perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dipaparkan penjelasan yang berkaitan dengan tinjauan pustaka, kajian teori, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan. A. Tinjauan Pustaka Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Gardiner dan Hugh (2012) dari Inggris meneliti tentang pembinaan yang baik akan mempengaruhi kualitas menulis siswa berjudul “The ABCDE of Writing: Coaching high-quality Writing”. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, perlu ada usaha pembinaan. Artinya, guru selaku pembimbing harus memiliki pemahaman yang baik terhadap psikologi siswa dalam belajar. Guru harus memilih metode yang tepat dalam pembelajaran. Selain itu siswa perlu juga diberi motivasi bahwa berkembang atau tidaknya seseorang sangat bergantung pada kemampuannya dalam menulis. Semakin seorang memiliki kemampuan menulis yang baik, maka kesuksesan dapat diperoleh dengan mudah. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada peran guru sebagai motivator dari luar siswa. Adanya keuntungan yang akan diperoleh seorang siswa jika dirinya rajin berlatih menulis, hal tersebut dianggap sebagai faktor bagi siswa untuk terus rajin berlatih menulis. Perbedaan di antaranya, peneliti menggunakan model discovery learning sedangkan Gardiner dan Hugh menggunakan The ABCD of Writing. Penelitian yang dilakukan oleh Istikomah dengan judul “Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Geografi pada Materi Pemanfaatan Lingkungan Hidup kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan di SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014”.
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
tindakan
kelas
yang
dilaksanakan secara kolaborasi dengan guru, subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 4 yang berjumlah 36 siswa. Penelitian terdiri dari 2 siklus, masingto user masing siklus terdiri dari tigacommit kali pertemuan. Teknik pengumpulan data
9
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan observasi, wawancara, angket, dan tes. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran geografi pada materi
pemanfaatan
lingkungan
hidup
kaitannya
dengan
pembangunan
berkelanjutan di SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 melalui model discovery learning dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa serta hasil belajar siswa. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada model pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yaitu model discovery learning. Model discovery learning dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang meliputi kinerja guru dan kinerja siswa siswa serta hasil produk siswa dalam membuat teks negosiasi. Perbedaan di antaranya terletak pada objek yang diteliti, peneliti mengkaji tentang materi teks negosiasi dalam mata pelajaran bahasa Indonesia sedangkan Istikomah mengkaji materi pemanfaatan lingkungan hidup kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan dalam mata pelajaran geografi. Penelitian yang dilakukan oleh Hephi Meilinda dengan judul “Peningkatan Retensi dan Hasil Belajar Melalui Penerapan Guided Discovery berbantu Puzzle Word Game di Kelas X Imersi IPA 2 SMA Negeri 1 Karanganyar”. Penelitian merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan secara bersiklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X Imersi IPA 2 SMA Negeri I Karanganyar tahun pelajaran 2013/2014. Data diperoleh dengan metode tes dan nontes. Teknik tes berupa soal uraian yang mengacu pada indikator retensi dan tes soal uraian untuk mengukur hasil belajar. Teknik nontes berupa metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif serta validasi data menggunakan triangulasi teknik. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa retensi siswa meningkat dari prasiklus sebesar 66,67%, siklus I sebesar 85,42%, dan siklus II sebesar 94,41%. Hasil belajar dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa yang meliputi kognitif, psikomotor, dan afektif). Hasil rata-rata perolehan persentase dari aspek kognitif pada prasiklus sebesar 44,44%, siklus I sebesar commit user psikomotor meliputi tiga aspek 61,11%, dan siklus II sebesar 89%. Hasiltobelajar
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu mengkomunikasikan hasil diskusi melalui presentasi di depan kelas, menyusun portofolio dari hasil penemuan dan peranan Mollusca dan Echinodermata bagi kehidupan, mengamati specimen yang dijadikan objek penemuan. Hasil rata-rata perolehan persentase dari aspek psikomotor pada siklus I sebesar 64,12% dan siklus II sebesar 81,01%. Hasil belajar afektif meliputi tiga aspek, yaitu teliti dalam menuliskan informasi tentang spesies yang diamati, disiplin dalam kegiatan pembelajaran, bekerjasama dalam kegiatan diskusi kelompok. Hasil rata-rata perolehan persentase dari aspek afektif pada siklus I sebesar 61,80% dan siklus II sebesar 76,23%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan Guided Discovery berbantu Puzzle Word Game dapat meningkatkan retensi dan hasil belajar di kelas X Imersi IPA 2 SMA Negeri I Karanganyar. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada model pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yaitu model discovery learning dengan sintak pembelajaran yang digunakan mengacu pada Veermans (2003: 8-9) terdiri dari lima fase, yaitu orientation, hypothesis generation, hypothesis testing, conclusion, dan regulation. Perbedaan di antaranya, Hephi meneliti tantang peningkatan retensi dan hasil belajar melalui penerapan guided discovery berbantu puzzle word game pada mata pelajaran biologi sedangkan peneliti lebih berorientasi kepada peningkatan kualitas proses pembelajaran yang meliputi kinerja guru dan kinerja siswa serta hasil produk siswa dalam membuat teks negosiasi pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
B. Kajian Teori Pada Bab II ini dideskripsikan konsep-konsep atau teori-teori yang relevan dengan variabel penelitian yang diteliti, yaitu (1) teori yang berkaitan dengan kualitas proses pembelajaran, (2) teori yang berkaitan dengan kemampuan menulis teks negosiasi, dan (3) teori yang berkaitan dengan model discovery learning. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Hakikat Kualitas Proses Pembelajaran Kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat bergantung pada konteks atau sudut pandangnya. Namun, secara umum kualitas adalah sesuatu yang mencirikan tingkat di mana suatu produk memenuhi keinginan atau harapan. Menurut
Hidayatullah
(2009:
158-165),
pembelajaran
yang
berkualitas memiliki indikator. Pertama, pembelajaran yang menantang, pembelajaran yang menantang atau pembelajaran yang memberikan tantangan kepada peserta didik untuk melakukan dan menyelesaikan, akan membuat anak muncul rasa ingin tahu, ingin mencoba, ingin melakukan, ingin menyelesaikan tugas guru, atau ingin memecahkan masalah. Kedua, pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran sebaiknya dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong peserta didik untuk belajar dan menyebabkan peserta didik tertarik terhadap pembelajaran tersebut. Agar pembelajaran dapat menyenangkan bagi peserta didik, maka guru harus pandai-pandai mengemas sehingga peserta didik tertarik pada pembelajaran tersebut. Salah satu upaya adalah guru memiliki metode yang bervariasi. Ketiga, pembelajaran yang mendorong eksplorasi. Pembelajaran yang disajikan dengan menyenangkan akan menantang dan menyebabkan peserta didik
terdorong untuk
mengeksplorasi
dan
mengembangkan
sendiri
pembelajaran yang telah disajikan guru sebagai tindak lanjut. Keempat,
pembelajaran
yang
memberi
pengalaman
sukses.
Pembelajaran yang berkualitas harus mampu memberikan pengalaman sukses kepada peserta didiknya. Pengalaman sukses yang dimaksud adalah adanya perasaan yang menyenangkan dan membanggakan bagi peserta didik sebagai akibat telah berhasil menyelesaikan atau memecahkan sesuatu. Pengalaman sukses yang diperoleh peserta didik akan menumbuhkan rasa percaya diri. Pengalamaman sukses juga akan menumbuhkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih lanjut. Kelima, pembelajaran yang mengembangkan kecakapan berpikir. commitakan to user Pembelajaran yang berkualitas berdampak pada pengembangan
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecakapan berpikir. Kemampuan berpikir dapat dilihat dari kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik harus dikemas sedemikian rupa sehingga mampu merangsang peserta didik. Kualitas belajar dipengaruhi oleh pihak yang secara langsung terlibat dalam prosesnya, yaitu guru dan siswa. Pembelajaran yang baik harus memiliki kriteria tertentu yang menunjukan tingginya kualitas proses dan hasil dalam mencapai tujuan pendidikan. Kriteria-kriteria tersebut antara lain: tingginya tingkat kinerja guru, dan tingginya tingkat kinerja siswa. a. Kinerja Guru Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu, guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Standar proses pembelajaran harus meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Miarso, 2008: 71-72). Perencanaan proses pembelajaran harus didasarkan pada prinsip sistematis
dan
sistemik.
Sistematis
berarti
secara
runtut
dan
berkesinambungan, dan sistemik dengan mempertimbangkan segala komponen yang berkaitan. Perencanaan proses tersebut meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, kompetensi dasar (KD), kompetensi inti (KI), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Perencanaan tersebut perlu disusun secara sistematis dan sistemik. Sistematis karena perlu disusun secara runtut, terarah dan terukur, mulai jenjang kemampuan rendah hingga tinggi. Sistemik karena perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang berkaitan, yaitu tujuan meliputi semua aspek perkembangan peserta didik (kognitif, afektif, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
psikomotorik), karakteristik peserta didik, kondisi lingkungan, serta hal-hal lain yang menghambat atau menunjang terlaksananya pembelajaran. Pelaksanaan proses pembelajaran harus didasarkan pada prinsip terjadinya interaksi secara optimal antara peserta didik dengan pendidik, antara peserta didik sendiri, serta peserta didik dengan aneka sumber belajar termasuk lingkungan. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Dalam penelitian ini, kegiatan pembelajaran diorganisasikan menjadi kgiatan: pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan inti dijabarkan lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan (Hosnan, 2014: xi). Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilaksanakan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, dan protopolio. Pengawasan proses pembelajaran merupakan bentuk jaminan muru pembelajaran, dan ditujukan untuk menjamin terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien kearah tercapainya kompetensi yang ditetapkan. Pengawasan meliputi, pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. b. Kinerja Siswa Menurut Hosnan (2014: xi) kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 diarahkan untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa agar mereka dapat memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya menumbuhkan serta mengembangkan; sikap (atitude), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Kualitas lain yang commit to user dikembangkan dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran, antara
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup siswa guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Berbeda dengan pemaparan di atas, Sudjana (2014: 59) menjelaskan bahwa keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari efisiensi, keefektivan, relevansi, dan produktivitas proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Efisiensi berkaitan dengan pengorbanan yang relatif kecil untuk memperoleh hasil yang optimal. Keefektifan berkenaan dengan jalan, upaya, teknik, strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan secara tepat dan cepat. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara apa yang dilaksanakan dengan yang seharusnya dilaksanakan. Produktivitas berkenaan dengan pencapaian hasil, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam menilai proses belajar mengajar antara lain: (1) konsistensi
kegiatan
belajar-mengajar
dengan
kurikulum;
(2)
keterlaksanaan kegiatan belajar-mengajar oleh guru; (3) keterlaksanaan kegiatan belajar-mengajar oleh siswa; (4) motivasi belajar siswa; (5) keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar; (6) interaksi guru-siswa; (7) kemampuan atau keterampilan guru dalam mengajar; (8) kualitas hasil belajar yang dicapai oleh siswa, dan (9) perhatian siswa terhadap proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat dan pandangan pakar dapat disimpulkan bahwa kualitas belajar dipengaruhi oleh pihak yang secara langsung terlibat dalam prosesnya, yaitu guru dan siswa. Pembelajaran yang baik harus memiliki kriteria tertentu yang menunjukan tingginya kualitas proses dan hasil dalam mencapai tujuan pendidikan. Kriteria-kriteria tersebut antara lain: tingginya tingkat kinerja guru, tingginya tingkat kinerja siswa, dan tingginya kualitas hasil belajar yang dicapai siswa. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam aktivitas pembelajaran pasti akan mengintegrasikan beberapa hal secara terpadu, yaitu adanya hubungan saling ketergantungan antara guru, commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa, sumber belajar, media pembelajaran dan unsur penunjang lainnya dalam aktivitas pembelajaran.
2. Hakikat Kemampuan Menulis Teks Negosiasi a. Hakikat Kemampuan Menulis Terdapat empat keterampilan berbahasa yang terbagi menjadi dua, yaitu keterampilan berbahasa lisan meliputi keterampilan mendengar atau menyimak (listening ability) dan keterampilan berbicara (speaking ability) sedangkan keterampilan berbahasa tulis meliputi keterampilan membaca (reading ability) dan keterampilan menulis (writing ability). Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut keterampilan menulislah yang paling diabaikan, hal ini searah dengan pendapat Alwasilah (dalam Rohmadi, 2010: 4) mengatakan bahwa menulis merupakan mata pelajaran yang paling diabaikan, baik di sekolah lanjutan maupun di perguruan tinggi. Kegiatan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling sulit dikuasai oleh para siswa dan mahasiswa juga paling sulit diajarkan oleh para guru dan dosen di perguruan tinggi selama pembelajaran menulis diajarkan oleh guru atau dosen yang tidak berpengalaman. Kemudian satu-satunya cara mengajar menulis adalah lewat latihan menulis. Kemampuan
menulis
sangat
penting
bagi
setiap
siswa.
Kemampuan di sini bukan berarti bakat. Bakat itu sendiri baru diketahui apabila sesorang berani mencoba menulis dan berlatih terus menerus secara tekun. Kalau orang tak mau mencoba menulis, maka selamanya tak akan pernah bisa menulis (Lasa, 2011: 5). Penulis perlu memiliki banyak ide, ilmu pengetahuan, dan pengalaman hidup. Hal ini merupakan modal dasar yang harus dimiliki dalam kegiatan menulis. Di samping modal dasar itu, seorang penulis harus menguasai banyak perbendaharaan kata untuk menyampaikan ide-ide, pengetahuan, serta pengalaman yang dimiliki (Kusumaningsih dkk, 2013: 66). Ketika seseorang mempunyai commit to user sebuah gagasan, kemudian hendak menuangkannya ke dalam sebuah
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
tulisan, banyak hambatan yang akan muncul, misalnya ketika seseorang akan membuat kalimat pertama dalam sebuah tulisan. Adapun senjata penulis adalah tulisan itu sendiri. Kelihaian dan kecekatan penulis dalam memainkan tulisan inilah yang akan menentukan kalah dan menang dalam peperangan ide itu (Lasa, 2011: 5). Winarsih dan Suryanto (2011: 72) berpendapat bahwa, sebagai salah satu kemampuan berbahasa, kemampuan menulis perlu senantiasa digalakkan melalui pelatihan secara terus-menerus. Hal ini memang penting untuk dilakukan karena dapat membiasakan siswa untuk mengembangkan tulisan karya mereka dengan baik. Selain sebagai ajang menuangkan ide, gagasan, pikiran, dan perasaan, dalam bentuk paparan tulis serta memeroleh beberapa keuntungan. Sebagaimana dinyatakan dalam Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan (2012: 1-2) bahwa diantara keuntungan dari kemampuan menulis adalah sebagai berikut. Pertama, siswa mampu mengenali kemampuan dan potensi diri. Kedua, melalui kegiatan menulis siswa mengembangkan berbagai gagasan, siswa terpaksa bernalar kemudian menghubung-hubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin tidak pernah siswa lakukan jika tidak menulis. Ketiga, kegiatan menulis memaksa siswa lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang siswa tulis. Dengan demikian kegiatan menulis memperluas wawasan baik secara teoretis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan. Keempat, menulis berarti mengorganiasasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Kelima, melalui tulisan siswa akan dapat meninjau serta menilai gagasan siswa sendiri. Keenam, dengan menuliskan di atas kertas siswa akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. Ketujuh, tugas menulis mengenai suatu topik mendorong kita belajar secara aktif. Siswa harus menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar menjadi penyadap informasi commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari orang lain. Kedelapan, kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan siswa berpikir serta berbahasa secara tertib. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis merupakan kemampuan seseorang dalam menuangkan buah pikirannya ke dalam bahasa tulis yang dimengerti oleh penulis maupun orang lain yang menikmati tulisan tersebut. Kemampuan tersebut biasanya berasal dari pengalaman, membaca, waktu, kesepakatan, dan latihan-latihan. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang masih dianggap paling sukar dikuasai dibandingkan tiga kemampuan berbahasa yang lainnya, seperti: kemampuan menyimak atau mendengarkan (listening
ability),
kemampuan
berbicara
(speaking
ability),
dan
kemampuan membaca (reading ability). Hal ini searah dengan pendapat Nurgiyantoro (2011: 270) yang menyatakan bahwa kemampuan menulis lebih sulit dikuasai, bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Kesulitan itu disebabkan kemampuan menulis menghendaki atau mensyaratkan pemahaman berbagai unsur, baik unsur di luar kebahasaan maupun unsur kebahasaan. Tanpa memiliki pengetahuan atau informasi yang banyak, tulisan siswa memiliki kecenderungan berputar-putar di sekitar hal-hal yang sama (monoton). Berbeda dengan siswa yang mempunyai latar belakang informasi yang luas akan merasa mudah meramu tulisannya dengan berbagai referensi dan ilmu yang dimiliki sebelumnya sehingga hal-hal yang dituangkan dalam sebuah tulisan menarik dan komunikatif. Melihat hal tersebut siswa diharapkan mampu dan terampil dalam menghasilkan tulisan yang baik. Sebagaimana dinyatakan oleh Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan (2012: 2), tulisan yang baik memiliki beberapa ciri, di antaranya: bermakna, jelas atau lugas, merupakan kesatuan yang bulat, ‘singkat’ dan padat, memenuhi kaidah kebahasaan, serta bersifat komunikatif. Pendapat lain, Keraf (2010: 38) menyatakan bahwa syarat tulisan yang baik di antaranya harus: mengandung pokok pikiran, kesatuan gagasan, kohesi commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan koherensi atau keterpaduan yang baik dan kompak, serta penalaran baik induktif maupun deduktif. Menurut Alwasilah dan Alwasilah (2007: 150) dalam menulis seseorang membutuhkan IREX, yaitu (I)nspiration atau ide, (R)esearch, dan (EX)perience. Setiap kali menulis artikel para penulis berpijak pada segitiga IREX, ketiga komponen itu saling terikat dalam proses kreatif.
Inspirations, Ideas
Research
Experience
Gambar 1. Segitiga IREX
Ketika seseorang mulai menuliskan sesuatu pada selembar kertas pasti seseorang tersebut memerlukan IREX, karena pada dasarnya menulis membutuhkan sebuah pengalaman yang kemudian dibuktikan dengan penelitian dan akhirnya munculah sebuah inspirasi atau ide yang akan menjadi gagasan utama dalam menulis sesuatu. Untuk itu ketiganya memiliki hubungan yang saling melengkapi. Tarigan (2008: 22) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafk itu. Gambar atau lukisan mungkin dapat menyampaikan makna-makna, tetapi tidak menggambarkan kesatuan-kesatuan bahasa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Menulis adalah suatu alat yang sangat ampuh dalam belajar yang dengan sendirinya memainkan peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan (Kusumaningsih dkk, 2013: 66). Yanto (2013: 1) mengatakan bahwa menulis adalah mencatat hal-hal yang kita bayangkan, kita pikirkan, dan kita rencanakan, semua orang pasti dapat menulis baik itu berupa catatan sehari-hari yang ditulis dalam sebuah buku bernama buku catatan harian, atau menulis puisi, cerpen, bahkan yang lebih banyak lagi jumlah tulisannya, yaitu sebuah novel. Saddhono (2013: 47) menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberitahu, meyakinkan, dan menghibur. Kedua istilah itu mengacu pada hasil yang sama, meskipun ada pendapat yang mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Istilah menulis sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis non ilmiah. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah alat komunikasi pasif yang digunakan untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapat kepada orang lain melalui proses dengan melibatkan penalaran dan menggunakan bahasa tulis sehingga pesan dapat diterima dan dipahami pembaca sedangkan keterampilan menulis adalah usaha untuk memperoleh kompetensi dalam menghadapi permasalahan belajar yang dilukiskan melalui lambanglambang grafik yang dipahami oleh seseorang sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif, maka keterampilan menulis membutuhkan latihan terus-menerus disertai dengan praktik yang teratur. Ketika memulai menulis seseorang penulis harus mengetahui kondisi dan situasi yang terjadi saat membuat tulisan. Hal tersebut berkaitan dengan tujuan menulis sehingga tulisan yang dibuat sesuai commit to user dengan tujuan yang diinginkan.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tujuan utama menulis adalah sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan. Pada prinsipnya menulis adalah menyampaikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga pembaca memahami maksud yang dituangkan atau maksud yang disampaikan melalui tulisan tersebut (Kusumaningsih dkk, 2013: 67). Hartig dalam Tarigan (2008: 25-26) mengatakan bahwa tujuan kegiatan menulis ada tujuh, yaitu 1) Assigment purpose (tujuan penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Tujuan penugasan, yaitu penulis melakukan kegiatan menulis karena adanya tugas bukan atas kemauan sendiri. Contohnya, siswa merangkum buku karena ada tugas dari guru. 2) Altuistic purpose (tujuan altruistik) Penulisan bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna jika dia percaya, baik secara sadar maupun tidak sadar bahwa pembaca sebagai penikmat karyanya adalah lawan. 3) Persuasive purpose (tujuan persuasif) Tujuan persuasif, yaitu tulisan bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. 4) Informational purpose (tujuan informasional atau tujuan penerangan) Tujuan informasional atau penerangan, yaitu tulisan bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada para pembaca. 5) Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri) Tujuan
pernyataan
diri,
yaitu
tulisan
yang
bertujuan
memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Creative purpose (tujuan kreatif) Tujuan kreatif, yaitu tujuan yang erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tujuan kreatif ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. 7) Problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah) Tujuan pemecahan masalah, yaitu sang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelejahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti oleh para pembaca. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah untuk mengekspresikan perasaan, memberi informasi, mempengaruhi pembaca, meyakinkan, dan memberi hiburan. Tujuan menulis
juga
dapat
memberikan
arahan,
menjelaskan
sesuatu,
menceritakan kejadian, memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung disuatu tempat pada suatu waktu, meringkas atau membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi lebih singkat. Menurut Keraf (dalam Alwasilah 2008: 70) beberapa langkah untuk menentukan sebuah karangan, yaitu menentukan tema atau topik, menentukan tujuan, mengumpulkan data (bahan), menyusun kerangka karangan, mengembangkan kerangka menjadi paragraf serta pemberian judul karangan sesuai dengan isi karangan. a) Menentukan tema Menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Pengertian tema ada dua sudut, yaitu sudut karangan yang telah selesai dan sudut proses penyusunan sebuah karangan. Sudut karangan yang telah selesai, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Sudut proses penulisan karangan tidak lain adalah topik atau pokok pembicaraan dan tujuan penulisan pembicaraan. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Menentukan tujuan Topik dapat pula diartikan dengan tema. Pembatasan topik belum sendirinya membatasi maksud (tujuan) pengarang. c) Mengumpulkan data (bahan) Dalam pengumpulan bahan dapat diperoleh dan pengalaman penulis, buku bacaan, wawancara atau melakukan pengamatan dan sebagainya. d) Menyusun kerangka karangan Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis besar dan suatu karangan yang akan dikerjakan. Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuanketentuan pokok bagaimana suatu topik haris diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur. Adapun manfaat kerangka karangan, yaitu untuk melihat wujud gagasan-gagasan yang tertuang apakah sudah disajikan dengan tepat, baik, dan terperinci, untuk memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda, untuk menghindari topik sampai dua kali, dan memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu. Cara menyusun kerangka karangan: (1) merumuskan tema berdasarkan topik dan tujuan, (2) mengelompokan topik-topik yang sejenis, (3) mengevaluasi topik-topik yang tersedia agar tidak memiliki kesamaan dan tumpang dan (4) menentukan sebuah pola kalimat yang paling cocok untuk mengurutkan suatu perincian. e) Mengembangkan kerangka menjadi paragraf Sebuah alinea yang baik dan efektif harus memnuhi dua syarat, yaitu (1) kesatuan, semua unsur yang terdapat dalam alinea itu harus menunjang sebuah maksud yang tinggal atau sebuah tema tunggal, yaitu hal yang akan disampaikan dan (2) koherensi (kepaduan to user yang baik), kepaduan commit yang baik akan terjadi apabila hubungan timbal
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
balik antara kalimat-kalimat yang membina alinea itu baik, wajar dan mudah dipahami tanpa kesulitan. f) Pemberian judul karangan sesuai isi karangan Judul yang baik akan merangasng perhatian pembaca. Kriteria judul yang baik adalah: (1) judul harus relevan, judul harus mempunyai pertalian dengan temanya atau ada pertalian dengan beberapa bagian yang penting dari tema tersebut; (2) judul harus provokatif, judul harus menimbulkan keingintahuan pembaca terhadap isi karangan itu; dan (3) judul harus singkat, judul tidak boleh mengambil bentuk kalimat atau frasa yang panjang tetapi harus berbentuk kata Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis adalah kesanggupan atau kecakapan yang dimiliki seseorang kemampuan seseorang dalam menuangkan buah pikirannya ke dalam bahasa tulis yang dimengerti oleh penulis maupun orang lain yang menikmati tulisan tersebut. Kemampuan tersebut biasanya berasal dari pengalaman,
membaca,
waktu,
kesepakatan,
dan
latihan-latihan.
Kemampuan menulis bagi siswa sangat dibutuhkan karena dengan menulis siswa mampu mengungkapkan ide atau gagasannya secara tersurat, melatih diri untuk berpikir kritis, dan berkomunikasi dengan efektif.
b. Hakikat Teks Negosiasi Menurut Thorn (1995: 7) negosiasi adalah sebuah kata yang banyak disalahgunakan. Kata ini bukan merupakan istilah lain dari kegiatan menjual. Pada kesempatan-kesempatan tertentu, negosiasi dapat merupakan sebuah akibat dari kegiatan menjual, tetapi sekalipun demikian, keduanya merupakan suatu yang terpisah. Untuk memahami sepenuhnya perbedaan ini, perhatikan bahwa kegiatan menjual terutama berkaitan dengan pemuasan kebutuhan yang dirasakan oleh seseorang pelanggan khusus, biasanya dengan dasar persaingan dengan pemasok lain, dalam commituang to user pertukaran untuk memperoleh sedangkan negosiasi menyangkut
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemecahan konflik antara dua pihak atau lebih, biasanya melalui pertukaran konsensi. Sebuah negosiasi bisa kompetitif, yaitu dikenal sebagai win-lose negotiation (negosiasi menang-kalah) atau bisa juga kooperatif, yaitu dikenal sebagai win-win negotiation (negosiasi menangmenang). Lebih lanjut, Walgito (2008: 159-160) berpendapat agar mencapai penyelesaian konflik yang memuaskan, selain harus melibatkan kedua belah pihak yang berkonflik, kita pun harus dapat memenuhi atau memuaskan keduanya. Demikian yang dimaksud win-win solution. Sebaliknya, kalau sifat kompetitif yang lebih dipentingkan, maka pemecahan masalah konflik hanya memenuhi kepentingan salah satu pihak dan disebut win-lose solution. Namun, konflik dapat berakhir kalah-kalah, sehingga tidak memenuhi keinginan satu pihak pun. Jackman (2004: 15) mengemukakan bahwa negosiasi berprinsip, yaitu negosiasi saat semua pihak yang terlibat sama-sama bertujuan untuk mencapai hasil win-win (hasil yang memuaskan kedua belah pihak). Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi dan teknik negosiasi yang menghormati lawan serta transparan. Berikut contoh negosiasi berprinsip yang menguntungkan kedua belah pihak. Negosiator 1 = “Bisakah hari ini kita pergi makan siang pukul 13.00?” Negosiator 2 = “Saya pasti sudah kelaparan. Bagaimana jika pukul 12.30 saja?” Negosiator 1 = “Saya tidak keberatan. Saya akan dengan senang hati pergi makan siang pukul 12.30. Namun, pada hari Jumat, saya akan menghadiri sebuah rapat yang baru akan selesai pukul 13.00. Padahal saya ingin sekali bertemu dan makan siang bersama Anda. Bisakah kita pergi makan siang pukul 13.00 besok Jumat?” Negosiator 2 = “Baiklah. Selama ada janji sebelumnya, saya bisa membawa makanan kecil agar tidak kelaparan:” commit to user Negosiator 1 = “Bisakah hari ini kita pergi makan siang pukul 13.00?”
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negosiator 2 = “Saya pasti sudah kelaparan. Bagaimana jika pukul 12.30 saja?” Negosiator 1 = “Bagaimana jika pukul 12.45?” Negosiator 2 = “Ya, Baiklah” Negosiasi win-win dan negosiasi berprinsip bukanlah satu-satunya model negosiasi yang kita kenal. Manusia mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk menang. Menurut Jackman (2004: 14) beberapa model yang didasarkan pada pendekatan win-lose (menang-kalah), yaitu negosiasi koersif, negosiasi manipulatif, negosiasi “saya tidak akan kalah”, dan negosiasi instan. Negosiasi koersif adalah ketika salah satu pihak dalam negosiasi menggunakan kekuatannya untuk menekan lawan negosiasi, misalnya dengan memanfaatkan posisinya yang lebih senior untuk memperoleh keuntungan dalam negosiasi. Berikut contoh negosiasi koersif (Jackman, 2004: 14). Negosiator 1 = “Bisakah hari ini kita pergi makan siang pukul 13.00?” Negosiator 2 = “Saya pasti belum lapar pada pukul 12.30. karena saya yang paling senior di sini, sayalah yang berhak menentukan kita pergi makan siang pukul 13.00 saja, setuju kan?” Negosiator 1 = “ohhhhh, yaaa... baiklah” Negosiasi manipulatif adalah negosiasi disertai iming-iming untuk membujuk lawan negosiasi agar menyetujui suatu tindakan yang mungkin tampak bagus. Keburukan model negosiasi ini akan terbongkar ketika pihak kedua menyadari bahwa kesepakatan tersebut tidak semenguntungkan dari yang mereka pikirkan dan mereka telah ditipu. Sekali lagi model negosiasi seperti ini bisa merusak hubungan jangka panjang kedua belah pihak. Berikut contoh negosiasi manipulatif (Jackman, 2004: 15). Negosiator 1 = “Bisakah hari ini kita pergi makan siang pukul 13.00?” commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negosiator 2 = “Saya pasti sudah kelaparan. Bagaiman jika pukul 12.30 saja?” Negosiator 1 = “Saya benar-benar tidak bisa karena harus menghadiri rapat yang baru akan selesai pukul 13.00 (ini tidak benar). Padahal saya ingin pergi makan siang siang dengan Anda. Bisakan Anda membantu saya, sekali ini saja?” (dengan nada membujuk, menyanjung, dan taktik yang membuat pihak lain merasa bersalah. Negosiator 2 = “Oh, baiklah kalau begitu.” (merasa bersalah, bingung, & sedikit kesal) Negosiasi “saya tidak akan mengalah” tujuannya adalah memenangkan segalanya untuk diri sendiri. Berikut contoh negosiasi “saya tidak akan mengalah” (Jackman, 2004: 16). Negosiator 1 = “Mari kita pergi makan siang pukul 13.00 ?” Negosiator 2 = “Saya pasti sudah kelaparan. Bagaiman jika pukul 12.30 saja?” Negosiator 1 = “Pukul 13.00 atau tidak sama sekali” Negosiator 2 = “Oh, baiklah kalau begitu, sampai bertemu pukul 13.00 (merasa jengkel) atau “Kalau begitu, tidak usah saja. Saya tidak ingin makan sesiang itu” (merasa jengkel) Negosiasi instan biasanya terjadi ketika semua pihak yang terlibat ingin mendapatkan solusi instan karena alasan yang salah. Salah satunya, untuk menghindari konflik atau ketika negoisasi telah berlangsung selama beberapa saat dan masalah utama sudah disepakati. Hal ini dapat menimbulkan keyakinan yang salah bahwa negosiasi telah mencapai hasil win-win, padahal sebenarnya tidak. Akibatnya, masalah tersebut harus dibahas kembali di kemudian hari. Berikut contoh negosiasi instan (Jackman, 2004: 17). Negosiator 1 = “Mari kita pergi makan siang pukul 13.00 ?” Negosiator 2 = “Bisakah jangan hari ini? Saya sedang tidak ada waktu.” commit to user (tidak benar)
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negosiator 1 = “Oh, sayang sekali. Padahal saya sangat berharap bisa makan siang dengan Anda.” Negosiator 2 = “Oh, baiklah kalau begitu. Saya akan makan siang dengan Anda pukul 13.00.” (merasa bersalah dan jengkel) Dari beberapa contoh negosiasi di atas, benar adanya bahwa akhir dari negosiasi itu bisa win-win solution, win-lose solution, dan lose-lose solution. Hal tersebut tergantung dari individu yang terlibat dalam sebuah negosiasi. Secara umum, negosiasi mempunyai beberapa pengertian dari pendapat para ahli, yaitu menurut Lomas (2008: 1) negosiasi adalah sebuah komunikasi yang menghasilkan pertukaran antara dua pihak atau lebih. Pendapat tersebut searah dengan Pragolapati (2011: 9) negosiasi adalah sebuah proses bahwa dua atau lebih orang atau kelompok bersamasama memberikan perhatian pada minat untuk mendapatkan sebuah kesepakatan yang akan saling menguntungkan (menguntungkan kedua belah pihak). Pragolapati juga menjelaskan bahwa negosiasi merupakan cara yang lebih baik dalam mencari solusi dibanding dengan sebuah pengadilan atau kekerasan, untuk mendapatkan solusi terbaik, negosiasi dilakukan dengan menjalin hubungan yang baik dan dengan profesional. Menurut Lewicki, Barry, Saunders (2013: 133) negosiasi pada dasarnya adalah mengenai masalah menyelesaikan konflik melalui saling ketergantungan
dan
komunikasi,
tampaknya
masuk
akal
untuk
menganggap bahwa kemampuan menilai sudut pandang merupakan perbedaan individual dalam interaksi sosial, salah satu yang umumnya bermanfaat dalam negosiasi dan situasi lainnya yang melibatkan resolusi konflik. Menurut Cohen (1986: 14) negosiasi adalah penggunaan informasi dan kekuatan untuk mempengaruhi sikap dalam suatu jaringan ketegangan. Pendapat tersebut searah dengan Prasetyono (2008: 38) Negosiasi adalah proses atau upaya menggunakan informasi dan kekuatan commit to ke userdalam suatu jaringan yang penuh untuk mempengaruhi tingkah laku
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
dengan tekanan. Jadi sadar tidak sadar bahwa dalam kenyataannya Anda akan selalu bernegosiasi setiap waktu, baik pada pekerjaan atau di dalam kehidupan pribadi. Negosiasi seringkali menemui jalan buntu atau “gagal” karena kita sering tidak mengetahui bahwa mereka sebenarnya saling “terlibat”. Karena itu, di dalam negosiasi harus mengandung: a. Informasi. Kebutuhan informasi sangat penting artinya dalam proses negosiasi karena pengetahuan Anda tidak mencukupi tentang mereka dan kebutuhan mereka, tetapi mereka seakan lebih tahu tentang kebutuhan Anda. b. Waktu. Pihak-pihak merasa di bawah suatu tekanan dari jenis organisasi yang sama, ketidakleluasaan waktu, dan tenggang waktu yang terbatas seperti yang Anda rasakan. c. Kekuatan. Pihak-pihak lain selalu terlihat mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang lebih dari apa yang Anda bayangkan. Menurut Walgito (2008: 1) negosiasi dapat bersifat distributif, yaitu apabila satu pihak memperoleh benefit (manfaat) dan pihak lain menerima, lalu mereka membuat konsensus. Kemudian, negosiasi dapat bersifat integratif, yaitu apabila kedua belah pihak bekerja sama untuk memperoleh solusi yang akan bermanfaat bagi keduanya. Jadi pada dasarnya negosiasi adalah mencari kesepakatan terbaik untuk kedua belah pihak. Hal tersebut searah dengan Pragolapati (2008: 10) bahwa ada dua hal penting dalam negosiasi, yaitu integrative bargaining strategy, yaitu pihak negosiator, bahwa win-win solution dapat tercapai, tujuannya adalah untuk menghasilkan satu atau lebih solusi yang baik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Kemudian distributive bargaining stategy, yaitu pendekatan ini biasanya menghasilkan win-lose situation. Pendekatan ini tidak disarankan untuk penyelesaian masalah atau persoalan dalam situasi jangka pendek. Pendekatan ini cocok digunakan dalam situasi dimana kita tidak berkesempatan untuk mendapatkan win-win solution. Johnson dan Johnson (Walgito, 2008: 155) menjelaskan bahwa negosiasi adalah suatu commit to user yang mempunyai bagian dalam proses yang dilakukan oleh seseorang,
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
konflik (opposed), ingin mencapai kesepakatan (agreement), dan mencoba mencapai penyelesaian. Menurut Prasetyono (2008: 71) terdapat lima langkah merancang negosiasi, yaitu: a) Langkah Pertama: Tetapkan Tujuan-Tujuan Anda Negosiasi tanpa tujuan yang jelas sama halnya Anda bercerita dalam cerita. Tidak ada pangkal dan ujung di mana cerita akan habis. Negosiasi harus mempunyai tujuan yang jelas agar berakhir dengan jelas pula. b) Langkah Kedua: Mengumpulkan Sejumlah Informasi yang Dibutuhkan Dalam negosiasi, informasi harus diperoleh seakurat mungkin, informasi ini akan menjadi sumber kekuatan Anda. c) Langkah Ketiga: Pahami Konteks Negosiasi Setiap negosiasi memiliki sejarah dan konteks, dua hal yang membentuk latar belakang pembahasan dan akan memengaruhi hasilnya. Untuk mencapai kerja sama tidak bisa langsung sifatnya, tetapi diperlukan adanya suatu keseimbangan dari semua faktor yang terkait dan kompromi yang masuk akal (kooperatif). Apabila Anda tidak melakukannya atau negosiasi berjalan tidak seimbang, ada kecenderungan menciptakan peluang bagi lawan untuk menekan Anda yang dalam konteks ini disebut persaingan (kompetitif). Ingat bahwa kesepakatan yang dibuat di bawah pengeruh persaingan tidak bertahan lama, cepat atau lambat pihak kedua akan segera merebutnya kembali. d) Langkah 4: Merencanakan Proses Negosiasi Secara umum proses negosiasi dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: sebelum, selama pembicaraan berlangsung, sesudah negosiasi. Menurut Pragolapati (2011: 15) tahap-tahap dalam Negosiasi adalah sebagai berikut: a) Preparation and planing adalah kunci sukses dari sebuah negosiasi, di mana pada bagian ini kita mengatur tujuan dan batasan-batasan. Pada commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahap ini kita juga harus mengetahui tipe orang yang akan bernegosiasi dengan kita. b) Definition of ground rules adalah menetapkan prinsip sebuah negosiasi, dengan demikian dapat membantu dalam merencanakan sebuah strategi sukses. c) Clarification and justification adalah untuk memulai negosiasi, harus jelas mengenai suatu kepentingan dan harapan. d) Bargaining and problem solving adalah dalam tingkatan ini kedua belah pihak akan saling tawar menawar atau akan aktif dalam menemukan sebuah solusi. e) Closure and implementation adalah kesimpulan akhir dari sebuah negosiasi dimana kedua belah pihak telah memiliki sebuah peerjanjian/persetujuan yang dibuat di dalam suatu surat perjanjian dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Jackman (2004: 20) membagi proses negosiasi, yaitu persiapan, meliputi penelitian, perencanaan strategi, dan taktik negosiasi. Memulai negosiasi,
memberitahukan
fakta
mengenai
berbagai
posisi
dan
kepentingan yang berbeda. Memimpin negosiasi, meliputi pembahasan posisi, berbagai penawaran, identifikasi, keuntungan, dan konsensi, serta usaha menemukan kesamaan. Bergerak menuju kesepakatan. Mencapai kesepakatan, meliputi mengakhiri negosiasi dan mencatat kesepakatan yang telah tercapai, dan menindaklanjuti hasil negosiasi. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa negosiasi secara umum memiliki beberapa pengertian dari berbagai pendapat para ahli. Namun, pengertian teks negosiasi sangat terbatas, Mahsun (2014: 18-22) mengemukakan jenis teks berdasarkan genrenya, yaitu sastra penceritaan, faktual, dan tanggapan. Menurut Mahsun teks negosiasi termasuk dalam genre teks tanggapan dengan tujuan sosial mengasosiasikan hubungan, informasi barang dan layanan dengan struktur teks negosiasi mencangkup orientasi, pengajuan, penawaran, persetujuan, to user dan penutup. Struktur tekscommit negosiasi terdiri dari dua, yaitu struktur umum
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan struktur kompleks. Shalima, dkk (2014: 36-37) menyatakan bahwa struktur umum teks negosiasi meliputi tiga hal yang membentuknya, yakni pembukaan, isi, dan penutup. Pembuka berisi tentang salam, perkenalan diri (bila perlu), dan menyampaikan maksud yang ingin disampaikan dalam negosiasi secara garis besar. Isi merupakan pokok-pokok yang ingin disampaikan dalam rundingan negosiasi. Penutup berisi keputusan atau kesepakatan dan juga salam penutup. Struktur kompleks teks negosiasi, yaitu
orientasi,
permintaan,
pemenuhan,
penawaran,
persetujuan,
pembelian, dan penutup. Struktur kompleks ini biasanya untuk teks negosiasi antara penjual dan pembeli. Orientasi berupa salam, maksud, dan tujuan mengadakan jual beli. Permintaan disampaikan oleh pembeli kepada penjual. Pemenuhan merupakan kesepakatan atas produk sesuai dengan kriteria pembeli atau tidak. Penawaran adalah negosiasi tentang nilai barang, membuat kesepakatan yang sama antara penawaran penjual dan pembeli. Persetujuan adalah kesepkatan yang dicapai antara penjual dan pembeli. Pembelian merupakan kegiatan di mana barang yang ada pada penjual menjadi hal milik pembeli dengan menukar nilai tertentu. Penutup biasanya berupa ucapan terima kasih dan pesan kepuasan. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa teks negosiasi merupakan suatu teks yang bertujuan untuk mengasosiasikan hubungan dalam bentuk interaksi sosial antara dua orang atau lebih untuk mencapai sebuah kesepakatan bersama di mana kesepakatan tersebut adalah kesepakatan terbaik untuk kedua belah pihak (menguntungkan kedua belah pihak).
c. Penliaian Kemampuan Menulis Teks Negosiasi Pada akhir kegiatan pembelajaran, dilakukan penilaian untuk mengetahui keberhasilan belajar. Nurgiyantoro mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengukur kadar ketercapaian tujuan (2013: 6). Selaras
dengan
apa
yang dikemukakan oleh Tuckman (dalam commit to user penilaian sebagai suatu proses Nurgiyantoro, 2013: 6) yang mengartikan
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan dan kriteria yang ditentukan. Sudjana (2014: 3) menjelaskan bahwa penilaian adalah proses memberikan atau menetukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Penilaian sama dengan assesment. Assesment sering pula disebut sebagai salah satu bentuk penilaian, sedangkan penilaian merupakan salah satu komponen dalam evaluasi. Ruang lingkup assesment sangat luas dibandingkan dengan evaluasi (Uno dan Koni, 2012: 2). Menurut pendapat Uno dan Koni (2012: 2) assesment dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut kurikulum, program pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Assesment secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pengukuran dan nonpengukuran untuk memperoleh data karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu. Dalam pelaksanaan assesment pembelajaran guru dihadapkan pada 3 (tiga) istilah yang sering dikacaukan pengertiannya, yaitu pengukuran, penilaian, dan tes. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan kualitas hasil dari pelaksanaan sebuah kegiatan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemampuan menulis sangat penting bagi setiap siswa. Kalau siswa tidak mau mencoba menulis, maka selamanya tidak akan pernah bisa menulis (Lasa, 2011: 5). Sebagai kegiatan yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi bila dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain, kegiatan menulis teks negosiasi memerlukan adanya penghargaan berupa pemberian nilai. Pemberian nilai dapat dilakukan dengan membuat rubrik penilaian menulis teks negosiasi. Aspek dan kriteria penilaian commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam rubrik penilaian menulis teks negosiasi tentu harus disesuaikan dengan indikator yang telah ditentukan dalam sintesis teori di atas. Penilaian terhadap kemampuan menulis teks negosiasi siswa dilakukan dengan memberikan tes. Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang diberi tes (Suwandi, 2011: 47). Tes yang diberikan berupa tes esai untuk memproduksi teks negosiasi. Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan menggunakan bahasa sendiri (Suwandi, 2011: 47). Tes ini menuntut siswa untuk
dapat
menghubungkan
mengorganisasikannya
ke
fakta-fakta
dalam
koherensi
dan
konsep-konsep,
yang
logis
dan
menuangkannya dalam sebuah tulisan. Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas produk (Suwandi, 2011: 105). Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas, penilaian terhadap produk atau hasil teks negosiasi yang disusun siswa meliputi lima aspek, yaitu isi gagasan yang dikemukakan, organisasi isi, stuktur kalimat, diksi, dan ejaan dan tanda baca (Nurgiyantoro, 2013: 442). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis teks negosiasi pada hakikatnya adalah kesanggupan (kemahiran) pemikiran siswa untuk menyususn sebuah teks negosiasi dan siswa mencari solusi untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang terjadi pada masyarakat untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga terjadi sebuah negosiasi. Kemampuan tersebut terukur setelah siswa mengerjakan tes kemampuan menulis teks negosiasi yang diujikan penelitian dengan indikator (1) memahami dan mengidentifikasi struktur teks negosiasi, (2) menulis teks negosiasi sesuai dengan struktur dan kaidah kebahasaan.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hakikat Model Discovery Learning a. Hakikat Model Pembelajaran Model pembelajaran meliputi sesuatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Meyer (dalam Trianto, 2011: 21) secara kaffah model diartikan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Dari pendapat tersebut model bisa dikatakan sebagai sesuatu yang dapat ditiru atau dicontoh. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang dalam diri peserta didik terhadap pelajatan, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami materi pelajaran sehingga memungkinkan sisa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Menurut Arends dalam Trianto (2010: 51) Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Menurut Suprihatiningrum (2013: 144) sintak (pola urutan) dari suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan alur langkah, menunjukan dengan jelas kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa, urutan kegiatan-kegiatan, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa. Andreas, dkk dalam Suprihatiningrum (2013: 144) berpendapat bahwa tidak ada model pembelajaran yang lebih baik daripada model pembelajaran lainnya. Model menggambarkan
pembelajaran prosedur
adalah sistematis
kerangka dalam
konseptual
yang
mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang dan para guru dalam melaksanakan pembelajarannya. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2010: 52). Model melukiskan
pembelajaran
prosedur
yang
adalah
kerangka
sistematis
dalam
konseptual
yang
mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan
dan
melaksanakan
aktivitas
pembelajaran
(Sugiyanto, 2008: 3). Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola komprehensif yang patut dicontoh, menyangkut
bentuk
utuh
pembelajaran,
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Melihat dari hal tersebut, seorang guru hendaknya dalam memilih suatu model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya harus memilih banyak pertimbangan.
Pertimbangan
tersebut
misalnya
terhadap
materi
pembelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan dapat tercapai.
b. Hakikat Model Discovery Learning Discovery learning atau yang dikenal dengan belajar penemuan dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama Jerome Bruner. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian sesuai dengan pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip,
agar
mereka
dianjurkan
untuk
memperoleh
pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri (Trianto, 2011: 38). Discovery learning adalah proses belajar yang di dalamnya tidak commitbentuk to userjadi (final), namun peserta didik disajikan suatu konsep dalam
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam menemukan konsep. Discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mental untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Hal tersebut searah dengan Suprihatiningrum (2013: 242) bahwa melalui pembelajaran penemuan, diharapkan siswa terlibat dalam penyelidikan suatu hubungan, mengumpulkan data, dan menggunakannya untuk menemukan hukum atau prinsip yang berlaku pada kejadian tersebut. Discovery learning menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diberikan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dengan mengaplikasikan model discovery learning
secara
berulang-ulang
dapat
meningkatkan
kemampuan
penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Pendapat tersebut searah dengan Balim (2009: 16) menyatakan, “Using the discovery learning method, which is one of various teaching methods in which the students are active and the teacher guides them, is believed to increase the students’ success and inquiry learning skills more than traditional teaching methods do” Penggunaan metode penemuan pembelajaran merupakan salah satu variasi metode mengajar yang membuat siswa aktif dan guru membimbingnya, yang diyakini mampu meningkatkan kesuksesan siswa dan keterampilan pembelajaran lebih
baik
daripada
metode
pembelajaran tradisioal. Mengubah pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
Discovery learning merupakan pembelajaran yang menekankan pengalaman langsung di lapangan, tanpa harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku pelajaran. Dengan kata lain, proses pembelajaran lebih diproyeksikan daripada hasil yang hendak dicapai melalui perwujudan pembelajaran. Apalagi, proses pembelajaran tidak menekankan siswa untuk menguasai materi yang diajarkan, melainkan lebih menekankan pada pemahaman mereka, sehingga memberikan keyakinan utuh bagi pengembangan intelektual mereka selanjutnya. Oemar Hamalik menyatakan dalam Illahi (2012: 30) bahwa discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para siswa dalam memecahkan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan. Dengan kata lain, kemampuan mental intelektual merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan dalam menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, termasuk persoalan belajar yang membuat mereka sering kehilangan semangat dan gairah ketika mengikuti materi pelajaran. Model pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara siswa belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh siswa (Hosnan, 2014: 282). Berdasarkan pendapat dan definisi dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif mencari pengetahuan dan pemecahan masalah di dalam kelas sehingga dapat menjadi pengetahuan yang bermakna. Langkah-langkah penerapan model discovery learning meliputi menentukan tujuan pembelajaran, melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya), to usertopik-topik yang harus dipelajari memilih materi pelajaran,commit menentukan
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peserta
didik
secara
induktif
(dari
contoh-contoh
generalisasi),
mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik, mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret menjadi abstrak, dan melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Menurut Ilahi (2012: 87-88) Langkah-langkah pembelajaran discovery ada enam tahapan, yaitu simulation, problem statement, data collection, data processing, verification, dan generalization. Searah dengan Syah (2004: 244) dalam Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan atau PSDMPK-PMP Kemendikbud tahun 2013 dalam mengaplikasikan teknik discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut. 1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku,
dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi
belajar
yang
dapat
mengembangkan
dan
membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. 2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Pada tahap ini guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara commitsedangkan to user menurut permasalahan yang atas pertanyaan masalah),
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yaitu pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi
dan
menganalisis
permasalahan
yang
mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 3) Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika
eksplorasi
berlangsung
guru
juga
memberi
kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini peserta didik menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 4) Data Processing (Pengolahan Data) Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Pengolahan data ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut, peserta didik akan dikenaikan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu dikenai pembuktian secara logis. 5) Verification (Pembuktian) Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara commit tobenar user atau tidaknya hipotesis yang cermat untuk membuktikan
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner (dalam Kemendikbud 2013), bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dilihat kembali, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. 6) Generalization (Menarik Simpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/menarik simpulan adalah proses menarik sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsipprinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik simpulan peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan kegiatan pembelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalamanpengalaman itu. Model pembelajaran discovery learning sejalan dengan model temuan terbimbing yang dikembangkan oleh Eggen dan Kauchak (2012: 190). Penerapan model temuan terbimbing terdiri dari empat fase yang saling terkait, yaitu: Fase 1: Pendahuluan. Guru berusaha menarik perhatian peserta didik dan menetapkan fokus pelajaran. Fase 2: Fase terbuka (open ended phase). Guru memberikan contoh dan meminta peserta didik untuk mengamati dan membandingkan contoh. Fase 3: Fase konvergen. Guru menanyakan pertanyaan-pertanyaan lebih spesifik yang dirancang untuk membimbing peserta didik mencapai commit to user pemahaman tentang konsep atau generalisasi.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fase 4: Penutup dan penerapan. Guru membimbing peserta didik memahami definisi suatu konsep atau pernyataan generalisasi dan peserta didik menerapkan pemahaman mereka ke dalam konteks baru. Menurut Veermans (2003: 8-9), discovery learning memiliki langkah-langkah, yaitu: orientation, hypothesis generation, hypothesis testing, conclusion, dan regulation.
Tabel 1. Veermans (2003: 8-9), Langkah-langkah Discovery Learning Tahap Pembelajaran
Keterangan
Tahap 1 :
Tahapan tersebut melibatkan pembacaan awal
Orientation
atau latar belakang informasi, mengeksplorasi masalah,
mengidentifkasi
variabel
dalam
masalah, dan menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan masalah yang dihadapinya. Tahap 2 :
Tahapan setelah orientation adalah pemunculan
Hypothesis
masalah, siswa memformulasikan hipotesis dari
generation
fenomena yang diamati.
Tahap 3 :
Hipotesis
Hypothesis testing
pemunculan
yang
diperoleh
hipotesis
dari
belum
proses diketahui
kebenarannya, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis. Tahap 4 :
Proses meninjau kembali hipotesis dengan
Conclusion
mencocokkan fakta-fakta yang telah diperoleh dari pengujian hipotesis.
Tahap 5 :
Tahap mengevaluasi kegiatan pembelajaran
Regulation
yang telah dilakukan
Langkah-langkah menurut Veermans (2003: 8-9) tersebut searah dengan dengan Saab (2014: 24-25) yang menyebutkan bahwa proses discovery learning terdiri commit dari orientations, to user generating hypotheses, testing
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hypotheses, dan conclusion. Kemudian diperkuat oleh Saab, dkk (2006: 83) orientations, generating hypotheses, hypotheses testing,
dan
conclusion. hanya saja proses yang dikemukakan oleh Saab (2014: 24-25) dan Saab, dkk (2006: 83) tidak terdapat fase Regulation. Dalam model discovery learning, guru memainkan peran yang lebih aktif dengan memberi petunjuk, menata bagian-bagian kegiatan atau memberikan garis besar. Pembelajaran dengan discovery learning dapat membuat siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Dahar (2011: 83-84), peranan guru dalam belajar penemuan antara lain; (1) Guru merencanakan pembelajaran agar terpusat pada masalah yang akan diselidiki siswa; (2) Guru menyajikan materi dasar yang akan digunakan siswa dalam memecahkan masalah; (3) Guru menyajikan materi yang sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, yaitu dengan aturan penyajian enaktif, ikonik, dan simbolis; (4) Guru membimbing siswa saat pembelajaran berlangsung. Diharapkan, guru tidak secara langsung mengungkapkan
prinsip-prinsip
yang
akan
dipelajari
melainkan
memberikan saran sehingga siswa tidak bergantung pada pertolongan guru. Suatu model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan penerapan model pembelajaran discovery learning menurut Badan PSDMPK-PMP (2013: 243) seperti berikut: 1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui teknik ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar
yang baru. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan
individu. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik. 4) Teknik ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri dan mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri serta merumuskan hipotesis sendiri. 5) Teknik ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. 6) Berpusat
pada
peserta
didik
dan
guru
berperan
sama-sama
aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. 7) Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. Beberapa kelemahan penerapan discovery learning menurut Badan PSDMPK-PMP (2013: 244) seperti berikut. 1) Teknik ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. 2) Bagi peserta didik yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsepkonsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 3) Teknik ini tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 4) Harapan yang terkandung dalam teknik ini dapat bayar berhadapan dengan peserta didik dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar lama. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh peserta didik karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. 6) Pengajaran
discovery
lebih
cocok
untuk
mengembangkan
pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang dikenai perhatian. Berdasarkan beberapa pandangan atau pendapat pakar yang telah diuraikan
di
atas,
model
discovery
learning
merupakan
model
pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif mencari pengetahuan dan pemecahan masalah di dalam kelas sehingga dapat menjadi pengetahuan yang bermakna. Dalam penelitian ini, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan beberapa tahapan dengan acuan utama Veermans (2003: 8-9) terdiri dari lima fase, yaitu orientation, hypothesis generation, hypothesis testing, conclusion, dan regulation. Langkah-langkah pembelajaran tersebut akan dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kemudian dilaksanakan di dalam kegiatan pembelajaran.
c. Model Discovery Learning dalam Pembelajaran Menulis Teks Negosiasi Pembelajaran menulis teks negosiasi merupakan salah satu materi pembelajaran penting yang harus diajarkan kepada siswa Sekolah Menengah Atas kelas X sesuai dengan pedoman Kurikulum 2013. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terkadang karena berbagai kendala, materi pelajaran tidak dapat disampaikan secara maksimal. Terlebih dengan hasil produk siswa yang berupa teks negosiasi yang terkadang tidak sesuai dengan apa yang dipelajari. Hal tersebut membutuhkan usaha yang keras, baik dari guru maupun siswa, agar kualitas hasil produk siswa menjadi baik. Sebuah cara yang dapat membantu siswa dalam merangsang siswa
belajar
mengembangkan kemampuannya dengan cara to user menidentifikasi masalah, commit menyusun hipotesis, menguji hipotesis dan
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penemuan, menarik kesimpulan, presentasi, dan evaluasi. Hal tersebut secara otomatis akan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan dengan penuh percaya diri. Selain itu, model discovery learning dirancang untuk meningkatkan keaktifan siswa yang lebih besar dan berorientasi pada proses maupun hasil belajar secara bersama-sama. Hosnan (2014: 282) menjelaskan bahwa model pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara siswa belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh siswa. Guru dan peneliti menyepakati untuk menggunakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran menurut Veermans (2003: 8-9), discovery learning sebagai acuam utama yang mempunyai langkahlangkah sebagai berikut: 1) Orientation Guru mengarahkan siswa dengan memberikan permasalahan untuk mengetahui kemampuan awal. Tahapan orientasi melibatkan pembacaan awal atau latarbelakang informasi, mengeksplorasi masalah,
mengidentifkasi
variabel
dalam
masalah,
dan
menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan masalah yang disajikan. Aktivitas dan hasil pada tahapan orientasi dapat digunakan sebagai masukan untuk proses menyusun hipotesis. 2) Hypothesis generation Tahapan setelah orientation adalah pemunculan masalah, siswa memformulasikan hipotesis dari fenomena yang diamati. 3) Hypothesis testing Hipotesis yang diperoleh dari proses pemunculan dugaan sementara belum diketahui kebenarannya, sehingga perlu dilakukan pengujian hipotesis. Aktivitas siswa pada tahapan tersebut antara lain; commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan data dari literature yang sesuai, kemudian menafsirkan hasilnya.
4) Conclusion Selama proses menyusun simpulan, siswa meninjau kembali hipotesis awal dengan mencocokkan fakta-fakta yang telah diperoleh dari pengujian hipotesis. Siswa memutuskan fakta yang sepaham dengan prediksi yang diperolah dari hipotesis kemudian menyajikan kesimpulan. 5) Regulation Pada tahap regulasi, siswa dan guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Guru membandingkan beberapa simpulan dari siswa melalui presentasi, kemudian diputuskan simpulan yang tepat sebagai konsep yang ditemukan atau dihasilkan dalam pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama, guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dengan nama yang berbeda, yaitu konjungsi, klausa, verba, nomina, adjektiva, dan frasa. Pembentukan kelompok sudah ditentukan oleh guru jadi siswa mencari kelompok masing-masing. Setelah siswa berkumpul dengan kelompok masingmasing, guru memberikan lembar kerja diskusi peserta didik kepada setiap kelompok, lembar kerja kelompok tersebut berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab setelah menonton video permasalahan yang disajikan oleh guru. Guru menyajikan masalah yang berbeda untuk setiap siklus dengan tema “Kecanduan Games, Dampak Media Sosial terhadap Kehidupan Sosial, dan Jual-Beli. Siswa bersamasama menjawab LKS berisi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru terkait dengan langkah-langkah model discovery learning. Setelah itu, siswa melaporkan hasil diskusi kepada kelompok lain dan saling commit to user menanggapi.
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada pertemuan kedua, guru tidak membagi kelas dalam kelompok diskusi tetapi siswa dibiarkan mandiri dengan kemampuan sendiri. Guru menanyakan tugas yang sudah diberikan pada pertemuan sebelumnya, yaitu mencari permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sekaligus mencari bukti pemecahan masalah, seperti gambar, video, artikel, dan sebagainya. Setelah bertanya tentang tugas, guru merangsang siswa dalam pengerjaan tugas individu dengan menyangkan gambargambar yang berhubungan dengan permasalahan sosial yang biasanya terjadi pada kehidupan sehari-hari. Hal ini berguna untuk merangsang siswa memikirkan permasalahan apa yang biasanya dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru membagikan LKS individu. Pembelajaran inti dimulai dengan adanya pengarahan dari guru tentang tugas yang akan dikerjakan oleh siswa. Setelah itu, siswa melaporkan hasil diskusi kepada teman lain dan saling menanggapi. Penerapan model discovery learning dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan media video, foto, gambar. Media tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan positif bagi peningkatan kemampuan siswa dalam menulis teks negosiasi.
C. Kerangka Berpikir Hasil pembelajaran kemampuan menulis teks negosiasi dinilai masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Padahal, kemampuan menulis teks negosiasi memiliki kedudukan yang sama penting dengan ketiga keterampilan berbahasa lainnya. Hasil pembelajaran menulis teks negosiasi sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran sangar berpengaruh terhadap hasil karya siswa. Di sisi lain, pemilihan metode atau model pembelajaran oleh guru dapat mempengaruhi hasil pembelajaran menulis teks negosiasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis teks negosiasi, guru sering mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut harus diidentifikasi penyebab commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan diberikan solusi agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan memperoleh hasil yang lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan memilih model, metode, dan media yang tepat serta mampu membuat siswa aktif dalam pembelajaran menulis teks negosiasi. Peneliti memilih model discovery learning dengan menggunakan media video, foto, dan gambar. Discovery learning merupakan model belajar penemuan. Dalam model pembelajaran discovery learning, peserta didik berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya dan menghasilkan pengetahuan yang bener-benar bermakna. Kondisi akhir yang ingin dicapai dengan diterapkan model pembelajaran discovery learning adalah meningkatnya kemampuan siswa dalam menulis teks negosiasi khususnya di kelas X IIS 2 SMA Negeri 7 Surakarta. Kerangka berpikir yang dibangun peneliti melalui penelitian ini, ditampilkan visualisasi alur berpikir lewat gambar 2.
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat dinyatakan bahwa: 1. Pengunaan
model
discovery
learning
dapat
meningkatkan
kualitas
pembelajaran menulis teks negosiasi siswa kelas X IIS 2 SMA Negeri 7 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015. 2. Penggunaan model discovery learning dapat meningkatkan kemampuan menulis teks negosiasi siswa kelas X IIS 2 SMA Negeri 7 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemampuan menulis teks negosiasi siswa rendah Isi gagasan yang dikemukakan kurang lengkap Organisasi isinya kurang berkembang Struktur kalimat yang dipakai kurang efektif Kata-kata yang dipilih (diksi) kurang menarik Ejaan dan tanda baca yang digunakan masih terdapat banyak kesalahan
Kualitas pembelajaran menulis teks negosiasi kurang Guru kesulitan menemukan teknik atau metode, model pembelajaran yang tepat Keaktifan siswa rendah Perhatian siswa terhadap penjelasan guru rendah Kemandirian siswa rendah
Kolaborasi Peneliti dan Guru
Perencanaan
Refleksi
Tindakan penerapan model discovery Learning dalam pembelajaran menulis teks negosiasi
Pelaksanaan
Observasi
Kondisi akhir setelah tindakan
Kualitas pembelajaran menulis teks negosiasi meningkat • Guru menemukan model yang tepat untuk materi teks negosiasi • Keaktifan siswa meningkat • Perhatian siswa terhadap penjelasan guru meningkat • Kemandirian siswa meningkat
Kemampuan menulis teks negosiasi siswa meningkat Isi gagasan yang lengkap Organisasi isinya berkembang Struktur kalimat efektif Diksi menarik Ejaan dan tanda baca benar
commit to user Gambar 2. Alur Kerangka Berpikir