PEMETAAN TINGKAT ANCAMAN BENCANA GEMPA BUMI DI

Download JURNAL APLIKASI FISIKA. VOLUME 7 NOMOR 2. AGUSTUS 2011. 56. Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Gempa Bumi di Kecamatan Kolaka,. Kabupaten ...

2 downloads 589 Views 455KB Size
JURNAL APLIKASI FISIKA

VOLUME 7 NOMOR 2

AGUSTUS 2011

Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Gempa Bumi di Kecamatan Kolaka, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara Masri, Firdaus, Deniyatno Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Haluoleo

Abstrak Telah dilakukan penentuan tingkat ancaman bencana gempa bumi dan pembuatan peta tematik untuk mengetahui sebaran daerah rawan bencana gempa di kecamatan Kolaka, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Tingkat ancaman ditentukan berdasarkan akumulasi perkalian bobot dan skor parameter fisis yang mempengaruhi bencana gempa bumi. Teknik pembobotan dan skorsing menggunakan skala borgadus, sedangkan penentuan kelas interval tingkat ancaman menggunakan metode aritmatik. Informasi tingkat ancaman disajikan dalam peta tematik yang dibuat dengan menggunakan software ArcView 3.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ancaman gempabumi hanya dalam tingkat menengah yang tersebar hampir di seluruh kelurahan sepanjang zona patahan, Kata Kunci : Gempa Bumi, Bencana alam, Kolaka, Peta tematik

Pemetaan ancaman meliputi identifikasi jenis ancaman, pengumpulan data dasar dan data lapangan, analisis dan zonasi intensitas ancaman, dan diakhiri dengan validasi hasil zonasi. Tujuannya adalah memberikan informasi distribusi spasial daerah yang terancam oleh suatu jenis bencana beserta informasi magnitudo pada setiap zona yang terancam. [1][2] Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan dalam memetakan keberagaman informasi karakteristik area baik dalam ruang dan waktu. Informasi spasial dapat menyediakan informasi lingkungan yang sangat berguna dari area dengan skala bervariasi dari keseluruhan benua sampai area yang sangat kecil. Pada fase mitigasi, SIG digunakan untuk mengelola data berukuran besar yang dibutuhkan untuk memperkirakan adanya resiko atau bahaya yang dapat berpotensi menjadi bencana. [8] Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya upaya identifikasi tingkat ancaman bencana gempa bumi di Kecamatan Kolaka. Selanjutnya disajikan dalam informasi spasial berupa peta tematik daerah rawan bencana gempa berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).

1. Pendahuluan Kecamatan Kolaka terletak di sebelah tenggara jazirah Sulawesi. Daerah ini tersusun atas wilayah perbukitan dan endapan alluvium di daerah pesisir. Tingkat intensitas hujan yang tinggi (2000mm/tahun) sangat memungkinkan terjadinya banjir dan tanah longsor. Struktur geologi wilayahnya juga tersusun dari sesar aktif Kolaka, pemekaran teluk Bone, serta berhadapan langsung dengan lempeng tektonik aktif di Laut Flores yang dapat memicu gempabumi dan tsunami. Secara historis, gempabumi pernah terjadi pada tanggal 27 Desember 2006 dari aktivitas patahan di Teluk Bone yang dirasakan hampir di seluruh Kabupaten Kolaka. Perkembangan pemahaman dan pengetahuan kebencanaan di Inodenesia telah memunculkan paradigma baru penanggulangan bencana, yaitu paradigma pengurangan risiko bencana. Dalam paradigma ini, bencana dibagi menjadi tiga aspek, yaitu ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kemampuan /kapasitas (capacity). Salah satu implementasi kegiatan pengurangan resiko bencana adalah pemetaan ancaman bencana.

56

Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Gempa Bumi di Kecamatan Kolaka... (Masri, dkk.)

2. Geologi Lokasi Penelitian Daerah Kecamatan Kolaka terletak di jazirah Tenggara pulau Sulawesi. Memanjang dari utara ke selatan pada bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis, Kecamatan Kolaka terletak pada koordinat 3,968o LS – 4,089o LS dan 121,596o BT – 121,743o BT. Keadaan morfologi wilayah Kecamatan Kolaka pada umumnya tediri dari perbukitan yang memanjang dari utara ke selatan. Diantara gunung dan bukit terbentang dataran-dataran rendah di daerah pesisir pantai di sebelah barat yang merupakan wilayah perairan laut Bone.

Gambar 1. Peta Geologi Daerah Penelitian

2.1. Stratigrafi Berdasarkan peta geologi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Sulawesi Tenggara pada gambar 1 dan peta geologi lembar Kolaka oleh Simandjuntak, stratigrafi Kecamatan Kolaka dapat dibagi dalam tiga formasi batuan berikut : a. Kompleks Mekongga (Pzm) Kompleks Mekongga (Pzm) pada Lembar Lasusua – Kendari disebut batuan malihan Paleooikum. Pada peta geologi yang dibuat oleh Dinas pertambangan dan Energi Sultra (2005) menyebutnya (Pcm) Kompleks batuan ini terdiri atas batuan metamorf berupa sekis, geneis dan kuarsit. Sebaran batuan ini sangat luas (55%)di bagian barat, tengah dan utara Kab. Kolaka yang membentang di arah utara pegunungan Mekongga hingga selatan

57

Raterate. Kedua lembar peta menyebutkan bahwa batuan ini berumur Karbon – Permian. b. Kompleks Pompangea (MTpn) Jenis batuan penyusun formasi ini adalah sekis, pualam, dan batu gamping. Jenis batuan sekis sangat mudah mengalami pelapukan. Batuan ini mempunyai kontak struktur geser dengan batuan yang lebih tua di bagian utara yaitu Kompleks Mekongga (Pzm). Berdasarkan penarikan umur oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (1993), Kompleks Pompangeo mempunyai umur Kapur Akhir–Paleosen bagian bawah sedangkan umur oleh Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Tenggara adalah Karbon Akhir–Permian atau sama dengan Kompleks Mekongga (Pzm). Sebaran batuan ini relatif sempit, terdapat di bagian selatan daerah penelitian. c. Endapan Aluvium (Qa) Aluvial (Qa) adalah endapan termuda dan hingga kini masih berlanjut. Material penyusunnya berupa kerikil, pasir, kerakal, lempung dan unsur organik yang terendapkan bersama. Sebarannya sangat terbatas di beberapa muara sungai dan pantai. Luas sebarannya tidak lebih dari 2,5% dari luas wilayah Kab. Kolaka. Satuan ini berasal dari endapan sungai, rawa dan pantai sebagai endapan permukaan. Satuan aluvium ini diperkirakan Holosen. Endapan Aluvium dapat ditemui di sepanjang pesisir pantai Kecamatan Kolaka. [9] 2.2. Struktur Geologi Struktur geologi di daerah penelitian sebagian besar berbentuk kelurusan-kelurusan yang diakibatkan oleh pengaruh pembentukan pegunungan, perlipatan secara intensif dan sesar naik pada lengan tenggara pulau Sulawesi. Terdapat beberapa sungai besar seperti sungai Balandete dan Kolaka yang memanjang ke arah timur laut yang mengalir diantara perbukitan. Wilayah ini tersusun umumnya oleh batuan-batuan ultramafik dan metamorf yang berumur tua (Paleozoikum). Batuan-batuan berumur tua yang muncul ke permukaan ini menandakan bahwa wilayah

58

JAF, Vol. 7 No. 2 (2011), 56-61

Sulawesi Tenggara pada umumnya terbentuk oleh tektonik yang kuat dan intensif. Berdasarkan peta geologi oleh Dinas Pertambangan dan Energi Sultra (2005), maka di daerah penelitian terdapat satu patahan mayor yang dideskripsi sebagai patahan geser menganan dan berarah utara barat laut – tenggara dan mulai melewati Kolaka Kota hingga ke Selat Tiworo di selatan. Patahan ini memotong seri batuan yang tua seperti Kompleks Mekongga dan Kompleks Pompangeo, namun tidak memotong batuan muda seperti Formasi Langkowa di selatan. Berdasarkan fenomena tersebut maka patahan mayor tersebut terjadi sebelum formasi Langkowa terbentuk pada Miosen Tengah. Beberapa patahan minor juga dijumpai di wilayah studi yang umumnya patahan turun. Patahan minor ini umumnya berarah tegak lurus dengan arah kedua patahan mayor di atas. Berdasarkan teori mekanisme pergerakan lempeng dan pensesaran, jika patahan minor ini terjadi dalam suatu seri waktu, maka patahan minor ini merupakan patahan ikutan dari patahan mayor.[9] 3. Gempabumi Gempa bumi pada hakikatnya adalah pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi yang disebabkan oleh energi yang dihasilkan oleh pergerakan batuan-batuan penyusun bumi. Pada saat mengalami gerakan yang tiba-tiba akibat pergeseran batuan, energi stress yang tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang kita kenal sebagai gempa bumi.[10] Energi getaran gempabumi dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat mengakibatkan kerusakan dan keruntuhan bangunan serta dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa ini juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan dan kerusakan tanah lainnya yang merusakkan permukiman disekitarnya. [5][7]

Besarnya intensitas gempabumi di suatu tempat tidak tergantung dari besarnya kekuatan gempabumi (magnitude) saja namun juga tergantung dari besarnya jarak tempat tersebut ke sumber gempabumi dan kondisi geologi setempat.[3] Penentuan tingkat ancaman gempabumi didasarkan pada tiga komponen, yaitu jalur patahan, keberadaan sungai dan tingkat kerusakan infrastruktur. Potensi gempabumi ditentukan berdasarkan jaraknya dari lokasi patahan (sebagai pemicu gempa) serta keberadaan sungai–sungai besar yang terbentuk akibat patahan dan mengalir pada jalur patahan.[2] Jarak aman untuk kestabilan wilayah pemukiman dari areal sesar/patahan adalah lebih dari seribu meter (>1000m), sedangkan jarak pemukiman 100-1000m merupakan jarak yang rentan apabila terjadi gempa dengan magnitudo yang cukup tinggi, sedangkan jarak kurang dari seratus meter (<100 m) adalah daerah pemukiman yang sangat rawan mengalami kerusakan akibat gempa.

Gambar 2. Peta kondisi Seismotektonik Pulau Sulawesi Tahun 1973-2007

4. Metode Penelitian Sistematika penelitian ini mulai dari obsevasi daerah penelitian, pengambilan data hingga pada pembuatan peta tematik tingkat ancaman bencana gempabumi di Kecamatan Kolaka Kabupaten Kolaka, secara lengkap disajikan dalam diagram alir berikut :

Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Gempa Bumi di Kecamatan Kolaka... (Masri, dkk.)

59

parameter yang memiliki kelas interval yang sama. Tingkat ancaman dinyatakan dalam tiga indikator warna yang berbeda sesuai dengan banyaknya kelas. Proses pengolahan data hingga pembuatan peta tematik masing-masing bencana disajikan pada gambar 4.

Gambar 3. Diagram alir penelitian

Gambar 4. Diagram alir pembuatan peta tematik gempabumi

Pembuatan peta tingkat ancaman menggunakan software ArcView GIS 3.3. Peta daerah penelitian dibagi menjadi beberapa daerah yang menggambarkan areal dengan tingkat ancaman yang berbeda. Areal dibuat dengan menghubungkan titik-titik data

5. Hasil dan Pembahasan Pada studi ancaman bencana gempabumi di daerah penelitian tidak mengkaji aktivitas tektonik pada wilayah patahan. Parameter bencana yang digunakan adalah jarak dari patahan, jarak dari sungai, susunan formasi geologi, serta kepadatan dan kekuatan infrastruktur. Jarak titik data dari patahan dan sungai diperoleh melalui grid titik pada software ArcView dan penampakan citra melalui aplikasi google earth. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa beberapa wilayah pemukiman terletak di sekitar patahan mayor dan muara sungai. Sedangkan patahan minor memotong perbukitan dari arah tenggara-timur laut sejajar aliran sungai Balandete Gelombang seismik gempa bumi yang berasal dari episenter akan menjalar ke segala arah menuju permukaan bumi. Gelombang ini memiliki amplitudo yang tinggi di daerah episenter dan semakin melemah jika menjalar manjauhi episenter. Atas dasar ini maka jarak dari patahan menjadi parameter paling dominan dalam penentuan ancaman gempa bumi. Titik data parameter yang terletak di zona sesar (<100m) memiliki skor yang tinggi dibanding titik data yang terletak jauh dari zona sesar (>1000m). Demikian halnya pemberian skor untuk titik data yang dekat ataupun jauh dari badan sungai. [3] Selain itu, beberapa jenis formasi geologi memiliki struktur geologi yang dapat menimbulkan efek penguatan (amplifikasi) gelombang permukaan sehingga dapat merusak, seperti endapan muda alluvial yang cukup tebal. Sedangkan efek destruktif dapat terjadi pada gelombang permukaan jika melalui struktur geologi yang stabil dan kokoh seperti batuan beku ultra basa, sehingga, formasi geologi juga menjadi parameter bencana namun tidak diberikan bobot yang besar seperti kedua parameter sebelumnya,

60

JAF, Vol. 7 No. 2 (2011), 56-61

mengingat dominasi pengaruhnya yang cukup rendah. Pada formasi geologi, lahan alluvium diberikan skor terbesar dan formasi yang memiliki struktur batuan yang kompak dan padat diberikan skor terkecil seperti formasi Mekongga dan Boeara.[4]

Klasifikasi tingkat selanjutnya dilakukan

ancaman dengan

mengakumulasikan perkalian skor dan bobot menjadi total skor kemudian dihitung interval kelas dengan metode aritmatik. Interval nilai 100-203 tergolong dalam kategori tingkat ancaman rendah, interval nilai 204-307 tergolong dalam kategori menengah, sedangkan interval nilai 308-410 tergolong dalam kategori tinggi.

PE T A T I N G K A T A N C A M A N G E M PA B U M I KECA M A TA N KO LAK A

34 2 0 0 0

34 5 0 0 0

34 8 0 0 0

35 1 0 0 0

35 4 0 0 0

35 7 0 0 0

36 0 0 0 0

K e c. 95 5 8 0 0 0

M

95 5 8 0 0 0

o w e w e

K e c . L a ta m b a g a

95 5 5 0 0 0

95 5 5 0 0 0

W# a tu lia n d u S

L a lo h a e

L a m o k a to

# S

# S

95 5 2 0 0 0

95 5 2 0 0 0

T e lu

L a lo m b a a

k

# S

B o n

# S

e

Taho a # S

K e c . W u n d u la k o

B a la n d e te # S

S a b ila m b o 95 4 9 0 0 0

95 4 9 0 0 0

34 2 0 0 0

34 5 0 0 0

Le ge nd a T in g k a t A n c a m a n R en da h M e ne ng ah T in g g i # K e lu ra h a n S #

34 8 0 0 0

35 1 0 0 0

35 4 0 0 0

36 0 0 0 0

0

K e te ra n g a n D a tu m S is tem G rid S um be r D a ta

35 7 0 0 0

: W G S 84 : U TM : O b s erva s i K om pil as i P e ta T em atik C itra G oo gle E a rt h 4.2 p ro

2

4 Km

N

W

E

B a ta s K e c a m a ta n

S

B a ta s K e lu ra h a n S u n g a i B e sa r

S ka la 1 : 1 0 0 .0 0 0

Ja la n P ro v in s i S e sa r/F a u lt

D ib ua t O leh S ta m bu k W ak tu P em bu ata n

: M a s ri : F 1B 1 0 6 0 04 : A gu st us 20 10

P ro gra m S tu di F is ika Fa k ulta s M ate m a tik a d an Ilm u P e ng e tah ua n A la m U nive rs ita s H a luo leo

Gambar 5. Peta tematik tingkat ancaman gempabumi Kecamatan Kolaka

Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Gempa Bumi di Kecamatan Kolaka... (Masri, dkk.)

Terlihat bahwa 12% wilayah Kecamatan Kolaka merupakan daerah dengan ancaman gempa bumi yang menengah. Sisanya, merupakan daerah dengan tingkat ancaman rendah yang sebagian besar adalah daerah yang jauh dari patahan dan badan sungai. Daerah dengan tingkat ancaman gempa bumi yang menengah terdapat hampir di seluruh kelurahan,kecuali Kelurahan Tahoa dengan tingkat ancaman rendah. Patahan mayor yang berarah utara barat laut – tenggara melewati daerah penelitian memotong seri batuan tua kompleks Pompangea di daerah tenggara dan kompleks mekongga di daerah lereng bukit hingga perbukitan. Patahan minor berarah tegak lurus dengan arah patahan mayor juga membujur sepanjang Kelurahan Sabilambo. Daerah pemukiman dengan berbagai infrastruktur terletak di zona sesar, susunan formasi daerah yang didominasi oleh alluvium dan kedekatan dengan badan sungai menghasilkan akumulasi bobot pada kelas menengah. Daerah dengan tingkat ancaman ini tersebar searah dengan arah orientasi patahan. Beberapa wilayah pesisir dan kelurahan Tahoa tergolong aman, disebabkan oleh minimnya infrastruktur yang terdapat pada daerah tersebut. Berdasar peta seismotektonik Sulawesi (gambar 2), terdapat beberapa titik aktivitas seismotektonik pada kedalaman dangkal di sekitar Kecamatan Kolaka. Data historis sebaran kejadian gempabumi yang diperoleh melalui stasiun geofisika klas IV Badan Metereologi dan Geofisika Kendari menunjukkan sebaran gempabumi di wilayah Kolaka Utara dan sekitarnya dalam kurun waktu 1998 – 2007 memiliki magnitudo ratarata sebesar 4,9 SR dengan kedalaman episenter yang dangkal. Dapat disimpulkan selama kurang lebih satu dekade, tidak terdapat aktivitas seismik dengan magnitudo yang tinggi di Kecamatan Kolaka. Hal ini perlu menjadi pertimbangan mengingat peta tingkat ancaman yang dibuat berdasarkan asumsi gempabumi dengan magnitudo menengah (6-6,5 SR)

61

Daftar Pustaka [1]. _________, 2008, Undang - Undang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Badan Nasional Penaggulangan Bencana : Jakarta. [2]. _________, 2008. Buku Metode Pemetaan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta. [3]. Gunawan, Ibrahim dan Subardjo, 2004. Pengetahuan Seismologi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta. [4]. Haifani, Akhmad Muktaf. 2008. Pemetaan Kecepatan Gelombang Shear (Vs) Berkaitan Dengan Potensi Kerusakan Akibat Gempa Bumi (Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir). Bapeten : Yogyakarta. [5]. Harjadi, Prih. ARatag, Mezak, Karnawati, Dwikorita (UGM), Rizal, Syamsul, Surono, Sutardi, Triwibowo, Hermono Sigit (KLH), AtikWasiati, Yusharmen, Pariatmono (Ristek) Triutomo, Sugeng, DESS (Lakhar BAKORNASPB), WisnuWidjaja, 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. BAKORNAS PB : Jakarta. [6]. Prasetya, Tiar. 2006. Gempa Bumi dan cara penanggulangannya. Gita Negeri : Jakarta. [7]. Sadisun I. A., 2008. Pemahaman Karateristik Bencana : Aspek Fundamental dalam Upaya Mitigasi Dan Penanganan Tanggap Darurat Bencana. Pusat Mitigasi Bencana. Institut Teknologi Bandung(ITB), Bandung. [8]. Sembiring, Kristantus, 2007. Aplikasi Sistem Informasi Penanggulangan Bencana di Indonesia. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung : Bandung. [9]. Simandjuntak, T.O., Surono, dan Sukido, 1994. Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi Skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung. [10]. .Suryani, Thesa Adi. 2007. Analisis Komparatif Nilai Parameter Sismotektonik Dari Hubungan Magnitudo-Kumulatif dan Nonkumulatif untuk Jawa Timur Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil dan Metode Maksimum Likelihood dari Data BMG dan USGS Tahun 1973 - 2003. Skripsi S1 Jurusan Matematika Universitas Negeri Semarang : Semarang.