Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
GAYA HIDUP YANG MEMENGARUHI KESEHATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB NEGERI SALATIGA
Kristiawan P.A Nugroho1* Dary2 Risma Sijabat2 1 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Krister Satya Wacana 2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Krister Satya Wacana INFORMASI
ABSTRACT Objective: Anak berkebutuhan khusus di SLBN 01 Salatiga
*Korespondensi
[email protected] Methods: Penelitian kuantitatif deskriptif, desain penelitian cross sectional study dengan metode survey Results: Peneliti melakukan perhitungan IMT bertujuan untuk mengukur kecukupan gizi anak yakni 53% anak tergolong normal
Keywords: Pola
makan,
Aktifitas
Conclusion: Gaya hidup, baik pola makan maupun aktifitas fisik sangat memengaruhi kesehatan anak berkebutuhan fisik, khusus
Kesehatan anak daksa2. Masalah tersebut perlu diselesaikan
PENDAHULUAN Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah
anak
yang
mempunyai
kelainan/penyimpangan dari kondisi ratarata anak normal baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional1. Berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan berkebutuhan khusus dalam aspek
fisik
meliputi
kelainan
seperti
tunanetra, tuna rungu, tuna wicara dan tuna
dengan memberikan layanan pendidikan, bimbingan serta latihan dari guru maupun orang tua untuk memahami kebutuhan dan potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal
sesuai
kekhususannya3.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2017, jumlah ABK di Indonesia mencapai 1,6 juta anak4. Salah satu upaya yang dilakukan Kementerian
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
Pendidikan
dan
Kebudayaan
tersebut. Status gizi baik terjadi bila tubuh
(Kemendikbud) untuk memberikan akses
memperoleh cukup zat - zat gizi yang
pendidikan
digunakan
kepada
mereka
adalah
secara
efisien,
sehingga
membangun unit sekolah baru, yaitu
memungkinkan
pertumbuhan
fisik,
Sekolah Luar Biasa (SLB)4.
perkembangan otak, kemampuan kerja
Hal lain untuk memenuhi kebutuhan
dan kesehatan secara optimal9. Sedangkan
ABK adalah dengan mencukupi kebutuhan
status gizi kurang terjadi apabila tubuh
gizi, aktivitas fisik dan gaya hidup lainnya
mengalami kekurangan satu atau lebih zat-
yang
dan
zat gizi esensial9. Berdasarkan data diatas,
perkembangan anak. Gaya hidup sehat
maka peneliti tertarik untuk melihat lebih
adalah segala upaya untuk menerapkan
dalam tentang pengaruh gaya hidup dengan
kebiasaan yang baik dalam menciptakan
kesehatan anak berkebutuhan khusus terkait
hidup sehat dan menghindari kebiasaan
dengan pola makan, status ekonomi, status
buruk yang dapat mengganggu kesehatan5.
gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan di SLB
Indikator gaya hidup sehat antara lain: pola
Negeri Salatiga.
membantu
pertumbuhan
makan sehat dan seimbang serta aktivitas fisik yang teratur5. Salah satu cara yang
METODOLOGI
dapat dilakukan untuk membantu kesehatan
Jenis
ABK adalah dengan melakukan pengaturan makanannya . Bahan makanan yang tidak
yang digunakan yaitu cross sectional study
mencarikan penggantinya dengan bahan
dengan
makanan lain tanpa harus mengurangi
Kebijakan-kebijakan
inklusi sebagai berikut: Sudah menjalani
dari
terapi < 1 tahun, berusia 7-15 tahun., aktif pada sekolah anak berkebutuhan khusus.
pemerintah dan usaha orang tua untuk
Pengumpulan data penunjang diperoleh
menurunkan terjadinya peningkatan jumlah
melalui kuisioner yang diberikan kepada
ABK di Indonesia terutama di Jawa
orang tua siswa. Data berupa karakteristik
Tengah8. makanan
anak
seseorang
(inisial
anak,
jenis
kelamin,
usia/tanggal lahir, kelas, jenis kelamin, BB,
berpengaruh terhadap status gizi orang
Responden
anak berkebutuhan khusus dengan kriteria
pemerintah tersebut menggambarkan usaha
Konsumsi
survey.
sampling yaitu orang tua yang memiliki
meningkatkan
memori ingatan, membawa kejelasan dalam berpikir)7.
metode
penelitian dipilih dengan metode purposive
kandungan zat barley (zat barley adalah zat membantu
digunakan
kuantitatif deskriptif. Desain penelitian
boleh diberikan hendaknya diupayakan
dapat
yang
dalam penelitian ini adalah penelitian
6
yang
penelitian
103
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
tinggi),
karakteristik
sosio-ekonomi
tunagrahita,
tua,
penghasilan
tua,
SLB Negeri Salatiga ini berdiri
pengetahuan orang tua). Teknik analisa data
dibawah naungan Departemen Pendidikan
menggunakan
and
Nasional. Pada awalnya, SLB Negeri
huberman10, dilakukan secara interaksi dan
Salatiga adalah SDLB Negeri Mangunsari
berlangsung secara terus-menerus sampai
Salatiga (jenjang sekolah dasar) berdiri
tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran
tahun 1983 berdasarkan Inpres No. 4/1983,
kejenuhan data ditandai dengan tidak
dengan jumlah siswa 4 anak (jenis ketunaan
diperoleh lagi data atau informasi baru.
Tunagrahita) yang diasuh oleh 5 guru.
Aktivitas dalam analisa meliputi reduksi
Menyesuaikan
data (data reduction), penyajian data (data
kondisi,
display) serta penarikan kesimpulan dan
pendidikan, dengan SK Kepala Dinas
verifikasi
Pendidikan
metode
orang
tunalaras,
tunaganda, dan autis11.
keluarga (pendidikan orang tua, pekerjaan orang
tunadaksa,
miles
(conclusion
dengan
anak
perkembangan
memperoleh
Provinsi
Jawa
layanan Tengah
drawing/verification). Penelitian ini telah
No.421.8/24686 pada tanggal 25 Juni 2007
dilakukan selama kurang lebih 1, pada bulan
beralih status menjadi SLB Negeri Salatiga
Mei-Juni 2017 di SLB Negeri Salatiga RT
yang
03 RW 12, Banjaran.
pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB
menyelenggarakan
pelayanan
dan SMALB11.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Penelitian
Observasi Awal
Penelitian ini dilakukan di Sekolah
Observasi
awal
dilakukan
oleh
Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga, RT 03
peneliti di SLB melalui kerjasama dari
RW 12, Banjaran. Pelaksanaan penelitian
bagian
ini dilakukan meliputi observasi awal dan
dikelompokan dalam karakteristik anak
proses pelaksanaan. Peneliti melihat sejenak
yakni berdasarkan jenis kelamin, usia,
tentang profil SLB Negeri Salatiga yang
tingkat kelas sekolah dasar, pengukuran
merupakan
melayani
berat badan dan tinggi badan. Observasi
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
dilakukan selama 3 hari berturut-turut.
seperti anak dengan tunanetra, tunarungu,
Proses
sekolah
untuk
kesiswaan.
obervasi
Hasil
meliputi;
observasi
peneliti
mengajukan permohonan izin pelaksanaan
104
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
penelitian yang diserahkan langsung kepada pihak kesiswaan; peneliti mendapatkan
Analisa Data Identitas
responden sesuai dengan kriteria inklusi
Analisa
data
menampilkan
data
dengan dibantu oleh pihak kesiswaan;
identitas diri responden berdasarkan jenis
pemberian hasil pemilihan responden dari
kelamin,
kesiswaan kepada peneliti.
pengukuran dasar (BB dan TB) yang telah
usia,
tingkatan
kelas,
dan
dikalkulasikan dalam perhitungan indeks Proses Pelaksanaan Proses dilakukan
masa tubuh (IMT).
pelaksanaan
selama
8
penelitian
minggu,
dengan
melakukan pendekatan kepada keluarga responden,
memberikan
kuisioner,
mengambil kuisioner yang telah diisi, dan melakukan
konfirmasi
data/keakuratan
data. Hasil Penelitian Berdasarkan dari hasil reduksi data maka peneliti melakukan pembagian hasil berdasarkan variabel terpilih sesuai dengan data hasil observasi dan
kuisioner yang
dibuat dalam penyajian data dan verifikasi data. Dalam pelaksanaan penelitian, maka didapatkan data partisipan berdasarkan analisa identitas yang dibentuk dalam beberapa karakteristik dan analisa kuisioner yang dibagi dalam 4 variabel. Tabel I Karakteristik Identitas Responden (n=30) Total
Karakteristik Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Umur (Responden yang terdata adalah berusia dari 7 – 15 tahun) School Age (7 - 12)
105
n
%
17 13
57% 43%
13
43%
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
Adolescence (12 -20) Tingkatan kelas 1 2 3 4 5 6 Pengukuran Kecukupan Gizi Dalam IMT(Indeks Masa Tubuh) Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Dari tabel I, 57% (17) berjenis kelamin
17
57%
6 2 4 4 7 7
20% 7% 13% 13% 23% 23%
5 3 16 6
17% 10% 53% 20%
Pendidikan (Mohammad Nuh) dan Menteri
laki-laki. Usia anak menurut acuan teori
Agama
Freud dan Erickson (Tumbuh Kembang
No.04/VI/PB/2011 dan No.MA/111/2011
Anak) termasuk dalam kelompok usia
persyaratan calon peserta didik kelas 1 SD
adolescence (12-20 tahun) yakni sebanyak
adalah usia 7-12 tahun14. Sedangkan untuk
57%. Anak kelas 5 dan 6 SD sebanyak 7
usia 12-18 tahun adalah usia standart untuk
responden (23%). Sedangkan menurut
calon peserta didik kelas 1 pada SMP14.
hasil pengukuran BB dan TB yang telah
Bila dikaitkan dengan hasil penelitian,
dikalkulasikan dalam perhitungan IMT,
terdata bahwa hingga usia 15 tahun dari
53%
normal.
usia maksimal responden, masih terdapat 8
Penelitian Junge di Jerman mengatakan
responden yang duduk dibangku SD, maka
anak laki-laki yang mengalami ABK
sesuai standar usia untuk masuk ke jenjang
membutuhkan perhatian lebih banyak dari
SMP, hal tersebut tidak menjadi masalah.
(16)
pada
adalah
anak
perbandingan
kategori
perempuan 3:2
(laki-laki
(Suryadharma
Ali)
dengan 60%
:
perempuan 40%)12. Menurut WHO jumlah
Analisa Data Kuisioner
ABK di Indonesia adalah ±7% dari total
Analisa data memperlihatkan data
jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar
hasil kuisioner responden berdasarkan 4
6.230.000 pada tahun 200713. Berdasarkan
variabel, yakni; variabel pola makan,
Peraturan
ekonomi, aktifitas fisik, kesehatan anak.
Bersama
antara
Menteri
Variabel Pola Makan Grafik Variabel Pola Makan (n:30)
106
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017 Ya
100% 90%
50%
70%
0% Sering membuat sarapan pagi untuk anak Persentase
dari
grafik
Anak terbiasa mengonsumsi jajan di luar
diatas,
makan lambung mulai kosong, sehingga
menunjukan bahwa, 90% orang tua
jajan merupakan porsi lain yang menjadi
didapati selalu membuat sendiri sarapan
pilihan
untuk
mengisi
kekosongan
16
pagi untuk anaknya, bahkan 70% orang tua
lambung . Kebiasaan jajan di sekolah
mengatakan
sangat bermanfaat jika makanan yang
bahwa
anak
sering
mengonsumsi jajanan di luar. Sarapan yang
dibeli
baik akan memberikan sumbangan energi
melengkapi kebutuhan gizi serta mendidik
sebanyak 20% untuk meningkatkan energi,
anak
kemampuan
pedoman gizi seimbang16.
berpikir
serta
memacu
sudah memenuhi syarat untuk dalam
memilih
jajan
menurut
pertumbuhan fisik15. Pada usia anak sekolah
(<18
tahun),
nutrisi
yang
dibutuhkan akan jauh lebih banyak untuk beraktifitas, karena setiap 3-4 jam sesudah Variabel Pola Makan; Manfaat dan Pengaruh Sarapan, Menu dan Jajanan Tabel 2 Variabel Pola Makan; Manfaat dan Pengaruh Sarapan (n=30) Total
Karakteristik Tingkat Pengetahuan Tentang Manfaat Sarapan Tahu Kurang Tahu Pengaruh ke konsentrasi anak Sangat Mempengaruhi Kurang Mempengaruhi Pengaruh untuk anak Lebih bersemangat /aktif di kelas Menyegarkan otak dan menjaga konsentrasi
N
%
17 3
57% 10%
16 2
53% 7%
18 11
60% 37%
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa
tentang manfaat sarapan pagi. Terdapat 16
17 orang tua responden (57%) mengetahui
orang tua responden (53%) setuju bahwa
107
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
sarapan
pagi
berpengaruh
untuk
cadangan
dari
lemak
yang
akan
konsentrasi
belajar
pada
konsentrasi anak. Pengaruh lainnya yang
menganggu
didapatkan dari sarapan pagi adalah anak
anak17. Pada anak sekolah, makan pagi
lebih
yang
sangat dianjurkan sehingga pada saat
diungkapkan oleh 18 orang tua responden
menerima pelajaran (1-2 jam setelah
(60%). Sarapan pagi penting karena jarak
makan) gula
yang cukup lama antara makan malam dan
dipakai sebagai sumber energi otak
makan pagi, sehingga kadar glukosa dalam
Selain itu sarapan pagi juga berfungsi
tubuh menurun dan tubuh akan berusaha
untuk
aktif/semangat
di
kelas
darah
naik
mengontrol
dan
berat
badan
dapat 18
.
dan
19
menaikkan gula darah dengan mengambil
performance kognitif .
Tabel 3 Variabel Pola Makan ; Menu Makanan dan Jajanan (n=30) Total
Karakteristik MENU MAKANAN Jenis Menu Sarapan Untuk Anak Lainnya Susu dan Sereal Menu Yang Sering Dikonsumsi Anak Nasi, Lauk Pauk dan Sayur Lainnya Banyaknya Porsi Makan Per Hari ½ ¼ Frekuensi Makan/Hari 3 kali sehari >3 kali sehari JAJANAN Jenis Jajanan Yang Sering Dikonsumsi Anak Sosis dan Nugget Permen dan Coklat Agar-agar jeli Jenis Jajanan Yang Direkomendasi OT Keju Puding Apel
N
%
13 3
43% 10%
16 1
53% 3%
18 1
60% 3%
22 1
73% 7%
10 10 1
33% 33% 3%
12 9
40% 30%
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui
peneliti yakni (lainnya) nasi dan telur,
menu terbanyak yang sering dibuatkan
bubur atau nasi dan ayam goreng. Untuk
43% (13) orang tua adalah menu diluar dari
jenis
jenis menu yang dijadikan pilihan oleh
dikonsumsi 53% (16) adalah jenis nasi,
108
makanan
yang
paling
sering
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
lauk pauk dan sayur. Untuk porsi makan
dan minuman22 bahwa makanan jajanan
setiap hari diketahui 60% (18) responden
yang baik harus mengandung 5% atau
makan hanya ½ porsi, dengan frekuensi
lebih dari angka kecukupan gizi anak
makan per hari adalah 73% (22) 3 kali
sekolah, yaitu; protein, vitamin A, C, B1
sehari.
(Thiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niasin), kalsium dan zat besi agar dapat memenuhi
Sarapan pagi penting karena aktifitas
kebutuhan gizi pada anak23. Akan tetapi
sekolah yang membutuhkan energi dan
dalam
kalori yang cukup besar, yakni harus
gemar
memenuhi sebanyak ¼ kalori sehari18.
mengkonsumsi
lebih
aneka
jenis
buah23. Pada teori Life Span, usia school
yakni : (1) Pukul 12.00-20.00 pencernaan
age-adolescence memiliki perkembangan
kita bekerja dengan maksimal sehingga
perilaku yang tidak jauh berbeda satu sama
sebagian besar nutrisi harus dikonsumsi
lain, sehingga perilaku jajan mereka pun
saat ini; (2) Pukul 20.00-04.00 dimana
tidak
tubuh mulai melambat, sehingga perlu
menunjukkan
perbedaan
dan
memengaruhi satu sama lain dalam hal
sedikit makanan saat periode ini; (3) Pukul tubuh
anak-anak
makanan ringan dari pada aneka sayur dan
Tubuh manusia memiliki ritme alami20,
04.00-12.00
kenyataannya
perilaku jajannya24.
mengalami
detoksifikasi atas makanan yang telah
Variabel
dikonsumsi sebelumnya, sehingga tubuh
Pemberian Makan dan Porsi Tambahan
memerlukan frekuensi makan 3 kali sehari,
Waktu pemberian makanan untuk
namun >3 kali sehari adalah lebih baik
setiap harinya, dibagi dalam 3 waktu
untuk
dapat
pemberian yaitu pagi, siang dan malam.
meningkatkan metabolisme, mengontrol
Didapatkan bahwa, 60% (18) lebih sering
kadar gula darah, menstabilkan berat
sarapan pagi pada pukul 06.00 WIB, 37%
badan21. Hal ini didukung oleh UU No.36
(11) makan siang pada pukul 12.00 WIB,
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pemenuhan
dan 47% (14) makan malam pada pukul
Kebutuhan Zat Gizi, bahwa dalam sehari
19.00 WIB. Selain waktu untuk mengatur
dapat dilakukan dengan mengonsumsi 3
pola makan anak, porsi yang ditentukan
(tiga) kali makan besar dan 2 (dua) kali
terkadang juga diberikan penambahan
makanan selingan21. Pemerintah berupaya
sesuai kebiasaan anak. Diketahui 40% (12)
menerapkan Indonesia Rapid Alert System
yang sering menambahkan porsi makan
For
mengawasi
sebanyak 1 porsi setiap kali makan. Untuk
penerapan SNI wajib industri makanan
memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi,
kesehatan
Food
Safety
karena
dan
109
Pola
Makan,
Waktu
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
anak membutuhkan 4-5 kali waktu makan,
Makan
pagi
pada
anak
sebaiknya
yaitu makan pagi, makan siang, makan
dilakukan pada jam 06.00-07.00 yaitu
malam, dan 2 kali makan selingan25.
sebelum terjadi hipoglikemia17.
Variabel Pola Makan ; Jenis Jajanan Tabel 4 Variabel Pola Makan ; Jenis Jajanan (n=30) Total
Karakteristik Jenis Jajanan Yang Sering Dikonsumsi Makanan ringan (snack) Hanya mengonsumsi makanan di rumah Cara Mengatasi Saat Anak Menolak Mengonsumsi Jenis Jajanan Dibujuk/ dirayu Memberikan pilihan sesuai keinginan anak Alasan Pentingnya Memperhatikan Pola Makan Tetap sehat Dapat memenuhi kebutuhan istirahat anak (tidur) Cara Meningkatkan Selera Makan Anak Mengganti menu setiap hari untuk mengurangi rasa bosan pada makanan Menghias makanan agar terlihat menarik
N
%
14 1
47% 3%
11 1
37% 3%
13 1
43% 3%
9
30%
1
3%
Dari tabel 4, jenis jajanan yang paling
selalu memenuhi kemauan anak untuk
sering dikonsumsi adalah makanan ringan
mengkonsumsi makanan yang ia inginkan,
(snack), yakni sebanyak 47% (14). Disisi
bahkan melakukan pemaksaan pada anak
lain, saat jajanan yang ditawarkan oleh
untuk
orang tua ditolak oleh anak, cara ibu untuk
tertentu26. Berdasarkan hasil penelitian
mengatasinya adalah 37% (11) dibujuk
Aizah tahun 2012 didapatkan bahwa yang
atau dirayu. Pola makan seorang anak pada
termasuk kedalam gangguan psikologis
dasarnya dapat dibentuk oleh keluarganya,
dapat terjadi oleh karena aturan makan
sehingga dapat memperhatikan pola makan
yang ketat atau berlebihan terhadap anak
anak,
mengontrol
(memaksa kehendak terhadap anak atau
makanan apa yang seharusnya dihindari26.
karena hubungan anggota keluarga tidak
Alasan memperhatikan makan anak 43%
harmonis)27. Hal tersebut dibuktikan dari
(13)
menstabilkan
hasil penelitian Vazir, dkk, tahun 2012,
kesehatan anak. Cara pemberian makan
bahwa perilaku ibu, seperti cara dan bentuk
pada
dapat
pemberian makan, intensitas ibu secara
menjadikan anak sulit makan26 antara lain
verbal memperkenalkan nutrisi makanan,
dan
mereka
meyakini anak
yang
bisa
untuk tidak
tepat
110
mau
mengkonsumsi
makanan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
dan variasi jenis makanan secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku makan anak28. Variabel : Latar Belakang Keluarga Responden dan Perekonomian Keluarga Tabel 5 Variabel : Latar Belakang Keluarga Responden (n=30) Total Karakteristik n % Pendidikan Terakhir TK 1 3% SMA 17 56% Tulang Punggung Keluarga Ayah 21 70% Anggota Keluarga Lain 1 3% Waktu Kerja dalam Sehari < 8 jam 19 63% >12 jam 3 10% Tabel 5, menunjukan bahwa pendidikan
orang tua terutama ibu, untuk mengarahkan
terakhir 56% (17), berpendidikan SMA.
anaknya dalam pemilihan makanan jajanan
Tulang punggung keluarga responden
cukup besar31 sehingga dibutuhkan waktu
lebih banyak adalah ayah yakni sebanyak
yang cukup untuk bersama dengan anak
70% (21). Waktu kerja dalam sehari yang
sesuai
terbanyak adalah 63% (19) bekerja <8 jam.
KEP/75/M.PAN/7/2004 bahwa jam kerja
Orang tua yang berpendidikan tinggi
efektif untuk 5 hari dalam seminggu adalah
mempunyai
8 jam32.
pengetahuan
yang
tinggi
dengan
Kep.Men.PAN
tentang gizi29. Sebagai seorang pria, memang
diharapkan
menjadi
tulang
punggung bagi keluarga30. Hal ini sesuai dengan pernyataan Galvin, dkk, bahwa secara tradisional pria diharapkan menjadi penyedia utama dalam keluarga30. Peran
Tabel 6 Variabel : Perekonomian Keluarga(n=30) Total Karakteristik n % Penghasilan Per Bulan
111
No:
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
Rp.1.000.000-2.000.000 Rp.2.000.000-3.000.000 Pengeluaran Per Bulan RP.1.500.000 Tidak Tentu Kebutuhan Terbesar Tiap Bulan Kebutuhan sesehari Cicilan kendaraan Bayar Hutang Modal Tani
20 4
67% 13%
11 3
36% 10%
17 1 1 1
57% 3% 3% 3%
Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui
keluarga29. Hidayati menekankan bahwa
bahwa penghasilan per bulan terbanyak
peningkatan pendapatan mempengaruhi
sebesar
pemilihan jenis dan jumlah makanan yang
Rp.
1.000.000
sampai
Rp
2.000.000 untuk 20 keluarga (67%). Status
dikonsumsi29
sosial ekonomi
keluarga dilihat dari
peluangnya
pendidikan orang tua, status pekerjaan
penghasilan
orang tua, penghasilan keluarga, status
berkesempatan
pekerjaan orang tua, dan jumlah anggota
lingkungan yang baik dan sehat33.
dan
semakin
untuk yang
mendapatkan
cukup
untuk
supaya bisa hidup
Variabel : Aktifitas Fisik Tabel 7 Variabel : Aktivitas Fisik (n=30) Karakteristik Kebiasaan Beraktivitas Fisik Ya Tidak Alasan Pentingnya Aktivitas Fisik Untuk Kesehatan Karna Malas Olahraga Jenis Aktivitas yang Sering Dilakukan Ringan Sedang Berat Cara OT Membantu Anak Dalam Aktivitas Fisik Didampingi Mendukung (Memberi Semangat) Langkah Yang Dilakukan Jika Anak Menolak Melakukan Aktivitas Membujuk Dipaksa
112
besar
dalam
Total N
%
20 10
67% 33%
24 1
80% 3%
1 15 2
3% 50% 7%
10 2
33% 2%
14 1
47% 3%
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
Berdasarkan tabel 7, aktivitas fisik
Serikat (Section 504 of the Rehabilitation
selalu dilakukan oleh responden dengan
Act of 1973) dalam buku Presiden
persentase 67% (20). Alasan aktivitas ini
Indonesia (Jokowi-JK) tentang “Akselerasi
penting dikemukakan oleh 24 orang tua
Mewujudkan Indonesia Sentris” tahun
responden (80%) bahwa sangat menunjang
2016 siswa yang berhak mendapatkan
kesehatan anak itu sendiri. Aktivitas fisik
layanan
yang paling sering dilakukan dapat terlihat
dinyatakan bahwa warga Negara yang
50% (15) tergolong aktivitas sedang.
memiliki
Pendampingan dilakukan oleh 33% (10).
intelaktual
Jika anak menolak untuk beraktivitas, 47%
memperoleh
(14) lebih cenderung membujuk anaknya.
Olahraga bagi ABK memiliki perbedaan
WHO menjelaskan aktivitas fisik dibagi
yaitu memodifikasi alat yang digunakan
atas beberapa bagian yaitu: waktu tidur,
sesuai kebutuhan yang diperlukan sesuai
waktu
kelainan
sekolah,
waktu
luang,
waktu 22
pendidikan
jasmani
kelainan dan
yang
fisik,
atau
adaptif,
emosional,
sosial,
pendidikan
dimiliki
berhak khusus35.
oleh
anak
36
mengerjakan tugas, dan waktu olahraga .
berkebutuhan khusus , sehingga mereka
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional
memerlukan pendampingan yang lebih
(SPN) No.20 tahun 2003 Bab IV Pasal 5
dikarenakan emosi mereka yang belum
ayat 234 dan UU Rehabilitasi Amerika
terfokus dengan baik37.
Variabel : Kesehatan Anak Tabel 8 Variabel : Kesehatan Anak (n=30) Total Karakteristik n % Sering Sakit Ya 9 30% Tidak 21 70% Penyakit Yang Sering Dialami Pilek 18 60% Batuk 7 23% Tempat Pengobatan Puskesmas 14 47% Dirawat Sendiri 1 3% Cara Perawatan Di Rumah Dirawat Di Rumah 21 70% Ke RS 2 7% Dari tabel 8, responden yang sering
mengalami sakit. Tumbuh kembangnya
sakit sebanyak 70% (21) tidak sering
anak usia sekolah yang optimal tergantung
113
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
pemberian nutrisi yang benar untuk
aktifitas
mencegah gangguan pada sistem tubuh
komponen sistem kekebalan tubuh39. Hal
anak38. Aktivitas fisik dilakukan sebagai
ini dikarenakan pada usia ini anak lebih
perlindungan yang signifikan terhadap
aktif, imun lebih dikuatkan dan rasa ingin
penyakit39.
tahu dan bersosialisasi semakin nampak
kemungkinan
terjangkit
yang
menguntungkan
terhadap
komponen-
bahkan lebih terarah39.
Berbagai penelitian mengkonfirmasikan pengaruh
latihan
dari
Grafik Alasan Orang Tua Menyekolahkan Anak di SLB(n=30) 10%
3%
17%
70%
Berdasarkan grafik diatas, alasan
Ketidakmampuan belajar Sadar akan kondisi anak yang ABK Meningkatkan kecerdasan Melatih kedisiplinan dan daya ingat
KESIMPULAN
orang tua responden memasukan anak di
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
SLB 70% (21) adalah karena sadar akan
di SLB Negeri Salatiga RT 03 RW 12
kondisi anak yang ABK. Hak atas
Banjaran disimpulkan bahwa: Pola makan
pendidikan bagi anak penyandang kelainan
anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri
atau ketunaan ditetapkan dalam UU No. 20
Salatiga sebagian besar baik, 90% orang
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
tua memerhatikan pola makan anak dengan
Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa
frekuensi
“Pendidikan
responden 3 kali sehari, waktu makan
khusus
pendidikan
(22)
dalam
kisaran waktu rata-rata sarapan pagi pukul
mengikuti proses pembelajaran karena
06:00 WIB, 37% (11) responden makan
kelainan fisik, emosional, mental, dan
siang pukul 12:00 WIB, 47% (14)
sosial,
responden makan malam pukul 19:00
dan
atau
didik
73%
teratur pagi, siang, dan malam dengan
tingkat
peserta
perhari
yang
memiliki
bagi
merupakan
makan
kesulitan
memiliki
potensi
kecerdasan dan bakat istimewa”34.
WIB. Status kesehatan ABK di SLB Negeri Salatiga sebagian besar baik dengan persentase 70% (21) responden tidak sering mengalami sakit.
114
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
SARAN
Wilayah
Dari hasil penelitian ini peneliti
Kerja
Kecamatan
menyarankan kepada responden untuk
Puskesmas
Mapenget
Paniki Manado.
Universitas Samratulangi
tetap memerhatikan asupan gizi anak, baik
7. Dinkes Jatim. 2013. Profil kesehatan
asupan energi maupun protein agar status
provinsi Jawa Timur 2012. Jawa Timur
kesehatan anak tetap optimal, karena
8. Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi
dengan memerhatikan pola makan dapat
dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
membantu tumbuh kembang anak menjadi
Khusus Jilid 1. Jakarta: LP3S UI.
lebih baik terutama bagi anak yang
9. Barasi, M. 2007. Nutrition at a Glance.
mengalami berkebutuhan khusus.
Penerjemah:
Hermin.
Jakarta
:
Erlanggga. 10. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian DAFTAR PUSTAKA
Kuantitatif
1. Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang
Bandung: Alfabeta.
Anak. Jakarta : EGC
12. Junge. 2005. The Analysis of Childrens
3. Gerald, Kathryn dan David Gerald. Anak
Drawings: Social, emotional, physical,
Dalam
and Psychological Aspect. Jerman :
Kelompom : Panduan Untuk Konselor,
Journals
Guru, dan Pekerja Sosial. Yogyakarta :
Behavioral Sciences
Pustaka Pelajar.
13. WHO.
4. Jumadil Awwal. 2017. Berdasarkan
Procedia 2008.
–
Social
Physical
and
Activity.
Diakses : 7 Oktober 2017
data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
14. Peraturan Bersama Antara Menteri
jumlah anak berkebutuhan khusus
Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
(ABK) di Indonesia, Jakarta : MINA.
Indonesia
5. Kementrian
Kesehatan
Republik
Republik
Dan
Menteri
Indonesia
Agama Nomor
Indonesia. 2010. Penuntun Hidup
2/Vii/Pb/2014 Nomor 7 Tahun 2014
Sehat,
Tentang Penerimaan Peserta Didik
Edisi
keempat.
Jakarta
:
UNICEF, WHO, UNESCO, UNFPA,
Baru
UNDP,UNAIDS, WFP, the World
15. Badan Penelitian dan Pengembangan
Bank dan Kementerian Kesehatan.
Kesehatan Republik Indonesia. Riset
6. Tella A. 2012. Hubungan pola makan
kesehatan dasar 2013. Jakarta
dengan status gizi pada anak di
R&D.
Diakses 01 Oktober 2017.
Indoneia 2012. Kemenkes RI. Menangani
dan
11. Web : http://slbnsalatiga.sch.id. 2016.
2. Kemenkes. 2013. Profil Kesehatan
2013.
Kualitatif
115
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
16. Yusuf, dkk. 2008. Pertumbuhan dan
26. Widodo R, 2009. Pemberian Makanan,
Perkembangan Anak dan Remaja.
Suplemen, dan Obat Pada Anak.
Jakarta : TIM
Jakarta: EGC.
17. Depkes. 2010. Penelitian Status Gizi
27. Siti Aizah. 2012. Faktor Penyebab
Anak dan Remaja. Jakarta : Litbang
Kesulitan Makan Pada Anak. Di Dusun
Depkes.
Pagut
18. Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu
Kecamatan
Universitas PGRI Kediri.
Utama
28. Vazir, Engle, Balakrishna, Griffiths,
19. Khomsan, A. 2010. Pangan dan Gizi Kesehatan.
Jakarta:
Johnson, Kanashiro, Rao, Shroff, dan
Raja
Bently. 2013. Matern Child Nutritions
Grafindo Persada
:
20. Mickey Mehta. 2015. Pakar Kesehatan
education
21. Undang-Undang Republik Indonesia 36
tahun
2009
Cluster-randomized
trial
on
complementary and responsive feeding
Holistik. Liputan 6 Edisi Detik Health Nomor
Blabak
Pesantren Kota Kediri. Mahasiswa
Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
untuk
Desa
to
caregivers
found
improved dietary intake, growth and
Tentang
development
Kesehatan
among
rural
indian
toddlers.
22. Auliana, Rizqie. 2003. Gizi dan
29. Hidayati, dkk. 2007. Perilaku makan
Pengolahan Pangan. Jakarta: AdiCita.
anak Sekolah. Jakarta : Erlangga
23. Santrock, Jhon , W., Life Span, Crain,
30. Galvin, Bylund, & Brommel. 2008.
Wlliam. 2007. Teori Perkembangan,
Problem, Expectations, and Suggestion
Konsep dan Aplikasi- edisi 3. Jakarta :
of Elementary Teacher Regarding
EGC
Inclusion. Educational Science: Theory
24. Hassan, Dr. Rusepno.,et al. 2007. Buku
& Practice. DOI
Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
31. Mahfoedz
: Info Medika
Kencana.
Makan dan Status Sosial Ekonomi di
32. Kep.Men.PAN
SMP Negeri 72 Jakarta Pusat Tahun Program Universitas
Studi
33. Repi, dkk. 2013. Gizi Anak dan Remaja. Jakarta : EGC
Esa
34. Departemen
Unggu. Jakarta.
Nomor:
KEP/75/M.PAN/7/2004
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
2007.
Penelitian, Edisi Kesembilan. Jakarta :
antara Status Gizi Anak dengan Pola
ilmu
Suryani,
Psikologi Kepribadian : Teori dan
25. Metrano, Anthony. 2007. Hubungan
2007. Skripsi.
dan
Pendidikan
Nasional,
2003. Undang-Undang Nomor 20 116
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 2(2) 2017
Tahun
2003,
Pendidikan
Tentang
Sistem
Nasional.
MenujuAnak
Jakarta:
38. Judarwanto, 2016.
Akselerasi
2006.
Antisipasi
39. Subardja, Dedi. 2004. Obesitas Primer
36. Faizati Karim. 2009. Penelitian Status
Pada Anak. Bandung : Kiblat Buku
Gizi Anak dan Remaja. Jakarta : EGC
Utama
37. Pidarta. 2009. Mendidik Anak Autis
W.
Institusi Pertanian Bogor.
Pusat : Bina Graha
Gangguan
Sehat.
Perilaku Makan Anak Sekolah. Bogor :
Mewujudkan Indonesia Sentris. Jakarta
dan
dan
Yogyakarta : Katahati
Depdiknas. 35. Jokowi-JK.
Cerdas
Mental
Lain
117