PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG

Download Jurnal yang berjudul “Pemberdayaan Gelandangan Dan Pengemis (Gepeng) melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara, Bantul...

0 downloads 415 Views 383KB Size
PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG) MELALUI USAHA EKONOMI PRODUKTIF (UEP) DI LEMBAGA SOSIAL HAFARA, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ARTIKEL JURNAL

Oleh Rina Rohmaniyati 11102241027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016

PERSETUJUAN

Jurnal yang berjudul “Pemberdayaan Gelandangan Dan Pengemis (Gepeng) melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta” yang disusun oleh Rina Rohmaniyati, NIM 11102241027 telah disetujui untuk dipublikasikan.

Yogyakarta, 18 Januari 2016 Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Yoyon Suryono, MS NIP. 19510122 197903 1 001

ii

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati ) 1

PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG) MELALUI USAHA EKONOMI PRODUKTIF (UEP) DI LEMBAGA SOSIAL HAFARA BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA VAGRANTS AND BEGGARS EMPOWERMENT THROUGH ECONOMIC PRODUCTIVE EFFORD ACTIVITIES IN SOCIAL INSTITUTION HAFARA, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh: Rina Rohmaniyati, Pendidikan Luar Sekolah [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan program pemberdayaan gelandangan dan pengemis (Gepeng) melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah warga binaan Gepeng didukung dengan informan pendukung yaitu pemimpin dan pengurus lembaga. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, display data, dan pengambilan kesimpulan. Trianggulasi yang digunakan untuk menjelaskan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gepeng yang menjadi warga binaan di Lembaga Sosial Hafara adalah orang jalanan yang terazia. Gepeng tersebut mendapat pembinaan dan pelatihan di lembaga supaya mereka mampu hidup secara layak dan mandiri melalui program pemberdayaan. Salah satu program pemberdayaan tersebut adalah program Usaha Ekonomi Produktif (UEP). UEP merupakan program yang kegiatannya meliputi perikanan, pertanian, dan usaha warung. Hasil kegiatan program UEP adalah hasil penjualan di warung, perikanan berupa ikan lele, dan pertanian berupa buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat yang diperjual belikan dan dikonsumsi, warga binaan Gepeng mendapatkan bagi hasil dalam kegiatan ini. Faktor pendukung pelaksanaan program UEP yaitu: ketersediaan lahan yang subur, ketersediaan sarana prasarana, memiliki sumber daya manusia, memiliki jaringan kerjasama yang luas dalam bidang pelatihan hingga pengelolaan. Faktor penghambatnya yaitu: kondisi alam, kurangnya modal untuk mengembangkan usaha, kondisi psikologis Gepeng, dan kurangnya pendidikan Gepeng. Dampak pelaksanaan Usaha Ekonomi Produktif bagi lembaga yaitu mampu menggerakan organisasi dan mencukupi kebutuhan pokok seluruh warga binaan. Bagi warga binaan Gepeng adalah memiliki kemampuan, ketrampilan, dapat menabung dan tidak kembali ke jalanan. Kata kunci: pemberdayaan gepeng, usaha ekonomi produktif

Abstract The aim of this research was to describe about: 1) vargants and beggar who have became residents of Social Institution Hafara, 2) the implementations programme of Economic Productive Efford activities, 3) the result of implementation programme of Economic Productive Efford activities, and the impact of implementations program of Economic Productive Efford activities to vargants and beggars, and also to Social Institution Hafara. This research was qualitative research which used a case study approach. Subjects of this research were the chairman and public servant of social institution

2 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

hafara, and also vegrants and beggars who lived there. The data was collected through observation, interviews, and documentation methods. The technique analysis data used display, reduction, and conclusion of data. The validity of the data was done through triangulation of sources. The result of this research showed that 1) the residents in Social Institution of Hafara came from the street, they was gained through raid and made up of vargants, exphsicotics, and beggars. 2) the economic productive afford was a empowerment programme for the residents which aimed to train independency of them. The activities of this programme such as agriculture, fisheries, and shop bussiness, 3) the result of this programme activities were shop profit, fisheries product was Lele fishes, and some product of agriculture such as fruits, vagatables, and traditional medicinal plants. That results were sold or being consumed, then vargants and beggars got a profit 4) There are a support factors in this programme such as having fertile soil, availability of infrastructure, having human resources, and large networking in the training field to processing. The obstacle factors of this programme were nature conditions, less of capital to develop business, psychology condition of vagrants and beggars, and also lack of their education. 5) the impact of implementation this programme to the institution that was capable ofmoving the organization and meet thebasic needs of all residents assisted. For vargants and beggars were having the ability, skills, capability saving some money and not return to the streets anymore. Keywords: vagrants and beggars, Economic Productive Effort

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 3

PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami permasalahan sosial di lingkungan masyarakatnya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS),jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta jiwa atau sekitar 11,25% dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain. Faktor penyebab kemiskinan tersebut antara lain memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun mental, pendidikan yang rendah, tidak mempunyai ketrampilan untuk berusaha, dan kurang tersedianya lapangan kerja. Berdasarkan faktor tersebut, dapat dikatakan bahwa permasalahan kemiskinan yang terjadi di Indonesia erat kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan, yaitu pengangguran. Kemiskinan terjadi karena penduduknya tidak bekerja (menganggur) dan sebaliknya penduduk yang tidak bekerja disebabkan karena kemiskinan, yang mana penduduk tersebut tidak mampu mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan ketrampilan secara maksimal sebagai modal mendapatkan pekerjaan. Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2014 mencapai 7,2 juta orang. Data ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk di Indonesia yang tidak bekerja/menganggur. Masalah pengangguran ini kemudian mengakibatkan masalah sosial lainnya, yaitu munculnya gelandangan dan pengemis atau biasa disebut Gepeng.

Gelandangan sendiri menurut Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Negara Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandang dan Pengemis pada Pasal 1 ayat (1) merupakan orang yang tidak mempunyai tempat tinggal layak, pekerjaan tetap, dan hidup berpindahpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang tidak sepantasnya menurut aturan dan norma kehidupan masyarakat, sedangkan pengemis dijelaskan pada ayat (2) sebagai orang yang mencari penghasilan dengan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapat belas kasihan orang lain. Selain itu, menurut Dimas D. Irawan (2013: 5) pengemis dapat dikelompokkan menjadi dua macam tipe yaitu pengemis miskin materi dan pengemis miskin mental. Pengemis miskin materi adalah pengemis yang tidak memiliki uang atau harta, sedangkan pengemis miskin mental yaitu pengemis yang masih memiliki harta namun mental yang lemah mendorongnya untuk mengemis. Ada beberapa fakor yang menyebabkan kegiatan mengemis dilakukan yaitu karena malas berusaha, cacat fisik, pengangguran, masalah ekonomi, bahkan karena sudah menjadi tradisi turun temurun. Berdasarkan data dari Dinas Sosial DIY yang dilansir oleh www.jogjadaily.com, jumlah Gepeng di DIY tahun 2015 mencapai 648 orang yang terdiri atas 161 gelandangan, 191 pengemis, dan 296 gelandangan psikotik. Pertumbuhan gelandangan dan pengemis di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang begitu pesat ini mendorong pemerintah untuk

4 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

melakukan penanggulangan terhadap masalah ini yaitu dengan mengeluarkan dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Peraturan daerah ini merupakan langkah awal upaya pemerintah menyukseskan target DIY bebas dari gelandangan dan pengemis pada tahun 2015. Keberadaan gelandangan dan pengemis bukanlah tanpa alasan, keberadaan mereka disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi, psikologis, pendidikan, sosial budaya, bahkan agama. Gelandangan dan pengemis merupakan bagian dari masyarakat yang tersaing. Gelandangan dan pengemis merupakan masyarakat yang tidak berdaya, mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok, kurang memiliki kepedulian terhadap kesehatan, ketidakpedulian terhadap nilai-nilai dan norma, serta mereka masih memiliki mindset ‘tangan dibawah lebih baik’ yaitu senang meminta belas kasih orang lain tanpa mau bekerja keras. Oleh sebab itu, gelandangan dan pengemis (gepeng) tidak seharusnya dijauhi, perlunya kepedulian dari masyarakat untuk mengentaskan permasalahan gelandangan dan pengemis ini. Gelandangan dan pengemis membutuhkan bantuan, bukan bantuan uang atau barang yang langsung dikonsumsi tetapi lebih kepada bantuan perbaikan mental, pendidikan, dan pelatihan supaya mereka dapat hidup dengan layak dan mampu mengangkat derajat harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Gepeng memerlukan perbaikan mental khususnya jenis gelandangan psikotik yang mana kejiwaannya terganggu. Perbaikan bagi gelandangan dan pengemis yang sehat secara fisik dan kejiwaannya dapat dilakukan dengan cara brainwashing untuk membuka pemikiran dan merubah pola pikir Gepeng yang semula “tangan di bawah” menjadi “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”, sehingga mereka dapat menghentikan pencarian nafkah melalui kegiatan menggelandang dan mengemis lalu berganti dengan cara bekerja sesuai nilai-nilai dan norma. Perbaikan mental saja tidaklah cukup untuk membantu gelandangan agar dapat hidup dengan baik dan layak. Perbaikan mental harus disertai dengan pemberian pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia dan bersifat sepanjang hayat. Pendidikan dapat dilaksanakan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Pendidikan merupakan hak asasi seluruh umat manusia tak terkecuali bagi gelandangan dan pengemis. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan bagi gelandangan dapat ditempuh melalui pendidikan jalur non formal atau biasa disebut pendidikan non formal/pendidikan luar sekolah melalui lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan. Pendidikan dan pelatihan bagi gelandangan dan pengemis (Gepeng) sangatlah diperlukan karena dengan memperoleh pendidikan dan pelatihan, mereka dapat memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan yang dapat dijadikan modal

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 5

untuk bekerja secara layak sehingga mereka mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Penanganan gelandangan dan pengemis tersebut sejalan dengan upaya preventif, represif, dan rehabilitatif yang tercantum dalam Peraturan Daerah provinsi DIY pasal 8 ayat (1-3) mengenai penanggulangan gelandangan dan pengemis. Upaya-upaya tersebut ditempuh melalui pelatihan ketrampilan, magang dan perluasan kesempatan kerja; peningkatan derajat kesehatan; fasilitasi tempat tinggal; peningkatan pendidikan; penyuluhan dan edukasi masyarakat; pemberian informasi melalui baliho di tempat umum; bimbingan sosial; dan bantuan sosial. Pemerintah, dalam hal ini Dinas Sosial DIY bekerjasama dengan Lembaga Sosial yang ada berusaha untuk melaksanakan upaya preventif tersebut dalam menanggulangi gelandangan dan pengemis. Salah satu Lembaga Sosial di DIY yang bergerak dalam upaya menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis adalah Lembaga Sosial Hafara. Lembaga Sosial Hafara pada awalnya terletak di Dusun Gonjen, Rt. 05 Rw. 17, kini lembaga tersebut berlokasi di Brajan, Tamantirto, Kasihan Bantul. Lembaga Sosial yang mempunyai kepanjangan Hadza Min Fadli Rabbi (Kemurahan Hati Tuhan) bergerak pada pelayanan terpadu dengan ranah kerja pada pengentasan, pemberdayaan, dan pembinaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Warga binaan lembaga ini seluruhnya berasal dari jalanan, antara lain; pengamen, pengemis, gelandanga, eks psikotik, dan eks pecandu obat-obatan, serta anak jalanan. Lembaga Sosial Hafara saat ini memiliki

39 warga binaan, yang terdiri atas; 6 orang gelandangan dewasa, 9 orang anak jalanan, dan 24 orang eks psikotik dan eks narkoba. Sebagai upaya menanggulangi permasalahan gelandagan dan pengemis, Lembaga Sosial Hafara mempunyai berbagai pelayanan yang sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Pelayanan tersebut antara lain rumah singgah, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan ketrampilan. Lembaga Sosial Hafara mempunyai permasalahan dalam upaya menanggulangi permasalahan gelandangan dan pengemis. Permasalahan yang dihadapi lembaga antara lain; gelandangan dan pengemis (gelandangan dan pengemis) baru sulit untuk beradaptasi, kurangnya kesadaran dan motivasi untuk belajar, serta gelandangan dan pengemis masih beranggapan bahwa kehidupan di jalan lebih menguntungkan dari pada di lembaga. Salah satu upaya menyelesaikan permasalahan tersebut, Lembaga Sosial Hafara melibatkan mereka dalam kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Usaha Ekonomi Produktif (UEP) merupakan program pemberdayaan gelandangan dan pengemis melalui kegiatan usaha yang produktif. Program ini dimaksudkan untuk mengkikis asumsi gelandangan dan pengemis yang beranggapan bahwa hidup di lembaga tidak dapat memperoleh penghasilan seperti ketika hidup di jalanan. Kegiatan dalam program ini memanfaatkan lahan atau pekarangan disekitar lembaga sekitar ±1000 m2 sebagai lahan produktif untuk kegiatan dibidang perikanan dan

6 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

perikanan. Selain pertanian dan pertanian, ada pula usaha warung yang dikelola sendiri oleh warga binaan. Gelandangan dan pengemis berpartisipasi aktif mengelola kegiatan tersebut dengan dibekali pengetahuan dan ketrampilan cara bercocok tanam dan berternak ikan. Tanaman unggulan di Lembaga Sosial Hafara adalah papaya, sedangkan untuk perikannanya adalah Ikan Lele. Hasil pertanian dan perikanan tersebut kemudian diperjualbelikan warga binaan di pasar, kepada pengepul bahkan pada lembaga sendiri serta adapula yang di konsumsi oleh seluruh warga binaan. Hasil penjualan tersebut kemudian dibagi dua, bagi hasil untuk warga binaan Gepeng yang mengelola dan untuk kas lembaga. METODE Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus.

peneliti sendiri, dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi yang dirancang dan dibuat sendiri oleh peneliti. Peneliti menggunakan wawancara terstruktur mendalam yang digunakan sebagai teknik pengumpulan data. Dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapakan instrumen penelitian berupa pertanyaanpertanyaan tertulis. Dengan wawancara terstruktur ini, setiap responden di beri pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dari lapangan, baik dari hasil pengamatan maupun hasil wawancara, dokumentasi tersebut meliputi foto kegiatan UEP, foto sarana prasarana yang dimiliki oleh lembaga Sosial Hafara. Melalui arsip tertulis yaitu profil meliputi sejarah berdirinya rumah singgah, visi dan misi, serta data-data penunjang lain yang diperlukan selama penelitian.

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Sosial Hafara yang beralamatkan di Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai dari bulan Mei 2015 sampai dengan bulanAgustus 2015. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini terdiri dari warga binaan Gepeng yang tinggal di lembaga, pimpinan lembaga, dan pengurus lembaga Sosial Hafara Data, Instrumen, Pengumpulan Data

dan

Teknik

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen utama penelitian adalah

Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013: 337-345) yaitu analisis data dilakukan selama di lapangan dimana secara interaktif dan dan berlangsung secara terus menerus hingga datanya jenuh. Proses analisis data tersebut dilakukan setelah peneliti mengumpulkan data berdasarkan fokus penelitian dan permasalahan yang ingin diteliti yaitu mengenai pemberdayaan gelandangan dan pengemis (Gepeng) melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Reduksi data, pada tahap ini, peneliti mereduksi data yang dihasil di

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 7

lapangan dengan cara merangkum, mengambil hal-hal pokok, dan lebih menfokuskan pada hal-hal penting terkait dengan pemberdayaan gelandangan dan pengemis melalui Usaha Ekonomi Produktif di Lembaga Sosial Hafara. Display data (penyajian data). Tahap ini dilakukan setelah data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi selesai direduksi. Pada penelitian ini, data hasil pengumpulan tentang pemberdayaan gelandangan dan pengemis melalui Usaha Ekonomi Produktif di Lembaga Sosial Hafara yang telah direduksi tersebut kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk teks naratif. Kesimpulan dan verifikasi, pada tahap ini, peneliti melakukan pengujian kebenaran terhadap permasalahan yang diteliti berdasarkan bukti-bukti dan hasil pengumpulan data yang ada di lapangan yang telah disajikan secara singkat dan jelas. Kemudian berdasarkan uji kebenaran dengan bukti yang kuat tersebut peneliti akan menarik kesimpulan yang dapat dipercaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1.

Warga Binaan Gelandangan, Pengemis, Pengamen (Gepeng) di Lembaga Sosial Hafara Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1980 pada pasal 1 ayat (2) maupun menurut Perda DIY Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis menyebutkan pada pasal 1 ayat (2) dan (3) bahwa gelandangan adalah orangorang yang hidupnya dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak di dalam masyarakat setempat, serta mereka tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan mengembara di tempat yang umum, kemudian dilanjutkan pada pasal 1 ayat

(5) yang menyatakan bahwa pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta di depan umum dengan berbagi cara dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Gepeng yang dibina oleh lembaga bukan hanya gelandangan dan pengemis yang ‘sehat’ tetapi juga gelandangan eks psikotik. Menurut Tursilarini (2008) gelandangan psikotik adalah seseorang yang mengalami gangguan yang berat dan komplit, baik secara fisik, mental, sosial dan psikologis, gelandangan psikotik juga kehilangan perasaan sosial, rasa kemanusian, dan ketuhanan. Warga binaan di Lembaga Sosial Hafara salah satunya adalah gelandangan dan pengemis (Gepeng). Warga binaan Gepeng di Lembaga Sosial Hafara terdiri atas gelandangan, gelandangan eks psikotik, pengamen, dan pengemis yang usianya mulai mulai dari remaja hingga lanjut usia (lansia). Gepeng yang menjadi warga binaan dulunya merupakan orang jalanan, mereka ada yang mempunyai dan ada pula yang tidak mempunyai tempat tinggal dan memiliki kehidupan yang tidak layak. Ketika berada di jalanan, mereka menggelandang, merongsok, memulung, mengamen, dan meminta belas kasih orang lain. Gepeng yang kini menjadi warga binaan di Lembaga Sosial Hafara disebut eks Gepeng dan merupakan hasil razia yang dilakukan baik oleh tim dari lembaga sendiri, pemerintah, maupun masyarakat yang menemukan orang jalanan. Selama pembinaannya, lembaga menfaasilitasi warganya dengan member hunian sementara melalui program rumah singgah dan panti sosial. Eks Gepeng tersebut termasuk dalam kelompok lemah, selain karena faktor internal seperti kurangnya pendidikan, lemahnya mental, penyandang cacat dan rasa malas bekerja, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi seperti kurangnya

8 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

lapangan kerja, dan pandangan negatif dari masyarakat. Faktor-faktor tersebut menyebabkan Gepeng tidak dapat mandiri dan terus melakukan kegiatan penggelandangan dan pengemisan. Suharto (2010: 60) telah mengkategorikan kelompok lemah yaitu; 1) kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara kelas, gender, maupun etnis.2) Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak, remaja, penyandang cacat, dan masyarakat terasing. 3) Kelompok lemah secara personal yaitu mereka yang mengalami masalah pribadi atau keluarga. Kelompok lemah yang tidak berdaya memerlukan kegiatan pemberdayaan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, meningkatkan derajat dan martabatnya, serta mampu mengubah kehidupan sosialnya, oleh sebab itu, eks Gepeng di Lembaga Sosial Hafara mendapatkan program pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan, pendampingan, pemberian pendidikan dan pelatihan, serta pembinaan yang bersifat nonformal. Program kegiatan pemberdayaan yang bersifat nonformal tersebut juga merupakan usaha represif, preventif dan rehabilitatif yang dilakukan oleh lembaga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Perda Nomor 1 tahun 2014 sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan Gepeng. Berdasarkan peraturan daerah tersebut penanggulangan gelandangan dan pengemis dibagi tiga (3) bentuk usaha yang dilakukan secara terorganisir sebagai berikut. 1. Usaha preventif. Usaha ini meliputi; penyuluhan, bimbingan, latihan, pemberian bantuan, pengawasan, dan pembinaan lanjutan. 2. Usaha represif Usaha ini dilakukan untuk menghilangkan pergelandangan dan

pengemisan serta mencegah perluasannya di masyarakat. Usaha ini meliputi; razia, penampungan sementara untuk diseleksi dan pelimpahan. 3. Usaha rehabilitatif Usaha ini bertujuan agar gelandangan dan pengemis memiliki kembali kemampuan untuk hidup secara layak sesuai harkat dan martabat manusia. Usaha ini meliputi; penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke masyarakat, pengawasan, dan pembinaan lanjutan. Salah satu program pemberdayaan yang dilaksanakan di Lembaga Sosial Hafara bagi warga binaan eks Gepengnya yaitu melalui program Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

2.

Pelaksanaan Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara

Berdasarkan konsep ekonomi dan produktifitas, Usaha Ekonomi Produktif (UEP) adalah suatu aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan penuh keyakinan dan secara terus menerus melalui berbagai cara untuk meningkatkan pemanfaatan nilai-nilai dari faktor-faktor produksi (sumber daya produktif) secara efektif dan efisien sehingga dapat menghasilkan barang dan atau jasa yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Hafara bertujuan untuk memberikan pekerjaan kepada warga binaannya khususnya Gepeng supaya mereka dapat mandiri dan tidak kembali ke jalanan. Pogram ini juga merupakan suatu usaha rehabilitatif bagi Gepeng dewasa melalui kegiatan pemberdayaan.

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 9

Pemberdayaan menurut Korten dalam Soetomo (2010: 404) adalah kemampuan untuk mengubah kondisi masa depan dengan menggunakan tindakan dan pengambilan keputusan dimana dalam proses pembangunan dapat diartikan sebagai penguasaan atau kontrol terhadap sumberdaya, pengelolaannya, hasil, dan manfaat yang diperoleh. Inti dari pemberdayaan itu menurut Winarni dalam Sulistiyani (2004: 79) adalah pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya kemandirian. Oleh sebab itu, program ini tidak lepas dari proses pemberdayaan. Menurut Sulistyani (2004: 77) proses pemberdayaan adalah tahapan yang dilakukan untuk mengubah individu atau kelompok yang kurang atau belum berdaya, yaitu lemah dalam knowledge, attitude, practice (KAP) agar dapat berdaya yaitu menguasai ilmu pengtahuan, sikapperilaku sadar, dan kecakapanketrampilan yang baik. Proses pemberdayaan dalam program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini adalah pemberian pengetahuan, pelatihan dan pembinaan yang memanfaatkan faktor-faktor produksi. Kegiatan dalam program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) berupa kegiatan di bidang perikanan, pertanian, dan usaha warung. Menurut Michael Parkin (2008: 3-4) faktor produksi dibagi menjadi 4 kategori. Faktor-faktor produksi tersebut berperan penting dalam pelaksanaan program Usaha Ekonomi Produtif (UEP) sebagai berikut. Land atau sumber daya alam (SDA) yang digunakan dalam kegiatankegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yaitu tanah seluas ± 1.000 m2 untuk dikelola menjadi lahan pertanian, tempat pembangunan kolam ikan, dan usaha warung. Selain tanah, pemeliharaan ikan dan perawatan

tanaman juga membutuhkan air. Air digunakan untuk mengisi kolam dan menyiram tanaman. Labor atau sumber daya manusia. Sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) adalah warga binaan yang mampu terutama Gepeng yang dibantu oleh pengurus atau pengelola lembaga lainnya. Pada awalnya, Gepeng yang mengelola kegiatan ini mempunyai kualitas yang belum baik. Gelandangan eks psikotik merupakan sumber daya manusia yang kualitasnya kurang baik karena secara mental dan psikologis belum sepenuhnya sembuh. Sedangkan Gepeng lainnya yang secara mental ‘sehat’ belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai kegiatan Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) itu sendiri. Meskipun demikian, seiring dengan proses belajar yang terus berjalan terjadi peningkatan kualitas warga binaan khususnya Gepeng melalui belajar sendiri sendiri secara otodidak dan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh perorangan maupun instansi seperti; pemerintah dan sekolah/kampus. Kini, Gepeng mampu mengelola kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sendiri dengan baik. Capital atau modal yang dimiliki oleh lembaga dalam pelaksanaaan kegiatan Usaha Ekonomi Produkif (UEP) bukan hanya uang, tetapi juga berupa peralatam, perlengkapan, dan sarana prasarana (gedung, bangunan). Modal keuangan dalam pelaksanaan kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini berasal dari dana pribadi, pemerintah, dan masyarakat. Peralatan dan perlengkapan untuk menunjang kegiatan perikanan dan pertanian cukup lengkap, sedangkan usaha warung juga telah memiliki bangunan sendiri. Enterpreneurship atau kewirausahaan. Lembaga melakukan pengorganisasian terhadap ketiga faktor produksi di atas, yaitu; sumber daya

10 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

dialami oleh Gepeng. Hasil identifikasi tersebut kemudian berkembang untuk menentukan program atau kegiatan apa yang perlu dilakukan. Contohnya; bagi gelandangan eks psikotik dan eks pecandu narkoba yang secara mental tidak sehat perlu adanya rehabilitasi dan terapi melalui program panti sosial, bagi anakanak jalanan yang putus sekolah dibentuk rumah singgah dan program kelanjutan belajar, sedangkan untuk eks Gepeng dewasa yang memerlukan ketrampilan kerja melalui kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

alam, sumber daya manusia, dan modal hingga menghasilkan produksi ikan yaitu ikan lele, sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat tradisional, serta hasil usaha toko. Hasil produksi yang diperoleh ini kemudian diperjualbelikan. Hasil penjualan digunakan untuk operasional produksi. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi dengan warga binaan Gepeng dan untuk simpanan kas lembaga sendiri. Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui berbagai teknik atau metode, pemberdayaan Gepeng melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara menunjukkan siklus tahap pemberdayaan sebagai berikut. a. Adanya kemauan untuk berubah menjadi lebih baik (memperbaiki diri) yang dirasakan oleh Gepeng. Kemauan ini ditimbulkan karena pengalaman yang telah dialami, seperti: pengucilan oleh masyarakat dan tidak dimanusiakan oleh oknum tertentu. b. Meminta petunjuk dan bantuan kepada pihak yang berdaya untuk membantu mencari jalan keluar menyelesaikan permasalahan. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa Gepeng meminta petunjuk dan bantuan kepada pihak berdaya untuk membantu dalam membentuk komunitas yang kemudian berkembang menjadi Lembaga Sosial Hafara. Selain itu, dalam kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) lembaga mendapatkan bantuan baik dalam bentuk modal maupun pelatihan dari pemerintah, mahasiswa, instansi tertentu, maupun masyarakat. c. Pihak berdaya dan yang belum berdaya bersama-sama mengidentifikasi permasalahan yang terjadi. Pada tahap ini menganalisis permasalaha yang

d. Mengidentifikasi kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan perubahan. Contoh pada program Usaha Ekonomi Produktif (UEP), lembaga memiliki sumber daya alam yaitu tanah yang kosong seluas 1000 m2 , dan sumber daya manusia yang dapat dimanfaatkan sebagai faktor produksi. e. Mengembangkan rencana dan mengimplementasikan. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan program. f.

Menghadirkan pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan. Me-review kegiatan yang telah diimpleentasikan dan menelaah hasil dari pelaksanaan progam seperti Usaha Ekonomi Produktif (UEP) baik dibidang perikanan, pertanian, dan usaha warung apakah dapat memberi perubahan, kemajuan, dan kebutuhan sesuai yang dibutuhkan atau tidak.

g. Menganalisa sebab akibat terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan. Menganalisis alasan atau sebab akibat terjadinya pemberdayaan dan ketidakberdayaan. Apabila terjadi ketidak-

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 11

berdayaan, maka perlu penelusuran penyebab terjadinya hal tersebut, hal ini kembali pada tahap munculnya kemauan untuk memperbaiki (melakukan perubahan) dan seterusnya.

3.

Keberhasilan Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara.

Program Usaha Ekonomi Produktif yang diselenggarakan oleh Lembaga Sosial Hafara memberikan hasil di bidang perikanan, pertanian dan usaha warung. Usaha warung membantu mencukupi kebutuhan warga binaan, sedangkan perikanan menghasilkan ikan lele dan di bidang pertanian menghasilkan sayuran, buah-buahan, dan obat-obatan yang bermanfaat baik untuk konsumsi sendiri maupun diperjualbelikan. Kegiatan jual-beli dilakukan dengan pihak pembeli dari luar dan Lembaga Sosial Hafara itu sendiri. Lembaga menerapkan sistem pembelian dan atau barter bagi warga binaannya khususnya Gepeng yang mengelola program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini. Jadi, lembaga berkewajiban melakukan barter atau membeli hasil perikanan atau pertanian dari Gepeng pengelola UEP, meskipun program tersebut merupakan program milik lembaga, dan hasilnya untuk konsumsi seluruh warga binaan termauk Gepeng itu sendiri. Selain itu, warga binaan yang bertugas mengelola dan mengolah hasil program UEP untuk seluruh warga binaan di lembaga juga memperoleh upah kerja. Keuntungan hasil penjualan kegiatan-kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) kemudian di bagi untuk warga binaan Gepeng yang telah mengelola dan untuk kas lembaga sebesar 10%. Sistem jual-beli dan bagi hasil yang terapkan oleh lembaga

menghasilkan; (a) keuntungan bagi hasil yang dapat mencukupi kebutuhan warga binaan Gepeng, (b) tambahan dana untuk membantu operasional lembaga seperti membayar SPP anak dan mencukupi seluruh kebutuhan pokok warga binaan, (c) kegiatan terapi untuk eks gelandangan psikotik, dan (d) kegiatan program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dapat berjalan terus dengan perputaran modal dan hasil penjualan. 4.

Dampak Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara

Gelandangan dan pengemis muncul karena beberapa faktor. Menurut Dimas (2013: 7-22), faktor yang mempengaruhi munculnya pengemis antara lain; malas berusaha, memiliki cacat fisik (disabilitas fisik), mahalnya biaya pendidikan, kurangnya lapang kerja, ketidakberdaya, terlilit masalah ekonomi, dan ketidakmampuan mencukupi kebutuhan pokok yang mahal harganya. Sedangkan faktor penyebab munculnya gelandangan menurut Widiyanto (1986: 121) dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi; sifat malas atau tidak mau bekerja, lemahnya mental, cacat secara fisik dan atau secara mental. Sedangkan faktor eksternalnya yaitu; faktor ekonomi, pendidikan, kultur, sosial, psikologi, agama, dan lingkungan. Penanggulangan Gepeng yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Hafara melalui program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) memberikan dampak atau pengaruh bagi warga binaan eks Gepeng dan lembaga itu sendiri. Dampak dari keberhasilan kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini bagi warga binaan eks Gepeng antara lain; memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola perikanan dan pertanian, memiliki pekerjaan dan

12 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

menjadi lebih bertanggungjawab, serta hidup menjadi lebih teratur. Eks Gepeng mulai dapat bekerja sesuai dengan nilai dan norma, tidak kembali hidup di jalanan. Melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini dampak secara ekonomi yaitu mereka mampu berinvestasi dengan menabungkan hasil keuntungan dan ’uang lelah’. Selain dampak ekonomi terdapat pula dampak sosial di mana eks Gepeng kemudian mendapatkan panggilan jiwa untuk turut serta membantu dan/atau mendampingi warga binaan lain seperti gelandangan eks psikotik, dan anak jalanan sebagai upaya mengentaskan permasalahan orang jalanan. Berdasarkan dampak yang diperoleh warga binaan eks Gepeng tersebut, menandakan bahwa pemberian pembinaan, pengetahuan, dan pelatihan ketrampilan yang diberikan oleh Lembaga Sosial Hafara mampu mengurangi munculnya Gepeng. Selain itu, melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) warga binaan juga menjadi lebih produktif. Menurut Rhenald Khasali, dkk (2010: 25) karakter produktif ini ditunjukkan dengan melakukan usaha mencari cara baru untuk meningkatkan kegunaan sumber daya produktif atau faktor-faktor produksi yang terbatas atau langka secara efektif dan efisien. Hal ini ditunjukkan dengan warga binaan eks Gepeng diberikan tanggungjawab penuh untuk mengelola program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, dampak secara ekonomi yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang dilakukan di Lembaga Sosial Hafara berada pada tahap pra kondisi untuk lepas landas ke lepas landas yang dikemukakan oleh W.W. Rostow. W.W. Rostow (dalam Arief Budiman, 1995: 26-28) menyebutkan bahwa pembangunan terdiri dari lima (5) tahap yaitu masyarakat tradisional, pra kondisi untuk lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan jaman

konsumsi masal yang tinggi. Lembaga Sosial Hafara pada berada pada tahap pra kondisi untuk lepas landas ke lepas landas karena warga mulai mengembangkan ide pembaharuan untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih baik, berusaha untuk meningkatkan tabungan, berinvestasi pada sektorsektor produktif yang menguntungkan, dan mulai mempertimbangkan pertanian bukan hanya untuk dikonsumsi tetapi menjadi usaha yang menguntungkan. Pembangunan ekonomi juga dipengaruhi oleh manusia. Hal ini dikemukakan oleh Alex Inkeles dan David H. Smith (dalam Arief Budiman, 1995:34-35) yang menyatakan bahwa pembangunan membutuhkan manusia yang dapat mengembangkan sarana material menjadi produktif, manusia tersebut adalah ’manusia modern’. Manusia modern dapat dibentuk dengan pemberian pendidikan dan pengalaman kerja yang tepatdan modern. Pemberian pendidikan dan pengalaman kerja dapat diperoleh di sebuh lembaga, seperti lembaga sosial. Lembaga sosial menurut Koentjoroningrat (Anwar dan Adang, 2013:198) menyatakan bahwa lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas bersama untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Lembaga Sosial Hafara berusaha memenuhi kebutuhan pokok untuk masyarakatnya melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Program ini juga merupakan salah satu program yang membantu menggerakkan organisasi. Dampak yang diperoleh lembaga melalui kegiatan dalam program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yaitu; lembaga mampu menjalankan kegiatan kelembagaannya, mampu memenuhi kebutuhan hidup seluruh warga binaannya, dan memberikan warga binaan terutama eks Gepeng sebuah pekerjaan, pengalaman kerja serta penghasilan.

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 13

5.

Faktor Pendukung dan Penghambat Usaha Ekonomi Produktif di Lembaga Sosial Hafara

Kegiatan dalam program Usaha Ekonomi Produktif dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung dalam setiap kegiatan didasari oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh lembaga sebagai berikut. (a) Lembaga memiliki sumber daya alam yaitu tanah yang subur. (b) Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) memiliki modal berupa sarana prasarana, peralatan, dan perlengkapan yang memadai. (c) Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) didukung oleh warga binaan terutama Gepeng dan penurus serta pengelola lembaga itu sendiri. (d) Lembaga memiliki koneksi dalam bidang pelatihan maupun pengelolaan Usaha Ekonomi Produktif, mulai dari perorangan hingga pemerintah. Sedangkan faktor penghambat kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara meliputi; (1) Kondisi alam. Alam memiliki pengaruh besar dalam budi daya ikan, ketika musim kemarau budidaya ikan tidak berjalan dengan baik, selain itu ikan juga rawan terkena penyakit. (2) Kondisi psikologis. Gepeng secara internal memiliki sifat malas atau tidak mau bekerja, malas berusaha, lemah mental, cacat secara fisik dan atau secara mental serta memiliki ketidakberdaya (Dimas, 2013: 7-22). Hal ini juga berlaku bagi warga binaan Gepeng di Lembaga Sosial Hafara. Penghambat kegiatan UEP di lembaga ini adalah tidak mudahnya mendamping, melatih mental, dan disiplin kepada warga binaanGepeng supaya dapat bekerja. (3) Kondisi modal. Lembaga belum memiliki modal yang cukup untuk mengembangkan dan

membesarkan usaha karena hasil kegiatan program UEP untuk kas lembaga hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan pokok seluruh warga binaan di lembaga baik yang tinggal maupun tidak. (4) Kondisi pendidikan. Warga binaan Gepeng masih memerlukan pengetahuan dan pelatihan untuk mengembangkan Usaha Ekonomi Produktif. (5) Program pemerintah yang tidak berkelanjutan dan setiap tahun berganti-ganti juga menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan mengenai pemberdayaan Gepeng melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Warga binaan Lembaga Sosial Hafara terdiri dari Gepeng dewasa, gelandangan eks psikotik (gangguan jiwa), dan anak jalanan. Mereka berasal dari jalanan dan merupakan hasil dari razia yang dilakukan oleh tim lembaga, pemerintah, dan masyarakat. Warga yang telah dibina disebut eks Gepeng. Eks Gepeng di lembaga tersebut diberikan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan melalui beberapa program pemberdayaan. Salah satu program pemberdayaan yang diberikan adalah proram Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Program usaha Ekonomi Produktif (UEP) ini bertujuan untuk membentuk warga binaan yang mandiri dan tidak kembali turun ke jalanan. Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang dilakukan yaitu berupa pemberian pengetahuan dan pelatihan di

14 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

bidang perikanan, pertanian, dan usaha warung. Melalui kegiatankegiatan ini, eks Gepeng belajar hingga mampu membudidayakan, merawat, mengelola, dan mengolah hasil kegiatan dalam Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

mencukupi kebutuhan pokok seluruh warga binaannya, mampu menjalankan program-program yang ada di lembaga, dan mampu memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi warga binaan Gepeng.

2. Kegiatan dalam program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara menghasilkan produk hasil pertanian dan perikanan. Di bidang pertanian menghasilkan sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat, sedangkan di bidang perikanan menghasilkan budidaya ikan lele. Hasil kegiatan tersebut diperjualbelikan dan ada pula yang dikonsumsi sendiri. Hasil pejualan tersebut mampu menambah pendapatan eks Gepeng dan membantu operasional lembaga.

4. Faktor yang mendukung dan menghambat program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Lembaga Sosial Hafara dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi. Faktor yang mendukung kegiatan dalam program ini antara lain; sumber daya alam (tanah) yang subur, memiliki sumber daya manusia,dan memiliki sarana prasarana kegatan yang memadai. Sedangkan faktor penghambatnya antara lain; kondisi alam yang mempengaruhi kesehatan ikan, sumber daya manusia yaitu Gepeng yang sulit untuk didampingi karena berkebutuhan khusus dan kurangnya pengetahuan serta ketrampilan, kurangnya modal untuk mengembangkan usaha, dan program-program pemerintah yang tidak berkelanjutan.

3. Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) telah memberikan dampak bagi lembaga maupun warga binaan Gepeng. Dampak yang dirasakan oleh Gepeng secara internal adalah perubahan diri dari mulanya tidak disiplin dan teratur menjadi lebih disiplin, teratur, dan lebih bertanggungjawab. Selain itu, Gepeng juga mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang perikanan, pertanian, dan usaha warung. Secara eksternal Gepeng memperoleh pekerjaan sehingga mampu mencukupi kebutuhan hidup. Selain itu juga dampak ekonomi, eks Gepeng dapat menabungkan pendapatan dari bagi hasil Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan secara sosial mereka juga membatu teman Gepeng lainnya untuk mengentaskan orang jalanan. Sedangkan bagi lembaga program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) mempengaruhi bergeraknya organisasi, lembaga mampu

Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut. a.

Bagi pengurus dan pengelola untuk terus memberikan motivasi, pendampingan, dan pembinaan kepada warga binaan Gepeng supaya mampu bekerja lebih giat dalam membesarkan program Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

b.

Bagi warga binaan Gepeng untuk terus produktif dan berusaha membangun diri menjadi lebih baik, disiplin dan bertanggungjawab melalui

Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis.... (Rina Rohmaniyati) 15

pekerjaan dalam setiap kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). c.

Bagi pemerintah untuk membantu memberikan modal dan memberikan program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan terkait dengan program kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Anwar,

Yesmil dan Adang. 2013.Sosiologi untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama

Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Guntur,

Effendi M. 2009. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Transformasi Perekoomian Rakyat Menuju kemandirian dan Berkeadilan. Jakarta: Sagung Seto

Haryanto, Sindung. 2011. Sosiologi Ekonomi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Irawan, Dimas D. 2013. Pengemis Undercover. Jakarta: Titik Media Publisher Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Rosda Parkin, Michael. 2008. Economics: 8th Edision. Boston: Person Education

Soetomo. 2010. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Sudjana, Djuju. 2001. Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Fallah Production Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama Sulistiyani, Ambar T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media Tateki, Yoga Tursilarini, dkk. 2009. Uji Coba Model Penanganan Gelandangan Psikotik. Yogyakarta: B2P3KS Press Twikromo, Y. Argo. 1999. Gelandangan Yogyakarta: Suatu Kehidupan dalam Bingkai Tatanan Sosial-Budaya “Resmi”. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta Widiyanto, Paulus. 1986. Gelandangan: Pandangan Ilmuwan Sosial. Jakarta: LP3ES Anonim. 2015. Targetkan Bebas Gepeng pada 2015 Berikut Program Unggulan Dinsos DIY. Diakses dilaman

16 Jurnal Pendidikan Luar Sekolah

http://jogjadaily.com/2014/07/ta rgetkan-bebas-gepeng-pada2015-berikut-programunggulan-dinsos-diy/ tanggal 2 Maret 2015 pukul 12.05 WIB Badan Pusat Statistik. Data Jumlah Penduduk, Angka Kemiskinan, dan Angka Pengangguran. Diakses dilaman http://www.bps.go.id// pada bulan Maret 2015

Peraturan Daerah (Perda) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 34 tentang Perlindungan Negara terhadap Fakir Miskin dan Anak Terlantar