PEMANFAATAN LIMBAH SUSU BUBUK UNTUK FORTIFIKASI

Download industri melalui survey (2) Mengetahui pengaruh konsentrasi sludge cair Instalasi. Pengolah Air Limbah (IPAL) sebagai dekomposer dan dosis ...

0 downloads 610 Views 36MB Size
PEMANFAATAN LIMBAH SUSU BUBUK UNTUK FORTIFIKASI KOMPOS PADA PERTANIAN SAYUR ORGANIK

SUSELO HARJO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Limbah Susu Bubuk Untuk Fortifikasi Kompos Pada pertanian Sayur Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Juli 2014

Suselo Harjo NIM P052110274

RINGKASAN

SUSELO HARJO. Pemanfaatan Limbah Susu Bubuk Untuk Fortifikasi Kompos Pada Pertanian Sayur Organik. Dibimbing oleh AKHMAD ARIF AMIN dan SYAIFUL ANWAR. Pertumbuhan industri susu bubuk mengakibatkan adanya kenaikan limbah padat yang harus dikelola. Pengomposan merupakan salah satu alternatif pengelolaan limbah padat organik susu bubuk. Tujuan penelitian ini (1) Mengetahui potensi limbah susu bubuk dan pengelolaannya di distributor dan di industri melalui survey (2) Mengetahui pengaruh konsentrasi sludge cair Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebagai dekomposer dan dosis fortifikasi limbah padat susu bubuk (3) Mendapatkan dosis optimum aplikasi kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tingkat produktifitas sayuran organik. Indikator yang diamati antara lain adalah : kualitas kompos, pertumbuhan sayuran, kualitas hasil panen dan kesuburan tanah setelah panen sayur organik. Pengelolaan limbah pada susu bubuk di distributor dan di industri disurvey menggunakan kuisioner. Penelitian fortifikasi kompos menggunakan disain acak lengkap faktorial 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor A : konsentrasi sludge cair IPAL (0%, 10% dan 20%) dan faktor B : dosis fortifikasi limbah padat susu bubuk (0%, 10%, 20% dan 30%). Penelitian dosis pemupukan kompos terfortifikasi menggunakan disain acak lengkap faktorial 1 faktor dan 3 ulangan. Faktor A: dosis pemupukan (1) dosis 0 kg/m2 (kontrol), (2) dosis 3 kg/m2, (3) dosis 6 kg/m2, (4) dosis 9 kg/m2 dan (5) dosis 12 kg/m2. Masing-masing dosis pemupukan diaplikasikan pada empat jenis sayuran daun yaitu : (1) kangkung; (2) kailan; (3) bayam hijau dan (4) caisin. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata limbah susu bubuk di distributor sebesar 2,35% per bulan dan sebagian besar (97,1%) berasal dari produk balikan toko (return product). Cara pengelolaan yang dilakukan adalah dengan membakar limbah tersebut menggunakan solar atau bensin. Di industri, sebesar 70,13% adalah limbah yang sudah rusak dan dikelola dengan membakarnya menggunakan incenerator. Pada percobaan pengaruh faktor A dan faktor B terhadap kualitas kompos terlihat bahwa faktor A berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan total N dan berpengaruh nyata terhadap kandungan total C organik dan K2O. Faktor B berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan total N, P2O5 dan K2O dan berpengaruh nyata terhadap kandungan total C organik. Interaksi faktor A dan faktor B berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan total N kompos yang dihasilkan. Kompos yang telah difortifikasi memenuhi standar mikroba pathogen E. Coli dan Salmonella Sp. Sert standar kandungan logam berat. Aplikasi kompos yang telah difortifikasi terhadap sayur organik berdampak pada peningkatkan kandungan C organik aktif sebesar 157,44 mg/kg. Faktor B berpengaruh nyata terhadap lebar daun dan hasil panen sayur pakchoy. Terhadap kesuburan tanah setelah panen, faktor A berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan C organik, dan P2O5. Faktor A juga berpengaruh nyata

terhadap terhadap kandungan total N tanah. Faktor B berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan total N, P2O5 dan berpengaruh nyata terhadap kandungan K2O tanah. Interaksi antara faktor A dan B berpengaruh nyata terhadap kandungan N dan K2O tanah. Faktor A, B dan interaksi antara A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Ca, Mg, K Na dan KTK tanah. Kombinasi perlakuan fortifikasi kompos yang terbaik dalam penelitian ini adalah A3B4, yaitu konsentrasi sludge IPAL 20% dan dan fortifikasi limbah susu bubuk 30% basis kering. Percobaan dosis aplikasi kompos A3B4 terhadap beberapa jenis sayuran menghasilkan dosis optimum pemupukan sayur caisin sebesar 3 kg/m2, sayur kailan sebesar 9 kg/m2, sayur kangkung sebesar 3 kg/m2, dan untuk sayur bayam sebesar 9 kg/m2. Keyword : manajemen pengelolaan limbah padat, kompos, kompos yang terfortifikasi, sayuran daun, kesuburan tanah, dosis pemupukan.

SUMMARY

SUSELO HARJO. Fortified Compost With Powder Milk Waste For Vegetable Organic Farming. Supervised by AKHMAD ARIF AMIN and SYAIFUL ANWAR. The growth of milk powder industries are followed by the number of the solid waste to be managed. Composting can be use as one of the alternatives solution to managing solid waste. The purposes of this research are (1) Knowing the initial description of the potential milk powder and waste management through surveys (2) Knowing the influence of the concentration of WWTP sludge as waste decomposers and fortification dose of solid waste milk powder (3) Knowing optimum dosage of fortified compost for organic leafy vegetables Indicators used are compost quality, leafy vegetables growth, yield of leafy vegetable and improvement of soil fertility. The conditions of waste management in plant and distributors surveyed by questionnaire. This green waste compost fortification research used 2 factors and 3 replications. Factor A: Waste Water Treatment Process (WWTP) sludge concentrations (0%, 10% and 20%) and Factor B: dose fortification of milk wastes powder (0%, 10% , 20% and 30%). Complete factorial designs are used as a tools in this research. Indicator to be observe are compost quality, growth indicator for leafy vegetable (caisin (Brasica rapa L)) and the improvement of soil fertility after fortified compost aplication in agricultur using caisin (Brasica rapa L). Research dosage of fortified compost for organic leafy vegetables applied 5 level of dosage (1) 0 kg/m2, (2) 3 kg/m2, (3) dosis 6 kg/m2, (4) dosis 9 kg/m2 dan (5) dosis 12 kg/m2. Leafy vegetables to be applied in this research are : (1) Caisin (Brasica rapa L) (2) Kailan/Chinese Broccoli (Brasica oleracea) (3) Kangkong/water spinach (ipomea aquatic) and (5) Spinach (Amaranthus tricolor L.). Complete factorial designs also used as a tools in this research. Indicator tobe observe are indicator of plant growth (increase the number of leaves, increase in plant height), persentages are ready to harvest in days after planting The survey shows that the average distributor waste is 2,35% per month and most of it (97,1 %) comes from the store return products. Waste management of milk powder solid waste usually done by burn it with dieses fuel or gasoline. In complete combustion of waste causing risk of contaminant such as SOx and Nox. In the industries 29,87% of waste actually still well comsumption and 70,13% are damaged waste that burn in incinerator. It is necessary to find alternatives of solid waste management that are more environmentally friendly. In the quality of compost show that factor A have highly significant effect in the total of N and have significant effect on the total organic of C and K2O. Factor B have highly significant effect in the total of N, P2O5 and K2O, and have significant effect on the total C organic. The interaction between A and B have highly significant effect in total of N. Factor A, B and the interaction between A and B were dominant to increasing total of N content the compost. The result of fortified compost has met quality standards microbe E. Coli and Salmonella Sp. as well as heavy metals. The aplication of fortified compost was increase soil labile C organic 157.4 mg/kg. Factor B have significant effect for pakchoy growth. It shown in the width of leaves and yield. Factor B also have highly significant effect in the total of N, P2O5, and have very significant effect in K2O. Factor A

have highly significant effect in soil fertility, C organic and P2O5. Factor A also have highly significant effect in the total of N.The interaction between A and B have significant effect in total of N and K2O . Factor A, B and the interaction between A and B have no effect for Ca, Mg, K, Na and KTK of the soil. The best combination in this research is A3B4 (20 % WWTP sludge and dosage fortification solid waste 30% dry basis). Fertilizer dose study using fortified compost A3B4 in leaf vegetable farming. The optimum dose of fortified compost for leafy vegetables are : (1) Caisin (Brasica rapa L) 3 kg/m2 (2) Kailan/Chinese Broccoli (Brasica oleracea) 9 kg/m2 (3) Kangkong/water spinach (ipomea aquatic) 3 kg/m2 and (5) Spinach (Amaranthus tricolor L.) 9 kg/m2 . Keywords : solid waste management, compost, fortified compost, leafy vegetable, soil fertility, dosage of fortified compost.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikatau tinjauan suatu masalah; dari pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PEMANFAATAN LIMBAH SUSU BUBUK UNTUK FORTIFIKASI KOMPOS PADA PERTANIAN SAYUR ORGANIK

SUSELO HARJO

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Senin 21 Juli 2014 Pukul 13.00 WIB

Dr Ir. Harijadi MSc Dosen Fakultas Agronomi Dan Hortikultura IPB

Judul Thesis : Pemanfaatan Limbah Susu Bubuk untuk Fortifikasi Kompos pada Pertanian Sayur Organik Nama : Suselo Harjo NRP : P052110274

Disetujui oleh Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. drh. Akhmad Arif Amin Ketua

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 21 Juli 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA Industri pengolahan susu di Indonesia merupakan industri yang terus bertumbuh karena peningkatan konsumsi produk-produk olahan susu oleh masyarakat. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia. Hadirnya sebuah industri harus mempertimbangkan pengelolaan dampak penting terhadap lingkungan sekitar. Salah satu yang harus dikelola adalah limbah padat organik yang dihasilkan dengan mengedepankan mekanisme recycle dan reuse. Disisi lain sektor pertanian khususnya pertanian sayur organik juga berkembang cukup pesat seiring dengan kesadaran masyarakat mengenai makanan sehat serta keperdulian terhadap kelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Hal ini juga seiring dengan makin mahalnya harga pupuk buatan karena subsidi pemerintah yang berkurang secara bertahap. Oleh karenanya diperlukan pupuk organik dengan komposisi nutrisi yang lengkap sehingga penggantian pupuk buatan menjadi pupuk organik tidak mengurangi produktifitas tanaman. Kompos memiliki memiliki kandungan hara yang rendah. Oleh karena itu penelitian mengenai fortifikasi kompos dengan limbah susu bubuk sebagai pupuk organik menarik untuk diteliti. Limbah susu bubuk berpotensi menjadi pemerkaya kompos karena mengandung protein, karbohidrat, phospat (P), kalium (K) serta unsur lain yang bisa menjadi nutrisi pelengkap pupuk organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman (rumput dan lain-lain). Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dilokasi Desa Sentul – Kecamatan Babakan Madang-Kabupaten Bogor selama kurang lebih 6 bulan. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi terhadap pilihan alternatif pengelolaan limbah padat organik susu bubuk yang ramah lingkungan. Aplikasi kompos yang difortifikasi dengan limbah susu bubuk juga diharapkan dapat meningkatan tingkat kesuburan tanah dan kualitas produksi sayuran organik yang dihasilkan.

Bogor, Juli 2014

Suselo Harjo

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………...

Xi

DAFTAR GAMBAR …………..………………………………………….

Xii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..

Xiii

1. PENDAHULUAN……………………………….………………………

1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………..

1

1.2 Perumusan Masalah ……………………………………….........

2

1.3 Tujuan Penelitian ………….……………………………………

3

1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………

3

2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….

4

2.1 Industri Susu ……………………………………………………..

4

2.2 Limbah Padat Organik Industri Susu Bubuk ……………….. .

4

2.3 Pengomposan ……………………………………………….….

7

2.4 Pertanian Organik ………………………………………………

12

2.5 Sayuran Daun …………………………………………………..

12

2.6 Kesuburan Tanah ………………………………………………

15

2.7 Pemupukan Pupuk Organik ……………………………………

16

3. METODE PENELITIAN …………………………………………........

17

3.1 Survei Limbah Organik Susu Bubuk ………………………….

17

3.2 Penelitian Lapang ………………………………………………

17

3.3 Penelitian Awal ……………………………………………….......

19

3.4 Penelitian Fortifikasi Kompos ……………………………….. …..

20

3.4.1 Rancangan Percobaan …………………. …….. …. ..........

20

3.4.2 Persiapan Lubang Pengomposan …………………...........

21

3.4.3 Proses Pengomposan …..………………………...............

21

3.4.4 Pengukuran Kualitas Hasil Kompos ……….......................

22

3.4.5 Pengujian Kompos Dengan Sayur Pak Choy (Brasica rapa L) ...................................................................

22

3.4.6 Pengukuran Kesuburan Tanah Setelah Panen Sayur Pakchoi (Brasica rapa L) ………...................................... 3.4.7 Penentuan Kualitas Kompos Yang Terbaik

23 23

3.5 Penelitian Dosis Aplikasi Pemupukan Menggunakan Kompos Terfortifikasi .......................................................................

24

3.5.1 Rancangan Percobaan …………........ ….. …. .............

24

3.5.2 Penentuan Dosis Pemupukan Yang Optimal ...............

26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………...... ......

27

4.1 Limbah Padat Susu Bubuk Distributor …………...................

27

4.2 Limbah Padat Susu Bubuk Industri ………………................

29

4.3 Penelitian Awal............................................................................

31

4.4 Pengomposan............................................................................

33

4.4.1 Kadar C organik total .........................................................

34

4.4.2 Kadar N total .....................................................................

35

4.4.3 Kadar P2O5 .......................................................................

35

4.4.4 Kadar K2O ......................................................................

35

4.4.5 Analisa Cemaran Mikroba Patogen dan Logam Berat

36

4.5 Pengujian Kompos Dengan Berbagai Perlakuan Terhadap Sayur Pakchoi dengan Indikator Pertumbuhan Tanaman .....................

37

4.6 Pengujian Pengaruh Berbagai Perlakuan Kompos Terhadap Corganik, N, P, dan K Tanah Setelah Panen Sayur Pakchoi.......

39

4.6.1 Kadar C Organik Total (%) – Walkley and Black ...............

40

4.6.2 Kadar C Organik Aktif (mg/kg) ........................................... .

41

4.6.3 Kadar N Total (%) – Kjeldahl ..............................................

41

4.6.4 C-N rasio ............................................................................

42

4.6.5 Kadar P2O5 (HCl 25%) mg/100 gr ........................................

42

4.6.7 Kadar K2O (HCl 25%) mg/100 gr .........................................

42

4.7 Pengaruh Terhadap Unsur Ca, Mg, K, Na dan KTK ....................

42

4.8 Pemilihan Dosis Fortifikasi Kompos ............................................

43

4.9 Pengujian Kompos Terfortifikasi Dengan Indikator Jumlah Daun Sayuran ....................................................

44

4.9.1 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun caisin ........................................................................

45

4.9.2 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun Kailan .....................................................................

46

4.9.3 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun Kangkung...………………………………………..

48

4.9.4 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun Bayam Hijau ……………………………………….

50

4.10 Pengujian Dosis Pemupukan Kompos Terfortifikasi dengan Indikator Tinggi Tanaman Sayuran .........................................

51

4.10.1 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Tinggi Tanaman Caisin ..........................................................

51

4.10.2 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Tinggi Tanaman Kailan ............................................................

53

4.10.3 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Tinggi Tanaman Kangkung ........................................................

54

4.10.4 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Tinggi Tanaman Bayam Hijau .................................................

56

4.11 Pengujian Dosis Pemupukan Kompos Terfortifikasi Dengan Indikator Proposi Siap Panen ...................................................

58

4.11.1 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Tanaman Caisin………. .............................

58

4.11.2 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Tanaman Kailan ………………....................

60

4.11.3 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Tanaman Kangkung …………………….......

61

4.11.4 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Tanaman Bayam Hijau ……………….

63

4.12 Pengujian Dosis Pemupukan Kompos dengan Indikator Yield Hasil Panen Akhir Sayuran.........................................................

65

4.13 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Caisin ...............................

69

4.14 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Kailan ...............................

69

4.15 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Kangkung ........................

70

4.16 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayuran Bayam Hijau ................

70

5. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

71

5.1. Simpulan ...........................................................................................

71

5.2. Saran ................................................................................................

71

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

72

LAMPIRAN ..................................................................................................

74

DAFTAR TABEL Halaman 1.

Produksi susu nasional dan impor susu tahun 2009 – 2012 ..................

1

2.

Konsumsi rata-rata per kapita seminggu produk susu di Indonesia (rupiah) tahun 2009-2011 (BPS, 2012) ……………………………………

4

3.

Sumber limbah padat organik pada industri susu (Prasad et al. 2004)

5

4.

Syarat mutu susu bubuk sesuai SNI 01-2970-2006 (SNI, 2006) ………

7

5.

Standar kualitas kompos (SNI : 19:7030:2004)…………………………

10

6.

Persyaratan teknis minimal pupuk organik (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006) ....................................................

11

7.

Hasil Trial fortifikasi kompos denga limbah susu bubuk ……………...

19

8.

Pencatatan limbah pada pabrik industri penghasil susu bubuk dari Tahun 2012-2013 .............................................................................

29

9.

Produksi susu bubuk nasional, perkiraan volume limbah dan perkiraan biaya pemusnahannya ……………………………………………………

30

10. Hasil pengukuran C organik dan total N green waste untuk bahan baku kompos......................................................................................................

31

11. Perbandingan kondisi tanah awal di lokasi penelitian dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno, 1995) ...................................

32

12. Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kualitas hasil kompos..................................................................

34

13. Hasil pengamatan terhadap mikroba pathogen pada sampel kompos dengan dosis konsentrasi sludge ipal sebesar (A3=20%) dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terbesar (B4=30%) ................................

36

14. Hasil analisa logam berat pada sampel kompos dengan perlakuan konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi susu bubuk..........................

37

15. Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap pertumbuhan dan hasil panen sayur pakchoy ............................

38

16. Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kesuburan tanah setelah panen sayur pakchoy terhadap Corganik aktif, C organik, N, P dan K tanah ...........................................

40

17. Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kesuburan tanah setelah panen sayur pakchoy terhadap Ca, Mg, K, Na dan KTK tanah ...................................................................

43

18. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun caisin ...........................................................................

45

19. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun kailan ...........................................................................

47

20. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun kangkung .....................................................................

48

21. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun bayam hijau .................................................................

50

22. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman caisin ..............................................................................

52

23. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman kailan ..............................................................................

53

24. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman kangkung ..........................................................................

55

25. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman bayam hijau .......................................................................

57

26. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk proporsi siap panen sayur caisin ..............................................................................

58

27. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk proporsi siap panen sayur kailan ..............................................................................

60

28. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk proporsi siap panen sayur kangkung .........................................................................

62

29. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk proporsi siap panen sayur bayam hijau .....................................................................

64

30. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap yield hasil panen caisin dan kailan pada HST 21 .............................................

66

31. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap yield hasil panen kangkung dan bayam hijau pada HST 21 ............................

67

32. Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur caisin ...........................................................................................

69

33. Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur kailan ............................................................................................

69

34. Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur kangkung .....................................................................................

70

35. Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur bayam hijau ...................................................................................

70

DAFTAR GAMBAR Halaman 1.

Limbah padat organik susu bubuk ……………………………………

4

2.

Jumlah limbah padat yang dihasilkan oleh industri susu dan proporsi pengelolaannya (Prasad, et al. 2004) ………………………………..

6

3.

Gambaran umum terjadinya limbah padat organik susu bubuk pada industri pengolahan susu bubuk. ………………………………..

6

4.

Gambaran singkat fortifikasi limbah susu bubuk pada pengomposan sampah kebun ……………………………………………………........

8

5.

Sayur Pakchoi (Brasica rapa L) …………………………………….....

13

6.

Sayur bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) …………………………

13

7.

Sayur kangkung (Ipomea aquatic) …………………………………….

14

8.

Sayur kailan (Brasica oleracea) ……………………………………….

15

9.

Bahan, alat dan sarana pengomposan ………………………………..

18

10. Bahan, alat dan sarana pertanian sayuran organik ………………….

18

11. Skema penelitian fortifikasi kompos …………………………………..

20

12. Rencana pengaturan lubang pengomposan ………………………….

21

13. Diagram alir proses pengomposan ……………………………………

22

14. Rencana pengaturan petak penanaman sayur Pak Choy ……………

22

15. Diagram alir penanaman sayur pakchoy menggunakan pupuk organik kompos yang difortifikasi .................................. ……………..............

23

16. Skema penelitian dosis aplikasi kompos terfortifikasi ……………....

24

17. Pengaturan bedeng tanam untuk penelitian dosis aplikasi kompos

25

18. Diagram alir penanaman sayur bayam, kailan, caisin dan kangkung

26

19. Proporsi pendistribuan susu bubuk dan susu cair pada distributor makanan dan minuman di lokasi jabotabek......................................

27

20. Persentase limbah yang distributor dibandingkan total distribusi produk susu bubuk............................................................................

28

21. Kualifikasi penyebab timbulnya limbah susu bubuk distributor..............

28

22. Pengolahan limbah susu bubuk di Industri susu....................................

30

23. Green waste awal dan green waste yang telah digiling untuk pengukuran awal....................................................................................

31

24. Proses sampling tanah awal..................................................................

32

25. Proses pengomposan.............................................................................

33

26. Boxplot perbandingankadar C aktif awal dan kadar C aktif tanah akhir setelah panen sayur pokchoi.................................................................

41

27. Pengamatan pertumbuhan sayuran.....................................................

45

28. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur caisin pada beberapa umur tanaman.................................

46

29. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur kailan pada beberapa umur tanaman.................................

47

30. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur kangkung pada beberapa umur tanaman..........................

49

31. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur bayam hijau pada beberapa umur tanaman......................

51

32. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur caisin pada beberapa umur tanaman.........................

52

33. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinngi tanaman sayur kailan pada beberapa umur tanaman.........................

54

34. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinngi tanaman sayur kangkung pada HST 7 sampai HST 17 ................

55

35. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinngi tanaman sayur kangkung pada HST 19 sampai HST 28................

56

36. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinngi tanaman sayur bayam pada HST 7 sampai HST 23 ......................

57

37. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinngi tanaman sayur bayam pada HST 25 sampai HST 28 ........................

58

38. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur caisin pada beberapa umur tanaman..

59

39. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur kailan pada beberapa umur tanaman

61

40. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur kangkung pada beberapa umur tanaman………………………………………………………………..

63

41. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman bayam hijau pada beberapa umur tanaman..

65

42. Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap yield hasil panen kotor dan panen bersih tanaman sayur caisin, kailan, kangkung dan bayam hijau pada beberapa umur tanaman ...............

68

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.

Hasil analisis tanah awal di lokasi penelitian ................................

74

2.

Hasil analisis green waste di lokasi penelitian ..............................

75

3.

Hasil analisis mutu kompos yang difortifikasi dengan limbah susu bubuk dengan parameter komponen makro ................................

76

4.

Hasil analisis kualitas kompos dengan parameter komponen mikro

78

5.

Hasil uji mikroba pathogen kompos ................................................

80

6.

Hasil analisis tanah setelah ditanami sayur pakchoi .......................

83

7.

Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey terhadap kualitas kompos yang difortifikasi dengan limbah susu bubuk ...........................................

85

8.

Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey pengaruh perlakuan kompos yang terfortifikasi terhadap kualitas pertumbuhan sayur pakchoi .............

86

9.

Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey pengaruh perlakuan kompos yang terfortifikasi terhadap hasil panen sayur pakchoi ................................

87

10. Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey pengaruh perlakuan kompos yang terfortifikasi terhadap kandungan C organik aktif, C organik total, N total, P2O5 dan K2O tanah setelah ditanami sayur pakchoi ..........................

88

11. Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey pengaruh perlakuan kompos yang terfortifikasi terhadap kandungan Ca, Mg,K, Na dan KTK tanah setelah ditanami sayur pakchoi .......................................................................

89

12. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah daun caisin

90

13. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah daun sayur kailan ..................................................................................................

91

14. Hasil uji Anova, uji lanjuta Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah daun sayur kangkung ...........................................................................................

92

15. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah daun sayur bayam hijau .......................................................................................

93

16. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur caisin .................................................................................................

94

17. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur kailan ...............................................................

95

18. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur kangkung ...........................................................................................

96

19. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur bayam hijau .......................................................................................

97

20. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap panen sayur caisin ........................................................................................

98

21. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap panen sayur kailan ..........................................................................................

99

22. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap panen sayur kangkung .....................................................................................

100

23. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap panen sayur bayam hijau ................................................................................

101

24. Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap yield panen akhir sayur caisin, kailan, kangkung dan bayam hijau ............................................

102

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Industri makanan dan minuman yang berbasis susu di Indonesia tumbuh dengan pesat. Berbagai jenis produk bisa kita jumpai baik di pasar modern (super market, hypermarket) sampai dengan pasar-pasar tradisional. Hal ini antara lain disebabkan karena permintaan pasar terus bertambah, pengembangan produkproduk yang berbasis susu, dan adanya iklan dan promosi yang secara gencar dilakukan oleh produsen. Asosiasi Industri Pengolah Susu (AIPS) memproyeksikan tahun 2012 ini industri pengolahan berbahan baku susu sapi bisa tumbuh antara 6,8 persen sampai 7 persen. Kebutuhan susu nasional dipenuhi oleh produksi susu segar dari peternak dalam negeri dan dari impor (Tabel 1.). Produksi susu nasional hanya memenuhi 20 % dari total kebutuhan. Tabel 1 Produksi susu nasional dan impor susu tahun 2009 – 2012

Salah satu dampak negatif keberadaan industri susu adalah timbulnya limbah. Di Australia, studi yang dilakukan oleh The UNEP Working Group for Cleaner Production in the Food Industry menyatakan bahwa limbah padat yang dihasilkan dari industri susu cukup besar yaitu 168 kg/1000 kg produk susu yang dihasilkan. Dari jumlah tersebut sebesar 31 kg (3,1 %) merupakan limbah padat organik (Prasad et al.2004). Sumber-sumber penghasil limbah padat organik pada industri susu di Australia cukup beragam disesuaikan dengan urutan proses dan kegiatan yaitu : (1) produk tidak sesuai mutu, (2) produk balikan distributor (return), (3) bahan baku, (4) bahan baku dan produk kadaluarsa, (5) sampel analisa, (6) lumpur (sludge) dari saringan proses, (7) lumpur dari pembersihan membran dan saringan, (8) hancuran keju dan (9) lemak dari sisa proses. Informasi mengenai pengelolaan limbah padat organik industri susu bubuk masih sedikit. Menurut Allinson et al. (2007), Penanganan limbah industri susu cukup rumit dikarenakan tingginya kandungan komponen organik dan kandungan nutrisi lainnya seperti nitrogen (N) dan fosfat (P). Jika limbah ini masuk ke badan air maka akan meningkatkan kadar Biological Oxigen Demand (BOD) dan Chemical Oxigen Demand (COD) yang menyebabkan kehidupan satwa dan biota air

2

terganggu karena kekurangan oksigen. Reaksi pembusukan yang tidak sempurna juga akan menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap akibat timbulnya gas H2S dan NH3. Menurut Allinson et al. (2007) tujuan utama penanganan limbah padat organik adalah adanya pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Penanganan limbah padat organik industri susu secara umum adalah sebagai pakan ternak (babi) dan pengomposan. Pengomposan adalah dekomposisi biologis yang terkontrol dari bahan organik menjadi humus. Teknik ini merupakan teknologi yang penting dalam pengolahan limbah organik industri susu dan merupakan salah satu teknik yang bisa secara luas diaplikasikan oleh industri-industri susu. Namun demikian hanya sedikit informasi tentang dampak lingkungan dari pengomposan (khususnya masalah bau) dan nilai agronomis dari komoditi pertanian yang mengaplikasikan kompos tersebut. Kompos merupakan komponen produksi utama dalam pertanian organik. Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan kompos sebagai pupuk memiliki banyak keuntungan jika dibandingkan dengan pupuk mineral. Kekurangan kompos adalah mempunyai kandungan hara yang rendah. Pengayaan kompos bisa dilakukan untuk meningkatkan status nutrisinya. Jenis-jenis pengkayaan meliputi pengapuran, pengkayaan dengan fosfor, pengkayaan dengan kalium, pengkayaan dengan nitrogen dan pengkayaan dengan mikroba. Beberapa bahan yang bisa digunakan antara lain penambahan tepung tulang, fosfat alam, kapur, darah kering dan pengayaan mikroba. Definisi pertanian organik menurut IFOAM (2012) adalah sistem produksi pertanian yang bisa mempertahankan tingkat kesehatan tanah, ekosistem dan manusia. Sistem ini lebih mengandalkan proses-proses ekologis, keanekaragaman dan siklus-siklus alam yang disesuaikan dengan kondisi setempat dan menghindari penggunaan input produksi yang menghasilkan dampak berlawanan. Pertanian organik mengkombinasikan tradisi, inovasi dan pengetahuan untuk mendapatkan manfaat baik terhadap kualitas lingkungan, menjamin hubungan yang fair serta tercapainya kualitas hidup yang baik dari semua komponen yang terlibat. Teknologi yang umum digunakan dalam pertanian organik adalah rotasi tanaman, penggunaan kompos dan penggunaan mekanisme fisik, mekanik dan biologis untuk mengontrol hama dan penyakit 1.2 Perumusan Masalah Dengan makin berkembangnya industri susu bubuk di tanah air, maka potensi limbah padat organik susu bubuk juga akan semakin besar. Seberapa besar potensi limbah padat organik susu bubuk di Indonesia dan bagaimana pengelolaannya perlu diketahui. Di pabrik limbah timbul dari mekanisme produksi. Sesuai aturan yang berlaku, produk makanan yang dipasarkan haruslah mempunyai umur layak konsumsi. Jika melewati batas umur layak konsumsi maka dinyatakan sebagai produk kadaluarsa (expired). Jika sistem supply chain tidak berjalan efektif maka akan banyak limbah yang mungkin bisa terjadi baik dalam bentuk produk kadaluarsa, produk rusak digudang maupun produk rusak selama distribusi. Jika data potensi limbah tersebut tersedia maka besaran dampak negatif terhadap lingkungan hidup jika pengelolaannya tidak benar akan dapat diperkirakan yaitu timbulnya emisi yang tidak diinginkan jika limbah tersebut dibakar secara tidak sempurna, terjadinya pencemaran badan air jika limbah tersebut terbuang ke

3

perairan. Disamping itu juga pencemaran bau tak sedap akibat pembusukan yang tidak sempurna. Dilain pihak, dengan rendahnya kandungan hara kompos konvensional maka pertanian organik membutuhkan bahan-bahan bernutrisi lengkap untuk memperkaya kompos yang dihasilkannya agar kesuburan tanah tetap bisa dipertahankan dan hasil panen bisa ditingkatkan. Bahan pemerkaya kompos sebaiknya adalah bahan yang murah sehingga tidak meningkatkan biaya produksi. Limbah susu bubuk yang kaya dengan nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pemerkaya kompos konvensional. Kandungan hara kompos yang diperkaya sangat tergantung pada bahan pemerkayanya. Oleh karena itu dosis pemupukannya tentunya berbeda dengan kompos konvensional. Dosisi pemupukan dengan menggunakan kompos yang difortifikasi juga perlu diteliti sehingga didapat dosis pemupukan yang efisien. Beberapa permasalahan yang diidentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar potensi limbah susu bubuk di Indonesia, asal limbah susu bubuk serta pengelolaannya ditingkat produsen dan distributor ? 2. Apakah limbah susu bubuk bisa dijadikan sebagai bahan pemerkaya kompos dan sludge IPAL bisa membantu proses dekomposisi kompos? Seberapa besar Peningkatan kualitas kompos yang dihasilkan ?. Berapa besarkah perubahan tingkat kesuburan tanah dan peningkatan produktifitas sayuran pada aplikasi kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk ini ? 3. Berapakah dosis pemupukan sayur organik yang optimal menggunakan kompos yang telah difortifikasi ini ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah meneliti kemungkinan pemanfaatan limbah susu bubuk sebagai bahan fortifikasi kompos didalamnya meliputi : 1. Mendapatkan gambaran awal mengenai potensi limbah susu bubuk dan manajemen pengelolaannya melalui survey. 2. Mempelajari pengaruh konsentrasi sludge IPAL sebagai dekomposer dan konsentrasi fortifikasi limbah susu bubuk dalam proses pengomposan terhadap kualitas kompos yang dihasilkan, pertumbuhan tanaman dan hasil panen sayuran serta peningkatan kesuburan tanah setelah panen. 3. Mendapatkan dosis optimum aplikasi kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tingkat produktifitas sayuran (bayam, kangkung, kaylan dan caisin) 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan salah satu solusi pengelolaan limbah susu bubuk yang ramah lingkungan melalui proses pengomposan. 2. Penyediaan pupuk organik lebih kaya nutrisi untuk pertanian 3. Menjadi dokumen rujukan untuk pengelolaan limbah susu bubuk melalui pengomposan.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Susu Industri pengolahan susu merupakan salah satu industri yang terus bertumbuh di Indonesia. Asosiasi Industri Pengolah Susu (AIPS) memproyeksikan tahun 2012 industri pengolahan berbahan baku susu sapi bisa tumbuh antara 6,8 persen sampai 7 persen. AIPS beranggotakan sejumlah perusahaan pengolah susu besar seperti Nestle, Sari Husada, Frisian Flag, Ultra Jaya, Indolacto, dan lain-lain. Tahun 2011 nilai penjualan industri pengolah susu sapi sekitar Rp 31 triliun (AIPS, 2012). Pendorong pertumbuhan industri susu ini salah satunya adalah meningkatnya konsumsi perkapita penduduk terhadap produk susu seperti digambarkan pada Tabel 2. Menurut BPS (2013), terjadi peningkatan konsumsi rata-rata per kapita seminggu produk susu di Indonesia. Tabel 2 Konsumsi rata-rata per kapita seminggu produk susu di Indonesia (rupiah) tahun 20012 - 2013 (BPS, 2012) Item Susu kental manis/Sweet canned liquid milk Susu bubuk kaleng,bayi/Canned, babypowder milk

Unit (397 gr) Kg

2012 0,056 0,018

2013 0,058 0,025

2.2 Limbah Padat Organik Industri Susu Bubuk Susu merupakan bahan pangan yang mengandung nilai gizi yang baik. Komposisi susu bubuk dipasaran bervariasi tergantung dari formulasi produsen produk tersebut. Secara umum komponen yang utama adalah karbohidrat, protein, lemak, P, K dan unsur lainnya. Nilai gizi susu bubuk tergambarkan dalam syarat mutu susu bubuk sesuai standar SNI (Tabel 3).

Gambar 1 Limbah padat organik susu bubuk Hasil studi yang dilakukan oleh The UNEP Working Group for Cleaner Production in the Food Industry (Australia) menyatakan bahwa limbah padat yang dihasilkan dari industri susu cukup besar yaitu 168 kg/1000 produk susu yang

5

dihasilkan. Dari 168 kg limbah padat yang dihasilkan tersebut, sejumlah 31 kg merupakan limbah padat organik. Jadi persentase limbah padat organik yang dihasilkan adalah 3.1%. Limbah padat organik tersebut direcycle sebagai kompos, pupuk atau pakan ternak (Prasad et al. 2004) Tabel 3 Sumber limbah padat organik pada industri susu (Prasad et al. 2004)

No 1 2 3 4 5 6 7

Sumber Limbah Padat Organik Produk reject (tidak sesuai mutu) Produk return dari agen/outlet Bahan baku (misal flavor, dll) Material kadaluarsa Sampel laboratorium sampel produk Separator de sludge Product hasil pembersihan filter dan dryer

8

Sludge sisa proses

9 10

Sludge pembersihan membran Hancuran keju Lemak yang dikumpulkan dari sisa proses

11

Pengelolaan pakan ternak proses ulang pakan ternak pakan ternak pakan ternak pakan ternak pakan ternak pakan ternak atau kompos pakan ternak atau kompos pakan ternak pakan ternak

Metode paling umum dalam penanganan limbah padat organik industri susu adalah sebagai pakan ternak (babi). Penanganan yang lain adalah dikirim ke luar pabrik untuk dijadikan kompos atau dijadikan pupuk. Pengomposan merupakan teknologi yang penting dalam pengolahan limbah padat industri susu. Namun demikian hanya sedikit informasi mengenai proses pengomposan dan nilai agronomis dari komoditi hasil pertanian yang mengaplikasikan kompos tersebut (Allinson et al. 2007).

6

Gambar 2

Jumlah limbah padat yang dihasilkan oleh industri susu dan proporsi pengelolaannya (Prasad et al. 2004)

Menurut Prasad et al. (2004), limbah padat organik yang dihasilkan pabrik pengolahan susu meliputi : biosolids, separator de-sludges dan bagian produk yang tidak lolos saringan. Biosolid adalah bagian dari aliran limbah setelah pengolahan air limbah (misal : sludge/lumpur). Limbah padat organik ini kaya akan nitrogen, phosporus (P), potassium (K) dan nutrisi lain yang dapat dimanfaatkan sebagai soil additive. Sebagai tambahan, tingginya kandungan bahan organik dari biosolid dapat digunakan sebagai stabiliser tanah. Pilihan untuk pengelolaan limbah padat organik prosesing susu meliputi : pakan ternak, pengomposan, injeksi ke tanah atau dibuang langsung ke tanah. Pabrik harus memperhatikan bahwa limbahnya diklasifikasikan sebagai limbah industri dan memenuhi ketentuan regulasi yang berlaku.

Gambar 3 Gambaran umum terjadinya limbah padat organik susu bubuk pada industri pengolahan susu bubuk.

7

Menurut Wilkinson et al. (2011) dairy processing sludge adalah padatan yang menggumpal dan mengendap yang dihasilkan oleh instalasi pengolahan limbah cair dan dipisahkan menggunakan flow tangensial separator. Sludge ini bisa di ‘cocomposted’ dengan green waste berupa cacahan rumput. Pada konsentrasi sludge sebesar 25 % (berat) dan lama pengomposan 21 hari dan menggunakan reaktor eksperimental diperoleh kompos tanpa efek yang merugikan ditinjau dari bau yang ditimbulkan dan VOC (Volatile Organic Compund) yang dihasilkan. Faktor penting yang harus diperhatikan adalah aerasi yang baik untuk meminimalkan bau tak sedap dan kehilangan nutrisi. Tabel 4 3. Syarat Syarat Mutu Susu Bubuk sesuai SNI 01-2970-2006 (SNI, 2006) Tabel mutu susu bubuk sesuai SNI 01-2970-2006 (SNI, 2006) Persyaratan No

Kriteria Uji

Satuan

Susu Bubuk Berlemak

Susu Bubuk Kurang Susu Bubuk Bebas Lemak Lemak

% b/b % b/b % b/b

normal normal Maks 5 Min. 26 Min. 23

normal normal Maks. 5 1,5 - 26,0 Min. 23

normal normal Maks. 5 Maks. 1.5 Min. 30

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks 40.0/250.0* Maks. 0.03 Maks. 0.1

Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks 40.0/250.0* Maks. 0.03 Maks. 0.1

Maks. 20.0 Maks. 0.3 Maks 40.0/250.0* Maks. 0.03 Maks. 0.1

Koloni/g APM/g APM/g

Maks. 5 x 104 Maks. 10 <3

Maks. 5 x 104 Maks. 10 <3

Maks. 5 x 104 Maks. 10 <3

Maks. 5 x 102 Staphylococcus aureus Koloni/g Salmonella Koloni/100 g Negatif * untuk kemasn kaleng ** dihitung terhadap makanan yang siap dikonsumsi

Maks. 5 x 102 Negatif

Maks. 5 x 102 Negatif

1 Keadaan Bau Rasa 2 Kadar Air 3 Lemak 4 Protein (N x 6.38) 5 Cemaran Logam ** Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Timah (Sn) Raksa (Hg) 6 Cemaran Arsen (As)** 7 Cemaran Mikroba Angka lempeng total Bakteri coliform Escherichia coli

2.3 Pengomposan Miller (2003) menyatakan bahwa sejak 20 tahun terakhir pengomposan berkembang cepat menjadi teknologi pengolahan limbah yang handal dan menghasilkan bahan penyubur tanah yang berharga. Pada proses pengomposan juga terjadi pengurangan bakteri pathogen dan parasit karena adanya kenaikan suhu setidaknya 131 oF selama 3 hari pada kondisi ‘aerated pile’ atau 131 oF selama 2 minggu pada zona panas pada kondisi windrow pile yang di balik sebanyak 5 kali. Menurut National Organic Standards Board (2002), kompos adalah bahan organik berasal dari tanaman atau hewan yang diolah dengan dekomposisi aerobik dan peningkatan suhu untuk memperbaiki sifat fisik, kandungan nutrisi yang bisa memperbaiki tanah serta meminimalkan organisme yang merugikan (pathogen).

8

Kompos harus bisa mencapai suhu paling rendah 131 oF atau 55 oC selama minimal 3 hari (Gambar 6). US EPA (2011) mendifinisikan kompos sebagai material organik yang bisa digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah atau digunakan sebagai media tanam. Kompos yang matang adalah bahan stabil yang mengandung humus yang berwarna kehitaman seperti tanah. Kompos bisa dibuat dari berbagai kombinasi limbah organik (sampah kebun, sisa makanan, kotoran hewan, dan lain-lain). Menurut Munawar (2011), humus tanah merupakan kombinasi sisa bahan organik dan jaringan jasad renik yang disintesis kembali dan resisten terhadap serangan mikrobial. Bahan ini merupakan komponen tanah yang mempengaruhi sifat-sifat fisika-kimia tanah.

Gambar 4 Gambaran singkat fortifikasi limbah susu bubuk pada pengomposan sampah kebun. Tavarini et al. (2011) menyatakan bahwa pengomposan merupakan kegiatan yang ramah lingkungan, menguntungkan pertanian dan relatif murah sebagai upaya untuk memperbaiki komponen organik tanah. Kompos yang berasal dari sisa-sisa tanaman (green compost) bisa memperbaiki karakteristik fisika dan kimia tanah. Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal; (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas; dan (3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah Setyorini et al. (2006). Menurut Setyorini et al. (2006). Kompos berfungsi dalam hal (1) memperbaiki kualitas kesuburan fisik, (2) memperbaiki kualitas kesuburan kimia dan (3) memperbaiki kualitas kesuburan biologi tanah. 1. Memperbaiki kualitas kesuburan fisik tanah Kompos memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah. Tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur. Penyebab kompak dan gemburnya tanah

9

ini adalah senyawa-senyawa polisakarida yang dihasilkan mikroorganisme pengurai atau miselium atau hifa yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Dengan struktur tanah yang baik ini berarti difusi O2 atau aerasi akan lebih banyak sehingga proses fisiologis di akar akan lancar. Perbaikan agregat tanah menjadi lebih remah akan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah sehingga erosi dapat dicegah. Kadar bahan organik yang tinggi di dalam tanah memberikan warna tanah yang lebih gelap (warna humus coklat kehitaman), sehingga penyerapan energi sinar matahari lebih banyak dan fluktuasi suhu dalam tanah dapat dihindarkan. 2. Memperbaiki kualitas kesuburan kimia tanah Kompos merupakan sumber hara makro dan mikromineral secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (N,P,K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Mo, dan Si). Dalam jangka panjang, pemberian kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah-tanah masam. Pada tanahtanah yang kandungan P-tersedia rendah, bentuk fospat organik mempunyai peranan yang penting dalam penyediaan hara tanaman karena hampir sebagian besar P yang diperlukan tanaman terdapat pada senyawa P-organik. Selain itu kompos juga mengandung humus (bunga tanah) yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan tanaman. Misel humus mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang lebih besar dari daripada misel lempung (3-10 kali). Kapasitas tukar kation (KTK) asam-asam organik dari kompos lebih tinggi dibandingkan mineral liat, namun lebihn peka terhadap perubahan pH karena mempunyai sumber muatan tergantung pH (pH dependent change). Pada nilai pH 3.5, KTK liat sebesar 45.5 dan C-organik 199.5 me 100 g-1 sedangkan pada pH 6.5 meningkat menjadi 63 dan 325.5 me 100 g-1. Oleh karena itu penambahan kompos dapat meningkatkan nilai KTK tanah. 3. Memperbaiki kualitas kesuburan biologi tanah Kompos banyak mengandung mikroorganisme (fungi, aktinomisetes, bakteri dan alga). Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah tidak hanya jutaan mikroorganisme yang ditambahkan, akan tetapi mikroorganisme yang ada dalam tanah juga terpacu untuk berkembang. Proses dekomposisi lanjut oleh mikroorganisme akan tetap berlangsung tetapi tidak mengganggu tanaman. Gas CO2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah akan dipergunakan untuk proses fotosintesis tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat.Amonifikasi, nitrifikasi dan fiksasi nitrogen juga akan meningkat karena pemberian bahan organik sebagai sumber karbon yang terkandung dalam kompos. Peranan bahan organik juga penting pada tanah karena kemampuannya bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe dan Mn dapat diperkecil dengan adanya khelat dengan bahan organik. Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa kompos mempunyai kandungan hara yang rendah dan bisa dilakukan pengayaan kompos untuk meningkatkan status nutrisinya. Jenis-jenis pengkayaan : pengapuran, pengkayaan dengan fosfor, pengkayaan dengan kalium, pengkayaan dengan Nitrogen dan pengkayaan dengan mikroba. Beberapa bahan yang bisa digunakan : penambahan tepung tulang, fosfat alam, kapur, darah kering dan pengayaan mikroba.

10

Standar Mutu Kompos Standart mutu compost. Menurut SNI (2004), kematangan kompos ditunjukkan oleh beberapa hal yaitu : C/N – rasio mempunyai nilai (10-20):1; suhu sesuai dengan suhu tanah, berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah dan berbau tanah (Tabel 5). Sesuai Kepmen Pertanian No. 434.1/KPTS/ TP 27017/2001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, kompos yang dibuat dilarang mengandung bahan aktif pestisida Tabel 5 Standar kompos (SNI : 19:7030-2004) Tabel 4. : Standar kualitaskualitas kompos (SNI : 19:7030-2004) No Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar air % 50 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Temperatur Warna Bau Ukuran partikel Kemampuan ikat air pH Bahan asing Unsur makro Bahan organik Nitrogen Karbon Phospor (P2O5) C/N-rasio Kalium (K2O) Unsur Mikro Arsen Cadmium Cobal (Co) Chromium (Cr) Tembaga (Cu) Mercuri (Hg) Nikel (Ni) Timbal (Pb) Selenium (Se) Seng (Zn) Unsur lain Calsium Magnesium (Mg) Besi (Fe) Aluminium (Al) Mangan (Mn) Bakteri Fecal Coli Salmonella sp.

o

C

mm %

0.55 58 6.8

% % % % %

suhu air tanah kehitaman berbau tanah 25 7.49 1.5

27 0.4 9.8 0.1 10 0.2

58

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

* * * * *

13 3 34 210 100 0.8 62 150 2 500

% % % % %

* * *

%

MPN/gr MPN/4gr

* * * *

32

25.5 0.6 2 2.2 0.1 1000 3

Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum

Pembanding kualitas kompos adalah pupuk organik. Menurut Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006), berdasarkan hasil pembahasan para pakar lingkup Puslitbangtanak, Direktorat Pupuk dan Pestisida, IPB Jurusan Tanah, Depperindag, serta Asosiasi Pengusaha Pupuk dan Pengguna, maka telah disepakati persyaratan Teknis Minimal pupuk Organik sesuai Tabel 6.

11

Studi awal tentang kemungkinan kombinasi pengomposan sludge limbah produksi susu (kandungan 10-15 % padatan) dengan bahan sisa tanaman (green waste), Wilkinson et al. (2011) menyatakan bahwa rumput cacah sebagai bahan kompos di daerah Melbourne-Australia yang mengandung komponen N sebesar 1,8 %, C/N rasio sebesar 17 dan kadar air 40% bisa di komposkan dengan sludge limbah produksi (konsentrasi 25% berat). Tabel 6Tabel Persyaratan Teknis Minimal Pupuk 5. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Organik (Balai Besar(Balai Litbang Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Sumberdaya Lahan Pertanian,2006) 2006) No

Parameter

Unit

Kandungan Pupuk Padat Pupuk Cair ≥ 12 ≥ 4.5 10 - 25 ≤2 -

1 C-organik % 2 C/N rasio 3 Bahan ikutan % (kerikil, beling, plastik) 4 Kadar air % - Granula 4 - 12 - Curah 13 - 20 5 Kadar Logam Berat ppm As ≤ 10 ≤ 10 Hg ≤1 ≤1 Pb ≤ 50 ≤ 50 Cd ≤ 10 ≤ 10 6 pH 4-8 4-8 7 Kadar Total <5 <5 - P2O5 % <5 <5 - K2O % 8 Mikroba Pathogen dicantumkan dicantumkan (E. coli, Salmonella ) 9 Kadar unsur mikro % - Zn, Cu, Mn maks 0.500 maks 0.2500 - Co maks 0.002 maks 0.0005 -B maks 0.250 maks 0.1250 - Mo maks 0.001 maks 0.0010 - Fe maks 0.400 maks 0.0400 * C organik 7-12 % dimasukkan sebagai pembenah tanah

Tavarini et al. (2011) menyatakan bahwa pada aplikasi kompos terjadi peningkatan karakteristik kimia dan fisik tanah. Aplikasi kompos bisa meningkatkan kandungan senyawa nitrate, phenols, dissolve organic carbon dan salinity tanah seiring dengan peningkatan dosis aplikasi kompos. Juga terjadi peningkatan hydrolase activity (amylase, alkaline phosphatase dan protease) meningkat seiring dengan peningkatan dosis kompos. Pada dosis kompos 25% amylase activity naik sebesar 100 kali; sedangkan pada dosis 50% amylase activity naik sampai 220 kali. 2.4 Pertanian Organik Susetyo (2011) menyatakan bahwa seiring dengan maraknya gerakan konsumen hijau, kesadaran konsumen untuk membeli produk yang ramah lingkungan semakin meningkat termasuk di dalamnya produk-produk pertanian yang sehat dan bebas bahan kimia. Pertanian organik bisa menjadi alternatif bagi bangsa

12

Indonesia. Konsep pertanian organik ini memberikan ruang bagi petani untuk berkreasi yaitu memanfaatkan bahan-bahan tidak berguna untuk kegiatan bertaninya. Dalam konteks pertanian yang berkelanjutan, model pertanian organik merupakan suatu strategi penguatan pemahaman petani akan harkat hidupnya dan masa depan pertanian Indonesia. Sistem pertanian organik sudah lama dikembangkan. Pertanian organik ini mulai berkembang pesat pada periode 1970-1990 didorong oleh adanya krisis minyak dan adanya agro ecological issue. Sejak 1990 dan seterusnya pertanian organik makin berkembang melalui promosi baik pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Dalam pertanian organik, nutrisi tanaman ditambahkan ke tanah dalam bentuk material organik (pupuk kandang, kompos, sisa-sisa tanaman dan legume) atau dalam bentuk sumber bahan slow release (misal : phosphate alam). Konsekuensinya, dalam pertanian organik terjadi proses kimiawi dan biologi di tanah agar dihasilkan nutrisi yang bisa dikonsumsi oleh tanaman (Stockdale dan Watson 2005) Menurut Shi Ming dan Sauerborn (2006), pertanian organik adalah : pendekatan system manajemen holistik yang mengedepankan kebaikan agro-eco system yang meliputi biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologis dalam tanah. Beberapa prinsip dalam pertanian organik menurut IFOAM (2012) adalah sebagai berikut : 1. The principle of health – Pertanian organik harus bisa menjaga kondisi tanah, tanaman, hewan dan manusia secara utuh. 2. The principle of ecology – Pertanian organik harus didasarkan pada system ekologi dan siklus kehidupan dan melestarikan kesetimbangan ekologi. 3. The principle of fairness – Pertanian organik harus menjaga keseimbangan yang adil antara pelestarian lingkungan dan kebutuhan hidup manusia. 4. The principle of care – Pertanian organik harus dikelola sebagai perwujudan tanggung jawab untuk melindungi kehidupan generasi sekarang dan masa depan. 2.5 Sayuran Daun (leafy vegetables) 1. Pakchoi (Brasica rapa L) Menurut Siemonsma dan Kasem (1994), Pakchoi (Brasica rapa L) adalah jenis tanaman sayur-sayuran yang termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakchoy berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China selatan dan China pusat serta Taiwan. Sayuran ini merupakan introduksi baru di Jepang dan masih sefamili dengan Chinese vegetable. Saat ini pakchoy dikembangkan secara luas di Philipina dan Malaysia, terbatas di Indonesia dan Thailand. Secara umum di Indonesia dinamakan sawi hijau, sawi bakso, caisim, atau caisin.

13

Gambar 5 Sayur pakchoi (Brasica rapa L) 2. Bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) Menurut Siemonsma dan Kasem (1994), bayam merupakan tanaman setahun, monoecious, dan berumur pendek. Meskipun sistem perakaran bayam umumnya jarang, tetapi karena bayam merupakan tanaman C4, bayam toleran terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Tanaman bayam (Gambar 8) yang memiliki siklus hidup yang relatif singkat ini mampu menghasilkan biji dalam jumlah banyak berukuran kecil sehingga daya sebarnya luas

Gambar 6 Sayur bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) Tanaman yang termasuk genus Amaranthus ini memiliki spesies yang sangat bervariasi. Secara umum bayam dibagi dua yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar yang dikenal adalah bayam duri (Amaranthus spinosus L.) dan bayam tanah (Amaranthus blitum L.) Terdapat dua macam bayam yang biasa dibudidayakan, yaitu bayam cabut (Amaranthus tricolor L.) dan bayam petik (Amaranthus hybridus L.) Bayam merupakan salah satu jenis sayuran daun yang banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Di daerah tropis seperti Indonesia bayam dapat

14

ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanah subur dengan aerasi dan drainase yang baik serta ber pH 6 – 7 sangat mendukung pertumbuhan bayam. Curah hujan sekitar 1 500 mm/tahun, suhu udara 16 – 20 °C, dan kelembaban udara antara 40 – 60 % merupakan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan bayam Populasi bayam umumnya berkisar 25-50 tanaman/m2. Bayam biasanya diperbanyak secara generatif melalui bijinya. Biji bayam ditanam secara alur ataupun disebar. Benih bayam yang disebar terlebih dahulu dicampur abu dengan perbandingan benih : abu adalah 1 : 10. 3. Kangkung (Ipomea aquatic) Menurut Siemonsma dan Kasem (1994), kangkung dapat ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi. Kangkung (Gambar 9) merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk kedalam famili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih-putihan merupakan sumber vitamin pro vitamin A. Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung dibedakan menjadi dua macam yaitu: kangkung darat dan kangkung air. Kangkung darat, hidup di tempat yang kering atau tegalan.

Gambar 7 Sayur kangkung (Ipomea aquatic) 4. Kailan (Brasica oleracea) Menurut Siemonsma dan Kasem (1994), kailan (Brassica oleracea) merupakan sayuran yang berdaun tebal, datar, mengkilap, berwarna hijau, dengan batang tebal dan sejumlah kecil kepala bunga berukuran kecil hampir vestigial mirip dengan bunga pada brokoli. Kailan (Gambar 10) termasuk dalam spesies yang sama dengan brokoli dan kembang kol, yaitu Brassica oleracea.

15

Gambar 8. Sayur kailan (Brasica oleracea)

2.6 Kesuburan Tanah Menurut Foth dan Ellis (1997) di dalam Munawar (2011), kesuburan tanah adalah status suatu tanah yang menunjukkan kapasitas untuk memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan tanaman tanpa adanya konsentrasi meracun dari unsur manapun. Pengaruh aplikasi kompos terhadap mutu nutrisi sayuran daun terhadap kesuburan tanah. Menurut Stockdale dan Watson (2005), populasi bakteri dan nematode bisa menunjukkan adanya peningkatan kesuburan tanah. Pada pertanian organik salah satu indikatornya adalah peningkatan keanekaragaman populasi bakteri. Bahan Organik Tanah (BOT) adalah seluruh senyawa karbon di dalam tanah. Ia berasal dari sisa tanaman dan hewan yang telah mati. Meskipun kandungan totalnya dalam tanah mineral pada umumnya hanya 5 % di daerah tropika, BOT mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kesuburan tanah dan nutrisi tanaman (Prasad dan Power, 1997 di dalam Munawar, 2011). Munawar (2011) menyatakan bahwa dari sudut pandang kesuburan tanah dan nutrisi tanaman, peranan dan fungsi bahan organik tanah (BOT) dapat dibedakan dalam dua kategori : 1. BOT yang terakumulasi di dalam tanah merupakan penyimpan dan pemasok hara-hara esensial tanaman karena sebagian besar BOT berasal dari sisa-sisa tanaman sehingga ia mengandung semua hara yang dibutuhkan tanaman. 2. BOT mampu memperbaiki sifat-sifat tanah yang dapat menjaga ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan membuat kondisi tanah cocok untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Marriott et al. (2006), kandungan total karbon di dalam tanah, terbagi dua bagian yaitu inert karbon organik dan karbon organik aktif. Inert karbon organik sangat berperan dalam proses pertukaran ion, daya serap air tanah. Sedangkan karbon organik aktif merupakan senyawa karbon yang bisa langsung dimanfaatkan tanaman. Indikator total karbon organik lebih diwakili oleh inert karbon organik. Hal ini disebabkan karena perputaran dari karbon organik aktif relatif cepat. Dengan demikian kadar karbon organik aktif bisa dijadikan indikator yang lebih peka

16

terhadap perubahan kualitas tanah. Pertanian organik akan meningkatkan kandungan bahan organik total pada permukaan tanah. Jika dibandingkan dengan pertanian konvensional, pertanian organik akan meningkatkan kadar organik total tanah sebesar 14 % lebih tinggi setelah dijalankan dalam kurun waktu 10 tahun. Rasio karbon-nitrogen (C/N). Hubungan C dan N menentukan nilai dari bahan atau paling tidak menentukan tindakan yang harus dilakukan agar penambahan bahan organik bermanfaat untuk perbaikan kondisi tanah. Pentingnya rasio C/N suatu bahan terkait dengan pengaruh bahan tersebut bagi ketersediaan N bagi tanaman dan laju tingkat dekomposisi bahan di dalam tanah. Rasio C/N rendah berarti bahan mengandung banyak N dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok N bagi tanaman. Sebaliknya bahan-bahan dengan rasio C/N tinggi akan sulit terdekomposisi dan dapat menyebabkan kekahatan N pada tanaman. Jika hanya sedikit N yang terkandung dalam residu tanaman maka jasad renik akan menggunakan N-inorganik di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian ia berebut N dengan tanaman dan mengurangi jumlah N yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Munawar, 2011) Susetyo (2011) menyatakan bahwa setiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Dengan demikian jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama. 2.7 Pemupukan Pupuk Organik Rekomendasi dosis aplikasi kompos dan mulsa kompos pada tanaman sayuran yang ditanam pada tanah berpasir (light sandy soils) sebesar 20 – 25 m3/hektar (Pauline dan O’maley, 2008). Menurut Sutapradja (2008), pada penelitian terhadap tanaman kubis dengan perlakuan kompos sampah perkotaan, dosis aplikasi 15 ton perhektar memberikan hasil yang terbaik ditinjau dari berat bersih per krop pertanaman dan diameter krop serta lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan dosis kompos 5 dan 10 ton per hektar.

17

3 METODE PENELITIAN 3.1 Survei Limbah Organik Susu Bubuk Potensi limbah organik susu bubuk beserta pengelolaannya didapatkan melalui survei. Survei dilakukan pada dua kategori perusahaan yang mungkin menghasilkan limbah padat organik susu bubuk, yaitu produsen produk susu bubuk dan distributor produk susu bubuk. Pada saat awal dilakukan identifikasi produsen produk susu bubuk (skala nasional) dan distributor produk susu bubuk (daerah jabodetabek). Beberapa data yang akan ditanyakan : 1. Identitas responden 2. Tahapan proses kerja yang menghasilkan limbah 3. Jumlah limbah yang diperoleh pada tiap tahapan proses per bulan 4. Pengelolaan limbah yang dilakukan : a. Dilakukan sendiri b. Kerjasama dengan pihak lain 5. Beberapa alternatif pengelolaan yang mungkin dilakukan baik sendiri maupun dikerjasamakan dengan pihak lain : a. Membuat secondary produk (makanan/minuman) b. Memanfaatkan IPAL c. Dibakar/insenerasi d. Dibuang-dianggap disposal e. Pemanfaatan non produk : (1) Sebagai pakan ternak (2) Sebagai pupuk (3) Pengomposan (4) Pemanfatan yang lain f. Di retur ke pabrik prinsipalnya (untuk distributor) Produsen susu bubuk yang menjadi sasaran survei adalah produsen susu berskala nasional dengan merek-merek yang sudah terkenal di pasar. Sedangkan distributor susu yang akan disurvei adalah distributor susu diwilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). 3.2 Penelitian Lapang Penelitian lapang akan dilaksanakan di daerah Sentul Kabupaten Bogor. Alamat : Jl. Alternatif Sentul Sirkuit No. 9 Kp Babakan Cikeas RT 06/03 Desa Sentul, Kecamatan Babakan Madang – Kab. Bogor 16810. Dilokasi penelitian ini telah tersedia sarana dan prasaran pembuatan kompos yang meliputi sampan kebun yang berasal dari hasil potongan rumput dan dedaunan yang jatuh ke tanah, juga tersedia mesin pencacah rumput, rumah pengomposan yang terdiri dari 36 lubang pengomposan (Gambar 9).

18

Gambar 9 Bahan, alat dan sarana pengomposan Bahan dan alat untuk percobaan penanaman sayuran organik sudah tersedia, tray plastik untuk penyemaian benih, bedeng pembibitan, bedeng tanam serta alatalat penunjang produksi yang lain (Gambar 10)

Gambar 10 Bahan, alat dan sarana pertanian sayuran organik Analisa Laboratorium dilaksanakan sesuai dengan kemampuan jenis analisa yang ada dari laboratorium tersebut. Laboratorium yang akan digunakan untuk analisa sampel adalah : Laboratorium Tanah – Balai Penelitian Tanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 – Jawa Barat

19

Penelitian lapang ini berupa seri dari dua tahap penelitian : 1. Penelitian fortifikasi kompos : konsentrasi penambahan susu bubuk dan konsentrasi dekomposer yang optimal terhadap hasil proses pengomposan sampah kebun. 2. Penelitian dosis aplikasi pemupukan menggunakan kompos terfortifikasi terhadap produksi beberapa jenis sayuran daun 3.3 Penelitian Awal Dalam penelitian awal dilakukan pengamatan pada : 1. Analisa kondisi tanah awal sebagai kontrol : Dilakukan pengambilan sampel untuk pengukuran sifat-sifat kimia tanah pada setiap petak tanam sayur pakchoi (36 petak tanam) sesuai kodel sampel. Sampel yang diperoleh kemudian dikirim ke laboratorium Laboratorium Tanah – Balai Penelitian Tanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 – Jawa Barat. Pengujian dilakukan terhadap tekstur tanah, pH, C organik aktif, C organik total, N total, P2O5, K2O, Ca, Mg, K, Na, KTK dan kesadahan basa. 2. Analisa kondisi green waste awal meliputi kadar air, C organik total (%), N total dan C/N. 3. Percobaan trial fortifikasi kompos dengan limbah susu bubuk. Telah dilakukan percobaan pendahuluan yang berupa trial pengomposan dengan fortifikasi limbah susu bubuk. Setelah itu hasil kompos dianalisa sesuai Tabel 7. Tabel 7 Hasil trial fortifikasi kompos dengan limbah susu bubuk

20

3.4 Penelitian Fortifikasi Kompos Penelitian ini berfokus kegiatan pengomposan yaitu pada proses fortifikasi kompos limbah kebun. Sludge cair Ipal diperlakukan sebagai dekomposer dan limbah susu bubuk dimanfaatkan untuk memperkaya nutrisi kompos yang dihasilkan. Penelitian fortifikasi kompos dimulai dengan proses pengomposan, analisa hasil kompos dan uji coba kompos yang dihasilkan untuk produksi sayur pakchoi organik. Skema penelitian fortifikasi kompos disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Skema penelitian fortifikasi kompos Tujuan penelitian fortifikasi kompos adalah meneliti pengaruh faktor konsentrasi sludge IPAL sebagai dekomposer dan dosis (konsentrasi) fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kualitas hasil kompos. 3.4.1

Rancangan Percobaan : Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor A : Konsentrasi sludge IPAL tiga taraf yaitu : (1) konsentrasi 0% (% v), konsentrasi 10% (% v), dan (3) konsentrasi 20% (% v). Faktor B : Dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kompos 4 taraf yaitu : (1) dosis 0% (% w), (2) dosis 10% (% w), (3) dosis 20% (% w), dan (4) dosis 30% (% w). Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model linear Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2 faktor dengan 3 ulangan : Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + Ɛij; dimana : µ = rataan umum αi = pengaruh jenis decomposer ke i βj = pengaruh dosis fortifikasi susu ke j (αβ)ij = pengaruh kombinasi jenis dekomposer ke1 dan dosis fortifikasi ke j Ɛij = galat

21

3.4.2

Persiapan Lubang Pengomposan : Persiapan lubang pengomposan sebagai berikut : 1. Dibuat 36 lubang pengomposan dengan ukuran (P x L x T) = 100 cm x 100 cm x 100 cm 2. Diatas lubang pengomposan diberi naungan berupa atap dari terpal. Naungan ini berfungsi agar suhu dan kelembaban selama proses pengomposan terjaga. 3. Gambar 12 menunjukkan pengaturan lubang pengomposan.

Gambar 12 Rencana pengaturan lubang pengomposan 4. Dilakukan penyiapan patok untuk identitas. 5. Dilakukan pengacakan untuk penentuan perlakukan tiap lubang kompos. 3.4.3

Proses Pengomposan Proses pengomposan dilakukan menurut tahapan sebagai berikut : 1. Sampah kebun yang berupa rumput dan daun-daun yang jatuh ke tanah dikumpulkan dan dibawa ke tempat pencacahan 2. Diambil sampel untuk dilakukan pengukuran kadar air 3. Dilakukan pencacahan dengan menggunakan mesin pencacah. 4. Dilakukan penimbangan dan dimasukkan ke dalam lubang kompos’ 5. Dilakukan penambahan limbah susu bubuk sesuai perlakukan (0%, 10%, 20% dan 30%) 6. Dilakukan pengadukan sampai merata. 7. Penyiapan dekomposer yang berupa sludge IPAL 8. Dibuat larutan dekomposer sesuai perlakuan (0 %, 10% dan 20%) 9. Larutan dekomposer disiramkan sampai merata sambil dilakukan pengadukan. 10. Pengomposan dimulai 11. Dilakukan pembalikan satu minggu sekali selama 6 minggu pengomposan. 12. Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap permukaan kompos. Jika terlihat kering, maka dilakukan pembasahan dengan penyiraman seperlunya.

3.4.4

Pengukuran Kualitas Hasil Kompos Kualitas kompos dari berbagai perlakuan yang dicobakan kemudian dilakukan analisa mutu kompos sesuai SNI : 19:7030-2004yang meliputi kandungan : (1) C organik (%), (2) N total (%), (3) P (%), K (%), (4) komponen mikro yang meliputi logam berat dan bahan ikutan lainnya, (5) mikroba pathogen yang meliputi Escherichia coli dan Salmonella sp.

22

Gambar 13 Diagram alir proses pengomposan Pengujian Kompos dengan Sayur Pakchoy (Brasica rapa L) Kompos yang dihasilkan sesuai dengan perlakuan dicobakan pada sayur pakchoy (Brasica rapa L). Oleh karena itu dibuat petak tanam berjumlah 36 buah dengan ukuran 1 x 5 meter yang keseluruhannya terdiri dari 4 bedeng. Dilakukan pengacakan petak dalam bedeng untuk menghindari bias perlakuan. Setelahnya dibuatkan patok kode perlakuan pada tiap petak sesuai hasil pengacakan (Gambar 14).

3.4.5

Gambar 14 Rencana pengaturan petak penanaman sayuran pakchoy Pengaruh perlakuan kompos terhadap sayuran daun diteliti dengan cara aplikasi kompos tersebut pada sayuran pakchoy (Brasica rapa L) organik sesuai diagram alir (Gambar 15).

23

a. Peningkatan kesuburan tanah dengan membandingkan kualitas tanah sebelum aplikasi kompos dan kualitas tanah setelah panen sayur pakchoi (Brasica rapa L) diukur dari kadar C organik aktif, C organik total, N, P dan K dan parameter lainnya. b. Sebagai indikator pertumbuhan tanaman diukur tinggi tanaman dan jumlah daun setiap minggu (7 hari setelah tanam, 14 hari setelah tanam dan 21 hari setelah tanam). Pengukuran lebar daun, berat dan panjang akar dilakukan pada saat panen c. Pengukuran Yield sayuran pakchoy (Brasica rapa L) berupa berat kotor dan berat bersih siap konsumsi/m2.

Gambar 15

Diagram alir penanamani sayur pakchoy (Brasica rapa L) menggunakan pupuk organik kompos yang telah difortifikasi.

3.4.6

Pengukuran Kesuburan Tanah Setelah Panen Sayur Pakchoi (Brasica rapa L) Dilakukan pengambilan sampel untuk pengukuran sifat-sifat kimia tanah pada setiap petak tanam sayur pakchoi (36 petak tanam) sesuai kodel sampel. Sampel yang diperoleh kemudian dikirim ke laboratorium Laboratorium Tanah – Balai Penelitian Tanah Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 – Jawa Barat. Pengujian dilakukan terhadap tekstur tanah, pH, C organik aktif, C organik total, N total, P2O5, K2O, Ca, Mg, K, Na, KTK dan kesadahan basa.

3.4.7

Penentuan Kualitas Kompos Yang Terbaik Penentuan kompos terbaik dari penelitian fortifikasi kompos ini didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut : 1. Peningkatan kesuburan tanah dengan membandingkan kualitas tanah sebelum aplikasi kompos dan kualitas tanah setelah panen sayur pakchoi (Brasica rapa L) diukur dari kadar C organik aktif, C organik total, N, P dan K 2. Kualitas instrinsik kompos berupa hasil analisa C, N, C/N ratio, P dan K

24

3. Sebagai indikator pertumbuhan tanaman diukur tinggi tanaman dan jumlah daun setiap minggu (7 hari setelah tanam, 14 hari setelah tanam dan 21 hari setelah tanam). Pengukuran lebar daun pada saat panen 4. Pengukuran yield sayuran pakchoy (Brasica rapa L) berupa berat kotor dan berat bersih/m2 sebagai indikator 3.5 Penelitian dosis aplikasi pemupukan menggunakan kompos terfortifikasi. Penelitian dosis aplikasi kompos berfokus pada penentuan dosis aplikasi kompos terfortifikasi pada kegiatan budidaya 4 jenis sayuran daun yaitu bayam, caisin, kangkung dan kaylan. Skema penelitian disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Skema penelitian dosis aplikasi kompos terfortifikasi Tujuan penelitian dosis aplikasi kompos adalah untuk melihat pengaruh dosis aplikasi kompos terhadap produktifitas beberapa jenis sayuran daun serta pengaruhnya terhadap peningkatan kesuburan tanah. 3.5.1

Rancangan Percobaan : Faktor yang hendak diamati adalah dosis aplikasi kompos untuk setiap jenis sayuran. Terdapat empat kelompok percobaan (masing-masing untuk tiap jenis sayuran). Rancangan percobaan untuk setiap jenis sayuran adalah Rancangan Acak lengkap satu faktor 5 taraf dengan 3 kali ulangan. Untuk satu jenis sayuran akan dilakukan pada bedeng yang sama. Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah rancangan acak lengkap Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model linear Rancangan Acak Lengkap 1 faktor (5 taraf) dengan 3 ulangan sebagai berikut : Yij = µ + αi + Ɛij Dimana : µ = rataan umum αi = Pengaruh dosisi aplikasi kompos ke i Ɛij = galat

25

Dicobakan 5 level dosis pemupukan dengan kompos yang difortifikasi yaitu : (1) dosis 0 kg/m2 (kontrol), (2) dosis 3 kg/m2, (3) dosis 6 kg/m2, (4) dosis 9 kg/m2 dan (5) dosis 12 kg/m2. Masing-masing dosis pemupukan diaplikasikan pada empat jenis sayuran daun yaitu : (1) kangkung; (2) kailan; (3) bayam hijau dan (4) caisin. Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan. Instruksi kerja penanaman jenisjenis sayuran yang diuji coba dalam penelitian ini disajikan dalam lampiran. Untuk melihat tingkat optimalisasi pemupukan dilakukan uji linieritas/regresi antara dosis pemupukan terhadap respon yang diukur. Bedeng tanam untuk ke 4 (empat) jenis sayuran diatur sesuai Gambar 17.

Gambar 17 Pengaturan bedeng tanam untuk penelitian dosis aplikasi kompos Pengamatan dilakukan terhadap : 1. Peningkatan kesuburan tanah dengan membandingkan kualitas tanah sebelum aplikasi kompos dan kualitas tanah setelah panen sayuran diukur dari kadar C organik aktif. 2. Sebagai indikator pertumbuhan tanaman diukur tinggi tanaman dan jumlah daun setiap minggu (7 hari setelah tanam, 14 hari setelah tanam dan 21 hari setelah tanam). Pengukuran lebar daun, berat akar dan panjang akar dilakukan pada saat panen. 3. Pengukuran Yield sayuran panen kotor dan panen /m2 sebagai indikator Diagram alir penanaman empat jenis sayuran (Gambar 18) menunjukkan tahapan proses kegiatan dan proses pengamatan yang hendak dilakukan.

26

Gambar 18 Diagram alir penanaman sayur bayam, kailan, caisin dan kangkung. 3.5.2

Penentuan Dosis Pemupukan Yang Optimal Dosis pemupukan optimal ditentukan berdasarkan evaluasi keseluruhan terhadap berbagai indikator pengukuran pada level dosis pemupukan dan pada perbagai umur tanaman yaitu (1) jumlah daun, (2) tinggi tanaman, (3) proporsi siap panen, (4) panen kotor dan (5) panen bersih.

27

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Limbah Padat Susu Bubuk Distributor Sebanyak 8 distributor produk makanan dan minuman disekitar Jabotabek dan satu industri makanan dan minuman di Bogor yang memproduksi produk susu bubuk disurvey dengan memberikan kuisioner. Secara umum responden distributor yang disurvey (Gambar 19) lebih banyak mendistribusikan susu bubuk (80,81%) dibandingkan dengan susu cair (19,19%). Rata-rata limbah distributor yang disurvei adalah 2,35%. Limbah susu bubuk ini sebagian besar berasal dari produk balikan (return) toko.

19.19% Susu Cair Susu Bubuk 80.81%

Gambar 19 Proporsi pendistribusian susu bubuk dan susu cair pada distributor makanan dan minuman di lokasi Jabotabek. Rata-rata limbah ditingkat distribusi sebesar 2,35% ini tergolong besar. Sistem distribusi perlu ditinjau secara menyeluruh untuk mengurangi limbah yang terjadi. Sistem informasi antara industri dan distributor perlu diperbaiki sehingga akurasi rencana penjualan bisa lebih baik. Demikian juga pemantauan stok dan order di toko-toko juga perlu diperbaiki. Produk makanan memiliki umur produk yang sudah ditentukan oleh pabrik oleh karena itu perlu lebih waspada terhadap jumlah persediaan. Kelebihan order yang pada akhirnya tidak terjual bisa mengakibatkan produk kadaluarsa di gudang. Sistem informasi yang terbuka antara industri, distributor sampai dengan toko perlu ditingkatkan dan membuat sistem arus data yang baik, dengan demikian pemantauan arus barang serta kondisi persediaan di setiap titik bisa diperbaharui setiap saat. Aspek transportasi dan bongkar muat barang merupakan hal yang juga tidak kalah penting untuk diperbaiki. Pemilihan jenis kendaraan yang sesuai (box tertutup) serta pengawasan proses bongkar muat dengan baik juga perlu dilakukan. Di supermarket, toko-toko dan pasar seringkali dijumpai proses bongkar muat dikerjakan oleh kuli bongkar yang memperlakukan produk dengan tidak baik.

28

Gambar 20 Persentase limbah distributor dibandingkan total distribusi produk susu bubuk. Distributor dan toko terutama toko-toko tradisional perlu meningkatkan sistem pengelolaan gudang yang baik. Kondisi penanganan barang di gudang, keluar masuk barang seharusnya mengikuti kaidah fifo (first in first out). Mengingat yang disimpan adalah produk makanan, maka aspek HACCP (Hazzard Analysis And Critical Control Point) harus diterapkan pada sistem penyimpanan barang di gudang. Termasuk didalamnya adalah aspek standar bangunan gudang (suhu, penerangan, kelembaban, dan lain-lain), kebersihan gudang, aturan-aturan penyimpanan dan penanganan barang (maksimum tumpukan barang, identifikasi barang, dan lain-lain) serta penanganan hama dan serangga gudang (tikus, kelelawar dan lain-lain)

Gambar 21 Klasifikasi penyebab timbulnya limbah susu bubuk distributor.

29

Semua responden distributor belum memiliki fasilitas pengolahan limbah padat yang memadai. Hany memiliki tempat sampah untuk limbah domestik. Semua distributor menyatakan melakukan pembakaran limbah padat susu bubuk dengan metode pembakaran biasa yaitu menggunakan bahan bakar bensin atau solar. Ditinjau dari pengelolaan limbah yang baik, seharusnya pembakaran dilakukan dengan menggunakan incenerator. Pembakaran biasa berpotensi menyebabkan polusi asap dan emisi gas NOx dan SOx yang tidak ramah lingkungan. 4.2 Limbah Padat Susu Bubuk Industri Hasil pencacatan limbah pada responden pabrik susu bubuk disajikan pada Tabel 8. Dari total limbah susu bubuk yang diterima oleh pabrik, sebagian masih bisa dikonsumsi yaitu untuk kondisi produk masih utuh (kemasan tidak bocor) dan belum kadaluarsa (jarak dari tanggal kadaluarsa diatas 3 bulan). Limbah susu bubuk dengan kondisi ini dimusnahkan dengan cara pembagian cuma-cuma kepada karyawan. Secara rutin diadakan pembagian produk kepada karyawan untuk segera dikonsumsi oleh keluarga karyawan. Agar tidak disalahgunakan (dijual) oleh karyawan maka kemasan produk di coret dengan garis silang dengan menggunakan spidol permanen. Sebagian besar limbah susu bubuk yang diterima pabrik adalah produk yang kadaluarsa dan produk dengan kondisi rusak yaitu kemasan bocor karena robek atau bocor. Produk ini tidak layak konsumsi dan harus dimusnahkan. Metode pemusnahan yang dipakai adalah incenerasi dengan menggunakan alat incenerator dengan sistem pembakaran ganda (double burner). Alat ini menggunakan bahan bakar gas alam dengan kapasitas 100 kg limbah susu bubuk tiap kali proses pembakaran. Proses pembakaran berlangsung ada suhu 800 oC – 1000 oC agar tercapai pembakaran yang sempurna. Pada beberapa kasus khususnya yang terjadi pada tahun 2013 terjadi penarikan produk karena masalah mutu (rasa dan aroma tidak sesuai spesifikasi). Perusahaan membagikan produk yang masih layak konsumsi tersebut kepada karyawan. Tabel 8 Pencatatan limbah pada pabrik industri penghasil susu bubuk dari tahun 2012 sampai tahun 2013. Dimusnakan Jumlah Biaya Karyawan (incenerasi) Tahun Total Incenerasi (kg) (Rp x 1000) Kg % Kg % 2.011 4.247,0 237,7 5,6% 4.009,3 94,4% 8.018,7 2.012 3.529,5 596,0 16,9% 2.783,0 78,8% 5.565,9 2.013 9.892,5 6.634,5 67,1% 3.258,0 32,9% 6.516,0 Rata-rata 5.889,7 2.489,4 29,8% 3.350,1 68,7% 6.700,2 Keterangan : biaya incenerasi = Rp 2000/kg (PPLI. 2013)

Limbah padat susu bubuk di pabrik yang disurvei jumlahnya tentu lebih besar. Rata-rata harian jumlah limbah yang ada di pabrik 9,7 kg/perhari. Limbah padat yang dikelola sebagian berasal juga dari produk kembalian agen (return). Sebagaimana pengelolaan di distributor, limbah yang tidak layak konsumsi dibakar dengan menggunakan alat incenerator. Pembakaran dengan incenerator ini kualitas

30

pembakarannya bagus yaitu terjadinya pembakaran yang sempurna. Suhu pembakaran incenerator bisa mencapai kondisi pirolisis yaitu pada suhu 800 oC1000 oC. Biaya incenerasi ini cukup besar karena perusahaan harus berinvestasi membeli alat incenerator. Alat ini menggunakan bahan bakar gas alam serta harus dioperasikan oleh operator yang sudah berpengalaman. Dengan jumlah limbah yang cukup besar, maka perlu dipikirkan upaya recycle dengan memanfaatan limbah susu bubuk tersebut menjadi bentuk lain. Prasad et al. (2004) menyatakan bahwa limbah padat organik industri susu bisa dimanfaatkan sebagai kompos, pupuk atau pakan ternak.

Gambar 22 Pengelolaan limbah susu bubuk di industri susu. Perkiraan jumlah limbah padat susu bubuk jika dihitung secara nasional yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9

Produksi Susu Bubuk Nasional, Perkiraan Volume Limbah dan Perkiraan Biaya Pemusnahannya.

31

4.3 Penelitian Awal Penelitian fortifikasi kompos didahului dengan melakukan pengukuran awal terhadap kondisi tanah awal dan kondisi ‘green waste’ awal. Pengukuran tanah awal di lokasi penelitian dilakukan terhadap tekstur tanah, pH, C organik, N, P2O5, K2O dan mineral Ca, Mg, K, Na serta nilai KTK. Kondisi tanah awal disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 23 Green waste awal dan green waste yang telah digiling untuk pengukuran awal. Kondisi awal green waste diukur dengan parameter kadar air, C organik total dan N organik total. Hasil pengamatan kandungan green waste disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengukuran C organik dan N total green waste untuk bahan baku kompos.

Hasil analisis (Tabel 10) terlihat bahwa green waste di lokasi penelitian memiliki kandungan C yang cukup tinggi (32.2 %) sedangkan kandungan N total cukup rendah (0.98 %). Wilkinson et al. (2011) menyatakan bahwa rumput cacah sebagai bahan kompos mengandung komponen N sebesar 1,8 %, C/N rasio sebesar 17 dan kadar air 40% bisa di komposkan dengan sludge limbah produksi (konsentrasi 25% berat).

32

Gambar 24 Proses sampling tanah awal Tanah lokasi penelitian merupakan tanah dengan karakteristirk campuran tanah liat dan lempung berdebu. Jika dibanding dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno. 1995) maka disimpulkan kondisi tanah awal di lokasi penelitian kurang subur. Tabel 11

Perbandingan kondisi tanah awal di lokasi penelitian dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Hardjowigeno. 1995)

Dengan kondisi green waste (Tabel 10) dan kondisi tanah percobaan (Tabel 11) yang miskin hara, maka perlu ditambahan bahan lain ke dalam proses pengomposan yang bisa memperkaya nutriisi kompos terutama untuk peningkatan N, P dan K dari kompos yang dihasilkan.

33

4.4 Pengomposan Seluruh sampel percobaan dikomposan secara bersamaan (Gambar 25). Selama proses pengomposan dilakukan pembalikan kompos untuk mempertahankan aerasi yang baik serta kerataan proses pengomposan. Setelah proses pengomposan berlangsung selama 4 minggu dilakukan analisis terhadap sampel percobaan. Secara umum proses pengomposan berjalan sesuai dengan metode penelitian. Terjadi peningkatan suhu sampai dengan 60 oC selama kurang lebih 2 minggu pengomposan. Pada akhir pengomposan diperoleh kompos berwarna kehitaman.

Gambar 25 Proses pengomposan Rataan hasil analisa kompos dan hasil analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 12. Dari tabel tersebut terlihat bahwa : a. Faktor konsentrasi sludge ipal (faktor A): (1) Berpengaruh nyata terhadap C organik total, K2O kompos (2) Berpengaruh sangat nyata terhadap N total kompos b. Faktor dosis fortifikasi limbah susu bubuk (faktor B): (1) Berpengaruh nyata terhadap C organik total kompos (2) Berpengaruh sangat nyata terhadap N total, P2O5 dan K2O kompos. c. Interaksi faktor A dan faktor B : (1) Berpengaruh sangat nyata kandungan N total kompos.

34

Tabel 12 Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kualitas hasil kompos.

Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi berpengaruh secara linier 4.4.1 Kadar C Organik total. Nilai tengah kadar C organik total dari keseluruhan data 13.715 % sedangkan standar kadar karbon kompos (SNI: 19:7030-2004) minimum adalah sebesar 9.8%. Baik faktor A maupun faktor B berpengaruh nyata terhadap kadar C organik total hasil kompos, sedangkan kombinasi perlakuan A dan B tidak berpengaruh nyata. Faktor A yang menghasilkan kadar C organik total tertinggi adalah A3 dengan nilai tengah sebesar 15.9 %. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa A3 berbeda dengan perlakuan yang lain. Faktor B yang menghasilkan kadar C organik total tertinggi adalah B4 dengan nilai tengah sebesar 17.7 %. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa B4 berbeda dengan perlakuan yang lain.

35

Semakin tinggi konsentrasi dekomposer maka semakin banyak mikroba yang ditambahkan. Proses dekomposisi green waste menjadi lebih sempurna. Semakin tinggi konsentrasi limbah susu bubuk, maka semakin banyak juga komponen organik yang ditambahkan. Susu merupakan sumber komponen organik yang bersumber dari karbohidrat (laktosa), lemak, maupun protein. 4.4.2 Kadar N Total. Nilai tengah kadar N total dari keseluruhan data 1.421% sedangkan standar Nitrogen kompos (SNI: 19:7030-2004) minimum adalah 0.4 %. Faktor A yang menghasilkan kadar N total tertinggi adalah A3 dengan dengan nilai tengah sebesar 1.9 %. Hasil uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa A3 berbeda dengan perlakuan yang lain. Faktor B yang menghasilkan kadar N total tertinggi adalah B4 dengan nilai tengah sebesar 1.9 %. Hasil uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa B4 berbeda dengan perlakuan yang lain. Kombinasi perlakuan A dan B berpengaruh nyata dan yang menghasilkan kadar N total tertinggi yaitu A3B3 dengan nilai tengah sebesar 3.0%. Dalam proses dekomposisi limbah susu bubuk, komponen karbohidrat sebagian terurai menjadi CO2, protein terurai menjadi senyawa mengandung N yang lebih sederhana, serta terjadi pelepasan mineral. Sludge ipal mengandung mikroba yang memang sudah terkondisi untuk mendekomposisi limbah yang megandung susu. Dengan demikian dengan semakin bertambahnya konsentrasi sludge ipal yang ditambahkan maka proses dekomposisi protein semakin sempurna. Senyawa protein ini terdeteksi sebagai N total kompos. Semakin besar jumlah limbah susu bubuk (sumber N) yang ditambahkan maka semakin besar juga kandungan N total kompos yang dihasilkan. 4.4.3 Kadar P2O5. Nilai tengah kadar P2O5 dari keseluruhan data 0.4183 % sedangkan standar kadar P2O5 (SNI: 19:7030-2004) minimum adalah sebesar 0.1 %. Faktor B berpengaruh nyata terhadap kadar P2O5 (mg/100 gr) kompos yang dihasilkan, sedangkan faktor A dan kombinasi A dan B tidak berpengaruh nyata. Faktor B yang menghasilkan kadar P2O5 (mg/100 gr) tertinggi yaitu B4 dengan nilai tengah sebesar 0.8 mg/100 gr. Uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa B4 berbeda dengan perlakuan yang lain. Limbah susu merupakan limbah yang kaya dengan unsur P (Prasad et al. (2004)). Semakin tinggi konsentrasi fortifikasi maka akan menyebabkan semakin tinggi pula kadar P2O5 kompos yang dihasilkan. 4.4.4 Kadar K2O. Nilai tengah kadar K2O dari keseluruhan data 0.4383 % sedangkan standar kadar K2O (SNI: 19:7030-2004) minimum adalah sebesar 0.2 %. Faktor A dan faktor B masing-masing berpengaruh nyata terhadap kadar K2O, sedangkan kombinasi faktor A dan B tidak berpengaruh nyata. Faktor A yang menghasilkan kadar K2O tertinggi adalah A3 dengan nilai tengah sebesar 0.5 mg/100 gr. Uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa A3 berbeda dengan perlakuan yang lain. Faktor B yang menghasilkan kadar K2O tertinggi adalah B4 dengan nilai tengah sebesar 0.7 mg/100 gr. Uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa B4 berbeda dengan perlakuan yang lain.

36

Hasil selengkapnya uji Anova dan Uji lanjutan (Tukey) pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kualitas kompos disajikan pada Lampiran 7. 4.4.5 Analisa Cemaran Mikroba Pathogen Dan Logam Berat Analisa terhadap cemaran mikroba pathogen hanya dilakukan terhadap sampel A3B4 yaitu sampel dengan perlakuan konsentrasi slude ipal tertinggi (20%) dan dosis fortifikasi tertinggi (30%) dengan asumsi sampel tersebut yang paling mungkin terkontaminasi mikroba pathogen. Sesuai dengan Baku Mutu dari Permentan No 70/Permentan/SR.140/10/2011 maka mikroba pathogen yang dianalisa adalah Escherichia coli dan Salmonella sp. Tabel 13 Hasil pengamatan terhadap mikroba pathogen pada sampel kompos dengan dosis konsentrasi sludge ipal terbesar (A3=20%) dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terbesar (B4=30%) ---------- Parameter Mikroba Kontaminan --------Kode Escherichia coli Salmonella sp No Satuan Sampel Baku Hasil Analisis Baku Hasil Analisis Mutu Sampel Mutu Sampel < 10 2 1 A3B4R1 < 10 2 36 < 30 MPN/g < 10 2 2 A3B4R2 < 10 2 < 30 92 MPN/g < 10 2 3 A3B4R3 < 10 2 < 30 < 30 MPN/g Baku Mutu sesuai Permentan No 70/Permentan/SR.140/10/2011 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kandungan Escherichia coli dan Salmonella sp masih memenuhi persyaratan baku mutu. Miller (2003) menyatakan pada proses pengomposan juga terjadi pengurangan bakteri pathogen dan parasit. Hal ini dimungkinkan karena adanya kenaikan suhu setidaknya 131 oF selama 3 hari pada kondisi ‘aerated pile’ atau 131 oF selama 2 minggu pada zona panas pada kondisi windrow pile yang di balik sebanyak 5 kali. Hasil pengukuran kadar logam berat dan cemaran lainnya menunjukkan bahwa kompos yang diberi perlakuan sludge ipal sebagai dekomposer dan difortifikasi dengan limbah susu bubuk disajikan pada Tabel 14. Dari data tersebut disimpulkan bahwa kompos tersebut masih memenuhi baku mutu sesuai SNI:19:7030-2004.

37

Tabel 14 Hasil analisis logam berat pada sampel kompos dengan perlakuan konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi susu bubuk Senyawa

Rata-rata hasil pengukuran

1

Pb

td

maksimum 150,0

ppm

2

Cd

1,3

maksimum

3,0

ppm

3

As

0,3

maksimum 13,0

ppm

Hg

td

maksimum

ppm

La

0

-

Ce

0

maksimum

No

4 5 6

Sampel

Semua sampel

Standar Mutu

0,8

Satuan

ppm 2,0

ppm

Bahan ikutan 0 % lainnya Keterangan : td = tidak terdeteksi ; standar mutu sesuai dengan SNI : 19:70302004 7

4.5 Pengujian Kompos Dengan Sayur Pakchoy dengan Indikator Pertumbuhan Tanaman Indikator pertumbuhan tanaman yang diamati adalah lebar daun, tinggi tanaman, panen kotor dan panen bersih. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 15. a. Konsentrasi sludge ipal (faktor A) tidak berpengaruh nyata pada lebar daun, tinggi tanaman, panen kotor dan panen bersih sayur pakchoy. b. Dosis fortifikasi limbah susu bubuk (faktor B) berpengaruh nyata terhadap lebar daun dan panen kotor sayur pakchoy. c. Kombinasi perlakuan A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap lebar daun, tinggi tanaman, panen kotor dan panen bersih. Faktor B yang menghasilkan lebar daun yang terbesar yaitu B4 (30 %) dengan mean 11.8 cm, sedangkan faktor B yang menghasilkan panen kotor terbesar adalah B4 (30%) dengan nilai tengah sebesar 18.40 kg/m2. Uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa B4 berbeda dengan perlakuan lainnya baik untuk lebar daun maupun untuk panen kotor. Terlihat bahwa perlakuan dosis fortifikasi limbah susu bubuk lebih dominan dalam menghasilkan daun sayur pakchoi yang lebih lebar. Perkembangan daun tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan N dari tanah. Dengan fortifilasi limbah susu bubuk, protein susu terdekomposisi menjadi komponen N yang lebih sederhana yang diserap sebagai sumber N bagi sayuran.

38

Tabel 15 Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap pertumbuhan dan hasil panen sayur Pakchoy

Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 5%. Panen kotor adalah sayur pakchoi yang sudah buang akarnya tetapi daunnya belum disortasi antara yang bisa dimanfaatkan dengan yang jelek (tua, berlubang, dan lain-lain). Faktor B berpengaruh nyata terhadap lebar daun sayur pakchoi. Yang menghasilkan panen kotor terbesar adalah B4 dengan mean 18,4 kg/m2. Dari hasil pengolahan data diatas terlihat hubungan antara lebar daun dan hasil panen sayur pakchoi. Dengan perlakuan fortifikasi kompos akan dihasilkan sayur dengan daun yang lebih lebar. Dengan demikian bobot hasil panennya juga meningkat. Panen bersih adalah sayur pakchoi yang dibuang akarnya dan daun yang jelek (daun tua dan berlubang). Merupakan sayur pakchoi yang siap jual/siap konsumsi. Faktor B berpengaruh hampir nyata terhadap panen bersih (p value 0.057; α = 0.05) sayur pakchoi. Yang menghasilkan panen kotor terbesar adalah B4 dengan mean 14.7 kg/m2. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan karena proses pengukuran-

39

pengukuran yang dilakukan menyebabkan banyak daun sayur pakchoi yang rusak (patah/sobek) Limbah padat organik susu bubuk merupakan limbah yang kaya akan nutrisi terutama nitrogen. Menurut standart SNI (2006) kadar N susu bubuk untuk kategori susu kurang lemak minimal 23% (% b/b). Pada waktu pengomposan, protein susu akan terdekomposisi menjadi senyawa yang lebih sederhana yang akhirnya diserap oleh tanaman. Efek yang teramati adalah daun pakchoi yang lebih lebar yang pada akhirnya panen yang lebih tinggi. Hasil analisis Anova dan uji lanjutan (Tukey) pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi kompos terhadap pertumbuhan sayur pakchoi disajikan pada Lampiran 8. 4.6 Pengaruh Berbagai Perlakuan Kompos Terhadap C-organik, N, P dan K Tanah Setelah Panen Sayur Pakchoi Unsur hara primer merupakan unsur hara yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Hasil analisis pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap unsur hara primer tanah disajikan pada Tabel 16. Analisis sample tanah dari bedeng yang telah ditanami sayur pakchoi setelah panen, menunjukkan bahwa : a. Faktor A (konsentrasi sludge ipal) berpengaruh nyata terhadap kadar C organik total, N total, dan P2O5 tanah setelah panen. b. Faktor B (dosis fortifikasi limbah susu bubuk) berpengaruh nyata terhadap kadar N total, P2O5 dan K2O tanah setelah panen. c. Interaksi faktor A dan faktor B berpengaruh nyata terhadap kadar N total dan K2O.

40

Tabel 16 Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kandungan C-organik aktif, C organik total, N, P dan K tanah setelah panen sayur pakchoi.

Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 5%. 4.6.1

Kadar C Organik Total (%) – Walkley and Black Faktor A berpengaruh nyata terhadap kadar C organik total tanah setelah panen sayur pakchoi. Faktor A yang menghasilkan C organik tanah terbesar adalah A3 dengan nilai tengah sebesar 1.9 %, sedangkan kadar C organik total tanah awal sebesar 1.83 %. Uji lanjutan Tukey menunjukkan A3 berbeda dengan perlakuan yang lain. Sludge ipal mengandung mikroba dekomposer. Seiring dengan meningkatnya kadar sludge ipal yang ditambahkan diduga proses dekomposisi komponen organik kompos dan proses dekomposisi lanjutan di tanah selama periode penanaman sayur pakchoi semakin baik yang berakibat meningkatnya kandungan C organik tanah setelah panen.

41

4.6.2

Kadar C Organik Aktif (mg/kg) C organik aktif adalah bagian dari C organik tanah berbentuk fraksi yang bersifat labil. Pengukuran kadar C organik aktif tanah setelah panen sayur pakchoi menujukkan bahwa perlakuan A, perlakuan B dan kombinasi perlakuan A*B tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun demikian uji perbandingan dua kelompok data (two sample T-Test) pada kadar C-aktif tanah awal dibandingkan dengan kadar C aktif tanah setelah panen pakchoi menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (p value = 0.000). Nilai tengah kandungan C-aktif tanah awal 616 mg/kg dan nilai tengah kandungan C-aktif tanah setelah panen pakchoi sebesar 773.5 mg/kg. Dengan demikian ada peningkatan C organik aktif tanah sebesar 157.4 mg/kg. Dengan demikian telah terjadi peningkatan kesuburan tanah dalam jangka pendek yang berpengaruh terhadap kinerja tanah dalam pertanian sayuran. Boxplot of C Aktif awal (mg/kg), C aktif akhir (mg/Kg) 900 800 700

Data

600 500 400 300 200 C Aktif awal (mg/kg)

C aktif akhir (mg/Kg)

Gambar 26 Boxplot perbandingan kadar C-aktif awal dan kadar C-aktif tanah akhir setelah panen sayur pakchoi. 4.6.3

Kadar N total (%) - Kjeldahl Faktor A, Faktor B dan Kombinasi A*B berpengaruh nyata terhadap kandungan N total tanah setelah panen sayur pakchoi. Faktor A1 dan A3 menghasilkan kadar N total tanah terbesar dengan nilai tengah sebesar 0.2%. Faktor B2, B4 dan B1 menghasilkan kadar N total tanah terbesar dengan nilai tengah sebesar 0.2 %. Kombinasi perlakuan A*B yang menghasilkan kadar N total tanah terbesar adalah : A1B4, A3B2, A1B1, A1B2, A3B1, A3B3, A2B4 dengan nilai tengah sebesar 0.2 %. Mengabaikan faktor B1 ( fortifikasi limbah susu bubuk 0 %) maka : Kombinasi perlakuan yang menghasilkan Kadar N total tanah terbesar adalah : A1B4, A3B2, A1B2, A3B3, A2B4. Limbah susu bubuk merupakan limbah yang kaya dengan kadar N yang berasal dari kandungan protein susu. Kadar N total tanah awal = 0.13 % (Kjeldahl). Dengan demikian terjadi peningkatan kadar N total tanah.

42

4.6.4

C-N Rasio Rasio Karbon Nitrogen (C/N). Hubungan C dan N menentukan nilai dari bahan atau paling tidak menentukan tindakan yang harus dilakukan agar penambahan bahan organik bermanfaat untuk perbaikan kondisi tanah. Pentingnya rasio C/N suatu bahan terkait dengan pengaruh bahan tersebut bagi ketersediaan N bagi tanaman dan laju tingkat dekomposisi bahan di dalam tanah. Rasio C/N rendah berarti bahan mengandung banyak N dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok N bagi tanaman. Sebaliknya bahan-bahan dengan rasio C/N tinggi akan sulit terdekomposisi dan dapat menyebabkan kekahatan N pada tanaman. Jika hanya sedikit N yang terkandung dalam residu tanaman maka jasad renik akan menggunakan N-inorganik di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian ia berebut N dengan tanaman dan mengurangi jumlah N yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Munawar, 2011) 4.6.5

Kadar P2O5 (HCl 25%) mg/100 gr Faktor A dan faktor B berpengaruh nyata terhadap kadar P2O5 tanah setelah panen sayur pakchoi. Namun kombinasi perlakuan A*B tidak mengahsilkan pengaruh yang nyata. Faktor A yang menghasilkan kadar P2O5 terbesar adalah A3 dengan nilai tengah sebesar 26.2 mg/100 gr. Faktor B yang menghasilkan kadar P2O5 terbesar adalah B4 dengan nilai tengah sebesar 26.7 mg/100 gr. Uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa A3 dan B4 berbeda dengan perlakuan yang lainnya. Kadar P2O5 (HCl 25%) tanah awal = 53 mg/100gr. Terjadi penurunan kadar P2O5 tanah setelah panen dikarenakan penyerapan oleh tanaman sayuran. 4.6.7

Kadar K2O (HCl 25%) mg/100 gr Faktor A tidak berpengaruh nyata, faktor B dan kombinasi perlakuan A*B berpengaruh nyata. Faktor B yang menghasilkan kadar K2O tertinggi adalah B4 dengan nilai tengah sebesar 55 mg/100gr. Kombinasi perlakukan yang menghasilkan kadar K2O tertinggi berturut-turut adalah A1B4 (nilai tengah sebesar 68,3 mg/100gr), A2B4, A3B3, A3B2, A3B4, dan A2B3. Kadar K2O (HCl 25%) tanah awal = 10 mg/100gr. Dengan demikian terjadi peningkatan kadar K2O tanah yang cukup besar setelah ditanam sayur pakchoi. 4.7 Pengaruh Terhadap Unsur Ca, Mg, K,Na dan KTK Unsur-unsur diatas adalah unsur hara yang jumlahnya di dalam tanah pada umumnya dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Dari hasil uji sidik ragam terlihat bahwa faktor A hanya perpengaruh nyata terhadap KTK tanah. Faktor B tidak berpengaruh nyata pada semua unsur hara di atas.. Interaksi faktor A dan faktor B tidak berpengaruh nyata pada semua unsur di atas. Limbah susu bubuk sebenarnya mengandung beberapa unsur hara sekunder seperti Ca. Namun penambahannya terlalu sedikit sehingga tidak berpengaruh nyata pada kandungan Ca tanah.

43

Tabel 17 Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kesuburan tanah setelah panen sayur Pakchoy terhadap Ca, Mg, K, Na dan KTK tanah.

Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%.

4.8 Pemilihan Dosis Fortifikasi Kompos Kriteria pemilihan kombinasi perlakuan yang terbaik dengan urutan prioritas adalah hasil panen/m2, indikator pertumbuhan tanaman, dan pengaruh terhadap kesuburan tanah setelah panen sayur pakchoi. Pada indikator kualitas kompos, terlihat bahwa faktor A berpengaruh nyata terhadap kadar C organik, dan K2O serta berpengaruh sangat nyata terhadap N total kompos. Faktor B berpengaruh nyata terhadap kadar C organik dan berpengaruh sangat nyata pada kadar N total, P2O5 dan K2O kompos. Interaksi perlakuan A dan B hanya berpengaruh nyata pada kadar N total dari kompos. Pada indikator peningkatan kualitas kompos, maka perlakuan yang optimal masing-masing faktor adalah A3 dan B4.

44

Pada indikator pertumbuhan sayur pakchoi, hanya faktor B yang berpengaruh nyata terhadap lebar daun dan hasil panen kotor sayr pakchoi. Dari hasil uji lanjutan (Tukey) faktor B4 memberikan hasil yang optimal terhadap lebar daun dan hasil panen kotor sayr pakchoi. Pada indikator kesuburan tanah – unsur hara primer : a. Faktor A berpengaruh nyata terhadap kadar C organik tanah setelah panen. Uji lanjutan (Tukey) menunjukkan bahwa A3 memberikan kadar C organik tanah yang terbesar. b. Interaksi faktor A dan B yang memberikan kadar N total tanah terbesar adalah A1B2. c. Faktor A dan B berpengaruh nyata terhadap kadar P2O5 tanah. Interaksi tidak berbeda nyata. Faktor A dan B yang memberikan kadar P2O5 terbesar adalah A3 dan B4. d. Interaksi faktora A dan B yang menghasilkan kadar K2O terbesar adalah A1B4 Dari uraian di atas disimpulkan perlakuan konsentrasi sludge ipal sebagai dekomposer (faktor A) dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk (faktor B) yang terbaik untuk diterapkan pada penelitian Tahap II yaitu : A3 : konsentrasi Sludge Ipal 20% (volume) B4 : dosis fortifikasi limbah susu bubuk 30% (dry basis) Direncanakan untuk penelitian dosis pemupukan dibuat range pemupukan sebagai berikut : 0 kg/m2 – 3 kg/m2 – 6 kg/m2 – 9 kg/m2 – 12 kg/m2. Diharapkan bisa diperoleh dosis pemupukan yang optimal pada selang perlakuan tersebut. Sayuran yang akan diuji dengan dosis pemupukan tersebut di atas adalah : caisin, kailan, kangkung, dan bayam hijau cabut. Pengujian dosis aplikasi kompos terfortifikasi dilakukan dengan melihat beberapa indikator yaitu : (1) Jumlah daun sayuran, (2) Tinggi tanaman sayuran, (3) Proporsi siap panen tanaman sayuran dan (4) Yield hasil panen akhir tanaman sayuran yang diuji. 4.9 Pengujian Kompos Terfortifikasi Dengan Indikator Jumlah Daun Sayuran Pengaruh berbagai dosis pemupukan kompos terfotifikasi (kompos dengan perlakuan 30% limbah susu bubuk dan 20% sludge ipal) diuji terhadap sayuran caisin, kailan, kangkung dan bayam hijau. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dosis pemupukan kompos yang telah difortifikasi dengan limbah susu bubuk yang optimal.

45

Gambar 27 Pengamatan pertumbuhan sayuran

4.9.1 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun Caisin. Pada HST 7 pemupukan dengan berbagai dosis belum menunjukkan pengaruh terhadap jumlah daun. Setelah umur tanaman mencapai HST 14 baru terjadi perbedaan antara dosis A1 dengan dosis pemupukan lainnya (A2, A3, A4 dan A5). Dengan demikian ditinjau dari perlakukan pemupukan terhadap jumlah daun yang dihasilkan, dosis A2 sudah mencukupi. Tabel 18 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun caisin.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% Pada analisis regresi terlihat bahwa pada HST 14 terbentuk pola kuadratik. Pada HST ini terlihat perlakuan A4 (dosis 9 kg/m2) menghasilkan jumlah daun yang paling optimal.

46

Gambar 28 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur caisin pada beberapa umur tanaman. 4.9.2 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Jumlah Daun Kailan. Hasil uji F menunjukkan terjadi perbedaan jumlah daun kailan dengan berbagai dosis pemupukan pada HST 17 dan HST 21. Pada uji lanjutan sesuai hasil uji F HST 17 terlihat bahwa perbedaan mulai nyata pada level pemupukan A4 (dosis 9 kg/m2). Pada HST 21 perbedaan hanya terjadi antara perlakuan A0 (dosis 0 kg/m2)) dan kelompok perlakuan pemupukan selanjutnya (A2, A3, A4 dan A5). Dari analisis regresi terlihat bahwa terjadi hubungan linier yang nyata pada HST 17. Pertumbuhan tersebut melambat pada HST 19 dan HST 21. Jika indikator jumlah daun pada saat panen yaitu HST 21 dijadikan ukuran akhir, maka dosis A2 (3 kg/m2) sudah memadai. Namun demikian harus dilihat indikator yang lain.

47

Tabel 19 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun kailan.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % ** berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1 %

Gambar 29 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur kailan pada beberapa umur tanaman.

48

4.9.3 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun Kangkung Jumlah daun kangkung bertambah sesuai dengan dosis pemupukan pada HST 13 dan 15 dan selanjutnya tidak berbeda pada HST 17 dan 19. Uji lanjutan menunjukkan pada HST 13 ini dosis pemupukan mulai berbeda nyata pada level A3 (6 kg/m2). Namun setelahnya pertumbuhan melambat dan meningkat nyata pada HST 21 dan HST 28. Pada HST 21 terlihat pola yang tidak konsisten antara pertumbuhan jumlah daun dengan dosis pemupukan sedangkan pada HST 28 terjadi perbedaan yang nyata mulai dosis pemupukan A2 (3 kg/m2) dan seterusnya. Dengan demikian jika dilihat dari jumlah daun, maka dosis pemupukan A2 (3 kg/m2) sudah mencukupi. Tabel 20 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun kangkung.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% Dari analisa regresi terlihat bahwa mulai HST 13 pengaruh dosis pemupukan mulai terlihat. Jumlah daun kangkung terus bertambah sampai dengan usia panen (HST 21 – HST 28) meskipun pertambahan jumlah daun tersebut makin melambat.

49

Gambar 30 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur kangkung pada beberapa umur tanaman.

50

4.9.4 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Jumlah Daun Bayam Hijau. Pemupukan dengan kompos yang terfortifikasi baru berpengaruh nyata setelah HST 21. Pada HST 25 terjadi pola cubic dimana pada dosis pemupukan 9 kg/m2 sudah mulai menunjukkan penurunan pertumbuhan jumlah daun. Pada saat awal (HST 7 – HST14) tanaman bertambah tinggi, sedangkan jumlah daun tidak bertambah (tidak berbeda nyata). Dari hasil analisa jumlah daun, maka bisa disimpulkan untuk jumlah daun yang tertinggi dibutuhkan pemupukan dengan dosis tertinggi yaitu A5 (12 kg/m2). Tabel 21 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap jumlah daun bayam hijau.

Catatan : Q = quadratic, L= linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

51

Gambar 31 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap jumlah daun sayur bayam hijau pada beberapa umur tanaman. 4.10 Pengujian Dosis Pemupukan Kompos Terfortifikasi Dengan Indikator Tinggi Tanaman Sayuran 4.10.1 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Tinggi Tanaman Caisin Dosis pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman caisin mulai HST 14 dan HST 21. Pada HST 14 dan HST 21 mulai terjadi perbedaan antara A2 dan A1, sedangkan A2 tidak berbeda dengan dosis pemupukan yang lebih besar. Dengan demikian dengan melihat indikator tinggi tanaman, dosis pemupukan A2 (3 kg/m2) sudah mencukupi.

52

Tabel 22 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman caisin.

Catatan : Q = quadratic, L= linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

Gambar 32

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur caisin pada beberapa umur tanaman.

53

4.10.2 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Tinggi Tanaman Kalian Dosis pemupukan tidak berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kailan sejak HST 7 sampai dengan HST 17. Pada HST 19 dan HST 21 dosis pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Uji lanjutan Tukey menunjukkan bahwa pada HST 19 dan HST 21 mulai terjadi perbedaan antara A1 dan A2, sedangkan A2 dengan dosis pemupukan yang lebih tinggi tidak berbeda nyata. Tabel 23 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman kailan.

Catatan : Q = quadratic, L= linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

Dari analisis regresi terlihat bahwa dari HST 7 sampai dengan HST 17 terlihat pola pertumbuhan yang linier. Pada HST 19 dan HST 21 terjadi pola cubic. Berdasarkan analisa tinggi tanaman bisa disimpulkan bahwa pemupukan dosis A2 (3 kg/m2) sudah mencukupi.

54

Gambar 33

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur kailan pada beberapa umur tanaman.

4.10.3 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terfortifikasi Terhadap Tinggi Tanaman Kangkung Sejak HST 13 sampai dengan HST 28 dosis pemupukan kompos berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kangkung. Namun demikian analisis dibatasi sampai dengan HST 19 karena tinggi tanaman sudah diatas 25 cm sesuai dengan tinggi tanaman yang umum untuk panen (sesuai dengan keinginan pasar). Secara umum dosis A3 (6 kg/m2) memberikan hasil yang berbeda dengan dosis yang lebih rendah.

55

Tabel 24 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman kangkung.

Catatan : Q = quadratic, L = linie, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

Dari analisis regresi terlihat bahwa HST 7 sampai dengan HST 17 masih menunjukkan pola pertumbuhan tinggi tanaman linier. Mulai HST 19 mulai menunjukkan pola cubic. Dengan demikian untuk tinggi tanaman kangkung pemupukan terbaik adalah dosis A3 (6 kg/m2)

Gambar 34

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur kangkung pada HST 7 sampai HST 17

56

Gambar 35

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur kangkung pada HST 19 sampai HST 28

4.10.4 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Yang Difortifikasi Dengan Limbah Susu Bubuk Terhadap Tinggi Tanaman Bayam hijau Analisis pengaruh dosis pemupukan kompos terhadap tinggi tanaman bayam hijau dibatasi sampai HST 21 dikarenakan tinggi tanaman sudah diatas 25 cm yang merupakan batasan dari pasar. Mulai HST 21 sampai dengan HST 28 dosis pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bayam hijau. Pada HST 21, dosis A3 (9kg/m2) menghasilkan tinggi tanaman yang berbeda dengan dosis pemupukan yang lebih rendah. Dengan demikian ditinjau dari tinggi tanaman, dosis A3 (9kg/m2) merupakan dosis yang terbaik. Hubungan antara dosis pemupukan dan tinggi tanaman bayam hijau sangat kuat. Pada HST 14 dan 21 hubungan dosis pemupukan dan tinggi tanaman membentuk hubungan linier. Mengalami percepatan pertambahan tinggi tanaman karena dosis pemupukan pada HST 23 yaitu membentuk pola kuadratik.

57

Tabel 25 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap tinggi tanaman bayam hijau.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C= cubic * berbeda nyata pada taraf nyata 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf nyata 1%

Gambar 36

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur bayam hijau pada HST 7 sampai HST 23.

58

Gambar 37

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap tinggi tanaman sayur bayam hijau pada HST 25 dan HST 28

4.11 Pengujian Dosis Pemupukan Kompos Terfortifikasi Dengan Indikator Proporsi Siap Panen Pengukuran proporsi siap panen untuk pemupukan terhadap umur panen yang optimal.

mengetahui

pengaruh

dosis

4.11.1 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Sayur Caisin Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pemupukan berpengaruh sangat nyata pada HST 13, 15, 17 dan 21 serta berpengaruh nyata pada HST 17. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sayur caisin sangat responsif terhadap pemupukan. Pada HST 17 dosis pemupukan A2 (6 kg/m2) telah menunjukkan proporsi siap panen sebesar 90 %. Dosis A2 (6 kg/m2) ini berbeda nyata dengan A1 dan tidak berbeda nyata dengan dosis yang lebih besar. Tabel 26. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap proporsi siap panen sayur caisin .

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

59

Dari analisis regresi terlihat bahwa pada HST 17 sudah menunjukkan pola cubic dengan optimum dosis pemupukan pada taraf A2 (3 kg/m2). Pada HST 21 semua dosis pemupukan tidak berbeda nyata terhadap proporsi siap panen. Disimpulkan bahwa dosis pemupukan yang terbaik terhadap proporsi siap panen sayur caisin adalah A2 (3 kg/m2).

Gambar 38 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur caisin pada beberapa umur tanaman.

60

4.11.2 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Yang Difortifikasi Dengan Limbah Susu Bubuk Terhadap Proporsi Siap Panen Sayur Kailan Hasil analisis sidik ragam (Tabel 27) menunjukkan bahwa dosis pemupukan berpengaruh sangat nyata pada HST 13, 15, 17, dan 19 dan berpengaruh nyata pada HST 21. Secara umum pada HST 21 proporsi siap panen masih belum optimal karena masih didapatkan proporsi siap panen maksimum sebesar 70 % (perlakukan A4 dan A5). Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sayur kailan masih terus bertumbuh pada HST 21. Oleh karenanya umur panen harus diperpanjang lagi. Namun demikian dikarenakan standar produk siap jual, jika keseluruhan sayuran dipanen pada HST diatas 21 maka besar kemungkinan banyak sayuran yang terlalu tua. Oleh karenanya perlu dilakukan panen bertahap mulai HST 21. Berdasarkan analisis regresi, pada HST 19 dan HST 21 masih menunjukkan pola linier. Dengan demikian maka dosis pemupukan terbaik untuk proporsi siap panen tanaman kailan adalah A5 (12 kg/m2). Tabel 27 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap proporsi siap panen sayur kailan.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

61

Gambar 39 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur kailan pada beberapa umur tanaman. 4.11.3 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Sayur Kangkung Tabel 28 menunjukkan hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap proporsi siap panen sayur kangkung. Dosis pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap proporsi siap panen sayur kangkung mulai dari HST 13 sampai dengan HST 21. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pada HST 21 masih terjadi pertumbuhan yang cukup besar. Terlihat bahwa HST 21 masih belum optimal untuk umur panen karena baru 80 % yang bisa dipanen. Dikarenakan standar pasar mengenai ukuran tanaman, maka untuk sayuran kangkung bisa ditempuh panen secara bertahap mulai HST 21 dan seterusnya.

62

Tabel 28 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap proporsi siap panen sayur kangkung.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

Dari analisis regresi terlihat bahwa pada HST 13 sampai HST 19 masih menunjukkan pola proporsi siap panen yang linier. Pada HST 21 sudah mulai menunjukkan pola cubic. Pada HST 21 dosis pemupukan mulai A4 (9 kg/m2) berbeda nyata dengan dosis yang lebih rendah (A1 – A3) dan tidak berbeda nyata dengan dosis A5 (12 kg/m2). Oleh karena itu dilihat dari sisi proporsi siap panen dosis pemupukan yang optimum adalah A4 (9 kg/m2).

63

Gambar 40 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur kangkung pada beberapa umur tanaman. 4.11.4 Pengaruh Dosis Pemupukan Kompos Terhadap Proporsi Siap Panen Sayur Bayam Hijau. Teknik bertanam sayur bayam yang digunakan pada percobaan ini adalah langsung dari biji tanpa melalui penyemaian. Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi disajikan pada Tabel 29. Pada HST 13 dan HST 21 dosis pemupukan berpengaruh sangat nyata, sedangkan pada HST 15 sampai dengan HST 19 serta HST 23 dosis pemupukan tidak berpengaruh nyata. Analisis regresi menunjukkan bahwa dosis pemupukan pada HST 15 sampai HST 23 masih menyebabkan pola proporsi siap panen yang linier. Pada HST 21 pemupukan mulai dosis A4 menunjukkan hasil proporsi siap panen yang berbeda

64

dengan dosis dibawahnya (A1 – A3) dan tidak berbeda nyata dengan dosis diatasnya (A5). Dari data-data ini disimpulkan bahwa dosis pemupukan yang optimum untuk indikator proporsi siap panen adalah A4 (9 kg/m2). Tabel 29 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap proporsi siap panen sayur bayam hijau.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1%

65

Gambar 41

Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap proporsi panen siap jual tanaman sayur bayam hijau pada beberapa umur tanaman.

4.12 Pengujian Dosis Pemupukan Kompos Dengan Indikator Yield Hasil Panen Akhir Sayuran Indikator penting pada perlakuan adalah yield panen akhir. Perbandingan pengaruh dosis pemupukan dengan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap yield panen akhir dilakukan pada HST 21. Secara umum dosis pemupukan berpengaruh nyata terhadap yield hasil panen pada keseluruhan sayur yang diuji. Analisis yield panen akhir sayur caisin. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pemupukan berpengaruh nyata terhadap yield panen kotor akhir sayur caisin.

66

Uji lanjutan menunjukkan bahwa A1 – A2,A3,A4,A5. Dengan demikian bisa disimpulkan dosis pemupukan A2 yaitu 3kg/m2 sudah mencukupi. Analisis yield panen akhir sayur kailan. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pemupukan berpengaruh sangat nyata terhadap yiel panen akhir sayur kailan. Dari hasil uji lanjutan terlihat bahwa A1 - A2 - A3 - A4,A5.. Analisis regresi menunjukkan pola kubik. Dari informasi di atas bisa disimpulkan bahwa dosis optimum pemupukan adalah A4 yaitu 9 kg/m2. Tabel 30 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap yield hasil panen sayur caisin dan kailan pada HST 21.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% Analisis yield panen akhir sayur kangkung. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa pada HST 21 dosis pemupukan hanya berpengaruh nyata pada yield hasil panen kotor. Untuk yield hasil panen bersih tidak berbeda nyata. Dari hasil uji lanjutan terhadap panen kotor terlihat bahwa A1 - A3,A4,A5 - A2. Analisis regresi menunjukkan pola kuadratik dengan nilai optimum adalah dosis A2.yaitu 3 kg/m2. Analisis yield panen akhir bayam hijau. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa dosis pemupukan berpengaruh sangat nyata pada yield panen bayam hijau. Analisis lanjutan menunjukkan bahwa A1 - A2,A3 – A4 – A5. Hasil analisis regresi menunjukkan pola linier. Dengan demikian terlihat bahwa terjadi peningkatan yield sering dengan peningkatan dosis pemupukan. Namun demikian dengan adanya pematasan spesifikasi pasar dimana tinggi yang diinginkan adalah sekitar 25 cm maka pada HST 21 tinggi optimum sudah dicapai pada dosis pemupukan A3 yaitu 6 kg/m2 (mean tinggi tanaman 24,5 cm)

67

Tabel 31 Hasil analisis sidik ragam dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang difortifikasi limbah susu bubuk terhadap yield hasil panen sayur kangkung dan bayam hijau pada HST 21.

Catatan : Q = quadratic, L = linier, C = cubic * berbeda nyata pada taraf uji 5% ** berbeda sangat nyata pada taraf uji 1% Dari keseluruhan sayuran yang diuji, tanaman kangkung dan bayam hijau yang masih menunjukkan pola peningkatan yield yang linier. Hal ini berarti masih terjadi pertumbuhan yield. Dari pengamatan proporsi siap panen terjadi kesesuaian informasi yaitu pada HST 21 (kangkung) dan HST 23 (bayam hijau) maksimum nilai siap panen baru 80 %. Dengan demikian pemanenan dilakukan secara bertahap..

68

Gambar 42 Ringkasan grafik regresi dosis pemupukan (kg/m2) terhadap yield hasil panen kotor dan panen bersih tanaman sayur caisin, kailan, kangkung dan bayam hijau pada beberapa umur tanaman.

69

4.13 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Caisin Ringkasan penentuan dosis pemupukan sayur caisin disajikan pada Tabel 32. Terlihat bahwa pada dosis A2 (3 kg/m2) sayur caisin sudah tumbuh secara optimal. Sayur caisin telah bisa dipanen sebesar 90% - 100 % dengan tinggi tanaman y6ang optimal yaitu sekitar 25 cm sesuai dengan permintaan super market. Pada pemupukan A5 (12 kg/m2) memang dihasilkan hasil panen yang lebih besar namun tentu dibutuhkan biaya pupuk yang lebih tinggi. Untuk indikator tinggi tanaman, tanaman terlalu besar kalau dijual di super market. Tabel 32 Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur caisin

4.14 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Kailan Pada HST 21 pertumbuhan sayur kailan belum optimal karena maksimum baru 70% sayuran yang bisa dipanen. Pada HST 21 dosis pemupukan A3 (9 kg/m2) dihasilkan hasil panen yang cukup tinggi. Dosis pemupukan yang lebih besar tidak menghasilkan hasil panen yang berbeda. Tabel 33 Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur kailan

70

4.15 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Kangkung Dosis pemupukan A2 (3 kg/m2) menghasilkan pertumbuhan dan hasil panen yang optimal. Pada HST 21 pemupukan A2 menghasilkan jumlah daun dan tinggi tanaman kangkung yang tidak berbeda dengan dosis pemupukan yang lebih besar (A3,A4 dan A5). Hasil panen pada dosis pemupukan A2 (3 kg/m2) baik panen kotor maun panen bersih pada HST 21 telah optimal. Pemupukan dengan dosis yang lebih besar (A3, A4 dan A5) tidak menghasilkan hasil panen yang berbeda. Tabel 34 Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur kangkung

4.16 Pemilihan Dosis Pemupukan Sayur Bayam Hijau Hasil pengamatan Tabel 34 menunjukkan bahwa tanaman bayam hijau relatif lebih membutuhkan pemupukan dengan dosis yang lebih besar. Pada dosis A4 (9 kg/m2) telah dihasilkan hasil panen 70% pada HST 21 sedangkan tinggi tanaman telah melampaui kebutuhan pasar yaitu sekitar 25 cm. Oleh karenanya sayur bayam hijau bisa dipanen mulai HST dibawah 21. Pada HST 21 pemupukan dosis A4 (9 kg/m2) dan dosis yang lebih tinggi (A5 = 12 kg/m2) menghasilkan hasil panen kotor dan panen bersih yang tidak berbeda nyata. Tabel 35 Indikator pemilihan dosis pemupukan kompos yang difortifikasi terhadap sayur bayam hijau

71

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan 1.

2.

3.

1. 2. 3. 4. 5.

Tingginya produk balikan toko (return product) di distributor mengindikasikan masih perlunya perbaikan mekanisme distribusi dan penanganan produk. Incenerasi limbah di industri relative lebih baik dibandingkan dengan pembakaran biasa di distributor. Limbah susu bubuk bisa dimanfaatkan sebagai bahan pemerkaya kompos, sedangkan sludge ipal bisa dimanfaatkan sebagai dekomposer. Kompos yang dihasilkan : (1) Memiliki kualitas kompos yang lebih baik yaitu kandungan C organik total, N total (%), P2O5 (%) dan K2O (%) yang lebih tinggi. (2) Memenuhi baku mutu mikroba pathogen dan logam berat. (3) Pada uji coba dengan sayur pakchoi menghasilkan bobot panen kotor yang lebih tinggi serta daun yang lebih lebar. (3) Meningkatkan kesuburan tanah setelah panen sayur pakchoi dalam hal peningkatan kadar N total tanah (%), P2O5 (%) dan K2O (%) tanah serta berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan C organik aktif tanah. Kombinasi perlakukan yang terbaik dalam penelitian ini adalah A3B4 yaitu kompos menggunakan sludge ipal konsentrasi 20% (v/v) dan limbah susu bubuk dengan dosis 30%. (w/w) basis kering. Dosis optimum pemupukan sayur dengan kompos A3B4 untuk sayur caisin adalah sebesar 3 kg/m2, sayur kailan adalah 9 kg/m2, untuk sayur kangkung 3 kg/m2 dan untuk sayur bayam hijau adalah 9 kg/m2

5.2 Saran Baik distributor mapun industri perlu mencari berbagai alternatif pemanfaatan limbah kompos yang lebih ramah lingkungan. Perlu penelitian bahan-bahan limbah organik yang lain sebagai bahan fortifikasi kompos. Kompos yang terfortifikasi perlu dicoba pada berbagai jenis tanaman baik sayuran maupun tanaman keras. Perlu penelitian untuk melihat efek jangka panjang dari aplikasi kompos yang difortifikasi terhadap kesuburan tanah. Perlu penelitian jangka panjang terhadap besaran dosis pemupukan karena adanya residu kompos setelah panen yang bisa mengurangi dosis pemupukan periode tanam berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Allinson G, Halliwel, David J, Stokes and Josephine. 2007. Closing The Loop On Large, Multidiciplinary Dairy Waste Project. Australian Journal of Dairy Technology. 62:135-136, 138-153. [AIPS] Asosiasi Industri Pengolah Susu. Industri Pengolahan Susu Berpotensi Tumbuh 7 Persen. Metrotv News Online. (19 Nopember 2012) [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Kualitas Kompos. SNI 197030-2004. BSN. Jakarta [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Susu Bubuk, SNI 01-2970-2006. BSN. Jakarta [BPS] Biro Pusat Statistik. 2012. PDB Indonesia Menurut Penggunaan Tahun 20062011 - Katalog BPS : 9302004. Biro Pusat Statistik. Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Beberapa Indikator Utama SosialEkonomi Indonesia – Katalog BPS : 3101015. Biro Pusat Statistik. Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2013. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri : Impor Juni 2013 - Katalog BPS : 8202006. Biro Pusat Statistik. Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2014. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah Tahun 2000 – 2012. Biro Pusat Statistik. Jakarta. http://www.BPS.go.id. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2011. Permentan No 70/Permentan/Sr. 140/10/2011 Tentang pupuk Organik, Pupuk Hayati Dan Pembenah Tanah. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta Diaz LF, de Bertoldi M, Bidlingmaier W, and Stentiford E. 2007. Compost Science and Technology. Elsevier Ltd. Oxford UK. [FAO] Food And Agriculture Organization. 2013. Food Outlook – Biannual Report on Global Food Market November 2013. ISSN : 0251-1959 (print). http://www.fao.org/docrep/019/i3473e/i3473e.pdf Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Akademia Pressindo. Jakarta. [IFOAM] International Federation Of Organic Agricultural Movements. 2012. The IFOAM Norms for Organic Production and Processing. IFOAM. Germany. http://www.ifoam.org/about_ifoam/standards/norms/norm_documents_library/ Norms_ENG_V4_20090113.pdf (17 Oktober 2012). Josephine P and Philippe G. 2004. Environmental Impact of Farm-Scale Composting Practices. Water, Air, Soil Pollution. 153:45-68 Kemendag RI. 2014. Perkembangan Impor Menurut HS 6 Digit Periode 2009 – 2014. Kemendag RI. Jakarta. http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-exportimport/import-growth-hs-6-digits (14 Mei 2014) Marriott, Emily E, Wander and Michelle M. 2006. Total and Labile Soil Organic Matter in Organic and Conventional Farming Systems. Soil Science Society of America J 70,3 ; Proquest Agriculture J pq. 950.

73

Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor MA Shing-ming and Sauerborn J. 2006. Review of History and Recent Development of Organic Farming Worldwide. Agricultural Science in China. 5(3):169-178 Miller P. 2003. Composting: Improving On Time-Tested Technique. USDA-ARS (United States Department of Agriculture – Agriculture Research service). Baltimore-USA. http://www.ars.usda.gov/is/AR/archive/aug03/time0803.htm. (27 Juli 2012). Munawar A. 2011. Kesuburan Tanaman dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor National Organic Standardt Board. 2002. Compost Task Force Recommendation. USDA – ARS (Agricultural Research Service). www.ars.usda.gov [PPLI] Prasadha Pamunah Limbah Industri. 2013. Quotation Letter - Treatment and Disposal Rejected Product in Packaging. PPLI. Cileungsi – Bogor. Prasad P, Pagan R, Kauter M and Price N. 2004. Eco-Efficiency for the Dairy Processing Industry. The UNEP Working Group for Cleaner Production in the Food Industry. Dairy Australia. Victoria Setyorini D, Saraswati R dan Anwar EK. 2006. Kompos. Di dalam : Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D dan Hartatik, W, editor. Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor Siemonsma JS and Kasem P. 1994. Prosea-Plant Resources of South-East Asia No 8 - Vegetables. Prosea Foundation. Bogor [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2970-2006 - Susu Bubuk. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Stockdale EA, and Watson CA. 2009. Biological Indicator of Soil Quality in Organic Farming System. J Renewable Agriculture and Food System. 24:308-318. Susetya D. 2011 Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik Untuk Tanaman Pertanian-Perkebunan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. Tavarini S, Cardelli R, Saviozzi A, Degl E and Guidi L. 2011. Effects of Green Compost on Soil Biochemical Characteristics and Nutritive Quality of Leafy Vegetables. J Compost Science & Utilization. 19:114-122 Wilkinson K, Issa J, Cullis P, Meehan B, and De Blasio M. 2011. Cocomposting of Dairy Processing Sludge. BioCycle. 52:47-49 [US EPA] US Environmental Protection Agency. 2011. Composting. Washington, DC USA. last update 22 Nop. 2011.

US EPA

74

Lampiran 1 Hasil analisis tanah awal di lokasi penelitian

75

Lampiran 2 Hasil analisis green waste di lokasi penelitian

76

Lampiran 3 Hasil analisis mutu kompos yang difortifikasi dengan limbah susu bubuk dengan parameter komponen makro (lembar ke 1)

77

Lampiran 3 Hasil analisis mutu kompos yang difortifikasi dengan limbah susu bubuk dengan parameter komponen makro (lembar ke 2)

78

Lampiran 4 Hasil analisis kualitas kompos dengan parameter komponen mikro (lembar ke 1)

79

Lampiran 4 Hasil analisis kualitas kompos dengan parameter komponen mikro (lembar ke 2)

80

Lampiran 5 Hasil uji mikroba pathogen kompos (lembar ke 1)

81

Lampiran 5 Hasil uji mikroba pathogen kompos (lembar ke 2)

82

Lampiran 5 Hasil uji mikroba pathogen kompos (lembar ke 3)

83

Lampiran 6 Hasil analisis tanah setelah ditanami sayur pakchoi (lembar 1)

84

Lampiran 6 Hasil analisis tanah setelah ditanami sayur Pakchoi (lembar 2)

85

Lampiran 7 Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey terhadap kualitas kompos yang difortifikasi dengan limbah susu bubuk Taraf Faktor

A

B

A A1 A2 A3

Konsentrasi Sludge Ipal (%) Regresi Linear Quadratic B

N Total (%)

0.002

0.613 A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A3

B1 B2 B3 B4 B1 B2 B3 B4 B1 B2 B3 B4

P2O5 (HCl 25%) (%)

P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping 0.029 0.000 10.50 B 1.00 B 14.80 A B 1.30 B 15.90 A 1.90 A P-Value R-sq P-Value R-sq 0.016 15.90% 0.003 22.80% 0.039 17.90% 0.012 23.60% 11.20 12.20 A 13.80 A 17.70 A P-Value R-sq 0.029 13.30% 0.069 15.00%

A*B

Interaksi Faktor A vs Faktor B

C Organik (%)

0.047 B1 B2 B3 B4

Dosis Fortifikasi Limbah Susu Bubuk (%) Regresi Linear Quadratic

Parameter Pengamatan (ANOVA, Uji Beda Nilai Tengah Tukey (α = 0.05)

B B B

A A A A A A A A A A A A

Grouping

0.000

1.00 1.20 1.60 A 1.90 A P-Value R-sq 0.005 21.00% 0.021 21.00%

B B B

0.392 0.80 0.70 1.00 1.60 0.90 1.30 0.90 2.30 1.30 1.70 3.00 1.70

A

A A A A

B B B B B B B B

C C C C C C C C C C

P-Value Mean Grouping 0.023 0.40 B 0.40 A B 0.50 A P-Value R-sq

0.000

0.20 D 0.30 C 0.40 B 0.80 A P-Value R-sq

0.013 9.80 9.10 9.50 13.50 9.40 16.20 11.80 21.80 14.30 16.00 15.50 17.60

P-Value Mean 0.095 0.40 A 0.40 A 0.50 A P-Value R-sq

K2O (HCl 25%) (%)

0.30 C 0.40 B C 0.40 B 0.70 A P-Value R-sq

0.519 0.10 0.20 0.40 0.80 0.20 0.30 0.50 0.70 0.20 0.30 0.50 0.80

G E F G C D E A F G C D E F G B C D A B D E F G C D E F A B C A B

0.20 0.30 0.40 0.70 0.20 0.40 0.40 0.70 0.40 0.40 0.50 0.70

A A A A A A A A

D C D B C D B D B C D B C D B B C D B C D B C

86 Lampiran 8 Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey pengaruh perlakuan kompos yang terfortifikasi terhadap kualitas pertumbuhan sayur pakchoi Taraf

Faktor A Konsentrasi Sludge Ipal (%) Regresi Linear Quadratic

Parameter Pengamatan (ANOVA, Uji Beda Nilai Tengah Tukey (α = 0.05) Berat Kotor/Tanaman (gr) Panjang Akar (cm) Tinggi Tanaman (cm) Lebar Daun (cm) A B P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping 0.669 0.891 0.321 0.528 A1 10.70 A 187.90 A 10.70 A 26.8 A A2 10.60 A 176.10 A 10.60 A 26.5 A A3 11.00 A 187.50 A 11.20 A 27.4 A P-Value R-sq P-Value R-sq P-Value R-sq P-Value R-sq 0.472 1.50% 0.702 2.10%

B

0.017 B1 B2 B3 B4

Dosis Fortifikasi Limbah Susu Bubuk (%) Regresi Linear Quadratic A*B

Interaksi Faktor A vs Faktor B

0.177

10.00 10.90 A 10.40 A 11.80 A P-Value R-sq 0.004 22.20% 0.013 23.20% 0.975

A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A3

B1 B2 B3 B4 B1 B2 B3 B4 B1 B2 B3 B4

B B B P-Value

0.153 197.20 147.30 217.60 173.30 R-sq

A A A A

0.95 10.00 10.60 10.10 11.90 10.00 10.70 10.30 11.60 9.90 11.40 10.90 11.90

A A A A A A A A A A A A

0.087

10.20 11.00 10.70 11.40 P-Value R-sq

A A A A

0.613 204.70 175.20 195.90 176.10 196.30 122.80 211.70 173.60 190.50 143.90 245.30 170.10

A A A A A A A A A A A A

25.7 27.6 26.4 27.8 P-Value R-sq

A A A A

0.412 10.60 10.20 11.00 10.90 9.60 11.40 10.30 11.10 10.50 11.50 10.80 12.20

A A A A A A A A A A A A

27.5 26.9 26.6 26.2 27.9 27.3 26.2 24.6 29 28 27.7 24.9

A A A A A A A A A A A A

88

Lampiran 10 Hasil uji Anova dan uji lanjutan Tukey pengaruh perlakuan kompos yang terfortifikasi terhadap kandungan C organik aktif, C organik total, N total, P2O5 dan K2O tanah setelah ditanami sayur pakchoi Taraf

Faktor

Konsentrasi Sludge Ipal (%) Regresi Linear Quadratic

Parameter Pengamatan (ANOVA, Uji Beda Nilai Tengah Tukey (α = 0.05) C Organik Aktif C Organik Total (%) N Total (%) P2O5 (mg/100 gr) A B P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping P-Value Mean Grouping A 0.860 0.008 0.004 0.050 0% A1 223.5 A 1.70 A 0.20 A 21.40 A 10% A2 196.9 A 1.70 0.10 B 18.70 20% A3 189.7 A 1.90 A 0.20 A 26.20 A P-Value R-sq P-Value R-sq P-Value R-sq P-Value R-sq 0.053 10.60% 0.578 0.90% 0.012 23.60% 0.016 22.2% B

Dosis Fortifikasi Limbah Susu Bubuk (%) Regresi Linear Quadratic

0.546 0% 10% 20% 30%

B1 B2 B3 B4 P-Value -

A*B

Interaksi Faktor A vs Faktor B

0.227 175.8 266.5 167.4 203.7 R-sq

A A A A

149.50 321.80 127.70 295.00 143.20 263.80 322.10 58.40 234.60 213.80 52.50 257.70

A A A A A A A A A A A A

P-Value 0.690 0.600

0.182 A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A3

B1 B2 B3 B4 B1 B2 B3 B4 B1 B2 B3 B4

0.026 1.80 1.80 1.70 1.80 R-sq 0.50% 3.10%

A A A A

1.70 1.70 1.60 1.90 1.60 1.60 1.60 1.80 1.90 2.00 1.80 1.80

A A A A A A A A A A A A

P-Value 0.636 0.510

0.173

0.047 0.20 A 0.20 A 0.10 0.20 A R-sq 0.70% 4.00%

B B B

0.048

0.000

16.60 22.80 A 22.30 A 26.70 A P-Value R-sq

0.088 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10

A A A A A A A A A A A

? B B B B B B B B B B

K2O (mg/100 gr) P-Value Mean Grouping 0.101 32.70 A 34.30 A 42.80 A P-Value R-sq

P-Value

19.10 33.80 38.60 A 55.00 A R-sq

B B

C C

0.012 15.30 22.70 20.30 27.30 10.70 15.00 17.70 31.30 23.70 30.70 29.00 21.30

A A A A A A A A A A A A

16.00 21.00 25.70 68.30 14.30 30.00 31.30 61.70 27.00 50.30 58.70 35.00

A A A A A A A A A

B B

B B B B B B B

C C C

D D D

C C

D D D

C C

D

C

D

HASIL ANALISA TANAH SETELAH PANEN PAKCHOI Komponen Mikro NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kode

Petak

A1B1R1 A1B1R2 A1B1R3 A1B2R1 A1B2R2 A1B2R3 A1B3R1 A1B3R2 A1B3R3 A1B4R1 A1B4R2 A1B4R3 A2B1R1 A2B1R2 A2B1R3 A2B2R1 A2B2R2 A2B2R3 A2B3R1 A2B3R2 A2B3R3 A2B4R1 A2B4R2 A2B4R3 A3B1R1 A3B1R2 A3B1R3 A3B2R1 A3B2R2 A3B2R3 A3B3R1 A3B3R2 A3B3R3 A3B4R1 A3B4R2 A3B4R3

IV-2 II-4 I-6 II-1 II-6 III-4 IV-6 I-4 IV-7 II-2 I-2 III-5 IV-4 I-7 I-8 III-1 III-2 IV-5 I-9 II-7 II-9 IV-1 I-1 III-9 IV-3 II-5 II-8 III-3 IV-8 III-6 IV-9 I-3 I-5 III-7 II-3 III-8

Ca cmol/kg 6.35 8.80 9.36 8.06 8.55 7.52 10.40 10.15 10.72 10.24 18.53 10.36 6.63 9.73 8.23 9.78 13.53 7.45 11.95 8.40 9.67 7.43 8.76 7.58 8.35 7.70 13.28 13.44 16.66 9.69 16.83 14.44 6.31 8.34 8.72 6.31

A1 A2 A3

9.92 9.10 10.84

Nilai Tukar Kation (NH4 Acetat 1 N, pH 7) Mg K Na Jumlah KTK cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg cmol/kg 1.46 0.08 0.12 8.01 8.54 1.26 0.41 0.16 10.63 8.46 1.37 0.21 0.06 11.00 8.34 1.15 0.45 0.07 9.73 8.75 1.76 0.43 0.10 10.84 8.23 1.55 0.20 0.07 9.34 8.90 1.47 0.40 0.23 12.50 9.12 1.26 0.35 0.13 11.89 8.18 1.33 0.25 0.07 12.37 9.12 1.34 0.42 0.26 12.26 9.48 1.46 0.68 0.14 20.81 8.65 1.55 0.29 0.07 12.27 10.42 1.33 0.10 0.08 8.14 8.70 1.34 0.17 0.19 11.43 8.09 1.37 0.17 0.10 9.87 9.78 1.36 0.16 0.04 11.34 8.42 1.40 0.33 0.27 15.53 9.62 1.40 0.20 0.15 9.20 9.17 1.50 0.14 0.11 13.70 9.93 1.47 0.31 0.13 10.31 9.49 1.44 0.45 0.10 11.66 10.23 1.25 0.25 0.07 9.00 9.24 1.21 0.61 0.26 10.84 9.11 1.35 0.69 0.28 9.90 11.86 1.63 0.38 0.10 10.46 10.00 1.26 0.28 0.11 9.35 7.02 1.41 0.52 0.08 15.29 12.31 1.58 0.58 0.10 15.70 9.70 1.35 0.41 0.16 18.58 11.15 1.40 0.42 0.04 11.55 9.59 1.57 0.62 0.11 19.13 10.46 1.26 0.53 0.15 16.38 11.15 1.19 0.25 0.13 7.88 9.49 1.21 0.35 0.20 10.10 9.53 1.10 0.32 0.13 10.27 9.32 1.17 0.24 0.17 7.89 10.79

1.41 1.37 1.34

0.35 0.30 0.41

0.12 0.15 0.12

11.80 10.91 12.72

8.85 9.47 10.04

KB* %

B1 B2 B3 B4 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4

8.71 10.52 10.99 9.59 8.17 8.04 10.42 13.04 8.20 10.25 10.01 7.92 9.78 13.26 12.53 7.79

1.38 1.44 1.39 1.29 1.36 1.49 1.35 1.45 1.35 1.39 1.47 1.27 1.43 1.44 1.34 1.16

0.26 0.35 0.37 0.43 0.23 0.36 0.33 0.46 0.15 0.23 0.30 0.52 0.39 0.47 0.47 0.30

0.11 0.11 0.13 0.18 0.11 0.08 0.14 0.16 0.12 0.15 0.11 0.20 0.10 0.10 0.13 0.17

10.46 12.42 12.87 11.48 9.88 9.97 12.25 15.11 9.81 12.02 11.89 9.91 11.70 15.28 14.46 9.42

9.03 9.28 9.69 9.82 8.45 8.63 8.81 9.52 8.86 9.07 9.88 10.07 9.78 10.15 10.37 9.88

KCl 1 N Al

3+

H+ A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A1 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A2 A3 A3 A3 A3 A3 A3 A3 A3 A3 A3 A3 A3

B1 B1 B1 B2 B2 B2 B3 B3 B3 B4 B4 B4 B1 B1 B1 B2 B2 B2 B3 B3 B3 B4 B4 B4 B1 B1 B1 B2 B2 B2 B3 B3 B3 B4 B4 B4

Tabel .... Pengaruh konsentrasi sludge ipal dan dosis fortifikasi limbah susu bubuk terhadap kesuburan tanah setelah panen sayur Pakchoy thd komponen mikro tanah. Indikator Taraf Perlakuan Konsentrasi Sludge Ipal (A)

0% 10% 20%

Respon 0% 10% Dosis Fortifikasi Limbah 20% Susu Bubuk (B) 30% Respon A Perlakuan B 0% 0% 10% 20% 30% 10% 0% 10% Interaksi Perlakuan A 20% dan perlakuan B 30% 30% 0% 10% 20% 30% Respon

Ca Mg K Na KTK (cmol/kg) (cmol/kg) (cmol/kg) (cmol/kg) (cmol/kg) 9.92 9.10 10.84 tn 8.71 10.52 10.99 9.59 tn

1.41 1.37 1.34 tn 1.38 1.44 1.39 1.29 tn

0.35 0.30 0.41 tn 0.26 0.35 0.37 0.43 tn

0.12 0.15 0.12 tn 0.11 0.11 0.13 0.18 tn

8.85 9.47 10.04 * 9.03 9.28 9.69 9.82 tn

8.17 8.04 10.42 13.04 8.20 10.25 10.01 7.92 9.78 13.26 12.53 7.79 tn

1.36 1.49 1.35 1.45 1.35 1.39 1.47 1.27 1.43 1.44 1.34 1.16 tn

0.23 0.36 0.33 0.46 0.15 0.23 0.30 0.52 0.39 0.47 0.47 0.30 tn

0.11 0.08 0.14 0.16 0.12 0.15 0.11 0.20 0.10 0.10 0.13 0.17 tn

8.45 8.63 8.81 9.52 8.86 9.07 9.88 10.07 9.78 10.15 10.37 9.88 tn

90

Lampiran 12 Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos terfortifikasi terhadap jumlah daun caisin Analisis Pertumbuhan Jumlah Daun (pcs) Caisin Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 14 21 7 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,646 P-Value = 0,012 P-Value = 0,481 0 kg/m2 A1 2.9 A 3.0 B 2.4 A Dosis 3 kg/m2 A2 3.2 A 3.5 A 3.0 A pemupukan 6 kg/m2 A3 3.2 A 3.5 A 3.2 A kg/m2 9 kg/m2 A4 3.3 A 3.4 A 2.7 A 12 kg/m2 A5 3.3 A 3.4 A 3.1 A Uji F tn ** tn L Q L Regresi 5.37% 49.19% 0.00% R-sq adjusted 0.230 0.007 0.347 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

91

Lampiran 13

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah daun sayur kailan Analisis Pertumbuhan Jumlah Daun (pcs) Kailan Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 13 15 17 19 21 7 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,746 P-Value = 0,780 P-Value = 0,780 P-Value = 0,000 P-Value = 0,103 P-Value = 0,000 0 kg/m2 A1 3.0 A 2.6 A 2.6 3.9 C 4.1 A 4.0 B Dosis 3 kg/m2 A2 2.6 A 2.6 A 2.6 4.3 B C 5.2 A 6.0 A pemupukan 6 kg/m2 A3 2.8 A 2.9 A 2.9 4.4 B 7.0 A 6.0 A kg/m2 9 kg/m2 A4 2.9 A 2.8 A 2.8 4.9 A 5.6 A 6.0 A 12 kg/m2 A5 2.8 A 2.8 A 2.8 4.9 A 6.2 A 6.4 A Uji F tn tn tn ** tn ** L L L L L C Regresi 0.00% 0.00% 70.20% 81.25% 15.80% 95.42% R-sq adjusted 0.972 0.343 0.000 0.000 0.079 0.000 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

92

Lampiran 14 Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah daun sayur kangkung Analisis Pertumbuhan Jumlah Daun (pcs) Kangkung Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 7 13 15 17 19 21 28 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,046 P-Value = 0,002 P-Value = 0,021 P-Value = 0,256 P-Value = 0,687 P-Value = 0,003 P-Value = 0,004 0 kg/m2 A1 2.0 A 4.1 B 3.0 B 6.0 A 8.0 A 7.0 C 7.7 B Dosis 3 kg/m2 A2 2.0 A 4.7 B 4.3 A B 6.8 A 8.8 A 10.6 A 12.4 A pemupukan 6 kg/m2 A3 2.0 A 4.8 A 4.2 A B 7.1 A 9.3 A 8.0 B C 12.4 A kg/m2 9 kg/m2 A4 2.0 A 5.0 A 4.0 A B 7.1 A 8.9 A 9.7 A B 11.4 A 12 kg/m2 A5 2.2 A 5.2 A 4.6 A 6.5 A 7.0 A 9.3 A B 12.7 A Uji F tn ** * tn tn ** ** L L C Q L L C Regresi 25.59% 69.40% 55.82% 28.06% 0.00% 7.27% 69.54% R-sq adjusted 0.031 0.000 0.007 0.055 0.655 0.171 0.001 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

93

Lampiran 15 Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap jumlah sayur bayam hijau Analisis Pertumbuhan Jumlah Daun (pcs) Bayam Hijau Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 7 14 21 23 25 28 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = P-Value = 0,417 P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 0 kg/m2 A1 2.0 A 3.6 A 6.5 C 7.5 C 7.4 C 7.8 C Dosis 3 kg/m2 A2 2.0 A 3.9 A 6.5 C 7.3 C 7.4 C 8.0 C pemupukan 6 kg/m2 A3 2.0 A 3.6 A 8.3 B 9.3 B 9.8 B 10.1 B kg/m2 9 kg/m2 A4 2.0 A 4.1 A 8.6 B 10.0 A B 10.7 A B 10.9 A B 12 kg/m2 A5 2.0 A 3.6 A 10.9 A 10.9 A 11.0 A 11.5 A Uji F tn tn ** ** ** ** L Q L C L Regresi 0.00% 86.04% 83.48% 90.37% 86.80% R-sq adjusted 0.720 0.000 0.000 0.000 0.000 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

94

Lampiran 16

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur caisin Analisis Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) Caisin Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 14 21 7 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,134 P-Value = 0,022 P-Value = 0,003 0 kg/m2 A1 12.5 A 16.3 B 21.5 B Dosis pemupukan 3 kg/m2 A2 15.4 A 23.9 A 30.1 A kg/m2 6 kg/m2 A3 14.3 A 21.7 A B 27.8 A 9 kg/m2 A4 13.5 A 22.5 A B 29.1 A 12 kg/m2 A5 13.3 A 21.3 A B 30.8 A Uji F tn * ** L Q C Regresi 0.00% 34.56% 63.22% R-sq adjusted 0.873 0.031 0.003 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

95

Lampiran 17

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur kailan Analisis Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) Kailan Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 7 13 15 17 19 21 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,687 P-Value = 0,117 P-Value = 0,129 P-Value = 0,276 P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 0 kg/m2 A1 12.2 A 9.0 A 10.8 A 11.0 A 12.0 B 12.4 B Dosis 3 kg/m2 A2 10.3 A 10.5 A 11.6 A 12.6 A 19.8 A 19.6 A pemupukan 6 kg/m2 A3 10.7 A 11.1 A 12.5 A 13.5 A 19.7 A 20.6 A kg/m2 9 kg/m2 A4 13.2 A 11.9 A 13.0 A 13.3 A 18.1 A 21.1 A 12 kg/m2 A5 10.6 A 11.8 A 13.2 A 13.0 A 19.9 A 20.9 A Uji F tn tn tn tn ** ** L L L L C C Regresi 0.00% 39.26% 41.20% 14.79% 85.89% 94.67% R-sq adjusted 0.965 0.007 0.006 0.087 0.000 0.000 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

96

Lampiran 18

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur kangkung Analisis Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) Kangkung Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 7 13 15 17 19 21 28 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,581 P-Value = 0,001 P-Value = 0,006 P-Value = 0,020 P-Value = 0,008 P-Value = 0,004 P-Value = 0,002 0 kg/m2 A1 1.3 A 5.1 C 5.9 B 11.8 B 12.3 B 14.5 B 21.3 B Dosis 3 kg/m2 A2 1.2 A 8.3 B C 12.1 A B 23.6 A 26.2 A B 31.7 A 42.2 A pemupukan 6 kg/m2 A3 1.3 A 10.3 A B 12.6 A 21.7 A B 26.7 A 29.3 A 41.5 A kg/m2 9 kg/m2 A4 1.4 A 9.6 A B 14.1 A 23.6 A 25.1 A B 24.9 A B 41.1 A 12 kg/m2 A5 1.3 A 13.2 A 14.7 A 24.8 A 33.5 A 29.0 A 46.5 A Uji F tn ** ** * ** ** ** L L L L C C C Regresi 0.00% 68.61% 54.46% 34.45% 63.83% 68.49% 71.76% R-sq adjusted 0.661 0.000 0.001 0.013 0.002 0.001 0.001 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

97

Lampiran 19

Hasil uji Anova, uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap tinggi tanaman sayur bayam hijau Analisis Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm) Kangkung Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf 7 14 21 23 25 28 Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,000 P-Value = 0,242 P-Value = 0,001 P-Value = 0,012 P-Value = 0,001 P-Value = 0,000 0 kg/m2 A1 0.7 B 4.6 A 23.5 C 28.5 B 25.7 B 29.1 C Dosis 3 kg/m2 A2 1.0 A 6.4 A 24.5 B C 25.0 B 27.8 B 28.7 C pemupukan 6 kg/m2 A3 1.0 A 6.8 A 27.1 B C 30.2 A B 33.9 A B 35.1 B C kg/m2 9 kg/m2 A4 1.0 A 7.6 A 31.1 A B 33.1 A B 37.3 A 38.4 A B 12 kg/m2 A5 1.0 A 7.3 A 35.6 A 40.6 A 41.6 A 44.9 A Uji F ** tn ** ** ** ** C L L Q L L Regresi 80.96% 25.05% 75.39% 60.49% 79.35% 77.14% R-sq adjusted 0.000 0.033 0.000 0.002 0.000 0.000 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

98

Lampiran 20

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap sayur caisin Analisis Proporsi Siap Panen Analisa Regresi Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf R-sq P-value 13 15 17 19 21 Regresi adjusted Model Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 P-Value = 0,046 P-Value = 0,003 0 kg/m2 A1 0.0 B 0.10 B 0.10 B 0.50 A 0.80 B Q 80.42% 0.000 Dosis 3 kg/m2 A2 0.8 A 0.80 A 0.90 A 0.90 A 1.00 A L 60.84% 0.000 pemupukan 6 kg/m2 A3 0.7 A 0.70 A 0.80 A 0.80 A 1.00 A L 30.25% 0.020 kg/m2 9 kg/m2 A4 0.8 A 0.80 A 0.80 A 0.90 A 1.00 A L 55.14% 0.001 12 kg/m2 A5 0.7 A 0.70 A 0.80 A 0.90 A 1.00 A L 62.71% 0.000 Uji F ** ** ** * ** C Regresi C C L Q 86.72% R-sq adjusted 80.11% 85.05% 32.92% 59.39% 0.000 P-value Model 0.000 0.000 0.015 0.002 Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

99

Lampiran 21

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap sayur kailan Analisis Proporsi Siap Panen Analisa Regresi Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf R-sq P-value 13 15 17 19 21 Regresi adjusted Model Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,000 P-Value = 0,001 P-Value = 0,001 P-Value = 0,006 P-Value = 0,053 0 kg/m2 A1 0.0 C 0.2 B 0.3 B 0.4 B C 0.5 A Q 98.00% 0.000 Dosis 3 kg/m2 A2 0.2 B 0.3 B 0.3 B 0.4 C 0.5 A L 68.07% 0.000 pemupukan 6 kg/m2 A3 0.3 A B 0.3 A B 0.4 A 0.5 A B C 0.6 A Q 92.31% 0.000 kg/m2 9 kg/m2 A4 0.3 A B 0.4 A 0.5 A 0.5 A B 0.7 A L 83.09% 0.000 12 kg/m2 A5 0.4 A 0.5 A 0.4 A 0.6 A 0.7 A L 45.52% 0.003 Uji F ** ** ** ** tn C L C L L Regresi 86.47% 80.08% 77.66% 65.28% 44.33% R-sq adjusted 0.000 0.000 0.000 0.000 0.004 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

101

Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi terhadap proporsi siap panen sayur bayam hijau Analisis Proporsi Siap Panen Analisa Regresi Umur Tanaman (HST) Faktor Taraf R-sq P-value 13 15 17 19 21 23 Regresi adjusted Model Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,000 P-Value = 0,243 P-Value = 0,129 P-Value = 0,265 P-Value = 0,007 P-Value = 0,164 0 kg/m2 A1 0.0 B 0.3 A 0.5 A 0.6 A 0.6 B 0.7 A Q 0.832 0.000 Dosis 3 kg/m2 A2 0.0 B 0.4 A 0.5 A 0.7 A 0.6 A B 0.7 A C 0.939 0.000 pemupukan 6 kg/m2 A3 0.0 B 0.4 A 0.5 A 0.6 A 0.6 A B 0.8 A C 0.955 0.000 kg/m2 9 kg/m2 A4 0.2 A 0.4 A 0.6 A 0.6 A 0.7 A 0.8 A Q 0.870 0.000 12 kg/m2 A5 0.3 A 0.5 A 0.7 A 0.7 A 0.8 A 0.8 A C 0.945 0.000 Uji F ** tn tn tn ** tn Q L L L L L Regresi 85.41% 30.10% 36.86% 0.00% 55.30% 35.35% R-sq adjusted 0.000 0.020 0.010 0.568 0.001 0.011 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik Lampiran 23

101

102

Lampiran 24 Hasil uji Anova , uji lanjutan Tukey dan analisis regresi pengaruh dosis pemupukan kompos yang terfortifikasi limbah susu bubuk terhadap yield panen akhir sayur kailan, kangkung dan bayam hijau Analisis Statistik Yield Panen Akhir Sayuran Pada HST 21 Caisin Kailan Kangkung Bayam Hijau Faktor Taraf Panen Kotor Panen Bersih Panen Kotor Panen Bersih Panen Kotor Panen Bersih Panen Kotor Panen Bersih Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping Mean Grouping A P-Value = 0,001 P-Value = 0,012 P-Value = 0,000 P-Value =0,000 P-Value = 0,043 P-Value = 0,091 P-Value = 0,000 P-Value = 0,000 0 kg/m2 A1 735.1 B 395.6 B 184.9 C 168.1 C 515.0 B 394.7 A 650.4 C 573.1 C Dosis 3 kg/m2 A2 2494.0 A 1576.3 A B 356.5 C 340.3 C 1450.9 A 1198.4 A 897.1 B C 827.5 B C pemupukan 6 kg/m2 A3 2287.5 A 1276.7 A B 1141.0 B 963.5 B 1240.2 A B 1150.5 A 1117.0 B C 1042.6 B C kg/m2 9 kg/m2 A4 2303.8 A 1255.7 A B 1838.4 A 1655.8 A 1262.9 A B 1117.4 A 1444.8 A B 1366.6 A B 12 kg/m2 A5 3006.2 A 2065.3 A 1977.0 A 1801.1 A 1252.6 A B 864.3 A 1880.2 A 1829.3 A Uji F ** * ** ** * tn ** ** C C C C L Q L L Regresi 74.55% 59.56% 98.42% 97.82% 12.56% 36.34% 81.35% 80.93% R-sq adjusted 0.000 0.004 0.000 0.000 0.106 0.026 0.000 0.000 P-value Model Keterangan: tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%, ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%, * = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%, L = Uji regresi membentuk pola linier, C = uji regresi membentuk pola cubic, Q = uji regresi membentuk pola kuadratik

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Pebruari 1968 di Desa Jajag Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dari Ayah Maghribi Santoso dan Ibu Supiyati. Jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan penulis di daerah asalnya Kabupaten Banyuwangi. Selanjutnya penulis melanjutkan studi pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima pada jurusan tersebut melalui jalur undangan. Penulis menyelesaikan studi strata satu di IPB pada tahun 1992. Tahun 2011 penulis melanjutkan studi strata dua di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus strata satu, penulis mulai bekerja di PT Balisani Transindo Multidimensi pada akhir tahun 1992. Di perusahaan ini penulis menjabat sebagai Asisten Manajer pada proyek penanganan lahan tidur di Propinsi Sumatera Selatan. Pada akhir tahun 1993 penulis mulai bekerja di PT Nutrifood Indonesia sampai sekarang. Beberapa jabatan yang telah ditekuni selama di PT Nutrifood Indonesia antara lain Production Manager, Production Planning and Inventory Controll Manager, System Infrastructure Manager. Saat ini penulis menjabat sebagai Government Relation and Community Development Manager.