PEMANFAATAN RHIZOBIUM PADA PERTANIAN ORGANIK

Download seperti seperti Rhizobium, Azaospirillum dan Azotobacter, bakteri pelarut fosfat, ektomikoriza ... dibantu dengan pemanfaatan beberapa jeni...

0 downloads 414 Views 141KB Size
PEMANFAATAN BIOFERTILIZER PADA PERTANIAN ORGANIK

Oleh :

NINI RAHMAWATI, SP, MSi NIP. 132297158

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2005 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

ABSTRAK

Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Pertanian organik semakin berkembang sejalan dengan timbulnya kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan kebutuhan akan bahan makanan yang relatif lebih sehat. Dalam sistem pertanian organik yang tidak menggunakan masukan berupa bahan kimia buatan seperti pupuk kimia buatan dan pestisida, biofertilizer atau pupuk hayati menjadi salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan. Beberapa mikroba tanah seperti seperti Rhizobium, Azaospirillum dan Azotobacter, bakteri pelarut fosfat, ektomikoriza, endomikoriza dan MVA, mikoriza perombak selulosa dan efektif mikroorganisme dapat dimanfaatkan sebagai biofertizer pada pertanian organik. Bioferlizer tersebut fungsinya antara lain untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman, mempermudah penyerapan hara bagi tanaman, membantu dekomposisi bahan organik, menyediakan lingkungan rhizosfer yang lebih baik sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman. Pemanfaatan biofertizer pada pertanian organik harus lebih dikembangkan untuk mengurangi

ketergantungan

sistem

pertanian

organik

yang

lebih

banyak

memanfaatkan bahan organik dengan volume yang sangat besar serta mengefisienkan penggunaan bahan organik tersebut untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.

i Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini membahas mengenai pemanfaatan biofertizer atau pupuk hayati dalam sistem pertanian organik. Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan input berupa pupuk kimia buatan dan pestisida, penyediaan hara bagi tanaman dapat dibantu dengan pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah sebagai biofertilizer. Pemanfaatan biofertilizer ini akan menguntungkan bagi tanaman dan tidak akan mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini dan untuk lebih menyempurnakan makalah ini saran dan kriitik yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati.

Medan, November 2005 Penulis

ii Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK

………………………………………………………………

KATA PENGANTAR

……………………………………………….

i ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………

iii

I.

1

PENDAHULUAN

………………………………………………………

II. PERANAN BIOFERTILIZER

………………………………………….

III. BEBERAPA BIOFERTILIZER DAN MANFAATNYA ………………. 3.1. Bakteri Rhizobium …………………………………………………. 3.2. Azospirillum dan Azotobacter ………………………………………. 3.3. Mikroba Pelarut Fosfat …………………………………………….. 3.4. Mikoriza ……………………………………………………………. 3.4.1. Ekromikoriza ………………………………………………… 3.4.2. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular …………. 3.5. Mikoriza Perombak Selulosa ………………………………………. 3.6. Mikoriza Efektif (EM) …………………………………………….. IV.

3 5 5 6 8 9 10 11 12 12

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 14 4.1. Kesimpulan ………………………………………………………… 14 4.2. Saran ………………………………………………………………. 14

DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………………. 16

iii Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

I. PENDAHULUAN

Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan seimbang. Secara perlahan tapi pasti sistem pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan andilnya dalam pengembangan pertanian organik melalui penelitianpenelitian dan juga penyampaian informasi teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada sistem pertanian organik. Upaya yang mulai dilakukan adalah memperkenalkan bioteknologi dalam sistem pertanian organik yaitu dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan pengendalian penyakit. Beberapa mikroorganisme tanah seperti rhizobium, Azospirillum dan Azootobacter,

mikoriza , bakteri pelarut fosfat, mikoriza perombak selulosa dan

Effective microorganism (EM) bila dimanfaatkan secara tepat dalam sistem pertanian organik akan membawa pengaruh yang positif baik bagi ketersediaan hara yang dibutuhkan tanaman, lingkungan edapik, maupun upaya pengendalian beberapa jenis 1 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

penyakit. Sehingga akan dapat diperoleh pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal dan hasil panen yang lebih sehat. Mikroorganime tesebut sering disebut sebagai biofertilizer atau pupuk hayati.

2 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

II. PERANAN BIOFERTIZER

Pertanian organik dapat didefenisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahanbahan sintetis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Sembiring dkk, 2005). Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilan sistem pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara hara makro dan mikro terpenuhi dan aktivitas niroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga. Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengertahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). 3 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif diisolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan a[akah hasil inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli. Apabila

mikroorganisme

yang

diinokulasikan

cukup

efektif

dalam

meningkatkan hasil tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan skala besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Sutanto, 2002).

4 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

III. BEBERAPA BIOFERTILIZER DAN MANFAATNYA

Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia, terutama pada bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme yang bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang kerena kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbudhan dan peroduksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikansebagai biofertilizer (pupuk hayati). Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi sebagai berikut (Gunalan, 1996): 1. Penyedia hara 2. Peningkat ketersediaan hara 3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman 4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus 5. Pemantap agregat tanah 6. Perombak persenyawaan agrokimia

3.1. Bakteri Rhizobium Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap

5 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Suatu pigmen merah yang disebut leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994). Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100 – 300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10% - 25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).

3.2. Azospirillum dan Azotobacter Ada bebrapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mempu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter. Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengan tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga species yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen, yaitu Azospirillum brasilense, A. lipoferum, dan A. amazonese. Azospirillum merupakan salah satu jenis mikroba di daerah perakaran. 6 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabkan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara. Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adalah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutaan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lebih panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu, Azospirillum

meningkatkan

efisiensi

penyerapan

nitrogen

dan

menurunkan

kehilangan akibatan pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangan nitrogen lain. Azotobacter spp. juga merupakan bakteri non-simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kemampuannya dalam menambat nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon pertumbudhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan dtanaman. Peranan bakteri ini terhadap perkecambahan tidak banyak diminati, meskipun

7 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

demikian cukup banyak penelitian yang mengarah pada peranan Azotobacter dalam meningkatkan daya kecambah benih tanaman tertentu. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti, Di India inokulasi Azotobacter pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong, dan kubis ternyata mampu meningkatkan hasil tanaman tersebut. Apabila Azotobacter dan Azospirillum diinokulasikan secara bersama-sama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002)..

3.3. Mikroba Pelarut Fosfat Kebanyakan tanah di wilayah topika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto,2002). Bebarapa mikroba tanah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak larut dalam air dan manjadikannya tersedia bagi akar tanaman. Mikroba ini merubah bentuk P di alam untuk mencegah terjadinya proses fiksasi P. Dalam proses pelarutan P oleh mikroba berhubungan dengan diproduksinya asam yang sangat erat berhubungan dengan proses metabolisme (Prihatini, dkk, 1996). Ada beberapa jenis fungi dan bakteri seperti Bacullus polymyxa, Pseudomonas striata, Aspergillus awamori, dan Penicillium digitatum yang diidentifikasikan mampu melarutkan bentuk P tak larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Jumlah bakteri pelarut P dalam tanah sekitar 104 – 106 tiap gram tanah. 8 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat di Indonesia masih terbatas pada skala penelitian, belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan secara luas kepada petani. Cukup banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan jenis pupuk hayati ini. Mengingat potensinya dalam menanggulangi kendala pemupukan fosfat, terutama pada tanah-tanah bereaksi asam seperti kebanyakan tanah yang terdapat di daerah tropis, maka peranannya perlu diperhitungkan.

3.4. Mikoriza Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mebngkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994). Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama kali diperkenalkan oleh Frank pada tahun 1855. Dalam deskripsinya kemudian Frank membagi mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar menjadi dua golongan (Schneck, 1982) : 1. Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel korteks akar. 2. Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalam akar di antara dan di dalam sel-sel korteks akar.

3.4.1. Ektomikoriza Ektomikoriza biasanya berasosiasi dengan tanaman jenis pohon seperti pinus, oak, eukaliptus, dan lain-lain. Di dalam hutan di wilayah sub tropis banyak kita

9 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

jumpai jamur sebagai tempat hidup ektomikoriza. Asosasi ektomikoriza juga terjadi dengan fungi. Infeksi ektomikoriza diawali dengan dijumpai adanya pertumbuhan spora di perakaran tanaman. Setelah spora tumbuh, dengan cepat fungi tumbuh menutupi perakaran kecil dalam bentuk hifa yang menghambat pertumbuhan akar rambut. Ektomikoriza relatif sukar diidentifikasi dan dibiakkan di laboratorium. Sampai saat ini sedikit diketahui sebarannya, kelimpahan dan bagaimana populasi berkembang selama perubahan musim. Beberapa species mempunyai inang yang cukuip banyak, yang lain hanya menginfeksi beberapa jenis tanaman saja. Seringkali jenis tanaman pada umur tertentu terinfeksi bermacam-macam mikoriza, dan dalam beberapa kasus beberapa jenis fungi menginfeksi tanaman yang sama bahkan pada akar yang sama. Inokulasi tanaman dengan ektomikoriza akan memberikan keuntungan, bahkan di beberapa tempat tanaman akan tumbuh baik apabila terinfeksi mikoriza. Inokulasi akan mendorong pertumbuhan tanaman apabila infeksi secara alami terjadi pada kerapatan rendah, atau galur asli kurang efisien dibanding galur yang diinokulasikan. Beberapa jenis mikoriza banyak memberikan keuntungan pada pertumbuhan tanama (Sutanto, 2002).

3.4.2. Endomikoriza dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Pada saat ini endomikoriza dibedakan menjadi empat tipe yaitu : 1. Phycomycetous atau yang lebih kenal sebagai Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). 2. Orchidaceous 3. Ericoid 4. Arbutoid. 10 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

Diantara tipe-tipe itu, Phycomycetous memiliki daerah sebaran yang sangat luas sedangkan tipe yang lain ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu saja (Trappe and Schneck, 1982). Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan jenis fungi yang hidup berkoloni pada beberapa jenis tanaman pertanian, termasuk tanaman hortikultura dan kehutunan. Beberapa jenis yang dapat diidentifikasi termasuk ke dalam genus Glomus, Gigaspora, Acaulospora, Sclerocytis. MVA hidup bersimbiosis dengan tanaman inang dan tidak dapat ditumbuhkan pada media buatan di laboratorium. MVA membantu pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki ketersediaan hara fosfor dan melindungi perakaran dari serangan patogen. Perbanyakan dapat dilakukan di pot dengan menggunakan tanaman inang yang sesuai. Pada saat ini mikoriza banyak digunakan untuk membantu pertumbuhan benih tanaman seperti tembakau, tanaman hortikultura (tomat, jeruk, nabgga), dan tanaman kehutanan. Peluang masih terbuka untuk mempelajari dan mengembangkan mikoriza pada skala yang lebih besar. 3.5. Mikoriza Perombak Selulosa Bahan organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga tanah bapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Terdapat korelasi positif antara kadar bahan organik dengan produktivitas tanah. Kandungan bahan organik pada tanahtanah mineral di Indonesia umumnya rendah. Kandungan karbon organik pada tanah lapisan atas berkisar antara 0,9 – 2,0% (Pihatini, dkk, 1996). Pada saat ini jerami masih merupakan bahan yang umum digunakan sebagai sumber bahan organik pada tanah sawah. Jerami mengandung selulosa yang sangat tinggi sehingga memerlukan proses dekomposisi yang relatif lama. Beberapa mikroba 11 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

seperti Trichoderma, Aspergillus, dan Penecillium mampu merombak selulosa menjadi bahan senyawa-senyawa monosakarida, alkohol, CO2 dan asam-asam organik laiinya dengan dikeluarkannya enzim selulase (Rao, 1994). Penelitian di laboratorium Puslittanak menunjukkan bahwa inokulasi Trixhoderma pada jerani yang dibenamkan ke dalam tanah akan mempercepat proses dekomposisi gambut.

3.6. Mikroorganisme Efektif (EM) Mikroorgnisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kualitas tanah dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman. EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikrobia yang berasal dari lingkugnan alami. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli tidak dimodifikasi. Pengaruh Mikroorganisme Efektif yang menguntungkan adalah sebagai berikut (Sutanto, 2002) : 1. Memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah , serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit. 2. Memperbaiki

perkecambahan,

pembungaan,

pembentukan

pematangan hasil. 3. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman. 4. Meningkatkan manfaat bahan organik sebagai sumber pupuk.

12 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

buah

dan

13 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan Dari uraian-uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai pemanfaatan biofertiziler pada pertanian organik, yaitu; 1. Dalam sistem pertanian organik pemanfaatan biofertilizer (pupuk hayati) untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat dekomposisi bahan organik. 2. Yang termasuk biofertizer yang dapat membantu ketersediaan hara nitrogen bagi tanaman antara lain Rhizobium, Azospirillum, dan Azotobacter. 3. Yang termasuk biofertizer yang dapat membantu pneyediaan hara fosfat bagi tanaman antara lain bakteri pelarut fosfat, ektomikoriza dan mikoriza vesikular arbuskular (MVA). 4. Yang termasuk biofertizer yang dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik antara lain bakteri perombak selulosa dan Efektif Mikroorganisme (EM).

4.2. Saran Dalam sistem pertanaian organik yang sebagian besar memanfaatkan bahan organik dengan volume yang cukup banyak sebagai sumber hara bagi tanaman, penggunaan biofertizer dapat merupakan upaya efisensi penggunaan bahan organik tersebut. Selain dapat memperkecil volume bahan organik yang dibutuhkan dalam sistem pertanian organik juga dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik 14 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

sehingga unsur hara yang terkandung di dalamnya dapat segera dimanfaatkan tanaman.

15 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

DAFTAR PUSTAKA

Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Majalah Sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya. Hanum, H. 1997. Peningkatan Ketersediaan Hara N dan P pada Tanah Ultisols Melalui Inokulasi Rhizobia dan Mikoriza Vasikular Arbuskular serta Pemupukan Batuan Fosfat pada Tanaman Kedelai. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar. Go Ban Hong, N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Prihatini, T., A. Kentjanasari, dan Subowo. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian.Jurnal Litbang Pertanian XV (1). Rahmawati,N. 1999. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gas Asetilen dan Mikoriza Vesikular Arbuskular untuk Memperbaiki Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Berbagai Kondisi Kelembaban Tanah Ultisol. Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (TerjemahanH. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press). Sembiring, H., E. Sembiring dan D.R. Siagian. 2005. Pola Kerjasama Pengembangan Komoditi Pertanian Organik Dataran Tinggi Tujuan Ekspor di Kabupaten Tanah Karo. Seminar Sehari Peranan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati untuk Peningkatan Efisiensi Pemupukan pada Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Fakultas Pertanian UISU. Medan. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organi. Kanisius. Yoogyakarta. Trappe, J.M. and N.C. Schenck. 1982. Taxonomyof The Fungi Forming Endomycorrhizal dalam N.C. Schecnk (ed.). Methods and Principles of Mycorrhizal Research. APS. St. Paul MN.

16 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006

17 Nini Rahmawati: Pemanfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik, 2005

USU Repository©2006