PENDIDIKAN KRISTEN DALAM MEMBANGUN KARAKTER REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH Rifai1 Abstraksi Akhir-akhir ini jika kita mengamati kejadian yang menimpa remaja sekarang marak sekali terjadi kasus kriminalitas remaja; tawuran antar pelajar, kasus bullying, pemerkosaan sebagai gambaran merosotnya moral remaja bangsa saat ini. Bangsa ini perlu menyediakan hati dan ruang bagi pengembangan pendidikan karakter. Gagasan pendidikan karakter membawa angin segar bagi dunia pendidikan di Indonesia dalam mengatasi masalah merosotnya moral remaja. Penanaman karakter bangsa perlu diintegrasikan dalam pendidikan formal, sehingga akan didapatkan nilai-nilai kebaikan pada diri peserta didik sejak dini. Sekolah sebagai tempat pendidikan, dimana peserta didik diarahkan pada upaya-upaya kepada seseorang untuk bertindak atau memiliki wawasan pengetahuan (bersifat normatif). Pembelajaran lebih kompleks lagi karena mengarah kepada tujuan akhirnya yakni seseorang dapat bertingkah laku atau memiliki kepribadian yang lebih baik (bersifat operasional). Pendidikan moral dan karakter sebenarnya tidak terpisahkan dari pembentukan kerohanian yang merupakan kesatuan dalam materi ajar Pendidikan Agama Kristen. Sekolah menengah yang didalam kurikulumnya terdapat Pendidikan Agama Kristen, artinya baik segala bentuk proses belajar mengajar yang terencana ataupun tersembunyi harus mampu mengembangkan sikap dan membentuk nilai-nilai watak dan karakter baik. Membangun karakter remaja itu berarti membangun suatu pola dari sikap yang hendak didemonstrasikan dalam hubungannya antara satu dengan lainnya. Sikap yang didemonstrasikan itu merupakan cirikhas moral Kristen. Sehingga sekolah dengan jelas dapat mendefiniskan hasil pendidikan yang berhasil. Suatu kurikulum bersifat Bible Added tidaklah cukup untuk membentuk karakter siswa. Pembentukan karakter harus ditekankan secara hati-hati dan diaktualisasikan dalam kehidupan siswa setiap harinya.
The Role of Christian Educationto Building Character of Teen-aged in High School Abstract Recent occurrences within teen-aged has tended to criminal cases; engaging student fight, bullying, raping, which depicted juvenile moral decadence of this nation. This nation need to take a heart and place for developing a character education. This notion brings a refreshment for 1
Guru Pendidikan Agama Kristen SMP Negeri 1 Surakarta & SMP Negeri 17 Surakarta & Dosen Teologi STT INTHEOS Surakarta,
[email protected] //
[email protected]
1
Indonesia education’s world to overcome teen’s moral decadence problem.Establishing nation character need to be integrated with formal education, so can obtain good value from learners earlier. School as aneducatingplace, where students are directed bysome efforts to doing or having insight of knowledge (normatively). It will take a more complex learning because driven by final purpose, that is a better deed or personality (operationally). Actually, moral and character learning was not separated from spiritual building because they were as one material learning of Christian Education. High school curriculum which is Christian Education being apart of, both programmed learning process and otherwise, could develop attitude and establish behavior values as well as good character. Building teen’s character constitutes to build a pattern of demonstrating attitude which connected one another. That demonstrating attitude is specific characteristic of Christian moral, in such a way that school can define obviously, a successful learning outcome. A bible added curriculum was not sufficient to establish student’s character. Establishing character has to be emphasized carefully and daily lifeactualized.
Keywords: karakter, pendidikan, remaja, moral
LATAR BELAKANG MASALAH
merosotnya budi pekerti: ara remaja
Jika mencermati fenomena akhir-
yang tidak memperoleh didikan budi
akhir ini yang terjadi pada diri remaja,
pekerti yang memadai atau tidak
marak sekali terjadi kasus kriminalitas
peduli dengan budi pekerti pasti
remaja diantaranya tawuran antar
mengalami
pelajar,
menghargai
kriminalitas
di
sekolah,
pemerkosaan pada anakdi bawah usia oleh
para
pelajar
SMP,
kasus
kesulitan
dalam
ketertiban
hal dan
ketenteraman hidup bermasyarakat.”2 Gagasan
pendidikan
karakter
bullyingadalah gambaran merosotnya
membawa angin segar bagi dunia
moral remaja anak bangsa. F. B.
pendidikan di Indonesia. Bangsa ini
Surbakati
belum memberikan tempat dan hati
secara
sederhana
menjelaskan latar belakang terjadinya
yang
kasus-kasus tersebut sebagai berikut:
pendidikan karakter. Tidak jarang kita
“Lemahnya
pendidikan
luas
bagi
pengembangan
kerohanian
dapat menjadi salah satu pemicu remaja terlibat tindak kriminal …
2
F. B. Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda (Jakarta: PT Elex Media Komputindo – Anggota Gramedia, 2009), hlm. 300
menjumpai lulusan sekolah bermutu
kasus narkoba, plagiarisme dalam
memiliki otak cerdas serta piawai
ujian,
menghadapi soal-soal ujian, namun
marak menghiasi sejumlah media.
ternyata bermentalkan penakut bahkan
Bukan hanya terbatas pada peserta
memiliki
terpuji.
didik, lembaga-lembaga pendidikan
Sungguh ironis sekali bukan ! Patut
maupun instansi pemerintahan yang
disayangkan
notabene diduduki oleh orang-orang
perilaku
tidak
sekali,
pendidikan
yang
anggaran
sangat
besar
luput
memecahkan soal mendasar dalam
moral.
pendidikan
ternyata
belum
sejenisnya,
senantiasa
penyandang gelar akademis, pun tak
ditunjang program pemerintah dalam
dunia
dan
terjangkiti
Kasus-kasus
virus
yang
dekadensi
terjadi
mampu mencetak lulusan unggul yang
semata
beriman, taqwa, professional serta
penanaman karakter pada diri anak
memiliki karakter yang kuat.
bangsa
Maraknya
tawuran,
kasus
dikarenakan
itu
ini.Ratna
kurangnya
Megawangi,
“Mencontohkan,
bagaimana
bullying, dan fenomena kriminalitas di
kesuksesan Cina dalam menerapkan
sekolah-sekolah
pendidikan karakter sejak awal tahun
hingga
perguruan
tinggi, menimbulkan sebuah tanda
1980-an.
Menurutnya,
tanya besar akan realisasi fungsi
karakter
adalah
Pendidikan
sebagaimana
akhlak melalui proses knowing the
yang termaktub dalam Pasal 3 UU No.
good, loving the good, and acting the
20 Tahun 2003. Pendidikan Nasional
good. Yakni, suatu proses pendidikan
yang
yang
Nasional,
pada
hakikatnya
untuk
melibatkan
untuk
aspek
pendidikan mengukir
kognitif,
bangsa,
emosi, dan fisik, sehingga akhlak
ternyata berbanding terbalik dengan
mulia bisa terukir menjadi habit of the
berbagai realitas yang ada.
mind, heart, and hands.”3 Penanaman
mencerdaskan
kehidupan
Merupakan sebuah ironi besar,
karakter bangsa perlu diintegrasikan
jika bangsa yang besar ini selalu
dalam pendidikan formal, sehingga
menjadi pemborong medali dalam
akan didapatkan nilai-nilai kebaikan
setiap
pada diri peserta didik sejak dini.
kompetisi
olimpiade
sains
internasional, namun di sisi lain, kasus siswa-siswi cacat moral seperti siswi married by accident, aksi pornografi,
3 Ratna Megawangi, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007)
keteladanan tingkah laku, keyakinan, nilai-nilai,
KAJIAN TEORI
sikap-sikap
dan
ketrampilan yang sesuai dengan iman Pendidikan Kristen
Kristen. Boediono mengatakan bahwa “Model kurikulum Pendidikan Agama
1. Definisi Pendidikan Agama Kristen Pendidikan merupakan bercorakkan maksudnya
Kristen (Pendidikan Agama Kristen)
Agama
Kristen
pendidikan
yang
moral-moral
kristiani,
materi
pengajaran
Pendidikan Agama Kristen merupakan materi yang berisi tentang nilai-nilai
didominasi oleh doktrin agama yang lebih
mengutamakanaspek
kognitif
dan cenderung melupakan hal pokok dan utama dalam Pendidikan Agama, yaitu: pemahaman terhadap nilai-nilai agama
yang
bersentuhan
dengan
5
kebenaran iman Kristen. Nico Syukur Dister
menegaskan
pendapatnya
bahwa ”Pendidikan yang bercorak, berdasarkan
dan
berorientasi
Kristiani.” 4 Dengan kata lain segala bentuk
aktivitas
proses
belajar
mengajar yang terjadi didalam dan diluar kelas terwujud dalam ruang lingkup
di
sekolah,
gereja
atau
lingkungan keluarga dengan dasar pengajaran pada pokok-pokok iman
Maksud
perkataan
tersebut
dimana, dalam Pendidikan Agama Kristen peserta didik dibekali dengan pengetahuan mengetahui dalam
(kognitif)
agar
tangungjawab
pribadi
meningkatkan
kualitas
kehidupan yang berarti bagi bangsa dan negaranya, masyarakat luas dan gerejanya
serta
keluarga
sebagai
cerminan kehidupan Kristen. Peserta didik juga diberikan penanaman sikap
Kristen. Dalam
proses
pembelajaran
Pendidikan Agama Kristen, seorang nara
realitas kehidupan nyata.”
didik
selain
memberikan
pengajaran yang bersifat pemahaman ajaran-ajaran
iman
Kristen
juga
bertanggung jawab memberikan sikap
4 Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristen (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1985), 24.
(afektif) agar memahami penilaian baik buruk, benar salah sehingga mampu membedakan segala sesuatu yang berguna atau merugikan bagi diri sendiri, orang lain, terlebih khusus 5
Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen Kurikulum 2004 (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hlm. 6.
bagi bangsa dan negaranya. Yang
dalam
terakhir
kewajiban
yang
sama
didalam
mendidik
keturunannya.
Bahkan
peserta
didik
keterampilannya
dilatih
(psikomotorik)
bangsa
Israel
memiliki
sehingga memiliki kemampuan dalam
pendidikan tersebut haruslah diajarkan
melakukan tugas dan tanggungjawab
secara berulang-ulang dikala mereka
yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus
sedang
yang berkaitan dengan diri sendiri,
berjalan, tidur atau dengan kata lain
orang lain, bangsa dan negaranya.
didik tersebut diberikan dalam setiap
duduk,
makan
minum,
kesempatan hidup yang Tuhan Allah 2. Konteks Alkitabiah Pendidikan Agama Kristen
percayakan dalam diri mereka masingmasing. Ulangan 6:4-9 merupakan
Dalam
kitab
Ulangan
6:6-9
firman Tuhan mengatakan bahwa:Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah
engkau
mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau
kredo (syahadat) atau pengakuan iman bangsa Israel terhadap Tuhan Allah yang satu adanya. Keyakinan yang Tuhan Allah tanamkan dalam hidup bangsa
Israel
dan
keturunannya
melawan keyakinan bangsa kafir yang menyakini bahwa Tuhan banyak.
duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam
perjalanan,
apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
Haruslah
engkau
Firman Tuhan dalam Efesus 4:13-
mengikatkannya sebagai tanda pada
14 mengatakan bahwa “Sampai kita
tanganmu dan haruslah itu menjadi
semua telah mencapai kesatuan iman
lambang di dahimu, dan haruslah
dan pengetahuan yang benar tentang
engkau menuliskannya pada tiang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan
pintu
tingkat
rumahmu
dan
juga
3. Tujuan Pendidikan Agama Kristen
pada
pintu
gerbangmu.
Allah
yang
sesuai
dengan kepenuhan Kristus, sehingga
Dalam kebenaran firman tersebut Tuhan
pertumbuhan
memerintah
kita bukan lagi anak-anak, yang
agar
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa
keyakinan Tuhan adalah esa harus
angin pengajaran, oleh permainan
diajarkan seturun temurun kepada
palsu manusia dalam kelicikan mereka
generasi bangsa Israel. Setiap keluarga
yang
menyesatkan.”
Pendidikan
Agama
Kristen
secara
khusus
“Tabiat,
perangai
dan
sifat-sifat
Berkarakter
diartikan
membimbing orang percaya mencapai
seseorang.
kepada kedewasaan penuh dan tingkat
dengan
pertumbuhan
adapun kepribadian diartikan dengan
yang
kepenuhan
sesuai dengan
Kristus.
mempunyai
kepribadian,
Tingkat
sifat khas dan hakiki seseorang yang
pertumbuhan rohani bagi hidup orang
membedakan seseorang dari orang
percaya adalah Kristus artinya orang
lain.” 7 Dra. Ratna Ellyawati, M.Psi,
percaya harus bertumbuh menjadi
dalam
serupa dan segambar dengan Kristus.
membagi dua kecenderungan dari
Sulhan
Najib
(2010:2)
karakter anak-anak, yaitu karakter Karakter
sehat dan tidak sehat. Anak yang berkarakter sehat bukan berarti tidak
1. Definisi Karakter Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.” 6 Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai
dan
bagaimana
memfokuskan
mengaplikasikan
nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya
dikatakan
orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya
kaidah
moral
sesuai disebut
dengan dengan
berkarakter mulia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menuliskan karakter adalah
pernah
melakukan
hal-hal
yang
negatif, melainkan perbuatan tersebut masih dalam kategori wajar. Namun anak-anak yang berkarakter tidak sehat memang memiliki kelakuan yang menyimpang dari norma-norma yang ada. Karakter yang termasuk kategori sehat antara lain: (1) afiliasi tinggi, yaitu mudah menerima orang lain menjadi sahabatnya, sangat toleran terhadap orang lain dan bisa diajak bekerjasama, punya banyak teman dan disukai teman-temannya; (2) power tinggi, yaitu menguasai temannya tetapi dengan sikap positif, mampu memimpin teman-temannya, mampu mengambil inisiatif sendiri, sehingga mampu menjadi panutan bagi yang
6
Kemendiknas. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Jakarta: Kemendiknas, 2010), hlm. 15
7 J.S. Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), 617; 1088
lain;
(3)
achiever,
termotivasi
yaitu
untuk
selalu
berprestasi
(achievement
oriented),
2. Pembentukan Karakter Proses pada
pembentukan
seseorang
karakter
dipengaruhi
oleh
mengedepankan dirinya sendiri dari
faktor-faktor khas yang ada pada
pada orang lain (egosentris); (4)
orang yang bersangkutan yang sering
asserter, yaitu lugas, tegas, dan tidak
juga disebut faktor bawaan atau faktor
banyak
endogen atau nature dan oleh faktor
berbicara,
keseimbangan kepentingan kepentingan diterima
yang
mempunyai baik
sendiri orang
lain,
lingkungan atau eksogen atau nurture.
dengan
Pengaruh
mudah
individu
masyarakat sebagai
maupun
bagian
dari
(5)
masyarakat, adalah faktor lingkungan.
menyukai
Jadi, dalam usaha pengembangan atau
petualangan, meski bukan selalu ke
pembangunan karakter pada tataran
alam namun lebih menyukai mencoba
individu
hal-hal baru.
perhatian kita adalah pada faktor yang
adventurer,
Dengan
lingkungannya;
anatara
yaitu
demikian
yang
dimaksudkan dengan karakter adalah kepribadian
seseorang
yang
dan
masyarakat,
fokus
bisa kita pengaruhi atau lingkungan, yaitu pada pembentukan lingkungan. Pendidikan
yang
berorientasi
membedakan dengan orang lain.Gede
pada pengembangan karakter tidak
Raka juga memberikan pandangan
bisa dipisahkan dengan pendidikan
yang hampir sama: “Secara umum
agama yang dialami oleh seorang
karakter dikaitkan dengan sifat khas
siswa. Doni Koesoema A. mengatakan
atau istimewa, atau kekuatan moral,
bahwa “Bagi dia, agama memiliki
atau pola tingkah laku seseorang”. 8
hubungan
Sehingga dari pengertian diatas dapat
dengan Allah (individu dengan yang
disimpulkan bahwa karakter dapat
Illahi / Allah), sedangkan pendidikan
dinyatakan sebagai sifat seseorang
karakter
yang berupa tabiat, watak, tingkah
karakter
laku subyektif yang dapat membentuk
manusia di dalam masyarakat.”9
kepribadian seseorang.
vertical
hubungan adalah
antara
pribadi
pendidikan
horizontal
antara
Pertama, Landasan yang kuat. Ada dua landasan untuk memperkuat
8 Gede Raka dkk. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan (Jakarta : Kompas Gramedia, 2011), 36
9 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter : Mendidik Anak di Zaman global.(Surabaya: Grasindo, 2006), hlm. 250
terbangunnya siswa berkarakter yang
Kedua,
Pilar
sebagai
tiang
cerdas. Landasan pertama adalah
penyangga. Pembangunan ini juga
visi, misi, dan tujuan.
membutuhkan
Visi menjadi digunakan
pilar
sebagai tiang
adalah
wawasan
yang
penyangganya. Ada tiga pilar yang
sumber
arahan
yang
harus dibangun, yaitu: (1) membangun
sekolah
untuk
watak, kepribadian, atau moral; (2)
bagi
memandu perumusan misi sekolah.
mengembangkan
Misi
untuk
majemuk;
mewujudkan visi yang ada. Dengan
bermakna.
adalah
tindakan
(3)
kecerdasan pembelajaran
yang
kata lain misi adalah bentuk layanan
Ketiga, Pengikat yang kokoh.
yang digunakan untuk memenuhi
Agar bangunan tersebut tetap kokoh
tuntutan yang dituangkan dalam visi
berdiri pada landasannya dan tahan
dalam dengan berbagai indikatornya.
terhadap goncangan atau gangguan
Tujuan adalah apa yang hendak
yang setiap saat menerpa, maka perlu
dicapai oleh sekolah dan kapan tujuan
pengikat yang terdiri dari kontrol,
itu akan dicapai.
evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.
Landasan kedua yang harus dimiliki
sekolah
yaitu
Keempat, Atap sebagai pelindung
komitmen,
Tiga unsur pembangunan pribadi yang
motivasi, dan kebersaman.Komitmen
cerdas dan berkarakter tersebut akan
adalah
menghasilkan out put yang baik bila di
keikutsertaan
dalam
mewujudkan sesuatu yang diharapkan.
payungi
Motivasi adalah dorongan yang timbul
karakter.
dengan
sekolah
berbasis
pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan
tujuan
tertentu.
Kebersamaan adalah hal yang sifatnya bersama, artinya semua orang yang terlibat dalam membangun sekolah memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama, yang selanjutnya mempunyai motivasi dan komitmen bersama untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan.
3. Konsep Pengembangan Karakter Sebenarnya KTSP dituntut
berbasis muatan
dalam
kurikulum
kompetensi
jelas
soft
yang
skill
tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Namun penerapannya tidaklah mudah sebab banyak tenaga pendidik tidak memahami apa itu soft skill dan bagaimana
penerapannya.
Soft
skillmerupakan
bagian
ketrampilan
evaluasi
terhadap
pelaksanaan
dari seseorang yang lebih bersifat
pendidikan yang ada, adapun secara
pada
epistimologis
kehalusan
perasaan
atau
sensitifitas
seseorang
terhadap
lingkungan di sekitarnya. Mengingat
memberikan
beberapa definisi
pakar
pendidikan
karakter sebagai berikut:
soft skill lebih mengarah kepada
Bagus Mustakim mendefinisikan
ketrampilan psikologis maka dampak
“Pendidikan karakter sebagai suatu
yang diakibatkan lebih tidak kasat
proses internalisasi sifat-sifat utama
mata namun tetap bisa dirasakan.
yang menjadi ciri khusus dalam
Akibat yang bisa dirasakan adalah
sebuah masyarakat ke dalam peserta
perilaku sopan, disiplin, keteguhan
didik sehingga dapat tumbuh dan
hati,
bekembang menjadi manusia dewasa
kemampuan
kerja
sama,
membantu orang lain dan lainnya. Keabstrakan
kondisi
tersebut
sesuai tersebut”.
dengan 10
nilai-nilai
Kemdiknas menyatakan
mengakibatkan soft skill tidak mampu
bahwa: “Pendidikan karakter bukan
dievaluasi
karena
sekedar mengajarkan mana yang benar
indikator-indikator soft skill lebih
dan mana yang salah, lebih dari itu,
mengarah
pendidikan
secara
pada
tekstual
proses
eksistensi
karakter
menanamkan
kehidupannya.
kebiasaan (habituation) tentang hal
Pengembangan soft skill yang dimiliki
mana yang baik sehingga peserta didik
oleh setiap orang tidak sama sehingga
menjadi paham (kognitif) tentang
mengakibatkan tingkatan soft skill
mana yang benar dan salah, mampu
yang dimiliki masing-masing individu
merasakan (afektif) nilai yang baik
juga berbeda.
dan
seseorang
dalam
biasa
melakukannya
(psikomotor)”. 11 Pendidikan karakter Konsep Pendidikan Karakter
yang baik harus melibatkan bukan saja
1. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan bagian
karakter
penting
pendidikan,
menjadi
dalam
sehingga
proses manakala
pendidikan gagal dalam mencetak manusia-manusia
yang
berkarakter
maka sudah semestinya ada sebuah
aspek pengetahuan yang baik (moral 10
Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter, Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat (Yogyakarta : Samudera Biru, 2011), 29 11 Tim Kemdiknas.2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wpcontent/uploads/NASKAH-RANKEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2011 Jam 5.14 WIB, 1
knowing), akan tetapi juga merasakan
terhadap
dengan baik atau loving good (moral
kepercayaan,
feeling), dan perilaku yang baik
berbeda
(moral action).
semrawutnya lalu lintas, dan semakin
menekankan
Pendidikan karakter pada
kebiasaan
habit
yang
atau
terus-menerus
dipraktikkan dan dilakukan.
dapat
yang
berbeda
berbeda
suku,
golongan,
atau
semakin
rusaknya lingkungan hidup. Semua itu menjadi
indikasi
bahwa
semakin
banyak kita yang semakin kehilangan
Pengertian dari beberapa pakar diatas
orang
dinyatakan
bahwa
kejujuran,
semakin
kehilangan
untuk
menghargai
kemampuan
pendidikan karakter adalah proses
perbedaan, kehilangan kedisiplinan,
internalisasi nilai-nilai tertentu melalui
kehilangan tata karama di ranah
pendidikan
publik, dan kehilangan rasa tanggung
sehingga
terbentuklah
kepribadian dan akhlak mulia pada peserta didik melalui pembiasaan terus-menerus,
dipraktikkan
dan
dilakukan.
Secara
filosofis,
pendidikan
karakter lahir dari sebuah keprihatinan atas kondisi bobroknya karakter pada ini,
karakter
sehingga
secara
pendidikan
tidak
langsung
menjadi problem solving yang dicoba untuk
diangkat
pendidikan.
dalam
Soemarmo
dunia
Sudarsono
dalam Gede Raka menyatakan bahwa: Lebih dari enam dekade, pendidikan karakter Indonesia belum mencapai kemajuan, bahkan dalam beberapa hal mengalami banyaknya
Billy Graham dalam Gede Raka menyatakan
bahwa:
“Ketika
kita
kehilangan kekayaan, maka kita tidak
2. Pentingnya Pendidikan Karakter
bangsa
jawab sosial.12
kemunduran. korupsi,
Masih
kehilangan
apa-apa,
kehilangan
kesehatan,
kita
maka
kita
kehilangan sesuatu, namun ketika kita kehilangan
karakter,
maka
kita
13
kehilangan segala-galany.” Soemarmo Gede
Raka
Soedarsono menyatakan
dalam bahwa:
“Pendidikan karakter adalah proses yang tidak boleh berhenti. Pemerintah boleh berganti dan raja boleh turun takhta, namun pendidikan karakter harus berjalan terus”.
14
Pendidikan
karakter bukanlah sebuah proyek yang ada awal dan akhirnya. Pendidikan karakter
diperlukan
semakin 12
meningkatnya penggunaan kekerasan
ketika
Raka, Op.cit., xi Ibid. xi 14 Ibid. 21 13
agar
setiap
individu menjadi orang yang lebih
pendidikan menengah. Seperti apa
baik, menjadi warga masyarakat yang
yang telah diungkapkan oleh Gede
lebih baik dan menjadi bagian dari
Raka bahwa:
warga negara yang lebih baik. Gede
Raka
(2011:21)
menyatakan bahwa: Meningkatnya kompetensi manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dengan sendirinya disertai peningkatan kebajikan dalam hati manusia. Kompetensi yang tidak disertai dengan kebajikan cenderung akan membawa umat manusia ke keadaan yang mengancam kualitas kehidupannya bahkan keberadaannya. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang sangat mendesak untuk menegakkan kembali pendidikan karakter bagi masyarakat luas, termasuk pendidikan karakter di sekolah.15
Perusahaan-perusahaan yang hebat lebih mencari orang yang berkarakter. Orang-orang dengan karakter yang kuat tidak memerlukan motivasi dari orang lain, sebab mereka akan memotivasi dirinya sendiri. Perusahaan-perusahaan yang hebat tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus itu tidak penting, tetapi menganggap bahwa pengetahuan dan keahlian khusus itu bisa dipelajari, sementara dimensidimensi yang berkaitan dengan keyakinan, seperti karakter, etos kerja, dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya lebih dalam dan lebih sulit dirubah. 16 Pembentukan karakter bagi setiap peserta
Begitu
pentingnya
pendidikan
karakter di tengah-tengah kehidupan
didik
jenjang
menengah
mempersiapkan generasi muda yang tangguh di tengah arus global.
kita, sehingga semua komponen dalam lingkup pendidikan harus memahami pentingnya dalam
diri
pembentukan peserta
karakter didiknya.
3. Pengembangan Nilai Karakter di Jenjang Pendidikan Menengah Dalam
Bagus
Kegagalan dalam membentuk karakter
Mustakim 17 minimal terdapat delapan
bisa
karakter yang harus dikembangkan
bermakna
mempersiapkan
kegagalan masa depan peserta didik
dalam
dan bangsanya, begitu juga dalam
pembelajaran di Indonesia. Delapan
dunia kerja yang notabene adalah fase
karakter tersebut akan dibahas satu
kehidupan yang segera akan dilalui
persatu sebagai berikut:
praktek
pendidikan
oleh peserta didik khususnya oleh peserta didik yang menempuh jenjang 16 15
Ibid. 14
17
Ibid, 29 Bagus Mustakim, Op.cit., 72
dan
siswanya. Teknologi informasi bukan
3.1. Etos Spiritual dalam
kebutuhan melainkan menjadi bagian
Bagus Mustakim menyebutkan, ada
hidup yang tidak bisa dilepaskan bagi
lima nilai utama keagamaan yang bisa
peradaban manusia di era global dan
dijadikan
era psotmodern. Seorang guru harus
Abdul
Hamid
Hakim
menjadi
etika
spiritual
dalam kehidupan sehari-hari. Lima
mampu
nilai tersebut adalah percaya pada
dalam mencegah terjadinya shock
Tuhan YME, Tuhan menciptakan
culture akibat terjadinya perubahan
seluruh alam yang ada termasuk
teknologi yang begitu cepat. Seorang
manusia, manusia adalah makhluk
guru perlu mempersiapkan peserta
yang bertanggung jawab kepada-Nya,
didik
salah satu perbuatan yang berkenan
mempersiapkan karya dan prestasi
adalah berbuat baik kepada sesama,
menanggapi
dan manusia akan merasakan akibat
informatika.
pebuatannya, baik dan buruk, dalam
Dengan
suatu
kehidupan
abadi
di
“Hari
Kemudian”.18
memiliki
sedini
sikap
preventif
mungkin
kemajuan
demikian
dalam
teknologi
etos
mutu
merupakan karakter yang berkenaan dengan
penguasaan
IPTEK
dan
Etos spiritual merupakan sikap
kemampuan daya saing global. Guru
karakter yang dibangun dari nilai-nilai
harus mampu menjembatani adanya
keagamaan. Seorang guru memiliki
perubahan tatanan daya saing global
kewajiban mengartikulasikan nilai-
yakni memiliki kompetensi keilmuan
nilai
dan mental.
utama
dalam
bentuk
etika
spiritual yang menjadi jalan hidup 3.3. Keterbukaan
bagi peserta didik.
Chamim (2003:81) dalam Bagus Mustakim
3.2. Etos Mutu Etos
mutu
dikembangkan
yang dalam
patut rangka
“diantara antara
menyebutkan nilai-nilai lain
adalah
bahwa
keterbukaan kebolehan
menghadapi era informatika, baik
(berpendapat,
secara
maupun
berpartisipasi), menghormati orang
kesiapan mental sebagai tugas seorang
atau kelompok lain, kesetaraan, kerja
pengajar dalam membentuk karakter
sama,
18
kompetensi/skill
Ibid., 74
berkelompok
persaingan
dan
dan
kepercayaan.” karakter
19
Dalam membentuk
remaja,
guru
mendesain
dan
damai
dalam
membangun
Indonesia.
pembelajaran yang diarahkan kepada pengembangan
nilai
karakter
3.5. Kecerdasan Kritis Dewasa ini dibutuhkan sebuah
keterbukaan dalam diri peserta didik sehingga dihasilkan peserta didik yang memiliki pandangan kritis, terbuka dan
luas
terhadap
setiap
aspek.
Karakter keterbukaan akan membukan ruang-ruang kompetensi yang sehat
karakter kecerdasan kritis sebagai bentuk untuk
peserta
didik
mengidentifikasikan
ketidakadilan yang terjadi. Sudah semestinya pendidikan memberikan dan
dan jujur.
kemampuan
menciptakan
ruang
dan
kesempatan bagi peserta didik dalam proses
3.4. Multikultural
penciptaan
keadilan
bagi
merupakan
masyarakat. Kecerdasan kritis akan
karakter yang hendak dibangun atas
memotivasi peserta didik untuk peduli
dasar kesadaran kemajemukan yang
terhadap sesama yang mengalami
terjadi dalam masyarakat. Karakter
kesenjangan sosial, dengan demikian
multikultural adalah bentuk sikap
dapat diharapkan kelak nanti akan
yang
muncul generasi muda yang peka dan
Multikulkutural
bersedia
menerima
dan
mengakui keberadaan kelompok lain.
peduli
Kesadaran
ketidakadilan dalam masyarakat.
demikian
memiliki
terhadap
masalah-masalah
pengertian kesediaan berlaku adil dengan kelompok lain atas dasar saling menghormati, bekerja sama, hidup damai dan saling pengertian satu dengan lainnya. Setiap peserta didik agar menanamkan sikap karakter multikultural agar memiliki wawasan yang
terbuka
dalam
menerima
keberadaan kelompok yang berbeda dengan
keberadaan
peserta
didik
secara adil, berkompetisi secara aman
3.6. Peduli Lingkungan Peduli
lingkungan
merupakan
karakter yang mewujudkan kecintaan dan kepedulian terhadap kebersihan dan keindahan tempat lingkungan dimana peserta didik berada. Karakter peduli lingkungan bisa dimulai dari hal-hal yang sepele sebagai contoh pembuangan
sampah
ditempatnya,
pembersihan Daerah Aliran Sungai, pemisahan sampah organik dan non
19
Ibid., 77
organik
hingga
sampai
tindakan
perumusan rencana tindakan program-
merugikan diri sendiri terlebih lagi
program kepedulian lingkungan.
merugikan bangsa dapat dicegah.
3.7. Berwawasan Maritim
PENDIDIKAN KRISTEN DALAM MEMBANGUN KARAKTER REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH
Indonesia
merupakan
wilayah
dengan kelautan yang sangat luas, sehingga
dibutuhkan
kesadaran
wawasan maritim dari setiap peserta didik. Kesadaran wawasan maritim merupakan
kesadaran
untuk
mengembangkan dan memanfaatkan potensi Dengan
kelautan
/
dibangunnya
kemaritiman. kesadaran
wawasan kemaritiman maka peserta didik akan menydari kekayaan potensi kelautan sehingga kekayaan ini dapat dieksplorasi
dan
digunakan
bagi
kemakmuran bersama serta sebagai ujung tombak kekuatan sosial dan ekonomi bangsa.
mengikuti perkembangan dunia secara khususnya dunia
dalam teknologi.
Keikutsertaan generasi muda alam perkembangan dunia secara global barang tentu merupakan sikap kritis sehingga tidak begitu saja menerima dunia teknologi melainkan generasi muda harus memiliki sikap kritis sehingga
pendidikan
sekaligus
tempat
pembelajaran
bagi peserta didik. Sekolah sebagai tempat pendidikan, dimana peserta didik diarahkan pada upaya-upaya kepada seseorang untuk bertindak atau memiliki
wawasan
pengetahuan
(bersifat
normatif).
Sedangkan
pembelajaran lebih kompleks lagi karena
mengarah
kepada
tujuan
yakni
seseorang
dapat
akhirnya bertingkah
laku
atau
memiliki
kepribadian yang lebih baik (bersifat
pendidikan dan pembelajaran berjalan
Generasi muda diharapkan dapat
perkembangan
sebagai
operasional). Kedati demikian bagi
3.8. Tanggung Jawab Global
global
Sekolah
teknologi
yang
dapat
bersama-sama. Dalam
pendidikan
tujuan
Pendidikan Agama Kristen di sekolah memberikan
pengetahuan
kepada
peserta didik untuk mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, sedangkan Agama
dalam
pembelajaran
Kristen diarahkan kepada
pembentukan pertumbuhan
kerohanian karakter.
dan
Sehingga
dalam hal ini, pendidikan moral dan karakter sebenarnya tidak terpisahkan
dari pembentukan kerohanian yang
pengajarnya.Untuk
merupakan kesatuan dalam materi ajar
pendidik/guru
Pendidikan Agama Kristen.
Kristen kehidupan moralitasnya harus
Sudah menjadi keharusan bagi sekolah
menengah
kurikulumnya
yang
terdapat
didalam
itu
seorang
Pendidikan
Agama
didasarkan pada firman Allah. Pembentukan
karakter
dan
Pendidikan
pertumbuhan rohani terjadi melalui
Agama Kristen, artinya baik segala
interaksi perantara Roh Kudus dalam
bentuk proses belajar mengajar yang
hidup
terencana ataupun tersembunyi harus
pembelajar mengalami dan melihat
mampu mengembangkan sikap dan
kebenaran hidup pada saat berinteraksi
membentuk
dan
dengan guru, Roh Kudus memberikan
karakter baik. Membangun karakter
pencerahan tentang kebenaran yang
remaja itu berarti membangun suatu
akan
pola
hendak
Pendidikan Agama Kristen di sekolah
didemonstrasikan dalam hubungannya
menengah dalam membangun karakter
antara satu dengan lainnya. Sikap
remaja dengan jalan membimbing
yang didemonstrasikan itu merupakan
siswa pada tingkat penyesuaian iman
cirikhas moral Kristen.
kepada pemilihan iman. Dengan jalan
nilai-nilai
dari
Dalam remaja
sikap
watak
yang
membangun
di
sekolah
karakter menengah,
pembelajar.
Pada
menghasilkan
saat
ketaatan.
membimbing siswa untuk memiliki komitmen pribadi bagi Kristus.
Pendidikan Agama Kristen sudah
Pendidikan Agama Kristen dalam
semestinya mengarisbawahi bahwa
membangun karakter remaja dengan
Alkitab memberikan blue print bagi
jalan membentuk suatu komunitas
remaja kristiani dalam pembentukan
peduli.
kerohanian atau pengembangan moral
dibentuk melalui hal-hal yang bersifat
dan karakter (Mazmur 78:1-8). Peserta
praktis, guru-guru mengamati dan
didik harus menempatkan Kristus
mendengar peserta didik, mengawasi
sebagai
yang
ucapannya sendiri, siswa mendorong
dicerminkan dalam kehidupan para
orang tua yang sedang sedih. Siswa
guru. Sehingga setiap peserta didik
belajar untuk memberikan waktu dan
kristiani akan menemukan jatidiri
perhatiannya
Kristus
melalui
kesepian dan menjangkau teman yang
setiap
butuh persahabatan. Setiap komunitas
pusat
yang
keteladanan
kehidupan
sebenarnya para
Komunitas
bagi
peduli
orang
dapat
yang
peduli terbeban bagi mereka yang
proses seumur hidup. Orang tua, guru
terhilang. Setiap bagian dari keluarga
dan peserta didik sebagai bagian satu
kristiani
kesatuan yangtidak dapat dipisahkan
menunjukkan
sikap
kesabaran, belas kasih, pengampunan
dalam
pembentukan
bagi sesamanya.
Pembentukan
karakter
karakter. merupakan
Pendidikan
kunci kesuksesan dalam Pendidikan
Agama Kristen dalam membangun
Agama Kristen. Orang tua dan guru
karakter
jalan
senantiasa
membentuk suatu komunitas moral.
penyertaan
Komunitas moral yang dimaksudkan
Kudus sehingga para siswa mengalami
disini adalah membentuk siswa siswi
pekerjaan
yang bertumbuh dalam penguasaan
kehidupan mereka.
Selain
tersebut,
remaja
dengan
diri
sendiri,
sesame,
lingkungan, serta bangsa dan negara.
dan
Untuk pendidikan
merealisasikan
karakter
di
sekolah
jenjang harus
menggunakan suatu system evaluasi efektif.
Para
pendidik
menunjukkan ide alternative bahwa pembentukan pertumbuhan
Kudus
Roh
dalam
dapat mendefiniskan hasil pendidikan yang berhasil. Dimensi afektif dan Pendidikan
Agama
Kristen tidak dapat ditinggalkan untuk dapat
menengah,
yang
pertolongan
Roh
psikomotorik PENUTUP
memohon
Sehingga sekolah dengan jelas
diri dan tanggung jawab pribadi terhadap
berdoa
karakter rohani
dan
merupakan
mengambil resiko yang lebih berat lagi. Suatu kurikulum bersifat Bible Added
tidaklah
membentuk
untuk
karakter
Pembentukan ditekankan
cukup
siswa.
karakter secara
diaktualisasikan
harus
hati-hati
dalam
dan
kehidupan
siswa setiap harinya.
DAFTAR PUSTAKA A,
Doni Koesoema. Pendidikan Karakter global.Surabaya: Grasindo, 2006
Adian
:
Mendidik
Anak
di
Zaman
Husaini.2010. Pendidikan Karakter : Penting, Tapi tidak cukup!. http://bocahbancar.files.wordpress.com/2010/10/pendidikan-karakter-pentingtapi-tidak-cukup.pdf Diakses tanggal 13 Juni 2011 pukul 15.30 WIB.
Badudu,J.S., dan Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Bagus Mustakim.2011. Pendidikan Karakter, Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat. Yogyakarta : Samudera Biru. Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen Kurikulum 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003 Dister, Nico Syukur. Filsafat Agama Kristen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1985 Furqon Hidayatullah.2010.Guru Sejati : Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas.Surakarta :Yuma Pustaka. Gede Raka dkk.2011. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta : Kompas Gramedia. Kemendiknas. Pembinaan Pendidikan Karakter Pertama. Jakarta: Kemendiknas, 2010
di
Sekolah
Menengah
Lickona, Thomas.2004.Character Matters. New York : A Touchstone Book. Madya Ekosusilo & Kasihadi.1989. Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effar Publishing. Megawangi, Ratna. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007 Moleong, J Lexy.2007.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Paterson, Chistopher & Martin E.P.2004. Character Strenght and Virtues : A Handbook and Classification. Oxford University Press. Surbakti, F. B. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo – Anggota Gramedia, 2009 Sutopo, HB.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Pers. Tim
Kemdiknas.2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/NASKAH-RANKEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2011 Jam 5.14 WIB
Yin, Robert K.1997. Study Kasus desain dan Metode. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.