadi pada subjek. Subjek

sendiri karena harus terus meminum obat

masih berpikir bahwa pujian itu dapat

pada malam hari. Hal tersebut hanya

membuatnya sombong. Oleh karena itu,

muncul sekali saja. Saat agresi verbal

di akhir sesi terapi subjek juga dibekali

subjek muncul, ibu dan adiknya ber-

pemahaman bahwa memperoleh peng-

usaha memberikan dukungan agar subjek

hargaan dari orang lain atas hal baik yang

mau meminum obat dan tidak lagi

berhasil dilakukan dapat mengurangi

menyalahkan kondisinya saat ini.

agresi verbalnya.

84 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

lingkungan

sekitar

diasumsikan

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

SIMPULAN DAN SARAN

bong, melainkan sebagai penghargaan atas usaha yang telah dilakukannya.

Simpulan DAFTAR PUSTAKA

Teknik Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah ini mampu mengurangi agresi

verbal

pada

subjek

dengan

gangguan psikotik singkat. Perubahan yang terjadi yaitu berkurangnya frekuensi agresi verbal pada subjek. Subjek sedikit demi sedikit mampu mengucapkan kalimat-kalimat positif untuk dirinya sendiri maupun pada orang lain. Agresi atau kemarahan verbal dalam bentuk membantah dengan intonasi tinggi pada subjek juga sudah berkurang. Saat subjek bermaksud untuk menolak, subjek mulai bisa mengucapkan kalimat yang lebih santun sehingga tidak terkesan membantah

dan

membentak.

Meskipun

demikian, frekuensi kemarahan subjek masih muncul dan belum dapat hilang secara permanen sebab saat subjek sudah berhasil mengendalikan kemarahannya, subjek kurang suka diberikan pujian sebagai penghargaan atas upanya. Saran Anggota

keluarga

perlu

terus

memberikan wawasan bahwa pujian yang diberikan pada diri subjek bukanlah

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fifth edition. USA: Author. Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. New Jersey: Prentice-Hall. Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice-Hall. Bandura, A. (1989). Social cognitive theory. In R. Vasta (Ed.). Annals of child development, vol.6. Six theories of child development (pp.1-60). Greenwich, CT: JAI Press. Bandura, A., & Harris, M.B. (1966). Modification of syntactic style. Journal of Experimental Child Psychology, 4, 341-352. Bandura, A., Ross, D., & Ross, S.A. (1963). Transmission of aggression through imitation of aggressive models. Journal of Abnormal and Social Psychology, 63, 575-582.

sesuatu yang dapat membuatnya som-

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 85

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Brennan, P.A.,& Walker, E.F. (2001). Vulnerability to schizophrenia: Risk factors in childhood and adolescence. In R.E. Ingram & J.M. Price (Eds.), Vulnerability to psychopathology: Risk across the lifespan (pp.329-354). New York: Guilford Press. Ciorner, A., Bumbu, C., & Spinu, R. (2011). Stress and brief psychotic disorder. Romanian Journal of Psychiatry, 8 (2),86-88. Creswell, J. W. (2007). Qualitative research designers selective and implementations. The Counseling Psychologist Journal, 35 (2), 236264. Feist, J., & Feist, G.J. (2006). Theories of personality. Boston: McGraw Hill. Hedayati, M., & Taghiloo, S. (2015). Effectiveness of violence management training in reducing the anger of students. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences, 5, 2443-2448.

Archives of Psychiatic Nursing, 24(1),38-45. King, N., Lancaster, N., Wynne, G., Nettleton, N., & Davis, R. (1999). Cognitive-behavioral anger management training for adults with mild intellectual disability. Scandinavian Journal of Behavior Therapy, 28, 19-22. Kring, A.M., Johnson, S.L., Davison, G.C., & Neale, J.M. (2010). Abnormal psychology eleventh edition. New York: John Wiley & Sons Inc. Martin, G., & Pear, J. (2002). Behavior modification: What it is and how to do it. New Jersey: Pearson Prentice Hall. McKniff, J., & Jack, W. (2002). Action research: Principles and practice. London: Routledge Falmer.

Hoskins, D.H. (2014). Consequences of parenting on adolescent outcomes. Journal of Societies, 4, 506-531.

Mischel, W., & Shoda, Y. (1995). A cognitive-affective system theory of personality: Reconceptualizing situations, dispositions, dynamics, and invariance in personality structure. Psychology Review, 102, 246-268.

Ju-Yong, S., & Yun-Jung, C. (2010). The effect of an anger management program for family members of patients with alcohol use disorders.

Milton, J., Amin, S., Singh, S.P., Harrison, G., Jones, P., Croudace, T., Medley, I., & Brewin, J. (2001). Aggressive incidents in first-episode

86 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

Pelatihan Ketrampilan Manajemen Marah untuk Agresi Verbal Orang Dewasa …..

psychosis. British Journal Psychiatry, 178, 433-440.

of

Memon, M., & Larson, M. (2009). Brief psychotic disorder. Medscape Continually Updated Clinical Reference. Moore, E., Adams, R., Elsworth, J., & Lweis, J. (1997). An anger management group for people with a learning disability. British Journal of Learning Disability, 5, 53-57. Myin-Germeys, I., Van Os, J., Schwartz, J.E., Stone, A.A., & Delespaul, P.A. (2001). Emotional reactivity to daily life stress in psychosis. Arch. Gen. Psychiatry, 58, 1137-1144. Nederlof, A.F., Koppenol-Gonzaloez, G.V., Muris, P., & Hovens, J. (2013). Psychiatrists’s view on the risk factors for aggressive behavior in psychotic patients. Journal of Clinical Schizophrenia & Related Psychoses. 1-7. Neetu, S., & Ahmad, N.S. (2014). Effectiveness of anger management training program in managing aggressive behavior of adults with mental retardation. International Research Journal of Social Sciences, 3 (9), 1-6. ISSN 23193565.

Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2014). Abnormal Psychology in A Changing World. New York: Wiley. Novaco, R.W. (1975). Anger control: The development and evaluation of an experimental treatment. Lexington: D. C. Health. Olson, M.H., & Hergenhahn, B.R.H. (2008). Introduction to theories of learning 8th edition. Lebanon, Indiana: Prentice Hall. Padak, N., & Padak, G. (2001). Research to practice: Guidelines for planning action research projects. Kent, Ohio: Ohio Literacy Resource Center. Rahmati, F., Akbar, B., & Faghirpoor, M. (2013). The effect of anger management training on reducing aggression of people who suffering substance abuse narcotic (glass). International Research Journal of Applied and Basic Sciences, 5 (9),1205-1214. ISSN 2251-83BX. Sachdev, P., & Kruk, J. (1996). Restlessness: The anatomy of a neuropsychiatric symptom. Australian N Z Journal of Psychiatry, 30, 38-53.

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

| 87

Yanuarty Paresma Wahyuningsih

Schunk, D.H. (2008). Learning theories: An educational perspective. New Jersey: Pearson Education Inc. Valizadeh, S. (2010). The effect of anger management skills training on reducing of aggression in mothers

88 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 1 Juni 2016

of children’s with attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Iranian Rehabilitation Journal, 8 (11), 29-33.