Pencegahan Primer, Sekunder & T ersier (Sistem Neurobehavi or) dr. Riska Yulinta V, MMR
Pengertian Neurologi
neuro: syaraf logi (logos): ilmu
Neurologi adalah ilmu yang mempelajari tentang syaraf dan berbagai kelainan yang terjadi
• Sistem saraf adalah pusat komunikasi dan pengambil keputusan. SISTEM SARAF
SSP (sistem saraf pusat)
Sistem saraf tepi
Otak saraf(nervus) Medulla spinalis(sumsum tl. Belakang) • SSP dan saraf tepi bekerja bersama mengatur berbagai aktifitas sehari-hari manusia: bernafas, berpikir, mengingat, dsb.
Sel Saraf • Sistem saraf dibentuk oleh jaringan saraf yang terdiri atas beberapa macam sel. • Komponen utama sistem saraf adalah sel saraf atau Neuron. • Neuron atau sel saraf bertanggung jawab atas reaksi, transmisi, dan proses pengenalan rangsang; merangsang aktivitas sel-sel tertentu dan melepas neurotransmitter.
penerima rangsang
meneruskan rangsang
• Neuron motoris (efferent): berfungsi mengontrol organ sasaran • Neuron sensoris (afferent): menerima rangsang dari lingkungan sekitar maupun dari tubuh
Perjalanan Saraf • Saraf keluar dari otak menuju organ-organ tubuh seperti mata, telinga, wajah, hidung, dan medulla spinalis • Dari medulla spinalis saraf diteruskan menuju bagian tubuh yang lebih rendah seperti tangan dan kaki • Neuron sensoris menerima rangsangan dari lingkungan diteruskan ke medulla spinalis dan secara cepat diteruskan ke otak • Otak mengolah pesan dan memberikan respon • Respon diteruskan oleh neuron motoris ke bagian tubuh yang lain
respon
neuron motoris
neuron sensoris
Rangsang dari lingkungan
Pengertian Neurobehavior Neurobehavior adalah hubungan antara fungsi otak dengan perilaku dan proses berpikir manusia. Neurobehavior terkait dengan pola perilaku hidup seseorang yang berhubungan dengan sistem neural (sistem saraf) seperti pola tidur, mood atau suasana hati, stres, nafsu makan dan kesadaran diri.
Penyakit Sistem Saraf 1. Cedera kepala 2. Cedera medula spinalis 3. Stroke 4. Epilepsi 5. Migrain 6. Nyeri kepala klaster 7. Nyeri kepala tipe tegang 8. Nyeri kepala pasca trauma 9. Neuralgia trigeminus 10. Arteritis temporalis
11. Neuritis vestibularis 12. Vertigo posisionl benigna 13. Herniasi diskus lumbal 14. Spondilosis 15. Spondilitis tuberkulosis !6. Spondilolistesis 17. Penyakit parkinson 18. Meningitis 19. Ensefalitis
Risk Assesment & Risk Intervention v Banyak orang yang beranggapan bahwa dokter dan
sistem kesehatan lainnya identik dengan pengobatan penyakit v Sehingga pencegahan penyakit bukanlah hal yang utama. v Mungkin itu sebabnya mengapa orang baru datang ke dokter atau pusat kesehatan lainnya hanya bila mereka sudah mempunyai masalah dengan kesehatannya. 11
IMPLEMENTASI PENCEGAHAN DALAM PRAKTEK DOKTER KELUARGA
Kondisi kesehatan sebagai suatu kontinum, yaitu: 1. Keadaan sehat ( Wellness ) Di sini berperan promosi kesehatan melalui selfimprovement 2. Keadaan bebas penyakit (absence of the disease) Pada keadaan ini kita perlu melakukan identifikasi dari faktor-faktor resiko yang mungkin ada pada orang tersebut, dan tindakan ini disebut pencegahan tingkat primer. 12
3. Keadaan dimana seseorang mempunyai penyakit tetapi
belum menunjukkan gejala secara klinis (asimptomatik) Early detection melalui skrining perlu dilakukan. Hasil skrining dapat dilakukan intervensi farmakologis maupun nonfarmakologis pada tahap awal kasus. Hal ini tentu saja akan memberikan hasil yang lebih memuaskan daripada kita melakukan intervensi setelah penyakit tersebut berada pada tahap lanjut. Kegiatan ini disebut pencegahan tingkat sekunder.
4. Keadaan dimana seseorang sudah didiagnosa menderita suatu penyakit dan simptomatik (clinically ill) Pencegahan terhadap timbulnya komplikasi dengan melakukan antisipasi terhadap masalah-masalah yang dijumpai dan juga melakukan rehabillitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dari penderita. Tindakan ini disebut pencegahan tingkat tertier. 13
Penc. Tingkat Primer : Terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi : promosi kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer mengutamakan pada penguatan Hlexible lines of defense dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan jika resiko atau masalah sudah diidentiHikasi tapi sebelum reaksi terjadi. Strateginya mencakup : immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga dan perubahan gaya hidup.
Penc. Tingkat Sekunder Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.
Penc. Tingkat Tersier Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategistrategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul k e m b a l i a t a u r e g r e s i , s e h i n g g a d a p a t mempertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
Dalam mengimplementasikan pencegahan di praktek sehari-hari dibutuhkan - data riwayat penyakit pasien, - data pemeriksaan fisik, - prioritas dalam merancang tindakan, - meluangkan waktu untuk edukasi dan konseling pasien serta menggunakan sebuah sistem kartu/ rekam medis yang berorientasi pencegahan (prevention-oriented charting system), sehingga kita perlu berfikir secara sistematis.
17
Sistem RISE R = identiHikasi faktor resiko (risk factor), I = imunisasi, S = skrining atau penapisan E = edukasi. • IdentiHikasi faktor resiko dapat kita ketahui dengan bertanya mengenai riwayat keluarga pasien melalui genogram pasien, • Data imunisasi perlu diperbaharui secara berkala, • Skrining dilakukan pada saat pemeriksaan Hisik dan melakukan pemeriksaan laboratorium. Edukasi dilakukan pada semua pasien.
18