PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM MEMBENTUK MORAL ANAK
Yuli Srimulyani Prodi pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang E-mail:
[email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini mendeskripsikan (1) pelaksanaan pendidikan budi pekerti dalam membentuk moral anak, (2) peran pendidikan budi pekerti dalam membentuk moral anak, (3) hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti dalam membentuk moral anak, (4) upaya mengatasi hambatan pelaksanaan budi pekerti dalam membentuk moral anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Prosedur pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data interaktif. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Batu menunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti diterapkan dalam pembelajaran, manajemen sekolah dan pengembangan diri. Perannya dalam membentuk moral sebagai pengembang, perbaikan, pencegah dan pembimbing perilaku anak. Kata Kunci: Budi Pekerti, Moral. Dunia pendidikan akhir-akhir ini banyak dikejutkan oleh kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan. Berbagai peristiwa yang muncul banyak memberikan pengaruh pada kehidupan dan perilaku peserta didik. Kejadian yang marak terjadi dan disoroti oleh media massa akhir-akhir ini adalah tawuran antar sekolah yang mengakibatkan perkelahian dan pembunuhan. Bukan hanya tawuran antar pelajar tetapi masih banyak kasus atau kejahatan sosial yang termasuk tindak kriminal yang telah dilakukan oleh para peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi kemerosotan moral dalam kehidupan masyarakat kita. Cukup jelas bahwa peristiwa-peristiwa di atas bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, misalnya sekolah. Karena kebanyakan dari waktu siswa itu di luar sekolah, di dalam keluarga dan masyarakatnya. Namun sekolah tidak dapat lepas tangan begitu saja, karena peristiwa-peristiwa itu menggambarkan keburaman potret pendidikan kita. Sekolah masih belum mampu mengekang sifat-sifat barbarian peserta didik dan menggantikannya dengan apa yang diamanatkan oleh undang-undang yaitu manusia yang berbudi pekerti luhur. Untuk itu diperlukan pendidikan budi pekerti di sekolah yang diharapkan dapat mendidik siswa. Sehingga dapat menyadari realitas sosial yang terjadi dan berperilaku sebagaimana mestinya. Mulai tahun pelajaran 2001/2002 Pendidikan Budi Pekerti secara simultan dilaksanakan di seluruh jalur dan jenjang pendidikan.
Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui beberapa alternatif terpadu, seperti: (1) mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama dan kewarganegaraan (2) mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah (3) mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan (4) membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik. Pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku yang bertujuan agar seseorang dapat berpikir, merasakan dan bertindak (Rochmadi, 2002:1). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami kesimpulan utamanya adalah pendidikan mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Sedangkan istilah budi pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010:170) terdiri dari dua kata, yaitu budi dan pekerti yang tidak dapat dipisahkan, kedua kata tersebut adalah bagian integral yang saling terkait. Budi berarti panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk. Pekerti berarti perangai, tingkah laku, akhlak. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku. Dari pengertian pendidikan dan budi pekerti dapat diartikan pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang lebih ditekankan pada ranah afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama) (Zuriah, 2007:19-20). Pendidikan budi pekerti mengacu pada sikap dan perilaku seseorang maupun masyarakat yang mengedepankan norma dan etika. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara (Ki Hajar Dewantara, 1962:485), pendidikan budi pekerti adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban dalam sifatnya yang umum. Untuk memahami peran pendidikan budi pekerti dalam membentuk moral, terlebih adahulu kita ketahui pengertian moral. Moral adalah seluruh kaidah kesusilaan atau kebiasaan yang berlaku pada suatu kelompok tertentu; ajaran kesusilaan yaitu ajaran tentang azas dan
Kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistematik di dalam etika, filsafat moral dan teologi moral (Rochmadi, 2002:2). Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Bertens (2002:6) mengartikan etika sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam membentuk moral seorang anak ada beberapa tahap perkembangan moral. Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Untuk membahas mengenai perkembangan moral ada beberapa teori terkenal sebagai dasar/landasan yang sering digunakan, antara lain: (1) Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget (Rochmadi, 2002:52), sumbangan Jean Piaget dalam teori perkembangan moral adalah meletakkan dasar untuk memahami fase-fase perkembangan pemikiran moral anak, (2) Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg (Haricahyono, 1995: 251-280) Lawrence Kohlberg tetap menggunakan pendekatan dasar Piaget, yaitu menghadapkan anakanak dengan serangkaian cerita-cerita yang memuat dilema moral. Kohlberg menemukan tiga tingkat perkembangan moral yang harus dilalui seorang anak untuk dapat sampai ke tingkat remaja atau tingkat kedewasaan. Setiap tingkat perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan, sehingga secara keseluruhan perkembangan moral manusia terjadi dalam enam tahap, (3) Perkembangan Moral Menurut Erik H. Erikson (Haricahyono, 1995: 251280), tahap-tahap perkembangan Erikson mengemukakan adanya delapan tahap perkembangan, (4) Perkembangan Moral Menurut Sigmud Freud dalam mengembangkan pendekatannya Freud bertolak dari suatu anggapan dasar, bahwa ada tiga sistem energi dalam tumbuh dan berkembang dalam diri setiap manusia. Ketiga sistem energi tersebut yaitu Id, Ego, dan Superego yang masing-masing menempati ruang tersendiri dalam struktur kepribadian manusia.
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, yaitu Ibu Tutpriyani dan Ibu Fatmawati selaku guru pengajar PPKn, Ibu Yulaikah Wakil Kepala Sekolah bagian kultur budaya dan pengajar bahasa jawa, dan Ibu Kantiningrum selaku guru bimbingan konseling di SMP Negeri 1 Batu. Dan beberapa siswa kelas 7, 8 dan 9 SMP Negeri 1 Batu. Sumber tertulis yang didapatkan melalui sumber buku, Student Handbook siswa serta foto. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi/pengamatan, wawancara, dan dokumentasi.
Analisis data dilakukan dengan cara mengorganisasikan data, memberi kode, mencari penjelasan-penjelasan alternatif, penyajian data. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan dengan ketekunan pengamatan dan triangulasi.
HASIL Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti dalam Membentuk Moral Anak di SMP Negeri 1 Batu Dalam pelaksanaannya pendidikan budi pekerti di SMP negeri 1 batu memang bukan merupakan mata pelajaran yang memiliki kurikulum tersendiri. Pendidikan budi pekerti dintegrasikan dalam semua mata pelajaran di kelas, baik itu PPKn, Pendidikan Agama, dan dalam mata pelajaran lain yang dianggap relevan. Pendidikan budi pekerti dilaksanakan dalam 3 kegiatan sekolah yaitu manajeman sekolah, pengembangan diri dan pembelajaran. Dalam pembelajaran pendidikan budi di integrasikan dalam setiap mata pelajaran. Akan tetapi pendidikan agama dan PPKn memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Tutpriyani sebagai pengajar PPKn kelas 7 dan 9. PPKn itu memang berperan banyak dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti di dalam mata pelajaran, karena dalam materinya sudah banyak tercantum seperti di kelas 7 materi norma dan nilai-nilai dasar pancasila. Materi ini mengajarkan agar anak patuh kepada aturan sosial, jujur dan menghargai keberagaman. Di kelas 9 materi tentang bela negara yang mengajarkan anak agar memiliki jiwa nasionalis (wawancara, 18 Oktober 2012). Pendidikan budi pekerti yang diintegrasikan disesuaikan dengan cakupan dan karakteristik kompetensi yang dipelajari peserta didik pada mata pelajaran masing-masing. Melalui upaya integratif ini sekolah berharap nilai-nilai budi pekerti dapat terinternalisasi pada diri peserta didik. Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam manajemen sekolah dikembangkan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Pelaksanaan manajemen sekolah yang transparan, akuntabel, dan partisipatif diharapkan menjadi teladan bagi seluruh warga sekolah, khususnya peserta didik agar senantiasa mengembangkan sikap jujur, adil, bertanggung jawab, suka bekerja keras, saling menghormati, terbuka, dan berprestasi. Dalam pengembangan diri pendidikan budi pekerti dilaksanakan melalui Bimbingan Konseling, pembiasaan, dan kegiatan ekstrakurikuler. Implementasi bimbingan konseling di
SMP Negeri 1 Batu terdapat dalam 2 bentuk yaitu implementasi dalam mata pelajaran dan dalam bentuk bimbingan. Peranan BK dapat diamati dari kutipan wawancara peneliti dengan Ibu Kantiningrum selaku guru Bimbingan Konseling, sebagai berikut: Bimbingan konseling juga sangat berperan dalam proses penanaman nilai-nilai budi pekerti. Karena pada dasarnya itu sudah menjadi tugas pokok kita yaitu mengarahkan siswa agar berkelakuan yang baik dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan itu akan tercermin bahwa siswa kita itu memiliki moral yang baik. Salah satu cara kita adalah mendisiplinkan siswa supaya selalu patuh kepada aturan yang berlaku disekolah maupun diluar sekolah. Selain mendisiplinkan kita juga akan menghukum atau menegur siswa yang melanggar peraturan (wawancara, 11 Oktober 2012). Siswa diajarkan untuk selalu membiasakan diri mematuhi peraturan yang berlaku terutama di sekolah. Agar pada nantinya siswa tidak akan kesulitan lagi untuk membiasakan dirinya disiplin di lingkungan msyarakat. Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dilakukan pada semua kegiatan ekstrakurikuler baik yang mengarah pada ilmiah, keolahragaan, maupun kesenian. Kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Batu dilaksanakan setiap hari sabtu setelah jam pelajaran berakhir. Sebagai contoh pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam kegiatan ekstrakurikuler adalah sebagai berikut: (1) Eksrtakurikuler PMR nilai-nilai budi pekerti yang ditanamkan dalam kegiatan ini adalah rasa bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, mencintai sesama, santun peduli sosial dan lingkungan serta menghargai keberagaman. (2) Ekstrakurikuler Pramuka nilai-nilai budi pekerti yang ditanamkan religius, jujur, bertanggung jawab, mandiri, disiplin, sadar akan hak dan kewajian, menghargai keberagaman, peduli sosial dan lingkungan, nasionalis. Selain melalui bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler pendidikan budi pekerti juga dilaksanakan melalui pembiasaan. Pembiasaan yang dilakukan di SMP Negeri 1 Batu ini terbagi menjadi 2 yaitu terprogram dan tidak terprogram. Hal ini seperti yang dituturkan oleh Ibu Fatmawati pada wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Pembiasaan yang dilakukan di sekolah ini ada dua yaitu pembiasaan yang terprogram dan tidak terprogram. Kalau yang terprogram itu contohnya upacara bendera, wajib baca setiap pagi, jumat bersih dan ibadah. Selain itu juga ada kantin kejujuran mbak yang diharapkan melatih siswa agar berbuat jujur dan bertanggung jawab. Cium tangan, membuang sampah pada tempatnya itu contoh dari kegiatan pembiasaan yang tidak terprogram. Jadi sifatnya spontanitas dan keteladanan saja (wawancara, 6 Oktober 2012). Selain pembiasaan ramah tamah dan budaya cium tangan, ada pula rutinitas yang di lakukan yaitu dalam bentuk kegiatan wajib baca yang menjadi ciri khas SMP Negeri 1 Batu dan tentunya memiliki nilai pendidikan budi pekerti yaitu berpikir logis, ingin tahu, kreatif,
mandiri, disiplin dan cinta ilmu. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari selasa, rabu, kamis dan sabtu. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Fatmawati, sebagai berikut: Kegiatan siswa di sekolah dimulai dari pukul 06.45 sampai siang, sesuai jadwal setiap pagi siswa melaksanakan program sekolah yaitu wajib baca. Wajib baca ini dilakukan setiap sebelum mata pelajaran dimulai sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Setiap harinya buku yang dibaca itu berbeda-beda, hari selasa dan rabu itu buku ilmu pengetahuan dan teknologi, hari kamis buku keagamaan, dan hari sabtu itu buku fiksi (Novel, Cerpen, Puisi, dan Drama). Pada setiap pelaksanaan wajib baca siswa juga wajib membawa buku kendali baca, karena buku yang dibaca harus mereka resume dalam buku kendali baca (wawancara, 6 Oktober 2012). Hal ini sebagai bukti nyata dan keseriusan sekolah untuk mendidik siswa-siswinya agar memiliki pribadi yang baik yang memiliki rasa disiplin dan berwawasan luas. Terkait dengan pendidikan budi pekerti yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Batu, pihak sekolah berupaya menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung. Lingkungan sekolah yang mendukung akan mempermudah pelaksanaan pendidikan budi pekerti yang di integrasikan dalam pembiasaan seperti tradisi dan aturan/tata tertib yang wajib ditaati. Bukan hanya siswa yang wajib taat pada tata tertib, akan tetapi guru juga mempunyai tata tertib yang wajib dipatuhi. Agar siswa selalu taat kepada tata tertib yang ada, sekolah berupaya untuk mensosialisasikan semaksimal mungkin aturan tersebut. Dengan ditempelkanya poster yang berisi tentang tata tertib siswa di depan pintu masuk sekolah. Bukan hanya poster, sekolah juga memberikan sebuah buku kepada masing-masing siswa yaitu student handbook. Sekolah juga mengupayakan penanaman pendidikan budi pekerti dalam kegiatan kantin kejujuran dan kegiatan keagamaan. SMP Negeri 1 Batu mengembangkan kantin kejujuran sebagai wujud implementasi penanaman nilai-nilai budi pekerti dan pendidikan anti korupsi. Seperti yang dituturkan Ibu Yuni selaku pengurus kantin kejujuran, sebagai berikut: Kantin kejujuran ini dikembangkan di SMP Negeri 1 dengan banyak sekali tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama dari kantin kejujuran ini adalah untuk mendidik siswa agar memiliki sikap jujur, adil dan bertanggung jawab. Selain itu juga sebagai tindakan mendidik siswa anti korupsi. Dalam pelaksanaanya, siswa diberi kebebasan dalam berbelanja secara mandir (wawancara, 22 Oktober 2012). Kantin kejujuran ini merupakan laboratorium untuk memantau siswa sekaligus wahana untuk mendidik dan menanamkan nilai kejujuran, nilai keadilan, dan nilai tanggung jawab sebagai implementasi dari pendidikan anti korupsi. Selain beberapa kegiatan yang dipaparkan di atas, sebagai upaya mewujudkan pendidikan budi pekerti SMP Negeri 1 Batu juga menempelkan beberapa poster yang bertuliskan kata-kata motivasi dengan tujuan mengingatkan dan memotivasi siswa. Sekolah
juga bekerja sama dengan BNN (Badan Narkotika Nasional) dengan menempelkan posterposter berisikan bahaya-bahaya narkotika dan rokok.
Peran Pendidikan Budi Pekerti Dalam Membentuk Moral di SMP Negeri 1 Batu Berdasarkan hasil observasi dan wawancara maka disini peneliti akan memaparkan mengenai peran budi pekerti dalam rangka membentuk perilaku anak yang bermoral antara lain sebagai pengembang perilaku anak, perbaikan perilaku anak, pencegah perilaku menyimpang anak dan pembimbing perilaku anak. Peran pendidikan budi pekerti yang pertama sebagai pengembang perilaku anak. Pengembang yang dimaksud disini yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik bagi anak yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Dari pengamatan peneliti SMP Negeri 1 Batu sudah sangat mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan budi pekerti. Sekolah melaksanakan pendidikan budi pekerti dengan harapan anak-anak dapat mengembangkan pendidikan budi pekerti yang sudah diajarkan oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya. Dari beberapa cara yang telah dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan budi pekerti, hampir seluruhnya bertujuan untuk mengembangkan perilaku siswa. Contoh konkrit di lapangan yang peneliti lihat adalah disiplin akan waktu. Banyak siswa yang telat di minggu pertama mereka sekolah, hal ini dibenarkan oleh beberapa orang guru, seperti yang dituturkan oleh ibu Yulaikah, sebagai berikut: Anak-anak biasanya masih belum terbiasa dengan jam masuk sekolah yang baru mbak. Karena belum terbiasa biasanya mereka bnagunnya kesiangan. Jam masuk sekolah di SD sama SMP ini kan berbeda apalagi SMP Negeri 1 Batu, sebelum pelajaran dimulai ada kegiatan wajib baca terlebih dahulu. Jam masuk disini itu jam 06.45, ini tidak hanya berlaku pada siswa tapi juga guru. Tapi tidak semua siswa telat masuk sekolah, bahkan banyak juga yang datang lebih awal (wawancara, 18 Oktober 2012). Selain sebagai pengembangan perilaku anak, pendidikan budi pekerti juga memiliki peran sebagai perbaikan perilaku anak. Perbaikan perilaku yang dimaksud disini adalah memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kelemahan perilaku anak. Dengan pemberian pendidikan budi pekerti di sekolah diharapkan akan membantu memperbaiki dan membenahi kesalahan atau kebiasaan yang dilakukan anak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut pengamatan peneliti, wujud pendidikan budi pekerti sebagai perbaikan dari perilaku anak dapat dilihat dari adanya program kantin kejujuran yang ada di sekolah. Dilihat dari tujuan dengan adanya kantin kejujuran yaitu membiasakan anak-anak berperilaku jujur.
Untuk memperkuat pernyataan di atas maka peneliti memaparkan hasil wawancara dengan Ibu Yuni selaku pengelola kantin kejujuran, sebagai berikut: Kantin ini memang difungsikan untuk melatih siswa berbuat jujur mbak. Karena pada pelaksanaanya pengelola hanya mengawasi dari jauh saja kantin kejujuran ini, biar anak menggunakan hati nurani mereka. Kita hanya memberi tahu bahwa berbuat jujur itu pada nantinya akan ada balasannya. Jadi mereka yang tidak terbiasa jujur dengan adanya kantin kejujuran ini bisa menjadi anak yang jujur. Ya meskipun harga makanan disana itu hanya berkisar dari Rp.500 sampai Rp.2500 (wawancara, 22 Oktober 2012). Kalau untuk memperbaiki perilaku anak tidak hanya dengan kantin kejujuran, juga bisa dilakukan dengan penyampaian pelajaran atau nasihat-nasihat di kelas. Bisa juga melalui bimbingan konseling yang merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan pendidikan budi pekerti. seperti yang dituturkan oleh Ibu Kantiningrum sebagai berikut: Bimbingan konseling itu biasanya melakukan pengamatan sendiri terhadap perilaku anak, tapi tidak jarang juga menerima pelaporan dari guru, siswa juga orang tua. Pernah waktu itu ada siswa yang sedang curhat sama guru BK dan tidak sengaja mengatakan bahwa ada salah seorang teman mereka selalu membantah perkataan orang tuanya (kebetulan kedua siswa ini bertetangga rumahnya). Sebagai BK dan salah satu pelaksana pendidikan budi pekerti kita secara perlahan memberikan nasihat kepada semua siswa ketika kita mengajar di kelasnya. Disini kita berusaha memperbaiki perilaku siswa tersebut meskipun secara tidak langsung (wawancara, 11 Oktober 2012). Dari kedua penuturan guru dalam wawancara dengan peneliti dapat disimpulkan bahwa budi pekerti juga diharapkan dapat memperbaiki perilaku yang salah dan tidak semestinya. Selain memberikan nasihat kepada siswanya yang berperilaku tidak baik, pihak sekolah juga akan bertindak tegas bagi siswanya yang tidak dapat memperbaiki perilaku buruknya. Dengan cara memberikan sanksi berupa tugas ataupun yang lainnya, ini dilakukan agar siswa tidak terbiasa dengan perilaku buruknya. Meskipun pada kenyataannya merubah perilaku seseorang itu tidak mudah tapi jika dilakukan secara terus menerus dan menjadi kebiasaan diharapkan perilaku yang tidak baik tersebut berubah. Peran selanjutnya adalah sebagai pencegah perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang siswa tidak dapat ditolerir oleh pihak sekolah, maka dari itu benar-benar diperlukan penanaman nilai-nilai budi pekerti di sekolah. Selain berdampak pada diri pribadi siswa perilaku menyimpang juga akan mempengaruhi siswa-siswa yang lain. Misalkan saja ada salah seorang siswa yang gemar berkelahi dengan siswa lain apalagi dengan siswa sekolah lain, hal ini akan mempengaruhi teman-teman dari siswa tersebut untuk melakukan pembelaan terhadap temanya. Sehingga timbullah tawuran antar sekolah yang hanya disebabkan oleh salah seorang siswa.
Pihak sekolah telah melakukan beberapa cara agar nilai-nilai budi pekerti di sekolah dipatuhi oleh siswanya. SMP Negeri 1 Batu juga menerapkan sistem sanksi bagi siapa saja yang melanggar peraturan sebagai siswa di sekolah tersebut. Dalam tata tertib siswa diatur juga sanksi apa yang akan mereka terima jika mereka melakukan pelanggaran. Seperti apa yang dituturkan oleh Ibu Yulaikah selaku pembina tata tertib siswa, sebagai berikut: Tata tertib itu bukan hanya berisi tentang larangan yang tidak boleh dilakukan oleh siswa mbak tapi disana juga dituliskan sanski apa yang akan mereka terima jika melanggar. Siswa mengerti tentang sanksi yang ada, karena sanksi tersebut ada di Student Handbook masing-masing siswa (wawancara, 18 Oktober 2012). Setiap siswa oleh SMP Negeri 1 Batu di wajibkan untuk selalu membawa Student Handbook, selain untuk pencatatan resume wajib baca setiap paginya juga untuk selalu mengingatkan akan sanksi yang akan mereka terima jika melakukan pelanggaran. Selain untuk membentuk pribadi yang berperilaku baik adanya pendidikan budi pekerti di sekolah ini juga diharapkan dapat meminimalisir perilaku menyimpang siswanya. Seperti yang peneliti amati dan hasil wawancara dengan Ibu Kantiningrum, sebagai berikut: Setelah dilaksanakannya pendidikan budi pekerti di sekolah ini, pelaporan pelanggaran siswa baik itu dari guru, siswa ataupun orang tua tidak begitu banyak. Biasanya laporan yang ada setiap tahunnya itu tidak pernah mencapai 20 laporan pertahun pelajaran (wawancara, 11 Oktober 2012). Jika pelanggaran itu termasuk pelanggaran berat pihak sekolah akan berkoordinasi dengan orang tua siswa dan akan mengembalikan untuk sementara siswa yang melakukan pelanggaran. Hal ini agar mereka juga turut serta membimbing anak tersebut. Seperti peran pendidikan budi pekerti yang selanjutnya yaitu sebagai pembimbing perilaku anak. Sebagai peranannya sebagai pembimbing perilaku anak, pendidikan budi pekerti di sekolah dalam hal ini menempatkan guru sebagai pemeran utama. Pertama, karena siswa tidak selalu mendapatkan perhatian dari orng tua di rumah. Kedua, pendidikan budi pekerti yang guru berikan akan membangun hubungan baik. Ketika siswa berinteraksi dengan teman sebaya dan guru, hubungan baik akan terjalin diantara mereka di kelas. Hubungan ini dapat bermanfaat baik secara sosial maupun personal, namun juga meningkatkan manajemen ruang kelas. Dalam rangka melaksanakan peran pendidikan budi pekerti sebagai pembimbing perilaku siswa di sekolah, dalam pengamatan peneliti beberapa guru berupaya agar bisa menjadi panutan oleh siswanya. Oleh Seperti yang dituturkan oleh Ibu Fatmawati sebagai salah seorang guru, sebagai berikut:
Sebagai guru dan pelaku pengintegrasian nilai-nilai budi pekerti pada siswa, kita itu harus bisa menjadi guru yang inspiratif. Yang disukai siswanya bukan malah dibenci siswa, yang dicari-cari siswa ketika tidak masuk kelas. Guru seperti itu biasanya menjadi salah satu favorit siswa, sehingga apa yang disampaikan itu dapat langsung diterima oleh siswa, bukan karena takut tapi karena mereka percaya (wawancara, 6 Oktober 2012). Hambatan Dalam Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti Dalam Membentuk Moral Anak di SMP Negeri 1 Batu Untuk melaksanakan pendidikan budi pekerti dalam rangka membentuk moral anak bukanlah sesuatu hal yang mudah. Hambatan akan selalu ada, baik dari lingkungan dalam maupun luar sekolah. Dari pengamatan peneliti dari apa yang terjadi di lapangan hambatan yang dihadapi di lingkungan dalam sekolah lebih banyak bersumber dari siswa dan guru. Kebanyakan siswa bersifat pasif terhadap pendidikan budi pekerti yang ada di sekolah, sehingga pengetahuan mereka hanya sebatas pengalaman belajar. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Tutpriyani sebagai guru pkn kelas 7 dan 9. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan beliau: Pemahaman anak-anak terhadap pendidikan budi pekerti itu masih kurang dan sangat terbatas, mereka masih paham sedikit-sedikit tentang budi pekerti. Mereka pahamnya masih setengah-setengah. Sebagai guru pkn saya setiap masuk kelas selalu memberikan pemahaman kepada anak-anak apa itu budi pekerti (wawancara, 18 Oktober 2012). Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari siswa masih kurang pemahamannya terhadap pendidikan budi pekerti. Kurang pahamnya siswa ini ditandai dengan adanya beberapa pelanggaran ringan atau sepele yang masih dilakukan oleh siswa. Beberapa pelanggaran ringan atau sepele yang masih dilakukan oleh beberapa siswa, terutama dalam hal kerajinan dan kerapian. Hambatan yang selanjutnya bersumber dari guru. Di SMP Negeri 1 Batu. Setiap guru pastinya memiliki kesibukan masing-masing sehingga tidak semua dari mereka bisa mengamati perilaku-perilaku siswanya. Keterbatasan tenaga pendidik untuk memantau siswa yang melakukan pelanggaran ini juga disampaikan oleh Ibu Yulaikah sebagai bidang kultur sekolah, sebagai berikut: Setiap kenakalan yang dilakukan siswa tidak dapat kita pantau semua, kecuali ada siswa yang melapor. Misalnya berkelahi atau melompati pagar sekolah, pelanggaran seperti ini sangat jarang diketahui oleh guru. Kalau untuk kerapian saya biasanya akan langsung menegur siswa tersebut (wawancara, 10 Oktober 2012).
Hambatan yang lain yaitu kurangnya pemahaman guru akan stategi penyampaian pendidikan budi pekerti yang baik. Kurangnya pemahaman ini sangat berpengaruh pada proses pengintegrasian pendidikan budi pekerti, sehingga tujuan yang diharapkan tidak dapat tercapai sepenuhnya. Hambatan yang telah diuraikan di atas, adalah beberapa hambatan yang berasal dari lingkungan di dalam sekolah. Dalam rangka menerapkan pendidikan budi pekerti sebagai perannya membentuk moral hambatan juga berasal dari lingkungan luar sekolah. Lingkungan diluar sekolah ini adalah lingkungan keluarga dan pergaulan anak sehari-hari. Berikut beberapa kutipan wawancara peneliti dengan beberapa orang guru yang membenarkan hal di atas. Ibu Fatmawati sebagai guru PPKn menyatakan hal seperti berikut: Menurut saya itu ya mbak, lingkungan sekolah di sini sudah sangat mendukung terlaksananya pendidikan budi pekerti. Tapi hal ini tidak mungkin berjalan kalau lingkungan di luar anak tidak mendukung. Contohnya seperti kedisiplinan, siswa tidak boleh datang lebih dari pukul 06.45 di sekolah, akan tetapi masih banyak yang membiarkan anaknya datang terlambat (wawancara, 6 Oktober 2012). Hal senada juga di ungkapakan oleh Ibu Kantiningrum sebagai.. Langsung pada contohnya ya mbak, ketika seorang anak/siswa melakukan pelanggaran biasanya orang tua akan dipanggil ke sekolah. Terkadang ada orang tua yang tidak mau datang ke sekolah dengan alasan sibuk. Seperti itu berarti orang tua tidak terlalu memperdulikan anak, hal ini biasanya yang memicu siswa untuk melakukan pelanggaran. Menurut saya bukan hanya lingkungan keluarga yang berpengaruh, akan tetapi lingkungan pergaulan juga sangat berperngaruh terhadap perilaku anak (wawancara, 11 Oktober 2012). Pendidikan budi pekerti di sekolah sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan keseharian dan pergaulan siswa. Ketiga lingkungan ini tidak dapat dilepaskan antara yang satu yang lainnya agar terbentuk perilaku moral yang baik pada anak. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Budi Pekerti Dalam Membentuk Moral Anak di SMPN 1 Batu Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh SMP Negeri 1 Batu dalam pengintergrasian pendidikan budi pekerti tentu saja tidak dapat diabaikan begitu saja. Adanya hambatan tadi menuntut pihak sekolah untuk mengupayakan solusi-solusi yang dapat mengatasi hambatan
yang ada. Dari beberapa pengamatan peneliti beberapa usaha telah diupayakan pihak sekolah untuk mengatasi hambatan pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah. Beberapa upaya telah dilakukian oleh pihak sekolah dalam mengatasi hambatan yang bersumber dari perilaku siswa. Salah satunya adalah dengan memperketat peraturan yang harus ditaati oleh siswa tanpa terkecuali. Upaya yang dilakukan guru adalah memberi peringatan ataupun hukuman sesuai dengan pedoman yang ada. Hal tersebut dinyatakan oleh ibu kantiningrum sebagai guru Bimbingan Konseling pada wawancara (tanggal 11 Oktober) sebagai berikut: Saya akan langsung menegur atau menghukum siswa yang kedapatan melanggar peraturan, biasanya mereka yang melanggar saya suruh menghadap dan membawa student handbook. Di buku itu saya catat pelanggaran apa yang mereka lakukan, kalau masih diulangi saya biasanya langsung memberi hukuman seperti yang tertulis di tata tertib siswa. Tapi tidak setiap pelanggaran dapat kami pantau, kecuali ada siswa yang melapor kepada guru. Untuk mengatasi perilaku siswa yang sering keluar kelas pada saat jam pelajaran untuk pergi kekantin sekolah, pihak sekolah telah memberi arahan kepada setiap petugas kantin sekolah, seperti yang dinyatakan penjaga kantin sekolah pada wawancara, sebagai berikut: Sekolah sudah memberi tahu kepada kami mbak, kalau bukan jam istirahat pelajaran kita tidak diperbolehkan untuk melayani siswa yang hendak beli-beli. Kecuali mereka yang mengenakan seragam olahraga (wawancara, 22 Oktober 2012). Sudah disingggung pada wawancara dengan ibu kantiningrum di atas bahwa tidak semua pelanggaran yang dilakukan siswa diketahui oleh guru, untuk mengatasi hambatan tersebut sekolah menghimbau kepada seluruh siswanya agar melaporkan pelanggaran yang telah dilakukan siswa lain. Selain itu sekolah juga mengalami hambatan dalam hal kurangnya pemahaman guru terhadap pendidikan budi pekerti. Untuk mengatasi hal ini pihak sekolah telah mengatur sebagian guru SMP Negeri 1 Batu untuk mengikuti workshop tentang pendidikan budi pekerti. Seperti yang dinyatakan Ibu Kantiningrum, sebagai berikut: Guru-guru sudah banyak yang dikirim untuk mengikuti beberapa workshop mbak, supaya mereka lebih paham dan tahu strategi penyampaian pendidikan budi pekerti yang efektif itu seperti apa. Selain itu karena hal ini juga merupakan hal baru bagi guru. Ya meskipun nilai-nilai dasarnya guru sudah paham, strateginya itu yang dibutuhkan oleh guru. Seperti bagaimana menjalankan kantin kejujuran (wawancara, 11 Oktober 2012).
Dari faktor eksternal hambatan yang muncul bersumber dari lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan siswa. Para siswa di sekolah ini berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Untuk itu kita sebagai guru kita harus tetap memberi pengajaran budi pekerti kepada anak. Sekolah berusah untuk menumbuhkan kesadaran kepada pihak orang tua sebagai wali murid agar selalu senantiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya. Hal ini selalu pihak sekolah sampaikan ketika mereka mengadakan pertemuan dengan para wali murid. Seperti yang dituturkan Ibu Yulaikah, sebagai berikut: Setiap pertemuan, misalnya pertemuan pengambilan rapor. Dalam pertemuan kita itu selalu meyempatkan untuk menghimbau orang tua agar selalu menjaga dan mengontrol anak-anaknya. Karen pergaulan saat ini sudah tidak sehat, banyak sekali terjadi kejahatan-kejahatan yang dilakukan oileh para remaja (wawancara, 10 Oktober 2012). Selain upaya-upaya di atas sekolah juga perlu menyampaikan pendidikan budi pekerti secara terus menerus. Hal ini sesuai dengan beberapa pendapat yang menyatakan bahwa untuk mencapai manusia yang bermoral penanaman nilai-nilai budi pekerti harus dilakukan secara holistek dan konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam pendidikan budi pekerti. PEMBAHASAN Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti dalam Membentuk Moral Anak di SMP Negeri 1 Batu Berdasarkan temuan penelitian pelaksanaan pendidikan budi pekerti di SMP Negeri 1 Batu di wujudkan dengan tiga cara yaitu pengintegrasian dalam mata pelajaran, manajemen sekolah dan pengembangan diri. Kegiatan di atas telah dijelaskan di dalam buku pedoman penyelengaraan sekolah SMP Negeri 1 Batu. Landasan pelaksaan pendidikan budi pekerti di sekolah tertuang dengan jelas dalam Tujuan Pendidikan Nasional yaitu dalam UU Nomor 23 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam pengembangan diri pelaksanaan pendidikan budi pekerti di SMP Negeri 1 Batu dibagi lagi ke dalam beberapa kegiatan yaitu bimbingan konseling, kegiatan ekstrakurikuler dan pembiasaan. Bimbingan konseling merupakan sebuah cara sekolah memberikan pengarahan kepada siswa, baik melalui bimbingan secara langsung ataupun di kelas. Melalui kegiatan eksrtakurikuler pendidikan budi pekerti di integrasikan sesuai dengan bidang masing-masing. Pembiasaan bertujuan membentuk pola tingkah laku siswa dengan harapan agar mereka terbiasa melakukan hal-hal yang positif. Pembiasaan yang dilaksanak di SMP Negeri 1 Batu, misalnya mencium tangan ketika bertemu guru, membuang sampah sembarangan, membaca buku, upacara bendera dan lain-lain. SMP Negeri 1 Batu juga mengembangkan kantin kejujuran sebagai wujud dari pembiasaan dan pendidikan anti korupsi di lingkungan sekolah. Dengan adanya kantin kejujuran sekolah berusaha untuk membiasakan siswanya untuk selalu berbuat jujur dan bertanggung jawab. Pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah ini juga dapat diamati dari kegiatan wajib baca yang merupakan salah satu kegiatan pembiasaan bagi siswa. Dalam wajib baca ini nilai-nilai budi pekerti seperti cinta ilmu, ingin tahu dan nilai yang lainnya dapat dipahami siswa. Dengan membaca, seseorang akan merasakan perubahan dalam dirinya. Karena salah satu fungsi membaca adalah mampu mempengaruhi dan atau mengubah pola pikir dan pola tindak seseorang. kegiatan ini dilakukan setiap pagi sebelum siswa memulai pelajaran jam pertama. Pembiasaan merupakan salah satu proses belajar siswa untuk memahami nilai-nilai budi pekerti. Sekolah berharap dengan adanya pembiasaan siswa dapat lebih mudah memahami nilai-nilai budi pekerti. Hal ini selaras pendapat Syah (2005:76) bahwa proses perkembangan sosial moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Pembiasaan juga merupakan suatu proses pembelajaran yang dapat di lakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Pelaksanaan tata tertib sekolah juga diusahakan untuk mendukung penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah. Tata tertib sebagai pedoman siswa dalam bertingkah laku di lingkungan sekolah. Agar selalu ingat akan pedoman mereka dalam bertingkah laku sekolah memberikan student handbook kepada masing-masing siswa.
Hal ini sesuai dengan yang tertulis di dalam Pedoman Tata Krama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial Siswa (2001:16) bahwa tata krama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah merupakan pegangan setiap warga sekolah; siswa, guru, kepala sekolah, tenaga administratif, dan orang tua siswa dalam menciptakan iklim dan kultur sekolah yang mendukung pembentukan kepribadian dan pengembangan potensi siswa. Berdasarkan penelitian, peneliti juga menemukan bahwa SMP Negeri 1 Batu berusaha menciptakan situasi lingkungan sekolah yang mendukung pelaksanaan pendidikan budi pekerti bagi siswa. Hal itu bertujuan untuk mencetak peserta didik yang tidak hanya cerdas dalam bidang akademis tetapi juga memiliki kebaikan budi dalam bertingkah laku. Salah satu upaya sekolah dengan menempelkan poster berisi kata-kata bermuatan nilai budi pekerti. Peran Pendidikan Budi Pekerti Dalam Membentuk Moral di SMP Negeri 1 Batu Berdasarkan temuan penelitian yang sudah dipaparkan diketahui bahwa realisasi pendidikan budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah secara terpadu. Berkaitan dengan itu SMP Negeri 1 Batu telah melaksanakan pendidikan budi pekerti di lingkungan sekolah mereka. Dirujukkan dengan pendapat Zuriah (2007:18) bahwa Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran disekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, displin, dan kerjasama. Dari uraian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan budi pekerti sangat dibutuhkan oleh siswa di sekolah agar dapat terbentuk suatu sikap atau perilaku yang bermoral sesuai dengan apa yang diharapkan di masyarakat. Berdasarkan temuan dari hasil penelitian peran pendidikan budi pekerti sebagai pengembang perilaku anak ini merupakan kelanjutan kelanjutan pemberian pendidikan budi pekerti di lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Salah satu cara yang dilakukan oleh SMP Negeri 1 dalam melaksanakan pendidikan budi pekerti adalah melalui pembiasaan. Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Disiplin merupakan salah satu pembiasaan yang ditanamkan sekolah kepada siswa.
Seseorang dikatakan disiplin apabila melakukan pekerjaan dengan tata tertib dan teratur sesuai dengan waktu dan tempatnya. Dengan pembiasaan ini sekolah memberikan kesempatan kepada siswa terbiasa mengamalkan konsep-konsep ajaran nilai-nilai budi pekerti, baik secara individu maupun kelompok. Dengan terbiasa maka nilai-nilai budi pekerti yang dipelajari anak akan terinternalisasi dengan sendirinya dalam diri siswa. Hal ini selaras dengan pendapat Rochmadi (2002:6) bahwa untuk mencapai manusia yang bermoral harus dilakukan secara holistik dan konsisten oleh semua pihak yang terlibat dalam pendidikan budi pekerti, selain itu untuk mencapai manusia yang bermoral memerlukan waktu panjang dan proses berkelanjutan. Karena untuk selalu bersikap positif, seseorang perlu dilatih dan dibiasakan sejak kecil dengan penanaman-penanaman nilai-nilai budi pekerti. Berbicara perilaku biasanya selalu dikaitkan dengan sesuatu yang berada dalam batas normal dan kewajaran. Peran sebagai perbaikan perilaku ini dimaksudkan untuk mengubah dan membenahi kebiasaan yang salah pada siswa. Berdasarkan temuan penelitian bukti konkrit yang telah dilakukan SMP Negeri 1 Batu yaitu dengan mengembangkan kantin kejujuran dilingkungan sekolah. Kantin kejujuran ini bertujuan untuk membiasakan anak-anak berbuat jujur dan bertanggung jawab. Kantin kejujuran ini merupakan strategi edukasi dalam memperbaiki atau merubah perilaku siswa, edukasi ini menghasilkan perubahan perilaku yang langgeng tetapi memakan waktu yang lama. Selain itu dalam usaha memperbaiki perilaku siswa, bimbingan konseling sebagai salah satu kegiatan pelaksanaan pendidikan juga mengambil satu peranan. Bimbingan konseling akan memberikan layanan bimbingan konseling baik secara pribadi maupun klasikal untuk anak-anak yang memiliki masalah. Hal ini merupakan salah satu strategi dan cara memperbaiki atau merubah perilaku anak, yaitu menanamkan kesadaran dan motivasi dalam diri siswa. Sesuai dengan teori perubahan perilaku menurut teori stimulus-organisme-respon (SOR), teori ini mendasarkan asusmsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Peran dari pendidikan budi pekerti yang berdasarkan temuan peneliti perilaku menyimpang siswa yang terjadi di sekolah yaitu nyontek pada waktu ulangan di kelas, berkelahi di sekolah, tidak ikut upacara, dan tidak memperhatikan guru ketika menerangkan. Pendidikan budi pekerti sebagai pencegahan perilaku menyimpang ini oleh sekolah diintegrasikan dalam peraturan tata tertib yang sangat memiliki peran dalam mencegah
terjadinya perilaku menyimpang siswa. Tata tertib merupakan peraturan yang ditetapkan oleh sekolah, mengatur hak dan kewajiban, larangan-larangan dan sanksi. Sebagai remaja dan mengerti akan peraturan sekolah berharap dengan adanya tata tertib beserta sanksinya ini akan mencegah perilaku menyimpang siswanya. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan moral menurut Erik H. Erikson dalam (Rochmady:74) bahwa perkembangan moral pada tahap Industry vs Infeority (Kerajinan vs Inferioritas) anak telah menempuh pendidikan formal. Anak sudah mulai berpikir deduktif, disamping kemauannya untuk belajar mematuhi aturan-aturan. Berdasarkan temuan penelitian selanjutnya peran pendidikan budi pekerti sebagai pembimbing perilaku siswa di SMP Negeri 1 Batu ini banyak dibebankan kepada guru sebagai pihak yang sering berinteraksi dengan siswa. Di sekolah untuk bisa menanamkan nilai-nilai budi pekerti guru harus bisa menjadi teladan bagi siswanya. Semisal ketika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya, maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar daihadapan murid-muridnya. Di SMP Negeri 1 salah seorang gurunya yang bernama ibu fatmawati berprinsip bahwa sebagai guru itu harus inspiratif bagi muridnya, jadi menurut beliau dengan begitu siswa akan selalu menantikan kehadiran kita bukan sebaliknya. Hal ini selaras dengan pernyataan Zuriah (2007:94) tentang metode penyampaian pendidikan budi pekerti yaitu salah satunya adalah metode keteladan. Dengan keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh. Hambatan Dalam Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti Dalam Membentuk Moral di SMP Negeri 1 Batu Hambatan yang ada di dalam lingkungan sekolah berasal dari guru dan siswa. Pertama hambatan yang mendasar adalah hambatan yang berasal dari siswa yang berkaitan dengan kesadaran, kemauan siswa. Jika siswa tidak memiliki kesadaran dan kemauan untuk merubah perilaku mereka dan bersikap lebih aktif lagi, maka bagaimanapun cara sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti dan mengupayakan lingkungan yang mendukung tidak akan berhasil membentuk perilaki yang bermoral. Hambatan yang berasal dari guru sehubungan dengan keterbatasan tenaga pendidik untuk mengawasi semua tingkah laku peserta didik dapat dianggap wajar. Karena guru sebagai manusia biasa juga memiliki aktifitas dan kesibukan diluar kegiatan mengajar. Untuk
kurangnya pemahaman guru akan strategi penyampaian pendidikan budi pekerti ini disebabkan pendidikan bud pekerti yang tergolong baru bagi guru-guru. Sedangkan hambatan dari luar lingkungan sekolah berasal dari lingkungan pergaulan siswa yang tidak kondusif. Kurangnya perhatian orang tua juga merupakan hambatan yang timbul yang berasal dari lingkungan keluarga. Orang tua yang terlalu sibuk adalah salah satu pemicu kurangnya prhatian orang tua terhadap anak-anak mereka, begitu juga dengan orang tua yang terlalu menuntut aspek kognitif anak. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti Dalam Membentuk Moral Anak di SMPN 1 Batu Berbagai cara telah sekolah terapkan dalam mengatasi penghambat terwujudnya pelaksanaan pendidikan budi pekerti dalam membentuk moral anak. Dalam mengatasi hambatan yang bersumber dari perilaku siswa yang cenderung pasif dan kurangnya kesadaran siswa upaya yang dilakukan sekolah adalah dengan memberikan sanksi bagi siswa yang melakukan pelanggaran meskipun pelanggaran itu terlihat sepele atau ringan. Hal ini merupakan wujud dari penegakan aturan dan kesadaran serta kepedulian guru terhadap perilaku siswa. Untuk mengatasi masalah keterbatasan pendidik sekolah selalu menghimbau kepada siswanya agar berani melaporkan pelanggaran yang dilakukan temannya. Sekolah berpesan agar mereka tidak perlu takut, karena nama siswa yang melapor akan dirahasiakan. Selain menghimbau kepada siswanya sekolah juga menghimbau kepada pendidik untuk selalu berkoordinasi. Agar tidak hanya bagian tata tertib saja yang merasa memiliki tanggung jawab mengawasi perilaku siswa. Mengirimkan tenaga pendidiknya untuk mengikuti workshop tentang pendidikan budi pekerti merupakan salah satu upaya sekolah agar guru lebih paham dan mempunyai strategi yang menarik dalam menyampaikan pendidikan budi pekerti. dan tujuan dari penanaman nilai-nilai budi pekerti yaitu membentuk perilaku yang bermoral. Upaya untuk mengatasi hambatan yang berasal dari luar lingkungan sekolah adalah mengupayakan koordinasi dengan orang tua agar selalu memperhatikan pergaulan anakanaknya. Selain itu juga diberitahukan kepada para orang tua untuk selalu memenuhi panggilan dari sekolah. Sebagai salah satu peran aktif orang tua ikut dalam proses pelaksanaan pendidikan budi pekerti.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pelaksanaan budi pekerti diintegrasikan dalam melalui tiga cara yaitu pengintegrasian dalam setiap mata pelajaran, manajemen sekolah, dan pengembangan diri. Dalam pengembangan diri masih dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu bimbingan konseling, ekstrakurikuler, dan pembiasaan. Pembiasaan dalam rangka pelaksanaan pendidikan budi pekerti di SMP Negeri 1 Batu di bagi menjadi 2 yaitu pembiasaan terprogram dan tidak terprogram. Pembiasaan terprogram yang telah dilaksanakan adalah kegiatan rutin upacara bendera, wajib baca setiap pagi, pelaksanaan kantin kejujuran. Sedangkan pembiasaan yang tidak terprogram lebih bersifat pada keteladanan dan spontanitas seperti kebiasaan mencium tangan ketika bertemu dengan guru, terbiasa membuang sampah pada tempatnya, terbiasa berpakaian rapi sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.Sebagai perannya untuk membangun moral anak, peran pendidikan budi pekerti dibagi menjadi 4, yaitu; sebagai pengembang perilaku anak, sebagai perbaikan perilaku anak, sebagai pencegah perilaku anak, dan sebagai pembimbing perilaku anak. Dalam menerapkan pendidikan budi pekerti pastinya akan muncul beberapa hambatan. Hambatan yang berasal dari luar maupun lingkungan sekolah. Hambatan dari dalam lingkungan sekolah berupa kesadaran dan kemauan siswa yang masih kurang terhadap pendidikan budi pekerti, keterbatasan tenaga pendidik serta kurangnya wawasan guru tentang strategi pelaksanaan budi pekerti. Hambatan dari luar lingkungan sekolah berasal dari pergaulan dan lingkungan keluarga siswa. Untuk mengatasi hambatan berbagai upaya telah sekolah lakukan. Untuk menumbuhkan kesadaran dan kemauan siswa yang sekolah lakukan adalah memberi sanksi pada setiap pelanggaran yang dilakukan siswa. Untuk hambatan yang berasal dari guru sekolah telah mengirimkan beberapa orang guru untuk mengikuti workshop dan menghimbau kepada siswa agar melaporkan jika terjadi pelanggaran. Upaya untuk mengatasi hambatan dari luar sekolah mengadakan koordinasi dengan orang tua untuk selalu mengawasi perilaku anak mereka. Saran Dari temuan penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka peneliti dapat mengemukakan saran sebagai berikut: (1) Kepada sekolah agar melaksanakan tradisi cium tangan kepada guru di depan pintu setiap pagi hari, bukan hanya ketika siswa bertemu dengan guru. (2) Kepada pengelola kantin kejujuran, agar memberikan pendampingan dan
pengawasan pada pelaksanaannya. (3) Kepada semua guru diharapkan selalu memotivasi siswa-siswi untuk berperilaku sesuai dengan aturan di setiap pembelajaran. (4) Kepada sekolah agar pendidikan budi pekerti dijadikan mata pelajaran tersendiri, tentu akan lebih bermanfaat. Karena setiap sekolah belum tentu memiliki mata pelajaran mengenai budi pekerti. Dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu pasti mengalami hambatan. Seperti halnya dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti dalam membentuk moral. Oleh sebab itu, apapun hambatan yang dialami oleh pendidik dalam menanamkan nilai-nilai moral melalui pendidikan budi pekerti jangan sampai menjadi penghalang yang mematahkan semangat para pendidik dalam mencetak peserta didik yang tidak hanya cerdas akademik tetapi juga memiliki akhlaq yang mulia. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Bertens, K. 2002. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cahyoto. Budi Pekerti dalam Perspektif Pendidikan. Malang: Depdiknas-Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah-Pusat Penataran Guru IPS dan PMP Malang. Dewantara, KI Hajar. 1962. Karya Bagian I Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2001. Pedoman Tata Krama dan tata Tertib kehidupan Sosial bagi SMP. Jakarta: Departemen pendidika nasional. Djumransjah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia Haricahyono, Cheppy. 1995. Dimensi-dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang. Moloeng, Lexi J. 2011 . Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Munjin. 2008. Internalisasi Nilai-nilai Budi Pekerti. Komunika, 2 (2): 1. Pusat Pengembangan Kurikulum, (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi Pekerti untuk kelas I-VI SD. Balitbang Puskur, Depdiknas. Rochmadi, Nurwahyu. 2002. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Malang: Wineka Media. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta Suparno, Paul, Koesomo, Moerti Yoedho, Titisari, Detty & Kartono, St. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Kanisius. Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Resdakarya. Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2003. Bandung: Fokusmedia Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Cet I Jakarta: PT. Bumi Aksara