PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA

Download Penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan keracunan bagi hewan dan manusia. Untuk itu dicari penggan...

0 downloads 504 Views 122KB Size
Jurnal Dinamika, April 2012, halaman 12 - 18 ISSN 2087 - 7889

Vol. 03. No. 1

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI TERHADAP HAMA WALANG SANGIT (Leptocorisa oratorius) PADA TANAMAN PADI Pauline Destinugrainy Kasi Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo

ABSTRAK Penggunaan insektisida kimia dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan keracunan bagi hewan dan manusia. Untuk itu dicari pengganti berupa insektisida nabati. Ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada konsentrasi 250 g/l dapat mematikan rata-rata 9 dari 10 hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) pada tanaman padi. Ekstrak daun jeruk nipis memiliki senyawa metabolit sekunder berupa limonen, limonoid, dan saponin yang bertindak sebagai repellent, antifeedant, dan racun bagi hama walang sangit. Ekstrak daun jeruk nipis dapat dijadikan sebagai insektisida nabati untuk mengatasi hama walang sangit pada tanaman padi. Kata kunci: Ekstrak daun jeruk nipis, imsektisida nabati, walang sangit, padi PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan penghasil komoditas ekspor yang menjadi salah satu sumber devisa penting bagi negara. Adanya gangguan dari organisme pengganggu tanaman (OPT) seringkali menjadi faktor penghalang produktivitas. Gangguan biasanya dimulai sejak tanaman di lapang hingga di penyimpanan. Salah satu OPT yang potensial menurunkan produktivitas adalah serangga hama. Salah satu serangga penting di lahan pertanian yaitu walang sangit (Leptocorisa oratorius). Walang sangit berasal dari Famili Coreidae, Ordo Hemiptera. Walang sangit merupakan sejenis kepik berwarna coklat (dewasa) atau hijau (muda), dengan morfologi tubuh berbentukk panjang langsing. Stadium perkembangan walang sangit dimulai dari telur, nimfa dan imago. Walang sangit dewasa biasanya bertelur 12

pada sore hari, dan aktif menyerang inangnya pada pagi dan sore hari. Hama ini menyerang tanaman padi setelah padi berbunga setiap musim (Domingo et. al., 1982). Bulir padi dirusak dengan rostrumnya, kemudian cairan bulir dihisap. Akibatnya pertumbuhan bulir padi tidak sempurna dan dapat menurunkan produksi padi. Padi yang telah dihisap juga rentan terhadap cendawan Helminthosporium yang ditandai dengan warna putih coklat atau kehitaman. Nimfa walang sangit lebih aktif dibandingkan imago, tetapi imago dapat menghisap cairan bulir lebih banyak (Kartohardjono et al., 2009). Penggunaan pestisida sintetik merupakan metode umum dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman pertanian. Kebanyakan pestisida sintetik memiliki

Pauline Destinugrainy Kasi (2012)

sifat non spesifik, yaitu tak hanya membunuh jasad sasaran tetapi juga membunuh organisme lain. Pestisida kimia dianggap sebagai bahan pengendali hama penyakit yang paling praktis, mudah diperoleh, mudah dikerjakan dan hasilnya cepat terlihat. Padahal penggunaannya sering menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan, keracunan terhadap manusia dan hewan peliharaan dan dapat mengakibatkan resistensi serta resurgensi bagi hama serangga (Rejesus, 1986; Stoll, 1988; Thamrin dan Asikin, 2005). Selain itu Ahmed (1995) mengemukakan bahwa lebih dari 400.000 kasus keracunan setiap tahunnya dan 1,5% diantaranya sangat parah, serta terjadinya kontaminasi air, tanah, udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Timbulnya masalah-masalah tersebut menjadi stimulan yang meningkatkan minat terhadap upaya pengendalian hama secara terpadu (PHT) (Soetopo dan Indrayani, 2007). Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan tumbuhan untuk diramu menjadi sediaan insektisida nabati (Schumetterer, 1995). Sedikitnya 2000 jenis tumbuhan dari berbagai famili telah dilaporkan dapat berpengaruh buruk terhadap organisme pengganggu tanaman, diantaranya terdapat paling sedikit 850 jenis tumbuhan yang aktif terhadap serangga (Prakash dan Rao, 1977). Selama dekade terakhir terdapat peningkatan minat yang besar dalam pencarian senyawa insektisida dari tumbuhan (Schmutterer, 1995). Menurut Kardiman dan Ruhnayat (2003), tanaman yang dapat digunakan sebagai bahas dasar pestisida nabati

adalah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: biasanya dijadikan sebagai tanaman obat baik bagi manusia maupun hewan, tidak terganggu atas kehadiran OPT di sekitarnya dan biasanya mengeluarkan aroma khas. Insektisida nabati memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki insektisida kimia. Di alam, insektisida nabati memiliki sifat yang tidak stabil dan mudah didegradasi secara alami (Arnason et.al., 1993). Tingkat toksisitas insketisida nabati tergolong rendah dan tidak merusak tanaman inang. Di samping itu, bahan dasar insektisida nabati mudah didapat dan harganya terjangkau bagi petani. Beberapa famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensi insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, dan Rutaceae (Arnason et al., 1993). Di dalam tumbuhan tersebut terkandung senyawa aktif yang digunakan sebagai insektisida. Bagian tumbuhan yang sering digunakan adalah akar, batang, daun dan buah. Senyawa aktif yang dimaksud adalah metabolit sekunder yang berupa senyawa terpenoid, fenolit dan alkaloid. Minyak atsiri atau dikenal dengan minyak esensial (citronella) merupakan salah satu turunan dari terpenoid. Beberapa tanaman yang mengandung minyak atsiri antara lain sereh, kenanga, eukaliptus, dan jeruk. Pemanfaatan minyak atsiri antara lain digunakan untuk mengatasi nyamuk Aedes agepty dan nyamuk Culex (Martini et.al., 2002; Tjahjani, 2008; Kurniawan, 2009). Senyawa turunan terpenoid lainya adalah limonoid dan saponin. Limonoid berfungsi untuk sebagai antifeedant sedangkan saponin merupakan racun pada saluran pencernaan hewan (Taiz and

13

Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis

Zeiger, 2002) Insektisida nabati biasanya berfungsi seperti berikut: (1) repellent, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat; (2) antifeedant, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit; (3) mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur; (4) racun syaraf; (5) mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga; dan (6) attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) sebagai insektisida nabati terhadap hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) yang menyerang tanaman padi. Dalam penelitian ini akan dikaji konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis yang dapat mematikan hama walang sangit pada tanaman padi. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemanfaatan ekstrak daun jeruk nipis sebagai insektisida nabati terhadap hama walang sangit, sehingga penggunaan insektisida kimia dapat ditekan. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain blender, timbangan, kertas label, saringan, sprayer, botol kaca, dan waring serangga. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun jeruk nipis, sabun colek, air, walang sangit, dan

14

tanaman padi yang berbuah. Cara Kerja Daun jeruk nipis ditimbang masingmasing sebanyak 100 gram, 150 gram, 200 gram, dan 250 gram. Daun dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran. Daun yang telah dicuci dimasukkan ke dalam blender dan disaring untuk mendapatkan ekstraknya. Kemudian ditambahkan sabun colek dengan konsentrasi 1 gram sabun untuk 1 liter ekstrak daun nipis. Ekstrak disimpan di dalam botol kaca dan dibiarkan selama 30-60 menit sebelum diaplikasikan pada walang sangit. Pada penelitian ini digunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan yaitu: P0 = tanpa pemberian ekstak daun jeruk nipis (kontrol); P1 = pemberian ekstrak daun jeruk nipis dengan konsentrasi 100 gr/liter (w/v); P2 = pemberian ekstrak daun jeruk nipis dengan konsentrasi 150 gr/liter (w/v); P3 = pemberian ekstrak daun jeruk nipis dengan konsentrasi 200 gr/liter (w/v); P4 = pemberian ekstrak daun jeruk nipis dengan konsentrasi 250 gr/liter (w/v). Untuk setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga jumlah unit pengamatan adalah 15 waring. Sebanyak 10 ekor hama walang sangit dimasukkan ke dalam setiap waring yang berisi tanaman padi yang sudah berbuah. Kemudian esktrak daun jeruk nipis disemprotkan ke masing-masing waring sesuai dengan perlakuan. Setelah didiamkan selama 3 hari, diamati jumlah walang sangit yang mati pada setiap waring. Data yang diperoleh akan dianalis dengan uji beda nyata ANAVA pada skala

Pauline Destinugrainy Kasi (2012)

kepercayaan 95% (Fα = 0,05). Jika ada beda nyata akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α = 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Bulir padi merupakan sumber makanan bagi hama walang sangit. Walang sangit akan menghisap cairan

bulir padi sehingga bulir menjadi kosong. Hama walang sangit yang dimasukkan ke masing-masing waring mengalami pengurangan jumlah setelah tanaman disemprotkan dengan ekstrak daun jeruk nipis. Jumlah hama walang sangit yang mati berbeda untuk setiap perlakuan konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah hama walang sangit yang mati setelah aplikasi esktrak daun jeruk nipis pada tanaman padi. Perlakuan

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Rerata

Kontrol

1

-

1

0,67 a

Konsentrat 100 g/l (w/v)

8

7

6

7 bc

Konsentrat 150 g/l (w/v)

8

7

7

7,3 c

Konsentrat 200 g/l (w/v)

6

7

7

6,67 b

Konsentrat 250 g/l (w/v)

9

8

10

9d

*Angka dalam kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT (α = 0,05)

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa ada perbedaan jumlah kematian hama walang sangit pada konsentrasi ekstrak jeruk nipis yang berbeda. Ekstrak daun jeruk nipis dengan konsentrasi 250 g/l menghasilkan jumlah kematian walang sangit terbanyak, ratarata 9 dari 10 walang sangit mengalami kematian. Ekstrak daun jeruk nipis mengandung beberapa metabolit sekunder yaitu limonoid, saponin, dan minyak atsiri. Ketiga metabolit sekunder tersebut merupakan turunan dari senyawa terpenoid, dan berkerja secara simultan untuk mengatasi hama serangga. Limonoid pada ekstrak daun jeruk nipis bertindak sebagai antifeedant, dimana

limonoid memberikan rasa pahit pada jeruk. Rasa pahit ini tidak disukai oleh walang sangit dan serangga lain pada umumnya, sehingga serangga akan menghindari / tidak memakan tanaman padi. Akibatnya, walang sangit yang ada di dalam waring tidak mendapatkan makanan dan mati. Minyak atsiri pada estrak daun jeruk adalah senyawa limonen. Limonen bertindak sebagai repellent. Aroma dari minyak atsiri tersebut tidak disukai oleh walang sangit, sehingga walang sangit tidak akan memakan tanaman yang telah diaplikasikan dengan ektrak dau jeruk nipis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martini et.al. (2002) yang menggunakan ekstrak dari beberapa

15

Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis

jeruk sebagai repellen untuk mencegah nyamuk demam berdarah Aedes aegepty dan nyamuk Culex yang mengakibatkan penyakit kaki gajah. Metabolit sekunder yang ketiga adalah saponin. Saponin pada ekstrak daun jeruk nipis akan bereaksi dengan air sebagai pelarut dan menimbulkan busa seperti pada sabun. Saponin menjadi racun pada saluran pencernaan serangga. Apabila ada bagian tanaman yang telah diaplikasikan dengan wkstrak daun jeruk nipis dimakan oleh walang sangit, maka saponin akan bereaksi dengan air di dalam tubuh walang sangit dan menjadi racun yang mematikan bagi walang sangit tersebut. Menurut Pridjono dan Triwidodo (1994), ekstraksi senyawa pestisida dari bahan tanman memerlukan pelarut berupa etanol, metanol, aseton, dan triton. Pelarut organik ini dapat meningkatkan efektivitas penetrasi senyawa metabolit sekunder pada tanaman inang. Akan tetapi, bahan pelarut di atas sulit didapatkan dengan harga murah. Untuk itu digunakan pelarut organik lainnya berupa deterjen atau sabun colek. Selain harganya murah, penggunaannya tidak sulit khusunya bagi petani. Deterjen atau sabun colek juga mampu menghilangkan lapisan lilin pada tanaman sehingga esktrak daun jeruk nipis dapat dengan mudah menempel pada tanaman. Deterjen juga dapat melunakkan lapisan lilin pada kulit serangga (Kardiman dan Ruhnayat, 2003). Pada penelitian yang dilakukan, konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis sebesar 250 g/l (w/v) memberikan hasil yang efektif untuk mematikan hama walang sangit. Ekstrak daun jeruk nipis

16

dapat digunakan sebagai insektisida nabati pada tanaman padi. Pemanfaatan bahan alami yang mudah didapatkan di alam sebagai insektisida nabati, diharapkan dapat menjadi pengganti insektisida kimia. Dengan demikian biaya produksi akan berkurang, dan kelestraian lingkungan tetap terjaga. Akan tetapi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasinya di lapang pada skala yang lebih luas. Selain itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai efektivitas penggunaan ekstrak daun jeruk nipis pada hama serangga lainnya yang dijumpai bukan hanya pada tanaman padi, tetapi juga pada tanaman pertanian dan perkebunan lainnya. KESIMPULAN Ekstak daun jeruk nipis dapat digunakan sebagai bionsektisida untuk mengatasi hama walang sangit pada tanaman padi. Dalam skala kecil, konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis sebesar 250 g/l (w/v) dapat mematikan rata-rata 9 dari 10 hama walang sangit pada tanaman padi. Pemanfaatan ekstrak daun jeruk nipis sebagai insektisida nabati diharapkan dapat menggantikan penggunaan insektisida kimia sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Ahmed, S. 1995. Overview of the current status and future prospects of botanical pestisides in Asia and the Pacific. Report of the FAO expert consultation on regional perspectives for use of botanical pestisides in Asia and the Pacific, Bangkok, 28 Oct. 1994. p. 13-17.

Pauline Destinugrainy Kasi (2012)

Arnason, J.T., S. Mackinnon, A. Durst, B.J.R. Philogene, C. Hasbun, P. Sanchez, L. Poveda, L. San Roman, M.B. Isman, C. Satasook, G.H.N. Towers, P. Wiriyachitra, J.L. McLaughlin. 1993. Insecticides in Tropical Plants with Non-neurotoxic Modes of Action. p. 107-151. In K.R. Downum, J.T. Romeo, H.A.P. Stafford (eds.), Phytochemical Potential of Tropical Plants. New York: Plenum Press. Domingo, I.T., E.A. Heinrichs and F.G. Medrano. 1982. Life history of rice bug Leptocorisa oratorius F. IRRN No.6. IRRI, Los Banos, Philippines. Kardiman, A. dan A. Ruhnayat. 2003. Budidaya Tanaman Obat Secara Organik. Agromedia Pustaka. Jakarta. Kartohardjono, A., D. Kertoseputro dan T. Suryana. 2009. Hama Padi Potensial dan Pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Bogor. Kurniawan, B. 2009. Uji Aktivitas Salep Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Canangium odoratum Baill) Sebagai Repelan terhadap Nyamuk Anopheles aconitus Betina. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Martini, L. Santoso., W. Murni. 2002. Efektifitas Repellent (Daya Tolak) dari Berbagai Jenis Daun Jeruk (Citrus sp) terhadap kontak Nyamuk Aedes aegepty. Laporan Akhir Penelitian DIK Rutin. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang.

Prakash, A and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton: Lewis Publishers. Rejesus, B.M. 1986. Botanical Pest Control Research in the Philippines. University of Philippines, Los Banos. 30 pp. Schmutterer, H. 1995. The neem tree, Azadirachta indica A. Juss. and Other Meliaceous plants: Source of Unique Natural Products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Pusposes. Weinham: VCH. Soetopo, D. dan I. Indrayani. 2007. Status, Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan yang Ramah Lingkungan. Perspektif : Vol 6. No 1 Juni 2007 : 2009-46. Stoll, G. 1988. Natural Crop Protection, Best On Local Farm Resource in the Tropics and Subtropics. Margraf Publishers. F.R.Germany. 187 pp. Taiz, L. and E. Zieger. 2002. Plant Physiology. 3rd edition. Sinauer Associates. Thamrin, M dan S. Asikin. 2005. Strategi Pengendalian Penggerek Batang Padi Tanpa Insektisida Sintetik di Lahan Pasang Surut. Prosiding Seminar Nasional ”Inovasi Teknologi Pengelolaan Sumber daya Lahan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan” . Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. p 251-260.

17

Pemanfaatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis

Tjahjani, S. 2008. Efficacy of several essential oils as Culex and Aedes repellents. Proc. ASEAN Congr Trop Med Parasitol: a Hidden Threat to Global Health. Pp.33-37.

18