PENCERNAAN UNGGAS (YASIN)

Download Erepsin menyempurnakan pencernaan protein dan menghasilkan asam-asam amino, dan enzim yang memecah gula mengubah disa- karida yang kemudian...

0 downloads 486 Views 64KB Size
Yasin, Pencernaan Serat Kasar pada Ternak Unggas

PENCERNAAN SERAT KASAR PADA TERNAK UNGGAS Ismail Yasin (Fakultas Peternakan Undaris Ungaran) E-mail:

Abstrak: Pencernaan adalah proses perubahan secara fisik dan kimiawi yang dialami oleh pakan (ransum) di dalam saluran pencernaan ternak. Berdasarkan proses perubahan yang terjadi di saluran pencernaan maka proses pencernaan dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu proses pencernaan secara mekanis, secara hidrolis, dan secara fermentatif. Pencernaan yang dilakukan oleh ternak unggas mulai dari mulut sampai dengan kolon berturut-turut adalah proses hidrolisis, ezimatik hidrolisis dan fermentatif. Bagi unggas, di dalam mulut belum banyak terjadi proses pencernaan walaupun unggas sudah berusaha dengan paruh memecah makanannya dan saliva disekresikan oleh kelenjar maksilaris, platini, ptrigoidea dan mandibularis. Pencernaan di tembolok adalah menampung makanan yang masuk, pelunakan makanan dengan bantuan saliva dari kelenjar mulut, esophagus dan tembolok. Pencernaan di lambung, proses pencernaan terjadi di dalam proventikulus yaitu pencampuran makanan dengan getah lambung (Hcl, pepsin). Proses di usus halus dibentuk oleh kelenjar intestinal yang menghasilkan mucin berfungsi sebagai pelicin dan enzim sukrose memecah sukrosa menjadi glukosa. Pencernaan serat kasar yang lewat organ penyerapan utama akan didegradasi secara fermentatif terutama di sekum. Kata-kata kunci: pencernaan, serat kasar, unggas. 1

A. PENDAHULUAN Pencernaan adalah proses perubahan secara fisik dan kimia yang dialami oleh pakan (ransum) di dalam saluran pencernaan ternak. Berdasarkan proses perubahan yang terjadi di saluran pencernaan, maka proses pencernaan dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: (a) proses pencernaan secara mekanis, (b) proses secara hidrolis dan (c) proses pencernaan secara fermentatif (Sutardi, 1980). Posisi

125

Jurnal Ilmiah Inkoma, Volume 21, Nomor 3, Oktober 2010 atau lokasi proses pencernaan fermentatif ternyata bervariasi antara jenis ternak, dan hal ini akan memberian implikasi yang berbeda pada jenis pakan yang sesuai. Pada umumnya ternak dilengkapi dengan organ untuk proses fermentatif, yang enzim-enzimya berasal dari mikrobia (bakteri, protozoa, fungi dan virus). Pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, dan unta) proses organ-organ pencernaan fermentatif tersebut yaitu retikulo-rumen, terletak sebelum usus halus. Pada saluran pencernaan ternak non ruminansia (kuda, ayam dan babi) posisi organ pencernaan fermentatif tersebut adalah sekum, kolon dan rectum terletak setelah usus halus. Perbedaan dalam posisi organ untuk proses pencernaan, fermentatf menyebabkan kedua kelompk ternak tersebut memerlukan jenis pakan dengan karakteristik yang berbeda. Ternak kuda, ayam dan babi memerlukan jenis pakan dengan karakteristik yang berbeda. Ternak kuda, ayam dan babi memerlukan jenis pakan yang lebih bermutu (berserat rendah) dibandingkan dengan jenis ternak ruminansia. Di pihak lain ternak rumanansia memiliki kemampuan mengkonsumsi dan mencerna pakan yang berserta tinggi dengan lebih baik. Keberadaan ternak jenis ini memberikan manfaat yang sangat besar dalam pendayagunaan limbah serat yang berlimpah.

B. SISTEM PENCERNAAN UNGGAS Sistem pencernaan unggas berbeda dari sistem pencernaan mamalia, dalam hal ini unggas tidak mempunyai gigi guna mencegah makanan secara fisik. Lambung kelenjar (khemis) pada unggas disebut proventrikulus. Antara proventrikulus dan mulut terdapat pelebaran kerongkongan, disebut tembolok. Makanan disimpan untuk sementara waktu dalam tembolok, kemudian makanan tersebut dilunakkan sebelum menuju ke proventrikulus. Pakan kemudian secara cepat melalui proventrukulus ke ventrukulus atau empedal. Fungsi utama empedal adalah untuk menghancurkan dan menggiling pakan secara kasar. Pekerjaan tersebut dibantu oleh adanya grit yang ditimbun oleh unggas sejak mulai menetas. Unggas meng-

126

Yasin, Pencernaan Serat Kasar pada Ternak Unggas ambil makanan dengan paruh dan kemudian ditelan. Makanan tersebut disimpan dalam tembolok untuk dilunakkan dan di campur dengan getah pencernaan proventrikulus dan kemudaian digiling dalam empedal. Tidak ada enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh empedal unggas. Fungsi utama empedal adalah untuk memperkecil ukuran partikel-partikel. Dari empedal makanan bergerak melalui lekukan usus yang disebut duodenum, yang secara anatonis sejajar dengan pancreas. Pancreas tersebut mempunyai fungsi penting dalam pencernaan unggas seperti halnya pada spesies-spesies lainnya. Panceras menghasilkan getah panceras dalam jumlah banyak yang mengandung enzim-enzim amilotitik, lipotitik dan proteolitik. Enzim-enzim tersebut berturu-turut menghidrolisis pati, lemak, pentosa dan pepton. Empedu hati yang mengandung amilase memasuki pula duodenum. Bahan makanan bergerak melalui usus halus yang dindingnya mengeluarkan getah usus. Getah usus tersebut mengandung erepsin (enzim proteolitik) dan beberapa enzim yang memecah gula. Erepsin menyempurnakan pencernaan protein dan menghasilkan asam-asam amino, dan enzim yang memecah gula mengubah disakarida yang kemudian dapata diasimilasi oleh tubuh. Penyerapan nutrien-nutrien dilaksanakan melalui villa usus halus. Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine cair pada unggas mengalir dalam kloaka dan dikeluarkan bersama-sama fases. Warna putih yang terdapat dalam kotoran ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas menyebabkan ada proses pencernaan yang relatif cepat (lebih kurang empat jam).

C. PROSES PENCERNAAN PADA UNGGAS 1.

Pencernaan Utama oleh Enzim-enzim Saluran Pencernaan utama yang dilakukan oelh unggas mulai dari mulut sampai dengan kolon berturut-turut adalah proses hidrolisis, hidrolisis mekanis, enzimatik hidrolisis dan fermentatif.

127

Jurnal Ilmiah Inkoma, Volume 21, Nomor 3, Oktober 2010 2.

Pencernaan di Dalam Mulut Di dalam mulut belum banyak terjadi proses pencernaan walaupun unggas sudah berusaha dengan paurh memecah makanannya dan saliva disekresikan oleh kelenjar maksilaris, palatini, pterigoidea dan mandibularis yang pada unggas dewasa produksinya 1-30 ml/jam. Alaiva unggas menandun enzim amilase dalam konsentrasi yang rendah dan mempunyai aktivitas sampai di tembolok dan gizzard.

3.

Pencernaan di Tembolok Fungsi tembolok adalah menampung sementara makanan yang masuk. Selanjutnya makanan dilunkkan dengan bantuan saliva dari kelenjar mulut, esophagus dan tembolok. Di dalam tembolok terjadi aktivitas enzim amilase dan proses fermentasi oleh bakteri yang didukung kondisi Ph tembolok sekitar 6,3 dengan hasil akhir berupa asetat. Selain itu menurut Zhou et al. (1990) bahwa pada pemberian pakan secara force feeding akan meningkatkan ukurna tembolok.

4.

Pencernaan di Lambung Lambung unggas terdiri dari dua yaitu lambung kelenjar (proventrikulus) dan lambung atas (gizzard) berhubungan dengan usus halus. Proses pencernaan yang terjadi di dalam proventrukulus yaitu pencampuran makanan dengan getah lambung (HCL, pepsin), selanjutnya makanan digiling dalam gizzard secara mekanis dibantu oleh adanya grit yang mampu meningkatkan kecernaan biji-bijian sampai 10% . Asam lambung menyebabkan cairan dalam lambung bersifat asam dengan pH antara 1,0 – 2,0, sehingga proses pencernaan protein oleh enzim pepsin dengan cara hidrolisis berjalan dengan baik. Menurut Krogdahdl (1987) bahwa rata-rata berat ventrikulus broiler umur 8 minggu, 1,37 – 1,8% dari bobot badan, hal ini disebabkan oleh jumlah pakaian serat kasar semakin tinggi dalam ransum ternyata meningkatkan panjang organ tersebut per kilogram berat badan untuk memperluas daerah penyerapan. Pemakaian SK 5,7%, 9% menghasilkan kecenderungan ketebalan usus

128

Yasin, Pencernaan Serat Kasar pada Ternak Unggas semakin berkurang dari 0,31, 0,29, 0,27 g/cm dan secara berturut-turut berat ventrikulus 1657,86,

1763,53,

1771,45 mg/100 g bobot hidup nampak

semakin berat (Syahrudin, 1998). Pencernaan yang terjadi di bagian lambung meliputi pengaktifan enzim-enzim oleh HCL serta hidrolisis karbohidrat dan protein menjadi senyawa lebih sederhana. 5.

Pencernaan Usus Halus Sebagian besar pencernaan dan absorbsi nutrisi terjadi di dalam usus halus. Proses pencernaan dibantu oleh kelenjar intestinal yang mengahasilkan mucin berfungsi sebagai pelicin dan enzim sukrase memecah sukrosa menjadi glukosa, fruktosa, maltase memecah maltosa menjadi glukose, eripsin memecah bentuk intermediet protein menjadi asam amino. Pencernaan karbohidrat di mulai dari mulut dengan pelumas saliva, di dalam gizzard secara mekanis dan hidrólisis, dilanjutkan di dalam usus halus oleh enzim pancreas, empedu serta getah usus. Proses pencernaan ini hanya mampu menghidrolisis karbohidrat sederhana sedangkan serat kasar tidak mampu didegradasi. Oleh karena itu sebagian serat kasar lewat dari organ pencernaan utama masuk ke organ bagian akhir saluran pencernaan (sekum, rectum, kolon) pada bagian miles terjadi pencernaan fermentasi (Scott et al. 1982). Menurut Bing_hai et al., (1998)bahwa pertambahan bobot badan, retensi N dan waktu retensi zat makanan dalam ientestine pada anak ayam umur 2 bulan tidak dipengaruhi oleh tingkat selulosa sebanyak 3,5%, tetapi secara nyata turun sampai dengan 10%. Oleh karena itu disimpulkan bahwa penurunan pertumbuhan disebabkan oleh penggunaan selulosa pada tingkat 10% yang berakibat pada peningkatan laju aliran zat makanan pada usus halus. Pencernaan lemak, proses pencernaan lemak aktif dimulai secara hidrolisis dibagian usus halus, oleh adanya aktivasi garam empedu sebagai emulsifier yaitu mengemulsikan lewat dan selanjutnya lemak akan dipecah oelh enzim lipase menjadi asam-asam lemak dan gliserol, sedangkan pencernaan protein

129

Jurnal Ilmiah Inkoma, Volume 21, Nomor 3, Oktober 2010 yang terjadi di dalam usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan dengan hidrólisis menjadi peptida sederhanan dengan produk akhir asam-asam amino. Kehadiran HCL akan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin sejak dari proventrikulus sampai dengan usus halus (scott et el., 1982). Dengan demikian pencernaan nutrisi yang meliputi karbohidrat, lemak protein dan vitamin dapat diselesaikan oleh ternak unggas dan langsung diabsorbsi ke dalam tubuh, sedangkan nutrisi yang tidak dicerna yaitu serat kasar yang lewat organ penyerapan utama akan didegradasi secara fermentatif terutama di sekum.

D. PENCERNAAN FERMENTATIF Pencernaan fermentatif pada ternak unggas berlangsung dibagian organ pencernaan tembolok, sekum, lectum dan kolon. Fermentasi terjadi oleh adanya serat kasar pakan dalam bagian saluran pencernaan tersebut. Mikriflora saluran pencernaan berasal dari luar tubuh yang masuk bersama makanan, yang mampu tumbuh baik di dalam saluran pencernaan dan dapat beradaptasi, tumbuh berkembang di dalam saluran pencernaan. Degradasi serat kasar oleh enzim selulase merupakan protein fermentasi dan pentosa yang terkandung dalam pakan menjadi asam organik terutama asetat propionat dan butirat atau dikenal sebagai VFA. Bejana fermentor yang efektif pada ternak unggas adalah sekum. Kondisi substrat yang mengisi sekum berasal dari usus halus yang masuk ke dalam sekum karena tidak dapat didegradasi oleh sistem pencernaan di usus halus, juga mengisi rectum. Hal ini didukung oleh kondisi saluran pencernaan yang lebih lentur dan lebih banyak menampung makanan. Pertumbuhan mikroflora tidak cukup hanya didasarkan pada ketersediaan sumber karbon tanpa sumber nitrogen. Menurut Morita et al. (1999) dari hasil uji peranan protein dan peptida resisten sperti aligo-L methionin, dalam menaikkan produk butiran sekum tkus yang diberi pakan karbohidrat yang cepat di fermentasi

130

Yasin, Pencernaan Serat Kasar pada Ternak Unggas terdapat perbedaan dalam menaikkan produk butiran sekum. Ternyata tikus yang diberi pakan pati kentang kasar denan casein, asam organic sekum yang utama adalah asetat (441 umol), tetapi laktat dan suksinat juga didapatkan dalam jumlah cukup banyak (324 umol). Suksinat adalah asam organic sekum yang utama pula (235 umol) pada tikus yang diberi pakan fruktoaligosakarid dengan casein. Ketika protein beras diberikan dengan pati kentang kasar, konstribusi laktat secara nyata lebih rendah dan propionat cenderung lebih tinggi daripada tikus dengan pakan ditambah kasein. Peptida resisten yang masuk sekum digunakan sebagai sumber N bagi pertumbuhan mikrobia lebih baik sehingga dapat dihasilkan VFA dengan proporsi asetat, propionat dan butirat bervariasi. Menurut Savory dan Knox (1991) bahwa rata-rata kandungan VFA isi sekum ayam 27 – 34 umol/g berat basah terdiri dari asetat 16,5 – 22,98 umol/g, propionat 5,5 – 6,0 umol/g dan iso – valerat 0,39 – 0,52 umol/g. Tingkat serat kasar dalam ransum berpengaruh terhadap komposisi VFA isi sekum. Profil VFA tersebut didapatkan dengan makanan sumber serat dari rumput kering, tepung selulosa serta perlakuan suplementasi enzim. Ayam kampung dan burung juga mengkonsumsi sejumlah pakan hijauan meskipun hanya dalam jumlah sedikit, artinya serat kasar dapat dicerna oleh mikrobia dalam sekum ayam. Menurut Annison et al. (1968) sebagian produk VFA (mmol/kg) digesta di dalam gizzard unggas mencapai 5, usus halus 10, sekum 107, kolon 51, sebagian besar komponen VFA berupa asam asetat (61%). Sedangkan persen molar VFA pada daerah sekum ternak unggas dan babi serta pada rumen ternak domba disajikan pada tabel 1. Pada tabel tersebut tampak bahwa dari segi pola konsentrasi (% molar) VFA individual ada kemiripan antara ternak unggas, babi dan domba. Tabel 1 Proporsi VFA (mmol/mol total VFA) pada sekum unggas, babi dan domba. Komposisi VFA Asam asetat Asam propionat

131

Unggas 610 270

Babi 550 370

Domba 540 250

Jurnal Ilmiah Inkoma, Volume 21, Nomor 3, Oktober 2010 Asam butirat Long-chi Acid

110 16

30 20

170 40

Sumber : Lewis dan Hill (1983)

Meskipun dalm jumlah terbatas, proses fermentasi anaerob setelah organ penyerapan utama (usus halus) pada ayam ikut memberi kontribusi pada kebutuhan energi dan protein, sumbangan energi berupa produk fermentasi VFA, asam-asam aminoyang terserap dalam vitamin B. menurut Kamal (1994) bahwa nilai energi bruto bahan kering dari beberapa nutrien dan bahan pakan sebagai berikut : 1 gram glukosa mengahasilkan panas pembakaran 3,74 kcal/g ; sukrosa 3,96 ; pati 4,23 ; asam asetat 3,49 ; propionat 4,96 ; butiran 5,35 ; karbohidrat 4,15 ; lemak 9,40 protein 5,65 ; jagung 4,43 ; padi 4,57 kcal/g. Senyawa VFA sebagai sumber energi dalam transportasinya keseluruh tubuh melalui sirkulasi yang berperan di bagian sekum meliputi ramus cecalis pada arteria mesentrica cranialis. Selain itu dalam sekum juga ditemukan VFA, asam amino serta nutrien lainnya. Ditinjau dari ternak ruminansia, ransum berserat lebih serat terdegradasi dalam rumen oleh mikrobia selulolitik dan menghasilkan VFA serta proporsi asam astat lebih tinggi, sedangkan pati lambat sedikit propionat. Dijkstra (1994) menyatakan bahwa fermentasi karbohidrat setructural (dinding sel) menghasilkan asam asetat lebih tinggi dibandingkan karbohidrat non setruktural (isi sel tanaman) fraksi menyusun menyusun isi sel terdiri dari gula, pati karbohidrat yang larut, pectin, nitrogen non protein, protein lipida dan zat lain yang larut di dalm air termasuk vitamin dan mineral, sedangkan fraksi dinding sel terdiri dari selulosa, lignin dan silica. Fraksi menyusun dinding sel tidak larut di dalm air sehingga sukar dicerna disebut pula neutral-detergen-insoluble fiber (NDF). Menurut Raharjo at al. (2000), bahwa teknik fermentasi di luar tubuh menggunakan inokulum aspergilus neger NRRL 37 M\mampu meningkatkan kandungan protein 100%, menurunkan serat/ dinding sel yang tidak larut detergen nautral (NDF) sebanyak 25% an meningkatkan kecernaan nutrisi pollard gandum

132

Yasin, Pencernaan Serat Kasar pada Ternak Unggas setelah di fermentasikan, khususnya serta NDF, serat / Legno – selulose / selulosa, lignin dan silica tidak larut dengan asam (ADF) 12 – 15 kali, selulosa 2 – 26 kali, lignin 2 – 3 kali pada itik alabio. Hal ini memberikan gambaran tidak menutup kemungkinan proses fermentatif dalam tubuh itik juga cukup potensial, apabila persyaratan untuk terjadinya proses fermentasi terpenuhi. Komposisi kimia berpengaruh terhadap kecernaan, semakin tingi serat dalam ransum, maka kecernaan akan semakin menurun (minish dan Fox 1979). Efisiensi penggunaan energi metabolis untuk mendeposit lemak, menurun dengan meningkatnya kandungan serta kasar di dalam ransum (Theriez dkk, 1980). Metode pengukuran daya cerna untuk unggas telah dikembangkan oleh Sklan dan Harwitz (1980) dan Wiriadisastra (1986) dengan modifikasi. Metode ini menggunakan teknik pembunahan ayam percobaan, melalui koleksi sampel feses dari usus besarnya, sedangkan kandang dan pemilihan sama seperti koleksi sampel untuk menentukan nilai letensi nitrogen dan energi metabolis pakan. Teknik ini menggunakan indikator internal sebagai pembanding yaitu legnin (Maynard dan Loosli, 1979).

E. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pencernaan adalah proses perubahan secara fisik dan kimiawi yang dialami oleh pakan (ransum) di dalam saluran pencernaan ternak. Berdasarkan proses perubahan yang terjadi di saluran pencernaan maka proses pencernaan dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu proses pencernaan secara mekanis, secara hidrolis, dan secara fermentatif. Pencernaan yang dilakukan oleh ternak unggas mulai dari mulut sampai dengan kolon berturut-turut adalah proses hidrolisis, ezimatik hidrolisis dan fermentatif. Bagi unggas, di dalam mulut belum banyak terjadi proses pencernaan walaupun unggas sudah berusaha dengan paruh

133

Jurnal Ilmiah Inkoma, Volume 21, Nomor 3, Oktober 2010 memecah makanannya dan saliva disekresikan oleh kelenjar maksilaris, platini, ptrigoidea dan mandibularis. Pencernaan di tembolok adalah menampung makanan yang masuk, pelunakan makanan dengan bantuan saliva dari kelenjar mulut, esophagus dan tembolok. Pencernaan di lambung, proses pencernaan terjadi di dalam proventikulus yaitu pencampuran makanan dengan getah lambung (Hcl, Pepsin). Proses di usus halus dibentuk oleh kelenjar intestinal yang menghasilkan mucin berfungsi sebagai pelicin dan enzim sukrose memecah sukrosa menjadi glukosa. Pencernaan serat kasar yang lewat organ penyerapan utama akan didegradasi secara fermentatif terutama di sekum.

DAFTAR RUJUKAN Bing-hai, C. T. Kemao and Y. Karasawa. 1998. Effects of dietaru Collulose Levels on Growth, Nitrogen Utilization and Rentetion Time of Diets at Intestine in Chicks Fed Equal Amounts of Nutrients Proccedings 6th Asian Pacific Poultry Congress Nagoya Japan. Japan: Sci. Association. 402 – 409. Dijkstra, J. 1994. Production and Absorption of Volatile fatty Acids in he Rumen Livestock Prod, Sci 39 : 61 -69. Isshiki, Y. 1980. Nutritional and PhysiologicalStudies an The Function of Ceca in Chikens. Memoris of Faculty of Agriculture Kagawa University. 109 halaman. Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Yogya: Laboratorium IMT Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak UGM: 132 – 136. Lewis, O. And K. J. Hill. 1983. The Provision of Nitrien. J A F, Rook and P. C. Thomas (Edit) Nutrion Physiology, New York: Longman Inc. Morita, T., S. Kasaoka, K. Hase and S. Kiriyama. 1999. Oligo-L-Metthionin and Resistoun Protein Promote Cecal Butyrate Production In Rats Fed Resistent Starch and Fructooligosaccarida. J. Nurt. 129 : 1333 – 1339. Raharjo, Y. C. T. Haryati D. Gultom 2000. Evaluasi Nilai Nutrisi Pollard Gandum Terfermentasi dengan Aspergillus Neger NRRL 337 pada Itik Alebio dan Mojosari Prosiding. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Hlm : 320 – 328.

134

Yasin, Pencernaan Serat Kasar pada Ternak Unggas Savory, C. Jand A. I. Knox. 1991. Chemical Composition of caecal Contents in The Flow in Relation to Dietary Fibre Level and Time Fowl in Relation to Dietary Fibre Level and Time of Day. Conp Bioch. Physiol. Val 100 A No 3 : 743. Scott, M. L., M. L. Neshein, R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. Third Ed. Publ By M. L. Scott Q Associates Itacha New York. Halam 70 – 73. Syahrudin. 1998. Pengaruh Berbagai Tingkatan Serat Kasar dalam Ransum terhadap Kandungan Kolestrol dan Organ Pencernaan Ayam Broiler. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Vol 6 No 02 : 26 – 30. Zeprizal, 1998. Nutrisi Unggas Lanjutan. Yogyakarta: Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Zhou, Z. X., Isswhiki, Y. K. Yamauchi and Nakahiro. 1990. Effects of Fore Feeding and Dietary Cereal an Gastrointestinal Size Endogenous Induks. J.Birt Poult. Sci. 31 : 307 – 317. --------------------

135