PEMBANGUNAN EKONOMI BERBASIS RELIGI

Download dan kajian ekonomi yang menentang agama mulai mendingin. Para ekonom kontemporer ... Jurnal JIBEKA Volume 8 No. 2 Agustus 2014 : 63 - ... ...

0 downloads 299 Views 80KB Size
Yunus Handoko

63

Pembangunan Ekonomi Berbasis Religi Yunus Handoko Dosen STIE AsiA Malang Abstrak Ibarat gagasan membangun sebuah proyek, terlebih dahulu harus jelas proyek apa yang sedang dibangun, kemudian diteliti kemungkinan faktor-faktor yang mendukungnya, barulah pembangunnya dilaksanakan. Tanpa usaha-usaha awal semacam ini, sebuah konsep akan tetap berupa konsep, gagasan akan tetap gagasan, tidak pernah terealisasikan. Dengan kata lain diperlukan upaya pendekatan sistem untuk melakukan berpikir mengenali tentang berbagai faktor dan kemungkinan kekokohan bangunan sistem ekonomi Islam yang semestinya, baru kemudian dilakukan berpikir untuk melaksanakannya. Kalau kita belajar dari sejarah, abad ke-7 sampai abad ke-14 merupakan abad keemasan pembangunan Islam. Pada masa itu ekonomi dan agama menyatu, tidak terpisah sampai akhir tahun 1700-an di Barat juga demikian, ekonomi terikat dengan agama, Ahli ekonomi Barat seperti pendeta dan sekaligus ahli agama. Pada zaman pertengahan itu, ekonomi skolastik dikembangkan oleh tokoh-tokoh gereja seperti Thomas Aquinas, Augustin, dan lain-lain. Para fisiokrat telah berpikir tentang tanah dan orang berdasarkan kekristenan. Tetapi dengan adanya revolusi industri dan produksi massal, ahli ekonomi Barat mulai memisahkan kajian ekonomi dari religi. Kita mengenal keadaan seperti ini sebagai revolusi awal tentang kekuasaan gereja, dan merupakan awal kajian ekonomi yang menjauhkan dari pikiran ekonomi skolastik. Sejak itu sejarah berjalan terus sampai keadaan di mana pemikiran dan kajian ekonomi yang menentang agama mulai mendingin. Para ekonom kontemporer mulai mencari lagi sesuatu yang hilang itu, sampai mereka menyadari kembali betapa pentingnya kajian ekonomi yang berkarakter humanis, bermoral dan religius. Kata Kunci: pembangunan, berbasis, religi. Abstract Like the idea of building a project, the project must first be clear what is being built, and then investigated the possibility of the factors that support it, then builders implemented. Without the initial efforts of this kind, a concept will remain a concept, the idea will remain an idea, never materialized. In other words, the effort required to perform a systems approach recognizes thinking about the robustness of the various factors and the possibility of building an Islamic economic system proper, then do think to carry it out. If we learn from history, the 7th century until the 14th century was the golden age of development of Islam. At that time the economy and religion united, not separated until the late 1700s in the West, too, the economy is bound to religion, the West economists as well as clergy and religious scholars. In the medieval period, scholastic economics was developed by figures such as Thomas Aquinas Church, Augustin, and others. The Physiocrats had been thinking about the land and people based on Christianity. But with the industrial revolution and mass production, the West economists began to separate economic study of religion. We recognize this situation as the start of the revolution on the power of the church, and an initial economic assessment away from scholastic economic thought. Since then history continues until a state in which thought and economic studies that oppose religion began to cool. Contemporary economists began to look for something that is missing again, until they realize the importance of an economic study of the humanist character, moral and religious. Keywords: development, based, religious. Pendahuluan Masalah ekonomi merupakan masalah yang dapat dianggap universal. Mengapa? Sebab seluruh dunia menaruh perhatian pada masalah ekonomi. Oleh karena itu, banyak yang beranggapan bahwa peperangan atau penjajahan yang terjadi sekalipun tidak seluruhnya tetapi kebanyakan dikarenakan masalah ekonomi juga. Penjajahan perbudakan, maupun penindasan tidak lain hanyalah perwujudan yang memiliki sisi lain dari peperangan yang terjadi. Para ahli ekonomi sibuk dan membuat dunia seluruhnya tenggelam dalam karangan-karangan mereka soal ekonomi. Akan tetapi, jarang sekali yang dapat dipertemukan satu sama lain dalam sedikit atau banyak hal. Begitu ketat dan sengitnya perseteruan itu, maka

dunia terbagi menjadi blok-blok, yaitu barat dan timur, kapitalis dan komunis, dan seterusnya. Dengan adanya blok-blok tersebut, maka semakin sulit bagi ilmu ekonomi untuk memecahkan persoalan masyarakat dalam kehidupannya. Karena tidak ada suatu strategi dan cara yang utuh dan menyeluruh. Di sisi lain, aspek kehidupan umat manusia sangat kompleks. Mengingat pentingnya persoalan ekonomi bagi kehidupan umat manusia, mengapa persoalan ekonomi ini tidak dapat diselesaikan secara komprehensif. Tentu saja, pisau bedah persoalan inilah yang mungkin kurang tepat untuk diterapkan. Untuk ini, kita perlu kembali pada strategi serta cara yang benar dan menyeluruh.

64

Jurnal JIBEKA Volume 8 No. 2 Agustus 2014 : 63 - 68

Dari literatur yang kita baca, berkaitan dengan persoalan ekonomi salah satu sebab mengapa ekonomi dunia selalu mengalami krisis adalah karena penerapan sistem bunga yang semakin hari semakin mencekik. Oleh karena itu, harus dipikirkan bagaimana penyelesaian terhadap persoalan ini secara tuntas. Sebagai contoh, misalnya, ketika saya mempelajari siklus-siklus ekonomi, nyatalah pada saya, betapa susahpayahnya para ahli ekonomi menerangkan eksesekses bunga terhadap krisis-krisis ekonomi yang terjadi. Kalau kita kembali kepada ajaran Islam, ada sebuah ayat pendek yang secara tegas menyatakan: "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidakmenambah dari sisi Alloh. Dan apa yangkamu berikan berupa zakatyangkamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Alloh, maka (yang berbuat demikian) itulah orangorangyangmelipat gandakan. 'Alloh-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rizki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Alloh itu, yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. Telah tampak kerusakan di daratan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar". (QS. Ar-Rum: 39-41) Dari ayat tersebut jelas, bahwa undangundang perekonomian kita telah dijelaskan oleh ayat tersebut. Oleh karena itu, pemikiran atas dasar Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah sebagai undangundang tertinggi bagi kaum muslim, dalam melakukan aktivitas kehidupannya perlu dirasionalisasikan dan diimplementasikan. Upaya ini harus segera dilakukan sebelum bertambah lagi persoalan-persoalan penting kehidupan ini muncul sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam artikel ini dibahas topik-topik sebagai berikut: pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam, membangkitkan kembali pendekatan pembangunan secara Islami, sistem ekonomi Islam. Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Islam Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bekerja, optimis, kreatif, dinamis, dan inovatif. Ajaran ini dimaksudkan agar umat Islam selalu dapat menyesuaikan diri dengan percepatan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Dengan ajaran tersebut,

Islam telah menjadi agama yang memiliki kekuatan dinamis dalam dunia modern ini. Sehingga Islam telah menjadi agama yang diperhitungkan oleh agama-agama yang lain di dunia. Kondisi ini dilukiskan oleh Voll (1997) sebagai berikut: “Islam merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam dunia kontemporer, dan pada tahun 1980-an, pada permulaan abad ke- I 5 H, kebangkitan Islam semakin ielas kelihatan dan terusa kuat pengaruhnya. Sejak mulainya Revolusi Islam Iran sampai ke wilayah Asia Tenggara dan Afrika Barat, seluruh dunia Islam terlihat bergerak secara aktif. Keyakinan keagamaan yang sebelumnya tidak tercatat kini muncul unsur-unsur utma dalam banyak peristiwa dan kejadian.” Keadaan ini telah mengejutkan banyak orang, dan ini memunculkan isu-isu besar tentang hakikat kehidupan masa depan masyarakat di dunia modern. Di samping itu juga telah menimbulkan krisis bagi para pembuat kebijakan. Sampai sekarang, merosotnya pengaruh agama selain Islam telah banyak dilukiskan, dan akhirnya kematian agama selain Islam itu sendiri telah dapat diramalkan. Kemerosotan telah terjadi pada hampir semua agama-agama besar dunia, dan hal ini secara jelas telah dicatat dalam pembahasan-pembahasan mengenai Islam. Secara umum, dapat dirasakan bahwa proses modernisasi telah merusak fondasi utama suatu agama. Secara khusus dapat dirasakan bahwa sekulerisasi, pemisahan agama dari lembaga-lembaga sosial-politik, dan pandangan yang melihat agama hanya sebagai masalah individual, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses modernisasi. Walau dalam kondisi demikian ini, haruslah diyakini bahwa agama akan memainkan peranan penting dalam kehidupan kemasyarakatan di masa mendatang. Keadaan di atas, dewasa ini menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat tampaknya mengarah kepada asalnya (back to nature atau back to basic). Ramalan Naisbitt (1994) yang dikutip oleh Harahap (1997: 2) sempat menerjemahkan fenomena ini dalam bukunya Megatrend 2000, menyebutkan bahwa masyarakat di tahun 2000 dan seterusnya semakin mengalami peningkatan kadar keberagaman dan semangat keagamaan. Artinya masyarakat akan kembali memberikan perhatian kepada ajaran agamanya. Mengapa gejala (fenomena) semacam ini dapat terjadi? Gejala tersebut muncul, karena ternyata apa yang dilakukan manusia selama ini untuk mencari kesenangannya sendiri dengan pola sendiri tidak menbawa kebahagiaan. Akhirnya manusia mulai mencari kecenderungan baru, yaitu mencari cara untuk dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki. Oleh karena itu, jalan satu-satunya adalah

Yunus Handoko

kembali kepada ajaran agamanya. Dengan kata lain, perilaku dalam berbagai bidang: politik, sosial, budaya, ekonomi harus dilandaskan pada syariah. Sehingga wajarlah bila perkembangan terakhir di negara kita, khususnya dalam bidang ekonomi dan bisnis, mulai bermunculan lembagalembaga bisnis yang falsafah dan sistem operasionalnya didasarkan pada syariah. Pergeseran masyarakat ini juga berkembang sampai ke dalam dunia ilmiah. Bagaimanapun juga, negara Barat tidak dapat selamanya menyembunyikan kontribusi perkembangan peradaban umat Islam yang telah maju lebih dahulu (615-1250 SM) dengan puncaknya tahun 900-1200 M, sedangkan peradaban Barat sekitar tahun 1350 sampai sekarang. Islam lebih dahulu memiliki pemikir-pemikir terkemuka yang selama ini disembunyikan, seperti: Ibn Rusyd, Ibn sina, Maskaweh, Aljabar, Alkhawariz. Menurut Watts (1986) dinyatakan bahwa Islam telah memberikan kontribusi besar terhadap kebudayaan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana negara-negara Islam dapat keluar dari persoalan penting yang terjadi sebagaimana di atas? Secara makro kita mengetahui bahwa negara-negara Islam tidak memiliki strategi pembangunan yang benarbenar didasarkan pada prinsip Islam. Bahkan secara ideologis politik-ekonomi, negara-negara tersebut masih berangkat dari falsafah Kapitalisme dan Sosialisme. Padahal Rahardjo (1995) mengatakan bahwa: Nilai-nilai moralitas pembangunan dan kerjasama di antara negara berkembang terebut dapat pula menjadi gambaran betapa konsepsi pembangunan mayarakat Islam haruslah didasarkan pada formulasi dasar-dasar etika yang dapat digali dari semangat Al-Qur'an dan as-Sunnah. Islam adalah agama universal yang sederhana, mudah untuk dipahami dan dirasionalisasikan. Islam ada didasarkan pada tiga prinsip fundamental, yaitu: tauhid, khalifah, dan keadilan (Chapra, 1992: 201). Prinsip-prinsip ini bukan hanya sekadar tujuan akhir (maqasro) syariah, tetapi juga merupakan strategi untuk mewujudkan syariah tersebut. Dalam rangka menegakkan syariah Islam secara benar dan utuh, maka Allah memberikan suatu keistimewaan kepada manusia. Keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah manusia diangkat oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi. Pengangkatan manusia sebagai khalifah di muka bumi, merupakan amanah berat yang harus dijalani manusia dalam kehidupannya. Amanah adalah sesudah yang dipercayakan kepada orang lain untuk digunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan keinginan yang mengamanahkan. Hal ini berarti bahwa pihak

65 yang mendapatkan amanah tidak memiliki hak penguasaan (pemilikan) mutlak atas apa yang diamanahkan. Pihak yang diamanahi memiliki kewajiban untuk memelihara amanah tersebut dengan baik dan memanfaatkannya sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberi amanah. oleh karena itu, dalam kaitannya dengan masalah amanah ini, ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan, yaitu: pemberi amanah, penerima amanah, dan amanah itu sendiri. Pemberi amanah adalah Allah SWT. Penerima amanah adalah manusia. Amanah adalah sesuatu yang dijalankan, dimakmurkan sehingga membuat sang pemberi amanah tidak murka. Ketegasan Allah tentang pengangkatan manusia sebagai khalifah di muka bumi, telah menimbulkan protes keras dari kaum Jin. Allah berfirman, "lngatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: " sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Khalifah adalah sebuah fungsi yang diemban oleh manusia berdasarkan amanah yang diterimanya dari Allah. Amanah itu pada intinya adalah tugas mengelola bumi secara bertanggung jawab dengan menggunakan akal yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Dari sini jelas bahwa dinamika masyarakat Islam sebagai khlaifah dalam kancah perkembangan peradaban umat manusia memberikan kontribusi yang begitu besar. Akan tetapi, kenyataan masyarakat Islam apabila diban-dingkan dengan masyarakat Barat jauh ketinggalan. Khusus dalam bidang ekonomi, masyarakat muslim atau negara-negara Islam masih berada dalam kelas masyarakat atau negara menengah ke bawah. Berkaitan dengan ini Shopiaan (1997) menyatakan: “Perkembangan dunia dewasa ini dan beberapa dekade mendatang tampaknya masih akan didominasi dengan pereoalan ekonomi. Terlebih lagi sejak usainya perang dingin, perkembangan dunia selanjutnya praktis diwarnai ketegangan ekonomi antara Blok Selatan yang mayoritas adalah negara-negara berkembang (miskin), dengan Blok Utara yang merupakan negara-negara industri maju.” Kondisi semacam ini merupakan kondisi yang tidak dapat dipisahkan dengan kondisi dunia atau masyarakat Islam pada khususnya. Untuk lepas dari persoalan tersebut, maka beberapa negara telah membentuk gerakan-gerakan pembaruan. Kristalisasi pertama terwakili dalam Gerakan Non-Blok (GNB), sementara yang kedua tercermin dalam apa yang lebih sering disebut sebagai G-7, yang terdiri dari Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Kanada, Inggris, Prancis, dan

66 ltalia. Belakangan lagi Rusia diikutsertakan menjadi anggota G8 pada KTT 1997 yang lalu. Sementara itu, negara-negara Islam membentuk organisasi lsamic Free Trade Agreement (IFTA). Walaupun kelompok negara Islam telah memiliki gagasan IFTA yang kini dipelopori oleh Pakistan, Iran, Turki, dan beberapa negara Islam bekas republik sosialis Soviet. Namun, hingga kini gagasan IFIA itu belumlah menjadi agenda atau persoalan yang fundamental untuk dibicarakan pada forum-forum Islam internasional semacam OKI. Padahal persoalan inilah yang menjadi masalah yang kini dihadapi oleh sebagian besar negara-negara Islam. Hampir semua negara Islam menghadapi masalah mulai dari kemiskinan struktural, kesenjangan pendapatan yang terlalu lebar, lemahnya sumber daya manusia sampai pada persoalan ekonomi makro, seperti strategi pembangunan nasional dan politik ekonomi yang berpihak pada keadilan dan kemakmuran. Negara-negara Islam tengah menderita keterbelakangan ekonomi secara luar biasa, yaitu mubazirnya atau kurang dimanfaatkannya sumber daya manusia dan fisik. Akibatnya kemiskinan, keterbelakangan, dan stagnasi terjadi di manamana. Meskipun negara itu termasuk kaya sumber daya, namun keadaan ekonominya tetap tidak berkembang. Standar hidup rata-rata penduduknya masih rendah. Menurut Ahmad, "sebagian negara dalam dua dasawarsa terakhir ini mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan di atas ratarata (tingkat pertumbuhan di atas rata-rata negara kurang berkembang), tetapi secara riil tetap saja tidak ada pembangunan ekonomi (Ahmad, 1997: 223) Semua bukti di atas, menunjukkan bahwa usaha pembangunan selama ini masih lepas dari napas Islam. Meskipun napas Islam ditampilkan, paling-paling yang tergambar adalah salah satu dari kedua bentuk berikut: (1) sebagian mempedulikannya sekadar untuk mencari pengabsahan atau legitimasi bagi kebijakan yang sudah diambil; (2) sebagian lagi menjadikannya sebagai titik rujukan (point to preference) untuk mengkritik kebijakan dan pembangunan. Demikianlah gambaran dinamika masyarakat muslim dalam menjalankan pembangunan masyarakat pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Semuanya dilakukan dalam rangka menemukan format pembangunan dan perjalanan masyarakat yang sesuai dengan kaidah-kaidah AlQur'an dan as-Sunnah. Mendekatkan Kembali Pendekatan Pembangunan Secara Islami Kegagalan pendekatan pembangunan ekonomi secara tradisional ditandai dengan adanya kemiskinan masyarakat, eksploitasi kaum miskin oleh kaum kaya dan berkuasa, meningkatnya disparitas pada tingkat regional dan internasional,

Jurnal JIBEKA Volume 8 No. 2 Agustus 2014 : 63 - 68

tidak seimbangnya produksi dan konsumsi terhadap kebutuhan lingkungan, dan tidak rasionalnya pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaiki (Muhamad, 1998). Oleh karena itu, beberapa ahli ekonomi menekan kanperlunya pertanggunganjawab sosial, kultural, dan agama dalam memilih alur-alur pembangunan yang lebih baik dari pada jalur atau strategi pembangunan pola Barat. Sebagai akibatnya adalah beberapa penyelidikan yang secara mendasar dalam masalah ekonomi, dilakukan secara bertahap dengan mendasarkan pada kebilakan publik yang lebih sesuai, seperti, hukum, pemerintah, diplomasi ilmu pengetahuan sosial dan agama. Hal ini diharapkan agar terjadi interaksi yang dapat mengarahkan pada bentuk pemikiran baru dan lebih baik dalam pembangunan kebijakan publik. Pada umumnya negara dunia ketiga, adalah didominasi oleh negara-negara muslim (Islam), yang dalam pembangunan negaranya masih menggunakan strategi pembangunan dar iBarat. Setelah tiga dasawarsa bereksperimen negara Islam mencoba melakukan pencangkokan model Barat dan gaya hidup Barat yang dipadukan untuk kepentingan pembangunan namun hasilnya tidak memuaskan. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa kegagalan strategi pembangunan pada masa lalu adalah (1) diarahkan pada keseluruhan masalah sosioekonomi yang bertentangan dengan pembangu-nan negara dan (2) ada sesuatu yang terlibat dalam pergerakan pengelakan atas peningkatan upaya pembangunan di Dunia Ketiga. Pergerakan tersebut merupakan suatu masalah yang sahih jika dilakukan dengan memisahkan sosio ekonomi dan budaya. Tidak ada alasan yang dapat dijadikan pijakan dari ahli teori pembangunan bahwa ada suatu ketidak kompatibilitas yang melekat antara agama tradisional tertentu disatu sisi, dan kemajuan sosio ekonomi disisi lain. Padahal masalah pembangunan itu akan berakar dari sumberbudaya tiap-tiap masyarakat. Dengan demikian tidak dapat dipisahkan kebijakan sosio ekonomi dari konteks sosio kultural yang diterapkan dan dari situlah semuanya itu akan dihasilkan. Demikian juga, melalui hal tersebut kebudayaan agama merupakan komponen dasar bagi Pembangunan Islam adalah agama yang memiliki kode etika kehidupan yang komplit sehingga sangat potensial untuk menyelesaikan masalah kehidupan umat manusia baik dari sisi sosial, politik dan ekonomi. Pada kenyataannya sampai saat ini ekonomi masyarakat muslim masih mengekor sistem kapitalis Barat dan beberapa negara juga menganut sistem sosialis dan nasionalis sejak mereka memperoleh kemerdekaannya dari kekuatan asing. Jadi perlu adanya komitmen melakukan transisi dari paradigma lama ke paradigma Islam

Yunus Handoko

sebab tidak satu pun sistem yang dapat mengantarkan kebajikan bagi masyarakat muslim. Upaya-upaya yang dilakukan oleh negara Islam untuk keluar dari masaiah cengkeraman bangsa Barat, dewasa ini telah diupayakan. Upaya inilah yang disebut dengan proses Islamisasi. Dominasi Barat menciptakan kesenjangan antara aksi manusia dengan jiwa Islami bagi negara-negara Islam. Ada upaya yang dilakukan secara terusmenerus untuk mempersempit kesenjangan dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagai contoh, dominasi Barat dalam bidang ekonomi, di mana Barat mengedepankan aspek bunga dalam perilaku ekonominya, maka dalam Islam akan dicoba untuk mengubah pola tersebut dengan sistem yang lebih sesuai dan menguntungkan bagi masyarakat muslim. Dengan demikian perlu Islamisasi sistem keuangan (ekonomi) dan sistem makroekonomi. Dengan demikian pendirian sistem keuangan Islami merupakan salah satu usaha awal untuk mengubah dan memperbaiki semua lembaga ekonomi yang sesuai dengan prinsip ekonomi Islam. Sistem Ekonomi Islam Ada dua aliran besar sistem perekonomian yang dikenal di dunia yakni sistem ekonomi kapitalisme dan sistem ekonomi sosialisme sudah menjadi rahasia umum, bahwa aliran kapitalisme dapat dikatakan mendominasi praktik ekonomi diberbagai belahan dunia ini, karena terbukti, bahwa aliran ini lebih menjanjikan kemakmuran masyarakat yang menjadi tujuan semua sistem perekonomian. Sementara itu, aliran sosialisme tampak menjadi semakin kurang popular, karena terbukti dari beberapa negara yang menerapkannya tingkat kemakmuran yang dicapai kalah jauh dari negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Oleh karena itu, dapat disaksikan akhir-akhir ini semakin banyak negara yang mengorientasikan sistem ekonominya menjadi kapitalisme. Kalau dicermati lebih jauh, ada sebuah sistem lain yang berbeda dari sistem ekonomi kapitalisme maupun sistem ekonomi sosialis, yakni sistem ekonomi Islam. Terlepas dari perbedaan pandangan di antara berbagai pihak termasuk perbedaan pendapat dikalangan para pakar muslim sendiri-ternyata masih ada sebagian kalangan yang mempertanyakan apakah perlu dipakai istilah sistem ekonomi Islam" atau tidak. Berdasarkan gambar berikut, terbukti bahwa sistem ekonomi Islam dipandang dari sudut pandang keilmuan dapat disejajarkan dengan kapitalisme atau sosialisme sebagai sebuah sistem. Hal ini didasarkan pada argumentasi, bahwa sistem ekonomi Islam dapat memenuhi semua persyaratan yang dituntut agar sesuatu sah diklasifikasikan sebagai sebuah sistem. Misalnya saja, kalau dalam kapitalisme dan sosialisme ada paradigma, dasar fondasi mikro (basis of mikro foundations), dan

67 landasan filosofis (philosophic foundations), sistem ekonomi Islam juga mempunyai semua unsur tersebut. Oleh sebab itu, sistem ekonomi Islam sah bila disejajarkan dengan sistem kapitalisme dan sosialisme. Hal penting yang dapat ditarik dari uraian diatas adalah pertama, sistem ekonomi Islam menurut pendekatan keilmuan sejajar keberadaannya dengan kapitalisme dan sosialisme. Kedua, siapa pun dapat menilai bahwa sistem ekonomi Islam tidak sama, baik dengan kapitalisme maupun sosialisme. Ketiga, sistem ekonomi Islam tidak bisa dikatakan secara sederhana meskipun posisinya berada di tengah atau di antara kedua sistem yang ada. Dari uraian diatas secara gamblang menunjukkan adanya perbedaan sangat mendasar dalam hal paradigma, dasar fondasi mikro, maupun landasan filosofisnya. Perbedaan-perbedaan ini tentu memberi akibat pada tataran lebih rendah. Sekadar contoh yang paling mudah, bagi paham kapitalisme adalah sah saja bagi seseorang untuk berdagang apa saja, sejauh hal tersebut memberikan keuntungan. Akan tetapi, sistem ekonomi Islam tidaklah demikian, ada ketentuan yang mengatur, misalnya untuk tidak boleh memperdagangkan komoditi atau jasa tertentu yang melanggar aturan syariah, seperti babi, minuman keras, perjudian dan lain sebagainya. Dari uraian ini, terbukti bahwa sistem kapitalisme tidak dapat disamakan dengan sistem ekonomi Islam baik dari aspek filosofisnya, apalagi dalam tataran teknis atau metodisnya. oleh karena itu, harus ada kejelian dan kehati-hatian dalam pemakaian instrumen atau alat akuntansi selama ini dikenal sebagai salah satu instrumen ekonomi. Oleh karena itu, layak dipertanyakan apakah akuntansi yang sekarang ada, dan tentunya sangat dipengaruhi oleh pemikimn kapitalisme, dapat dipakai begitu saja dalam kegiatan komersialyang berangkat dari nilai yang berbeda dengan nilai Islam? Pembahasan mengenai sistem ekonomi Islam pada beberapa tahun terakhir ini mulai mencuat ke permukaan. Namun pembicaraan itu sering kali membosankan karena cenderung dengan pendekatan fiqiyah atau masih bersifat normatif. Pembicaraan semacam ini bukan saja dilakukan oleh para kyai, ulama, atau para santri, tetapi juga oleh kebanyakan ekonom muslim. Sementara bahasan yang berkenaan dengan praktik ekonomi Islam belum banyak dilakukan. Firman Allah dinyatakan dalam salah satu ayatnya, bahwa "umat Islam harus menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Perintah ini memacu umat Islam dalam menjialankan ajaran Islam dapat mencakup seluruh aspek kehidupan baik politik, sosial, budaya dan juga aspek ekonomi disamping aspek keagamaan, serta mencakup seluruh teori dan praktiknya. Di sinilah letak agama Islam sebagai agama "rahmatan lil'alamin'.

68 Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan melihat adanya upaya pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam, membangkitkan kembali pendekatan pembangunan secara Islami, sistem ekonomi Islam. Maka langkah selanjutnya memfungsionalisasikan seluruh perangkat sistem ekonomi Islam. Bekerja secara fungsional terhadap nilai-nilai suatu sistem berarti sistem itu ada. Ekonomi Islam kini mulai dihargai dan diinstrumentasikan dalam kehidupan, khususnya dalam rangka memakmurkan manusia dan alam. Allah SWT berfirman. Barang siapa tidak menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah (ajaran kebenaran), maka mereka itu adalah orang-orang jahat. Konsep ekonomi Islam dapat dilaksanakan lengkap untuk mencapai tujuan sistem. Untuk itu memerlukan hubungan faktor penunjang yang harmonis dalam masyarakat karena berkaitan denqan aspek sosial makro dari negara. Pelaksanaan zakat dan pelarangan riba memerlukan aspek legal dari negara, agar dapat beroperasi walau masih secara parsial. Bank Islam dapat diterapkan dan dapat bertahan dalam masyarakat yang belum sepenuhnya melaksanakan syariah Islam. Ekonomi Islam mengandung nilai-nilai artinya bersifat purposif dan tidak netral atau bebas nilai. Ekonomi Islam bekerja menurut aksioma dasar dan instrumental dalam mengelola kegiatan ekonomi berdasarkan Al-Qur'an dan Hadist. Pembangunan Ekonomi Islam bersifat dinamik menurut dimensi ruang dan waktu karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin. Kekuatan akal manusia di era globalisasi ekonomi dewasa ini mampu mengkaji hubungan antar-bangsa dan seluruh negara dalam transaksi yang ditetapkan AlQur'an dan sunnah dengan itihad, khususnya untuk aspek ekonomi yang belum dispesifikasikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini berarti penelitian dan pengembangannya harus terus-menerus dilaksanakan sebagai agenda ekonomi Islam yang strategis dan relevan dengan ruang dan waktu, selain dari itu, tidak boleh dipandang sebelah mata, peran masyarakat dalam implementasi pembangunan bersifat religi sangat penting, yaitu dalam usaha menerjemahkan konsep ini pada kehidupan ekonomi global yang nyata untuk menyelamatkan manusia dan alam semesta. Semua kehidupan sosial adalah pakaian yang terdiri dari sejumlah benang yang dirangkai secara ketat. Ekonomi, politik, sosial, dan semua aspek kehidupan lain berinteraksi secara timbal balik satu dengan lainnya dan merupakan kesatuan organik. Sesuai dengan teori

Jurnal JIBEKA Volume 8 No. 2 Agustus 2014 : 63 - 68

Oscar Morgenstern yang disebut compres sibility of an economic system. Di dalam sistem ini ada akar atau inti dari sistem ekonomi, yang apabila dirusak dapat merusak seluruh bagian sistem tersebut. Oleh karena itu, apabila kita ingin membangun sebuah sistem ekonomi yang religius secara mapan, maka kajian kita harus tertuju pada akar permasalahannya. Akar dari sistem yang Islami terdiri dari keyakinan-keyakinan yang mendasar, tujuan-tujuan, dan nilai-nilai (termasuk penghapusan riba), serta peningkatan moral dari setiap individu. Ini tidak dapat ditawar-tawar dan tidak terbatas waktu, tidak peduli apakah kita akan melihat ke belakang 14 abad yang silam ke zaman Nabi, atau melihat ke depan, 15 abad setelah hijrah. Lembaga-lembaga yang dikembangkan untuk memahami dan merefleksikan tujuan-tujuan ini mungkin telah berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan zaman. Karena itu tidak ada studi yang dapat menyodorkan teknik-teknik pemecahan yang bersifat abadi. Hanya melalui interaksi gagasan cerdas, sehingga pembangunan yang berbaisis religi dapat diwujudkan menuju masyarakat muslim yang rahmatan lil'alamin. Daftar Pustaka 1. Ahmad. Khursid. 1997. Economic Development in An Islamic Framwork. The Islamic Foundation. London. 2. Chapra. M. Umer. 1992. Islam and Economic Callenge. The Islamic Foundation and The International Institut of Islamic Thougt. United Kingdom. 3. Harahap. Sofyan. 1997. Akuntansi Islam. Bumi Aksara. Jakarta Qur'an. Ar-Rum 39-41. 4. Muhamad. 1998. Makro Ekonomi Islam. Sekolah Tinggi Ilmu Syarih. Yogyakarta. 5. Rahardja. Dawam, 1995. Khalifah. Jurnal Ulumul Qur'an. Vol. VII. Jakarta, hal 47. 6. Shopiaan. Ainur. R. 1997. Etika Ekonomi Politik Elemen-Elemen Strategis Pembangunan Masyarakat Islam. Risalah Gusti. Surabaya. 7. Vool. John. Robert. 1997. Politik Islam Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern. Terjemahan Ajat Sudrajat. Yogyakarta: Titihan Ilahi Press. 1997. 8. Watts, R and Zimmerman. 1986. Towards a Positive Theory of The Determination of Accounting Standards. The Accounting Review 53, 112-134.