PEMBUATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KESESUAIAN

Download Kata Kunci: Tebu, Kesesuaian lahan, Sistem informasi geografi ... Pemerintah melalui Menteri Pertanian RI ... lahan pertanian produktif di ...

0 downloads 374 Views 401KB Size
3unia(9tngindfnauJauli'VoC 4

ffy. 1

Jumi2007:60-71

PEMBUATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS KESESUAIAN LAHAN TANAMAN TEBU BERBASIS WEB Dl KABUPATEN MERAUKE Marwoto dan Danang Surya Candraa> Peneliti Inderaja, LAPAN [email protected]*1

ABSTRACT This research is aims to have develop land resource information system for a spatial management a n d land u s e allocation by commodity development based on web and land suitable evaluation for sugar cane in Merauke Regency, Papua Province. The method which is u s e d to organized land resource information system in development of area commodity (sugar cane) is automatization evaluation land suitability is to detect potency area of sugar cane with combined remote sensing technology and information technology based on web. The results of the evaluation land suitability for sugar cane in Merauke Regency, for the most extremely suitable land (SI) a r e Kimaam Island (19,3291 hectare), Merauke (11,550 hectare) , Kurik (7,746 hectare) and Semangga (524 hectare). ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengembangkan sistem informasi sumberdaya lahan u n t u k tata r u a n g d a n alokasi penggunaan lahan dengan pengembangan komoditas berbasis web d a n evaluasi kesesuaian lahan u n t u k tan am an tebu di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Metode yang digunakan dalam p e n y u s u n a n sistem informasi s u m b e r daya lahan dalam pengembangan areal komoditas (tebu) adalah otomatisasi evaluasi kesesuaian lahan u n t u k deteksi potensi pengembangan areal tebu dengan m e m a d u k a n teknologi penginderaan j a u h dengan teknologi informasi berbasis web Hasil evaluasi kesesuaian lahan u n t u k t a n a m a n tebu di Kabupaten Merauke, u n t u k kesesuaian lahan sangat sesuai (SI) adalah di Pulau Kimaam (19,3291 hektar), Merauke (11,550 hektar), Kurik (7,746 hektar) d a n Semangga (524 hektar). Kata K u n c i : 1

Tebu, Kesesuaian lahan,

Sistem informasi geografi

PENDAHULUAN

Dalam rangka m e n y a m b u t u s a h a pemerintah dalam m e n c a n a n g k a n program pengembangan t a n a m a n tebu u n t u k swasembada gula p a d a t a h u n 2 0 0 9 , Pemerintah melalui Menteri Pertanian RI telah mencanangkan pengembangan t a n a m a n tebu seluas 300.000 ha. Pemerintah perlu mencari altematif u n t u k melakukan pengembangan lahan baru u n t u k komoditas tebu di luar Pulau J a w a . Hal ini disebabkan pengembangan di Pulau J a w a sebagai sentra penghasil gula nasional menghadapi 60

tantangan. Antara lain berupa penurunan luas pemilikan lahan, alih fungsi lahan d a n pelandaian produksi. Alih fungsi lahan pertanian produktif di J a w a terjadi akibat desakan yang kuat dari sektor lain di samping tidak adanya konsistensi penerapan perundangu n d a n g a n tentang alih fungsi lahan. Keadaan ini selain mengganggu upaya pencapaian swasembada produksi tebu di J a w a yang u m u m n y a ditanam di lahan sawah makin j a u h dari kenyataan. Pengembangan lahan produksi tebu baru di luar J a w a perlu dilakukan pada

fiemBuatanSwem Infomasigtograju.

lahan yang berpotensi baik ditinjau dari segi t a n a h , iklim d a n lainnya. Kabupaten Merauke terletak antara 137° - 141° Bujur Timur d a n 5° - 9° Lintang Selatan. Luas areal setelah pemekaran adalah ± 45.071 Km2. Kabupaten Merauke mempunyai keadaan iklim yang m e n d u k u n g u n t u k pengembangan tanaman tebu, k a r e n a mempunyai perbedaan c u r a h hujan y a n g jelas a n t a r a musim hujan d a n musim k e m a r a u . S u h u rata-rata b u l a n a n 26°C dengan kelembaban u d a r a relatif b u l a n a n 82 %, curah hujan rata-rata t a h u n a n berkisar a n t a r a 1.521 - 1.690 m m / t a h u n terdistribusi dalam 99 - 132 hari hujan dengan perbedaan curah hujan yang jelas antara musim hujan (4-5 BB) d a n musim kemarau (5-6 BK). Sehingga bila ditinjau dari segi luasan dan teknis budidayanya, Kabupaten Merauke mempunyai persediaan areal lahan yang siap u n t u k pengembangan t a n a m a n tebu. Sistem Informasi Geografis (SIG) m e r u p a k a n s e b u a h sistem informasi sumber daya lahan yang terkomputerisasi meliputi seperangkat prosedur yang berkaitan dengan penyimpanan, pengolahan, penyajian data dan informasi geografis. Penerapan teknologi penginderaan j a u h , baik dengan menggunak a n data citra Landsat 7 ETM+ d a n SIG dalam perencanaan tata r u a n g wilayah u n t u k memberikan informasi yang lebih cepat, tepat, d a n aktual terhadap perub a h a n penggunaan lahan baik secara spasial (ruang) m a u p u n temporal (waktu), serta mempunyai banyak manfaat, seperti: u n t u k aplikasi di bidang pertanian, k e h u t a n a n , hidrologi, geografi, geologj, dan lainnya. Belum adanya peta kesesuaian lahan dan belum adanya cara yang cepat dalam m e n d a p a t k a n informasi kesesuaian lahan u n t u k pengelolaan sumber daya lahan t a n a m a n tebu secara berkelanjutan [sustainable) di kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Masalah tentang belum adanya peta kesesuaian lahan t a n a m a n tebu d a n belum a d a n y a c a r a y a n g m u d a h

(Marwoto, ^uKDannngSuryaCondro)

dan cepat dalam mendapatkan informasi kesesuaian l a h a n u n t u k pengelolaan sumber daya lahan t a n a m a n tebu secara berkelanjutan dapat diatasi dengan SIG kesesuaian lahan tebu yang berbasis web. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat peta kesesuaian lahan tanaman tebu dan m e n y u s u n sistem informasi kesesuaian l a h a n t a n a m a n tebu dalam format SIG yang berbasis web di k a b u p a t e n Merauke, Provinsi Papua. Peta kesesuaian lahan dalam format SIG dapat digunakan sebagai alat b a n t u penentu kebijakan {decision support system) dalam perencanaan tata r u a n g wilayah dan pengelolaan sumber daya lahan secara berkelanjutan [sustainable) di k a b u p a t e n Merauke, Provinsi Papua. 2

LAND AS AN TEORI

Proses perencanaan pada dasamya m e r u p a k a n proses identifikasi alternatifalternatif d a n analisis pengaruhnya dalam hubungannya dengan daya dukung sumber daya lahan u n t u k menopang aktivitas m a n u s i a . Sedangkan perencan a a n tata r u a n g wilayah merupakan proses pengorganisasian pengembangan d a n penggunaan lahan d a n sumber dayanya dalam s u a t u wilayah tertentu dengan cara terbaik u n t u k memenuhi k e b u t u h a n masyarakat dalam waktu j a n g k a panjang, seraya menjaga fleksibilitas penggunaan lahan yang dinamis (Hardjowigeno, S-, 1994). Fase-fase proses perencanaan meliputi : 1) pemetaan, yaitu proses yang sesungguhnya meliputi proses delineasi keadaan lahan atau kelompok-kelompok tipe penggunaan lahan dan pembuatan peta, 2) inventarisasi dan analisis yang meliputi: penyiapan peta-peta sumber daya yang a d a d a n penggunaannya sekarang, b e r s a m a - s a m a dengan uraian analitis, 3) analisis d a n perencanaan yang meliputi : analisis dan penyajian beberapa penafsiran mengenai data s u m b e r d a y a lahan b e r u p a peta d a n 61

Jnmat
tabel yang saling b e r h u b u n g a n , serta pembatasan-pembatasan d a n potensi sumber daya lahan, 4) komunikasi gagasan-gagasan yaitu komunikasi anlara beberapa ahli dari disiplin ilmu yang berbeda d a n terlibat dalam penyiapan perencanaan, d a n 5) p e m a n t a u a n perubahan penggunaan lahan yakni tentang perubahan lahan u n t u k m e n d u g a tata guna lahan yang a k a n d a t a n g (Paine, P. D., 1993). Sasaran dari perencanaan tata ruang wilayah ini adalah memilih penggunaan lahan yang terbaik, yaitu penggunaan lahan yang memberikan keuntungan terbesar dengan biaya yang efisien berdasarkan atas k e s a m a a n h a k dan dapat diterima oleh masyarakat, serta memenuhi k e b u t u h a n s a a t ini dan sekaligus mengelola s u m b e r daya lahan secara berkelanjutan (Hardjowigeno, S., 1994). Keunggulan dari pemanfaatan teknologi penginderaan j a u h (citra satelit) adalah dapat digunakan u n t u k mengump u l k a n data p a d a skala yang besar, c u k u p detail, dan dengan akurasi yang c u k u p tinggi (Lillesand, T.M.; a n d R.W. Kiefer, 1990). Selanjutnya j u g a menyatakan bahwa pengumpulan d a t a dengan memanfaatkan citra satelit mempunyai variasi akurasi dari skala menengah sampai tinggi. Penggunaan teknologi penginderaan j a u h d a n SIG m e r u p a k a n s u a t u alat analisis yang sangat penting dalam fase-fase proses perencanaan. Penerapan teknik penginderaan j a u h ini menghasilk a n beberapa citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna memb u a h k a n data yang bermanfaat u n t u k aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, k e h u t a n a n , geografi, geologi, perencan a a n d a n bidang-bidang lainnya (Lo, C. P., 1996). Berkenaan dengan pemanfaatan data citra satelit multispektral yang mempunyai resolusi tinggi, seperti: Landsat 7 ETM+ (30 m x 30 m dengan peliputan 16 hari sekali), SPOT 5 (10 m x 10 m dengan peliputan 60 hari sekali), d a n Ikonos (4 m x 4 m dengan peliputan 62

112 hari sekali) yang memiliki volume data lingkungan terrestrial yang terlalu banyak, m a k a penggunaan SIG secara b e r s a m a a n dengan data penginderaan j a u h satelit memberikan k e u n t u n g a n yang sangat penting sekali dalam perenc a n a a n tata r u a n g wilayah yang selalu dinamis pola perkembangannya, dimana dengan SIG ini d a t a m a s u k a n d a n keluaran dapat diakses d a n diperbaiki secara cepat d a n updated m e n u r u t ruang [spasial) d a n waktu [temporal (Lo, C. P., 1996). 3

M E T O D E PENELITIAN

Kegiatan ini dilaksanakan di k a b u p a t e n Merauke, Provinsi Papua yang dimulai p a d a bulan Maret sampai dengan Desember 2006. Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah: perangkat k e r a s {hardware) meliputi seperangkat komputer PC, scanner, d a n printer; d a n perangkat lunak [software] meliputi ER Mapper 7 . 1 , Arc View 3 . 3 , Arc Info 3.5.1, Adobe Photoshop 7.0, MySQL Database Server, PHP, Map Lab, d a n Apache Web Server, Map Server. B a h a n yang digunakan p a d a kegiatan adalah: d a t a spasial meliputi: data digital citra Landsat 7 ETM+ dengan p a t h / r o w 1 0 0 / 0 6 5 tanggal 18 Mei 2 0 0 1 , 1 0 0 / 0 6 6 tanggal 28 Oktober 2002, 1 0 1 / 0 6 5 dan 1 0 1 / 0 6 6 tanggal 22 Mei 2003, serta 1 0 2 / 0 6 5 d a n 102/066 tanggal 31 Mei 2 0 0 3 , data ketinggian (SRTM), d a t a c u r a h hujan, data kebas a h a n d a n data tabular meliputi: data persyaratan t u m b u h komoditas tebu, d a t a karakteristik lahan, d a n d a t a iklim. Metode yang digunakan dalam p e n y u s u n a n sistem informasi sumber daya lahan dalam pengembangan areal komoditas tebu adalah otomausasi evaluasi kesesuaian lahan u n t u k deteksi potensi pengembangan areal tebu dengan memadukan teknologi penginderaan jauh dengan teknologi informasi berbasis web.


(OvLarwoto, dan (Danang Surya Candra)

Potensi \ Pengembangan beserta informasi penggunaan lahan

tabular tentang iklim, Peta digital Gambar 3-2: Model potensi pengembangan komoditas persyaratan tumbuhtebu tanaman, dan aktual sebagai hasil klasifikasi citra dan karakteristik lahan digunakan sebagai peta pendukung (geologi dan rupa bumi) 63

Jumaf
bahan dasar pembentukan satuan lahan. Model evaluasi satuan lahan yang dipadukan dengan analisis kebutuhan tanaman digunakan untuk menghasilkan infonnasi potensi pengembangan tanaman (tcbu) tentang jenis komoditas, luas area], posisi secara spasial, tingkat kesesuaian lahannya, beserta kendala yang muncul sehingga diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemegang kebijakan dalam memutuskan solusi tepat pengembangan komoditas pertanian di suatu daerah, khususnya kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Tahapan kegiatan meliputi penyiapan data, klasifikasi citra, pengecekan lapangan dan validasi, pembuatan peta kesesuaian lahan tebu dan desain web. 4

KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN

Kriteria penelitian kesesuaian lahan untuk tanaman tebu mengikuti Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Balai Penelitian Tanah, 2003). Sistem evaluasi lahan ini mengacu pada hukum minimum yaitu dengan mencocokkan [matching) antara kualitas lahan dan persyaratan penggunaan tebu. Karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah faktor iklim, topografi, hidrologi dan tanah, yang secara keseluruhan karakteristik lahan yang akan dinilai terdiri dari : suhu udara, ketersediaan air, ketersediaan oksigen dalam tanah, media perakaran, bahan kasar, gambut, retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi (topografi), bahaya banjir dan penyiapan lahan. Menurut FAO (1976) kerangka kesesuaian lahan ditentukan sebagai berikut: • OrdorKeadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kelas kesesuaian lahan di bedakan antara lahan yang sesuai (S) dan tidaksesuai (N). • Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. 64

No. 1 Juiti2007:60-71

Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas: lahan sangat sesuai (Si), lahan cukup sesuai (S2), dan lahan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. Kelas SI. sangat sesuai : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan. Kelas S2. cukup sesuai : lahan mempunyai faktor pembatas yang dapat mempengaruhi produkuTitasnya dan memerlukan tambahan masukan (input) relatif ringan yang biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3, sesuai marginal : Lahan mempunyai faktor pembatas berat yang berpengaruh terhadap produktifitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak, memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah atau pihak swasta (irigasi). Kelas N. tidak sesuai: lahan tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan atau sulit diatasi. (lereng terjal, ketinggian tempat, suhu udara, tekstur, salinitas dsb). • Sub Kelas : yaitu merupakan keadaan di dalam tingkat kelas.Kelas dibedakan dalam sub kelas berdasarkan jenis karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Misal S3oa yaitu kelas lahan sesuai marginal dengan sub kelas oa atau ketersediaan oksigen yang tidak memadai bagi perakaran tanaman. Prosedur penilaian lahan untuk tanaman tebu dengan mcnggunakan alat bantu citra satelit digambarkan dalam pembuatan lembar berisikan poligon hasil evaluasi karakteristik suhu (suhu), ketersediaan air (curah hujan dan bulan kering), bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi), ketersediaan oksigen (drainase), dan penggunaan lahan/ tutupan lahan.

i
(Marwoto, dan (DanangSurya Candra)

Tabel 4 - 1 : KRITERIA PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN TEBU Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Suhu udara (tc) S u h u rerata (°C)

16-27

27-30 13-16

30-35 10-13

>35 <10

Ketersediaan air (wa) J u m l a h c u r a h hujan (mm/th)

12002000

10001200 >2000 < 1 4 -5

7501000

>750

5- 6

>6

agak terhambat

terhamba t, agak cepat

sangat terhambat, cepat kasar

1-4 Lama bulan kering (bulan) Ketersediaan oksigen (oa) baik, Drainase sedang Media perakaran (re) Tekstur

Kelas kesesuaian lahan S2 S3

SI

halus, agak halus, sedang

N

<15 > 100 < 60

15-35 7 5 - 100 60 - 140

sangat halus, agak kasar 35-55 50-75 149 - 200

> 16 >35 5,0-6,5 > 1,2

< 16 20-35 4,6-5,0 6,5-7,5 0,8-1,2

<20 <4,6 >7,5 <0,8

<3

3-4

4-5

> 5

<10

1 0 - 15

15-20

>20

<8 sangat ringan

8-16 rendahsedang

16-30 berat

>30 sangat berat

F0

-

-

-

< 5

5 - 15

15-40

>40

< 5 Singkapan b a t u a n (%) Sumber : Balai Penelitian Tanah, 2003

5 - 15

15-25

>25

Bahan k a s a r (%) Kedalaman t a n a h (cm) Ketebalan g a m b u t Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan b a s a (%) PH C- Organik (%) Toksisitas (xc) salinitas (dS/m) Sodisitas (eh) Alkalinitas / ESP (xn) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya Erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di p e r m u k a a n

> 55 < 50 >200

(%)

5

KONDISIWILAYAH

Kabupaten Merauke terletak a n t a r a 137° - 141° BT d a n 5° - 9° LS. Dengan batas-batas wilayah administrasi, sebelah u t a r a b e r b a t a s a n dengan kabupaten Mappi d a n k a b u p a t e n Boven Digoel, sebelah selatan berbatasan Laut Arafura, sebelah barat berbatasan dengan

Laut Arafura d a n sebelah timur berb a t a s a n dengan Papua Nugini. Kabupaten Merauke terdiri dari 11 Distrik yaitu Kimaam, Okaba, Kurik, Merauke, Semangga, T a n a h Miring, Jagebob, Sota, Muting, Elikobel d a n Ulilin. Data kelerengan kabupaten Merauke di t u r u n k a n dari d a t a SRTM 65

Jurw[
(Shuttle Radar Terrain Model). Data ini memiliki ketinggian a n t a r a 1 - 6 0 meter dari p e r m u k a a n laut. Untuk melihat s e b a r a n ketinggian, dibuat klasifikasi dengan level 5 meter yaitu (1 - 5)m, (6 10) m, (11 - 15)m, (16 - 20)m dan seter u s n y a sampai (56 - 60)m. Curah hujan di kabupaten Merauke p a d a u m u m n y a terjadi p a d a b u l a n Oktober - Maret d a n musim k e m a r a u terjadi p a d a bulan April September. Dari analisis, wilayah kabupaten Merauke dibagi menjadi 5 pola hujan yaitu IIA, IIB, IIC, IIIA d a n IIIC dengan tipe iklimnya b e r d a s a r k a n bulan b a s a h d a n bulan kering. Tabel 5-1: POLA HUJAN MERAUKE

KABUPATEN

Keterangan : BB (Bulan Basah), curah hujan > (150 200) mm BK (Bulan Kering), curah hujan < 100 mm

Iklim k a b u p a t e n Merauke beriklim tropis dengan perbedaan musim penghujan dan musim kemarau yang sangat mencolok. Musim hujan p a d a u m u m n y a terjadi p a d a bulan Desember sampai bulan Mei d a n musim kemarau pada bulan J u n i sampai dengan November. Pada musim k e m a r a u terjadi kekeringan pada daerah-daerah genangan temporer dalam areal yang sangat luas d a n sebaliknya p a d a musim hujan terjadi genangan sekitar 1 meter pada areal yang sama. Hujan rata-rata perbulan adalah 187,83 mm kira-kira d u a belas hari dalam sebulan. Kondisi t a n a h di kabupaten Merauke kira-kira 60% daerah berawa dan 40% adalah daerah berbukit, sungaisungai dan hutan-hutan. Dataran rendah adalah daerah berawa sedangkan ke a r a h pedalaman terdapat d a t a r a n tinggi yang terdiri dari bukit-bukit. Di samping 66

itu b e n t u k daerah pantai a d a l a h l a n d a i / miring dengan ketinggian m e n c a p a i 3,7 meter sampai 5 meter. Sepanjang daerah pantai terdapat t a n a h gUndukan pasir, fosil yang dipisahkan oleh rawa. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap awal dalam penelitian ini adalah melakukan pengolahan d a t a citra Landsat 7 ETM+. Menggabungkan enam (6) scene citra Landsat 7 ETM+. Koreksi geometrik citra Landsat 7 ETM+ sebenarnya telah dilakukan sampai level koreksi sistematik. Data Landsat-7 ETM+ yang dikeluarkan oleh LAPAN adalah pada Level 1G yang mana telah mengalami koreksi geometrik dan koreksi radiometrik secara sistematis. Walaupun demikian koreksi geometrik masih h a r u s dilakukan u n t u k meminimalisasi efek topografi, agar diperoleh citra yang layak u n t u k dijadikan peta tematik. Koreksi geometrik dilakukan menggunakan titik kontrol medan, yang dihimpun dari p e n g u k u r a n posisi di lapangan menggunakan GPS. Titik yang diambil adalah titik-titik yang memiliki k e n a m p a k a n yang stabil misalnya: persimpangan jalan, ujung lapangan, j e m b a t a n d a n k e n a m p a k a n lain yang dapat diidentifikasi dari citra d a n di lapangan dengan baik. Terdapat 36 titik kontrol lapangan yang terdistribusi sekitar Distrik Merauke, Semangga, Kurik dan Tanah Miring. Titik kontrol tersebut diplotkan dalam citra, terdapat beberapa pergeseran beberapa pixel d a n masih dalam batas toleransi Landsat 7 ETM+ (1 sigma = 250 m). Setelah diperoleh citra yang terkoreksi geometrik, langkah selanjutnya adalah melakukan klasifikasi visual. Kanal yang digunakan adalah kanal 2, 4, d a n 5 dengan pertimbangan kanal tersebut peka terhadap obyek air, vegetasi, d a n t a n a h n a m u n tidak terlalu peka terhadap awan tipis. Dari pengamatan survei lapangan diperoleh gambaran u m u m bahwa kelas yang dominan adalah h u t a n dan belukar. Hal ini m e r u p a k a n karakter yang agak k h u s u s , k a r e n a kelas r u m p u t , k e b u n

stowtbuaUnSutailaformarigtegmfu.

campur d a n lahan terbuka adalah sangat sedikit d a n bersifat setempat. Kebun campur dengan jenis t a n a m a n keras dan t a n a m a n p e r k e b u n a n lainnya sangat jarang dijumpai selain di sekitar perk a m p u n g a n p e n d u d u k . Di beberapa daerah sering dijumpai bekas penebangan h u t a n yang didominasi oleh belukar dan t a n a m a n singkong atau jagung. Lahan terbuka j a r a n g dijumpai disebabkan oleh c u r a h hujan yang tinggi d a n pola kejadian hujan berlangsung hampir sepanjang t a h u n . Dari hasil klasiflkasi p e n u t u p l a h a n k a b u p a t e n Merauke, dominasi kelas terluas hasil interpretasi p e n u t u p lahan adalah h u t a n , k e m u d i a n rawa, lahan terbuka d a n s e m a k / b e l u k a r . Dan diikuti kelas-kelas lainnya. Kelas h u t a n yang dimaksud adalah di dalamnya term a s u k h u t a n alam, h u t a n lindung, h u t a n produksi (tegakan), dan h u t a n bukan tegakan. Dalam kelas s e m a k / belukar di d a l a m n y a terdapat kebun campur, ladang, r u m p u t d a n vegetasi r e n d a h lainnya, Ketelitian p e m e t a a n diuji dengan matrik kesalahan [confusion matrix) dengan m e m b a n d i n g k a n a n t a r a hasil klasifikasi visual a t a u interpretasi dengan keadaan di lapangan. Berdasarkan hasil kombinasi lembar s u h u udara, lembar bahaya erosi yang terdiri dari {bahaya erosi d a n lereng), ketersediaan air (jumlah c u r a h hujan d a n bulan kering), k e b a s a h a n , drainase dan ketersediaan oksigen, luas masing-masing kesesuaian lahan tanaman tebu ditunjukkan p a d a Tabel 6-2. Dari Tabel 6-2 terlihat bahwa luas lahan sangat sesuai (SI) sekitar 213.113,1 Ha. Luas lahan c u k u p sesuai (S2) sekitar 796.201,7 Ha d a n luas lahan sesuai marginal (S3) sekitar 2.654.593,6 Ha. Luas lahan yang tidak sesuai (N) sekitar 1.293.580,5 Ha. Namun demikian setelah hasil kesesuaian t a n a m a n tebu dilakukan

(Marwoto,

dau
overlay dengan hasil klasifikasi p e n u t u p lahan p e m u k i m a n , sawah, rawa d a n mangrove terlihat b a h w a terdapat kelas sangat sesuai (SI) d a n kelas c u k u p sesuai (S2) a d a yang m e r u p a k a n daerah rawa. Hal ini terlihat di Distrik Kimaam dan Okaba bagian u t a r a . Sedangkan kelas sangat sesuai (SI) dan kelas c u k u p sesuai (S2) di Distrik Muting m e r u p a k a n lahan s a w a h d a n di Distrik Merauke m e r u p a k a n rawa. S e c a r a rinci sebaran kelas SI d a n S2 yang m e r u p a k a n lahan sawah d a n rawa. Penutup lahan pemukiman, sawah, mangrove d a n rawa tidak bisa dialih fungsikan menjadi lahan tanaman tebu. Sehingga luas kesesuaian lahan t a n a m a n tebu h a r u s dikurangi oleh luas p e n u t u p lahan tersebut. Luas kesesuaian lahan t a n a m a n tebu ditunj u k k a n p a d a Tabel 6 - 3 . Dari hasil penelitian kesesuaian lahan u n t u k t a n a m a n tebu di kabupaten Merauke adalah sebagai berikut. Lahan sangat sesuai (SI) sebagian besar terletak di Pulau Kimaam (193291 Ha), Merauke (11550 Ha), Kurik (7746 Ha) d a n Semangga (524 Ha). Lahan c u k u p sesuai (S2) terdapat di beberapa tempat yaitu di Pulau Kimaam (621734 Ha), sedikit di sekitar Merauke (46142 Ha}, di Okaba bagian Utara (82943 Ha) Lahan sesuai marginal (S3) dengan faktor p e m b a t a s ketersediaan air (bulan kering 5 - 8 bulan) terdapat d i pantai selatan a n t a r a Merauke, Okaba d a n Kimaam. Lahan sesuai marginal (S3) dengan faktor p e m b a t a s b a h a y a erosi lereng > 15 % terdapat di Kimuam, a n t a r a Kimaam d a n S. Digul d a n perbatasan dengan Papua Nugini. Lahan tidak sesuai (N) dengan faktor p e m b a t a s bahaya erosi lereng > 30 % terdapat di bagian u t a r a wilayah k a b u p a t e n Merauke. Lahan sangat sesuai (SI), c u k u p sesuai (S2) di Distik Kurik d a n Semangga merupakan lahan sawah. Sedangkan di Distrik Merauke m e r u p a k a n d a e r a h rawa.

67

JumaC
Tabel 6-1: LUAS PENUTUP LAHAN KABUPATEN MERAUKE km2

Kelas

%

ha

Hutan

2.431.122,47

24.311,22

49,04

561.279,79

5.612,80

11,32

Pemukiman

12.983,60

129,836

0,26

Sawah

39.337,60

393,376

0,79

374.003,37

3.740,03

7,54

1.199.750,10

11.997,50

24,20

2.197,24

21,97

0,04

Sungai

44.106,93

441,07

0,89

Mangrove

292.707,8

2927,078

5,90

Lahan Terbuka

S e m a k / belukar Rawa Lumpur

Jumlah

4.957.488,90

49.574,88

100,00

Tabel 6-2: LUASAN KESESUAIAN TANAMAN TEBU KABUPATEN MERAUKE Kesesuaian ._ _ SI

Ha

%

213.113,1

2.131,131

4,3

S2

796.201,7

7.962,017

16,1

S3

2.654.593,6

26.545,936

53,5

N

1.293.580,5

12.935,805

26,1

Jumlah

4.957.488,9

49.574,889

100

Tabel 6-3: KESESUAIAN LAHAN TANAMAN PENUTUP LAHAN Kesesuaian

TEBU SETELAH DI OVERLAY DENGAN

Ha

Km2

%

SI

127.867,86

1.278,68

2,58

S2

398.100,85

3.981,01

8,03

S3

1.593.160,59

15.931,61

32,14

N

1.293.580,50

12.935,81

26,09

Pemukiman

12.983,60

129,84

0,26

Sawah

39.337,60

393,38

0,79

292.707,80

2.927,08

5,90

1.199.750,10

11.997,50

24,20

Mangrove Rawa Jumlah 68

Km2

J

4.957.488,90

49.574,89

100


(Marwoto, dun
PETA KESESUAIAN LAHAN TEBU DAN PENUTUP LAHAN KABUPATEN MERAUKE PROVINSI PAPUA

G a m b a r 6-l:Peta k e s e s u a i a n l a h a n k a b u p a t e n Merauke, Provinsi P a p u a 7

PENGEMBANGAN KESESUAIAN LAHAN TEBU BERBASISWEB

Pengembangan komoditas lahan tebu berbasis web m e r u p a k a n pengemb a n g a n dari hasil evaluasi kesesuaian lahan u n t u k t a n a m a n tebu dibentuk dalam program tampilan berbasis teknologi web. Proses pengembangan teknologi ini a n t a r a lain mencakup desain database, pengembangan model evaluasi lahan, desain a n t a r m u k a sistem d a n Pemrograman sistem informasi. Alur dari desain webnya ditunjukkan p a d a Gambar 7-1. Map server m e n g g u n a k a n file *.map sebagai file konfigurasi peta. File ini berisi komponen tampilan peta seperti definisi layer, definisi proyeksi peta, pengaturan legenda, skala dan sebagainya.

Pada Gambar 7-2, menunjukkan web browser disisi client mengirim data request ke server web. Karena server web tidak memiliki k e m a m p u a n pemrosesan peta, m a k a request client akan diteruskan oleh server web ke server aplikasi d a n m a p server kemudian hasil pemrosesan akan dikirim kembali melalui server web dalam bentuk html a t a u php. Dengan SIG berbasis web, maka pengguna yang terkait a k a n lebih m u d a h dan cepat dalam mengaksesnya bila dibandingkan dengan melihat hard copy dari peta kesesuaian lahan yang telah dibuat. Ada b e b e r a p a contoh gambar desain database berbasis web pengembangan komoditas lahan tebu. Salah satu contohnya tertera p a d a Gambar 7-3. 69

JurnaCVenginderaanJaufi'Vot 4 No. 1 Juni 2007:60-71

Gambar 7-3:Desain database berbasis web pengembangan komoditas lahan tebu 70

^

8




KESIMPULAN DAN SARAH

Peta kesesuaian lahan t a n a m a n tebu dapat diperoleh dari otomatisasi evaluasi kesesuaian lahan dengan menggunakan d a t a Landsat 7 ETM+, d a t a ketinggian (SRTM), d a t a c u r a h hujan, d a t a k e b a s a h a n . d a t a persyaratan t u m b u h komoditas tebu, d a t a karakteristik lahan dan d a t a iklim. Berdasark a n hasil evaluasi kesesuaian lahan u n t u k t a n a m a n tebu sebagian besar terletak di Distrik Kimaam. Dengan menggunakan teknologi berbasis web, lebih m u d a h d a n cepat u n t u k menampilkan informasi potensi kesesuaian lahan tebu. Saran dari penelitian ini adalah u n t u k m e n d a p a t k a n hasil yang lebih akurat, m a k a hasil kesesuaian lahan t a n a m a n tebu tersebut masih perlu p e n a m b a h a n beberapa parameter lain. Di antaranya kondisi t a n a h , kondisi sosial ekonomi d a n Iain-lain. D AFTAR RUJUKAN Balai Penelitian T a n a h , 2 0 0 3 . Persyaratan Tumbuh Komoditi Tebu. http://72.14.235.104/search?q=ca che:UXYxOjrh4sAJ:regionaJinvestm ent. com / sipid / id / userfiles / daerah

aU

n Informasi gtoamfit.

(Marwoto, dan ®anangSury* C"*dra)

/0/attachment/kajian_tebu_samba s.doc+kesesuaian+lahan+tebu+Bal ai+Penelitian+Tanah+2003&hl=id& ct B! clnk&cd=3&gl=id&lr=lang_id. Diakses tanggal 8 November 2007. Hardjowigeno, S. 1994. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Pertanian, Daerah Rekreasi dan Bangunan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian, Bogor. Lillesand, T. M.; d a n R. W., Kiefer, 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Lo, C. P., 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Penerbit Universitas Indonesia. Paine, P. D., 1993. Fotografi Udara dan Penafsiran Citra untuk Pengelolaan Sumber daya Lahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Soil resources development and conversation service land and water development division. FAO, 1976. A frame for land evaluation. FAO Soils bulletin 32, Rome. Willrie, D.S.; d a n J. T., Finn, 1996. Remote Sensing Imagery for Natural Resources Monitoring. Colombia Univ. Press, 2 9 5 p.

71