PEMETAAN ENERGI ANGIN UNTUK PEMANFAATAN DAN

Download PEMETAAN ENERGI ANGIN UNTUK. PEMANFAATAN DAN MELENGKAPI. PETA POTENSI SDA INDONESIA. Disampaikan oleh: Ir. Sahat Pakpahan, MM, IPM, APU. ...

0 downloads 421 Views 136KB Size
PEMETAAN ENERGI ANGIN UNTUK PEMANFAATAN DAN MELENGKAPI PETA POTENSI SDA INDONESIA

Disampaikan oleh: Ir. Sahat Pakpahan, MM, IPM, APU

Orasi Ilmiah Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang Instrumentasi dan Pengolahan Data Jakarta, 10 Nopember 2003

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN)

BIODATA Sahat Pakpahan, lahir di Batujagar Tapanuli Utara pada tanggal 15 Agustus 1945 sebagai anak ke-enam dari delapan bersaudara dan anak paling bungsu dari 3 bersaudara laki-laki. • L Pendidikan sekolah dasar (SD : 1951-1957) dan menengah pertama (SMP: 1957-1960) diperoleh di Dolok Sanggul Tapanuli Utara sedangkan sekolah lanjutan atas di SMA Teladan Negeri Medan (1960-1963). Tahun 1963-1965 di ITB Jurusan Fisika, 1965-1973 di ITB Jurusan Fisika Teknik. Lulus Sarjana (SI) pada bulan Maret 1973 dan sejak sarjana muda sampai tingkat akhir aktif sebagai asisten dosen di Lab Fisika maupun di Jurusan Fisika Teknik. Dari tahun 1973-1974 bekerja di perusahaan swasta yang bergerak dalam trading peralatan teknik dan dari 1974-1978 dalam bidang jasa instrumentasi dan kontrol untuk pengeboran minyak di ladang-ladang Pertamina dengan sistem akuisisi data berbasis komputer dan juga instrumentasi industri. Pada tahun 1978 bekerja di LAP AN diawali dari Proyek Bangson (Pengembangan Personil) dan aktif sebagai instruktur D1KLAT bagi karyawan LAP AN untuk bidang elektronika dan komputer; dan sejak 1980 sampai sekarang dalam bidang energi angin. Jabatan dan tugas yang pernah diduduki adalah Kepala Bidang Energi dan Spin-off (1988-1989), Kepala Bidang Teknologi Dirgantara Terapan (19891993) dan Pemimpin Proyek Energi Angin (1988-1992), anggota P2JP LAP AN (1988-1993), anggota Komisi Pakar (2001 sampai sekarang), Kordinator Pokja Pakar Kedeputian Teknologi Dirgaantara (2001-

2

sekarang), anggota Dewan Redaksi Jurnal Teknologi Dirgantara LAP AN. Dalam pendidikan penjenjangan, telah mengikuti SEPALA, SEPADYA, Management Proyek, TOT, USPRO LIPI. Guna membantu dalam pengenalan energi angin, turut aktif dalam kegiatankegiatan antar institusional (interdep) yang dikordinir oleh DPE (Departemen Pertambangan dan Energi)/ DESM (Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) antara lain untuk Standardisasi Energi Terbarukan termasuk energi angin (SNI), Kebijakan Umum di Bidang Energi (K.UBE), Rencana Induk Kebijakan Energi Nasional (R1KEN), dan Iain-lain; dan juga sebagai anggota METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia), KNI-WEC (Komite Nasional Indonesia - World Energy Council), AWEA (American Wind Energy Association) dan PII (Persatuan Insinyur Indonesia). Berbagai kegiatan lain guna memberikan sumbangan dalam sosialisasi IPTEK adalah mengajar di bcberapa perguruan tinggi swasta dan penyusunan buku pelajaran teknik bidang kontrol untuk perguruan tinggi dan terjemahan bukubuku teknik di bidang listrik, elektronika dan instrumentasi. Pangkat kepegawaian yang telah dimiliki saat ini adalah Pembina Utama Madya, Golongan IV/d

*

3

Yang terhormat, Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) atau yang mewakili Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAP AN) Sekretaris Utama dan Para Deputi Kepala LAPAN Para Kepala Pusat, Kepala Biro dan Inspektorat LAPAN Rekan-rekan Pejabat Fungsional dan Karyawan LAPAN Keluarga, kerabat dan hadirin, dan para undangan yang saya hormati, Salain Sejahtera bagi kita scniua, Pada hari yang baik ini marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Pengasih atas segala kemurahannya yang memberikan waktu dan kesempatan bagi kita untuk mengikuti upacara pengukuhan kami sebagai Ahli Peneliti Utama dalam bidang Instrumentasi dan Pengolahan Data pada hari ini; dan untuk itu pula saya mengucapkan terimakasih kepada para hadirin yang telah meluangkan waktu menghadiri acara pengukuhan ini. Para hadirin yang saya hormati, Selama 25 tahun mengabdi sebagai pegawai negeri (PNS) di LAPAN setelah sebelumnya bekerja selama 5 tahun di swasta, sebagian besar waktu saya telah terpaut dalam bidang yang sama yakni masalahmasalah yang terkait dengan energi terbarukan (ET) khususnya energi angin bersama-sama dengan rekan-rekan saya yang juga melakukan hal yang sama. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa aspek

4

teknis dan sosio-ekonomis merupakan faktor-faktor utama dalam pemanfaatan energi angin untuk penyediaan listrik di Indonesia sebagaimana sumber-sumber energi terbarukan lainnya; dan menjadi begitu penting bilamana dikaitkan dengan kondisi aktual suatu daerah serta kemampuan masyarakat khususnya di daerah-daerah pedesaan dan terpencil yang belum atau tidak terjangkau oleh jaringan listrik umum (PLN). Pertanyaan yang sering muncul adalah pilihan teknologi mana yang lebih sesuai untuk suatu daerah didasarkan pada potensi yang tersedia, sedangkan di pihak lain diperlukan data dan informasi yang lebih rinci dan akurat mengenai berbagai daerah yang jumlahnya begitu banyak khususnya daerah-daerah pedesaan dan pulau-pulau terpencil; sehingga dalam hal ini diperlukan jumlah pengukuran yang banyak. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengamati bahwa suatu program besar yang harus dilakukan secara nasional adalah mencari dan mengidentifikasi sebanyak mungkin daerah-daerah yang potensial untuk pemanfaatan energi angin (chase the wind); dan hal ini hanya dapat diperoleh dengan pemetaan energi angin (wind mapping) yang berkesinambungan dengan melibatkan pemerintah daerah maupun para pengembang dalam bidang energi terbarukan Para hadirin yang saya muliakan, Melihat kebutuhan ini, dalam acara pengukuhan ini saya mengajukan suatu topik bahasan mengenai pentingnya program pemetaan energi angin secara nasional yang mendukung informasi potensi SDA

dengan melihat pengalaman selama ini serta prospek dan tantangan yang mungkin dihadapi, dengan judul: PEMETAAN ENERGI ANGIN UNTUK PEMANFAATAN DAN MELENGKAPI PETA POTENSI SUMBER DAYA ALAM (SDA) INDONESIA. 1.

Pemanfaatan energi angin di Indonesia: Pengalaman, tantangan dan potensi.

Sebagaimana halnya energi terbarukan (ET) lainnya, pemanfaatan energi angin sebagai salah satu sumber ET belum sepenuhnya mencapai tahap komersial dibandingkan dengan sumber sumber energi fosil konvensional yang sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Berbagai penyebab penting adalah karena nilai ekonomis yakni harga Rp/kWh yang masih relatif tinggi serta belum lengkapnya data akurat mengenai potensi energi angin yang tersedia di berbagai wilayah di Indonesia sebagai acuan dalam mengidentifikasi lokasi/ daerah-daerah potensial untuk pemanfaatan baik dalam skala kecil, menengah atau besar. Harga energi per kWh yang masih tinggi pada dasarnya disebabkan oleh biaya investasi pemasangan yang tinggi dibandingkan terhadap produksi energi yang dihasilkan oleh sebuah pembangkit listrik energi angin yang dikenal sebagai turbin angin atau Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) listrik, khususnya untuk skala-skala kecil yang pada umumnya memiliki kecepatan cut-in (kecepatan angin minimum yang diperlukan agar turbin angin menghasilkan listrik) yang masih relatif tinggi yakni antara 3,0 ~4 m/det. Nilai ekonomis yang lebih baik akan tercapai bila sebuah atau beberapa turbin angin diinterkoneksi ke jaringan listrik umum yang ada (misalnya PLN) dan hal ini dapat

dilakukan untuk lokasi atau daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata tahunan 5 m/det atau lebih. Berbagai kegiatan penelitian, uji-coba dan pemanfaatan telah dilakukan sejak terbentuknya proyek R & D dalam bidang energi angin dari tahun 1980 sampai 1988, oleh bidang teknologi dirgantara terapan dari tahun 1989-1998 dan lebih terfokus pada program energi angin sejak tahun 1999 sampai sekarang. Selama kurun waktu tersebut, berbagai program kerjasama telah dilakukan bersama beberapa instansi terkait dalam negeri maupun luar negeri, khususnya dengan Jerman Barat dan Belanda dalam berbagai aspek ilmiah maupun teknis antara lain aerodinamik, kontrol serta pengukuran dan monitoring data angin dengan sistem data akuisisi diberbagai wilayah sebagai tahapan dalam mengembangkan teknologi energi angin yang lebih sesuai di Indonesia berikut pemanfaatannya. Proyek uji-coba pertama yang telah dihasilkan adalah pengoperasian satu unit turbin angin listrik 10 kW (Aeroman) masing-masing di Cilauteureun Pamengpeuk Jawa Barat (1985) dan Parangtritis (1985) untuk penerangan, pembuatan es dan mengisi baterai. Pada tahun 1987 turbin angin di Parangtritis kemudian dipindahkan ke BBUG Dinas Perikanan Samas Kabupaten Bantul DIY atas permintaan Bupati Bantul waktu itu dan digunakan untuk kegiatan pembibitan udang galah yakni menggerakkan aerator untuk menghasilkan oksigen bagi bibit bibit udang, pemasokan listrik untuk pemompaan air tawar dan air asin, dan juga untuk penerangan setempat. Program ini dilakukan bekerjasama dengan DLR Jerman Barat dan Dinas Perikanan Bantul.

7

Pemanfaatan energi angin secara langsung bagi masyarakat baru dilakukan pada tahun 1992 di Jepara Jawa Tengah, diawali dengan 3 unit turbin angin kecil di desa Bulak Baru Kecamatan Kedung Jepara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Tk I Jawa Tengah, Pemda Tk II Jepara, Universitas Diponegoro (Undip) dan swasta dan pada tahun 1994 menghasilkan pembangunan total 31 unit turbin angin dari kapasitas 250 W, 1000 W dan 2500 W di dua desa yakni 19 unit di Desa Bulak Baru Jepara (penduduk 182 KK) dengan kapasitas terpasang «40 kW dan 12 unit di desa Kalianyar (penduduk 82 KK) dengan kapasitas terpasang « 8 kW yang digunakan untuk penerangan rumah, sarana umum, jalan, mengisi baterai, radio, televisi; dan selanjutnya peralatan listrik industri kerajinan lokal antara lain souvenir, ukiran/meubel, dan Iain-lain. Proyek pemanfaatan di dua desa ini lebih dikenal dengan Desa Angin Percontohan Jepara yang tclah diserah terimakan oleh LAPAN kepada Pemda Tk II Jepara pada tahun 1994 dan merupakan percontohan pertama energi angin di Indonesia yang telah dipublikasikan secara nasional maupun internasional. Proyek pemanfaatan berikutnya adalah di desa Selayar Lombok Timur yakni 7unit turbin angin dengan kapasitas terpasang 7000 kW untuk penerangan, radio, televisi, dan Iain-lain. Terdapat berbagai instalasi lain di beberapa wilayah yang merupakan kegiatan perorangan, kelompok ataupun institusi untuk penggunaan penggunaan tertentu. Uji-coba dan pemanfaatan energi angin sebagai penggerak mekanik (yang dikenal sebagai SKEA mekanik atau kincir angin) terutama dimaksudkan untuk pemompaan dangkal telah dilakukan lebih awal dan telah menghasilkan beberapa prototip yang telah diuji-coba dan

dimanfaatkan di berbagai daerah yakni Lombok Timur, Serang, Indramayu, Subang, Jepara, dan Iain-lain untuk pemompaan, menaikkan air dan pembuatan garam. Prototip-prototip yang telah dihasilkan adalah sudu majemuk (12-18 sudu) kapasitas 150 1/det, 90 det/det 45 1/det yang siap untuk di produksi. Hingga saat ini, semua uji-coba, percontohan maupun pemanfaatan turbin angin baru dilakukan dalam skala kecil (sampai 10 kW per unit terpasang) dan pemanfaatannya adalah di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh listrik PLN. Kendala pokok yang dihadapi adalah biaya investasi yang masih mahal dan kontinuitas pasokan energi yang dihasilkan oleh SKEA (disebut juga PLTB-Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) di lokasi. Pemanfaatan dengan sistem hibrida (angin fotovoltaik-diesel) dapat dikembangkan; namun menambah biaya investasi sistem. Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah kapan pemanfaatan energi angin menjadi ekonomis? Dari segi potensi, energi angin akan lebih ekonomis terhadap energi matahari/ fotovoltaik untuk kecepatan kecepatan angin rata-rata 4 m/det atau lebih; sedangkan untuk skala yang lebih besar, harus di interkoneksi dengan jaringan umum/grid yang memerlukan kecepatan angin rata-rata tahunan 5 m/det atau lebih. Dengan kondisi ini, konstribusi energi angin sebagai penyedia listrik akan lebih baik dan pembangunannya perlu dilakukan secara bersama baik oleh pemerintah ataupun swasta sebagai bagian dari program nasional untuk penyediaan listrik. Produk-produk turbin angin skala besar dari kecepatan terpasang > 100 kW per unit dan telah tersedia di pasaran sangat memungkinkan untuk pengembangan pemanfaatan teknologi energi angin sebagai pembangkit listrik di

9

suatu daerah dan dikeluarkannya Keputusan Menteri ESDM mengenai pemanfaatan ET yakni PSK Tersebar merupakan motivasi untuk pengembangan ini. Instalasi secara paralel untuk mencapai pasokan listrik dalam orde MW (misal 10 x 100 kW atau 10 x 300 kW atau lebih) dapat ditingkatkan sesuai potensi dan permintaan (demand) pengguna di daerah. Berbagai lokasi di daerah NTT telah diidentifisir untuk pemanfaatan dalam skala besar (interkoneksi) namun untuk identifikasi yang lebih meluas dan rinci diperlukan data dan informasi yang lebih lengkap serta akurat, dan hal ini dapat dikembangkan dengan suatu program pcmetaan yang lebih komprehensif mengacu pada strategi, metoda, analisis dan evaluasi yang lebih andal yang perlu dilakukan secara bersama-sama antar instansi, pemerintah daerah dan swasta. Kombinasi metoda pemetaan misalnya dengan menggunakan WASP (Wind Atlas Analysis and Application Programs), GIS (Geographical Information System) dilengkapi dengan pengukuran - pengukuran aktual di lokasi serta data/ informasi topografi yang lebih teliti (misal data digital) akan menghasilkan peta potensi energi angin Indonesia yang lebih andal sebagai acuan untuk pemanfaatan yang lebih luas yakni sebagai pemasok listrik maupun untuk penggunaan dalam bidang lainnya.

2.

Monitoring menuju peta potensi energi angin Indonesia.

Peta potensi energi angin Indonesia merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya mengidentifiser potensi berbagai wilayah di Indonesia. Bukan saja untuk pemanfaatan sebagai pemasok energi

10

yang dapat dikonversi menjadi energi listrik, tapi juga untuk berbagai keperluan antara lain meteorologi, pelayaran, penerbangan, kelautan dan Iain-lain. Peta potensi energi angin pada dasarnya memuat data dan informasi mengenai kondisi angin di berbagai wilayah yakni kecepatan angin rata-rata, minimum dan maksimum yang dapat dikonversi menjadi peta daya dan energi tahunan (dalam kVVh/m atau W/m 2 ) dan selanjutnya dapat digolongkan dalam skala kecil (2,5-4,0 m/s), menengah (4,0-5,0 m/s) dan skala besar (> 5,0 m/s). Dengan informasi tersebut ditambah dengan data orografi dan topografi wilayah, maka potensi aktual dapat diperkirakan di suatu daerah. Berbagai lokasi/ daerah yang memiliki kecepatan angin ratarata yang sama di suatu wilayah pada dasarnya dapat dikenali pada peta berdasarkan garis garis isovent, yang dapat diperoleh melalui teknik ekstrapolasi maupun interpolasi. Para hadirin yang terhormat, Sebagai instansi yang menyelenggarakan penelitian dan pengembangan energi angin di Indonesia, LAP AN pada dasarnya telah melakukan tahapan tersebut walaupun dengan kemampuan yang terbatas yakni jumlah pengadaan dan pemasangan peralatan monitoring yang masih sedikit di berbagai wilayah di Indonesia. Dimulai tahun 1982 bekerjasama dengan DLR Jerman, LAP AN telah memasang sekitar 10 unit peralatan monitoring data angin terdiri atas anemometer dan pencatat arah angin tipe manual, dimana seorang operator harus memanjat tiang menara setinggi 10-15 m untuk membaca hasil penunjukan alat sebanyak dua

kali sehari, beberapa unit tipe rekorder dan pengukuran melalui satelit NOAA dengan menggunakan DCP (Data Collecting Platform) di 4 lokasi di Indonesia yakni Samas DIY, Serang, Lombok Timur dan Universitas Andalas Padang Sumatera Barat. Untuk DCP, data aktual hanya dapat diakses di DLR Jerman dan selanjutnya mengirim hasilnya ke LAP AN Jakarta. Pengukuran dan monitoring data angin yang lebih efektif sebenarnya baru di mulai pada tahun 1991 yakni menggunakan peralatan monitoring dilengkapi dengan data logger dan unit cetak (printer) di lokasi pengukuran. Dalam hal ini, operator lapangan cukup mengambil data sebulan sekali, mencetak dalam printer dan mengirimkan ke LAPAN untuk pengolahan lanjut. Data yang lebih rinci misalnya setiap 3 bulan dapat diretrieval (diambil kembali) dan disimpan di dalam disket untuk diolah lebih lanjut menjadi data dan informasi yang aplikatif yakni dalam bentuk informasi statistik, daya, energi, distribusi, kondisi lull (kecepatan angin lebih rendah dari yang dibutuhkan) dan Iain-lain. Hasil-hasil pengolahan ini selanjutnya disajikan dalam "Laporan Data/ Potensi Angin untuk masingmasing lokasi setiap tahun" dan dikirimkan kepada pemerintah daerah terkait. Para hadirin yang saya muliakan, Sejak 1981 sampai saat ini (2003), telah termonitor sebanyak 113 lokasi di berbagai wilayah Indonesia yang dilengkapi dengan dokumen laporan data angin untuk masing-masing lokasi. Keterbatasan jumlah peralatan dan dana monitoring yang dimiliki oleh LAPAN (± 4 unit per tahun sejak 1992)

12

menjadi penyebab utama kurangnya daerah termonitor; dan disamping itu kerusakan dan hilangnya beberapa peralatan terpasang di lokasi menyebabkan berkurangnya jumlah lokasi yang termonitor. Metoda yang dilakukan adalah berkordinasi dengan pemerintah daerah mengenai program pengembangan dalam bidang energi khususnya ET untuk pemilihan lokasi-lokasi yang akan dimonitor, menetapkan prioritas pelaksanaan scsuai kemampuan jumlah peralatan dan dana yang tersedia, dan penyediaan operator dari daerah bersangkutan. Beberapa cara telah dilakukan untuk penanggulangan masalah ini, antara lain koordinasi dengan beberapa LSM (misalnya YBULYayasan Bina Usaha Lingkungan, Winrock Int) untuk melakukan kegiatan monitoring sehingga tidak terjadi tumpang tindih. Hasil hasil monitoring lokasi hingga 2003 diperlihatkan pada Tampilan 1 (Ti) dan Tampilan 2 (T2). 3.

Peta angin sebagai bagian dari peta SDA Indonesia

Chase the wind (berburu angin), adalah salah satu sasaran LAP AN dalam mengemban tugas penelitian, pengembangan dalam upaya pemanfaatan teknologi energi angin secara optimal dan termasuk dalam kajian yang lebih luas yaitu wind resource assessment. Tahap pertama ini pada dasamya telah dilakukan melalui kegiatan monitoring yakni pemasangan anemometer di berbagai wilayah, namun masih memerlukan data yang lebih rinci dan perangkat yang lebih banyak guna memperoleh hasil yang lebih akurat dan andal, di dukung oleh data topografi wilayah yang berisi data kondisi permukaan bumi (kontur) dan orografi yakni apakah di lokasi terdapat rintangan seperti gunung, laut, hutan, lembah, ngarai, bukit, dataran

rata atau rintangan-rintangan lainnya (rumah, gedung, pepohonan, dan Iain-lain). Kondisi topografi suatu daerah sangat mempengaruhi gerak aliran baik kecepatan maupun arah angin dan hal ini akan memberikan produksi energi aktual di lokasi. Kelengkapan lain adalah perangkat keras antara lain komputer, digitizer dan peralatan input-output terkait lainnya dilengkapi dengan program-program aplikasi, evaluasi dan analisis. Data topografi dapat diperoleh dari beberapa jenis peta antara lain peta ruas bumi yang memberikan informasi mengenai ketinggian permukaan tanah di suatu wilayah, letak pemukiman, perkebunan dan sebagainya; dan present land use and forest yang menggambarkan kawasan hutan di suatu wilayah. Tahapan kedua adalah melakukan interpolasi atau ekstrapolasi yang sesuai untuk menaksir kecepatan-kecepatan angin pada ketinggian di atas referensi (standard WMO adalah 10 m) karena pemasangan pada posisi yang lebih tinggi (24 m atau lebih) dengan menara pengukur data yang kecil dan ringan sulit dilakukan. Penaksiran ini dikenal dengan metoda geser angin (windshear) dengan menyertakan data kekasaran permukaan suatu dataran. Dalam hal penaksiran diperlukan untuk lokasi lain dengan mengacu pada lokasi yang di monitor, metoda Wieringer dapat diterapkan. Tahap ketiga adalah penaksiran kecepatan angin aktual di suatu daerah berdasarkan kondisi aktual kekasaran dataran di daerah tersebut yang secara analitis dinyatakan oleh distribusi kecepatan angin. Adanya dua atau lebih lokasi yang memiliki kecepatan angin rata-rata yang sama tetapi dengan distribusi yang berbeda akan menghasilkan pola energi yang berbeda yang dinyatakan oleh faktor pola energi

atau faktor bentuk Weibull. Penaksiran yang makin teliti dan andal akan diperoleh bila titik-titik pengukuran makin banyak, saling berdekatan dan mewakili kontur suatu daerah atau wilayah namun secara teknis hal ini sulit dilakukan dilapangan. Dengan demikian, diperlukan suatu metoda komputasi dan analisis yang lebih akurat, andal dan cepat dengan bantuan perangkat komputer dan program perangkat lunak (software) terkait, dan juga penggunaan GPS (Global Positioning System) guna mengetahui posisi geografis lokasi (ketinggian, lintang dan bujur); atau dengan citra penginderaan jauh yang dapat memberikan informasi mengenai liputan lahan, hutan serta lahan lainnya yang menunjukkan citra kondisi permukaan bumi yang berpengaruh terhadap perilaku aliran angin. Peta ruas bumi (topografi) memberikan data dan informasi yang lebih lengkap untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi unsur alam yakni penyajian suatu gambaran dalam keadaan yang sebenarnya. Kondisi topografi ini memberikan gambaran mengenai relief atau kekasaran permukaan bumi yang antara lain dinyatakan oleh perbedaan lekukan bumi, adanya gunung, bukit, lembah, tumbuh-tumbuhan/ pepohonan atau hutan, ataupun rintangan-rintangan lain di atas muka bumi. Relief adalah tonjolan permukaan bumi secara vertikal yang diukur diatas permukaan laut. Untuk informasi ini biasanya diperlukan skala 1:25.000 atau lebih besar dan umumnya menggunakan meter(m) sebagai unit satuan Titik titik pada peta yang menunjukkan ketinggian yang sama dapat dihubungkan dan membentuk kontur. Tujuan

pembuatan peta angin (wind atlas/map) adalah untuk menetapkan dasar meteorologi bagi kajian sumber-sumber energi angin dan sasaran utama adalah menyediakan data yang sesuai untuk pemanfaatan SKEA. Kecepatan angin terukur pada suatu stasiun meteorologi terutama ditentukan oleh dua faktor yakni sistem cuaca keseluruhan yang biasanya memiliki cakupan beberapa kilometer dan topografi setempat sejauh beberapa puluh kilometer dari stasiun; akan tetapi pemasangan alat pencatat data yang sangat banyak mengakibatkan biaya tinggi sehingga diperlukan metoda-metoda untuk transformasi statistik kecepatan angin, antara lain dengan pemodelan untuk ekstrapolasi data horisontal dan vertikal. Pemodelan ini didasarkan pada prinsip fisis aliran dalam lapisan batas atmosfer dengan memperhitungkan efek kekasaran permukaan dan rintangan lainnya. Berbagai model antara lain adalah pemodelan untuk dataran bergunung, kekasaran dataran, dan rintangan rintangan yang memerlukan masukan (input data) tertentu untuk pengolahannya Penggunaan model-model tersebut dimaksudkan untuk koreksi data angin terukur dan analisis data terkoreksi dalam hubungan dengan distribusi frekuensi. Pada prinsipnya, koreksi tersebut dapat dilakukan atas dasar urutan waktu (time series) atau transformasi distribusi frekuensi; dan salah satu model yang di kenal yakni model komputer terintegrasi untuk analisis dengan transformasi distribusi frekuensi adalah WASP (Wind Atlas Analysis and Application Programme) yang telah digunakan secara meluas untuk pemetaan energi angin di negara Eropa; sedangkan di

16

Amerika Serikat dilakukan dengan menggabungkan data satelit, data kelautan data pengukuran di lokasi dan topografi didukung oleh GIS (Geographical Information Systems) sebagaimana dilaksanakan oleh NREL USA (National Renewable Energy Laboratory) bersama-sama dengan RRC, Thailand, Philippina, Malaysia dan beberapa negara di Afrika untuk pemetaan setempat. Hukum similaritas lapisan permukaan yakni yang paling dekat ke permukaan bumi adalah submodel fisis untuk WASP dan untuk tujuan klimatologi yang relevan bagi pemanfaatan energi angin yang diperhitungkan adalah hingga ± 1 km. Submodel fisis lainnya adalah hukum gaya hambat udara (drag) geostropik dan angin geostropik. Model lain adalah model stabilitas yang diturunkan dari hukum gaya hambat udara geostropik dan profil kecepatan angin, model perubahan kekasaran permukaan yakni dataran-dataran yang tidak homogen, model shelter untuk menganalisis efek gesekan kolektif pada permukaan tanah yang dibentuk oleh rintangan-rintangan mulai dari tumpukan pasir rendah hingga pohon besar atau bangunan yang mengakibatkan turbulensi, olakan, gangguan, dan Iain-lain yakni mengoreksi data angin terukur terhadap efek dataran lokal yang tidak homogen misalnya karena perbedaan tinggi dataran di sekitar stasiun meteorologi dengan penekanan pada efek kekasaran tersebut dengan skala horizontal hingga beberapa puluh kilometer. Analisis statistik dasar merupakan kelengkapan model-model yang telah disebutkan dan dalam hal ini termasuk distribusi Weibull yang menyatakan distribusi frekuensi kecepatan angin aktual di suatu daerah. Beberapa karakteristik penting distribusi Weibull adalah nilai rata-rata, mean-square, kubik rata-rata, daya rata-rata, variansi, nilai

17

modal, dan median. Besaran yang dapat ditaksir dengan model ini adalah ranat daya (W/m2) aktual di lokasi. Model-model atlas dapat dibagi dua bagian yakni model analisis dan model aplikasi yang pada dasamya memerlukan masukan yang sama. Perbedaan utama adalah bahwa model analisis menghasilkan kumpulan kumpulan data berupa parameter-parameter Weibull pada kondisi-kondisi standar; sedangkan model aplikasi menghasilkan data dan informasi yakni nilai rata-rata, daya keluaran turbin angin, dan Iain-lain di suatu lokasi. Para hadirin yang saya hormati, Dalam pengertian yang lebih praktis, pembuatan peta angin ditujukan untuk menghasilkan peta kecepatan dan potensi energi. Peta kecepatan angin bersama isovent-isoventnya merupakan peta dasar; sedangkan untuk pemanfaatan lanjut, diperlukan peta potensi energi angin yang dapat diturunkan dari data kecepatan angin berdasarkan hubungan bahwa produksi daya atau energi di suatu lokasi sebanding dengan pangkat tiga kecepatan angin (P « kV ) dinyatakan dalam kWh/m2 atau dalam rapat daya (power density, W/m2). Sebagai acuan, peta juga akan memuat data kecepatan dan daya yakni pengelompokan untuk pemanfaatan berdasarkan kecepatan dan rapat daya sebagai berikut:

Kelas 1 2 3 4

Kec angin rata-rata, pada 10 m; m/s <3,3 3,3-4,2 4,2-5,0 5,0 - 6,5

Kec.angina pada 30 m; m/s <3,8 3,8-4,9 4,9-5,8 5,8 - 7,3

Rapat Daya, W/m2 <75 75-150 150-250 250 - 500

Mengacu pada tahapan-tahapan yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan peta di mulai dari monitoring atau pengumpulan data di berbagai lokasi (titik) di suatu wilayah yang selanjutnya di olah dari bentuk dasar sampai bentuk jadi. Kuantitas dan kualitas pengolahan yang tinggi akan diperoleh dengan dukungan penggunaan komputer digital sehingga pengerjaan lebih teliti, lebih cepat dan lebih mudah dalam editing maupun koreksi. Dengan demikian, selain dalam bentuk lembaran, peta dapat juga disajikan dalam bentuk fail-fail (files) dalam media elektronik atau komputer. Sebagaimana disebutkan, unsur-unsur dalam pembuatan peta mencakup data potensi energi angin, peta ruas bumi (topografi) yang dilengkapi dengan skala, grid, batas tepi dan proyeksi permukaan bumi Guna memudahkan interpretasi, rancangan pembuatan peta juga memerlukan aspek geometris, teknis, penyajian yang baik, artistik dan aspek komunikasi dalam bentuk informasi potensi energi angin. Sebagai contoh dari aspek geometris, pengumpulan dan manipulasi data dilakukan dalam rangka memperoleh ketelitian pembuatan peta sehingga dapat digunakan oleh pengguna (users) dengan interprestasi yang tepat; sedangkan dari segi artistik adalah memperhatikan persepsi

19

ruang, warna, seni grafis, dan Iain-lain. Komunikasi dengan pengguna yang dimaksudkan agar dapat memahami informasi peta antara lain dengan indikasi warna, menunjukkan berbagai kondisi alam untuk pemukiman, bangunan, kenampakan kondisi alam termasuk tanaman, batas wilayah, dan Iain-lain. Kekontrasan simbol menunjukkan tingkat pentingnya informasi yang hendak ditampilkan, dan untuk hal ini berbagai hal yang harus diperhatikan adalah konsistensi kategori dalam merancang simbol, aspek orientasi yang banyak bergantung pada bentuk obyek topografi, penggunaan simbol garis dengan menggunakan warna, penetapan subyek informasi yang harus ditonjolkan dan yang hanya sebagai informasi penunjang. 4.

Potensi serta dukungan pemetaan angin Indonesia

data

dan

informasi

untuk

Sebagai bagian dari radiasi matahari, energi angin timbul karena perbedaan pemanasan massa udara pada ketinggian (lintang) yang berbeda; dan radiasi matahari yang mencapai bumi hanya sekitar 0,25% yang diubah menjadi energi kinetik angin, yakni sekitar 3,75 x 10l5kWh/tahun. Salah satu yang paling penting dari sistem angin global adalah sistem angin passat (trade wind) yang terdapat antara Lintang Utara 30° dan Lintang Selatan 30° dihasilkan dari pemanasan maksimum pada waktu matahari paling tinggi, yakni sekitar ekuator. Di daerah ini, udara naik

20

(zona konvergensi tropis) dan diisi kembali oleh gerakan menuju ekuator dari wilayah bagian utara dan selatan; namun karena rotasi bumi, gerakan tersebut bukan dari utara (U) ke selatan (S) atau S-U tetapi berturut-turut dari Timur Laut dan Tenggara. Lebih ke Utara dan Selatan terdapat sistem angin global lainnya yang dikenal sebagai Westerlies yang menggerakkan udara menuju daerah-daerah kutub. Pengetahuan mengenai sistem angin global bermanfaat dalam memahami sumber-sumber angin, namun hal ini tidak membantu dalam mendapatkan lokasi paling baik untuk pemasangan turbin angin di suatu wilayah; tetapi yang lebih menentukan adalah kondisi setempat (site specificness) seperti adanya pantai, gunung, dan Iainlain. Sistem arah angin dari laut ke daratan selama siang hari dan sebaliknya selama malam hari dapat sangat kuat dan hal serupa dapat terjadi dalam daerah gunung lembah, tetapi biasanya kurang kencang. Lokasi-lokasi di dekat pantai laut biasanya mempunyai angin yang lebih kuat karena kenyataan bahwa permukaan air memberikan gesekan yang lebih kecil terhadap aliran angin, tetapi juga terdapat pengecualian bergantung pada orografi setempat (misalnya gunung dan Iain-Iain) Studi kelaikan yang mencakup pengukuran jelas harus dilakukan sesuai dengan besarnya suatu proyek. Studi pembangunan SKEA 20 MW misalnya memerlukan pengukuran beberapa tahun, sementara untuk instalasi sebuah SKEA 10 kW cukup dengan beberapa pengukuran insidental yang digabungkaan dengan informasi lokal dan fenomena tanaman (Skala Beaufort). Lapisan atmosfer yang lebih sesuai untuk aplikasi energi angin adalah sampai 100 m diatas permukaan tanah; dalam lapisan ini, angin

21

dipengaruhi oleh interaksi dengan permukaan bumi yang mempunyai dua efek utama, yakni: >

>

Berkurangnya kecepatan angin karena efek gesekan sehingga kecepatan di dekat permukaan bumi lebih kecil dibandingkan dengan tempat yang lebih tinggi Terjadinya turbulensi atau perubahan kecepatan yang tiba-tiba dengan variasi frekuensi yang relatif tinggi dan stokastik. Selain itu, terdapat variasi frekuensi kecepatan angin yang lebih rendah yang disebabkan oleh berbagai efek, misalnya siklus siang-malam, badai, dan lain-lain

Pengukuran kecepatan angin biasanya dilakukan pada ketinggian standar (10 m dan 30 m diatas permukaan tanah) sedangkan menara sebuah turbin angin dapat mencapai 40 m, 50 m atau lebih. Dengan kondisi ini, diperlukan berbagai pendekatan dalam penaksiran energi dengan metoda interpolasi dan ekstrapolasi didukung oleh programprogram perangkat lunak terkait termasuk efek kekasaran Untuk Indonesia, selain oleh LAPAN, kajian-kajian data angin mencakup pengukuran di berbagai wilayah pada dasamya telah dilakukan oleh beberapa institusi. Data-data angin yang diperoleh dari BMG adalah data awal yang bermanfaat untuk melakukan kajian lanjut di suatu daerah karena pada umumnya stasiun-stasiun pengukuran BMG tidak direncanakan untuk pemasangan SKEA. Sumber data lainnya adalah dari LSM misalnya di NTT walaupun banyak yang belum lengkap untuk jangka lama bahkan untuk satu tahun penuh.

22

Data topografi yang lengkap dalam bentuk peta topografi atau model dataran digital (DTM-Digital Terrain Model atau DEM-Digital Elevation Model) belum tersedia di Indonesia dan masih harus dikompilasi (disusun). Peta yang dipublikasi oleh BAKOSURTANAL adalah seri peta topografi skala 1:500.000 yang menunjukkan ketinggian kontur 0, 100, 200, 500, 1000, 1500 meter diatas permukaan laut dan berisi sedikit kelas land use, dan dilengkapi dengan kordinat geografis dan UTM (Universal Transverse Mercator). Peta skala 1:500.000 ini dapat digunakan untuk peninjauan gambaran ikhtisar dan orientasi, akan tetapi tidak memadai sebagai dasar kompilasi untuk peta orografi atau kekasaran permukaan, misalnya untuk penggunaan metoda WASP (Wind Atlas Analysis and Application Programs). Peta geologi skala 1:250.000 dari PPPG (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geodesa) dicetak diatas peta dasar yang diperoleh dari peta AMS (Army Map Service) Amerika Serikat. Peta ini berisi informasi topografi yang lebih sedikit, tetapi kontur-kontur ketinggian digambarkan pada interval 50 m. Informasi topografi peta AMS yang lebih baru masih diperlukan karena peta ini hanya dilengkapi kordinat geografis; namun demikian, walaupun liputan keseluruhan tidak diketahui paling sedikit Timor-Timur, Rote, Sawu dan Sumba telah tercakup. Peta geologi ska 1:250.000 ini dapat juga digunakan untuk mengetahui gambaran umum, orientasi dan perencanaan walaupun rincian topografinya lebih sedikit. Informasi ketinggian dapat digunakan untuk menyarikan (digitize) peta-peta kontur ketinggian WASP, namun

23

hanya dapat untuk penyelidikan awal dan mengetahui prospek pemanfaatan angin. Pemodel aliran angin yang akurat memerlukan rincian dan ketelitian yang lebih tinggi di dekat lokasi yang direncanakan dan hams diperlihatkan dalam peta. Seri peta topografi skala 1:25.000 berisi ketinggian kontur-kontur dengan interval vertical 12,5 m juga tersedia. Peta ini digambarkan dengan metoda fotogrammetik dari foto erial 1:50.000. Peta ini berisi informasi rinci mengenai land-use (8 kelas), jalan, bangunan, pemukiman, kota, jaringan, wilayah administratif, dan Iain-lain dan dilengkapi dengan kordinat geografis dan UTM. Peta skala 1:25.000 merupakan peta dasar yang sangat baik untuk menyarikan informasi orografi dan kekasaran permukaan dengan pemodelan WASP serta penempatan turbin angin dan perencanaan ladang angin. Peta skala ini telah dipublikasikan untuk Sumba dan Pulau Rote namun belum untuk semenanjung Kupang dan Timor Barat. P a r a hadirin yang saya hoi m a t i, Dari berbagai paparan yang telah dikemukakan, pemanfaatan energi angin sebagai pemasok energi listrik adalah potensial khususnya di beberapa daerah antara lain di NTT, pantai Utara dan Selatan Jawa, Sulawesi Selatan; dan hal ini telah dibuktikan dengan dukungan data maupun proyek-proyek uji-coba dan pemanfaatan di daerah tersebut; namun untuk mengetahui data yang lebih rinci terutama pengembangan untuk skala yang lebih besar (misal interkoneksi) perlu

24

di dukung oleh peta potensi energi yang akurat mencakup kondisi topografis termasuk di wilayah lainnya. Pencapaian skala ekonomis memerlukan kapasitas turbin terpasang yang lebih besar (diatas 100 kW per unit dengan diameter 30 meter sampai 60 meter) sehingga memerlukan menara yang lebih tinggi yakni 30 meter sampai 50 meter). Dengan teknik ekstrapolasi, data data angin pada ketinggian tersebut dapat ditaksir, demikian juga energi yang dihasilkan (kWh). Hubungan pangkat tiga kecepatan angin terhadap energi menunjukkan bahwa kenaikan kecepatan angin misalnya dari 5 m/s menjadi 8 m/s akan menghasilkan pertambahan energi sebesar 33 kali. Pemetaan energi angin secara nasional memerlukan biaya tinggi terkait dengan pemasangan peralatan monitoring, pengoperasian dan pemeliharaan di berbagai lokasi; demikian juga perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk pengolahan, analisis dan evaluasi. Dengan demikian, diusulkan peningkatan kerjasama yang lebih erat antara pemerintah pusat yang diwakili oleh departemen terkait (DESM), pemerintah daerah dan LSM dengan dukungan dari instansiinstansi teknis terkait guna mempercepat pembuatan peta potensi energi angin Indonesia sebagai peta SDA nasional untuk pemanfaatan yang lebih luas yakni sebagai sumber energi untuk pemasok listrik maupun kebutuhan nasional lainnya antara lain pertanian, pengairan, kelautan, penerbangan, klimatologi dan Iain-lain. Program pemetaan ini telah dikembangkan oleh beberapa negara ASEAN dan Afrika dengan menggunakan data satelit dan GIS serta topografi dan data-data monitoring permukaan bekerjasama dengan NREL USA.

25

Para hadirin yang saya hormati, Demikianlah informasi dan masukan yang dapat kami sampaikan pada hari ini yang sekaligus juga merupakan harapan agar program pemetaan energi angin dapat dikembangkan secara nasional. Sebelum mengakhiri pembicaraan ini, saya mengucapkan terimakasih banyak atas terselenggaranya acara pengukuhan ini atas dukungan yang baik, yakni kepada Bapak Kepala LAP AN, para pejabat Eselon I dan II dilingkungan LAP AN khususnya Pusat Teknologi Dirgantara Terapan. Demikian juga kepada Kepala Bidang Konversi Energi Dirgantara beserta rekan-rekan yang telah secara bersama sama menggeluti kegiatan-kegiatan dalam bidang energi angin dalam waktu yang cukup lama dengan berbagai pengalaman suka-duka serta tantangan dan peluang yang dihadapi. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah melalui pimpinan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan P2JP LAP AN yang telah mempromosikan kami untuk mendapatkan APU ini. Terimakasih yang tulus juga saya ucapkan kepada istri dan ke-empat anak yang saya sayangi dan juga kepada sanak keluarga yang telah banyak memberikan dorongan yang sangat mengagumkan untuk mencapai hal ini. Akhir kata kepada para hadirin yang saya hormati saya mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya atas perhatian dan kehadirannya dalam acara pengukuhan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa bersama kita semua. Salam, Sahat Pakpahan

26

DAFTAR REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

8.

9.

10. 11. 12.

13.

Harry L.W, James V.R; A Siting Handbook for Small WECS; Windbooks, Pacific Northwest Lab, Washington USA; 1980 WMO; Meteorological Aspects of the Utilization of Wind as an Energy Source; Technical Notes 175; 1981 lb Troen and Erik L.P; European Wind Atlas; RIS0, Roskilde Denmark; 1989 LAP AN; Dokumen Teknis Pembuatan Peta Energi Angin; LAP AN, Jakarta; 1990 Vaugh Nelson; Wind Energy and Wind Turbines; Alternative Energy Institute, Texas, USA; 1996 Sergio Castedo; Resource Assessment for Small WECS; AWEA, USA; 1996 Sahat P, Agus N; Pembuatan Peta Potensi Energi Angin di Indonesia, Pengalaman dan Tantangan; Seminar Sehari HUT LAPAN ke-33, Jakarta; 1996 Sahat P, Nenny S; Marketing Prospect and Assessment for Local Manufacture of Wind Converters in Indonesia, Wind Power Congress; Denver Colorado USA; 1996 Sahat P; Wind Energy Development, Utilization and Prospect for Commercialization in Indonesia; Seminar of New Technology in the field of Environment, Energy Efficiency and Renewable Energy Indonesia; FME ACTIM Perancis, JCC Jakarta; 1998 J. Carsten Hansen and Niels G.Mortensen; Wind Atlas Analysis and Application Programme in Indonesia; RIS0-LAPAN; 1998 Sahat P; Strategi Pemanfaatan Listrik Tenaga Angin di Indonesia; LAPAN, Jakarta; 1999 Sahat P; Pengembangan Energi Angin untuk Sistem Kelistrikan di Indonesia; Seminar Peranan Renewable Energy dalam Kelistrikan di Indonesia Hari Listrik Nasional PLN-PJB I; Jakarta 1999 Vestas; WECS Annual Report 2000, Vestas Denmark; 2000

27

14. 15. 16. 17.

18.

19.

20.

21.

22. 23. 24. 25.

Agus N, Sahat P; Monitoring dan Inventarisasi Data Angin di Indonesia periode 1979-2000; LAPAN; 2000 Indarti; Kebujakan Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia; DJLPE, Jakarta; 2001 LAPAN; Data Angin Pantai Baron Gunung Kidul-DIY, Augustus 1998-Juli 1999; LAPAN Jakarta; 2001 Sahat P; Problem Identification and Solution for Wind Resource Assessment in Indonesia; International conference on Integrated Renewable Energy for Regional Development (CIRERD), Denpasar Bali; 2001 Sahat P; Identifikasi Masalah dalam Implementasi dan Komersialisasi Energi Angin di Indonesia dan Pemecahannya; Diskusi Teknis Tim Terpadu ET-DJLPE; Jannas LAPAN, Vol 4 No 2;2001 Sahat P; Analisis Biaya dan Keekonomian Pemanfaatan SKEA Listrik di Indonesia; Diskusi Teknis Tim Implementasi Renstra ETDJLPE; Jakarta 2001 Agus N, Sahat P; The Prospect for utilization of Medium and Large Scale WECS in Indonesia; Indonesia-Netherlands Join-Energy Workshop; Bali 2001 LAPAN; Studi dan Kajian Interkoneksi SKEA dengan Jaringan Listrik Umum (grid) untuk Pembangkit Listrik di Indonesia; LAPAN Jakarta; 2002 Adi Lagur; Komersialisasi Wind Turbine di Indonesia; Pengalaman di NTT; Winrock International, NTT; 2002 Umar Said Dr Ir; Tinjauan Kebijakan Pengembangan ET selama ini; Panel Diskusi Nasional METI; Jakarta; 2002 DESM; Konsepsi Energi Hijau, Strategi untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan; Jakarta, 2002 DESM; Pokok-pokok Kebijakan Energi Nasional 200-2020; Jakarta 2003

28

T-l:Jumlah Lokasi Monitoring Data Angin di Indonesia(kumulatif)

81

93

94

95

96

97

92

94

95

96

97

98

5 15

-

-

-

-

-

1

1

2

2

6

-

-

-

-

1

1 4 5

5 6 7 2

8 6 7 2

-

-

21

25

2 8 6 9 2 1 30

3 2 16 8 6 9 10 22 2 2 2 1 36 67

99 00 01 02

03

3 4 6 7 10 13 14 15

8 18

Tahun Wilayah Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi NTB NTT Maluku Irian Jaya Jumlah

-

1 2 -

-

25

11

4 24 11 28 2 3 89

5 27 12 30 2 3 99

T-2:Lokasi dengan Kec Angin Rata rata tahunan > 4,0 m/s* No 1 2 3 4 5

Lokasi/Wilayah Atambua,NTT Tomenas SOE,NTT Oelbubuk SOE,NTT Baing,Sumba NTT Waikabubak,Sumba NTT

Kec, m/s 7,3 7,0 6,9 6,8 6,8

6 28 12 32 2 3 105

7 29 12 34 2 3 113

29

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Waingapu,Sumba NTT 6,6 Kananggar Sumba,NTT 6,6 Baun Kuang,NTT 6,6 Rote,NTT 5,8 Sakteo SOE,NTT 5,8 Giligede,Lombok NTB 5,5 Bungaiya,Sulsel 5,6 Netpala,NTT 5,4 Palakahembi Sumba,NTT 5,4 Parangtritis,DIY 5,4 Napu-Sumba,NTT 5,3 Dusun V-Pulau Semau 5,2 Bulak baru-Jepara,Jateng 5,2 Mondu,NTT 4,9 Nangalili-Flores,NTT 5,1 Tembere-Lombok,NTB 4,9 Nangandoro,NTB 4,8 Kolak-Rote,NTT 4,6 Walakiri,NTT 4,6 Maubesi,NTT 4,6 Papagarang,Manggarai,NTB 4,6 Sambelia Lombok,NTB 4,6 Nusa,NTT 4,4 Pameungpeuk,Jawa barat 4,4 Nembrala-Rote,NTT 4,3 Ternate-Ambon 4,3

*ketinggian 40 m diatas permukaan tanah;WASP

30

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PERSONAL 1. Nama Lengkap 2. Instansi 3. NIP 4. Tempat,tanggal lahir 5. Pangkat/Golongan 6. Jabatan Fungs i on al 7. Agama 8. Status 9. Isteri 10. Anak

11. Alamat Kantor

12. Alamat Rumah

: IT Sahat Pakpahan IPM, MM,APU : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional(LAPAN) :300000460 : Batujagar,15 Augustus 1945 : Pembina Utama Madya,IV/d : Ahli Peneliti Utama : Kristen Protestan : Nikah dengan 4 anak : B. T.D. Siregar Sormin : 1. Ignatine Saulina R, Ssi,Apt 2. Regina Stefani D, S Kom 3. Alkmarisa Lydia M 4. Janet Petrina Mutiara : Jalan Pemuda Persil No 1 Telp 4892802, Fax 4894815 Jakarta Timur : Kompleks INKOPPOL Blok EIINo85 Jakasampurna,Bekasi Barat Telp. 8844056 Email :sahat_p @ hotmail.com

31

II. RIWAYAT PENDIDIKAN,PELATIHAN DAN KURSUS a. Pendidikan formal dan profesi 1. SD Negeri Dolok Sanggul Tapanuli Utara,1951-1957 2. SMP Negeri Dolok Sanggul Tapanuli Utara, 1957-1960 3. SMA Teladan Negeri Medan, 1960-1963 4. Sarjana Teknik Jurusan Fisika Teknik Instrumentasi ITB (SI) : 1973 5. Insinyur Professional Madya (IPM), Jakarta, 1998 6. Magister Mangement ( MM)- S2, Jakarta : 1999 7. Ahli Peneliti Utama (APU), LAP AN, Desember 2002 b. Pendidikan Penjenjangan 1. Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan (SEPALA), LAN: 1985 2. Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya ( SEPADYA), LAN: 1990 3. Manajemen Proyek, LAN: 1989 4. Training of Trainer (TOT), LAN : 1995 5. Training Pembuatan Usulan Proyek ,LIPI/RISTEK : 1995 c. Bahasa Kursus Bahasa Inggeris, LIA Jakarta , 2 tahun ( 1980-1982) d.Training/ Pelatihan Teknis 1. Training Komputer /Kalkulator Hewlett Packard,Singapura (1973) 2. Training Komputer Digital,DEC PDP, Sunnyvale ,Calif,USA (1974).

32

3. Training Rancangan Sistem Konversi Energi Angin, DLR Oberpfaffenhofen, Munchen,Jerman ( 1981). 4. Training Instrumentasi dan Kontrol Sistem Konversi Energi Angin, Univ GHK Kassel ,Jerman ( 1982). 5. Training on Subsonic Windtunnel, Aerolab Maryland, USA ( 1982). 6. Training on Wind Energy Technology, ECN Petten, Belanda ( 1983). 7. International Course on Wind Energy, IIET Enchede,Belanda, ( 1987). 8. Training Sistem Pengukuran Angin dan DCP (data collecting platform), DLR Jerman, ( 1987). 9. International Course on Wind Energy, ECN Petten,Belanda, ( 1999).

HI. RIWAYAT JABATAN a. Struktural 1. Kepala Bidang Energi dan Spin -off Dirgantara, LAP AN ( 1988-1989) 2. Kepala Bidang Teknologi Dirgantara Terapan ,LAPAN ( 1989-2001) b. Fungsional 1. Asisten Peneliti Muda (1-1-1981) 2. Asisten Peneliti Madya (1-1-1981) 3. Ajun Peneliti Muda ( 1-3-1982) 4. Ajun Peneliti Madya ( 10-1-1983)

33

5. 6. 7. 8. 9.

Peneliti Muda ( 1-9-1985) Peneliti Madya ( 1-3-1989) Ahli Peneliti Muda ( 1-7-1995) Ahli Peneliti Madya ( 1-11-1998) Ahli Peneliti Utama, -12-2002

c. Diluar Tugas Pokok 1. Anggota P2JP LAP AN ( 1988 - 1993) 2. Anggota Komisi Pakar LAPAN,SK Kepala LAP AN 3. Kep/023/ni/2001 (2001 sampai sekarang) 4. Kordinator Kelompok Kerja Pakar Kedeputian LAP AN, 5. SK 074/V/2001 ( 2001 sampai sekarang) 6. Ketua Dewan Pengarah Seminar IPTEK Dirgantara LAPAN, 2001 7. Anggota Dewan Pengarah Seminar IPTEK Dirgantara LAPAN, 2002 dan 2003 8. Dewan Redaksi Jurnal Teknologi Dirgantara LAPAN,2003

IV.RIWAYAT KEPANGKATAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Calon pegawai negeri sipil ,PNS (Capeg), Ill/a (1-2-1979) Penata Muda, Ill/a (1-4-1979) Penata Muda Tingkat I, Ill/b ( 1-4-1983) Penata, III/c (1-10-1985) Penata Tingkat I, Ill/d (1-10-1989) Pembina, IV/a (( 1-4-1991) Pembina Tingkat I JV/b ( 1-10-1995) Pembina Utama Muda, IV/c ( 1-10-1998) Pembina Utama Madya, IV/d ( 1-10-2000)

34

V. PENGALAMAN KERJA 1. PT Bah Bolon Trad Co; Kepala Divisi Workshop ( 1973-1974), Jakarta 2. PT ELNUSA, ( 1974-1978),sebagai: Instrumen Engineer Sales Engineer - Kordinator Diklat Sistem Instrumentasi Untuk Pengeboran Minyak di Unit unit Pertamina 3. LAPAN : 1978 - sekarang - Pemimpin Proyek Energi Angin : 1988 - 1993 - Kepala Bidang Energi dan Spin-off: 1988-1989 Kepala Bidang Teknologi Dirgantara Terapan : 19892001 - Peneliti di Pusat Teknologi Dirgantara Terapan LAPAN : Ahli Peneliti Utama (2002)

VI. PENGALAMAN MENGAJAR DAN INSTRUKTUR 1. Dosen KIP Teknik Elektro Jakarta, 1983 2. Dosen UPN Teknik Jakarta, 1986 3. Dosen Sekolah Teknik Perkapalan Mahajaya Jakarta, 19821983 4. Dosen STTJ Jakarta Jurusan Elektro Jakarta, 1985-1987 5. Dosen STTJ Jurusan Elektro Jakarta , 2000 sampai sekarang 6. Instruktur pada Pelatihan Pengenalan dan Penyebarluasan Teknologi EBT di lingkungan DEPDJKBUD; Bogor 1998

35

7. Instruktur pada Pelatihan Pengenalan dan Penyebarluasan Teknologi EBT di Propinsi NTT; Kupang, 1998 8. Instruktur pada Pelatihan Pengenalan dan Penyebarluasan Teknologi EBT di Propinsi D.I.Yogyakarta; 1998 9. Instruktur pada Pelatihan Pengenalan dan Penyebarluasan Teknologi EBT di lingkungan Depdikbud; 1999 10. Instruktur pada Penyuluhan Energi Altematif, Departemen Pendidikan Nasional; 2001 11. Instruktur pada Pelatihan dan Penyuluhan Energi Alternatif, Departemen Pendidikan Nasional; 2002.2003 12. Instructur Renewable Energy untuk peserta dari Afrika;Penyelenggara JICA-IPB Bogor,2002

VII. PERTEMUAN ILMIAH INTERNASIONAL 1. 2. 3. 4. 5.

KongresIAF,Paris, 1982 International Group Meeting on Wind Energy,Yogyakarta,1990 (pembicara) AWEA Symposium,Palm Springs,Calif,USA,1991 ( pembicara) Symposium on Renewable Energy Sources, Los Angeles, Calif, USA, 1991 6. European Community Conference on Wind Energy, Travemunde, Jerman,1993 7. Visiting Study on Wind Energy : Germany,England,Vienna 8. ( 1993) 9. NRSE( New and Renewable Source of Energy) ASEAN Group Meeting,Jakarta,1995 10. NRSE ASEAN Group Meeting. Kuala Lumpur Malaysia, 1996

36

11. NRSE ASEAN Group Meeting, Manila Pilippina, 1997 12. AWEA ( American Wind Energy Association ) Congress, Denver, Colorado,USA,1996(penyaji makalah) 13. APEC International Conference on Renewable Energy, JCC,Jakarta,1996 14. International Conference on Integrated Renewable Energy for Regional Development ( CIRERD),Den Pasar Bali, 28-31 Augustus 2001 (pembicara) 15. Indonesia- Netherlands Joint-Energy Workshop , Denpasar Bali, 17-19 September, 2001(penyaji makalah)

VIII. ASOSIASI PROFESI 1. Anggota KNI-WEC ( Komite Nasional Indonesia-World Energy Council): 1981-sekarang 2. Anggota AWEA ( American Wind Energy Association) : 19901997 3. Anggota PII (Persatuan Insinyur Indonesia): 1998-sekarang 4. Anggota METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) dan Pokja METI 5. Anggota Panitia Teknik Standar Nasional Indonesia (SNI) : 1988-sekarang 6. Anggota Panitia Teknis Sumberdaya Energi (PTE): 1992-2000 7. Anggota Panitia Penyusunan RIPEBAT( Rencana Induk Pengembangan Energi Baru dan Tebarukan),DJLPE, 1998 8. Anggota Panitia Penyusunan Rencana Strategis ( RENSTRA) Energi Baru dan Terbarukan,DJLPE,1999 9. Anggota Tim Implcmentasi EBT, DJLPE,2001

37

10. Anggota Tim Terpadu Energi Terbarukan,DESM(Departemen Energi dan Mineral),2001

Baru Sumber

dan Daya

IX. PENERJEMAHAN DAN PEMBUATAN BUKU PELAJARAN PERGURUAN TINGGI 1. David Cooper/ Sahat Pakpahan; Instrumentasi dan Teknik Pengukuran ( penerjemah); Penerbit ERLANGGA,Jakarta,1985 2. D.Edminster/ Sahat Pakpahan; Rangkaian Listrik, Schaum Series 3. ( penerjemah); Penerbit ERLANGGA; Jakarta, 1987 4. Dasar Dasar Televisi Berwarna ( Penerjemah); Penerbit ERLANGGA,Jakarta, 1988 5. Pakpahan S; Kontrol Otomatik : Teori dan Penerapan ; PenerbitERLANGGAJakarta, 1988 6. Michael Neidle/ Sahat Pakpahan;Teknologi lnstalasi Listrik, 7. Edisi 3 ; Penerbit ERLANGGA, Jakarta, 1989 ( penerjemah) 8. Handouts untuk penyuluhan dalam Bidang Energi Angin

Jakarta, Oktober 2003 Yang membuat.

DAFTAR KARYA ILMIAH Sahat Pakpahan 1.

Kontribusi Energi Angin Memasuki Era Komersialisasi.; Lokarya KNI WEC. Jakarta 25-27 Juli 1995

2.

Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Energi Angin untuk Mendukung Program Listrik Pedesaan di Indonesia;. Seminar Antariksa Nasional 26 Oktober 1995

3.

Wind Energy Utilizations in Indonesia: Prospect of Marketing and Local Manufacture of Wind Converters;. LAPAN-DLR Workshop on Wind Energy Utilizations & Commercialization Prospect in Indonesia 5 Desember 1995

4.

Wind Turbine Feasibility for Commercial Use in Indonesia.; ASEAN Expert Meeting (NRSE), Jakarta 9-11 Januari 1996

5.

Desa Angin Percontohan Jepara (Rancangan, Pembangunan dan Pemanfaatan). Disusun dalam rangka Penerapan Hasil IPTEK dalam Praktek yang menghasilkan produk system pembangkit listrik dengan tenaga, 1996

6.

Wind Energy Project Development in Indonesia; Adi S., Sahat P., Toto M.K. Presented on AIJ Workshop, Hotel Indonesia, Jakarta, June , 1996.

7.

Marketing Prospect and Assessment for Local Manufacture of Wind Energy Converters in Indonesia; Wind Congress, Denver Colorado USA,June,2327,1996 ( Sahat P, Nenny Sri Utami DJLPE)

8.

Wind Energy and Its Potential Utilization for Rural Electrifications in Indonesia. International Sustainable Energy Conference, Jakarta, July, 1996.

9.

Pembuatan Peta Potensi Energi Angin di Indonesia, Pengalaman dan Tantangan;. Seminar Sehari HUT LAPAN ke-33 ; 26 Nopember 1996 ( Sahat P, Agus N)

10.

Pengembangan Teknologi Kontrol pada Sistem Hibrida Angin, Surya dan Otonomous untuk Penyediaan Listrk di daerah Pedesaan dan Terpencil. Hasil Penelitian pada RUT. Disampaikan pada Seminar RUT - DRN, Serpong, Januari 1997. ( Tim RUT )

11.

Program Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Angin di Indonesia,Seminar Departemen Koperasi,9 Juli 1997 ( Sulistyo A, Sahat P)

12.

Wind Energy Development, Utilization and the Prospect for Commercialization. Presented on Seminar of New Technology in the field of Environment, Energy Efficiency and Renewable Energy, Indonesia - FME ACTIM French, Jakarta JCC, 16-17 April 1998.

13.

Wind Energy Program and Activities in Indonesia. Presented on Seminar/Workshop on Maximum Use Environmental Friendly Local Materials for Affordable Living Solution; Jakarta, April, 27, 1999; organized by BPPT(Sahat P, Agus N )

14.

Pengembangan Energi Angin untuk Sistem Kelistrikan di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar: Peranan Renewable Energy dalam Kelistrikan di Indonesia; Hari Listrik Nasional / PLN PJB I, Jakarta, 14 Oktober 1999.

15.

Analisis Biaya dan Keekonomian Pemanfaatan Sistem Konversi Energi Angin untuk Penyediaan Listrik di Indonesia.; Diskusi Teknik/ Lokarya Tim Implementasi Renstra Energi Terbarukan (ET), Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), Hotel Wisata Jakarta, 9 Februari 2001.

16.

Identifikasi Masalah dalam Implementasi dan Komersialisasi Energi Angin di Indonesia dan Pemecahannya. ; Diskusi Teknis Tim Terpadu Energi Terbarukan (ET), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, 9 Mei 2001.

17.

Tinjauan dan Strategi Finansial Pemanfaatan Energi Angin untuk Penyediaan Listrik. Disampaikan pada Diskusi Teknik. Tim Implementasi Renstra. DJLPE, Departemen Pertambangan dan Energi; Hotel Wisata, Jakarta, 2001.

18.

Problem Identification and Solution for Wind Resource Assessment in Indonesia. Presented on the International Conference on Integrated Renewable Energy for Regional Development (CIRERD), Denpasar-Bali, August 28-31 2001.

19.

The Prospect for Utilization of Medium and Large Scale WECS (Wind Energy Conversion System) in Indonesia.;The Sixth Indonesia - Netherlands Joint Energy Workshop, Denpasar - Bali, 17-19 September 2001.