PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN POST OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA 1/3 DISTAL DI RUANG FLAMBOYAN I RSUD SALATIGA
DI SUSUN OLEH
RUSTAM EFENDI NIM. P.13114
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN POST OPERASI FRAKTUR RADIUS SINISTRA 1/3 DISTAL DI RUANGFLAMBOYAN I RSUD SALATIGA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
RUSTAM EFENDI NIM. P.13114
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Rustam Efendi
NIM
: P13114
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATANNy. S POST OPERASIFRAKTUR RADIUS SINISTRA 1/3 DISTAL DI RUANG FLAMBOYAN I RSUD SALATIGA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar – benar karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil jiplakan, makan saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 11 Mei 2016 Yang Membuat Pernyataan
Rustam Efendi NIM. P13114
ii
HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan oleh : Nama
: Rustam Efendi
NIM
: P13114
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: Pemberian Guided Imagery Terhadap Nyeri pada Pasien Post Operasi FrakturRSUD Salatiga
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/tanggal
: Senin, 30 Mei 2016
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep NIK.200984041
(
)
Penguji I
:Ns. Joko Kismanto, S.Kep NIK. 200670020
(
)
Penguji II
: Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep NIK.200984041
(
)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes KusumaHusada Surakarta
Ns. MeriOktariani, M.Kep NIK. 200981037
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Tehnik Relaksasi guided imageryTerhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di RSUD Salatiga.” Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1.
Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIkes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIkes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ns. Meri Okatriani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4.
Ns. S.Dwi Sulisetyawati,M.Kep,selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
5.
Ns. Joko Kismanto, S.KepSelaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukanmasukan ,inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
6.
Semua dosen program studi DIII Keperawtan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
iv
7.
Kedua orang tuaku berserta yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan do’a
serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan. 8.
Mahasiswa satu angkatan Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu yang memberikan dukungan. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan
ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin
Surakarta, 11 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ....................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ..........................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ........................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori ...............................................................................
6
1.
Fraktur ....................................................................................
6
2.
Asuhan Keperawatan .............................................................
15
3.
Nyeri .......................................................................................
23
4.
GUIDED IMAGERY ..............................................................
32
B. Kerangka Teori .............................................................................
37
BAB III METODE PENULISAN APLIKASI RISET A. Subyek Aplikasi Riset ..................................................................
38
B. Tempat dan Waktu .......................................................................
38
C. Media dan Alat yang digunakan ...................................................
38
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ...........................
39
E. Alat Ukur Evaluasi .......................................................................
39
BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien .............................................................................
40
B. Pengkajian ....................................................................................
41
C. Daftar Perumusan Masalah ..........................................................
49
D. Perencanaan ..................................................................................
50
vi
E. Implementasi ................................................................................
52
F. Evaluasi ........................................................................................
57
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ....................................................................................
63
B. Perumusan Masalah Keperawatan ...............................................
68
C. Perencanaan ...................................................................................
71
D. Implementasi Keperawatan ..........................................................
76
E. Evaluasi Terapi Guided Imagery...................................................
78
F. Evaluasi .........................................................................................
81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................
84
B. Saran .............................................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS) ......................................................
30
Gambar 2.2 Verbal Deskriptif Scale (VDS) ...................................................
31
Gambar 2.3 Pain Assesment Behavioral Scale (PABS) .................................
31
Gambar 2.4 Kerangka Teori ...........................................................................
37
Gambar 3.1 Numeric Rating Scale (NRS) ......................................................
40
Gambar 4.1 Genogram Ny.S ..........................................................................
43
viii
DAFTAR LAMPIRAN 1
Usulan Judul Aplikasi Jurnal
2
Lembar konsultasi Karya tulis Ilmiah
3
Surat Pernyataan
4
Daftar Riwayat Hidup
5
Jurnal Utama
6
Asuhan Keperawatan
7
Lembar Pendelegasian
8
Lembar Observasi Aplikasi Jurnal
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Kecelakaanmerupakanmasalah
kesehatan
yangsangatseriusdidunia,masalahyangsamajuga
di
hadapidiberbagainegara.DiNegaraamerikaangkakematianakibatkecelakaanlal ulintassebesar53,8per100.000pendudukEropa47,6per100.000penduduk(Ni Made
Dewi
Ratnasari,
Wahyu
Ratna,
Mohamad
Judha).HasilpenelitiandirumahsakitlimaprovinsidiIndonesiamenunjukanceder ayangpalingbanyakyaitudikepala,kaki,dantangan.Proporsicederapatahtulangat au frakturakibatkecelakaanlalulintassekitar9,1%angkainilebihtinggidibandingkan denganangkanasional4,9%(Helmi,2012;4). Berdasarkan survey tim DepkesRI didapatkan25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45 mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas dan bahkandepresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Rohimin, 2009).Penanganan fraktur dilakukan melalui jalan operasi. Pasca dilakukannya operasi pasienakan merasakan nyeri yang menimbulkan ketidaknyamanan. Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari dan nyeri yang berat dapat menghambat gaya hidup seseorang apabila tidak segera diatasi maka
1
nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri. Nyeri juga menyebabkan isolasi
2
3
sosial, depresi dan perubahan konsep diri.Oleh karena itu peran perawat sangat diperlukan untuk membantu klien dan anggota keluarga dalam upaya mengatasi nyeri.Penting juga perawat memahami makna nyeri secara holistik pada
setiap
individu
sehingga
dapat
mengembangkan
strategi
penatalaksanaan nyeri selain pemberian analgetik yaitu terapi non farmakologi (Potter & Perry, 2005). Penatalaksanaan nyeri di bagi menjadi dua yaitu dengan farmakologi dan
non
farmakologis.Penatalaksanaanfarmakologimeliputimeliputidari
berbagai tindakan penanganan fisik meliputi stimulus kulit, stimulus elektrik saraf kulit, akupuntur dan pemberian placebo. Intervensi prilaku kognitif meliputi
tindakan
distraksi,
tehnik
relaksasi,
imajinasi
terbimbing
(guide imagery), umpan balik biologis, hypnosis dan sentuhan terapeutik (Tamsuri, 2006). Guidedimagerymerupakandanpenyembuhyangefektif.Teknik inidapatmenguranginyeri,mempercepatpenyembuhandanmembantutubuhmen gurangiberbagaimacampenyakitsepertidepresi,alergidanasma(Priyanto,2011). Guided
imagery
adalahmetoderelaksasiuntukmengkhayalkantempatdankejadianberhubungand enganrasarelaksasiyangmenyenangkan.Khayalantersebutmemungkinkanklien memasukikeadaanpengalamanrelaksasi(Kaplan&Sadock,2010).Imajinasibersi fatindividudimanaindividumenciptakangambaranmentaldirinyasendiri,atau bersifatterbimbing.Banyakteknikimajinasimelibatkanimajinasivisualtapitehni
4
kinijugamenggunakaninderapendengaran,pengecapdanpenciuman (Potter&Perry,2009). Manfaatguidedimaginarydiantaranyamengurangistressdankecemasan, menguranginyeri,mengurangiefeksamping,mengurangitekanandarahtinggi,me ngurangilevelguladarahataudiabetes,mengurangialergidangejalapernafasan,m engurangisakitkepala,mengurangibiayarumahsakitdanmeningkatkanpenyemb uhanluka(Alimul,2006). Padajurnalpenelitianoleh(NiMadeDewiRatnasari,WahyuRatna,MohamadJuda )di
ketahuibahwapenulisanguided
imagerymenurunkannyeripadapasienpostoperasi. Berdasarkanuraianlatarbelakangtersebutpenulistertarikuntukmelakuka nimplementasipemberiantindakanguided terhadappasienpostoperasifraktur judul
imagery
yangdisusundalamKaryaTulisIlmiadengan
Pemberiantindakanguided
imagery
terhadapnyeripadapasienpostoperasifraktur. Hasil wawancara di rumah sakit umum daerah RSUD Salatiga bahwa manajemen nyeri di bangsal di lakukan dengan pemberian analgetik, yang apabila reaksi obat sudah habis pasien akan mulai merasakan nyeri. Perawat belum mengaplikasikan secara maksimal manajemen non farmakologi untuk mengatasi nyeri pasien .manajemen nyeri non farmakologi yang mudah di aplikasikan untuk mengatasi nyeri pasien post operasi antara lain dengan guided imagery. berdasarkan latar belakang terebut maka penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan Asuhan Keperawatan yang dituangkan dalam
5
Karya
Tulis
Iilmiah
dengan
judul
“Pemberian
Tehnik
guided
imageryTerhadap Intensitas Nyeri Pada Asuhan Keperaatan Ny. S Dengan Post Oprasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal.
B. TujuanPenulisan 1.
TujuanUmum Mengaplikasikanguided
imagery
terhadapnyeripadaNy.
Spostoperasifraktur 2.
TujuanKhusus a.
PenulismampumelakukanpengkajiandatapadaNy.
S
postoperasifraktur. b.
PenulismampumenengakkandiagnosakeperawatanNy. Spostoperasifraktur.
c.
PenulismampumenyusunrencanaasuhansecaramenyeluruhpadaNy. Spostoperasifraktur.
d.
Penulismampumelaksanakanasuhankeperawatansecaralangsungpada Ny. Spostoperasifraktur.
e.
Penulismampumengevaluasiefektifitasasuhanyangtelahdiberikanpad aNy. Spostoperasifrsktur.
f.
Penulismampumenganalischasilpemberianguided terhadapnyeripadaNy. S postoprasifraktur.
imagery
6
C. Manfaat Penulisan 1.
Bagi Institusi Pendidikan DiharapkanAsuhanKeperawataninidapatmenjadireferensibacaanil miahuntukpenelitianberikutnyayangsejeniskhususnyapenggunaanpasienp ostoprasifraktur.
2.
Bagi Rumah Sakit Memberikanmasukanbagipihakrumahsakituntukmenambahpenget ahuankhususnyatentangpenanganannyeripadapasienpostoprasifraktur.
3.
BagiPerawat Meningkatkanpengetahuanperawatdanpenerapantekniknonfarmak ologiterhadappasienpostoperasiuntukmengatasinyeri.
4.
BagiPasien Diharapkanpasiendapat teknik-teknik non farmakologi yang sudah
diajarkan.Sehinggajikasewaktu-waktunyerimuncul,
dapatmelakukannyasecaramandiriuntukmengurangiintensitasnyeri yangdiderita.
pasien
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1.
Fraktur a.
Pengertian Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial (Rasjad, 2007).Fraktur atau patah tulang juga merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2005).Selain itu menurut LeMone & Burke (2008) fraktur dapat tejadi pada semua kelompok usia, terutama pada orang yang mengalami trauma dan usia tua.
b. Etiologi Menurut
Sachdeva
(1996)
dalam
Jitowiyono
(2012)
penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Cedera Traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh: a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
6
7
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. 2) Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut: a) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. b) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. c) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang memperoleh semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan
kegagalan
absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
8
d) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran. c.
Klasifikasi Menurut Rasjad (2007) Klasifikasi fraktur sebagai berikut: 1) Klasifikasi Etiologis: a) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma tiba-tiba. Trauma bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma bersifat langsung yaitu trauma yang menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan (Fraktur yang terjadi biasanya kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan).Trauma bersifat tidak langsung yaitu trauma yang dihantarkan ke tempat yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menimbulkan fraktur klavikula. b) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang atau tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor). c) Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat. 2) Klasifikasi Klinis: a) Fraktur terbuka (Compound Fracture) adalah fraktur yang ada hubungannya dengan dunia luar melalui luka pada kulit
9
dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau From Without (dari luar). Menurut Smeltzer dan Bare (2002) Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade I dengan luka bersih sepanjang kurang dari 1 cm; grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif. b) Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak ada hubungannya dengan dunia luar. c) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya:malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang. 3) Klasifikasi Radiologis: a) Lokalisasi : terbagi atas diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi b) Konfigurasi: (1) Fraktur Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah tulang. (2) Fraktur Oblique atau Z adalah fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. (3) Fraktur Spiral adalah fraktur memuntir seputar batang tulang.
10
(4) Fraktur Segmental adalah fraktur garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan (5) Fraktur Kominutif adalah fraktur tulang pecah menjadi beberapa fragmen. (6) Fraktur Depresi adalah fraktur fragmen patahan terdorong ke dalam. (7) Fraktur baji adalah fraktur biasanya pada vertebra karena tulang mengalami kompresi. (8) Fraktur Avulsi adalah fraktur tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya (9) Fraktur pecah (burst) adalah fraktur dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah (10) Fraktur Epifiseal adalah fraktur melalui epifisis. (11) Fraktur Impaksi adalah fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya c) Menurut ekstensi: Fraktur Greenstick (salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok), Fraktur total, Fraktur tidak total, Fraktur garis rambut, dan Fraktur Buckle atau torus. d) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : terbagi atas tidak bergeser dan bergeser.
11
d. Manifestasi Klinis 1) Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: a) Rotasi pemendekan tulang b) Penekanan tulang 2) Bengkak Edema muncul secra cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. 3) Echumosis dari perdarahan subculaneous. 4) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur 5) Tenderness/keempukan 6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan strukur didaerah yang berdekatan. 7) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan) 8) Pergerakan abnormal 9) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah 10) Krepitasi (Black,1993:199) dalam Jitowiyono (2012)
12
e.
Patofisiologi Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu: 1) Fase Hematum a) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur b) Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat 2) Fase granulasi jaringan a) Terjadi 1-5 hari setelah injuri b) Pada tahap phagositosis aktif granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast. 3) Fase formasi callus a) Terjadi 6-10 hari setelah injuri b) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus 4) Fase ossificasi a) Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh b) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah. 5) Fase consolidasi dan remadelling Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas oksifitas osteoblat dan osteuctac (Black, 1993:19) dalam Jitowiyono (2012).
13
f.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien fraktur antara lain; x-ray, magnetic resonance imaging (MRI), dan scan tulang sangat dimanfaatkan dalam orthopedi. X-Ray atau rontgen adalah pemeriksaan diagnostik yang biasa dihunakan untuk mengetahui masalah fraktur. Karena tulang lebih padat daripada jaringan yang lain maka x-ray tidak dapat menembusnya, bagian yang padat ditunjukkan dengan warna putih pada x- ray. X-ray menyediakan informasi tentang kelainan bentuk, kepadata tulang, dan klasifikasi jaringan lunak (Lewis, 2011).
g.
Komplikasi 1) Delayed union, menurut Rasjad (2007) fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu yang 3-5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah). Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat gambaran tulang baru pada ujung-ujung fraktur, ada gambaran kista pada ujung- ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur. Terapi konservatif : pemasangan plester selama 23 bulan, Operatif bila union diperkirakan tidak terjadi maka dilakukan fiksasi interna dan dilakukan pemberian bone graft.
14
2) Non union, menurut Rasjad (2007) fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga didapatkan pseudoarthrosis ( sendi palsu). Ada beberapa tipe antara lain : (1) Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting, (2) Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadahi, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis). 3) Malunion, adalah fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi (Rasjad, 2007). h. Penatalaksanaan Pada waktu menangani fraktur ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.
15
1) Rekognisi meliputi diagnosis dan penilaian fraktur, dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis (Rasjad, 2007). 2) Reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima (Rasjad, 2007). 3) Rehabilitasi
adalah
mengembalikan
aktivitas
fungsional
semaksimal mungkin (Rasjad, 2007). Rencana rehabilitasi harus segera dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur (Price & Wilson, 2006). 2.
Asuhan Keperawatan a.
Pengkajian 1) Identitas Klien Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, no. registrasi. 2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut bisa akut / kronik tergantun dar lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan : Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri.
16
Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului dengan
perdarahan,
kerusakan
jaringan
sekirat
yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur) atau pernah punya penyakit menular / menurun sebelumnya.
17
5) Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga pasien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis / penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular. 6) Pola Fungsi Kesehatan a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada fraktur akan mengalami perubahan / gangguan pada personal hygiene, misalnya mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK. b) Pola nutrisi dan metabolisme Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien. c) Pola eliminasi Kebiasaan miksi / defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan. d) Pola istirahat dan tidur Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
18
e) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga. f)
Pola persepsi dan konsep diri Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup / tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola sensori kognitif Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitf atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan. h) Pola hubungan peran Terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri. i)
Pola penanggulangan stress Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
19
j)
Pola reproduksi seksual Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
k) Pola tat nilai dan kepercayaan Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Allah SWT. b.
Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan 2) Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi 3) Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakitnya 4) Gangguan
psikologis
(cemas)
berhubungan
dengan
ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya c.
Perencanaan 1) Diagnosa Keperawatan 1 : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau dapat teratasi.
20
Kriteria Hasil : a) Nyeri berkurang skala nyeri 1-3 b) Tidak ada perilaku distraksi c) Klien tampak rileks d) TTV dalam batas normal : TD
: 110-120/80-90 mmHg
ND
: 60-100 x/ menit
RR
: 16-24 x/ menit
S
: 36,5-37,50C
Rencana Tindakan : a) Berikan penjelasan pada pasien dam keluarga tentang penyebab nyeri R/ Dengan memberikan penjelasan diharapkan pasien tidak merasa cemas dan dapat melakukan sesuatu yang dapat mengurangi nyeri b) Ajarkan pada pasien tentang teknik mengurangi rasa nyeri R/
Diperolehnya
pengetahuan
tentang
nyeri
akan
memudahkan kerjasama dengan askep untuk memecahkan masalah c) Beri posisi senyaman mungkin R/ Memperlancar sirkulasi pada daerah luka / nyeri d) Observasi TTV R/ Observasi TTV dapat diketahui keadaan umum pasien
21
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik R/ Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri 2) Diagnosa Keperawatan 2 : Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan cemas berkurang
Kriteria Hasil : a) Pasien tampak tenang (rileks) b) Pasien istirahat dengan nyaman c) Pasien
dapat
mempertahankan
fungsi
tubuh
secara
maksimal Rencana Tindakan : a) Jelaskan
pada
pasien
mengenai
prosedur
tindakan
pengobatan R/ Pasien kooperatif mengenai prosedur tidakan pengobatan b) Kaji tingkat kecemasan pasien R/ Dengan diberikan informasi bisa menurunkan cemas c) Observasi TTV 3) Diagnose Keperawatan 3 : Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan imobilisasi Tujuan
: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas sebatas kemampuan
22
Kriteria Hasil : a) Pasien mengerti pentingnya melakukan aktivitas b) Pasien bisa duduk, makan dan minum tanpa dibantu c) Pasien
dapat
mempertahankan
fungsi
tubuh
secara
maksimal Rencana Tindakan : a) Lakukan pendekatan kepada pasien untuk melakukan aktivitas sebatas kemampuan R/ Dengan pendekatan yang baik diharapkan pasien akan lebih kooperatif dalam melakukan aktivitas b) Observasi sejauh mana pasien belum melakukan aktivitas R/ Dengan observasi diharapkan pasien sudah bisa melakukan aktivitas c) Beri motivasi pada pasien untuk melakukan aktivitas R/ Dengan adanya motivasi diharapkan pasien bisa lebih bersemangat dalam melatih aktivitas. (Nasrul Effendy, 1995:2-3) dalam buku KMB 2 Andra (2013).
23
3.
Nyeri a.
Pengertian Definisi menurut IASP, 1979 (Intenational Association for Study of Pain) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007).Sedangkan menurut Jamie (2006), nyeri merupakan
segala
sesuatu
yang
dikatakan
seseorang
dan
dirasakannya berhubungan dengan rasa tidak nyaman.Berdasarkan Dari ketiga definisi yang terdapat diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang dan bersifat individual yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik aktual dan potensial yang menyangkut dua aspek yaitu aspek psikologis dan aspek fisiologis. b. Tanda dan Gejala Nyeri Menurut NANDA (2013) Tanda dan Gejala Nyeri yaitu 1) Insomnis 2) Gelisah 3) Gerakan tidak teratur 4) Pikiran tidak terarah 5) Raut wajah kesakitan 6) Pucat 7) Keringat berlebihan
24
c.
Fisiologi Nyeri Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Proses fisiologi terkait nyeri dapat disebut nosisepsi. Menurut Potter & Perry (2006) menjelaskan proses tersebut sebagai berikut: 1) Resepsi Semua kerusakan seluler yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.Stimulus tersebut kemudian memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya prostaglandin,
bradikinin,
histamin,
substansi
P)
yang
mensensitisasi nosiseptor.Nosiseptor berfungsi untuk memulai transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri. 2) Transmisi Fase transmisi nyeri terdiri atas tiga bagian.Bagian pertama nyeri merambat dari bagian serabut perifer ke medulla spinalis.Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus.Bagian ketiga, sinyal tersebut diteruskan ke korteks sensori somatic tempat nyeri dipersepsikan.Impuls yang ditransmisikan tersebut mengaktifkan respon otonomi.
25
d. Klasifikasi 1) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Awitan Menurut Tamsuri (2006) menjelaskan bahwa nyeri berdasarkan waktu kejadian dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan kronis. a) Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau durasi 1 detik sampai dengan kurang dari 6 bulan.Nyeri akut biasanya menghilng dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuhkan. b) Nyeri kronis Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari 6 bulan.Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur,
intermitten,
atau
bahkan
persisten.Nyeri
ini
menimbulkan kelelahan mental dan fisik bagi penderitanya. 2) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan (fantom) (Tamsuri, 2006). a) Nyeri superfisial adalah nyeri yang timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan
26
sebagainya. Nyeri jenis ini memiliki durasi yang pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam. b) Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya perenggangan dan iskemia. c) Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul. d) Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. e) Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya dirasakan oleh klien seperti berjalan/ bergerak dari daerah asal nyeri ke sekitar atau ke sepanjang bagian tubuh tertentu. Nyeri dapat bersifat intermiten atau konstan. f)
Nyeri baying (fantom) adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsi berada pada organ yang telah diamputasi seolaholah organnya masih ada.
27
e.
Respon Fisiologis Terhadap Nyeri 1) Stimulasi Simpatik : (nyeri ringan, moderat, dan superficial) a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate b) Peningkatan heart rate c) Vasokontriksi perifer, peningkatan BP d) Penigkatan nilai gula darah e) Diaphoresis f)
Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil h) Penurunan motilitas GI 2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) a) Muka pucat b) Otot mengeras c) Penurunan HR dan BP d) Nafas cepat dan irregular e) Nausea dan vomitus f) f.
Kelelahan dan keletihan
Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri 1) Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia cenderung memendam
28
nyeri yang diallami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit
berat
atau
meninggal
jika
nyeri
diperiksakan. 2) Jenis Kelamin Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi factor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri). 3) Kultur Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. 4) Makna nyeri Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya. 5) Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.Perhatian yang meningkat
dihubungkan
dengan
nyeri
yang
meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
29
yang menurun.Teknik relaksasi, guided imagery bmerupakan tehnik untuk mengatasi nyeri. 6) Ansietas Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. 7) Pengalaman masa lalu Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah
mengatasi
nyerinya.
Mudah
tidaknya
seseorang
mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri. 8) Pola koping Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri. 9) Support keluarga dan sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman-teman-teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
30
g.
Pengukuran Nyeri Menurut Potter & Perry (2006) alat ukur nyeri sebagai berikut: 1) Numeric Rating Scale (NRS) Lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebeum dan setelah intervensi terapeutik.Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.
Gambar 2.1 Keterangan : 0
: Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang :
secara
menyeringai,
menunjukkan
dapat
obyektif
klien
lokasi
mendesis,
nyeri,
dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
31
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 : Nyeri sangat berat
: pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul. 2) Verbal Deskriptif Scale (VDS) Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”
Gambar 2.2 3) Pain Assesment Behavioral Scale (PABS) Alat ukur nyeri dengan rentang skala nyeri 0 : tidak nyeri, 1-3: nyeri ringan, 4-6: nyeri sedang, >7: nyeri berat.
0
Tidak nyeri
1
2
3
4
Nyeri ringan Gambar 2.3
5
6
>7
Nyeri
Nyeri
sedang
berat
32
4.
Guided Imagery a.
Definisi Menurut Kaplan & sadock, 2010 dalam Novaretna, 2013 mengatakan bahwa teknik guided imagery adalah metode relaksasi untuk menghayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi. Guided imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu yang direncanakan secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.Imajinasi bersifat individu dimana individu menciptakan gambaran mental dirinya sendiri, atau bersifat terbimbimng.Banyak teknik imajinasi melibatkan imajinasi visual tapi tehnik ini juga menggunakan indera pendengaran, pengecapan dan penciuman (Potter & Perry, 2009 dalam Novaretna, 2013).Guided imagery merupakan tehnik yang menggunakan imajinasi seseorang untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer, Bire, Hinkle & Cheever, 2010 dalam Patasiket al, 2013).
b.
Tujuan Guided imagery mempunyai elemen yang secara umum sama dengan relaksasi, yaitu sama-sama membawa klien kearah relaksasi. Tujuan dari tehnik guided imagery yaitu menimbulkan respon psikofisiologis yang kuat seperti perubahan dalam fungsi imun (Potter & Perry, 2009 dalam Novarenta, 2013). Penggunaan guided
33
imagery tidak dapat memusatkan perhatian pada banyak hal dalam satu waktu oleh karena itu klien harus membayangkan satu imajinasi yang sangat kuat dan menyenangkan (Brannon & Freist, 2000 dalam Novarenta, 2013). c.
Manfaat Manfaat dari tehnik guided imagery yaitu sebagai intervensi perilaku untuk mengatasi kecemasan, stres dan nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002 dalam Novarenta, 2013). Menjelaskan aplikasi klinis guided imagery yaitu sebagai penghancur sel kanker , untuk mengontrol dan mengurangi rasa nyeri, serta untuk mencapai ketenangan dan ketentraman (Potter & Perry, 2009 dalam Novarenta, 2013). Guided imagery merupakan imajinasi yang direncanakan secara khusus untuk mencapai efek positif. Dengan membayangkan hal-hal yang menyenangkan maka akan terjadi perubahan aktifitas motorik sehingga otot-otot yang tegang menjadi rileks, respon terhadap bayangan menjadi semakin jelas. Hal tersebut terjadi karena rangsangan imajinasi berupa hal-hal yang menyenagkan akan menjalankan kebatang otak menuju sensor thalamusuntuk diformat. Sebagian kecil rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus, sebagian lagi dikirim ke korteks serebri. Sehingga pada korteks serebriakan terjadi asosiasi pengindraan. Pada hipokampus hal-hal yang menyenangkan akan diproses menjadi sebuah memori.
34
Ketika terdapat rangsangan berupa imajinasi yang menyenagkan memori yang tersimpan akan muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi. Dari hipokampus rangsangan yang telah mempunyai makna dikirim ke amigdala yang akan membentuk pola respon yang sesuai dengan makna rangsangan yang diterima. Sehingga subjek akan lebih mudah untuk mengasosiasikan dirinya dalam menurunkan sesuai nyeri yang dialami (Novarenta, 2013:187). Mekanisme
imajinasi
positif
dapat
melemahkan
psikoneuroimmunologi yang mempengaruhi respon stress, selain itu dapat melepaskan endorphin yang melemahkan respon rasa sakit dan dapat mengurangi rasa sakit atau meningkatnya ambang nyeri (Hart, 2008 dalam mariyam dan widodo, 2012:230). d.
Langkah-langkah Tehnik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan tenang (Rahmayati, 2010 dalam patasik et al, 2013). Menurut Kozier & Erb, (2009) dalam Novarenta, (2013), mengatakan bahwa langkah-langkah dalam melakukan guided imagery yaitu :
35
1) Untuk persiapan, mencari lingkungan yang nyaman dan tenang, bebas dari distraksi. Lingkungan yang bebas dari distraksi diperlukan oleh subjek guna berfokus pada imajinasi yang dipilih. Untuk pelaksanaan, subjek harus tahu rasional dan keuntungan dari tehnik imajinasi terbimbing. Subjek merupakan partisipan aktif dalam latihan imajinasi dan harus memahami secara lengkap tentang apa yang harus dilakukan dan hasil akhir yang diharapkan. Selanjutnya memberikan kebebasan kepda subjek. Membantu subjek keposisi yang nyaman dengan cara: membantu subjek untuk bersandar dan meminta menutup matanya. Posisi nyaman dapat meningkatkan fokus subjek selama latihan imajinasi. Menggunakan sentuhan jika hal ini tidak membuat subjek terasa terancam. Bagi beberapa subjek, senthan fisik mungkin menganggu karena kepercayaan budaya dan agama mereka. 2) Langkah berikutnya menimbulkan relaksasi. Dengan cara memanggil nama yang disukai. Berbicara jelas dangan nada yang tenang dan netral. Meminta subjek menarik nafas dalam dan perlahan untuk merelaksasikan semua otot. Untuk mengatsi nyeri atau stress, dorong subjek untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Setelah itu embantu subjek merinci gambaran
dari
bayanganya.
Mendorong
subjek
untuk
36
menggunakan semua inderanya dalam menjelaskna bayangan dan lingkungan bayangan tersebut. 3) Langkah selanjutnya meminta subjek untuk menjelaskan perasaan
fisik
dan
emosional
yang
ditimbulkan
oleh
bayanganya. Dengan mengarahkan subjek untuk mengeksplorasi respon terhadap bayangan karena ini akan memungkinkan subjek memodifikasi imajinasinya. Respon negatif dapat diarahkan kembali untk emberikan hasil akhir yang lebih positif. Selanjutnya memberikan umpan balik kontinyu kepada subjek. Dengan memberi komentar pada tanda-tanda relaksasi dan ketentraman. Setelah itu membawa subjek keluar dari bayangan. Setelah pengalaman imajinasi dan emndiskusikan
perasaan
subjek mengenai pengalamnya tersebut. Serta mengidentifikasi setiap hal yang dapat meningkatkan pengalaman imajinasi. Selanjutnya motivasi subjek untuk mempraktikan tehnik imajinasi secara mandiri.
37
B. Kerangka Teori
Kecelakaan Jatuh Cedera Tumor Tulang Infeksi Rakhitis
Tanda dan gejala Fraktur
1)
Insomnis
2)
Gelisah
3)
Gerakan tidak
Nyeri teratur 4) Tindakan Non
Pikiran tidak terarah
Farmakologis seperti terapi GUIDED IMAGERY
Penurunan Nyeri
Susana elall (2007) Dan Prasetyo (2010)
Gambar 2.4 Kerangka Teori
5)
Raut wajah
BAB III METODE PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAHAPLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subyek aplikasi ini adalah pasien post operasi fraktur pada hari ke dua setelah oprasi. Pemberian terapi tehnik guided imagery di berikan sebelum pemberian analgesit.
B. Tempat dan Waktu 1.
Waktu Aplikasi tindakan pengaruh pemberian guided imagery ini di lakukan pada bulan januari 2016
2.
Tempat Tindakan pengaruh guided imagery di lakukan di Ruang Plamboyan I di RSUD Salatiga
C. Media dan Alat yang Digunakan Dalam aplikasi riset ini tidak mengunakan media maupun alat.
38
39
D. Presedur Tindakan Berdasarkan Riset Prosedur tindakan yang akan di lakukan pada aplikasi riset tentang pengaruh guided imagery terhadap penurunan nyeri terhadap post oprasi fraktur .prosedur tindakan guided imagery sebagai berikut : 1.
Memerintahkan klien untuk menutup mata
2.
Membayangkan atau mengambarkan hal yang menyenangkan
3.
Membimbing klien untuk mengambarkan bayangannya tanyakan tentang suara, cahaya , benda yang tampak dan yang terbayangkan
4.
Minta klien untuk menggambarkan dengan lebih rinci.
E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Berdasarkan Riset Alat ukur dari aplikasi tindakan guided imagery Relaksasi adalah lembar observasi dan Numerical Rating Scale (NRS).
Gambar 3.1 Numeric Rating Scale (NRS) (Sumber : www.painedu.org/NIPC/painassessmentscale.html )
BAB IV LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan tentang laporan Asuhan Keperawatan Ny.S dengan Post Operasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal, yang dilaksanakan pada tanggal 12 sampai 14 Januari 2016. Asuhan Keperawatan ini mulai dari pengkajian,
Diagnosa
Keperawatan
atau
rumusan
masalah,
Intervensi
Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi. Kasus ini diperoleh dari Autoanamnesa dan
Alloanamnesa,
mengadakan
pengamatan
atau
observasi
langsung,
pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat.
A. Identitas Klien Dari data pengkajian tersebut didapatkan data identitas pasien, bahwa pasien bernama Ny.S umur 31 tahun, agama islam, pendidikan DII PGSD, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Tegalrejo Tengaran Semarang, tanggal masuk rumah sakit 11 Januari 2016 dengan diagnosa medis Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal, No. Registrasi 321744, dokter yang merawat adalah dr.J. yang bertanggung jawab adalah Tn.C umur 35 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan buruh, alamat Tegalrejo Tengaran Semarang, Hubungan dengan pasien adalah suami Ny.S.
40
41
B. Pengkajian 1.
Riwayat Kesehatan Hasil pengkajian, keluhan utama adalah nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, nyeri dirasakan pada saat post operasi. Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 11 januari jam 06:00 WIB pasien di bawa di puskesmas terdekat yaitu puskesmas Ngampel di puskesmas pasien hanya mendapatkan perawatan luka saja karena peralatan puskesmas yang tidak memadai kemudian pada jam 10:00 pasien di rujuk di RSUD Salatiga di IGD pasien mendapatkan terapi infus Asering 20tpm, Ranitidin 25mg, dan Ketorolac 10mg kemudian pasien di Rontgent didapatkan diagnosa Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal dan akan dilakukan operasi pemasangan ORIF, kemudian pasien dirawat dibangsal. Pada hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu didapatkan data bahwa pasien pernah dirawat di RSUD Salatiga saat melahirkan anaknya yang kedua. Klien belum pernah mengalami kecelakaan maupun operasi. Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat atau makanan. Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga didapatkan bahwa Ny.S adalah anak pertama dari dua bersaudara, kemudian menikah dengan suaminya dan memiliki dua orang anak laki-laki, dalam silsilah keluarga Ny.S tidak ditemukan penyakit menurun seperti DM, Hipertensi, TBC dan lain-lain.
42
Gambar 4.1 genogram Ny.S Keterangan :
:laki-laki
:Perempuan :Pasien :Yang meninggal
.................
: Tinggal serumah : Garis keturunan
Pada pengkajian riwayat kesehatan lingkungan didapatkan bahwa lingkungan tempat tinggal pasien bersih, jauh dari tempat pembuangan sampah.
43
2.
Pola Pengkajian Primer Pengkajian primer yang dilakukan pada Ny.S didapatkan data Air way atau jalan nafas
tidak ada sumbatan, breathing terlihat
pengembangan dada kanan kiri simetris, pada vokal premitus kanan kiri sama, perkusi sonor, Auskultasi tidak terdapat sumbatan jalan nafas, tidak ada suara nafas tambahan dan pernafasan 20 kali permenit, circulation nadi teraba 80 kali permenit, tekanan darah 130/80 mmHg, cappylary reffil kurang dari dua detik, mukosa bibir lembab. Dissability, kesadaran pasien composmentis. Kekuatan otot ekstremitas kanan atas 5, ekstremitas kiri atas 3, ekstremitas kanan bawah 5, ekstremitas kanan atas 5. 3.
Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Pengkajian pola fungsional kesehatan menurut Gordon, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa sehat itu enak bisa main kemana-mana dan keluarga pasien mengatakan sehat itu penting dan mahal harganya maka dijaga kesehatannya karena saat kita sehat dapat beraktivitas sesuai kemampuan masing-masing. Pola nutrisi dan metabolik, sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari satu porsi habis dengan nasi, sayur, lauk, air putih. Selama sakit pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan makanan yang disediakan di rumah sakit habis satu porsi. Pola eliminasi, sebelum sakit BAK, frekuensi 5-6 kali sehari, jumlah urin kurang lebih 200cc, warna kuning kemerahan bau khas, dan
44
tidak ada keluhan, BAB sebelum sakit, frekuensi 1 kali sehari, lunak berbentuk, dan tidak ada keluhan. Pola eliminasi selama sakit BAK frekuensi 5-6 kali sehari, jumlah urin kurang lebih 200cc, warna kuning kemerahan bau khas, dan tidak ada keluhan, BAB frekuensi 1 kali sehari, lunak berbentuk, dan tidak ada keluhan. Pola aktivitas dan latihan pada kemampuan perawatan diri, sebelum sakit didapat semua kemampuan perawatan diri seperti makanan dan minuman, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM semuanya didapat score 0 atau mandiri. Sedangkan kemampuan perawatan diri selama sakit seperti makanan dan minuman, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM semua didapatkan score 2 atau di bantu orang lain. Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan bisa tidur nyenyak baik malam hari maupun siang hari. Tidur malam hari kurang lebih 7 jam dan siang hari kurang lebih 1 jam. Selam sakit, pasien mengatakan dapat tidur pada malam hari dan siang hari namun tidak nyenyak karena merasa kurang nyaman dan merasa nyeri pada pergelangan tangannya. Pola kognitif perseptual, sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan pernafasan maupun alat indra lainnya. Selama sakit pasien mengatakan nyeri post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan
45
dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, ekspresi wajah pasien meringis kesakitan. Pola persepsi konsep diri, dari hasil pengkajian sebelum sakit konsep diri pasien didapatkan gambaran diri, pasien mengatakan dirinya adalah seorang perempuan yang tampak sehat, ideal diri keluarga psien mengatakan pasien selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk keluarga, peran diri pasien mengatakan dirinya adalah seorang istri dan ibu bagi keluarganya, identitas diri pasien adalah seorang perempuan yang berumur 30 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Selama sakit gambaran diri pasien seorang perempuan yang tampak lemah berbaring didalam ranjang, ideal diri keluarga pasien mengatakan pasien ingin cepat sembuh, peran diri selama sakit pasien tidak bisa beraktivitas seperti biasa, identitas diri pasien mengatakan dirinya adalah seorang perempuan yang berumur 30 tahun yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pola hubungan dan peran pada pengkajian didapatkan sebelum sakit pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan orang tua, keluarga, dan orang sekitar, selama sakit hubunganya dengan keluarga dan masyarakat masih tetap baik begitu juga dengan karyawan yang ada di rumah sakit. Pola seksual reproduksi pada hasil pengkajian didapatkan sebelum sakit pasien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak laki-laki, selama sakit pasien mengatakan selma di rumah
46
sakit tidak pernah melakukan hubungan seksual dan pasien juga tidak mempunyai penyakit alat kelamin. Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan jika ada masalah selalu bercerita dengan orang tua dan keluarga, selama sakit pasien mengatakan pasien menerima sakitnya dengan ikhlas tapi kadang mengeluh dan jika ada masalah pasien selalu membicarakannya dengan orang tua dan keluarga. Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit pasien mengatakan beragama islam dan rajin melaksanakan sholat 5 waktu, selama sakit pasien mengatakan walaupun sakit masih tetap melaksanakan sholat 5 waktu walaupun sedang sakit. 4.
Hasil Pemeriksaan Fisik Dari hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan, klien berada dalam
kesadaran
sadar
penuh
(composmentis),
saat
dilakukan
pemeriksaan fisik hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit dengan irama cepat, frekuensi pernafasan 20x/menit dengan irama normal, dan suhu 36,2oC. Hasil pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesocepal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe, rambut hitam kuat dan tidak kering. Pemeriksaan mata didapatkan fungsi penglihatan baik, mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil mengecil saat terkena cahaya, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung bentuk simetris, bersih tidak ada polip, tidak
47
terdapat sekret. Pemeriksaan mulut bersih, simetris kanan kiri, mukosa bibir tidak kering. Pemeriksaan gigi bersih, tidak ada karang gigi. Pemeriksaan telinga bentuk simetris kanan dan kiri, dan tidak ada sekret, pendengaran berfungsi normal. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar thiroid. Pemeriksaan dada paru inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada lesi atau bekas jahitan, palpasi getaran paru kanan dan kiri sama, perkusi peka diseluruh lapang paru, auskultasi tidak ada suara nafas tambahan. Jantung saat dilakukan pemeriksaan inspeksi simetris tidak terlihat ictus cordis, palpasi ictus cordis teraba di ICS ke 5 kiri, perkusi tidak ada pelebaran jantung, auskultasi suara lub dub tidak ada bunyi tambahan. Abdomen saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan, abdomen simetris tidak ada lesi, auskultasi bissing usus 16x/menit, perkusi peka di kuadran 1 dan 2,3,4 timpany, palpasi tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan di 4 kuadran. Genetalia bersih tidak ada luka. Rektum bersih tidak terdapat hemoroid. Pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot kiri 3, ROM terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri
48
aktif, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat. 5.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada klien meliputi
pemeriksaan
laboratorium dan rontgen ekstremitas atas kiri. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016. Meliputi Lekosit 9,03 10^3/UL (nilai normal 4,5-11 10^3/UL), Eritrosit 4,88 10^6/UL (nilai normal 4-5 10^6/UL), Hemoglobin 11,8 g/dL (nilai normal 12-16 g/dL), Hematokrit 35,5 % (nilai normal 38,00-47,00 %), MCV 72,8 fL (nilai normal 86-108 fL), MCH 24,2 pg (nilai normal 28-31 pg), MCHC 33,2 g/dL (nilai normal 30-35 g/dL), Trombosit 328 10^3/UL (nilai nornal 150-450 10^3/UL), Gaolongan darah AB, PTT 15,1 detik (nilai normal 11-18 detik), APTT 40,4 detik (nilai normal 27-41 detik), Glukosa darah sewaktu 109 mg/dl (nilai normal 80-144 mg/dl), HbsAg negative. Hasil rontgen post operasi pada tanggal 14 Januari 2016 didapatkan hasil tampak soft tissue swelling Antebrachi Sn 1/3 distal, tampak Diskontinuitasmultiple pada Os Radius Sn 1/3 distal, tampak fissura dan spur tampak dislokasi Carpoulnaris Sn, tak tampak lesi litik porotik dan sklerotik, epifise tulang belum menutup dan menyatu sempurna.
49
C. Daftar Perumusan Masalah Pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 15:00 WIB didapatkan data subyektif sebagai berikut pasien mengatakan nyeri dengan Provocate, nyeri karena post operasi Radius Sinistra 1/3 Distal. Qualitynyeri seperti ditusuktusuk. Region nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri. Scale, skala nyeri men6. Time nyeri ± 5-10 menit hilanh timbul. Selain data subjektif juga didapatkan data objektif sebagai berikut pasien tampak kesakitan saat pergelangan tangan ditekuk, wajah pasien tampak meringis kesakitan, Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan 20x/menit. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi). Pada pukul 15:15 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Data objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan kiri ditutup dengan balutan elastic bandage. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Pada pukul 15:30 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Data objektif di pergelangan tangan terlihat terdapat jahitan luka post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Dari data subjektif dan objektif diatas dapat diambil diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor.
50
D. Perencanaan Berdasarkan masalah keperawatan pertama pada klien dengan nyeri akut, maka penulisan membuat rencana tindakan keperawatan dengan tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan nyeri akut berkurang. Dengan kriteria hasil nyeri terkontrol pada skala 2-3, tidak ada nyeri saat mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV dalam batas normal TD : 110/70-120/80 mmHg, Nadi : 60-100x/menit, Pernafasan : 16-24x/menit. Rencana keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal adalah sebagai berikut, lakukan pengkajian nyeri sebelum tindakan dan sesudah tindakan (guided imagery) dengan rasional informasi akan memberikan data dasar untuk menentukan pilihan keefektifan intervensi. Ajarkan tentang guided imagery (sesuai jurnal) dengan rasional mengalihkan nyeri. Kolaborasi dengan dokter saat pemberian analgentik dengan rasional untuk mengurangi nyeri sedang sampai berat secara segera. Monitor vital sign dengan rasional perubahan TTV merupakan indikator nyeri. Memberikan posisi semi flower dengan rasional untuk memberikan kenyamanan untuk pasien. Berdasarkan masalah keperawatan kedua pada klien hambatan mobilitas fisik, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi. Dengan kriteria hasil
51
dapat memindahkan atau menggerakkan tanggannya dan pergelangan tangannya sedikit-sedikit, gerakan otot tangan kiri 4-5. Rencana keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot adalah sebagai berikut. Kaji kemampuan pasien dalam mobilitas dengan rasional mengidentifikasi kekuatan otot atau kelemahan dan memberi informasi tentang pemulihan. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dengan rasional untuk mengetahui terapi yang tepat untuk pasien untuk mempercepat pemulihan. Lakukan latihan ROM aktif dan pasif dengan rasional melenturkan otot agar tidak kaku dan merangsang kontraksi otot. Intruksikan pasien dan keluarga bagaiman acara melakukan ROM dengan rasional supaya keluarga dapat belajar mandiri untuk mempercepat peningkatan kakuatan otot. Berdasarkan masalah keperawatan ketiga pada klien kerusakan integritas kulit, maka penulis membuat rencana keperawatan dengan tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi. Dengan kriteria hasil mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi. Rencana keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor adalah sebagai berikut. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dengan rasional untuk meminimalisir terjadinya infeksi. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang
52
ditutup dengan jahitan dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan luka insisi. Intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah dirumah dengan rasional agar luka tetap bersih. Kolaborasikan dengan dokter saat pemberian antiseptik dengan rasional agar tidak terjadi infeksi luka.
E. Implementasi Pada hari selasa tanggal 12 Januari 2016 pukul 16:10 WIB, dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:15 WIB, mengajarkan teknikguided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 16:25 WIB, melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapiguided imagery dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 4 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 16:35 WIB, kolaborasi dengan dokter saat pemberian obat klien merespon mengatakan injeksi (kerorolac, ranitidin, cefitri). Injeksi masuk melalui
53
selang intra vena, jam 16:45 WIB, memonitor TD, nadi, suhu, RR klien merespon mengatakan mau diperiksa. Pasien terlihat rileks TD 120/80 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC, jam 16:50 WIB, memberikan posisi semi flower dan klien merespon mengatakan mau diberikan posisi semi flower. Pasien tampak rileks. Setelah itu jam 17:00 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu dengan menkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic, jam 17:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikitsedikit pada tangan sebelah kiri, jam 17:20 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 17:30 WIB, konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan dan keluarga klien merespon mensetujui untuk dilakukan terapi. Pasien mengatakan siap kapan saja dilakukan terapinya. Setelah itu jam 17:40 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu dengan jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dan klien merespon mengatakan siap menjaga kebersihan di area luka. Pasien tampak menjaga
54
kebersihan di area luka, jam 17:50 WIB, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan dan klien merespon mengatakan mau dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus, jam 18:00 WIB, intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham, jam 18:10 WIB, kolaborasi dengan dokter saat permberian antiseptik dan klien merespon mengatakan mau direikan obat. Pasien tampak senang Hari rabu tanggal 13 Januari 2016 jam 09:30 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:35 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 09:45 WIB, melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti ditutusk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 09:50
55
WIB, memberikan posisi semi flower dan klien merespon mau diberikan posisi semi flower. Pasien tampak rileks. Setelah itu jam 10:00 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Kekuatan otot tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic, jam 10:10 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikitsedikit pada tangan sebelah kiri, jam 10:20 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 10:30 WIB, memonitor TD, nadi, suhu, RR dan klien merespon mengatakan mau diperiksa. Pasien tampak rileks TD 110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC. Setelah itu jam 10:40 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor yaitu dengan membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan dan klien merespon mengatakan mau dibersihkan luka. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus, jam 10:50 WIB, intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan luka bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.
56
Jam 14:15 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 14:20 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 14:30 WIB, melakukan pengkajian nyeri setelah diberikan terapi guided imagery dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan. Hari kamis tanggal 14 Januari 2016 jam 07:30 WIB dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu mengkaji nyeri klien sebelum diberikan terapi guided imagery dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 510 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan, jam 07:35 WIB, mengajarkan teknik guided imagery (sesuai jurnal) dan klien merespon mengatakan mau diajarkan teknikguided imagery. Pasien tampak bisa melakukan tindakan yang diajarkan, jam 07:45 WIB, melakukan pengkajian
57
nyeri setelah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan klien merespon klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistsra 1/3 distal, rasanya seperti kesemutan, dengan skala nyeri 1 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 510 menit. Ekspresi wajah pasien tampak meringis kesakitan. Setelah itu jam 07:55 WIB melakukan implementasi untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu dengan mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi dan klien merespon mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilisasi. Pasien tampak mulai mampu melakukan ambulasi dikit demi sedikit, jam 08:05 WIB, melatih pasien ROM sesuai kemampuan dan klien merespon mengatakan mau diajarkan ROM. Pasien tampak bisa menggerakkan sedikit-sedikit pada tangan sebelah kiri, jam 08:15 WIB, intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM dan klien merespon mengatakan sangat senang diajarkan ROM. Pasien dan keluarga pasien tampak senang dan paham apa yang telah diajarkan, jam 08:25 WIB intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah dan klien merespon mengatakan siap mengerti. Pasien tampak paham.
F. Evaluasi Hasil evaluasi hari pertama diagnosa pertama, tanggal 12 Januari 2016 dilakukan pada jam 18:30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih
58
5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 130/80 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, S 36,2oC. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri,
berikan
posisi
semi
flower,
kolaborasi
dengan
dokter(pemberian obat). Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 18:45 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 19:00 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan, monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu
59
membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter saat pemberian antiseptik. Hasil evaluasi hari kedua diagnosa pertama, tanggal 13 Januari 2016 dilakukan pada jam 11:00 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan nyeri post operasi radius sinistra 1/3 distal, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 2 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Respon Objektif pasien tampak meringis kesakitan, TD 110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 18x/menit, S 36,5oC. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi, lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, ajarkan teknik non farmakologis, berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri,
berikan
posisi
semi
flower,
kolaborasi
dengan
dokter(pemberian obat). Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 11:15 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan, kaji kemampuan pasien dalam ambulasi, lakukan ROM aktif atau pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 11:30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
60
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan, monitor kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah, kolaborasi dengan dokter saat pemberian antiseptik. Hasil evaluasi hari ketiga diagnosa pertama, tanggal 14 Januari 2016 dilakukan pada jam 08:35 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri skala nyeri turun menjadi 1. Respon Objektif pasien tampak rileks dan tenang. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan intervensi. Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 08:50 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan dapat menggerakkan tangannya tetapi pelan-pelan. Respon Objektif kekuatan otot tangan kiri 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisamasalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan, ajarkan pasien dalam ambulasi, ajarkan ROM aktif atau pasif, ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan ROM, konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Hasil evaluasi diagnosa ketiga pada jam 09:05 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Respon Objektif di pergelangan tangan
61
sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan, ajarkan monitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan kepasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang pemberian guided imagery terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post Oprasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di RSUD salatiga . di samping itu penulis akan membahas tentang factor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antar teori dengan kenyataan yang meliputi pengkajian , diagnose keperaatan , intervensi, implementasi, dan intervensi
A. Pengkajian Pada pengkajian yang dilakukan pada tanggal 12 Januari 2016 pukul 15:00 WIB didapatkan Ny.S mengalami post ORIF fraktur radius sinistra 1/3 distal. Menurut teori Brunner dan Suddart (2002) dalam Yunuzul (2014), salah satu penatalaksanaan bedah ortopedi pada pasien fraktur adalah ORIF (Open Reduktion and Internal Fixation). ORIF diartikan sebagai stabilisasi tulang patah yang telah direksi dengan sekrub, plat, paku dan pin logam. Dalam mengkaji karakteristik nyeri ini adapun teori yang digunakan penulis yaitu P (provocate) mengacu pada penyebab nyeri, Q (quality) menjelaskan standart nyeri, R (region) mengacu pada daerah nyeri, S (scale) menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 4-6 menunjukkan nyeri sedang,
63
64
untuk skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri 10 menunjukkan nyeri paling hebat, T (time) menjelaskan waktu terjadinya nyeri (Noor, 2014). Fraktur radius adalah terputusnya hubungan tulang radius. Pada kondisi klinik bisa berupa fraktur terbuka yang disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) dan fraktur radius tertutup yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Noor, 2014). Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny.S didapat keluhan utama nyeri pada post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal dengan skala nyeri 6, pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi dan bertambah nyeri saat bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pasien tampak meringis kesakitan saat dikaji. Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitikus, pembengkakan lokal dan perubahan warna. Agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal). Menurut Helmi (2013), mendefinisikan nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Nyeri tidak lagi dipandang sebagai kondisi alami dari cidera atau trauma yang akan berkuarang secara bertahap seiring waktu, karena nyeri yang tak mereda dapat menyebabkan komplikasi, peningkatan lama rawat inap di rumah sakit dan stress. Penulis menggunakan skala numerik dimana dalam teori dijelaskan skala penilaian numerik (NRS) lebih digunakan sebagai pangganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan menggunakan
65
skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10cm (Andarmayo, 2013). Pengkajian pada pola kesehatan fungsional menurut Gordon. Pola aktivitas latihan selama sakit, klien melakukan aktivitas seperti makan, minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, dibantu orang lain dengan nilai 2 kecuali berpindah pasien bisa sendiri dengan nilai 1. Menurut Ignativicius, Donna D, (2006) dalam Wahid (2013), penurunan aktivitas dan latihan pada pasien fraktur karena adanya nyeri dan keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Pengkajian pada pola istirahat tidur, klien mengatakan ada gangguan istirahat tidur karena nyeri setelah operasi, klien tampak meringis kesakitan. Menurut Lukman dan Ningsih (2009), adanya kesulitan dalam istirahat tidur akibat dari nyeri. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan klien (Wahid, 2013). Pengkajian pola kognitif perseptual, klien mengatakan tidak ada gangguan penginderaan dan komunikasi, klien mengalami gangguan kenyamanan atau nyeri. Klien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, klien tampak meringis kesakitan. Menurut Ignativicius, Donna D (2006) dalam wahid (2013), bahwa pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktr,
66
sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. Pada teori dibuktikan salah satu akspresi wajah dari nyeri yaitu adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengidikasikan nyeri meliputi ekspresi wajah yang menyeringai, menggeretakkan gigi, memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok (Perry & Potter, 2006). Hasil pengkajian pada pola persepsi dan konsep diri dan pada ideal diri Ny.S mengungkapkan keluh kesahnya di RSUD Salatiga karena Ny.S ingin mendapatkan dukungan dan solusi yang baik buat sakitnya. Hal ini dibuktikan dalam teori bahwa untuk membantu klien mencapai kembali kontrol dan mencapai rasa makna diri dibutuhkan pentingnya dorongan dan pendekatan yang positif pada klien (Brunner dan Suddart, 2002). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 36,2oC, Pernafasan 20x/menit. Pada klien pasca operasi tanda-tanda vital mengalami ketidak normalan karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk (Muttaqin, 2008). Peningkatan tekanan darah dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan atau terkait dengan penyakit klien. Nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien. Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap nyeri dan dalam upaya meningkatkan suplai oksigen dalam darah. Hal ini dikarenakan nyeri menimbulkan peningkatan penggunaan oksigen, sehingga
67
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan untuk memenhi kebutuhan tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 5, ROM aktif pergerakan terbatas karena terpasang infus, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat, kekuatan otot kiri 3, ROM terbatas karena nyeri post operasi fraktur, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk sudah terpasang pen, perubahan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri aktif, capilary refile<2 detik, perubahan bentuk tulang tidak ada, perubahan akral hangat. Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena dapat segera atau sekunder akibat pembengkakan atau nyeri (Lukman dan Ningsih, 2009). Pemeriksaan tentang gerak sendi (ROM/range of joint motion), dan pengkajian kekuatan otot sangat penting dilakukan apabila klien mengeluh rasa nyeri pada ekstremitas atau kehilangan fungsi sendi atau otot (Potter & Perry, 2010). Hasil pemeriksaan penunjang yang penulis cantumkan adalah rontgen dan laboratorium. Dilakukan pemeriksaan rontgen karena dengan foto rontgen terlihat terputsnya tulang radius dimana menyebabkan kerusakan jaringan lunak dan tulang pada radius (Noor, 2014). Hasil rontgen yang pertama pada tanggal 12 Januari 2016 dengan hasil menunjukkan adanya garis patah pada tulang radius sinistra 1/3 distal. Hasil rontgen yang kedua pada tanggal 14 Januari 2016 dengan hasil tampak soft tissue swelling
68
Antebrachi Sn 1/3 distal, tampak Diskontinuitasmultiple pada Os Radius Sn 1/3 distal, tampak fissura dan spur tampak dislokasi Carpoulnaris Sn, tak tampak lesi litik porotik dan sklerotik, epifise tulang belum menutup dan menyatu sempurna. Pemeriksaan
laboratorium
darah
rutin
menunjukan
adanya
peningkatan lekosit yaitu 9,03 10^3/UL dengan nilai normal 4,5-11 10^/UL. Hal ini dapat dijelaskan dalam teori Lukman dan Ningsih (2009), yang menjelaskan bahwa peningkatan sel darah putih atau lekosit adalah proses stres normal setelah trauma. Cairan infus Asering 500cc, dosis 20tpm, golongan larutan elektrolit, fungsi pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan kehilangan ion alkali dari tubuh. Ranitidin, 25mg/12 jam, golongan obat saluran cerna, fungsi menekan sekresi asam lambung. Ketorolac, 10mg/12 jam, golongan analgesik non narkotik, fungsi obat untuk mengurangi nyeri tekan-berat. Hypobhac, 25mg/24 jam, golongan klorafenikol, fungsi infeksi saluran urin dengan komplikasi. Cefixim, 1gr/12 jam, golongan sefalosporin, fungsi infeksi sekunder pada luka atau luka bakar (ISO, 2013).
B. Perumusan Masalah Keperawatan Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radis sinistra 1/3 distal). Nyeri akut adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual,
69
potensial, atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Assosiation For The Study Of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diatasi atau diprediksi dan berlangsung kurang 6 bulan (Walkinson, 2009-2011). Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) karena pasien post operasi hari ke 1 dengan keluhan utama nyeri. Data subjektif yang didapatkan nyeri karena post operasi dan bertambah nyeri saat bergerak, nyeri seperti ditusuktusuk, nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Data objektif pasien tampak kesakitan saat dikaji, keadaan umum composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 kali permenit, suhu 36,2 derajat celcius, pernafasan 20 kali permenit. Dalam teori, nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain) awitan tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Walkinson, 2011). Sesuai dengan teori, batasan karakteristik nyeri secara subjektif diungkapkan klien secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara objektif diungkapkan klien dengan gerakan menghindari nyeri, perubahan autonommik dari tonus otot (dapat dalam rentang tidak berenergi sampai kaku), respon-respon autonomik (misalnya diaforasisi,
70
tekanan darah, pernafasan atau perubahan nadi), perubahan nafsu makan, perilaku ekspresif (misalnya : kegelisahan, merintih menangis, kewaspadaan berlebih, peka terhadap rangsang dan menarik nafas panjang), gangguan tidur (mata terlihat sayu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan menyeringai) (Walkinson, 2011). Menurut teori, respon individu terhadap nyeri ditunjukan dengan adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi wajah yang menyeringai (Potter dan Perry, 2006). Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) dalam teori Noor (2014), menjelaskan bahwa trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada tulang otot, dan sendi dapat mengakibatkan nyeri berat, khususnya selama beberapa hari pertama pasca operasi. Diagnosa keperawatan kedua yang penulis angkat adalah hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada bagian ekstremitas didapatkan ekstremitas kiri atas, (dari siku sampai pergelangan tangan), terdapat fraktur radius sinistra 1/3 distal, terpasang elastik bandage akral teraba hangat, kekuatan otot 3. Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa keterbatasan gerak/kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena dapat segera atau sekunder akibat pembengkakan atau nyeri (Lukman dan Ningsing, 2009).
71
Diagnosa keperawatan ketiga yang penulis angkat adalah kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor. Data subjektif yang didapatkan pasien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Data objektif dipergelangan tangan pasien terlihat terdapat jahitan luka post operasi dan ditutup dengan balutan elastic.
C. Perencanaan Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervensiaon Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification). Menurut Darmawan (2012), Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana keperawatan dapat diselesaikan dengan Spesifik (jelas atau khusus), Measurable (dapat diukur), Achivable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria waktu). Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal, penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil, pasien melaporkan nyeri berkurang kepada perawat, mempertahankan tingkat nyeri berkurang menjadi 2 keadaan umum baik, ekspresi wajah rileks. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi radius sinistra 1/3 distal) adalah, Observasi nyeri secara komprehensif dan lokasi, karakteristik, durasi
72
frekuensi, intensitas dan faktor preptasinya. Hal ini sesuai dengan teori Brunner dan Suddart (2002), yang menyatakan deskripsi verbal tentang nyeri, individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara antara lain : intensitas, karakteristik, faktor-faktor yang meredakan nyeri, efek nyeri terhadap aktivitas, dan kekhawatiran individu tentang nyeri. Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari pada nyeri dengan pengalihan atau pengendalian faktor lingkungan (suhu, ruangan, cahaya) beri teknik guided imagery untuk mengurangi rasa nyeri. Hal ini sesuai dengan teori (tamsuri, 2006) yang menyatakan bahwa salah satu strategi pelaksanaan nyeri nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara teknik guided imagery pada pasien post operasi. Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil dan pastikan pemberian analgesik. Hal ini disesuaikan dengan pendapat prasetyo (2010) yang menyatakan bahwa mengenai nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah monitor tandatanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital meliputi, suhu, tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, pernafasan dan tekanan
73
darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh. Adanya perubahan vital misalnya suhu tubuh menunjukkan perubahan sistem kardoivaskuler, frekuensi pernafasan menunjukan fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005). Intervensi kelima yang dirumuskan penulis adalah berikan posisi semi flower. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri, kenyamanan dengan cara yang kosistensi pada pengalaman subjektif klien, kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia (Potter dan Perry, 2006). Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil, pasien mampu menggerakan pergelangan tangannya, melakukan aktivitas secara mandiri, kekuatan otot meningkat menjadi 4-5. Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa hambatan mobilitas yang berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah kaji kemampuan pasien dalam mobilitas. Hal ini menurut teori Potter dan Perry (2006), bahwa pengkajian mobilitas klien berfokus pada rentang gerak, gaya berjalan, latihan, dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran tubuh.
74
Intervensi kedua yang dirumusakn penulis adalah konsultasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. Menurut Potter dan Perry (2006), latihan terapeutik diresepkan oleh dokter dan dilakukan dengan bantuan dan panduan ahli terapi fisik atau perawat. Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah lakukan ROM aktif dan pasif. Menurut Muttaqin (2012), latihan ROM bertujuan untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan. Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah intruksikan pasien dan keluarga bagaimana cara melakukan ROM. Menurut teori Potter dan Perry (2006), orang yang depresi, khawatir atau cemas, sering tidak tahan melakukan
aktivitas.
Klien
depresi
biasa
tidak
termotivasi
untuk
berpartisipasi. Klien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar dalam kekuatan dan kecemasan, jadi mereka mengalami keletihan secara fisik dan emosi. Tujuan yang dirumuskan penulis untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil, pasien mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi. Intervensi pertama yang dirumuskan penulis untuk diagnosa kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan turgor kulit adalah jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. Menurut teori Yudhityarasati, 2007 untuk meminimalkan terjadinya infeksi yaitu berikut
75
tanda tanda infeksi : dolor (rasa sakit), rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), fungsiolaesa. Intervensi kedua yang dirumuskan penulis adalah membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan. Hal ini menurut teori Potter (2006), menjelaskan bahwa luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan.Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan.Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terusmenerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif. Intervensi ketiga yang dirumuskan penulis adalah intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah. Hal ini menurut teori Potter (2006), mengungkapkan bahwa cara menjaga luka agar
76
tetap bersih dan kering yaitu pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh (periulkus) disekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar luka tetap lembab. Intervensi keempat yang dirumuskan penulis adalah kolaborasikan dengan dokter saat pemberian antiseptik. Menurut teori Yusuf (2009), dalam pemberian obat ada beberapa macam jenis golongan obat yaitu obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.Steroid :akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
D. Implementasi Tahapan melakukan rencana yang telah dibuat pada klien, kegiatan yang ada dalam implementasi meliputi pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan yang telah dibuat, dan melaksanakan
intervensi
keperawatan
yang
telah
direncanakan
(Deswani, 2009). Pada hari selasa 12 Januari 2016 sampai 14 Januari 2016 dilakukan implementasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
77
fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, yaitu melakukan pengkajian nyeri sebelum diberikan terapiguided imagery. Respon pasien saat dilakukan tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan nyeri , dengan Provocate nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri, nyeri bertambah ketika bergerak. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk, Region nyeri dibagian tangan sebelah kiri siku sampai pergelangan tanga, Scale nyeri 6, Time nyeri kurang lebih 5-10 menit hilang timbul. Respon objektif pasien tampak meringis kesakitan. Kegiatan penerapan tehnik guided imagery oleh penliti di lakukan pada pasien post operasi fraktur pada hari ke dua setelah operasi. Teehnik guided imagerydi lakukan selama 10 menit dan sebanyak dua kali sehari, selama 2 hari di berikan pada kelompok eksperimen. Peneliti melakukan tehnik guided imagery 1jam sebelum pemberian analgetik, setelelah di berikan guided imagery klien di minta untuk beristirahat selama 5menit dan kemudian di ukur tingkat nyeri setelah pemberian guided imagery . pemberian ke 2 diberikan 7 jam lagi sebelum pemberian analgetik kembali, di berikan guided imagery selama 10 menit setelah itu pasien di istirhatkan setelah 5 menit dan di ukur kembali skala nyeri pasien . Implementasi kedua untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal yang dilakukan yaitu mengajarkan teknikguided imagery. Prosedur teknik guided imagery merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan, dan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (tamsuri 2006). Didapatkan
78
hasil subjektif
klien mengatakan nyeri berkurang setelah diajarkan
teknikguided imagery . Hasil objektif klien tampak nyaman.
E. Evaluasi Terapi Guided Imagery Ketika dilakukan pengkajian nyeri, skala nyeri pasien adalah 6. Setelah dilakuakan tindakan pemberian guided imagery selama tiga hari nyeri pasien berkurang menjadi 1. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik, pembedahan, dan pengobatan (Suhartini dkk, 2013). Menurut jurnal penelitian yang dilakukan olehguided imagery merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan, dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Tamsuri, 2006). Terapi ini dapat menurunkan nyeri karena didalamnya terdapat unsur terapi yang berfungsi untuk relaksasi atau untuk tujuan proses penyembuhan. Melalui guided imagery pasien akan terbantu untuk mengalihkan perhatian dari
nyeri
yang
dirasakan
dengan
membayangkan
hal-hal
yang
menyenangkan. Hal ini sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan. Kegiatan penerapan tehnik guided imagery oleh peneliti dilakukan pada pasien post operasi fraktur pada hari ke2 setelah operasi.
79
Tehnik guided imagery dilakukan selama 10 menit dan sebanyak dua kali sehari, selama 2 hari diberikan pada kelompok eksperimen. Peneliti melakukan tehnik guided imagery 1 jam sebelum pemberian analgetik, setelah di berikan guided imagery klien di minta untuk beristirahat selama 5 menit dan kemudian di ukur tingkat nyeri setelah pemberianguided imagery . Pemberian ke 2 di berikan 7 jam lagi sebelum pemberian analgetik kembali, diberikan guided imagery selama 10 menit setelah itu pasien di istirahatkan selama 5 menit dan di ukur kembali skala nyeri pasien. Langkah-langkah penerapan guided imagery dilakukan dengan memerintahkan klien untuk menutup mata dan membayangkan atau menggambarkan hal yang menyenangkan. Membimbing klien untuk menggambarkantanyakan tentang suara, cahaya, benda yang tampak dan bau-bauan yang terbayangkan. Selanjutnya minta klien untuk menggambarkan dengan lebih rinci. Hal ini akan mengalihkan konsentrasi klien pada imajinasinya dan perlahan-lahan menurunkan dan membebaskan dirinya dari rasa nyeri. Didukung pendapat dari Susana et all (2007) yang menyebutkan imagery therapist membimbing klien untuk merasakan atau visualisasi dengan tujuan relaksasi dan penyembuhan. Terapi ini sangat baik untuk manajemen sakit dan gejala fisik akibat masalah dan psikologis. Pemberian guided imagery merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk penanganan rasa nyeri yang dirasakan pasien. Terapi ini meningkatkan relaksasi pada pasien, mengalihkan konsentrasi dan perhatian dari rasa nyeri serta berangsur-angsur menurunkan
80
persepsi terhadap rasa yang dirasakan. Sesuai dengan pendapat dari Prasetyo (2010) yang menyebutkan salah satu tehnik relaksasi untuk menurunkan nyeri atau mencegah meningkatnya nyeri adalah dengan guided imagery (imajinasi terbimbing) yaitu kegiatan klien memuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengosentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri. Hasil penelitian ini membuktikan ada pengaruh yang signifikan pemberian guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur. Keberhasilan terapi yang dilakukan disebabkan karena penerapan guided imagery berjalan dengan baik dan dilakukan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan terapi. Keberhasilan juga didukung oleh sikap kooperatif pasien yang mengikuti bimbingan perawat dengan baik. Keberhasilan penerapan guided imagery memberikan dampak positif terhadap penurunan tingkat pada pasien post operasi fraktur Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis melakukan tindakan selama tiga hari mulai 12-14 Januari 2016 mengkaji kemampuan pasien dalam mobilitas. Respon pasien saat dilakukan tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik mobilitas. Respon objektif kekuatan tangan kiri 5/3, terdapat luka jahitan, post operasi fraktur, dibalut dengan balutan elastic. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau suatu ekstremitas atau lebih. Tingkatan hambatan fisik : tingkat 0 mandiri, tingkat 2 memerlukan bantuan dari orang
81
lain, tingkat 3 menggunakan bantuan dari orang lain dan peralatan, tingkat 4 ketergantungan (Walkinson, 2011). Batasan karakteristik : perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat (Herdman, 2011). Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor, penulis melakukan tindakan selama tiga hari mulai 12-14 Januari 2016 intruksikan kepada pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah dirumah. Respon pasien saat dilakukan tindakan adalah respon subjektif pasien mengatakan siap mengerti. Respon objektif pasien tampak paham. Kerusakan integritas kulit adalah perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis. Batasan karakteristik : kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh (Walkinson, 2011).
F. Evaluasi Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui (1) kesesuaian tindakan keperawatan, (2) perbaikan tindakan keperawatan, (3) kebutuhan klien saat ini, (4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, (5)
82
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Doenges dkk, 2006 dalam Debora, 2013). Evaluasi keperawatan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan 1 RSUD Salatiga dimulai sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari Jum’at tanggal 14 Januari 2016 untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik post operasi radius sinistra 1/3 distal, didapatkan hasil evaluasi data subjektif pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri skala turun menjadi 1.Data objektif pasien tampak rileks dan tenang. Analisis masalah nyeri akut teratasi, dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang sudah ditulis penulis adalah nyeri terkontrol pada skala 2-3, tidak ada nyeri saat mobilitas, pasien tidak terlihat kesakitan, TTV dalam batas normal TD : 110/70 – 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit. Panning hentikan intervensi. Dengan kriteria hasil bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2002.Tamsuri, 2006) Hal ini menyatakan masalah nyeri akut teratasi dan hentikan intervensi. Catatan perkembangan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan 1 RSUD Salatiga dimulai sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari jum’at tanggal 13 Januari 2016 diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Hasil evaluasi data subjektif pasien mengatakan dapat menggerakan tangannya tetapi pelan-pelan. Data objektif kekuatan otot 5/3, pergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan dibalut dengan balutan elastic. Analisis masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian, dengan bukti sesuai dengan
83
kriteria hasil yang sudah ditulis penulis adalah dapat memindahkan atau menggerakkan tangannya dan pergelangan tangannya, gerakan otot tangan kiri 4-5. Planning lanjutkan intervensi dengan observasi keadaan umum kembali, anjurkan klien melakukan aktivitas secara mandiri, kolaborasi dengan fisioterapi. Catatan perkembangan pada Ny.S yang dirawat di Ruang Flamboyan 1 RSUD Salatiga dimuali sejak hari selasa tanggal 12 Januari 2016 sampai hari jum’at tanggal 13 Januari 2016 diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor. Hasil evaluasi data subjektif pasien mengatakan ada jahitan luka post operasi pada pergelangan tangan sebelah kiri. Data objektif dipergelangan tangan sebelah kiri terdapat luka jahitan post operasi dan ditutup dengan balutan elastic. Analisis masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi dengan bukti sesuai dengan kriteria hasil yang sudah ditulis penulis adalah, mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan, luka tetap bersih, tidak ada infeksi. Planning lanjutkan intervensi dengan ajarkan memonitor kulit adanya kemerahan, ajarkan kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, ajarkan membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang ditutup dengan jahitan, intruksikan ke pasien untuk selalu membersihkan lukanya bila sudah di rumah. Evaluasi penulis adalah tidak ada hambatan saat melakukan terapi GUIDED IMAGERYuntuk menghilangkan rasa nyeri terhadap pasien post operasi fraktur radius sinistra 1/3 distal pasien tampak senang saat dilatih
84
terapi GUIDED IMAGERYdan pasien juga sudah bisa melakukan teknik GUIDED IMAGERYdengan sendiri saat rasa nyeri itu muncul kembali.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnose, implementasi dan evaluasi tentang pemberian terapiguided imagery pada asuhan keperawatan Ny. s dengan post Oprasi Fraktur Radius Sinistra 1/3 Distal di RSUD salatiga .secara metode kasus, maka dapat ditarik kesimpulan
A. Kesimpulan Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pengkajian Pengkajian pada Ny. S diperoleh data subyektif pasien mengeluh nyeri pada tangan kiri, nyeri setelah operasi dan bertambah saat digerakkan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri di pergelangan tanggan kiri skala nyeri 6, nyeri terasa sewaktu-waktu, dengan data obyektif pasien tampak meringis menahan nyeri.
2.
Diagnosa keperawatan Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian perawatan pada kasus Ny. S di tegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnose pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik,prioritas diagnose ke dua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan
84
85
prioritas diagnose ketiga kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (pembedahan) 3.
Intervensi Diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik intervensu yang di lakukan observasi karakteristik nyeri, berikan tehnik guided imaginerysesuai jurnal, ajarkan untuk menghayal dan mengalihkan nyerinya , kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic. Diagnose keperawatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot inervensi yang di lakukan bantu tingkat mobilitas fisik, bantu pasien untuk aktifitas , ajarkan rom kolaborasi dengan ahli terapi. Diagnose keperawatan intergritas kulit berhubugan dengan factor mekanik pembedahan, intervensi yang di lakukan observasi intergritas kulit, lakukan perawatan luka, ajarkan cara untuk mempertahankan luka agar tetap lembab, kolaborasi dengan ahli gizi.
4.
Implementasi Dalam asuhan keperawatan Ny. S dengan fraktur radius sinistra 1/3 distal di ruang flamboyan 2 RSUD Salatiga telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan . Penulis menekankan pemberian guided imagery untuk mengalihkan dan menurunkan intensitas nyeri dengan melakukannya 2 kali dalam sehari dalam 2 hari kelolaan .
86
5.
Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik sudah teratasi. Untuk mencapai hasil yang maksimal intervensi di pertahankan ajarkan klayen tentang bagai mana cara mengontrol nyeri denganguided imagery. Masalah
keperawatan
ke
dua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan kelemahan otot teratasi sebagian untuk mencapai hasil yang maksimal intervensi keperawatan di lanjutkan dengan ajarkan pasien dalam ambulasi ajar kam rom aktif dan pasif ,ajarkan kepada keluarga bagaimana cara melakukan rom konsultasi dengan terapi fisik Masalah keperawatan kerusakan intergritas kulit berhubugan dengan factor mekanikpembedahan .untuk mencpai hasil yang maksimal intervensi keperawatan di lanjutkan ajarkan kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering , ajarkan membersihkan , memantau dan meningkatkan proses penyembuhan luka yang di tutup dengan jahitan 6.
Analisa Pemberian tehnik relaksasi guided imagery efektif untuk menurunkan nyeri pada pasien Ny. S. Hal ini terbukti ada penurunan skalanyeri dari 6 menjadi 1. Hasil penerapan tindakan keperawatan pemberian tehnik relaksasi guided imageryterhadap intensitas nyeri, yang dilakukan selama 3 hari mampu mengurangi intensitas nyeri pasien di ruang plamboyan 1 RSUD Salatiga
87
B. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai berikut : 1.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih optimal dan meningkatkan mutu rumah sakit.
2.
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program rehabilitasi medic pada klien dengan fraktur post op radius sinistra 1/3 distal .perawat melibatkan keluarga klien dalam bemberian asuhan keperawatan
3.
Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa
untuk
menggembangkan
ilmu
pengetahuan
dan
keterampilannya dalam melalui praktik klinik dan pembuatan laporan. 4.
Bagi Penulis Selanjutnya Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu lebih efektif, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien secara optimal.
88 DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2013. Konsep& Proses KeperwatanNyeri. Ar-ruzz. Yogyakarta Helmi Noor Zairin. 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi. Selemba Medika, Jakarta. Jitowiyono S. &Kristiyanasari NuhaMedika. Yogyakarta
W.2012.AsuhanKeperawatan
Post
OperasiEdisi
2.
Lewis, et al. 2011.Medical Surgical Nursing Assesment and Management of Clinical Problems Volume 2. Mosby: ELSEVIER Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4, Volume 1 Jakarta : EGC Potter, P. A,.& Perry, A. G. 2006.Buku Ajar Fundamental KeperawatanKonsep, Proses danPraktek Volume2, Edisi 4. EGC. Jakarta Price, S.A., & Wilson, L. M. 2006.Patofisiologikonsepklinis proses-proses penyakit.(Ed.6). EGC. Jakarta RasjadChairuddin. Jakarta
2007.
PengantarIlmuBedahOrtopediedisiketiga.PT.YarsifWatampone.
Rohimin, Lukman. 2009. Internet. Kecelakaan Penyebab Fraktur. http://blogspot. 11 November 2012 Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. 2005.Buku Ajar Ilmubedah.EGC. Jakarta Smeltzer,S.,C., dan Bare, G. 2008. Brunner &Suddarth’s. Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelpia : Lippincott. Tamsuri, A. 2006.Konsep&PenatalaksanaanNyeri.EGC. Jakarta Tamsuri, A. 2007.Konsep&PenatalaksanaanNyeri.EGC. Jakarta Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 3 Edisi 8. Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika
Fadlani, YW., Harapan, IA. 2012. Terapi Perilaku Kognitif Distraksi terhadap Intensitas Nyeri Pasien dengan Fraktur Femur yang Terpasang Traksi. http://jurnal.USU.ac.id/index.php/jkk/article/view/333. diakses tanggal 9 Desember 2015 Hidayat, 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
89 Lukman dan Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC Prasetyo, Sigit nian, 2010 konsep dan proses keperawatan Nyeri . Edisi pertama .Yogyakarta : Graham Ilmu. Suhartini, dkk. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri. Jurnal Keperawatan Jilid 1, Manado Susana at all. 2007. Terapi Modalitas Dalam Keperawatan kesehatan jiwa : Di sertai standard Operating Procedur (SOP) . Jogjakarta : Mitra Cendikiawa Press.